Pengaruh Pengelolaan Hutan Produksi Terhadap Keragaman Jenis Plasma Nutfah Perairan
Pengaruh Pengelolaan Hutan Produksi Terhadap Keragaman Jenis Plasma Nutfah Perairan
Pengaruh Pengelolaan Hutan Produksi Terhadap Keragaman Jenis Plasma Nutfah Perairan
ABSTRACT
Management of forest production by application of Reduced Impact
Logging (RIL) created crown opening by 13.3%, which was smaller
compared with Conventional Logging (CNV) that caused crown
opening by19.2%, and provided significant influence to water
biodiversity. Availability of nutrient and essential minerals was
better in RIL that was supported by high soluble residual or 95%
higher and low velocity of river flow or 50% of surrounding CNV
water. This physical condition showed significant difference to N
and P ratio (N/P ratio) in RIL and CNV or 77.5 and 51.3. These
values showed high content of nitrate of the water and it was in
oligotropic type condition. Diversity Index of plankton in RIL was
1.754 and in CNV was 1.682 with each population density was
12,916 and 7,222 individuals/liter. The number of plankton had
possitive correlation with N/P ratio (r = 0.9). In water catchment
study area, there were found 28 fish species belonged to 20 genera
and 8 families. The dominance families were Cyprinidae 57.14%,
Bagridae 17.14%, and Anguillidae 7.14%. Most endemic fish
species of Borneo were also found in both RIL and CNV water,
however species with high relative frequency and density were
found higher in RIL water.
Key words: Model of forest logging (RIL and CNV), physical
and chemical of water, species diversity, plankton
and fish.
ABSTRAK
Pengelolaan hutan produksi dengan model penebangan Reduced
Impact Logging (RIL) membuat pembukaan tajuk seluas 13,3%
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan penebangan konvensional (CNV) dengan pembukaan tajuk seluas 19,2%, memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap keanekaragaman hayati perairan.
Ketersediaan nutrisi dan hara penting yang lebih baik di perairan
kawasan RIL ditunjang oleh tingginya residu terlarut 95% dan rendahnya kecepatan aliran air sungai 50% dari perairan sekitar CNV.
Kondisi fisik perairan yang demikian menunjukkan perbedaan nyata
terhadap perbandingan nitrat dan fosfat (N/P rasio) di RIL dan
CNV, yaitu 77,5 dan 51,3. Nilai ini menunjukkan kadar nitrat perairan yang tinggi, dan perairan berada dalam tipe oligotropic. Indeks
keragaman jenis plankton di RIL 1,754 dan di CNV 1,682 dengan
populasi masing-masing 12.916 individu/liter dan 7.222 individu/
liter. Jumlah plankton ini berkorelasi positif dengan N/P rasio (r =
0,9). Di perairan sekitar DAS areal penelitian terdapat 28 jenis ikan
tergolong kedalam 20 genera dan 8 famili. Famili dominan adalah
76
Cyprinidae 57,14%, Bagridae 17,14%, dan Anguillidae 7,14%. Sebagian besar ikan jenis endemik Kalimantan terdapat pula di kedua
perairan RIL dan CNV, tetapi jenis yang mempunyai kerapatan dan
frekuensi relatif tinggi ditemukan lebih banyak di perairan RIL.
Kata kunci: Model penebangan hutan (RIL dan CNV), fisik kimia
air, keragaman jenis, plankton, dan ikan.
PENDAHULUAN
Di antara dampak pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi adalah meningkatnya jumlah
dan kecepatan aliran air hujan di permukaan tanah
yang dapat berakibat pada peningkatan erosi dengan
membawa partikel tanah, serasah, unsur hara dan
mineral ke perairan sebagai akibat terbukanya vegetasi atau tajuk hutan di areal penebangan. Dampak
lanjutan dari erosi ini adalah meningkatnya kekeruhan sedimentasi perairan bahkan sampai pada
tingkat eutropikasi akibat penyuburan perairan oleh
masuknya unsur hara dan bahan organik yang meningkat ke dalam perairan. Menurut James (1979),
kekeruhan, dapat memberikan efek negatif pada
kualitas air, terutama kadar DO, BOD, suhu, dan
berdampak terhadap keragaman jenis ikan akibat
penurunan intensitas fotosintesis dan populasi
plankton, algae serta makrofita. Selanjutnya kondisi
ini akan berpengaruh pada keanekaragaman biota
dan ekosistem perairan.
Untuk melihat pengaruh model pengelolaan
hutan produksi dan dampaknya terhadap biota perairan telah dilakukan penelitian pada hutan produksi
yang ditebang dengan cara konvensional dibandingkan dengan sistem penebangan yang ramah lingkungan. Sistem ini mempertimbangkan dampak
minimal (reduced impact logging) terhadap ekosistem hutan, khususnya terhadap ekosistem dan keragaman plasma nutfah perairan sungai di kawasan
hutan. Penelitian ini akan melihat dampak peneBuletin Plasma Nutfah Vol.12 No.2 Th.2006
bangan hutan terhadap fisik kimia perairan serta hubungannya dengan keragaman jenis plasma nutfah
khususnya plankton dan ikan yang akan berpengaruh pada pelestarian jenis ikan dan sosial ekonomi
masyarakat lokal desa hutan.
Vegetasi hutan di areal penelitian CNV mempunyai kerapatan pohon rata-rata 244,7 pohon/ha
dengan basal area 32,4 m2/ha, sedangkan di areal
RIL kerapatan pohon 239,8 pohon/ha dengan basal
area 29,6 m2/ha. Dalam perlakuan penebangan,
areal CNV ditebang rata-rata 7,6 pohon/ha dengan
volume batang 83 m3/ha dan basal area 5,4 m2.
Sedangkan areal RIL ditebang 7,5 pohon/ha dengan
volume 60 m3/ha dan basal area 3,8 m2/ha. Dampak
penebangan di CNV telah membuka tajuk hutan sebesar 19,2% sedangkan di RIL 13,3% (ITTO 2002).
Akibat dari perlakuan penebangan ini berupa penjarangan pohon dan pembukaan tajuk di kedua areal
penebangan akan berdampak pada laju erosi permukaan dan pengaruhnya terhadap ekosistem perairan
akan dilihat melalui parameter fisik kimia dan keragaman plasma nutfah perairan sungai.
Kualitas Air Sungai
Fisik kimia air yang diasumsikan berpengaruh langsung terhadap biota perairan yang terkait
dengan model penebangan hutan produksi RIL sebagai akibat peningkatan aliran permukaan adalah
nitrat, fosfat, BOD, COD, DO, dan material tersuspensi. Hasil analisis kimia air rata-rata dari enam
stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari parameter di atas, perairan di kawasan
RIL relatif memiliki nilai kimia fisik lebih tinggi
dari CNV. Kesuburan perairan dapat dilihat dari rasio nitrat terhadap fosfat (IETC 1996). Perbandingan N/P dengan nilai lebih dari 20 menunjukkan perairan kekurangan fosfat. Dalam hal ini N/P rata-rata
untuk perbandingan total fosfat dan nitrat di CNV
dan RIL masing-masing 51,3 dan 77,5. Tingginya
N/P rasio di RIL menunjukkkan tingginya bahan
organik yang berasal dari hasil dekomposisi serasah
yang diindikasikan oleh tingginya residu terlarut di
perairan RIL. Selain itu, rendahnya kecepatan aliran
di RIL 50% dari air sungai CNV menyebabkan akumulasi nutrisi di perairan RIL relatif lebih baik
77
Tabel 1. Fisik dan kimia air sungai rata-rata yang melalui kawasan hutan
bekas tebangan CNV dan RIL.
Parameter
Lokasi
Satuan
Fisik
Residu tersuspensi (TSS)
Residu terlarut
Kecepatan aliran air
Kimia
pH
BOD
COD
DO
Total fosfat
N/P
CNV
RIL
mg/l
mg/l
m/dt
16
314
0,27
17
511,5
0,14
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
5,7
3,12
19,74
7,78
0,0047
51,3
5,6
3,29
24,91
8,13
0,0081
77,5
25
20
15
10
5
0
0
50
100
150
200
250
N/P
78
Tabel 2. Pengaruh curah hujan terhadap fisik kimia air dan jumlah plankton.
Lokasi
CNV
RIL
89
258
89
258
BOD mg/l
COD mg/l
DO mg/l
N/P
Jumlah plankton
(ind./l)
17,7
15,3
30,7
33,9
6,50
0,36
5,10
0,58
10,58
30,06
7,98
30,23
3,4
3,1
3,2
3,3
13,8
88,8
16,8
138,3
4.583
8.333
6.250
15.833
Famili
Kerapatan relatif
(%)
Frekuensi relatif
(%)
RIL
1
Anguilla malgumora
Anguilla nebulosa
Barbodes cf ballaroides
Barbodes gonionotus
Clarias teijsmanii
Cyclocheilichthys apogon
Gastromyzon lepidogaster*)
Gastromyzon spp. *)
Hampala macrolepidota
Hemibragus baramensis*)
Hemibragus nemurus
Leptobarbus melanotaenia*)
Macrognathus maculatus
Megalops ciprinoides
Nemacheilus saravacensis
Nematabremis everetti*)
Neogastromyzon niuwenhuisii*)
Ompok cf. bimaculatus
Osteochilus waandersii
Parachela ingerkongi
Puntius binotatus
Puntius spp.
Rasbora argyrotaenia
Rasbora caudimaculata
Rasbora elegant
Rasbora lateristriata
Tor tambra
Garra borneensis*)
Angui.
Anguil.
Cypr.
Cypr.
Clarii
Cypr.
Bali.
Bali.
Cypr.
Bagr.
Bagr.
Cypr.
Masta.
Mega.
Bali.
Cypr.
Bali.
Silu.
Cypr.
Cypr.
Cypr.
Cypr.
Cypr.
Cypr.
Cypr.
Cypr.
Cypr.
Cypr.
0,36
0,55
6,16
11,23
0,72
3,08
0,36
0,55
1,81
7,25
0,55
0,90
0,36
0,18
0,18
17,57
0,18
0,18
3,08
9,42
2,90
2,53
6,17
11,95
1,45
3,98
4,89
1,45
Jumlah total
1,18
2,34
2,34
4,70
1,18
3,53
2,34
2,34
3,53
5,88
2,34
1,18
1,18
1,18
1,18
7,01
1,18
1,18
7,01
7,01
5,88
7,01
7,01
7,01
3,53
2,34
3,53
4,70
Sungai
CNV
3
11
11
10
14
10
23
79
ridae (14,28%), Bagridae (17,14%), dan Anguillidae (7,14%). Tingginya frekuensi dan kerapatan
relatif ikan di RIL disebabkan oleh tingginya residu
terlarut perairan. Dalam hal ini residu terlarut mempengaruhi pergerakan, penglihatan, dan reproduksi
serta aktivitas makan ikan (Rahmatika 2001). Selain
itu juga dipengaruhi oleh kesuburan perairan yang
relatif lebih baik dan stabil di anak sungai dalam
areal RIL, termasuk jumlah plankton yang tinggi.
Dalam hal ini populasi ikan dan plankton di sungai
kecil di kawasan RIL dan CNV dapat menjadi cadangan populasi dan sumber nutrisi bagi kawasan
perairan di bawahnya.
Dari jenis ikan yang ditemukan selama penelitian tersebut, terdapat beberapa jenis ikan yang jadi sumber pakan sangat disukai masyarakat. Nilai
tingkat kesukaan dan kelimpahan relatif dari ikan
disajikan dalam Tabel 4.
Dari data di atas, 37,5% dari ikan yang disukai masyarakat berada dalam populasi rendah (kelimpahan relatif kurang dari 1%), sedangkan masyarakat lokal yang mencari ikan sebagai pendapatan tambahan adalah 88,23% dan sebagai sumber
pakan 73,68% (Bismark et al. 2004). Dengan data
ini diperlukan perlakuan pengelolaan populasi ikan
untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan pelestarian jenis ikan yang populasinya langka, terutama
jenis endemik.
Aspek Pelestarian
Ikan sebagai plasma nutfah perairan berpotensi sebagai komoditas ekonomi dan berperan dalam sistem ekologi perairan, oleh karena itu aspek
pelestarian ikan lebih ditujukan pada jenis-jenis
langka, endemik, dan berpotensi sebagai komoditas
ekonomi. Berdasarkan UU No. 9 tahun 1985 tentang perikanan, pelestarian plasma nutfah perairan
ditujukan untuk mencegah kepunahan dan mengamankan sumber daya perikanan dalam hal ini upaya pelestarian plasma nutfah merupakan tanggung
jawab bersama pemerintah dan masyarakat (Sukadi
2002).
Penetapan Wilayah Konservasi
Pelestarian jenis fauna beserta habitatnya telah banyak dilakukan melalui penetapan kawasan
konservasi seperti Taman Nasional, namun upaya
pelestarian plasma nutfah (Biodiversity) di luar kawasan konservasi juga telah dilakukan di hutan produksi. Menurut SK Menteri Kehutanan No. 252
Tahun 1993 sebagai indikator pengelolaan hutan
berkelanjutan adalah ditetapkannnya wilayah konservasi dalam kawasan hutan produksi. Selain itu,
perlu pelestarian vegetasi di tepi sungai, danau, dan
mata air sebagai kawasan lindung (Keputusan
Presiden No. 32 tahun 1990) untuk melestarikan
fungsi sungai dan biodiversitas fauna air maupun
satwa yang kehidupan dan sumber pakannnya sangat tergantung pada perairan. Khusus untuk perikanan, telah dikembangkan pelestarian kawasan
konservasi sebagai upaya konservasi tradisional.
Pengembangan suaka perikanan modern dengan
pendekatan zonasi di perairan suaka telah diadakan
di Jambi untuk mengkonservasi sekitar 118 jenis
ikan air tawar secara in situ (Sukadi 2002). Untuk
perlindungan populasi ikan, sumber pakan dan tempat berpijah ikan laut juga telah ditetapkan perairan
laut sebagai bagian daerah penyangga Taman
Nasional Berbak di Jambi, kawasan ini dimulai dari
pantai ke arah laut selebar 2 km (Bismark 2000).
Penangkaran dan Budi Daya
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
peningkatan manfaat dan nilai ekonomi sumber
Tabel 4. Ikan yang bernilai ekonomi sebagai sumber pakan masyarakat lokal.
Jenis ikan
Leptobarbus melanotaenia3
Hemibragus baramensis3
Barbodes cf ballaroides
Tor tambra
Barbodes gonionatus
Clarias teijsmanii
Parachela ingerkongi
Ompok cf bimaculatus
1
80
DAFTAR PUSTAKA
Bismark, M. 2000. Pengelolaan daerah penyangga Taman
Nasional Berbak. Makalah Seminar Nasional Rencana Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional
Berbak. Jambi, 11-12 April 2000.
Bismark, M, R. Sawitri, and S. Iskandar. 2004. The impact
of reduced impact logging (RIL) on aquatic fauna at
Malinau Research Station, East Kalimantan. Collaborative Research Project: FORDA, CIFOR, and
ITTO.
ITTO Project. 2002. Technical Report. Phase I 1997-2001.
ITTO Project PD 12/97 Rev. I (F) Forest, Science
and Sustainability. The Bulungan Model Forest.
James, A. 1979. The value of Biological Indicators in Relation to Other Parameters of Water Quality in Biological Indicators of Water Quality. John Wiley and
Sons, Great Britain.
81
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus, Second Editions
Limited. 293 p.
Rachmatika, I. 2001. Fish fauna in Bulungan Research Forest (BRF), Malinau, East Kalimantan. Scientific
Report, CIFOR.
82
Sukadi, F. 2002. Pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah untuk meningkatkan produktivitas perikanan
budidaya. Buletin Plasma Nutfah 8(2)58-65.
IETC. 1999. Planning and management of lakes and
reverines, and integrated approach to eutrophication.
Technical Publication 11. UNEP, Osaka.