Group I Klasifikasi Kortikosteroid Topikal

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

Group I

Sangat poten dan kuat potensinya 600 kali lebihkuat dibandingkan hydrocortisone

Clobetasol propionate 0.05% (Dermovate)


Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprolene)
Halobetasol proprionate 0.05% (Ultravate, Halox)
Diflorasone diacetate 0.05% (Psorcon)

Group II

Fluocinonide 0.05% (Lidex)

Halcinonide 0.05% (Halog)

Amcinonide 0.05% (Cyclocort)

Desoximetasone 0.25% (Topicort)

Group III

Triamcinolone acetonide 0.5% (Kenalog, Aristocort cream)

Mometasone furoate 0.1% (Elocon ointment)

Fluticasone propionate 0.005% (Cutivate)

Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone)


Group IV

Fluocinolone acetonide 0.01-0.2% (Synalar, Synemol, Fluonid)

Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort)

Hydrocortisone butyrate 0.1% (Locoid)

Flurandrenolide 0.05% (Cordran)

Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort A ointment)

Mometasone furoate 0.1% (Elocon cream, lotion)


Group V

Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort,kenacort-a vail, cream,

lotion)
Fluticasone propionate 0.05% (Cutivate cream)
Desonide 0.05% (Tridesilon, DesOwen ointment)
Fluocinolone acetonide 0.025% (Synalar, Synemol cream)
Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort cream)

Group VI

Alclometasone dipropionate 0.05% (Aclovate cream, ointment)

Triamcinolone acetonide 0.025% (Aristocort A cream, Kenalog lotion)

Fluocinolone acetonide 0.01% (Capex shampoo, Dermasmooth)

Desonide 0.05% (DesOwen cream, lotion)

Group VII
Kelas terlemah dari steroid topikal. Memiliki permeabilitas lipid yang lemah, dan tidak
dapat menembus membran mukosa baik.

Hydrocortisone 2.5% (Hytone cream, lotion, ointment)


Hydrocortisone 1% (Many over-the-counter brands)

Penggolongan Steroid Topical sesuai Potensinya


Nama merek dagang

Nama Generik

CLASS 1Potensi sangat kuat


Clobex Lotion/Spray/Shampoo, 0.05%

Clobetasol propionate

Cormax Cream/Solution, 0.05%

Clobetasol propionate

Diprolene Ointment, 0.05%

Betamethasone
dipropionate

Olux E Foam, 0.05%

Clobetasol propionate

Olux Foam, 0.05%

Clobetasol propionate

Temovate Cream/Ointment/Solution, 0.05%

Clobetasol propionate

Ultravate Cream/Ointment, 0.05%

Halobetasol propionate

Vanos Cream, 0.1%

Fluocinonide

Psorcon Ointment, 0.05%

Diflorasone diacetate

Psorcon E Ointment, 0.05%

Diflorasone diacetate

CLASS 2Potensi Kuat

Diprolene Cream AF, 0.05%

Betamethasone
dipropionate

Elocon Ointment, 0.1%

Mometasone furoate

Florone Ointment, 0.05%

Diflorasone diacetate

Halog Ointment/Cream, 0.1%

Halcinonide

Lidex Cream/Gel/Ointment, 0.05%

Fluocinonide

Psorcon Cream, 0.05%

Diflorasone diacetate

Topicort Cream/Ointment, 0.25%

Desoximetasone

Topicort Gel, 0.05%

Desoximetasone

CLASS 3Potensi Sedang Kuat


Cutivate Ointment, 0.005%

Fluticasone propionate

Lidex-E Cream, 0.05%

Fluocinonide

Luxiq Foam, 0.12%

Betamethasone
valerate

Topicort LP Cream, 0.05%

Desoximetasone

CLASS 4Potensi Sedang Kuat


Cordran Ointment, 0.05%

Flurandrenolide

Elocon Cream, 0.1%

Mometasone furoate

Kenalog Cream/Spray, 0.1%

Triamcinolone
acetonide

Synalar Ointment, 0.03%

Fluocinolone acetonide

Westcort Ointment, 0.2%

Hydrocortisone

valerate
CLASS 5Potensi Sedang Lemah
Capex Shampoo, 0.01%

Fluocinolone acetonide

Cordran Cream/Lotion/Tape, 0.05%

Flurandrenolide

Cutivate Cream/Lotion, 0.05%

Fluticasone propionate

DermAtop Cream, 0.1%

Prednicarbate

DesOwen Lotion, 0.05%

Desonide

Locoid Cream/Lotion/Ointment/Solution, 0.1%

Hydrocortisone

Pandel Cream, 0.1%

Hydrocortisone

Synalar Cream, 0.03%/0.01%

Fluocinolone acetonide

Westcort Cream, 0.2%

Hydrocortisone
valerate

CLASS 6Potensi Sedang

Aclovate Cream/Ointment, 0.05%

Alclometasone
dipropionate

Derma-Smoothe/FS Oil, 0.01%

Fluocinolone acetonide

Desonate Gel, 0.05%

Desonide

Synalar Cream/Solution, 0.01%

Fluocinolone acetonide

Verdeso Foam, 0.05%

Desonide

CLASS 7Potensi Lemah

Cetacort Lotion, 0.5%/1%

Hydrocortisone

Cortaid Cream/Spray/Ointment

Hydrocortisone

Hytone Cream/Lotion, 1%/2.5%

Hydrocortisone

Micort-HC Cream, 2%/2.5%

Hydrocortisone

Nutracort Lotion, 1%/2.5%

Hydrocortisone

Synacort Cream, 1%/2.5%

Hydrocortisone

Karena risiko efek samping, banyak penelitian dilakukan untuk mencari derivate baru
kortikosteroid, dengan tingkat keberhasilan bervariasi. Yang diinginkan tentunya obat
dengan daya larut lemak lebih baik, aksi yang lebih terlokalisir, dan terbebas efek
samping sistemik. Penelitian yang relatif baru menunjukkan bahwa derivate halogenasi
dari androstan menunjukkan harapan. Fluticasone adalah salah satu kortikosteroid
sintestis yang dikembangkan dari modifikasi struktur 19-carbon androstane.
Tidak seperti androstone original, fluticasone propionate sangat selektif terhadap
reseptor glukokortikoid dan memiliki aktivitas androgenik yang bisa diabaikan.
Fluticasone sangat lipofilik membuatnya waktu paruhnya panjang, sekitar 8-12 jam.
Selain itu sangat tipis peluangnya diserap secara sistemik dan proses metabolisnya
cepat.
Mekanisme Kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.


Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di
jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini
mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan
kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.
Induksi sintesis protein inimerupakan perantara efek fisiologis steroid.

Efek katabolik dari kortikosteroid bisadilihat pada kulit sebagai gambaran dasar

dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke


dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ;
keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasilambat), produksi fibrolast mengurangi
kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae),efek vaskuler kebanyakan
berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan
kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasiyang lambat).
Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti- proliferatif,

dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalaminti selsel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel
tersebutmengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang
dapatmembentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat
mitosis (anti- proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang.
Glukokotikoid juga dapatmengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzimenzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Glukokortikoid topikal
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses
radang.
Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :
1.

Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang
cukupmemadai
2.
Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
3.
Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
4.
Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel,
losion,salep berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi didaerah
yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosomyang
menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi
danmelepaskan sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan
efek anti-inflamasi kortikosteroid. Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini
bahwa khasiat utama anti radang bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk
sementaradiredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila

pengobatandihentikan, penyakit akan kambuh.Efektifitas kortikosteroid topikal


bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.

Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan

menyebabkanvasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas


ada hubungan denganstruktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara
topikal, karena kortison didalam tubuh mengalami transformasi menjadi
dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif
secara topikal mulai konsentrasi 1%.
Penetrasi Ke kulit

Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada

umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan


kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah
vehikulum yang bersifattertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem,
gel, lotion, salep, fattyointment (paling baik penetrasinya).
Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal,

misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan
bawah ventral diabsorpsi.
Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14

kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83kali yang melalui daerah telapak tangan,
3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva,
dan 42 kali melalui kulit scrotum.
Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis

atopik dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya
sedikit sawar untuk penetrasi.
Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu

vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.


Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian

superfisialdermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan


vasokontriksiini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya
vasokontriksi inidigunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik
dari suatu agen.
Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari
sintesis danmitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses
kompleks yangterdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir
oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin dipengaruhi oleh

kortikosteroid. Glukokortikoid jugadapat mengadakan stabilisasi membran lisosom,


sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan. Efektivitas
kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang terlibat
dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwakortikosteroid
bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisamenjelaskan
penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang

dimengerti.Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya


denganmenghibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam
arakidonik.
Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid

adalahmenghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari selselfagosit.


Penggunaan Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat

pilihanuntuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal


bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan
pengobatankausal.
Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah

psoriasis,dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis


sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata,
dermatitis intertriginosa, dandermatitis solaris (fotodermatitis).
Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid

dipakai dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi.


Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus erimatousus diskoid, psoriasis di

telapak tangan dan kaki, nekrobiosislipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma


anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid,eksantema fikstum.
Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek

sampingsedikit dan harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan,yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu
stadium penyakit, luas tidaknya lesi, dalam dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi.
Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai
penyakittersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis.
Takifilaksis adalahmenurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena
pemberian obat yang berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek

vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek


vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilanglagi bila pengolesan obat
tetap dilanjutkan.
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :

Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per
minggu,sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik,
pilihlahsalah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan
denganhidrokortison asetat 1%.
Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab untuk

semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai
kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkanruam khas suatu dermatosis.
Tinea dan scabies incognito adalah tinea danscabies dengan gambaran klinik tidak
khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.
Efek samping dapat terjadi apabila :

Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.


Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau

penggunaan sangat oklusif. Efek samping yang tidak diinginkan adalah


berhubungan dengan sifat potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek
samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari
adrenokortikal sistemik. Denganini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada
dengan bergantung pada steroid yanglebih lemah atau mengetahui dengan pasti
tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunaka
Efek Samping Kortikosteroid topical

Diabetes Melitus

osteoporosis

Dermatitis kontak alergi

steroid atrofi
Efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat:

Efek Epidermal Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan


aktivitas kinetik dermal,suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit,
dengan pendataran darikonvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan
penggunaan tretino intopikal secara konkomitan. Inhibisi dari melanosit, suatu

keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.Komplikasi ini muncul pada keadaan


oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.
Efek Dermal Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada

substansi dasar. Inimenyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator


dermal yang lemah akanmenyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau
terpotong. Pendarahan intradermalyang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk
menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ininantinya akan terserap dan membentuk
jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usiakulit prematur.
Efek Vaskular Efek ini termasuk Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid

pada awalnya menyebabkanvasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di


superfisial. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan
pembuluh darahyang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan
edema,inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
Ketergantungan atau Rebound: sindrom penarikan kortikosteroid adalah

kejadian sering terlihat, juga disebut Sindrom Kulit Merah. Penghentian total
steroid adalah wajib dan, sementara reversibel, dapat menjadi proses yang
berkepanjangan dan sulit diatasi
Terlalu sering menggunakan steroid topikal dapat menyebabkan dermatitis.

Penarikan seluruh penggunaan steroid topikal dapat menghilangkan dermatitis.


Dermatitis perioral: Ini adalah ruam yang terjadi di sekitar mulut dan daerah

mata yang telah dikaitkan dengan steroid topikal.


Efek pada mata. Tetes steroid topikal yang sering digunakan setelah operasi mata

tetapi juga dapat meningkatkan tekanan intra-okular (TIO) dan meningkatkan risiko
glaukoma, katarak, retinopati serta efek samping sistemik
Tachyphylaxis: Perkembangan akut toleransi terhadap aksi dari obat setelah

dosis berulang tachyphylaxis signifikan dapat terjadi dari hari ke hari 4 terapi.
Pemulihan biasanya terjadi setelah istirahat 3 sampai 4 hari. Hal ini mengakibatkan
terapi seperti 3 hari, 4 hari libur, atau satu minggu pada terapi, dan satu minggu off
terapi.
Efek samping lokal: Ini termasuk hipertrikosis wajah, folikulitis, miliaria, ulkus

kelamin, dan granuloma infantum gluteale.


Penggunaan jangka panjang mengakibatkan Scabies Norwegia, sarkoma Kaposi,

dan dermatosis yang tidak biasa lainnya.


Jamkhedkar Preeta dkk tahun 1996 pernah melakukan studi untuk mengevaluasi
keamanan dan tolerabilitas fluticasone ini dalam terapi eksim dan psoriasis.
Fluticasone propionate 0.05% dibandingkan dengan krim betamethasone valerate

0,12%. Ada 107 pasien yang menyelesaikan studi, 61 menderita psoriasis dan 46
menderita eksim.
Secara efikasi dan afinitas, fluticasone propionate maupun betamethasone

valerate menunjukkan hasil yang setara. Penipisan kulit, setelah dilakukan


ultrasound atau biopsi tidak signifikan dibandingkan placebo dalam terapi lebih dari
8 minggu, dengan sekali terapi sehari. Fluticasone propionate sama sekali tidak
menimbulkan efek samping sistemik berupa supresi HPA-axis.
Studi untuk menilai efek samping penggunaan fluticasone propionate, dalam hal

ini supresi HPA-axis, dilakukan oleh Hebert dkk dari University of Texas-Houston
Medical School. Studi dilakukan pada anak-anak (3 bulan-6 tahun) penderita
dermatitis atopik skala luas, yakni hampir 65% permukaan kulit mendapat terapi.
Penilaian studi adalah absennya supresi adrenal dengan pemberian fluticasone
propionate 0,05%. Ternyata tidak ada perbedaan signifikan dalam kadar kortisol
rata-rata, sebelum dan setelah terapi. Pada pasien usia 3 bulan, fluticasone tidak
berimbas pada fungsi HPA axis serta tidak menyebabkan penipisan kulit meskipun
diberikan fluticasone secara ekstensif.
Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali
dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada
hewanmenunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan
menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak
ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila
steroid yang mencukupi diabsorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil.
Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus
dihindari kecuali mendapat nasehat daridokter untuk menggunakannya. Begitu juga
pada waktu menyusui, penggunaankortikosteroid topikal harus dihindari dan
diperhatikan. Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak

You might also like