Makalah SPH 1 - Sistem Integumen

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 24

SISTEM INTEGUMEN PADA VERTEBRATA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Struktur Perkembangan Hewan 1


Yang Diampu oleh Dra. Amy Tenzer, M.S
Disajikan pada Senin, 13 Februari 2017

Disusun Oleh
:
Kelompok 1 Offering C 2016
1. Ahmad Fajar Muzaqi (160341606008)
2. Nanda Choirun Nisa’ (160341606088)
3. Nur Alimah ( 1603416060)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut namaTuhanYang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami


panjatkan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
karunianya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Struktur Perkembangan Hewan 1 (SPH 1) tentang “ Sistem
Integumen ”.
Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlacar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ Sistem Integumen ” ini
dapat memberikan manfaat maupun wawasan terhadap pembaca.

Malang, 13 Ferbruari 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Integumen atau kulit menutupi seluruh permukaan luar tubuh hewan. Dengan kata lain,
kulit merupakan penghubung dan pembatas antara tubuh hewan dengan lingkungan luarnya.
Integumen vertebrata ( hewan bertulang belakang ) terdiri atas dua lapisan utama, yaitu
lapisan epidermis disebelah luar dan lapisan dermis yang berada disebelah dalam. Epidermis
pada masing-masing hewan memiliki ciri khas yang berbeda. Epidermis hewan darat
umumnya mengalami penandukan pada stratum korneum sehingga menjadi tebal dan
berkembang menjadi derivatnya, misalnya sisik tanduk reptilia, epidermis yang tebal pada
katak yang hidup di darat. Derivat epidermis yang bermacam-macam pada kelompok
vertebrata mengakibatkan fungsi integumen menjadi lebih berkembang yaitu sebagai
protektor tdari musuh, sebagai alat gerak, dan sebagai termoregulasi, dll.
Untuk mempelajari lebih dalam mengenai sistem integumen pada hewan khususnya
kelompok vertebrata dalam makalah ini telah disajikan semua informasi yang dapat
membantu pembaca yang masih mengalami kesulitan. Didalam makalah akan disajikan
mengenai materi yang bekaitan dengan sistem integumen pada hewan baik secara histologi
maupun anatomi serta berbagai macam derivat dan fungsinya pada masing-masing hewan
kelompok vertebrata yang meliputi pisces, amphibi, reptilia, aves, dan juga mamalia.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan sistem integumen?


2. Bagaimanakah struktur histologis dari sistem integumen vertebrata?
3. Bagaimanakah struktur anatomis dari sistem integumen vertebrata?
4. Apa saja derivat yang terbentuk dari sistem integumen masing-masing jenis vertebrata?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pengertian tentang sistem integumen.


2. Mengetahui dan memahami struktur histologis sistem integumen pada kelompok
vertebrata.
3. Mengetahui struktur dan memahami anatomis sistem integumen pada kelompok
vertebrata.
4. Mengetahui dan memahami derivat yang terbentuk dari sistem integumen pada
masing-masing kelompok vertebrata.
BAB II
PEMBAHASAN

Kulit (integumen) merupakan organ terbesar tubuh yang menutupi permukaan luar
tubuh hewan. Dengan kata lain, kulit merupakan penghubung antara tubuh hewan dan
lingkungan luar.Kulit bersama-sama organ aksesorisnya (rambut, kelenjar, kuku, dll)
membentuk suatu sistem yang disebut sistem integumen. Kulit pada vertebrata mempunyai
dua lapisan utama, bagian luar adalah epidermis dan bagian dalam dermis.Dermis merupakan
lapisan yang lebih tebal dari pada epidermis.

Gambar 2.1. Struktur umum kulit (Sumber: http://www.mhhe.com/vdg.com, diakses 11


Februari 2017)

Kulit memiliki beberapa fungsi, sebagai berikut:


1. Perlindungan (proteksi) : Kulit berfunsi untuk melindungi bagian dalam tubuh dari
mikroorganisme, sinar UV, dll.
2. Hidroregulator : kulit berfungsi untuk menghindari dari dehidrasi pada permukaan
tubuh.
3. Termoregulator : kulit berfungsi untuk mengendalikan suhu tubuh atau regulasi suhu
melalui kelenjar keringat dan pembuluh darah.
4. Sensoris atau penerima rangsang: Sensasi melalui saraf kulit dan ujung akhirnya yang
bersifat sensoris, misalnya untuk rasa sakit
2.1. Sistem Integumen pada Pisces
a. Struktur Histologis
Integumen Pisces tersusun atas epidermis terdiri atas lapisan sel epidermal yang tidak
mengalami keratinasi. Sel berbentuk kubus, semakin ke arah basal berbent uk silindris;
dermis tersusun dari jaringan ikat fibrosa khususnya serabut elastin dan kolagen, selain itu
terdapat khromatofor yang dihasilkan oleh sel penghasil butir-butir pigmen yang terletak
diperbatasan epidermis-dermis.

Gambar 2.2. Struktur Kulit Pisces (Sumber: Kadong, 2008)

b. Struktur Anatomis
Pisces memiliki kulit yang banyak mengandung glandula (kelenjar) mukus, letaknya
berada didalam epidermis, dan biasanya kelenjar tersebut tertutup oleh squama (sisik).
Kelenjar tersebut terdiri dari kelenjar uniseluler dan multiseluler. Beberapa kelenjar
multiseluler pada ikan dapat termodifikasi sebagai organ cahaya (fotofor). Mukus yang
dihasilkan berfungsi untuk membasahi tubuhnya, sebagai proteksi, dan untuk mengurangi
hambatan ketika berenang. Umumnya ikan yang tidak bersisik memiliki lendir yang lebih
tebal dibandingkan dengan ikan yang bersisik. Hal ini merupakan suatu keadaan pengganti
ketiadaan sisiknya. Beberapa ikan menggunakan lendir untuk membuat sarangnya dalam
rangka melindungi telur yang telah dibuahi dari gangguan luar, misalnya ikan sepat siam
(Trichogaster pectoralis), sepat rawa (Trichogaster trichopterus) dan lain-lain.
Extremitasnya berupa sirip. Sirip merupakan derivat dar dermis. Pada beberapa ikan
sisiknya berubah menjadi keras karena bahan yang dikandungnya, sehingga sisik tersebut
menjadi semacam rangka luar. Ikan yang bersisik keras terutama ditemukan pada ikan-ikan
yang masih primitif. Sedangkan pada ikan modern kekerasan sisiknya sudah tereduksi
menjadi sangat fleksibel. Sisik dermal atau sisik tulang hampir dimiliki oleh semua ikan.
Berdasarkan bentuk dan bahan yang terkandung didalamnya, sisik ikan dapat dibedakan
menjadi lima jenis, yaitu cosmoid, placoid, ganoid, cycloid, dan stenoid.
Sisik cosmoid hanya terdapat pada ikan fosil dan ikan primitif. Sisik ini terdiri dari
beberapa lapisan, berturut-turut dari luar adalah vitrodentine yang dilapisi oleh semacam
enamel, kemudian cosmine yang merupakan lapisan yang kuat, dan noncellular, terakhir
isopedine yang materialnya terdiri dari substansi tulang. Pada lapisan isopedine terdapat
pembuluh-pembuluh kecil. Yang menarik perhatian dari sisik ini adalah pertumbuhan sisik ini
hanya pada bagian bawah, sedangkan pada bagian atas tidak terdapat sel-sel hidup yang
menutup permukaan. Ikan yang memiliki sisik tipe cosmoid ini misalnya Latimeria
chalumnae.
Gambar 2.3. Macam-macam tipe sisik pada pisces (Sumber: www.biologimu.com,
diakses 11 Februari 2017)

Sisik placoid hanya terdapat pada ikan bertulang rawan (Chondrichthyes). Bentuk
sisik tersebut hampir seperti duri bunga mawar dengan dasar yang bulat atau bujur sangkar.
Bagian yang menonjol seperti duri keluar dari epidermis. Susunannya hampir seperti gigi
manusia. Pulp (bagian yang lunak) berisikan pembuluh darah dan saraf yang berasal dari
dermis. Sisik placoid sering disebut juga dermal denticle.
Sisik ganoid terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan terluar dinamakan ganoine yang
materialnya terdiri dari garam-garam anorganik. Dibawahnya terdapat lapisan seperti
cosmine, dan lapisan paling dalam adalah isopedine. Berbeda dengan sisik cosmoid, sisik
ganoid tumbuh dari atas dan bawah. Ikan yang memiliki sisik tipe ganoid ini antara lain
Polypterus, Lapisostidae, Acipenceridae, dan Polyodontidae.
Sisik cycloid dan stenoid terdapat pada golongan ikan Teleostei, dimanamasing-
masing terdapat pada golongan ikan bejari-jari sirip lemah (Malacopterygii) dan golongan
ikan berjari-jari sirip keras (Acanthopterygii). Dibandingkan dengan ketiga sisik terdahulu,
kedua sisik ini kepipihannya sudah tereduksi menjadi sangat tipis, fleksibel, transparant, dan
tidak mengandung dentine maupun enamel. Pertumbuhan sisik ini terjadi pada bagian atas
maupun bawah.
Sisik yang terlihat adalah bagian belakang (posterior) dengan warna lebih gelap
daripada bagian depannya (anterior), karena bagian belakangnya mengandung butir-butir
pigmen (chromatophore). Bagian anterior (yang tertanam dalam tubuh) transparan dan tidak
bewarna. Susunan sisik yang seperti genting tersebut akan mengurangi gesekan denganair
sehingga ikan dapat berenang lebih cepat. Bagian-bagian sisik cycloid pada dasarnya sama
dengan sisik stenoid, kecuali bagian posterior sisik stenoid dilengkapi dengan ctenii
(semacam gerigi kecil). Fokus merupakan titik awal perkembangan sisik dan biasanya
berkedudukan di tengah-tengah sisik.
Di daerah empat musim, sisik dapat digunakan untuk menentukan umur ikan. Circulus
selalu bertambah selama ikan hidup. Pada musim dingin pertumbuhan ikan sangat lambat dan
jarak antara circulus satu dengan yang lainnya menjadi sempit sekali, kadang malah tampak
seperti berhimpitan. Circulus yang berhimpitan ini dinamakan annulus yang terjadi setahu
sekali. Annulus ini digunakan untuk menentukan umur ikan. Bagian yang jelas untuk
menentukan umur ikan ialah pada bagian anteriornya.
Disamping ikan-ikan yang bersisik, juga banyak terdapat ikan yang sama sekali tidak
bersisik, misalnya ikan-ikan yang termaksud kedalam subordo Siluroidea (Ikan jambal
Pangasius pangasius, lele Clarias batrachus, dan belut sawah Fluta alba). Sebagai suatu
kompensasi, sebagaimana yang telah dikemukakan, mereka mempunyai lendir yang lebih
tebal sehingga badannya menjadi lebih licin.
Kelenjar beracun merupakan derivat kulit yang merupakan modifikasi kelenjar yang
mengeluarkan lendir. Kelenjar beracun ini bukan saja dipergunakan untuk pertahanan diri
saja, tetapi juga untuk menyerang dan mencari makan. Studi tentang racun ikan ini dinamakan
ichthyotoxisme, yang meliputi ichthyosarcotoxisme (mempelajari berbagai macam keracunan
akibat memakan ikan beracun) dan ichthyoacanthotoxisme (mempelajari sengatan ikan
Kelenjar beracun (berbisa). Jadi ichthyotoxisme tidak terbatas mempelajari yang dikeluarkan
oleh kulit saja, melainkan racun yang berasal dari organorgan lain dan gejala keracunan
dengan segala aspek-aspeknya. Ikan-ikan yang sistem integumennya mengandung kelenjar
beracun antara lain ikan-ikan yang hidup disekitar karang, ikan lele dan sebangsanya
(Siluroidea), dangolongan Elasmobranchii (Dasyatidae, Chimaeridae, Myliobathidae).
Beberapa jenis ikan buntal (Tetraodontidae) juga terkenal beracun, tetapi racunnya bukan
berasal dari sistem integumennya, melainkan dari kelenjar empedu.

2.2. Sistem Integumen pada Amphibia


a. Struktur Histologis
Integumen pada amphibi berguna untuk melindungi dari keadaan luar yang tidak
menguntungkan, untuk pernafasan, serta absorbsi air. Integumen dapat dibagi menjadi 2
macam, yaitu: epidermis yang dibagian luar dan dermis dibagian dalam.
Epidermis pada amphibi sangat tipis (setebal 5-8 sel), mengandung mukopolisakarida
untuk mencegah kekeringan. Stretum korneumnya mengandung keratin. Pada amphibi yang
lebih banyak di air, stratum korneum yang dimilikinya sangat tipis atau bahkan tidak ada
sama sekali.
Pada dermis (corium) terdapat chromatophora (sel pigmen), saraf, dan vasa
(pembuluh darah). Sel-sel pigmen (chromatophora) dapat menyebar dan menguncup. Sel
pigmen pada Rana dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1) Xantophora mengandung pigmen
kuning, terdapat di lapisan paling atas. 2) Guanophora mengandung kristal-kristal guanin
yang mengembalikan warna biru (sebetulnya bukan merupakan chromatophora karena tidak
mengandung sesuatu pigmen). 3) Melanophora mengandung pigmen-pigmen melanin
berwarna coklat hitam, terdapat di lapisan paling dalam.

(a)
(b)
Gambar 2.4. (a) dan (b) Struktur kulit pada kelompok amphibia
(Sumber: Kadong, 2008)

b. Struktur Anatomis
Derivat epidermis pada katak adalah kelenjar mukus dan kelenjar granular. Mukus
yang dihasilkan oleh kelenjar mukus berfungsi untuk membersihkan kulit, meminyaki kulit,
serta membasahi kulit. Sehingga kulit tersebut dapat berfungsi untuk pernafasan. Kelenjar
granular mengeluarkan getah yang cair, bersifat asam, dan berbau busuk yang berfungsi
sebagai proteksi. Pada epidermis sebelah bawah merupakan lapisan sel germ yang selalu
menghasilkan lapisan jangat yang setiap waktu bisa terkelupas.Tiap bulan selama musim
hujan di bawah lapisan jagat dibentuk lapisan jangat baru, swaktu lapisan jangat yang lama
terkelupas telah ada penggantinya.Biasanya kulit jangat yang terlepas ditelan kembali.
Warna-warna pada Rana dapat berubah menjadi lebih gelap atau lebih pucat.
Perubahan tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa 2 faktor, yaitu: faktor externa, misalnya
temperatur. Ketika dingin kulit menjadi lebi gelap, sedangkan ketika panas kulit menjadi lebih
pucat. Faktor yang kedua adalah faktor interna, seperti: hormon yang dihasilkan oleh
opiphysis kulit menjadi lebih pucat, sedangkan yangdihasilkan oleh hipofisis warna kulitnya
menjadi lebih gelap; dan sistem nervosum, misalnya melaalui panca indra penglihatan.
Kulit katak tidak melekat erat terhadap jaringan dibawahnya, tetapi terpisah oleh
ruang-ruang yang terisi dengan cairan lymphe. Ruang-ruang tersebut dinamakan Saccus
lymphaticussubcutaneus. Ruang tersebut dibedakan menjadi 8, yaitu: saccus submandibularis,
pectoralis, brachialis, abdominalis, lateralis, femoralis, cruralis, dan dorsalis.

2.3. Sistem Integumen pada Reptilia


a. Struktur Histologis
Epidermisreptiliatersusun atas stratum korneum, stratum granulosum, dan stratum
basale. Sisik reptil merupakan hasil keratinasi yang intensif sehingga stratum korneum
mengalami penebalan. Ular mengalami pergantian stratum korneum setiap waktu.Pada kura-
kura dan buaya, peluruhan stratum korneum hanya berupa serpihan. Kelenjar mukus pada
reptil umumnya tersebar dibagian-bagian tertentu pada integumen dan jumlahnya lebih
sedikit dibanding Amphibia. Kelenjar mukus ini dapat berupa kelenjar bisa, misalnya pada
ular yang memiliki kelenjar poison.Pada kadal terdapat kelenjar femoral Kelenjar bau ini
terdapat disekitar daerah kloaka ataupun di tepi rahang bawah, misalnya pada ular, buaya dan
kura-kura.Fungsinya untuk komunikasi antar spesies, dan untuk menarik perhatian
pasangannya/perilaku reproduksi.
Dermis kelompok reptilia tersusun atas jaringan ikat.Pada jaringan ikat terdapat sel
untuk penulangan yang disebut osteoderm, yang berkembang menjadi tulang di daerah
abdominal terutama terdapat pada buaya, beberapa kadal dan beberapa reptil yang telah
punah.
b. Struktur Anatomis
Kulit reptil memiliki epidermis dengan stratum korneum yang tebal dan mengandung
keratin untuk mencegah kekeringan. Kelenjar epidermal yang dimiliki reptil yaitu kelenjar
bau. Pada kadal ada yang terdapat pada ekor, paha, maaupun rahang. Pada kebaanyakan
squamata kelenjar tersebut terletak di bagian kloaka. Selain kelenjar bau, terdapat kelenjar
yang menyerupai kelenjar minyak pada mamalia.
Tubuh reptil umumnya tertutupi oleh sisik-sisik yang beraneka bentuk,terkecuali anggota
suku Amphisbaenidae yang tak bersisik. Sisik-sisik itu dapat berukuran amat halus, seperti
sisikyang menutupi tubuh cecak, ataupun berukuran besar seperti yang dapat kita amati pada
tempurung kura-kura. Sisikmerupakan modifikasi lapisan kulit luar (epidermis) yang
mengeras oleh zat tanduk, dan terkadang dilengkapi dengan pelat-pelat tulang di lapisan
bawahnya, yang dikenal sebagai osteoderm.Beberapa bentuk sisik yang umum terdapat pada
reptil adalah: sikloid(cenderung datar membundar), granular (berbingkul-bingkul), dan
berlunas (memilikigigir memanjang di tengahnya, seperti lunas perahu).
Perbedaan bentuk dan komposisi sisik pada berbagai bagian tubuh reptil biasa
digunakan untuk mengidentifikasi spesies hewan tersebut. Integument pada reptilia
umumnya juga tidak mengandung kelenjar keringat. Lapisan terluar dari integument yang
menanduk tidak mengandung sel saraf dan pembuluh darah. Bagian ini mati, dan lama-lama akan
mengelupas.Permukaan lapisan epidermal mengalami keratinisasi. Lapisan ini akan ikut
hilangapabila hewan berganti kulit.
Reptil merupakan salah satu kelas dari vertebrata yang terdiri dari tiga ordo, yaitu ordo
Testudinata (Chelonia), Ordo squamata, ordo Crocodilia/Loricata
 Ordo Chelonia
Kura-kura dan penyu adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk golongan
reptil.Bangsa hewan yang disebut (ordo) Testudinata (atau Chelonians) ini khas dan mudah
dikenali dengan adanya ‘rumah’ atau batok (bony shell) yang keras dan kaku.Batok kura-kura
ini terdiri dari dua bagian. Bagian atas yang menutupi punggung disebut karapas dan bagian
bawah disebut plastron. Kemudian setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis.Lapis luar
umumnya berupa sisik-sisik besar dan keras, dan tersusun seperti genting, sementara lapisan
bagian dalam berupa lempeng-lempeng tulang yang tersusun rapat seperti tempurung.
Perkecualian terdapat pada kelompok labi-labi (Trionychoidea) dan jenis penyu belimbing,
lapisan luarnya tidak bersisik dan digantikan lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya.

 Ordo squamata
Contoh dari ordo ini adalah ular.Tubuh ular tertutupi seluruhnya oleh sisik, yang
memiliki beraneka bentuk dan ukuran.Sisik tersebut berfungsi untuk melindungi tubuh,
membantu pergerakan ular, mempertahankan kelembaban, serta berfungsi dalam kamuflase
dan mengubah penampilan.Sedangkan untuk beberapa kasus juga membantu dalam
menangkap mangsa (misalnya pada ular kadut).
Kebanyakan ular memiliki sisik-sisik besar yang menutupi kepalanya, yang disebut
perisai (shields).Pola dan susunan perisai ini berbeda dari spesies ke spesies, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk mengidentifikasi jenisnya.
Sisik ular merupakan modifikasi dan diferensiasi dari lapisan kulit terluar atau
epidermis.Sisik tersebut terbuat dari keratin, bahan yang sama yang menyusun kuku dan
rambut.Tiap sisik memiliki permukaan luar dan dalam, sisik ini saling menutupi pada
pangkalnya, seperti susunan genting.
Setiap individu ular menetas dengan jumlah sisik yang tetap.Sisikini tidak bertambah
atau berkurang sejalan dengan bertambahnya umur ular.Meski demikian, sisik ini bertambah
besar ukurannya, dan kadang-kadang berubah bentuknya, setiap kali melungsung (pergantian
kulit).Sisik ini tertancap sedemikian rupa di kulit di sekitar mulut dan bagian sisi tubuh,
memungkinkan kulit itu mengembang sehingga ular dapat menelan mangsa yang berukuran
lebih besar dari diameter tubuhnya.
Sisik-sisik pada tubuh bagian atas atau punggung dikenal sebagai sisik dorsal atau
kostal (costal).Sisik ini tersusun sebagai genting, yang disebut susunan imbrikata (imbricate),
serupa dengan susunan sisik pada tubuh kadal dan bunglon.Sisik-sisik dorsal tersusun
berderet di sepanjang tubuhnya, deretan berikutnya terletak sedikit bergeser.Kebanyakan jenis
ular memiliki deretan sisik yang ganjil jumlahnya, kecuali pada beberapa spesies semisal ular
sapi (Zaocys).Sementara, pada beberapa spesies ular laut dan ular akuatik lainnya, sisik ini
berbutir-butir (granular) dan deretannya tak bisa dihitung.
 Ordo Crocodilia/Loricata
Ordo crocodylia mencakup hewan reptil yang berukuran paling besar di antara reptil
lain. Kulitnya mengandung sisik dari bahan tanduk.Di daerah punggung sisik tersusun teratur
berderet ke arah ternversal dan mengalami penulangan membentuk perisai dermal.Sisik pada
bagian dorsal berlunas, pada bagian lateral bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi
empat.
Kulit reptil memiliki epidermis dengan stratum korneum yang tebal dan mengandung
keratin ntuk mencegah kekeringan. Kelenjar epidermal yang dimiliki reptil yaitu kelenjar
bau. Pada kadal ada yang terdapat pada ekor, paha, maaupun rahang. Pada kebaanyakan
squamata kelenjar tersebut terletak di bagian kloaka. Selain kelenjar bau, terdapat kelenjar
yang menyerupai kelenjar minyak pada mamalia.
Tubuh reptil umumnya tertutupi oleh sisik-sisik yang beraneka bentuk,terkecuali anggota
suku Amphisbaenidae yang tak bersisik. Sisik-sisik itu dapat berukuran amat halus, seperti
sisikyang menutupi tubuh cecak, ataupun berukuran besar seperti yang dapat kita amati pada
tempurung kura-kura. Sisikmerupakan modifikasi lapisan kulit luar (epidermis) yang
mengeras oleh zat tanduk, dan terkadang dilengkapi dengan pelat-pelat tulang di lapisan
bawahnya, yang dikenal sebagai osteoderm.Beberapa bentuk sisik yang umum terdapat pada
reptil adalah: sikloid(cenderung datar membundar), granular (berbingkul-bingkul), dan
berlunas (memilikigigir memanjang di tengahnya, seperti lunas perahu).
Perbedaan bentuk dan komposisi sisik pada berbagai bagian tubuh reptil biasa
digunakan untuk mengidentifikasi spesies hewan tersebut. Integument pada reptilia
umumnya juga tidak mengandung kelenjar keringat. Lapisan terluar dari integument yang
menanduk tidak mengandung sel saraf dan pembuluh darah. Bagian ini mati, dan lama-lama akan
mengelupas.Permukaan lapisan epidermal mengalami keratinisasi. Lapisan ini akan ikut
hilangapabila hewan berganti kulit.
Reptil merupakan salah satu kelas dari vertebrata yang terdiri dari tiga ordo, yaitu ordo
Testudinata (Chelonia), Ordo squamata, ordo Crocodilia/Loricata
 Ordo Chelonia
Kura-kura dan penyu adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk golongan
reptil.Bangsa hewan yang disebut (ordo) Testudinata (atau Chelonians) ini khas dan mudah
dikenali dengan adanya ‘rumah’ atau batok (bony shell) yang keras dan kaku.Batok kura-kura
ini terdiri dari dua bagian. Bagian atas yang menutupi punggung disebut karapas dan bagian
bawah disebut plastron. Kemudian setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis.Lapis luar
umumnya berupa sisik-sisik besar dan keras, dan tersusun seperti genting, sementara lapisan
bagian dalam berupa lempeng-lempeng tulang yang tersusun rapat seperti tempurung.
Perkecualian terdapat pada kelompok labi-labi (Trionychoidea) dan jenis penyu belimbing,
lapisan luarnya tidak bersisik dan digantikan lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya.

 Ordo squamata
Contoh dari ordo ini adalah ular.Tubuh ular tertutupi seluruhnya oleh sisik, yang
memiliki beraneka bentuk dan ukuran.Sisik tersebut berfungsi untuk melindungi tubuh,
membantu pergerakan ular, mempertahankan kelembaban, serta berfungsi dalam kamuflase
dan mengubah penampilan.Sedangkan untuk beberapa kasus juga membantu dalam
menangkap mangsa (misalnya pada ular kadut).
Kebanyakan ular memiliki sisik-sisik besar yang menutupi kepalanya, yang disebut
perisai (shields).Pola dan susunan perisai ini berbeda dari spesies ke spesies, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk mengidentifikasi jenisnya.
Sisik ular merupakan modifikasi dan diferensiasi dari lapisan kulit terluar atau
epidermis.Sisik tersebut terbuat dari keratin, bahan yang sama yang menyusun kuku dan
rambut.Tiap sisik memiliki permukaan luar dan dalam, sisik ini saling menutupi pada
pangkalnya, seperti susunan genting.
Setiap individu ular menetas dengan jumlah sisik yang tetap.Sisikini tidak bertambah
atau berkurang sejalan dengan bertambahnya umur ular.Meski demikian, sisik ini bertambah
besar ukurannya, dan kadang-kadang berubah bentuknya, setiap kali melungsung (pergantian
kulit).Sisik ini tertancap sedemikian rupa di kulit di sekitar mulut dan bagian sisi tubuh,
memungkinkan kulit itu mengembang sehingga ular dapat menelan mangsa yang berukuran
lebih besar dari diameter tubuhnya.
Sisik-sisik pada tubuh bagian atas atau punggung dikenal sebagai sisik dorsal atau
kostal (costal).Sisik ini tersusun sebagai genting, yang disebut susunan imbrikata (imbricate),
serupa dengan susunan sisik pada tubuh kadal dan bunglon.Sisik-sisik dorsal tersusun
berderet di sepanjang tubuhnya, deretan berikutnya terletak sedikit bergeser.Kebanyakan jenis
ular memiliki deretan sisik yang ganjil jumlahnya, kecuali pada beberapa spesies semisal ular
sapi (Zaocys).Sementara, pada beberapa spesies ular laut dan ular akuatik lainnya, sisik ini
berbutir-butir (granular) dan deretannya tak bisa dihitung.
Ordo Crocodilia/Loricata
Ordo crocodylia mencakup hewan reptil yang berukuran paling besar di antara reptil
lain. Kulitnya mengandung sisik dari bahan tanduk.Di daerah punggung sisik tersusun teratur
berderet ke arah ternversal dan mengalami penulangan membentuk perisai dermal.Sisik pada
bagian dorsal berlunas, pada bagian lateral bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi
empat.
2.4. Sistem Integument pada Aves
a. Struktur Histologis
Pada umunya Aves mempunyai kulit yang tipis dan sedikit sekali mengandung
keratin. Hubungan antara kulit dan jaringan dibawahnya (didalamnya) tidak erat ( Tenzer et.
al. , 2014). Epidermis tersusun atas stratum basal dan stratum korneum, diantara kedua
lapisan tersebut terdapat lapisan transisi dari modifikasi sel yang mengalami keratinasi.
Khromatofor terletak diperbatasan epidermis dengan dermis, pigmen ini yang menyebabkan
warna burung bervariasi.Lapisan dermis kulit aves, terutama di dekat folikel bulu kaya akan
pembuluh darah, saraf sensoris, dan otot polos ( Kardong, 2008).

Gambar 2.5. Struktur histologis kulit aves. (Sumber: Kadong, 2008)

b. Struktur Anatomis
Ciri khas dari kulit burung adalah adanya bulu-bulu yang merupakan derivat epidermis
yakni stratum korneum yang mengalami keratinasi yang sangat kuat. Secara embriologis bulu
bermula dari papilla dermal.

Gambar 2.6. Perkembangan kulit pada aves (Sumber: Kadong, 2008)

Tangkai bulu disebut kalamus yang pangkalnya tertanam pada kulit. Lubang dibawah
kalamus disebut umbikulus inferior, dan lubang dibagian atasnya disebut umbikulus
superior.kalau kalamus diiris secara melintang maka didapatkan bagian dalam kalamus
berongga, hal ini disebabkan semasa pertumbuhan rongga kalamus mengandung saraf dan
pembuluh darah. Bagian luar kalamus tertanam dalam folikel bulu. Lanjutan dari kalamus
disebut rakhis yang merupakan poros bendera bulu (veksilum). Veksilum terbentuk dari
barbae yaitu suatu cabang arah lateral dari rakhis. Tiap barbae mencabangkan banyak
barbulae. Pada ujung barbulae terdapat kait – kait yang disebut radioli (Tenzer et. al., 2014).
Jenis – jenis bulu yang terdapat pada kelompok aves antara lain plumae, plumulae, dan
Filoplumae. Plumae merupakan jenis bulu penutup yang memberikan bentuk luar dari aves
dan memungkinkan burung untuk terbang. Meskipun plumae merupakan bulu yang menutupi
tubuh burung namun wilayah tumbuhnya tertentu. Tempat tumbuhnya plumae disebut dengan
pterilaesedangkan bagian tubuh yang kosong atau tidak ditumbuhi rambut disebut apterilae.
(Sukiya, 2003).

(a)

(b)
Gambar 2.7. (a) Struktur bulu plumae (b) Daerah warna biru merupakan pertumbuhan
bulu pada tubuh aves (Sumber: Kadong, 2008)
Berdasarkan letaknya bulu plumae dibedakan menjadi remiges (bulu sayap),
rektrises (bulu ekor), dan tektrises (bulu badan).

6 5 4

3
2 1
Gambar 2.8. Macam-macam bulu pada merpati (1) Bulu sayap (2) bulu ekor (3) bulu
leher (4) bulu punggung (5) bulu kepala (6) bulu perut (Sumber: Dokumen penulis)

Plumulaue, merupakan jenis bulu yang banyak terdapat pada burung yang masih muda
dan kadang-kadang terdapat pula pada burung yang sedang mengerami telurnya. Bulu ini
letaknya tersembunyi atau pada bagian bawah dari bulu plumae. Plumulae memiliki veksilum
yang pendek, rakhis kecil atau tidak ada sama sekali, barbae panjang dan fleksibel, dan
barbulae pendek. ( Tenzer et. al., 2014 ; Sukiya, 2003).

Gamabr 2.9. Bulu Plumulae (Sumber: Kadong, 2008)

Kettika kita mencabuti bulu burung, makan akan ditemukan struktur bulu kecil yang
mirip rambut yang tersebar di seluruh tubuh, disebut filoplumae. Filoplumae disebut juga
sebagai bulu rambut dan terdapat dengan jarak yang jarang diseluruh tubuh aves. Mempunyai
kalamus yang panjang dan pada puncaknya terdapat beberapa barbae.
Gambar 2.10. Bulu Filoplumae (Sumber : Kadong, 2008)

Pergantian Bulu
Bulu urung terbentuk sepenuhnya dari struktur tak hidup, oleh karena itu bulu mudah
kusut sebagai akibat dari oksidasi dan pergesekan. Bulu lama akan lepas secara periodik dan
digantikan oleh bulu baru. Pelepasan dan pergantian bulu disebut molting. Uunya semua
burung mengalami pergantian bulu sekali setahun. Pergantian bulu tahunan biasanya terjadi
setelah musim perkembangbiakan (Sukiya, 2003).
Bulu ketika burung baru menetas disebut Natal Plumage, ada beberapa spesises
burung yang sama sekali telanjang saat menetas. Bulu saat menetas akan rontok dan akan
digantikan dengan bulu baru sesuai proses berikut:
 Juvenal Plumage (bulu anak burung). Bulu yang merupakan karakteristik dari
sebagian besar burung muda dan hanya bertahan beberapa minggu yang kemudian
sebagian atau seluruhnya rontok oleh pergantian bulu.
 First winter plumage (bulu ketika berusia setahun), bulu ini diperoleh pada akhir
musim panas atau musim gugur dan bertahan hingga musim semi berikutnya atau
selama 12 bulan.
 First nuptial plumage (bulu kawin pertama) merupakan bulu perkembangbiakan
pertama. Bulu ini biasanya rontok sebagai akibat pergantian bulu setelah masa kawin
pertama.
 Socond winter plumage (bulu tahun kedua), bulu ini akan digantikan pada musim
semi berikutnya dengan bulu masa kawin kedua.
Derivat lain dari epidermis aves adalah sisik tanduk pada kaki dan jari-jari, paruh dan
cakar. Pada ayam jantan terdapat taji yang terbentuk dari tanduk yang menyelubungi sumbu
tulang.Derivat epidermis yang berbentuk kelenjar pada aves adalah kelenjar uropigium
(jawa = brutu) yang terletak pada bagian atas ekor. Kelenjar tersebut menghasilkan protein
dan lipid yang selanjutnya diedarkan melalui sirkulasi ke bagian sisi paruh yang digunakan
untuk membasahi bulu.Kelenjar lain adalah kelenjar garam, yang berfungsi untuk
mengeksresikan kelebihan garam yang diperoleh ketika burung laut menelan air laut
(Kardong, 2008).
2.5. Sistem Integumen pada Mamalia
a. Struktur Histologis
Seperti pada jenis vertebrata yang lain, integumen mamalia tersusun atas 2 lapisan
utama yaitu epidermis dan dermis. dan juga terdapat sebuah lapisan dibawah dermis yang
disebut hypodermis yang tersusun atas jaringan ikat dan lemak (Kardong, 2008).
Epidermis berdasarkan ketebalannya dibedakan menjadi kulit tebal dan kulit tipis.
Epidermis tersusun atas lima lapisan yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.

Gambar 2.11. Lapisan Epidermis Mamalia (Sumber: http://www.mhhe.com/vdg.com,


diakses 11 Februari 2017)
 Lapisan tanduk (stratum corneum)
Merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan epidermis
lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak
mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air.
Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak,
karena di bagian ini lapisan tanduk jauh lebih tebal.
Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak
larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Lapisan ini dikenal dengan
lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan oleh sel
yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya hanya 28 hari. Pada saat terlepas,
kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai muncul lapisan baru.
Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan
kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Bertambahnya
usia dapat menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai
sekitar 60 tahunan, proses keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45 - 50 hari, akibatnya
lapisan tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak-bercak
putih karena melanosit lambat bekerja dan penyebaranmelanin tidak lagi merata serta tidak
lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat
kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari lapis lapis
kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit, tetapi lapisan tanduk
memiliki daya serap air yang cukup besar.
 Lapisan bening (stratum lucidum)
Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap
sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir.Lapisan bening terdiri dari
protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembus cahaya).Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
 Lapisan berbutir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di
dalam protoplasmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut.Lapisan ini tampak paling jelas
pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
 Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Disebut juga lapisan malphigi, terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus.Jika sel-sel lapisan saling
berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju.Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang
terdiri atas serabut protein.Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris.
Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah
permukaan kulit makin besar ukurannya.Diantara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus
yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir
melanin.Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu
tahap mitosis.Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; inti-inti
sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol dan asam amino.
 Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder)
dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi
dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis.Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap
pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit.Di dalam lapisan ini
sel-sel epidermisbertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-
lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk.Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel
bening (clear cells, melanoblas ataumelanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

Tipe-Tipe Sel Epidermis :


1. Keratinocytes
Subtansi terbanyak dari sel-sel epidermis, karena keratinocytes selalu mengelupas
pada permukaaan epidermis, maka harus selalu digunakan.Pergantian dilakukan oleh aktivitas
mitosis dari lapisan basal (di malam hari).Selama perjalanannya ke luar (menuju
permukaan.Keratinocyes berdeferensiasi menjadi keratin filamen dalam sitoplasma. Proses
dari basal sampai korneum selama 20-30 hari. Karena proses cytomorhose dari keratinocytes
yang bergerak dari basal ke korneum, lima lapisan dapat diidentifikasi. Yaitu basal,
spimosum, granulosum, losidum dan kornium.
2. Melanocytes
Didapat dari ujung saraf, memproduksi pigment melanin yang memberikan warna
coklat pada kulit.Bentuknya silindris, bulat dan panjang.Mengandung tirosinase yang
dihasilkan oleh REG, kemudian tirosinase tersebut diolah oleh Aparatus Golgi menjadi oval
granules (melanosomes).Ketika asam amino tirosin berpindah ke dalam melanosomes,
melanosomes berubah menjadi melanin. Enzim tirosinase yang diaktifkan oleh sinar ultra
violet..Kemudian melanin meninggalkan badan melanicytes dan menuju ke sitoplasma dari
sel-sel dalam lapisan stratum spinosum.Dan pada akhirnya pigmen melanin didegradasi oleh
keratinocytes.
3. Merkel Cells
Banyak terdapat pada daerah kulit yang sedikit rambut (fingertips, oral mucosa, daerah
dasar folikel rambut).Menyebar di lapisan stratum basal yang banyak mengandung
keratinocytes.
4. Langerhans Cells
Disebut juga dendritic cells karena sering bekerja di daerah lapisan stratum
spinosum.Merupakan sel yang mengandung antibodi.Banyaknya 2% – 4 % dari keseluruhan
sel epidermis.Selain itu, juga banyak terdapat di bagian dermis pada lubang mulut, esophagus,
dan vagina. Fungsi dari langerhans cells adalah untuk responisasi terhadap imun karena
mempunyai antibody
Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum papilare di
sebelah luar dan stratum retikular yang lebih dalam.

 Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel jaringan ikat
lainnya terdapat di stratum ini seperti sel mast dan 11 makrofag. Dari lapisan ini,
serabut lapisan kolagen khusus menyelip ke dalam lamina basalis dan meluas ke
dalam dermis. Serabut kolagen tersebut mengikat dermis pada epidermis dan disebut
serabut penambat,
 Stratum retikular, terdiri atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I),
dan oleh karena itu memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada stratum
papilar. Dermis kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan limfa. Di daerah kulit
tertentu, darah dapat langsung mengalir dari arteri ke dalam vena melaui anastomosis
atau pirau arteriovenosa. Pirau ini berperan sangat penting pada pengaturan suhu.
Selain komponen tersebut, dermis mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu
folikel rambut kelenjar keringat dan kelenjar sebasea.

Fascia superficialismerupakan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang
mengikat kulit secara longgar pada organ-organ di bawahnya, yang memungkinkan kulit
bergeser di atasnya.Hipodermis sering mengandung sel-sel lemak yang jumlahnya bervariasi
sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan status gizi yang
bersangkutan.Lapisan ini juga disebut sebagai jaringan subkutan dan jika cukup tebal disebut
panikulus adiposus.
b. Struktur Anatomis

Kulit pada mamalia memiliki berbagai macam warna, hal ini disebabkan karena
adanya pigmen yang tersebar di epidermis.Mamalia gurun cenderung mempunyai kulit lebih
gelap daripada mamalia yang hidup di daerah lain.
Kelenjar – kelenjar epidermal yang terdapat pada mamalia adalah kelenjar keringat
(sudorifera), kelenjar minyak (sebasea), kelenjar bau, dan kelenjar susu.
Kelenjar keringat berfungsi untuk mnegeluarkan zat buangan dari tubuh (ekskresi)
dan mengatur suhu akibat evaporasi keringat. Kelenjar kerigat pada mamalia tidak
terdristribusi merata di seluruh tubuh, hanya pada hewan berambut tipis yang memiliki
banyak kelenjar keringat, sedangkan untuk hewan berambut tebal hanya sedikit. Paus dan
duyung tidak mempunyai kelenjar keringat karena tidak terjadi evaporasi dari permukaan
tubuhnya sewaktu di dalam air.
Kelenjar minyak biasanya berhubungan dengan folikel rambut dan ekskresinya
berfungsi untuk meminyaki rambut dan kulit. Kelenjar minyak juga terdapat pada daerah
puting susu, bibir, dan alat kelamin. Di dalam kelopak mata terdapat kelenjar miobom, yaitu
kelenjar minyak yang termodifikasi, sekresinya merpakan lapisan tipis pada bola mata yang
mencegah air mata keluar secara berlebihan.
Kelenjar bau ada beberapa jenis pada mamalia diantaranya muncul dari modifikasi
kelenjar minyak dankelenjar keringat. Fungsi kelenjar ini berbeda-beda, diantaranya untuk
mempertahankan diri dari musuh, untuk memperingatkan anggota kelompok yang lain dari
spesies yang sama, atau untuk menarik perhatian lawan jenis. Kelenjar ini berkembang baik
pada mamalia yang mempunyai penciuman yang tajam. Contoh kelenjar bau pada mamot
yang terdapat pada anal, pada kelelawar yang terletak di muka, tikus dan kangguru yang
memiliki kelenjar bau pada punggunya.
Kelenjar Susumerupakan modifikasi dari kelenjar keringat. Pada mamalia, umumnya
berkelompok didaerah tertentu, diperlihatkan dengan adanya puting susu. Pada kelompok
mamalia kelenjar susu terletak ventral dari tubuh, yang terentang dari ketiak sampai paha.
Kelenjar susu berdasarkan wilayah penyebarannya yaitu kelenjar susu axial (ketiak), toraks
(dada), abdominal (lipat paha).

Struktur Rambut
Rambut merupakan derivat epidermis, namun akar dan sebagian batang rambut
terdapat di lapisan dermis, sebagian batang rambut menembus epidermis dan menonjol ke
permukaan. Akar rambut diselubungi oleh folikel rambut yang tersusun atas jaringan epitel.
Bagian ujung dari akar rambut menggembung yang disebut dengan bulbus rambut, yang
kedalamnya menjorok jaringan ikat dari dermis yang disebut papila rambut. Rambut dapat
terus tumbuh karena adaanya mitosis dari sel-sel pada bagian rambut yang berasal dari lapisan
germinativum. Warna rambut dirimbulkan oleh adanya melanin yang digetahkan oleh
melanosit yang banyak terdapat pada bulbus rambut yang berbatasan dengan papila rambut
(Tenzer, et. al. 2014).
Gambar 2.12. (a) Struktur rambut dengan pengamatan melalui mikroskop (b)
pengamatan menggunakan mikroskop elektron (c) Struktur rambut pada mamalia
(Sumber: http://www.mhhe.com/vdg.com, diakses 11 Februari 2017)

Berdasarkan ada tidaknya rambut,kulit dibedakan menadi kulit berambut dan kulit
tidak berambut.Kulit berambut umumnya terdapat di permukaan tubuh kecuali di telapak kaki
dan tangan. Modifikasi rambut adalah sisik tanduk yang menutupi tubuh Manis javanica
(trenggiling), vibrisse (kumis) kucing dan cula pada badak (Rhinocerous). Pada Armadillo
memiliki sisik epidermal yang berambut.Sisik tanduk dan cula merupakan hasil fusi dari
beberapa rambut, berkas rambut yang tersusun pada cula lebih banyak sehingga lebih tebal.
Derivat lainnya darinepidermis pada mamalia adalah kuku, telapok (pada kuda), cula
pada badak yang dibangun oleh serabut keratin yang kompak, dan tanduk.
Kuku merupakan bagian ujung dari jari yang terbentuk dari kompresi stratum korneum
epidermis. Fungsi utama kuku adalah untuk melindungi ujung jari yang lembut dan penuh
urat saraf. Kuku juga membantu dalam manangkap dan mengambil benda-benda kecil. Kuku
terdiri dari beberapa bagian yaitu nail plate (bagian kuku yang terlihat oleh mata), nail bed
(kulit dibawah nail plate yang sebenarnya adalah stratum spinosum epidermis), kutikula atau
eponisium (merupakan jaringan yang melapisi plate dan bagian dasar dari kuku), nail fold
(lipatan kulit yang membentuk kuku dan mendukung kuku dari tigas sisi), lunula (bagian
kuku yang berwarna keput-putihan berbentuk seperti bulan sabit dibagian bawah kuku), dan
matriks kuku (bagian kuku yang tersembunyi dibawah kutikula dan merupakan pertumbuhan
kuku).
Pada bagian bawah kuku terdapat banyak pembuluh kapiler hal inilah yang
menyebabkan bagian tersebut berwarna kemerah-merahan. Sama seperti tulang dan gigi, kuku
merupakan bagian tubuh yang keras karena kandungan airnya sangat sedikit. Kuku sebagian
besar dibentuk oleh keratin,sebuah protein yang keras (yang juga terdapat pada kulit dan
rambut). Sebagai sel yang baru tumbuh dalam matriks,sel yang lama akan dipaksa keluar.
Kuku tumbuh sekitar 0,1 mm perhari atau 0,004 inchi perhari.

Gambar 2.13. Struktur Anatomi Kuku (Sumber: http://www.mhhe.com/vdg.com,


diakses 11 Februari 2017)
Antler dan Horn
Menurut Sukiya, antler dan horn ditemukan pada kepala Artiodactyla (hewan bekuku
genap), tetapi keduanya memiliki sifat yang berbeda. Antler ditemukan pada familia Cervidae
dan berganti setiap tahun. Antler berupa tulang, selama periode pertumbuhannya antlr ditutupi
dengan beledu )velvet) yang tersusun dari kulit halus pendek. Tulang terletak di bagian dalam
inti antler yang merupakan pertumbuhan tulang frontal, dan pada permukaannya ditutupi oleh
beledu. Ketika antler sudah matang atau dewasa maka suplai darah ke antler (bagian tulang
dan beledu) semakin berkurang dan akhirnya berhenti. Akibatnya antler akan diganti dengan
yang baru. Ketika musim kawin, antler pada rusa jantan digunakan sebagai senjata pertahanan
saat bertarung satu sama lain untuk mendapatkan betina. Rusa dan Elk memiliki jumlah cabng
(ujung) antler yang cenderung selalu bertambah seiring dengan kedewasaannya, namun hal ini
tidak digunakan untuk memprediksi umur hewan tersebut.
Horn ditemukan pada anggota familia Bovidae, horn terdapat pada hewan jantan dan
betina, dan biasanya hewan jantan memiliki horn yang lebih besar. Pergantian horn hanya
terjadi pada lapisan luarnya. Inti horn merupakan struktur permanen dan terus bertambah
selama hidupnya. Horn mempunyai penutup bentuk sarung berupa keratin, ukuran sarung
akan meningkat seiring dengan ukuran inti tulang. Horn pada Bovidae tidak bercabang dan
permanen meskipun bentuknya bermacam-macam.
Gambar 2.14. Perbandingan Struktur Horn dan Antler (Sumber: Kadong, 2008)
Horn pada badak tumbuh dari tulang frontal yang disebut cula dan dibangun oleh
serabut keratin yang kompak. Pada jerapah, tanduk yang berada di kepala jerapah bukan
merupakan derivat dari epidermis, karena merupakan penonjolan dari tulang tengkorak yang
diseliputi oleh kulit.

Gambar 2.15. Beberapa macam Horn dan Antler, serta cula dan tanduk jerapah
(Sumber: Sukiya, 2003)
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kulit merupakan organ terbesar yang dimiliki oleh semua jenis hewan vertebrata.
Kulit bersama-sama dengan organ aksesorinya (rambut, kelenjar, bulu, kuku, dll) membentuk
sebuah sistem organ yang disebut sistem integumen. Secara histologi, semua kulit kelompok
vertebrata mulai dari pisces, amphibia, reptilia, aves, dan mamalia tersusun atas 2 lapisan
utama, yaitu lapisan epidermis (lapisan luar) dan lapisan dermis (lapisan dalam), yang pada
masing-masing kelompok vertebrata tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda satu sama lain.
Secara anatomis, sistem integumen pada masing-masing kelompok vertebrata mempunyai ciri
khas masing-masing sesuai dengan habitat hidup kelompok vertebrata tersebut.
Masing-masing kelompok vertebrata tersebut juga memiliki derivat epidermis yang
berbeda-beda namun ada juga yang memiliki kesamaan. Seperti pada ikan yang memiliki
derivat epidermis berupa sisik yang menutupi kulit ikan dan dengan bermacam-macam tipe
sisik seperti, Cycloid, Ctenoid, Placoid, dan Ganoid. Pada kelompok amphibia derivat
epidermisnya berupa kelenjar mukus dan kelenjar granular. Kelompok reptilia memiliki
derivat epidermis berupa sisik-sisik tanduk yang menutupi tubuhnya. Pada kelompok kura-
kura dan penyu kornifikasi dari epidermis membentuk perisai yang pada sebelah dorsal
disebut karapas dan pada sebelah ventral disebut plastron. Bulu merupakan ciri khas dari
kelompok aves dan merupakan derivat epidermis pada aves. Selain bulu, aves juga memiliki
derivat epidermis berupa kelenjar bau yang berada di atas ekornya. Mamalia memiliki derivat
epidermis berupa rambut, kuku, horn dan antler.

3.2. Saran

Hewan begitu banyak mafaatnya bagi manusia, selain sebgai sumber makanan pada
sebagian kelompok vertebrata, manusia juga menimba ilmu dari hewan dengan mempelajari
struktur histologi dan anatomi hewan. Oleh sebab itu, seyogyanya kita memperlakukan hewan
seperti kita memperlakukan diri kita sendiri. Karena dengan mempelajari keunikan dan
kekompleksan organ yang dimiliki oleh hewan, kita akan semakin mensyukuri hidup kita
sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTRA RUJUKAN

Asisten zoologi dasar UGM. 1990. Diktat Asistensi Anatomi Hewan-Zoologi. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Press.

Dahlan, A. 2015. Sistem Integumen Vertebrata. (online), http://www.biologimu.com. Diakses


pada 11 Februari 2017

Kardong, K. V. 2008. Vertebrates: Comparative Anatomy, Function, Evolution : 5th Edition.


New York : McGraw – Hill.

Nubatonis, F. 2015. Materi Sistem IntegumenVertebrata. (online), http://ianhauzer.esy.es.


Diakses pada tanggal 12 Februari 2017.

Staff UNILA. 2011. Sistem Integumen. (online), http://staff.unila.ac.id/. Diakses pada tanggal
8 Februari 2017.

Sukiya. 2003. Biologi Vertebrata. Yogyakarta : JICA.

Tenzer, A. Lestari, U. Gofur, A. dkk. 2014. Struktur Perkembangan Hewan (SPH 1). Malang:
Jurusan Biologi FMIPA UM.

Tim Dosen Struktur Perkembangan Hewan I. 2014. Handout Struktur Perkembangan Hewan
1. Malang: Jurusan Biologi FMIPA UM.

You might also like