Refleksi Kasus LEPRA

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

LAPORAN REFLEKSI KASUS Agustus 2017

KUSTA MULTIBASILER
(MORBUS HANSEN MULTIBASILER)

DISUSUN OLEH:

NAMA : Firyal Amyrah Delicia, S.Ked

STAMBUK : N 111 17 037

PEMBIMBING : dr. I Njoman Widadjandja, M.Kes

PEMBIMBING LAPANGAN : dr. Benny Siyulan, M.Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita – cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pembangunan kesehatan, dalam hal ini Program Nasional Pengendalian Kusta terus
melakukan berbagai upaya untuk kesinambungan kegiatan pengendalian kusta dalam
menurunkan beban penyakit kusta di Indonesia.1
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh
bakteri kusta (Mycobacterium leprae) yang hingga saat ini masih dapat ditemukan di
Indonesia. Penyakit kusta merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kecactan apabila
tidak ditemukan secara dini dan tidak ditangani secara cepat. Kecacatan ang ditimbulakn
tentunya dapat merugikan penderita dan keluarganya, bahkan masyarakat dan negara.1
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara berkembang sebagai akibat
keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam
bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.2
Pada tahun 2013, angka kasus kusta baru di Indonesia sebanyak 16.856 orang. Angka
penemuan kasus baru tersebut menjadikan Indonesia berada di peringkat ke – 3 di dunia
setelah India dan Brazil, 10,05% kasus cacat tk 2, dan 11,88% kasus anak. Tingginya
proporsi kasus MB, cacat tk 2 dan anak di Indonesia menunjukkan masih berlangsungnya
penularan dan masih tingginya angka keterlambatan dalam penemuan kasus baru.1
Provinsi Sulawesi Tengah telah melaksanakan program pengendalian penyakit Kusta
sejak tahun 1979 dengna intensifikasi program pada tahun 1981. Pengendalian penyakit kusta
di Sulawesi Tengah telah banyak mengalami kemajuan yaitu sejak tahun 2001 prevalensi
kusta telah berkisar 1 – 2 / 10.000 penduduk, dan angka kesakitan 3 tahun dari 2012 sampai
dengan 2014 berangsur – angsur turun. Namun pada proporsi kecacatan tkt.II proporsi kasus
anak <14 tahun, kota Palu berada pada peringkat ke tiga dengan 7,69%, dengan peringkat
pertama pada Kabupaten Sigi, dan disusul oleh Kabupaten Poso. 2
Dengan kemajuan teknologi dibidang promotif, pencegahan, pengobatan, serta
pemulihan, kesehatan dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan
seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Akan tetapi mengingat
kompleksnya masalah penyakit kusta, maka diperlukan program pengendalian secara terpadu
dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai dengan endemisitas kusta. Selain itu juga harus
diperhatikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial ekonomi untuk meningkatkan kualitas
hidup orang yang mengalami kusta. 2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas pasien


Nama Pasien : An. R
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Alamat : Jl. Bahasa No 7 Panti Asuhan Darut Taqwa, Palu
Tanggal Homevisit : 8 Agustus 2017
2.2. Anamnesis
Keluhan utama:
Munculnya bercak-bercak berwarna putih pada daerah dada, perut, ekstremitas atas dan
bawah, dan munculnya bercak kemerahan pada bagian lobulus auricularis dextra et sinistra.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan dialami sejak 5 bulan yang terakhir. Keluhan ini awalnya muncul diwajah
berupa bercak berwarna putih sejak 3 Maret 2017. Dan menyebar ke seluruh bagian tubuh.
Bercak tidak gatal, permukaan bercak halus mengkilap, serta batas kurang tegas. Keluhan
kesemutan dan nyeri pada anggota gerak (-), luka yang sulit sembuh (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien sudah pernah merasakan keluhan tersebut, dan sudah melakukan pengobatan, namun
tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Adik pasien mempunyai keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat orangtua tidak diketahui.
Riwayat pengobatn:
Pasien belum pernah melakukan pengobatan sebelumnya.
Riwayat imunisasi tidak di ketahui.
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
- Pasien tinggal di panti asuhan , bersama adiknya dan teman-teman lainya. Bersama
pengasuh panti. Pasien tidur di 1 kamar yang menampung 2 orang anak saja, yaitu pasien
dan adik pasien yang mengalami keluhan serupa. Dengan ukuran kamar 3mx3m.
- Sumber air yang dipakai untuk sehari-hari adalah air yang di tampung dalam suatu sumur.
- Untuk keperluan BAB hanya tersedia WC yang menyatu dengan kamar mandi dan berada
di samping tempat cuci piring dekat dapur.
- Ventilasi udara kamar pasien sangat kurang dan cenderung tertutup, lantai rumah disemen
halus dan tidak dilapisi alas lantai, dinding rumah disemen halus dan tidak ada plafon
sehingga terkesan terbuka.
2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Frek. Nadi : 92 x/menit
Frek. Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Berat badan : 30 kg
Tinggi badan : 125 cm
Status gizi : Gizi baik (IMT 19,2)
Status Generalis
Kepala Leher:
Kepala : Normocephal.
Rambut : Hitam
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Telinga : Pembengkakan dan peradangan pada lobulus auricularis
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Wajah : tampak bercak keputihan dengan batas tidak tegas
Paru:
Inspeksi:
- Bentuk dan ukuran dada kiri dan kanan simetris
- Tampak bercak putih di daerah dada dengan bats tidak tegas
Palpasi:
- Nyeri tekan (-)
- Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Perkusi:
- Paru sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi:
- Pulmo: vesikuler (+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi: bentuk simetris, permukaan datar, distensi (-), tampak bercak putih pada area perut
dengan batas tidak tegas
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi: bunyi timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi: nyeri tekan (-)
2.4. Pemeriksaan Saraf Tepi
a. Perabaan (palpasi) saraf tepi
Penebalan/pembesaran di nervus ulnaris kanan dan kiri (+),nervus peroneus communis (-),
dan nervus tibialis posterior (-).
b. Pemeriksaan sensorik
- Nervus auricularis magnus: dalam batas normal
- Nervus ulnaris, medianus, dan radialis : dalam batas normal
- Nervus tibialis posterior: dalam batas normal
c. Pemeriksaan motorik
- Nervus fasialis: dalam batas normal, lagopthalmus (-/-)
- Nervus ulnaris: kekuatan otot jari kelingking kanan dan kiri tergolong kuat
- Nervus medianus: kekuatan otot ibu jari kanan dan kiri tergolong kuat.
- Nervus radialis: kekuatan pergelangan tangan kanan dan kiri tergolong kuat.
- Nervus peroneus communis: kekuatan otot kaki kanan dan kiri tergolong kuat
2.5. Status Dermatologis
Ujud Kelainan Kulit : makula hipopigmentasi ukuran numular, dan plakat disertai
eritema
Lokalisasi: Kepala, ekstremitas atas, dan lobulus auricula dextra et sinistra
1. Kepala: Makula hipopigmentasi ukuran numuler dan plakat, bentuk tidak teratur,
konfluens
2. Leher: Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
3. Dada : Makula hipopigmentasi ukuran numuler dan plakat, bentuk tidak teratur,
konfluens
4. Punggung : Makula hipopigmentasi ukuran numuler dan plakat, bentuk tidak teratur,
konfluens
5. Bokong : Tidak terdapat ujud kelain kulit (UKK)
6. Abdomen : Makula hipopigmentasi ukuran numuler dan plakat, bentuk tidak teratur,
konfluens
7. Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
8. Ekstremitas Atas : Makula hipopigmentasi ukuran numuler dan plakat bentuk tidak
teratur, konfluens
9. Ekstremitas Bawah: Makula hipopigmentasi ukuran numuler dan plakat bentuk tidak
teratur, konfluens
2.6. Anjuran Pemeriksaan
1. Pemeriksaan BTA
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Pemeriksaan serologi
2.7. Diagnosis Kerja
Morbus Hansen Multibasiler
2.8. Diagnosis Banding
1. Pitiriasis versikolor
2. Vitiligo
3. Pitiriasis alba
2.6. Penatalaksanaa
Medikamentosa
- MDT MB untuk anak (umur 10-15 tahun)
Untuk anak 10 – 15 tahun: dosis obat yang diminum per bulan:
Rifampisisn 450 mg
Dapsone 50 mg
Clofazimin (Lampren) 50 mg diselang 1 hari
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
- 2 kapsul rifampisin 150mg dan 300mg
- 1 tablet lampren 50mg
- 1 tablet dapson 50mg

Pengobatan harian : hari ke 2-28


- 1 tablet lampren 50 mg selang sehari
- 1 tablet dapson 50 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama 12-18 bulan.
Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister.
Non Medikamentosa
Edukasi:
- Penyakit yang diderita adalah penyakit kusta yang menular dan bisa menyerang siapa saja.
- Menjelaskan kepada pengasuh dan pasien tentang gejala-gejala pada penyakit kusta dan
cara penularannya
- Menjelaskan cara perawatan diri di rumah untuk mencegah cacat
- Menjelaskan jenis obat, cara minum, dan menyimpan obat.
- Menjelaskan efek samping dari obat - obat yang diminum
- Menjelaskan kepada pasien agar tekun minum obat serta rutin memeriksakan dirinya
sampai dinyatakan sembuh untuk evaluasi perkembangan penyakit kusta di Puskesmas
meskipun pasien sudah merasa sehat sebelum dinayatakan sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk memantau perubahan gejala, jika bertambah berat harus
segera diperiksa kembali.
- Jagalah kebersihan rumah dan pencahayaan di dalamnya, buka jendela setiap hari pagi dan
siang hari.
- Menganjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk tidak saling bertukar memakai
pakaian atau handuk di rumah.
- Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup dan mengkonsumsi sayur-sayuran serta
buah-buahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
2.7. Prognosis
Dubia ad bonam
2.8. Anjuran
Skrining terhadap seluruh anggota keluarga panti asuhan yang tinggal serumah dengan
pasien.
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 11 tahun yang mengeluhkan munculnya bercak-
bercak berwarna putih di wajah, dada, perut dan lengan yang dialami sejak 5 bulan yang lalu.
Keluhan sekarang ini, pasien tidak merasakan demam dan badan lemas. Keluhan ini awalnya
muncul diwajah berupa bercak berwarna putih sejak tanggal 3 Maret 2017. Dan bertambah
banyak di bagian badan dan tangan. Bercak tidak gatal dan tidak mati rasa, permukaan bercak
halus mengkilap, serta batas kurang tegas. Pasien sebelumnya belum pernah melakukan
pengobatan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan makula hipopigmentasi ukuran numuler dan
plakat, bentuk tidak teratur, konfluens di wajah, dada, perut dan lengan, pembesaran nervus
ulnaris bilateral, serta terdapat tanda – tanda peradangan pada lobulus auricularis bilateral.
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau tanda
cardinal (Cardinal sign) yaitu:
1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa. Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak putih
(hipopigmentasi) atau kemerahan (eritema) yang mati rasa (anestesi).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf
ini merupakan akibat dari peradangan saraf tepi (neuritis perifer) kronis. Gangguan
fungsi saraf bisa berupa:
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan (paresis) atau kelumpuhan (paralisis) otot
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak-retak
3. Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit
Seseorang dinyatakan sebagai penderita Morbus Hansen/kusta/lepra bila terdapat satu
dari tanda-tanda utama di atas. Pada pasien ini memenuhi satu dari tiga tanda utama diatas
sehingga dinyatakan sebagai penderita Morbus Hansen.
Menurut WHO, Morbus Hansen dapat dikalsifikasikan menjadi 2 tipe yaitu sebagai
berikut:
Pada pasien ini telah memenuhi satu dari tiga tanda utama dari Morbus Hansen tipe
multibasiller sehingga diagnosis dari pasien ini adalah Morbus Hansen Multi Basiller.
Berdasarkan hasil penelusuran kasus ini, jika mengacu pada konsep faktor – faktor
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan menurut H.L Bloom, maka dapaat ditelaah
sebagai berikut:
a. Faktor Genetik
Pada kasus ini, yang berperan adalah faktor biologis, dimana, terdapat berbagai
variabel yang dapat mempengaruhi pasien dapat terinfeksi penyakit tersebut, diantaranya:
- Umur
Kusta diketahui terjadi pada semua usia berkisar antara bayi sampai usia lanjut
(3 minggu sampai lebih dari 70 tahun) namun yang terbanyak pada usia muda dan
produktif. Pasien berusia 11 tahun dan tergolong usia muda sehingga sesuai dengan
data epidemiologi.
- Jenis kelamin
Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan laporan, sebagian
besar negara di dunia menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang daripada
perempuan. Rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor
lingkungan dan sosial budaya. Pada kebudayaan tertentu akses perempuan ke layanan
kesehatan sangat terbatas.
- Status gizi
Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta. Hanya sebagian kecil
yang dapat ditulari (5%). Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh
sendiri dan hanya 30% yang menjadi sakit.Hanya sedikit orang yang terkena kusta
setelah kontak dengan pasien kusta, hal ini disebabkan adanya kekebalan tubuh.
Faktor fisiologis seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan
malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
b. Faktro perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita kusta
paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakhibat menjadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.
Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang kusta, pengertian, faktor
resiko, penularan, akibat dan sebagainya. Pengetahuan yang rendah ini mempengaruhi
tindakan yang menjadi kurang tepat. Pasien dan keluarga mengaku jarang membuka
jendela rumah dan tidak segera memeriksakan diri ketika sudah ada gejala sakit yang
mengarah ke kusta.
c. Faktor Lingkungan
- Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk menjaga aliran udara dalam rumah tetap segar dan untuk
membebaskan ruangan dari bakteri-bakteri patogen karena akan selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Ventilasi rumah pasien sangat kurang sehingga pertukaran
aliran udara hanya melalui pintu masuk rumah.
- Suhu
Suhu dalam rumah akan mempengaruhi derajar kesehatan penghuninya. Daerah yang
panas dengan kelembaban tinggi merupakan faktor yang mempermudah penularan
penyakit. Hal ini terbukti karena M. Leprae hidup optimal pada suhu 27-30 C dan
kelembaban tinggi. Kondisi suhu rumah pasien juga sekitar suhu optimal
pertumbuhan M. Leprae sehingga meningkatkan resiko penularan penyakit kusta.
- Kelembaban
Rumah yang memiliki kelembaban yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya, rumah lembab akan menjadi tempat yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri.
- Kepadatan hunian
Kepadatan hunian merupakan keadaan dimana kondisi antara jumlah penghuni
dengan luas seluruh rumahseimbang dengan jumlah penguninya. Apabila luas
rumahtidak seimbang dengan jumlahpenguni atau melebihi akan berdampak negatif
pada kesehatan.
Dilihat dari segi kesehatan kondisi rumah dengan padat penghuni atau tidak sesuai
dengan ketentuan dapat berpengaruh terhadap penularan penyakit terutama penyakit
yang dapat menular lewat udara seperti penyakit kusta.
Berdasarkan Dir. Higiene dan Sanitasi Depkes RI, 1993 maka kepadatan penghuni
dikategorikan menjadi memenuhi standar (9 m² per orang) dan kepadatan tinggi yaitu
lebih 9 m² per orang denganketentuan anak <1 tahun tidak diperhitungkan dan umur
1-10 tahun dihitung setengah.
Suhu di dalam rumah dipengaruhi oleh jumlah penghuni di dalam rumah dan luas
rumah yang ditempati. Ketidakseimbangan antara luas rumah dengan jumlah
penghuniakan menyebabkan suhu di dalam rumah menjadi tinggi dan hal ini yang
dapat mempercepat penularan suatu penyakit.
- Faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadian kusta. Dengan adanya
peningkatan sosial ekonomi maka kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan
hilang. Kasus kusta yang masuk dari negara lain ternyata tidak menularkan kepada
orang yang sosial ekonomi tinggi. Pasien memiliki tingkat sosial ekonomi menengah
kebawah sehingga meningkatkan kejadian kusta. Pendidikan dan pekerjaan juga dapat
memperngaruhi timbulnya penyakit kusta.
d Faktor Pelayanan Kesehatan
Adapun faktor pelayanan kesehatan sangat mendukung terhadap kesehatan
masyarakatnya adalah jarak, petugas, dan program dari pelayanan kesehatan tersebut
untuk menyejahterahkan kesehatan masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah., Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2015. Dinas Kesehatan UPT Survailans, Data dan Infomarsi, Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tengah; 2015.
2. Kemenkes., Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyalahgunaan Lingkungan; 2012.
3. Wolff, K., Lowell, A., Stephen, I., Barbara, A., Amy, S., David, J., Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine Seventh Edition. The McGraw-Hill: New York; 2008.
4. Wolff, K., Richard, A., Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology
Sixth Edition. The McGraw-Hill: New York; 2009.
LAMPIRAN

FOTO PASIEN
FOTO RUMAH / PANTI ASUHAN

You might also like