Evaluasi Penggunaan Oksigen Sebagai Penghasil Uap Terapi Nebulizer Pada Pasien Asma
Evaluasi Penggunaan Oksigen Sebagai Penghasil Uap Terapi Nebulizer Pada Pasien Asma
Evaluasi Penggunaan Oksigen Sebagai Penghasil Uap Terapi Nebulizer Pada Pasien Asma
ABSTRACT
In regional hospitals are still found nebulizer therapy using oxygen as a as a driving gas,
but there is already a tool Jet nebulizer is intended specifically for producing steam therapy
for asthma patients. This study aims to evaluate the effectiveness of oxygen as a driving gas
for nebulisers steam therapy in asthmatic patients. This study is an observational analytic
study. Popolation in this study was asthma patients who received nebulizer therapy by using
oxygen as a driving gas, the number of samples in this study amounted to 30 respondents.
The measured variables were Breath Pattern, Respiration Rate (RR), Breath Sound, Oxygen
Saturation (SpO2). The results showed that, the nebulizer using oxygen as a driving gas is
still effective against changes in breath patterns from fast and shallow (Tachypne) to become
normal (Eupnea). Nebulizer using oxygen as a driving gas is still effective for lowering RR
of asthma patients. Nebulizer using oxygen as a driving gas is still effective against changes
in breath sound from rhonchi / wheezing to vesicular. Nebulizer using oxygen as a driving
gas is still effective against the increase in blood spO2 in asthmatic patients. The conclusions
of this study are nebulizer therapy by using oxygen as a driving gas, still effective a changes
in breath sound from tachypne to eupnea , can increase SpO2 in blood and decrease RR, and
change breath pattern from rhonchi / wheezing to vesicular.
PENDAHULUAN
Penyakit asma merupakan salah satu masalah kesehatan seluruh dunia, yang
mempengaruhi kurang lebih 300 juta jiwa. Angka kematian di dunia akibat asma
sekarang diperkirakan 250.000 orang per tahun (Ikawati, 2017). Kasus di dunia
cukup besar, berdasarkan data World Health Organization (WHO) memperkirakan
100-150 juta penduduk di dunia menderita asma (WHO, 2011).
Asma merupakan angka sepuluh penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, penelitian menemukan prevalensi asma pada tahun 2001 sebesar 11,5%
dan tahun 2008 sebesar 12,2% (Fitriani, 2011). Penyakit asma menjadi salah satu
penyakit utama yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan, baik di Rumah
2 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat
Sakit (RS) maupun dirumah. Intervensi pada pasien asma bertujuan untuk perbaikan
gejala dengan mengurangi obstruksi jalan napas, salah satunya adalah dengan
melakukan nebulizer.
Saat ini, sudah ditemukan alat khusus untuk untuk merubah obat cair
menjadi uap untuk terapi pasien asma yang disebut jet nebulizer. Namun pada
kenyataan di RS, terutama RS Daerah masih menggunakan oksigen untuk nebulizer
sebagai pengganti alat jet nebu. Berdasarkan survey di 4 (empat) RS di karesidenan
Banyumas, yaitu RSUD Banyumas, RSUD Goetheng Taroenadibrata Purbalingga,
RSUD Ajibarang dan RS Margono Soekarjo, dalam pemberian terapi nebulizer
masih banyak menggunakan oksigen sebagai penghasil uap dengan tekanan oksigen
sebesar 8-10 liter/menit.
Secara prinsip baik nebulizer menggunakan jet nebu maupun nebulizer
menggunakan oksigen adalah sama. Obat asma seperti ventolin dan flexotid sebagai
bronkodilator akan diubah menjadi uap dan dihirup oleh pasien asma dengan tujuan
untuk mengurangi sesak napas dengan mekanisme vasodilatasi bronkus. Namun
penggunaan oksigen sebagai penghasil uap untuk terapi nebulizer pasien asma perlu
di evaluasi keefektifanya, agar tetap bisa dapat digunakan atau harus ditinggalkan
sebagai terapi pasien asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan
penggunaan oksigen sebagai penghasil uap untuk terapi nebulizer pada pasien asma
terhadap Pola Napas, Respirasi Rate (RR), Suara Napas, Saturasi Oksigen (SpO2).
METODE PENELITIAN
Peneltian ini merupakan penelitian analitik observasional (Sugiyono. 2013).
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Popolasi dalam penelitian ini adalah pasien asma yang mendapatkan terapi nebulizer
dengan menggunakan oksigen sebagai penghasil uap, jumlah sampel dalam
penelitian ini berjumlah 30 responden, sampel dalam penelitian ini diambil dengan
teknik simple random sampling (Dahlan, 2010). Variable yang diukur adalah Pola
Napas, Respirasi Rate (RR), Suara Napas, Saturasi Oksigen (SpO2). Data dalam
penelitian ini merupakan data primer yang diambil langsung dari responden. Teknik
pengambilan data dengan mengobservasi secara langsung pola napas, menghitung
ISBN 978-602-50798-0-1 3
respirasi rate, mendengarkan suara napas dan mengukur SpO2 dengan oksimetri,
sebelum dan setelah terapi nebulizer. Data dianalisis dengan menggunkan pair t-test
untuk data interval/rasio dan mc nemar untuk data dengan skala nominal (Dahlan,
2011).
sebagai penghasil uap masih efektif terhadap peningkatan SpO2 dalam darah pada
pasien asma (p<0,05), hasil analisis terlihat pada Tabel 4.
Tabel 1. Perbedaan Perubahan Pola Napas
Pola napas
Variabel/observasi Jumlah p-value
Cepat (tachypne) Normal (eupnea)
Pre 30 0 30 1*
Post 0 30 30
Keterangan: konstant (mc Nemar)
Pada pasien asma terjadi proses hipersensitivitas yang distimulasi oleh agen
fisik seperti suhu dingin, debu, serbuk tanaman dan lainya sehingga menyebabkan
sel mast di sepanjang bronkhi melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang
menyebabkan terjadinya bronkokontriksi. Otot-otot polos bronkus mengalami
kejang, jaringan yang melapisi saluran napas mengalami pembengkakan karena
adanya peradangan dan terjadi pelepasan lendir ke dalam saluran napas sehingga
ISBN 978-602-50798-0-1 5
memperkecil diameter saluran napas yang berakibat penderita harus sekuat tenaga
supaya dapat bernapas (Chang E, at all, 2012).
Secara teoritis bila nebulizer menggunkan alat khusus yang disebut jet
nebulizer, mekanisme kerjanya adalah dengan mengubah obat cair menjadi aerosol,
partikel aerosol yang dihasilkan jet nebu berukuran antara 2-5 mikron (µ), sehingga
dapat dapat langsung dihirup penderita dan menempel pada trakeobronkial. Ukuran
partikel yang dihasilkan jet nebu pun sangat tepat menuju organ target yaitu bronkus,
karena bila partikel yang dihasilkan > 5 µ maka partikel akan menempel pada
orofaring, dan bil partikel < 1 µ maka akan keluar saluran napas bersama dengan
proses ekspirasi sehingga efek terapeutik obat tidak maksimal (Pradjnaparamita,
2008; Roche at all, 2013).
Teori yang menjelaskan bahwa oksigen digunakan sebagai alat nebulizer
tidak ditemukan dalam referensi, sehingga tidak bisa menjelaskan berapa mikron
partikel penguapan obat yang dihasilkan dari bantun oksigen. Besar kemungkinan
partikel penguapan obat yang dihasilkan dari tekanan oksigen ukuranya lebih dari 5
µ sehingga obat hanya menempel pada trakea atau oral sehingga efek terapeutik obat
tidak maksimal.
Aliran udara yang kuat dari tekanan oksigen akan membuat banyak partikel
obat keluar lewat lubang sungkup sehingga hanya sedit obat yang masuk kedalam
saluran napas yang juga menyebabkan efek terapeutik obat tidak maksimal. Aliran
udara yang kuat juga akan menyebabkan tabrakan antara O2 dan CO2 di paru-paru,
sehingga menyebabkan banyak CO2 yang masih terperangkap di dalam rongga paru.
Penelitian menemukan pemakaian oksigen 100% atau oksigen aliran tinggi
dapat menyebabkan hiperkapnia dan asidosis respiratori, sehingga meningkatkan
terjadinya kematian pada pasien asma yang dilakukan nebulizer pre hospital (Austin
at all, 2010). Penelitian terdahulu tentang aman tidaknya oksigen yang digunakan
sebagai penghasil uap pada nebulizer menyimpulkan bahwa nebulizer dengan
oksigen sebagai penghasil uap akan meningkatkan PCO2 dan RR pada pasien asma
walaupun tidak signifikan serta menurunkan APE pasien asma, sedangkan pada
pasien asma dengan retensi CO2 akan menyebabkan narcosis CO2 (Gunawardena at
all, 1984).
6 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat
SIMPULAN
Terapi nebulizer dengan menggunakan oksigen sebagai penghasil uap, masih
efektif terhadap perubahan suara napas dari tachypne menjadi eupnea, dapat
meningkatkan SpO2 dalam darah dan penurunan RR, dan perubahan pola napas dari
rhonchi/wheezing menjadi vesikuler, namun perlu ditinjau ulang dalam
penggunaanya, mengingat akan adanya resiko komplikasi yang disebabkan
penggunaan yang tidak tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Austin A, Michael. (2010). Effect of High Flow Oxygen on Mortality in Chronic
obstructive Pulmonary Disease Patients in Prehospital Setting:
Randomised Controlled Trial. BMJ. 2010;341:c5462
Dahlan MS. (2010). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Salemba
Medika
Dahlan MS. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika
Fitriani F, Yunus F, Rasmin M. (2011). Prevalens Asma pada Siswa Usia 13-14
Tahun dengan Menggunakan Kuesioner ISSAAC dan Uji Provokasi
Bronkus di Jakarta Selatan. J Respir Indo. 2011;31(2):81-89.
Gunawardena KA, Patel B, Campbell IA, Macdonald JB, Smith AP. (1984). Oxygen
as a Driving Gas for Nebulisers: Safe or Dangerous?. Br Med J (Clin Res
Ed). 1984;288(6413):272-274