Laporan Lengkap Praktikum Lapang Ekologi Hewan

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM LAPANG

EKOLOGI HEWAN

“ Analisis Asosiasi Antar Spesies Hewan pada Kawasan Hutan


Desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba”

Disusun Oleh:

Nama : Syamsuddin B

NIM : 1514141004

Kelas : Biologi Sains

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Lapang Ekologi Hewan Bulukumba yang


disusun oleh :

Nama : Syamsuddin B

NIM : 1514141004

Kelas : Biologi sains

telah diperiksa dan dikoreksi oleh dosen mata kuliah ekologi tumbuhan dan
dinyatakan diterima.

Makassar, April 2018

Dosen Penanggung Jawab Praktikan

Dr. Ir. Muh. Wiharto Caronge,S.Si, M.Si Syamsuddin B


NIP : 1966 09 30 1992 03 1 004 NIM:15141004
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan pada proses Alam yang berlangsung Manusia, seperti halnya
makhluk-makhluk hidup lainnya selalu berinteraksi dengan lingkungannya,
demikian juga interaksi yang terjadi antar setiap organisme dengan lingkungannya
merupakan proses yang tidak sederhana melainkan suatu proses yang kompleks.
Karena didalam lingkungan hidup terdapat banyak komponen yang disebut
komponen lingkungan (Soemarwoto, 1983). Berdasarkan konsep dasar
pengetahuan ekologi, komponen lingkunganyang dimaksud tersebut juga
dinamakan komponen ekologi karena setiap komponen lingkungan tidak berdiri
sendiri, melainkan selalu berhubungan dan saling memengaruhi baik secara
langsung maupun tidak langsung (Odum, 1993) .
Makhluk hidup dalam mempertahankan hidupnya memerlukan komponen
lain yang terdapat dilingkungannya. Misalnya udara dan air yang sangat mereka
perlukan untuk bernafas dan minum dan kebutuhan lainnya. Seperti oksigen yang
dihirup oleh hewan dari udara untuk pernafasan, sebagian beasr berasal dari
tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis. Sebaliknya, karbondioksida yang
dihasilkan dari pernapasan oleh hewan digunakan oleh tumbuhan untuk proses
fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan selain memanfaatkan
karbondioksida, juga memerlukan bahan-bahan lainnya yang diperlukan oleh
tumbuhan untuk proses tumbuh dan berkembang. Seperti energi dari radiasi
matahari, air dan zat-zat hara.
Suatu komunitas yang terbentuk atas banyak spesies, sebagian diantaranya
akan dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran anggota spesies lain dari
komunitas tersebut. Seringkali dua atau lebih spesies berinteraksi. Interaksi
tersebut bisa positif (menguntungkan kedua pihak) atau negatif (merugikan bagi
salah satu). Untuk itulah pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kedekatan(asosiasi) antar Spesies 1 dan Spesies 2 dengan pengukuran. Dengan
pengukuran ini akan diketahui batas hubungan interspesifik antara Spesies 1
dengan Spesies 2.
Komunitas makhluk hidup di alam sangat beragam, salah satu komunitas
yang perlu untuk diketahui adalah kmunitas hewan. Habitat hewan yang kadang
menjadi tempat penelitian adalah daerah pegunungan maupun daerah pesisir
pantai. Berbicara mengenai daerah pesisir hewan yang terpikirkan adalah hewan-
hewan air dan hewan yang habitatnya peralihan air dan daratan. Adanya
perbedaan ketinggian, kelembaban, dan berbagai hal lainnya menyebabkan
adanya perbedaan keanekaragaman hayati yang terdapat didalamnya.
Habitat suatu makhluk hidup sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang berpengaruh dan spesies apa saja serta berapa
jumlahnya dalam suatu kawasan tertentu, maka pengaruh antar satu spesies
dengan spesies yang lainnya tentu saja memerlukan banyak observasi dan
pengujian, khususnya penelitian lapangan. Dengan hal tersebut maka perlu
dilakukan analisis mengenai asosiasi atau hubungan setiap individu yang
memungkinkan kita dapat mengetahui keberadaaan populasi individu pada lokasi
tersebut serta pola penyebarannya. Oleh karena hal tersebut diatas, dilakukanlah
praktikum Lapangan Ekologi Hewan di Desa Ara, Kabupaten Bulukumba
Sulawesi Selatan.
B. Tujuan Praktikum
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun tujuan dari praktikum ini
yaitu untuk mengetahui asosiasi anter spesies di Kawasan Hutan Desa Ara,
Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.
C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu dapat mengetahui asosiasi
anter spesies dan pola penyebarannya di Kawasan Hutan Desa Ara, Kecamatan
Bontobahari, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Secara administratif dan ditinjau dari segi topografi Kabupaten


Bulukumba merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Sulawesi
Selatan. Di sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, di
Timur berbatasan dengan Teluk Bone, di selatan berbatasan dengan Laut Flores,
dan di Barat berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng. Luas wilayah kabupaten
Bulukumba sekitar 1.154,7 Km2 atau sekitar 2,5% dari luas Propinsi Sulawesi
Selatan dan secara administrative terbagi dalam 10 kecamatan, 27 kelurahan, dan
99 desa. Wilayah kabupaten Bulukumba hampir 95,4% berada pada ketinggian 0
sampai 1000 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan tingkat kemiringan tanah
umumnya 0-40ᴼ, dengan curah hujan rata-rata 230 mm per bulan dan rata-rata
hujan 11 hari per bulan (Jaya, 2011).
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, yaitu
seorang ahli biologi berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal
atau tempat hidup atau habitat, dan logos yang berarti ilmu, telaah, studi, atau
kajian. Oleh karena itu, secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang atau ilmu
menganai makhluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang tempat tinggal
makhluk hidup (Inriyanto, 2006).
Keanekaragaman makhluk hidup atau keanekaragaman hayati memiliki
arti yang penting untuk menjaga kestabilan ekosistem. Syamsuri (1997) dan
Ellenberg (1988), menjelaskan bahwa tumbuhan merupakan produsen yang
menjadi sumber energi dalam suatu daur kehidupan dan sebagai indikator kondisi
suatu lingkungan. Ekosistem merupakan tempat semua makhluk hidup
bergantung. Terkait dengan peranan tersebut maka pengelolaan kawasan hutan
perlu ditingkatkan secara terpadu dan berwawasan lingkungan agar fungsi tanah,
air, udara, iklim, dan lingkungan hidup terjamin (Zain, 1998).
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas beberapa
komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan. Sistem
tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen
yang menyusunnya. Daerah aliran sungai dapatlah dianggap sebagai suatu
ekosistem. Dalam suatu ekosistem tidak ada satu komponenpun yang berdiri
sendiri, melainkan mempunyai keterkaitan dengan komponen lainnya, langsung
tidak langsung, besar atau kecil. Sehingga setiap aktivitas suatu komponen
ekosistem selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain
(Manurung dan Petrus, 2009).
Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan,
baik tingkatan gen, tingkatan spesies maupun tingkatan ekosistem. Berdasarkan
hal tersebut, para pakar membedakan keanekaragaman hayati menjadi tiga
tingkatan, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman
ekosistem. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitas. Ukuran keanekaragaman dan penyebabnya mencakup sebagian besar
pemikiran tentang ekologi. Hal itu terutama karena keanekaragaman dapat
menghasilkan kestabilan dan dengan demikian berhubungan dengan sentral
ekologi (Lakitan, 1994).
Menurut Fried (2005), walaupun ekosistem bervariasi mulai dari kolam
pasang-surut dan terumbu penghalang sampai bentangan padang rumput yang
kering, semua ekosistem memiliki ciri-ciri yang telah ditemukan seiring semakin
bergeraknya ekologi, yang tadinya merupakan cabang biologi yang nyaris
sepenuhnya deskriptif. Ciri-ciri tersebut antara lain;
a. Aliran energi
b. Pendauran nutrien
c. Pengaturan ukuran populasi
Konsep komunitas adalah suatu prinsip ekologi yang penting yang
menekan keteraturan yang ada dalam keragaman organisme hidup dalam habitat
apapun. Suatu komunitas bukan hanya merupakan pengelompokan secara
serampangan hewan dan tumbuhan yang hidup secara mandiri satu sama lain
namun mengandung komposisi kekhasan taksonomi, dengan pola hubungan
tropik dan metabolik yang tertentu. Konsep komunitas sangatlah penting dalam
penerapan praktis prinsip-prinsip ekologi karena cara terbaik untuk mendorong
atau membasmi pertumbuhan suatu organisme adalah memodifikasi komunitas
dan bukannnya menanganinya secara langsung (Michael, 1990).
Kehadiran atau keberhasilan suatu organisme atau kelompok organisme
tergantung kepada komples keadaan. Kadaan yang manapun yang.mendekati atau
melampaui batas-batas toleransi dinamakan sebagai yang membatasi atau faktor
pembatas. Dengan adanya faktor pembatas ini semakin jelas kemungkinannya
apakah suatu organisme akan mampu bertahan dan hidup pada suatu kondisi
wilayah tertentu. Jika suatu organisme mempunyai batas toleransi yang lebar
untuk suatu faktor yang relatif mantap dan dalam jumlah yang cukup, maka faktor
tadi bukan merupakan faktor pembatas. Sebaliknya apabia organisme diketahui
hanya mempunyai batas-batas toleransi tertentu untuk suatu faktor yang beragam,
maka faktor tadi dapat dinyatakan sebagai faktor pembatas. Beberapa keadaan
faktor pembatas, termasuk diantaranya adalah temperatur, cahaya, air, gas
atmosfir, mineral, arus dan tekanan, tanah, dan api. Masing-masing dari
organisme mempunyai kisaran kepekaan terhadap faktor pembatas. Dengan
adanya faktor pembatas, dapat dianggap faktor ini bertindak sebagai ikut
menseleksi organisme yang mampu bertahan dan hidup pada suatu wilayah.
Sehingga seringkali didapati adanya organisme-organisme tertentu yang
mendiami suatu wilayah tertentu.pula. Organisme ini disebut sebagai indikator
biologi (indikator ekologi) pada wilayah tersebut (Odum, 1998).
Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk
hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas
dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasakan pada pembedaan zona
atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut. Umumnya semakin curam
gradien lingkungan, makin beragam komunitasnya karena batas yang tajam
terbentuk oleh perubahan yang mendadak dalam sifat fisik lingkungan. Angka
perbandingan antara jumlah spesies dan jumlah total individu dalam suatu
komunitas dinyatakan sebagai keragaman spesies. Ini berkaitan dengan kestabilan
lingkungan dan beragam dengan komunitas berbeda. Keragaman sangatlah
penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam
oleh turut campurnya manusia. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah
penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila
komunitas menjadi makin stabil. Gangguan parah menyebabkan penurunan yang
nyata dalam keragaman. Keragaman yang besar juga mencirikan ketersedian
sejumlah besar ceruk (Michael, 1990).
Suatu populasi memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh individu-
individu yang membangun populasi tesebut. Kekhasan dasar suatu populasi yang
menarik bagi seorang ekolog adalah ukuran dan rapatannya. Jumlah individu
dalam populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu populasi dalam suatu
daerah atau satuan volume adalah rapatannya. Kelahiran (Natalitas), kematian
(mortalitas), yang masuk (imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota
mempengaruhi ukuran dan rapatan populasi. Kekhasan lain dari populasi yang
penting dari segi ekologi adalah keragaman morfologi dalam suatu populasi alam
sebaan umur, komposisi genetik dan penyebaran individu dalam.
Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti persawahan
dapat mempengaruhipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam sistem
perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia.
Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki
peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan
detrivor (Wolf, 1992).
Pertambahan ukuran populasi memiliki pola tertentu yang dikenal
sebagai bentuk pertumbuhan populasi (population growth form). Secara teoritik
pertumbuhan populasi terjadi secara eksponensial. Di alam lingkungan selalu
terbatas (faktor biotik dan abiotik membatasi pertumbuhan). Adanya faktor
pembatas menyebabkan pertumbuhan di alam memiliki pola-pola tertentu.
Pertumbuhan eksponensial di alam dapat terjadi untuk sementara waktu,
kemudian beberapa faktor biotik dan abiotik seperti sumber makanan, pasangan,
persaingan, iklim dan faktor-faktor lain membatasinya. Sebagai contoh terjadinya
ledakan populasi tikus (tumbuh eksponensial) maka pada titik tertentu populasi
akan kembali menurun karena ketersediaan sumber makanan, kompetisi, predator
maupun kondisi iklim (Zoer’aini, 2003).
Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya
spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam
memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari organisme dalam
suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisitaksonominya tetapi jumlah, ukuran,
produksi dan hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya
dinyatakan oleh indeks keunggulannya (dominansi). Komunitas diberi nama dan
digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik, atau
kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi
tertentu berdasarkan pada pembedaan zone atau gradien yang terdapat dalam
daerah tersebut. Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam
komunitas karena batas yang tajam terbentuk oleh perbahan yang mendadak
dalam sifat fisika lingkungan. Angka banding antara jumlah spesies an jumlah
total individu dalam suatu komunitas dinyatakan sebagai keanekaragaman spesies.
Ini berkaitan dengan kestabilan lingkungan dan beragam komunitas berbeda
(Wolf, 1992).
Menurut Campbell (2004), komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam
kekayaan spesiesnya, jumlah spersies yang mereka miliki. Mereka juga berbeda
dalam hubungannya dalam kelimpahan relative spesies. Beberapa komunitas
terdiri dari beberapa spesies yang jarang, sementara yang lainnya mengandung
jumlah spesies yang sama dengan jumlah spesies pada umumnya banyak
ditemukan. Ekologi dapat dibagi menjadi empat tahap kajian yang semakin
menyeluruh sifatnya, yaitu :
1. Ekologi organisme (organismal ecology), berhubungan dnegan cara-cara
berperilaku, fisiologis dan morfologis yang digunakan suatu organisme
individual dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan
abiotiknya.
2. Populasi yaitu suatu kelompok individu dari spesies yang samma yang hidup
dalam daerah yang geografis tertentu. Ekologi populasi sebagian besar terpusat
pada faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran dan komposisi populasi.
3. Komunitas terdiri dari semua organisme yang menempati suatu daerah tertentu.
Komunitas adalah kumpulan populasi dari spesies yang berlainan. Ekosistem
meliputi semua faktor-faktor abiotik selain komunitas spesies yang ada dalam
suatu daerah tertentu.
Kurniawan dkk. (2008) menjelaskan ketertarikan tumbuhan untuk tumbuh
bersama disebut dengan asosiasi. Asosiasi ada yang bersifat positif, negatif, atau
tidak berasosiasi. Asosiasi positif terjadi bila suatu jenis tumbuhan hadir
bersamaan dengan jenis tumbuhan lainnya; atau pasangan jenis terjadi
lebih sering daripada yang diharapkan. Asosiasi negatif terjadi bila suatu
jenis tumbuhan tidak hadir bersamaan dengan jenis tumbuhan lainnya; atau
pasangan jenis terjadi kurang daripada yang diharapkan.
Menurut Greig-Smith (1983), bila seluruh faktor yang berpengaruh terhadap
kehadiran spesies relatif sedikit, maka faktor kesempatan lebih berpengaruh, dimana
spesies yang bersangkutan berhasil hidup di tempat tersebut. Hal ini biasanya
menghasilkan pola distribusi. Tumbuhan yang hidup secara alami pada suatu tempat,
membentuk suatu kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan
lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat
pula kerukunan hidup bersama (asosiasi), dan hubungan timbal balik (interaksi) yang
saling menguntungkan, sehingga terbentuk suatu derajat keterpaduan (Resosoedarmo,
1989).
Menurut Krebs (1978) Frijiona dkk (2012), Asosiasi antar-spesies dapat
diartikan sebagai kemampuan bergabung atau keeratan hubungan dengan spesies
lain. Asosiasi yang terjadi didasarkan pada ada atau tidak ada spesies dalam suatu
daerah.Menurut Kimsnan (1964) dalam Frijiona dkk (2012) disebutkan bahwa
hubungan antar-spesies tergantung pada apakah dua spesies memilih untuk berada
bersama atau menghindar dari habitat, memiliki ketertarikan bersama, saling
mengganggu atau tidak melakukan interaksi. Perairan desa Suli yang dipilih
sebagai lokasi penelitian, memiliki komunitas lamun yang cukup baik. Daerah ini
memiliki komunitas mangrove yang jarang dan daerah terumbu karang yang
sempit, diduga karena pengaruh antropogenik. Pengaruh antropogenik
berhubungan dengan pemekaran pemukiman di sepanjang pantai desa Suli.
Pengaruh antropogenik dapat meningkatkan salinitas dan suhu air laut yang
menghambat pertumbuhan terumbu karang.
Pada pola asosiasi antara dua spesies atau lebih dalam satukomunitas,
dapat terjadi interaksi antar sesama spesies, atau dengan vegetasi lain. Hubungan
interaksi antar spesies terjadi berdasarkan ada atau tidak ada spesies yang
melakukan asosiasi. (Frijona dkk.2012).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/Tanggal : Sabtu/ 31 Maret 2018
Waktu : Pukul 10.00 WITA- 12.00 WITA
Tempat :Kawasan Hutan Desa Ara, Kecamatan Bontobahari,
Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Parang
b. Clinometer
c. Meteran
d. Kamera
e. Patok
f. Tali rafia
g. Sekop kecil
h. Mistar besi
i. Plastik obat
j. Spidol
k. Kantongan plastik
l. Sekop kecil
m. Kompas
n. GPS
2. Bahan
a. Kain
b. Buku tulis dan pulpen
C. Prosedur kerja
1. Membuat transek sepanjang 100 meter
2. Membagi transek menjadi 10 bagian
3. Dalam tegakan dibuat plot berukuran 5x5 meter
4. Dalam plot 5x5 meter, diidentifikasi hewan yang ada di serasah, dalam
tanah dan atas pohon.
5. Membuat titik pada plot 5x5 meter

1 2

3 4

6. Sebelum melakukan pengamatan pada plot yang dibuat, terlebih dahulu di


ketahui faktor abiotik dari area pengamatan meliputi, kelembaban, ph,
kemiringan lereng, ketinggian tempat
7. Mengguncang pohon pada plot 5x5 meter untuk mendapatkan sampel dari
pohon tersebut, baik berupa hewan yang tinggal di pohon
8. Menggali tanah pada tiap-tiap sudut plot 5x5 meter sedalam 5 cm, lalu
mengambil tanah yang ada dan memasukkannya ke dalam kantongan plastik
9. Menggambil serasah tiap-tiap sudut pada plot 5x5 meter dan
mengidentifikasi hewan yang ada serta mengukur ketebalan serasah.
10. Merangkai alat untuk menghitung banyaknya hewan tanah yang
didapatkan
11. Mencatat banyaknya sampel hewan tanah yang didapatkan setiap plot.
12. Menghitung analisis plot dalam setiap transek.
D. Analisis data
Dalam Praktikum ini di lakukan analisis data sebagai berikut :
1.Analisis deskriptif, dimana data yang diperoleh akan di analisis secara deskriptif
dengan melihat faktor abiotik yang mempengaruhi keanekaragaman dan
kemelimpahan hewan tanah (kelas insecta). Di antaranya
a. Data iklim 5 tahun terakhir
b. Jenis Tanah
c. Suhu
d. pH tanah
e. Kadar air
f. Kemiringan lereng
g. Tekanan Udara
h. Identifikasi spesies
2. Analisis asosiasi antar spesies dengan cara menghitung varian rasio dan
menghitung ochial index, dice index, jaeecond index dan juga yets correction.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum
Table. 1.1 asosiasi komunitas
Komunitas Tipe Asosiasi VR
(Varian Rasio)
Hewan dipermukaan tanah + 1.685
Hewan dibawah tanah - 0,03
Hewan diudara - 0.80

Table. 1.2 asosiasi antara spesies yang berada dipermukaan tanah


Species Association Chi-square Yates’s Assosiation Indices
pair type Value Bias Chi-Square Ochiai Dice Jaccard
Lb – SH + 7.59 - - 0.20 0.17 0.09
Lb – SM - 0.46 - - 0.28 0.28 0.16
Lb – Ks - 0.08 - - 0.26 0.26 0.15
SH – SM - 0.33 - - 0.26 0.22 0.12
SH – Ks + 10.10 - - 0.19 0.17 0.90
SM – Ks - 0.10 - - 0.18 0.18 0.1

Table. 1.3 asosiasi antara spesies yang berada dibawah tanah


Species pair Association Chi-square Yates’s Assosiation Indices
type Value Bias Chi-Square Ochiai Dice Jaccard

SM-SH (-) 0,62 - - 9,6 0,4 0,2

SM-Kt (-) 2,3 - - 1,04 0,04 0,01

SH-Cacing (-) 2,6 - - 1,3 0,3 0,2


SH-J (-) 1,1 - - 1,3 0,2 0,1

SH-L (-) 0,1 - - 1 0,1 0,1

SH-K (-) 0,7 * 37 0,6 0,1 0

SH-R (-) 0,8 - - 1 0,1 0

SH-KS (+) 4,1 - - 1 0 0

SM-KK (-) 1,5 - - 1 0 0

SM-C (-) 1,2 - - 1,6 0,1 0

SM-J (-) 0,7 - - 1,5 0,1 0

SM-L (-) 2 - - 1,2 0 0

SM-K (-) 0,5 * 24 0,5 0 0

SM-R (-) 1,5 - - 1 0 0

SM-KS (-) 1,8 - - 1 0,2 0,1

KK-C (-) 1,0 * 50 1,6 0,2 0,1

KK-J (-) 1,4 * 69 1,5 0,2 0,1

KK-L (-) 0,3 * 14 1,2 0 0


KK-K (-) 0,07 * 3,25 0 0 0

KK-R (-) 0,2 * 10,19 0 0 0

KT-K.S (-) 0,2 * 10,19 0 0 0

C-J (+) 1,11 * 55,5 0 0 0

C-L (-) 0,95 * 47,7 0 0 0

C-K (-) 0,17 * 8,3 0 0 0

C-R (-) 0,52 * 25,9 0 0 0

C-KS (-) 0,52 * 0,59 0 0 0

J-L (-) 0,7 * 34,7 5,9 0,2 0,1

J-K (-) 0,14 * 0,9 5,9 0 0

J-R (-) 0,44 * 21,7 5,9 0 0

J-KS (+) 1,38 * 68,7 5,9 0,2 0,1

L-K (+) 11,7 - - 4,8 0,4 0,25

L-R (+) 14,9 - - 4,8 0,5 0,4

L-KS (-) 0,28 * 13,8 4,8 0 0

K-R (-) 0,07 * 3,25 2,4 0 0


K-KS (-) 0,07 * 3,25 2,4 0 0

R-KS (-) 0,2 * 10,1 4,1 0 0

Keterangan
1. SM= semut merah
2. SH= semut hitam
3. KT= ketti-ketti
4. C= cacing
5. J=jangkrik
6. K=kumbang
7. L=lipan
8. R=rayap
9. KS=kaki seribu
Table. 1.4 asosiasi antara spesies yang berada diudara
Species Association Chi-square Yates’s Assosiation Indices
pair type Value Bias Chi-Square Ochiai Dice Jaccard
La - Ku + 8.4 - - 0.5 0.5 9
La - T - 1.1 - - 0.11 0.12 12
La – Cp - 0.1 - - 0.12 0.11 16
La - N - 0 - - 0.12 0.12 15
La – B - 0.6 * 0.59 0 0 -
La – S + 4.1 * 4.12 0.25 0.36 8
La – Lb - 1.1 * 1.11 0 0 -
La – Kp - 0 - - 0.25 0.17 20
Ku – T + 10 - - 0.5 0.53 8
Ku – Cp - 0.4 - - 0.25 0.23 14
Ku – N - 2.1 - - 0.62 0.4 16
Ku – B - 1.1 * 1.10 0.75 0.21 44
Ku – S - 2.3 * 2 0.25 0.30 10
Ku – Lb - 1.29 * 1.29 0 0 -
Ku - Kp - 0.34 - - 0.25 0.16 22
T – Cp - 3.22 - - 0.50 0.4 13
T–N - 0.54 - - 0.12 0.10 18
T–B - 0.92 * 0.81 0 0 -
T–S + 14.92 * 14.02 0.25 0.57 4
T – Lb - 0.0005 * 2.94 0.12 0.14 13
T – Kp - 0.81 - - 0.50 0.30 19
Cp – N - 3.52 - - 0 0 -
Cp – B - 0.008 - - 0.12 0.13 14
Cp – S - 0.20 - - 0.12 0.11 17
Cp - Lb - 1.92 - - 0 0 -
Cp – Kp - 0.46 - - 0.37 0.20 24
N–B - 0.28 - - 0.12 0.11 17
N–S - 1.04 - - 0.25 0.25 13
N – Lb - 0.04 - - 0.12 0.12 15
N – Kp - 0.28 - - 0.37 0.21 23
B–S - 0.75 * 0.66 0 0 -
B – Lb - 0.92 * 0.81 0 0 -
B – Kp - 0.05 - - 0.37 0.25 19
S – Lb - 0.75 * 0.68 0 0 -
S – Kp + 5.23 - - 0.50 0.36 15
Lb - Kp - 3.51 - - 0.37 0.25 19

Keterangan :
Lb = Laba-laba Ku = kumbang
SH = Semut Hitam Li = lipan
SM = Semut Merah Kp = kupu-kupu
KS = kaki seribu S = serangga
Ke = Ketti-ketti B = belalang
Ca = Cacing N = nyamuk
Cp = capung T = tawon
J = jangkrik La = lalat
R = rayap
B. Pembahasan
Praktikum lapang yang dilakukan di Kawasan Hutan Desa Ara,
Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan dengan tujuan
mengetahui indeks nilai penting, keanekaragaman dan kemerataan spesies hewan-
hewan tanah diperoleh hasil sebagaimana pada hasil pengamatan diatas. Dalam
hasil pengamatan tersebut, diperlihatkan nilai densitas, frekuensi, densitas mutlak,
frekuensi mutlak, densitas relatif, densitas mutlak, Indeks Nilai Penting, dan
Keanekaragaman Spesies pada area pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan
dengan metode plot. Plot dibuat dengan ukuran 5x5 m dimana dalam plot tersebut
dibuat 5 lubang masing-masing kedalaman 5 cm. Serta pengambilan serasah dan
hewan pada tumbuhan jika ada. Setelah data terkumpul maka akan ditentukan
asosiasi antat spesies, baik spesies yang diambil dari sampel bawah tanah, spesies
di permukaan tanah dan spesies di udara. Perhitungan yang dilakukan
menggunakan berbagai rumus diantaranya varian rasio, ochial index, dice index,
jaccard index, Chi-Square, dan juga yets correction.
Menurut Naugton (1983) bahwa Interaksi antarkomponen ekologi dapat
merupakan interaksi antarorganisme, antarpopulasi, dan antarkomunitas. Semua
makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu
akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik
individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Interaksi antar organisme
dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi
antarorganisme adalah predasi, parasitisme, komensalisme, dan mutialisme.
Data yang pertama yaitu spesies yang ada didalam tanah terlihat
menunjukkan tipe asosiasi yang positif dimana didapatkan varian rasio yaitu
1.685 yang berarti angka ini lebih dari 1 sehingga bernilai positif. Seperti yang
terlihat pada table 1.1 dimana terdapat 6 kombinasi asosiasi antar spesies akan
tetapi tipe asosiasi Antara laba-laba dan semut hitam serta semut hitam dan kaki
seribu menunjukkan tipe asosiasi positif dan keempat koombinasi yang lain
menunjukkan tipe asosiasi yang negatif.
Asosiasi antar dua populasi jenis berakibat atau menghasilkan pengaruh-
pengaruh positif tersebar sangat luas dan barangkali sepenting persaingan,
parasitisme dan sebagainya, di dalam menentukan sifat populasi dan komunitas.
Interaksi positif dapat ditinjau dalam seri-seri evaluasuioner adalah komensalisme
yaitu satu populasi memperoleh keuntungan dan mutualisme yaitu kedua populasi
memperoleh keuntungan dan keduanya menjadi saling tergantung (Odum, 1996).
Data yang kedua yaitu spsies yang ada dipermukaan tanah terlihat
menunjukkan tipe asosiasi yang negatif dimana didapatkan varian rasio yaitu 0,03
yang berarti angka ini kurang dari 1 sehingga bernilai negatif. Seperti yang
terlihat pada table 1.2 dimana terdapat 36 kombinasi asosiasi antar spesies akan
tetapi tipe asosiasi tipe asosiasi yang mendominasi dari kombinasi ini adalah tipe
asosiasi negatif. Seperti yang terlihat pada tabel 1.3 dimana terdapat 36 kombinasi
asosiasi antar spesies akan hanya ada 5 kombinasi menunjukkan tipe asosiasi
positif dan yang lainnya menunjukkan tipe asosiasi yang negatif.
Tidak adanya asosiasi antara kedua spesies menunjukkan bahwa kedua
spesies ini bebas satu sama lain (independent). Tidak seperti teori yang
menjelaskan bahwa organisme dalam suatu komunitas adalah bersifat saling
bergantungan/interdependent, sehingga mereka tidak terikat sekedar berdasarkan
kesempatan saja, dan gangguan satu organisme akan mempunyai konsekuensi
terhadap keseluruhan organisme (Hardjosuwarno, 1990), namun hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa tidak adanya saling ketergantungan.
Menurut Gause (1934) mengatakan bahwa apabila dua organisme tumbuh
bersama, akhirnya ada yang menang dan ada yang kalah. Yang menang akan
mendominasi, sedangkan yang kalah akan punah.
Menurut Hardjosuwarno (1990) alasan lebih lanjut tentang adanya bentuk
asosiasi harus ditentukan dengan pengamatan ekologis dengan eksperimentasi;
dan perlakuan statistik tersebut hanya sekedar merupakan langkah pertama dan
tidak atau belum memberi bukti tentang adanya interaksi biologi.
Tidak adanya asosiasi mungkin disebabkan kedua spesies tersebut
memiliki perbedaan daur hidup dan peranan ekologis yang berbeda, sebab
organisme yang terdapat hubungan kompetisi memiliki peranan ekologis yang
tumpang tindih. Sebab lain tidak adanya asosiasi, mungkin juga disebabkan
karena faktor lingkungan seperti pH tanah, kandungan hara pada tanah dan suhu
maksimum-minimum pada lingkungan tersebut yang akan menyeleleksi spesies-
spesies apa saja yang dapat tumbuh dengan subur ditempat tersebut. Tidak adanya
asosiasi juga bisa disebabkan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan
dan reproduksi kedua spesies sehingga kedua spesies dapat tumbuh dan
berkembang bersama-sama tanpa adanya kompetisi sehingga apabila satu spesies
tidak ada, tidak mempengaruhi spesies yang lainnya.
Interaksi yang bersifat persaingan sering melibatkan ruang, pakar atau
hara, bahan-bahan buangan atau sisa, susceptibilitas terhadap pemangsa, penyakit
dsb, dan banyak lagi tipe interaksi timbal balik atau bersama. Persaingan antar
jenis dapat berakibat dalam penyesuaian keseimbangan dua jenis atau dapat
berakibat dalam penggantian populasi jenis satu dengan yang lainnya atau
memaksa yang satunya untuk menempati tempat lain atau menggunakan hara lain
(Odum, 1996).
Persaingan dalam arti luas ditujukan pada interaksi dua organisme yang
memperebutkan sesuatu yang sama. Persaingan antar jenis adalah sesuatu
interaksi antara dua atau lebih populasi jenis yang mempengaruhi
pertumbuhannya dan hidupnya secara merugikan. Kecenderungan untuk
persaingan menimbulkan pemisahan secara ekologi jenis yang berdekatan atau
yang serupa itu dikenal sebagai asas pengecualian kompetitif (Odum, 1996).
Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu
daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan
abiotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor
fisika dan kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan
tekstur tanah. Faktor kimia antara lain ialah salinitas, pH, kadar organik tanah, dan
unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur
komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat (Suin, 1989). Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakuakan pada area pinggir pantai memiliki pH berkisar
6-7,4 dan kelembapan berkisar 10-80%, suhu berkisar 32-37 dan kemiriman
berisar 2% 1o. Suhu merupakan faktor pembatas bagi makhluk hidup, karena
berpengaruh terhadap reaksi-reaksi enzimatis tubuhnya dan merupakan salah satu
faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme
tanah. Selain suhu, merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik
flora maupun fauna tanah. pH tanah dapat menjadikan organisme mengalami
kehidupan yang tidak sempurna atau bahkan akan mati pada kondisi pH yang
terlalu asam atau terlalu basa.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
spesies yang ada pada permukaan tanah memiliki tipe asosiasi positif dimana
nilai varian rasio yang didapatkan lebih dari 1 yaitu 1,685 berkaitan dengan
data ini menunjukkan bahwa kedua populasi memperoleh keuntungan dan
keduanya menjadi saling tergantung. Kemudian pada data spesies didalam
tanh dan diudara menunjukkan tipe asosiasi negative dimana varian rasio yang
didapatkan kurang dari 1 yatu 0,03 dan 0,8 sehingga menunjukkan bahwa
kedua spesies ini bebas satu sama lain (independent)
B. Saran
Diharapkan praktikum selanjutnya agar dilakukan pada daerah yang
memiliki hean tanah yang lebih beragam serta kerja sama tim harus
dikedepankan dalam pengambilan sampel maupun pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil.A, Mitchell, Ritche. 2004. Biologi Jilid 4. Erlangga: Jakarta.

Fried, George dan Hademenos, George. 2005. Schaum’s Outlines Biologi Edisi
Kedua. Erlangga: Jakarta.
Frijona F. Lokollo, Petrus A. Wenno, Dan Elfriena F. Kaihatu.2012. Asosiasi
Antar Spesies; Suatu Pendekatan Untuk Mengetahui Pola Penyebaran
Lamun. Jurnal Balik Diwa. Volume 3 Nomor 2
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Iowa: University Press
Inrianto. 2006. Analisis Struktur dan Komposisi Vegetasi Untuk Pengelolaan
Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat,
Provinsi Maluku. Jurnal Penelitian. Vol 2 (1).
Islamiyah, Madaniatul, dkk. 2009 Distribusi dan Komposisi Nyamuk di Wilayah
Mojokerto. Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universits Brawijaya,
Malang.
Kurniawan, A., N.K.E, Undaharta dan I.M.R. Pendit. 2008. Asosiasi Jenisjenis
Pohon Dominan di Hutan Dataran Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung,
Sulawesi Utara. Jurnal Biodiversitas. 9(3):199-203
Lakitan, B. 1994. Ekologi. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Manurung, dan Petrus MSK. 2009. Kajian Ekologi Hewan Tanah pada
Ketinggian yang Berbeda di Rutan Aeknauli-Parapat-Sumatera Utara.
Jurnal Sains Indonesia. Volume 33(2): 81 – 85. Jurusan Biologi, FMlPA,
Universitas Negeri Medan: Medan.
Michael, P. E. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. Universitas Indonesia: Jakarta.
Odum, Eugene. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah Mada :
Yogyakarta.
Resosoedarma, R.S. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung: CV Remaja Karya.
Suin, N.M., 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bandung : ITB Press.
Wolf, L. 1992. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Zoer´aini D.I. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta : PT Bumi


Aksara.

You might also like