Laporan Lengkap Praktikum Lapang Ekologi Hewan
Laporan Lengkap Praktikum Lapang Ekologi Hewan
Laporan Lengkap Praktikum Lapang Ekologi Hewan
EKOLOGI HEWAN
Disusun Oleh:
Nama : Syamsuddin B
NIM : 1514141004
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Syamsuddin B
NIM : 1514141004
telah diperiksa dan dikoreksi oleh dosen mata kuliah ekologi tumbuhan dan
dinyatakan diterima.
A. Latar Belakang
Berdasarkan pada proses Alam yang berlangsung Manusia, seperti halnya
makhluk-makhluk hidup lainnya selalu berinteraksi dengan lingkungannya,
demikian juga interaksi yang terjadi antar setiap organisme dengan lingkungannya
merupakan proses yang tidak sederhana melainkan suatu proses yang kompleks.
Karena didalam lingkungan hidup terdapat banyak komponen yang disebut
komponen lingkungan (Soemarwoto, 1983). Berdasarkan konsep dasar
pengetahuan ekologi, komponen lingkunganyang dimaksud tersebut juga
dinamakan komponen ekologi karena setiap komponen lingkungan tidak berdiri
sendiri, melainkan selalu berhubungan dan saling memengaruhi baik secara
langsung maupun tidak langsung (Odum, 1993) .
Makhluk hidup dalam mempertahankan hidupnya memerlukan komponen
lain yang terdapat dilingkungannya. Misalnya udara dan air yang sangat mereka
perlukan untuk bernafas dan minum dan kebutuhan lainnya. Seperti oksigen yang
dihirup oleh hewan dari udara untuk pernafasan, sebagian beasr berasal dari
tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis. Sebaliknya, karbondioksida yang
dihasilkan dari pernapasan oleh hewan digunakan oleh tumbuhan untuk proses
fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan selain memanfaatkan
karbondioksida, juga memerlukan bahan-bahan lainnya yang diperlukan oleh
tumbuhan untuk proses tumbuh dan berkembang. Seperti energi dari radiasi
matahari, air dan zat-zat hara.
Suatu komunitas yang terbentuk atas banyak spesies, sebagian diantaranya
akan dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran anggota spesies lain dari
komunitas tersebut. Seringkali dua atau lebih spesies berinteraksi. Interaksi
tersebut bisa positif (menguntungkan kedua pihak) atau negatif (merugikan bagi
salah satu). Untuk itulah pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kedekatan(asosiasi) antar Spesies 1 dan Spesies 2 dengan pengukuran. Dengan
pengukuran ini akan diketahui batas hubungan interspesifik antara Spesies 1
dengan Spesies 2.
Komunitas makhluk hidup di alam sangat beragam, salah satu komunitas
yang perlu untuk diketahui adalah kmunitas hewan. Habitat hewan yang kadang
menjadi tempat penelitian adalah daerah pegunungan maupun daerah pesisir
pantai. Berbicara mengenai daerah pesisir hewan yang terpikirkan adalah hewan-
hewan air dan hewan yang habitatnya peralihan air dan daratan. Adanya
perbedaan ketinggian, kelembaban, dan berbagai hal lainnya menyebabkan
adanya perbedaan keanekaragaman hayati yang terdapat didalamnya.
Habitat suatu makhluk hidup sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang berpengaruh dan spesies apa saja serta berapa
jumlahnya dalam suatu kawasan tertentu, maka pengaruh antar satu spesies
dengan spesies yang lainnya tentu saja memerlukan banyak observasi dan
pengujian, khususnya penelitian lapangan. Dengan hal tersebut maka perlu
dilakukan analisis mengenai asosiasi atau hubungan setiap individu yang
memungkinkan kita dapat mengetahui keberadaaan populasi individu pada lokasi
tersebut serta pola penyebarannya. Oleh karena hal tersebut diatas, dilakukanlah
praktikum Lapangan Ekologi Hewan di Desa Ara, Kabupaten Bulukumba
Sulawesi Selatan.
B. Tujuan Praktikum
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun tujuan dari praktikum ini
yaitu untuk mengetahui asosiasi anter spesies di Kawasan Hutan Desa Ara,
Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.
C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu dapat mengetahui asosiasi
anter spesies dan pola penyebarannya di Kawasan Hutan Desa Ara, Kecamatan
Bontobahari, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 2
3 4
A. Hasil Praktikum
Table. 1.1 asosiasi komunitas
Komunitas Tipe Asosiasi VR
(Varian Rasio)
Hewan dipermukaan tanah + 1.685
Hewan dibawah tanah - 0,03
Hewan diudara - 0.80
Keterangan
1. SM= semut merah
2. SH= semut hitam
3. KT= ketti-ketti
4. C= cacing
5. J=jangkrik
6. K=kumbang
7. L=lipan
8. R=rayap
9. KS=kaki seribu
Table. 1.4 asosiasi antara spesies yang berada diudara
Species Association Chi-square Yates’s Assosiation Indices
pair type Value Bias Chi-Square Ochiai Dice Jaccard
La - Ku + 8.4 - - 0.5 0.5 9
La - T - 1.1 - - 0.11 0.12 12
La – Cp - 0.1 - - 0.12 0.11 16
La - N - 0 - - 0.12 0.12 15
La – B - 0.6 * 0.59 0 0 -
La – S + 4.1 * 4.12 0.25 0.36 8
La – Lb - 1.1 * 1.11 0 0 -
La – Kp - 0 - - 0.25 0.17 20
Ku – T + 10 - - 0.5 0.53 8
Ku – Cp - 0.4 - - 0.25 0.23 14
Ku – N - 2.1 - - 0.62 0.4 16
Ku – B - 1.1 * 1.10 0.75 0.21 44
Ku – S - 2.3 * 2 0.25 0.30 10
Ku – Lb - 1.29 * 1.29 0 0 -
Ku - Kp - 0.34 - - 0.25 0.16 22
T – Cp - 3.22 - - 0.50 0.4 13
T–N - 0.54 - - 0.12 0.10 18
T–B - 0.92 * 0.81 0 0 -
T–S + 14.92 * 14.02 0.25 0.57 4
T – Lb - 0.0005 * 2.94 0.12 0.14 13
T – Kp - 0.81 - - 0.50 0.30 19
Cp – N - 3.52 - - 0 0 -
Cp – B - 0.008 - - 0.12 0.13 14
Cp – S - 0.20 - - 0.12 0.11 17
Cp - Lb - 1.92 - - 0 0 -
Cp – Kp - 0.46 - - 0.37 0.20 24
N–B - 0.28 - - 0.12 0.11 17
N–S - 1.04 - - 0.25 0.25 13
N – Lb - 0.04 - - 0.12 0.12 15
N – Kp - 0.28 - - 0.37 0.21 23
B–S - 0.75 * 0.66 0 0 -
B – Lb - 0.92 * 0.81 0 0 -
B – Kp - 0.05 - - 0.37 0.25 19
S – Lb - 0.75 * 0.68 0 0 -
S – Kp + 5.23 - - 0.50 0.36 15
Lb - Kp - 3.51 - - 0.37 0.25 19
Keterangan :
Lb = Laba-laba Ku = kumbang
SH = Semut Hitam Li = lipan
SM = Semut Merah Kp = kupu-kupu
KS = kaki seribu S = serangga
Ke = Ketti-ketti B = belalang
Ca = Cacing N = nyamuk
Cp = capung T = tawon
J = jangkrik La = lalat
R = rayap
B. Pembahasan
Praktikum lapang yang dilakukan di Kawasan Hutan Desa Ara,
Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan dengan tujuan
mengetahui indeks nilai penting, keanekaragaman dan kemerataan spesies hewan-
hewan tanah diperoleh hasil sebagaimana pada hasil pengamatan diatas. Dalam
hasil pengamatan tersebut, diperlihatkan nilai densitas, frekuensi, densitas mutlak,
frekuensi mutlak, densitas relatif, densitas mutlak, Indeks Nilai Penting, dan
Keanekaragaman Spesies pada area pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan
dengan metode plot. Plot dibuat dengan ukuran 5x5 m dimana dalam plot tersebut
dibuat 5 lubang masing-masing kedalaman 5 cm. Serta pengambilan serasah dan
hewan pada tumbuhan jika ada. Setelah data terkumpul maka akan ditentukan
asosiasi antat spesies, baik spesies yang diambil dari sampel bawah tanah, spesies
di permukaan tanah dan spesies di udara. Perhitungan yang dilakukan
menggunakan berbagai rumus diantaranya varian rasio, ochial index, dice index,
jaccard index, Chi-Square, dan juga yets correction.
Menurut Naugton (1983) bahwa Interaksi antarkomponen ekologi dapat
merupakan interaksi antarorganisme, antarpopulasi, dan antarkomunitas. Semua
makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu
akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik
individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Interaksi antar organisme
dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi
antarorganisme adalah predasi, parasitisme, komensalisme, dan mutialisme.
Data yang pertama yaitu spesies yang ada didalam tanah terlihat
menunjukkan tipe asosiasi yang positif dimana didapatkan varian rasio yaitu
1.685 yang berarti angka ini lebih dari 1 sehingga bernilai positif. Seperti yang
terlihat pada table 1.1 dimana terdapat 6 kombinasi asosiasi antar spesies akan
tetapi tipe asosiasi Antara laba-laba dan semut hitam serta semut hitam dan kaki
seribu menunjukkan tipe asosiasi positif dan keempat koombinasi yang lain
menunjukkan tipe asosiasi yang negatif.
Asosiasi antar dua populasi jenis berakibat atau menghasilkan pengaruh-
pengaruh positif tersebar sangat luas dan barangkali sepenting persaingan,
parasitisme dan sebagainya, di dalam menentukan sifat populasi dan komunitas.
Interaksi positif dapat ditinjau dalam seri-seri evaluasuioner adalah komensalisme
yaitu satu populasi memperoleh keuntungan dan mutualisme yaitu kedua populasi
memperoleh keuntungan dan keduanya menjadi saling tergantung (Odum, 1996).
Data yang kedua yaitu spsies yang ada dipermukaan tanah terlihat
menunjukkan tipe asosiasi yang negatif dimana didapatkan varian rasio yaitu 0,03
yang berarti angka ini kurang dari 1 sehingga bernilai negatif. Seperti yang
terlihat pada table 1.2 dimana terdapat 36 kombinasi asosiasi antar spesies akan
tetapi tipe asosiasi tipe asosiasi yang mendominasi dari kombinasi ini adalah tipe
asosiasi negatif. Seperti yang terlihat pada tabel 1.3 dimana terdapat 36 kombinasi
asosiasi antar spesies akan hanya ada 5 kombinasi menunjukkan tipe asosiasi
positif dan yang lainnya menunjukkan tipe asosiasi yang negatif.
Tidak adanya asosiasi antara kedua spesies menunjukkan bahwa kedua
spesies ini bebas satu sama lain (independent). Tidak seperti teori yang
menjelaskan bahwa organisme dalam suatu komunitas adalah bersifat saling
bergantungan/interdependent, sehingga mereka tidak terikat sekedar berdasarkan
kesempatan saja, dan gangguan satu organisme akan mempunyai konsekuensi
terhadap keseluruhan organisme (Hardjosuwarno, 1990), namun hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa tidak adanya saling ketergantungan.
Menurut Gause (1934) mengatakan bahwa apabila dua organisme tumbuh
bersama, akhirnya ada yang menang dan ada yang kalah. Yang menang akan
mendominasi, sedangkan yang kalah akan punah.
Menurut Hardjosuwarno (1990) alasan lebih lanjut tentang adanya bentuk
asosiasi harus ditentukan dengan pengamatan ekologis dengan eksperimentasi;
dan perlakuan statistik tersebut hanya sekedar merupakan langkah pertama dan
tidak atau belum memberi bukti tentang adanya interaksi biologi.
Tidak adanya asosiasi mungkin disebabkan kedua spesies tersebut
memiliki perbedaan daur hidup dan peranan ekologis yang berbeda, sebab
organisme yang terdapat hubungan kompetisi memiliki peranan ekologis yang
tumpang tindih. Sebab lain tidak adanya asosiasi, mungkin juga disebabkan
karena faktor lingkungan seperti pH tanah, kandungan hara pada tanah dan suhu
maksimum-minimum pada lingkungan tersebut yang akan menyeleleksi spesies-
spesies apa saja yang dapat tumbuh dengan subur ditempat tersebut. Tidak adanya
asosiasi juga bisa disebabkan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan
dan reproduksi kedua spesies sehingga kedua spesies dapat tumbuh dan
berkembang bersama-sama tanpa adanya kompetisi sehingga apabila satu spesies
tidak ada, tidak mempengaruhi spesies yang lainnya.
Interaksi yang bersifat persaingan sering melibatkan ruang, pakar atau
hara, bahan-bahan buangan atau sisa, susceptibilitas terhadap pemangsa, penyakit
dsb, dan banyak lagi tipe interaksi timbal balik atau bersama. Persaingan antar
jenis dapat berakibat dalam penyesuaian keseimbangan dua jenis atau dapat
berakibat dalam penggantian populasi jenis satu dengan yang lainnya atau
memaksa yang satunya untuk menempati tempat lain atau menggunakan hara lain
(Odum, 1996).
Persaingan dalam arti luas ditujukan pada interaksi dua organisme yang
memperebutkan sesuatu yang sama. Persaingan antar jenis adalah sesuatu
interaksi antara dua atau lebih populasi jenis yang mempengaruhi
pertumbuhannya dan hidupnya secara merugikan. Kecenderungan untuk
persaingan menimbulkan pemisahan secara ekologi jenis yang berdekatan atau
yang serupa itu dikenal sebagai asas pengecualian kompetitif (Odum, 1996).
Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu
daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan
abiotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor
fisika dan kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan
tekstur tanah. Faktor kimia antara lain ialah salinitas, pH, kadar organik tanah, dan
unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur
komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat (Suin, 1989). Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakuakan pada area pinggir pantai memiliki pH berkisar
6-7,4 dan kelembapan berkisar 10-80%, suhu berkisar 32-37 dan kemiriman
berisar 2% 1o. Suhu merupakan faktor pembatas bagi makhluk hidup, karena
berpengaruh terhadap reaksi-reaksi enzimatis tubuhnya dan merupakan salah satu
faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme
tanah. Selain suhu, merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik
flora maupun fauna tanah. pH tanah dapat menjadikan organisme mengalami
kehidupan yang tidak sempurna atau bahkan akan mati pada kondisi pH yang
terlalu asam atau terlalu basa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
spesies yang ada pada permukaan tanah memiliki tipe asosiasi positif dimana
nilai varian rasio yang didapatkan lebih dari 1 yaitu 1,685 berkaitan dengan
data ini menunjukkan bahwa kedua populasi memperoleh keuntungan dan
keduanya menjadi saling tergantung. Kemudian pada data spesies didalam
tanh dan diudara menunjukkan tipe asosiasi negative dimana varian rasio yang
didapatkan kurang dari 1 yatu 0,03 dan 0,8 sehingga menunjukkan bahwa
kedua spesies ini bebas satu sama lain (independent)
B. Saran
Diharapkan praktikum selanjutnya agar dilakukan pada daerah yang
memiliki hean tanah yang lebih beragam serta kerja sama tim harus
dikedepankan dalam pengambilan sampel maupun pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA
Fried, George dan Hademenos, George. 2005. Schaum’s Outlines Biologi Edisi
Kedua. Erlangga: Jakarta.
Frijona F. Lokollo, Petrus A. Wenno, Dan Elfriena F. Kaihatu.2012. Asosiasi
Antar Spesies; Suatu Pendekatan Untuk Mengetahui Pola Penyebaran
Lamun. Jurnal Balik Diwa. Volume 3 Nomor 2
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Iowa: University Press
Inrianto. 2006. Analisis Struktur dan Komposisi Vegetasi Untuk Pengelolaan
Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat,
Provinsi Maluku. Jurnal Penelitian. Vol 2 (1).
Islamiyah, Madaniatul, dkk. 2009 Distribusi dan Komposisi Nyamuk di Wilayah
Mojokerto. Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universits Brawijaya,
Malang.
Kurniawan, A., N.K.E, Undaharta dan I.M.R. Pendit. 2008. Asosiasi Jenisjenis
Pohon Dominan di Hutan Dataran Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung,
Sulawesi Utara. Jurnal Biodiversitas. 9(3):199-203
Lakitan, B. 1994. Ekologi. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Manurung, dan Petrus MSK. 2009. Kajian Ekologi Hewan Tanah pada
Ketinggian yang Berbeda di Rutan Aeknauli-Parapat-Sumatera Utara.
Jurnal Sains Indonesia. Volume 33(2): 81 – 85. Jurusan Biologi, FMlPA,
Universitas Negeri Medan: Medan.
Michael, P. E. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. Universitas Indonesia: Jakarta.
Odum, Eugene. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah Mada :
Yogyakarta.
Resosoedarma, R.S. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung: CV Remaja Karya.
Suin, N.M., 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bandung : ITB Press.
Wolf, L. 1992. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.