Lompat ke isi

Sampradaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Terima kasih telah menulis di Wikipedia, namun artikel yang anda tulis masih perlu dikembangkan karena belum memenuhi kriteria untuk disebut sebagai entri di Wikipedia. Harap dikembangkan dan dirapikan lebih lanjut sehingga artikel tersebut menjadi lebih baik karena artikel yang tidak memenuhi kriteria dapat dihapus sewaktu-waktu.


Dalam agama Hindu, Sampradaya (IAST: sampradāya) dapat diterjemahkan sebagai "tradisi" atau "sistem religius"[1]. Sampradaya berhubungan dengan pelayanan berturut-turut yang disiplin sebagai jalan spiritual dan mengandung jaringan hubungan yang rumit yang membuat stabilitas identitas religius menjadi jelas saat jaringan tersebut menjadi tidak stabil. Perbedaan utamanya adalah sebuah garis keturunan guru tertentu disebut parampara. Maka dari itu konsep sampradaya terkait erat dengan realitas yang konkret dari guru-parampara - garis keturunan guru spiritual sebagai pembawa dan pemancar tradisi. Diksa (pelantikan) adalah sarana untuk dapat menjadi anggota suatu sampradaya, itu merupakan prosedur ritual.

Sampradaya adalah istilah Sanskerta yang digunakan dalam agama-agama India, seperti Hinduisme, Krishnaisme, Buddhisme, Jainisme, dan Sikhisme, untuk merujuk pada tradisi spiritual, garis keturunan spiritual, sekte, atau sistem keagamaan.

Guru-Shishya Parampara: Pewarisan Spiritual

[sunting | sunting sumber]

Untuk memastikan kelangsungan dan transmisi dharma, berbagai sampradaya memiliki Guru-shishya parampara. Ini adalah garis keturunan guru (master) dan shishya (murid) yang berfungsi sebagai saluran spiritual dan memberikan jaringan hubungan yang stabil untuk identitas keagamaan[2]. Shramana adalah istilah Veda untuk seorang pencari atau shishya[3].

Fleksibelitas dalam Sampradaya

[sunting | sunting sumber]

Identifikasi dengan dan pengikut terhadap sampradaya tidaklah statis. Sampradaya memungkinkan fleksibilitas di mana seseorang dapat meninggalkan satu sampradaya dan memasuki yang lain atau mempraktikkan sinkretisme keagamaan dengan mengikuti lebih dari satu sampradaya secara bersamaan.

Samparda dalam Sikhisme

[sunting | sunting sumber]

Samparda adalah istilah Punjabi yang digunakan dalam Sikhisme untuk merujuk pada sampradaya.

Sampradaya adalah istilah penting dalam agama-agama India yang mengacu pada tradisi spiritual, garis keturunan guru-murid, sekte, atau sistem keagamaan. Sampradaya memberikan kerangka kerja untuk transmisi dharma dan memungkinkan fleksibilitas dalam praktik keagamaan.


Āstika dan Nāstika Sampradayas

[sunting | sunting sumber]

Pembagian sampradaya dalam agama-agama India seringkali didasarkan pada penerimaan atau penolakan terhadap Weda[4][5].

Āstika atau Sampradaya Ortodoks

[sunting | sunting sumber]

Āstika atau sampradaya ortodoks atau sekolah-sekolah filsafat India telah disebut sebagai ṣaḍdarśana ("enam sistem"). Skema ini diciptakan antara abad ke-12 dan ke-16 oleh Vedantin[6] .:   Kemudian diadopsi oleh para Indolog Barat awal, dan meresap ke dalam pemahaman modern tentang filsafat India.:   Masing-masing dari enam aliran pemikiran āstika (ortodoks) disebut sebagai darśana, dan setiap darśana menerima Veda sebagai otoritas. Setiap darśana āstika juga menerima premis bahwa Atman (jiwa, diri abadi) ada[7][8]. Sekolah-sekolah filsafat āstika adalah:

  • Samkhya: Sebuah eksposisi teoretis yang sangat dualistis tentang kesadaran dan materi. Agnostik terhadap Tuhan atau para dewa.
  • Yoga: Sebuah sekolah monoteistik yang muncul dari Sankhya dan menekankan penggunaan praktis teori Sankhya: meditasi, kontemplasi, dan pembebasan.
  • Nyāya atau logika: Sekolah epistemologi yang mengeksplorasi sumber-sumber pengetahuan.
  • Vaiśeṣika: Sebuah sekolah empiris atomisme.
  • Mīmāṃsā: Sebuah sekolah ortopraksi yang anti-asketis dan anti-mistis. Sekolah ini membahas interpretasi yang benar dari ayat-ayat dalam Veda.
  • Vedānta: Segmen terakhir pengetahuan dalam Veda, atau jñānakāṇḍa (bagian pengetahuan). Vedānta juga disebut sebagai Uttara-Mimamsa. Vedānta menjadi arus utama Hinduisme pada periode pasca-medieval.

Penjelasan:

  • ṣaḍdarśana: "Enam sistem" dalam bahasa Sanskerta.
  • Vedantin: Para ahli filsafat Hindu yang mempelajari Veda.
  • Ortodoks: Mengikuti aliran utama atau tradisional.
  • Dualistis: Mempercayai adanya dua prinsip dasar yang berbeda (dalam kasus ini, kesadaran dan materi).
  • Agnostik: Tidak menyatakan percaya atau tidak percaya pada keberadaan Tuhan.
  • Monoteistik: Mempercayai adanya satu Tuhan.
  • Epistemologi: Cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan.
  • Atomisme: Teori yang menyatakan bahwa semua materi terdiri dari partikel-partikel kecil yang tidak dapat dibagi lagi.
  • Ortopraksi: Praktik yang benar atau sesuai dengan ajaran agama.


  • Definisi: Sampradaya Āstika adalah kelompok yang mengakui otoritas Weda sebagai kitab suci utama. Mereka percaya pada keberadaan Tuhan, karma, reinkarnasi, dan tujuan akhir moksha (pembebasan).
  • Contoh: Hinduisme (termasuk Vaishnavisme, Shaivisme, Shaktisme), Jainisme.
  • Karakteristik:
    • Menekankan pada ritual, upacara, dan studi Veda.
    • Mempunyai sistem kasta yang terstruktur.
    • Berorientasi pada tujuan spiritual yaitu mencapai moksha.

      Nāstika Sampradayas

      [sunting | sunting sumber]

      Nāstika atau Sampradaya Heterodoks yang tidak menerima otoritas Veda adalah filsafat nāstika. Di antara empat aliran nāstika (heterodoks) ini, yang paling menonjol adalah:[9]

      • Ājīvika: Sebuah aliran materialisme yang menolak adanya kehendak bebas.
      • Cārvāka: Sebuah aliran materialisme yang menerima keberadaan kehendak bebas.
      • Buddhisme: Sebuah filsafat yang menolak keberadaan ātman (jiwa, diri) dan didasarkan pada ajaran dan pencerahan Gautama Buddha.
      • Jainisme: Sebuah filsafat yang menerima keberadaan ātman (jiwa, diri), dan didasarkan pada ajaran dan pencerahan dari dua puluh empat guru yang dikenal sebagai tirthankara, dengan Rishabha sebagai yang pertama dan Mahavira sebagai yang kedua puluh empat.
      • Definisi: Sampradaya Nāstika adalah kelompok yang menolak otoritas Weda. Mereka seringkali memiliki pandangan yang berbeda tentang Tuhan, karma, dan tujuan hidup.
      • Contoh: Buddhisme, Carvaka (materialisme India kuno).
      • Karakteristik:
        • Lebih menekankan pada filsafat dan logika daripada ritual.
        • Seringkali memiliki pandangan yang lebih kritis terhadap sistem kasta.
        • Tujuan spiritualnya bervariasi, mulai dari pencapaian nirwana (dalam Buddhisme) hingga menikmati kehidupan duniawi (dalam Carvaka).

      Sampradaya Polisentris atau Sinkretis

      [sunting | sunting sumber]

      Beberapa sampradaya bersifat sinkretis yang mungkin mengadopsi campuran konsep dari aliran ortodoks filsafat Hindu seperti realisme Nyāya, naturalisme Vaiśeṣika, monisme dan pengetahuan Diri (Atman) sebagai esensi untuk pembebasan Advaita, disiplin diri Yoga, asketisme, dan elemen-elemen ide teistik. Beberapa sub-aliran berbagi ide Tantrik dengan yang ditemukan dalam beberapa tradisi Buddha.

      • Definisi: Sampradaya polisentris atau sinkretis adalah kelompok yang menggabungkan elemen dari berbagai tradisi agama atau filsafat. Mereka tidak terikat pada satu tradisi tertentu dan seringkali memiliki pandangan yang lebih inklusif.
      • Karakteristik:
        • Mengadopsi dewa-dewa atau konsep dari berbagai agama.
        • Memiliki ritual yang beragam dan tidak selalu mengikuti aturan yang ketat.
        • Seringkali muncul sebagai hasil dari interaksi antara berbagai budaya dan agama.
        • Contoh: Beberapa sekte Hindu
      yang menggabungkan elemen-elemen Budhisme atau Jainisme, atau tradisi rakyat yang menyatukan berbagai kepercayaan lokal.

      Penting untuk diingat:

      • Pembagian ini tidak selalu mutlak. Banyak sampradaya memiliki karakteristik yang tumpang tindih.
      • Seiring berjalannya waktu, sampradaya dapat mengalami perubahan dan perkembangan, sehingga sulit untuk mengategorikannya secara pasti.
      • Konsep āstika dan nāstika lebih relevan dalam konteks sejarah agama India dan mungkin tidak sepenuhnya berlaku untuk semua sampradaya yang ada saat ini.

      Pemahaman tentang jenis-jenis sampradaya membantu kita memahami keragaman dan kompleksitas agama-agama India. Dengan memahami perbedaan antara āstika dan nāstika, serta karakteristik sampradaya polisentris, kita dapat lebih menghargai kekayaan tradisi spiritual yang ada di India[10][11][12].

      Lihat juga

      [sunting | sunting sumber]

      Referensi

      [sunting | sunting sumber]
      1. ^ Gupta 2002.
      2. ^ Julius J. Lipner (2009), Hindus: Their Religious Beliefs and Practices, 2nd Edition, Routledge, ISBN 978-0-415-45677-7, pages 375–377, 397–398
      3. ^ Julius J. Lipner (2009), Hindus: Their Religious Beliefs and Practices, 2nd Edition, Routledge, ISBN 978-0-415-45677-7, pages 375–377, 397–398
      4. ^ Nicholson 2010.
      5. ^ Andrew Nicholson (2013), Unifying Hinduism: Philosophy and Identity in Indian Intellectual History, Columbia University Press, ISBN 978-0231149877, pages 2–5
      6. ^ Nicholson, Andrew J. (2014). Unifying Hinduism: philosophy and identity in Indian intellectual history. New York: Columbia University Press. ISBN 9780231149877. 
      7. ^ Klaus Klostermaier (2007), Hinduism: A Beginner's Guide, ISBN 978-1851685387, Chapter 2, page 26
      8. ^ John Plott, James Dolin and Russell Hatton (2000), Global History of Philosophy: The Axial Age, Volume 1, Motilal Banarsidass, ISBN 978-8120801585, pages 60–62
      9. ^ P Bilimoria (2000), Indian Philosophy (Editor: Roy Perrett), Routledge, ISBN 978-1135703226, page 88
      10. ^ Julius J. Lipner (2009), Hindus: Their Religious Beliefs and Practices, 2nd Edition, Routledge, ISBN 978-0-415-45677-7, page 8; Quote: "(...) one need not be religious in the minimal sense described to be accepted as a Hindu by Hindus, or describe oneself perfectly validly as Hindu. One may be polytheistic or monotheistic, monistic or pantheistic, even an agnostic, humanist or atheist, and still be considered a Hindu."
      11. ^ Lester Kurtz (Ed.), Encyclopedia of Violence, Peace and Conflict, ISBN 978-0123695031, Academic Press, 2008
      12. ^ MK Gandhi, The Essence of Hinduism, Editor: VB Kher, Navajivan Publishing, see page 3; According to Gandhi, "a man may not believe in God and still call himself a Hindu."
      Silsilah keturunan Yadu (bangsa Yadawa) dalam Mahabharata dan Purana
      Bangsa
      Yadawa
      Klan
      Andaka
      Klan
      Wresni
      PunarbasuNandiniSwapalkaSiniHerdika
      AhukaAkruraSatyakaMandisaDewamidaWesyawarnaSatadanwaKertawarma
      UgrasenaDewaka2 putraSatyakiSurasenaMarisaRaja ChediParjanya
      KangsaDewakiBasudewaRohiniKuntiPanduSrutakertiDamagosaNandaYasoda
      KresnaBaladewaSubadraYudistiraBimaArjunaSisupalaYogamaya