Masih banyak umat Islam yang meragukan kehalalan perdagangan saham dan ke-syariah-an pasar modal. Bagaimana sebenarnya hukum saham dan pasar modal dalam Islam?
Aktivitas pasar finansial, termasuk perdagangan saham, akhir-akhir ini makin populer. Namun, masih banyak umat Islam yang meragukan kehalalan perdagangan saham dan ke-syariah-an pasar modal. Bagaimana sebenarnya hukum saham dan pasar modal dalam Islam?
Dalam pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham dan obligasi, serta berbagai instrumen turunannya (derivatif) yaitu opsi, right, waran, dan reksa dana. Transaksi jual beli saham dengan aneka ragamnya tersebut termasuk jenis jual beli yang penting dalam perekonomian modern, sehingga muncullah pasar modal atau bursa. Oleh karena itu, pertanyaan mengenai hukum saham dan pasar modal dalam Islam amat penting bagi untuk dijawab.
Perlu kami tekankan disini bahwa hukum saham dan pasar modal dalam Islam tidak bisa dipukul rata. Jenis-jenis perusahaan dan aktivitas di bursa sangat beragam, sehingga pernyataan halal atau syariah tidaknya pun juga perlu dilakukan dengan hati-hati.
(Baca Juga: Menilik Perbedaan Manajemen Risiko Investasi Syariah dan Non Syariah)
Pasar Modal Syariah
Pasar Modal Syariah mengacu pada aktivitas pasar modal yang sesuai dengan syariat Islam dan memperdagangkan instrumen investasi yang telah dinyatakan sesuai syariah. Saham, obligasi, maupun cara-cara perdagangannya pun tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah meluncurkan Daftar Efek Syariah yang berisi daftar (listing) emiten di BEI yang sesuai syariah. Emiten seperti apa yang sesuai syariah? Secara umum, ditinjau dari jenis dan kegiatan perusahaan yang mengeluarkan saham, maka dalam pandangan Islam, perusahaan di pasar modal terbagi menjadi dua:
1. Perusahaan yang berkegiatan dalam usaha-usaha mubah
Usaha mubah adalah usaha-usaha yang diizinkan menurut syariat Islam, seperti: perusahaan pertanian, industri, dan perniagaan. Apabila suatu perusahaan tidak terlibat dalam usaha yang haram dan atau ribawi, maka seorang muslim diperbolehkan menjadi pemegang saham perusahaan tersebut dan terlibat dalam jual beli sahamnya.
2. Perusahaan yang berkegiatan dalam usaha-usaha haram (terlarang)
Usaha yang terlarang menurut Islam contohnya seperti perusahaan perbankan konvensional serta perusahaan yang memproduksi atau memperdagangkan barang terlarang (misalnya: pabrik rokok dan minuman keras). Seorang muslim dilarang menjadi pemegang saham perusahaan semacam ini maupun terlibat dalam jual beli sahamnya.
Selain Daftar Efek Syariah, BEI juga memiliki Jakarta Islamic Index (JII) yang berisi 30 saham syariah terpilih. Keduanya bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Ini diharapkan dapat meningkatkan keyakinan masyarakat bahwa investasi syariah di pasar modal Indonesia sungguh sesuai dengan prinsip syariah. Jaminan ini dipertegas pula dengan penerbitan Fatwa DSN-MUI No.80 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanime Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Secara khusus, proses seleksi saham syariah menurut BEI didasarkan kepada dua kriteria utama yaitu kriteria bisnis dan kriteria keuangan. Yang dimaksud dengan kriteria bisnis adalah kriteria yang disusun berdasarkan jenis usaha dari setiap emiten (kehalalan dari bisnis tersebut). Sedangkan dari kriteria keuangan, saham syariah harus memiliki rasio total utang terhadap total Asset (Debt to Asset Ratio) tidak lebih dari 45% dan pendapatan non halal terhadap Total Pendapatan tidak lebih dari 10%. Daftar emiten dan saham syariah dalam Daftar Efek Syariah dan JII dievaluasi dan di-update secara berkala oleh Bursa Efek Indonesia.
Selain saham, instrumen lain yang juga diperdagangkan di pasar modal syariah adalah obligasi syariah (sukuk) serta reksadana syariah.
Saham Menurut Islam
Sebagaimana telah kami sampaikan sebelumnya, saham yang sesuai syariah hanyalah saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang kegiatannya tidak bertentangan dengan aturan-aturan syariat Islam. Namun walau telah memenuhi persyaratan tersebut, tidak semua jenis saham 100% halal untuk diperdagangkan, karena saham pun beragam jenisnya.
Saham yang diperjualbelikan di pasar modal, ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, biasanya saham dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis:
1. Saham Biasa (Common Stock)
Secara hukum dan prinsip syari'at Islam, tidak mengapa seseorang memiliki saham jenis ini. Hal ini dikarenakan perserikatan dagang dalam Islam dibangun di atas asas kesamaan hak dan kewajiban yang terwujudkan dalam saham biasa. Oleh karena itu tidak ada keraguan bahwa menerbitkan dan memperjualbelikan saham jenis common stock adalah halal. (Suuq al-Aurooq al Maliyah; Dr. Khursyid Asyrof Iqbal 123 & Ahkamut Ta'amul Fil Aswaq al Maliyah; Dr. Mubarok bin Sulaiman al Sulaiman 1/148)
2. Saham Istimewa/Preferen (Preferred Stock)
Badan fiqih dibawah organisasi OKI, yaitu International Islamic Fiqih Academy, dengan tegas menyatakan:"Tidak boleh menerbitkan saham preferen yang memiliki konsekuensi memberikan jaminan atas dana investasi yang ditanamkan, atau memberikan keuntungan yang bersifat tetap, atau mendahulukan pemiliknya ketika pengembalian investasi atau pembagian deviden." (Sidang Ke-7, Keputusan no: 63/1/7). Ini dikarenakan adanya hadits yang berbunyi, "Penghasilan/keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian." (HR. Ahmad, Abu Da-wud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan dihasankan Syaikh al-Albani),
3. Saham Kosong (Blank Stock)
Saham kosong adalah saham yang memberikan pemiliknya hak untuk menerima dividen, tetapi di lembaran sahamnya sendiri tidak tercantum nilai tertentu, serta pemegangnya tidak memiliki hak untuk menghadiri RUPS ataupun menyumbangkan suaranya dalam penentuan kebijakan perusahaan. Saham kosong diberikan perusahaan pada mereka yang dianggap berjasa kepada perusahaan atau diterbitkan sebagai upaya untuk mendapatkan modal tambahan tanpa seijin pemegang saham lainnya. Saham semacam ini memang bisa bermanfaat, tetapi sering digunakan dalam upaya pengambilalihan paksa suatu perusahaan. Ketiadaan nilai tertentu di lembaran sahamnya juga menjadikan saham kosong termasuk aset spekulatif.
Oleh karena itu, berdasarkan hadits, "Rosululloh SAW melarang jual beli dengan cara melempar batu dan yang mengandung ghoror (unsur spekulasi)." (HR. Muslim), maka kebanyakan ulama melarang penerbitan saham kosong.
Obligasi Syariah
Secara prinsip, obligasi syariah adalah obligasi yang dikeluarkan oleh emiten yang, baik bisnis maupun laporan keuangannya, memenuhi ketentuan prinsip syariah. Obligasi syariah sering disebut dengan nama Sukuk. Sama seperti obligasi konvensional, penerbit obligasi syariah bisa Negara juga bisa perusahaan. Sukuk lebih diminati oleh investor karena umumnya memberikan imbal hasil yang lebih tinggi daripada obligasi konvensional dan memiliki jaminan yang jelas.
Pemerintah Indonesia telah beberapa kali menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Banyak perusahaan bahkan telah menerbitkan obligasi syariah jauh sebelum Pemerintah mulai menerbitkan SBSN. Obligasi Syariah PT Indosat, Tbk pertama kali terbit pada awal September 2002 dengan menggunakan akad mudharabah.
Per 28 Maret 2013, ada setidaknya 38 sukuk korporasi yang beredar di pasar modal Indonesia, meliputi sukuk berakad mudharabah maupun ijarah. Bukan hanya Bank Syariah yang telah menerbitkan sukuk, melainkan juga perusahaan-perusahaan besar seperti PGAS, ADHI, PPLN, dan lain sebagainya.
Reksadana Syariah
Reksadana adalah wadah dimana sekumpulan investor menyetorkan dana untuk selanjutnya dikelola oleh Manajer Investasi dengan diinvestasikan ke instrumen-instrumen pasar modal seperti saham dan obligasi. Reksadana Syariah pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan reksadana konvensional. Hanya saja, manajer investasi reksadana syariah harus menganut prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaan portofolio-nya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
- Hanya membeli saham, obligasi dan pasar uang yang masuk dalam Daftar Efek Syariah dan sesuai dengan prinsip syariah.
- Melakukan pembersihan (cleansing) apabila dalam portofolio reksadana terdapat pendapatan/keuntungan yang sifatnya tidak sesuai dengan prinsip syariah.
- Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk untuk memastikan agar pengelolaan investasi sesuai dengan kaidah syariah.
Sebagai investor, Anda bisa memilih mana jenis pasar modal mana yang cocok dengan minat investasi Anda, pasar modal syariah atau pasar modal konvesional. Demikian pula, kehadiran Obligasi Syariah dan Reksadana Syariah memberikan banyak opsi investasi baru yang bisa memperkaya portofolio investasi Anda.