Liputan6.com, Jakarta - Mengolah pizza dengan cara tak biasa kini menjadi daya tarik tersendiri di Guatemala. Alih-alih memanggangnya di oven tradisional, seorang chef justru memanfaatkan lava gunung berapi Pacaya yang aktif untuk memasak pizza.
Dikutip dari NY Post pada Rabu, 11 Desember 2024, Chef Mario David García menyajikan "pizza paling berbahaya di dunia" di puncak Gunung Berapi Pacaya, yang dikenal dengan gunung berapi aktif yang letusan lahar terakhirnya terjadi pada Mei 2021. Ia menggunakan lava gunung berapi tersebut sebagai alat untuk memasak.
"Saya telah menjual segalanya mulai dari es krim hingga sayuran, namun saya tidak pernah menyangka bahwa gunung berapi akan menjadi titik awal kesuksesan kuliner saya," kata García kepada Times UK.
Advertisement
Untuk memasak di atas batuan vulkanik, García memakai sarung tangan tahan panas yang tebal dan kacamata pelindung kuning. Hal tersebut untuk memastikan dirinya tetap aman saat berada di dekat area panas.
Restoran pizza yang berlokasi di puncak gunung berapi itu telah beroperasi selama lima tahun. Keunikan gunung berapi aktif tersebut menarik wisatawan dari seluruh dunia. Namun, bekerja di tempat seperti itu memberi tantangan tersendiri bagi García.
"Gunung berapi Pacaya bersahabat dan sampai batas tertentu memungkinkan dirinya untuk dibelai dan dikagumi," kata García.
"Pada suatu saat, gunung berapi mengeluarkan banyak belerang," kenang García. "Saat kami turun, kami mimisan, jadi kami menutup restoran selama 15 hari."
Memanfaatkan Minat Wisata Ekstrem
Meski berisiko tinggi, Chef Garcia melihat peluang lewat meningkatnya minat wisatawan pada pariwisata ekstrem. Restoran pizza miliknya itu berkembang dari dua hari menjadi lima hari per minggu, dan kini ia menyambut anak-anak, kelompok pengembangan tim perusahaan, bahkan pesta pernikahan.
Sojourner White, yang melakukan perjalanan dari Wisconsin, Amerika Serikat, mengatakan kepada The Times bahwa seluruh perjalanannya ke Guatemala direncanakan seputar wisata gunung berapi. Sojourner juga berhenti di perjalanan untuk makan sepotong pizza.
"Saya sedikit gugup, maksud saya, Anda akan mengira saya akan lebih takut. Saya terlalu kagum dengan hal itu," kata Sojourner kepada outlet tersebut.
"Baru setelah saya sedang duduk makan pizza, saya menyadari bahwa itu adalah gunung berapi aktif. Mungkin ini bukan pengalaman perjalanan solo yang paling aman, tapi pizzanya terasa enak," tambahnya.
Profesor Matthew Watson, ahli vulkanologi di Universitas Bristol, menyarankan wisatawan untuk "mengerjakan pekerjaan rumah Anda" sebelum mendaki gunung berapi. Maksudnya, ia meminta wisatawan melakukan riset mendalam terlebih dulu.
Advertisement
Waspada Saat Wisata ke Gunung Berapi Guatemala
"Saya tidak yakin bahwa orang-orang berpikir keras tentang betapa berbahayanya beberapa objek wisata di Guatemala. Jujur saja, ini sedikit seperti Wild West," kata Watson, yang telah bekerja di negara tersebut selama 25 tahun.
Sementara, sang pemilik restoran pizza mengaku terus-menerus memeriksa buletin dari lembaga meteorologi resmi Guatemala. "Kami selalu sangat memperhatikan aktivitas gunung berapi. Tapi ada perubahan mendadak," kata García.
"Itu adalah sifat alami. Anda tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," tambahnya.
Gunung Pacaya merupakan gunung berapi terpopuler bagi para pendaki di Guatemala. Lokasinya berada dekat dengan bekas ibu kota Antigua, situs Warisan Dunia UNESCO. Perjalanan ke Pacaya cocok untuk pendaki dari semua tingkatan, termasuk pemula dan anak-anak, karena puncaknya yang spektakuler, seperti dilansir dari laman Earth Magazine.
Guatemala merupakan rumah bagi 22 gunung berapi, tujuh di antaranya aktif. Beberapa di antaranya dapat diakses oleh pendaki yang mencari pengalaman yang mendebarkan.
Tentang Gunung Pacaya
Gunung Pacaya memiliki ketinggian 2.552 meter. Vulkanisme Pacaya dimulai sekitar 23 ribu tahun yang lalu. Catatan sejarah yang berasal dari invasi Spanyol ke Guatemala pada abad ke-16, menunjukkan telah terjadi 48 kali letusan sejak 1565. Aktivitas puncak meningkat mulai 1999, dan gunung berapi tersebut telah meletus hampir setiap tahun sejak saat itu.
Sebagian besar aktivitas Gunung Pacaya terdiri dari letusan tipe Strombolian - semburan kecil yang sebagian besar berupa abu dan bom - dengan aliran lava yang terputus-putus. Pada 27 Mei 2010, sekitar pukul 8 malam waktu setempat, Pacaya meletus, memuntahkan puing-puing hingga 1.500 meter di atas gunung berapi dan abu hingga 13.000 meter di atas permukaan laut.
Ini bukan letusan Strombolian kecil biasa yang dialami masyarakat di negara tersebut. Saat itu, lapisan abu tebal menutupi daerah pemukiman yang berjarak 45 kilometer, menyelimuti masyarakat dengan pecahan batu, mineral, dan kaca vulkanik yang merusak banyak rumah dan menyebabkan kecelakaan mobil.
Sekitar 3.000 penduduk setempat dievakuasi dari rumah mereka. Bandara internasional di Guatemala City ditutup selama tiga hari, dan lahan pertanian yang digunakan untuk memproduksi kopi tidak dapat digunakan.
Advertisement