Makalah Sad Darsana (Yoga)

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

KATA PENGANTAR

Om Suastiastu,

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta
warenugrahanya, makalah yang berjudul “Yoga Darśana “ ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa isi makalah ini masih banyak kekuraangan, untuk itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Semoga makalah yang saya buat ini dapat bermamfaat dan berguna untuk para pembaca.

Om Santih, santih, santih Om.

Seririt,22 Januari 2017

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar………………………………………………………………………….1

Daftar Isi………………………………………………………………………………….2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………….3

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………3

1.3 Tujuan………………………………………………………………………………4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pendiri dan sumber ajaran Yoga Darsana…………….……………………………..5


2.2 Pokok-Pokok Ajaran serta pelaksanaan Yoga Darsana dalam melepaskan keletihan badan dan pikiran
dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya
………………….…………………………………………………………………….6,7
2.3 Penjelasan Rāja Yoga atau Aṣṭāṅga-Yoga……….…………………………………..8,9
2.4 Lima Tingkatan Mental Menurut Aliran Filsafat Patañjali………….………………..10
2.5 Lima Kleśa dan Pelepasannya…………………………………………..……………11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpul………………….………………………………………………………….12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..13

2
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.

Sad Darsana berasal dari akar kata “drs” yang bermakna “melihat”, menjadi kata darsana yang berarti
“penglihatan” atau pandangan. Dalam ajaran filsafat Hindu, Darsana berarti pandangan tentang
kebenaran. Sad Darsana berarti enam pandangan tentang kebenaran yang mana merupakan dasar dari
filsafat Hindu.

Sad Darsana merupakan bagian penulisan Hindu yang memerlukan kecerdasan yang tajam, penalaran
serta perasaan, karena masalah pokok yang dibahasnya merupakan intisari pemahaman Weda secara
menyeluruh dibidang filsafat, (Maswinara, 1990). Filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan
merupakan satu bagian integral dari agama.

Yoga Darsana merupakan salah satu pandangan dari Sad Darsana. Seperti ajaran Darsana lainnya, Yoga
Darsana juga membahas tentang hakekat Brahman, Atman, dan Alam Material dan Moksa. Namun, setiap
pandangan memiliki etika serta pokok-pokok ajaran dengan penekanan yang berbeda-beda. Dari
penjelasan di atas, maka muncul pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan sebagai berikut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pelaksanaan Yoga Darsana tdalam melepaskan keletihan badan dan pikiran dan
melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya?

2. Bagaimanakah pokok-pokok ajaran dalam Yoga Darsana?

3
1.3 Tujuan

1. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pelaksanaan Yoga Darsana dalam melepaskan
keletihan badan dan pikiran dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya.

2. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok ajaran dalam Yoga Darsana.

4
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pendiri dan Sumber Ajarannya.

Kata Yoga berasal dari akar kata ‘yuj’ yang artinya menghubungkan. Yoga merupakan
pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi. Hiraṇyagarbha
adalah pendiri dari sistem Yoga. Yoga yang didirikan oleh Mahāṛṣi Patañjali, merupakan cabang atau
tambahan dari filsafat Sāṁkhya. Ia memiliki daya tarik tersendiri bagi para siswa yang memiliki
temperamen mistis dan perenungan. Ia menyatakan bersifat lebih orthodox dari pada filsafat Sāṁkhya,
yang secara langsung mengakui keberadaan dari Makhluk Tertinggi (Ìśvara). Tuhan menurut Patañjali
merupakan Purūṣa istimewa atau roh khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan kerja, hasil yang
diperoleh dan cara perolehannya. Pada-Nya merupakan batas tertinggi dari benih kemahatahuan, yang
tanpa terkondisikan oleh waktu, merupakan guru bagi para bijak zaman dahulu. Dia bebas selamanya.

Suku kata suci OM merupakan simbol Tuhan. Pengulangan suku kata OM dan bermeditasi pada
OM, haruslah dilaksanakan, yang akan melepaskan segala halangan dan akan membawa kepencapaian
perwujudan Tuhan. Patañjali mendirikan system filsafat ini dengan latar belakang metafisika Sāṁkhya
dan menerima 25 prinsip atau Tattva dari Sāṁkhya, tetapi menekankan pada sisi praktisnya guna realisasi
dari penyatuan mutlak Puruṣa atau Sang Diri. Roh pribadi dalam sistem Yoga memiliki kemerdekaan
yang lebih besar dan dapat mencapai pembebasan dengan bantuan Tuhan. Sistem Yoga menganggap
bahwa konsentrasi, meditasi dan Samādhi akan membawa kepada Kaivalya atau kemerdekaan. Menurut
Patañjali, Tuhan adalah Purūṣa Istimewa atau roh khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan, karma,
hasil yang diperoleh dan cara memperolehnya, pada-Nya merupakan batas tertinggi dari Kemahatahuan,
yang tak terkondisikan oleh waktu, yang selamanya bebas dan merupakan Guru bagi para bijak zaman
dahulu.

“Yoga Sūtra” dari Patañjali muncul sebagai buku acuan yang tertua dari aliran filsafat Yoga, yang
memiliki 4 Bab, yaitu:

1. Bab yang pertama yaitu Samādhi Pāda, memuat penjelasan tentang sifat dan tujuan Samādhi.
2. Bab kedua yaitu Sādhanā Pāda, menjelaskan tentang cara pencapaian tujuan ini.
3. Bab ketiga, yaitu Wibhùti Pāda, memberikan uraian tentang daya-daya supra alami atau Siddhi
yang dapat dicapai melalui pelaksanaan Yoga.
4. Bab keempat yaitu Kaivalya Pāda, menggambarkan sifat dari pembebasan tersebut.

5
2.2 Pokok-Pokok Ajaran serta pelaksanaan Yoga Darsana dalam melepaskan keletihan badan
dan pikiran dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya.

Yoga-nya Mahāṛṣi Patañjali merupakan Aṣṭāṅga-Yoga atau Yoga dengan delapan


anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Haṭha Yoga membahas tentang
cara-cara mengendalikan badan dan mengatur pernapasan yang memuncak dari Rāja Yoga.
Sādhanā yang progresif dalam Haṭha Yoga membawa pada keterampilan Haṭha Yoga. Haṭha
Yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan puncak dari Rāja Yoga. Bila
gerakan pernapasan dihentikan dengan cara Kumbhaka, pikiran menjadi tak tertopang.

Pemurnian badan dan pengendalian pernapasan merupakan tujuan langsung dari Haṭha
Yoga. Śaṭ Karma atau enam kegiatan pemurnian badan antara lain Dhautī (pembersihan
perut), Bastī (bentuk alami pembersihan usus), Netī (pembersihan lubang hidung), Trāṭaka
(penatapan tanpa berkedip terhadap sesuatu objek), Naulī (pengadukan isi perut), dan
Kapālabhātì (pelepasan lendir melalui semacam Prāṇāyāma tertentu). Badan diberikan
kesehatan, kemudaan, kekuatan, dan kemantapan dengan melaksanakan Āsana, bandha dan
mudrā.

Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat, yang memberlakukan pengetatan pada
diet, tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata, dan berpikir. Hal ini harus dilakukan di bawah
pengawasan yang cermat dari seorang Yogīn yang ahli dan memancarkan sinar kepada Jīva.
Yoga merupakan satu usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai
kesempurnaan. Yoga meningkatkan daya konsentrasi, menahan tingkah laku dan
pengembaraan pikiran, dan membantu untuk mencapai keadaan supra Ṣaḍar atau nirvikalpa
samādhi.

Pelaksanaan Yoga melepaskan keletihan badan dan pikiran dan melepaskan


ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Tujuan yoga adalah untuk mengajarkan cara
ātma pribadi dapat mencapai penyatuan yang sempurna dengan Roh Tertinggi. Penyatuan
atau perpaduan dari ātma pribadi dengan Puruṣa Tertinggi dipengaruhi oleh Vṛtti atau
pemikiran-pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang jernihnya seperti
kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan dengan objek-objek duniawi.

6
Sistem filsafat Kapila adalah Nir-Ìśvara Sāṁkhya, karena di sana tak ada Ìśvara atau
Tuhan. Sistem Patañjali adalah Sa-Ìśvara Sāṁkhya karena ada Ìśvara atau Puruṣa Istimewa di
dalamnya, yang tak tersentuh oleh kemalangan, kerja, keinginan, dsb. Patañjali mendirikan
sistem ini pada latar belakang metafisika dari Sāṁkhya. Patañjali menerima 25 prinsip dari
Sāṁkhya. Ia menerima pandangan metafisik dari sistem Sāṁkhya, tetapi lebih menekankan
pada sisi praktis dari disiplin diri guna realisasi dari penyatuan mutlak Puruṣa atau Sang Diri.
Sāṁkhya merupakan satu sistem metafisika, sedangkan Yoga merupakan satu system disiplin
praktis. Yang pertama menekankan pada penyelidikan dan penalaran, sedang yang kedua
menekankan pada konsentrasi dari daya kehendak. Roh pribadi dalam Yoga memiliki
kemerdekaan yang lebih besar. Ia dapat mencapai pembebasan dengan bantuan Tuhan.

Sāṁkhya menetapkan bahwa pengetahuan adalah cara untuk pembebasan. Yoga


menganggap bahwa konsentrasi, meditasi, dan Samādhi akan membawa kepada Kaivalya
atau kemerdekaan. Sistem Yoga menganggap bahwa proses Yoga terkandung dalam kesan-
kesan dari keanekaragaman fungsi mental dan konsentrasi dari energi mental pada Puruṣa
yang mencerahi dirinya. Rāja Yoga dikenal dengan nama Aṣṭāṅga-Yoga atau Yoga dengan
delapan anggota, yaitu:

1. Yama, (larangan),
2. Niyama (ketaatan),
3. Āsana (sikap badan),
4. Prāṇāyāma (pengendalian nafas),
5. Pratyāhāra (penarikan indriya),
6. Dhāraṇa (konsentrasi),
7. Dhyāna (meditasi),
8. Samādhi (keadaan supra Ṣaḍar).

Kelima yang pertama membentuk anggota luar (Bahir-aṅga) dari Yoga, sedangkan ketiga yang
terakhir membentuk anggota dalam (Antar-aṅga) dari Yoga.

7
2.3 Penjelasan Rāja Yoga atau Aṣṭāṅga-Yoga.

1. Yama dan Niyama.

Pelaksanaan Yama dan Niyama membentuk disiplin etika, yang mempersiapkan siswa-siswa
Yoga untuk melaksanakan Yoga yang sesungguhnya. Siswa Yoga hendaknya melaksanakan tanpa
kekerasan, kejujuran, pengendalian nafsu, tidak mencuri dan tidak menerima pemberian yang
mengantar pada kehidupan mewah; dan melaksanakan kemurnian, kepuasan, kesederhanaan
mempelajari kesucian dan berserah diri kepada Tuhan. Siswa Yoga hendaknya melaksanakan:

Ahiṁsā atau tanpa kekerasan, yaitu jangan melukai makhluk lain baik dalam pikiran atau pun
perkataan. Perlakukanlah pihak lain seperti engkau ingin memperlakukan diri sendiri.

1. Satya atau kebenaran dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan


2. Asteya atau pantang mencuri atau menginginkan milik orang lain
3. Bramacarya atau pembujangan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan
4. Aparigraha atau pantang kemewahan yang melebihi apa yang diperlukan

Kelima pantangan ini merupakan sesuatu yang bersifat universal (mahāvrata) atau sumpah luar biasa
yang harus dipatuhi,tanpa alasan pengelakan berdasarkan Jati (kedudukan pribadi), Deśa (tempat
kediaman), Kāla (usia dan waktu) dan Samāyā (keadaan). Ia harus dilaksanakan oleh semua orang, tak
ada pengecualian terhadap prisip-prinsip ini. Bahkan untuk membela diri melakukan pembunuhan tak
dibenarkan bagi seseorang yang sedang melaksanakan sumpah tanpa kekerasan ini. Ia hendaknya tidak
membunuh musuhnya sekalipun, apabila ia melaksanakan Yoga secara ketat.

Selanjutnya perincian Patañjali terhadap Niyama adalah :

1. Śauca (kebersihan lahir batin dan menganjurkan kebajikan)


2. Saṅtoṣa (kepuasan untuk memantapkan mental)
3. Tapa (berpantang atau pengetatan diri)
4. Svādhyāya (mempelajari naskah-naskah suci)
5. Īśvarapraṇidhāna (penyeraha diri kepada Tuhan)

8
2. Āsana, Prāṇāyāma dan Pratyāhara.

Āsana merupakan sikap badan yang mantap dan nyaman. Āsana atau sikap badan merupakan
bantuan secara fisik untuk konsentrasi. Bila seseorang memperoleh penguasaan atas āsana, ia bebas
dari gangguan pasangan-pasangan yang berlawanan. Prāṅāyāma atau pengaturan napas memberikan
ketenangan dan kemantapan pikiran serta kesehatan yang baik. Pratyāhara adalah pemusatan pikiran,
yaitu penarikan indra-indra dari objek-objeknya. Yama, Niyama, Āsana. prāṇāyāma, dan Pratyāhara
merupakan tambahan bagi Yoga.

3. Dhāraṇa, Dhyāna, dan Samādhi.

Dhāraṇa, Dhyāna, dan Samādhi merupakan 3 tahapan berturut-turut dari proses yang sama dari
konsentrasi mental dan karena itu merupakan bagian dari keseluruhan organ. Dhāraṇa adalah usaha
untuk memusatkan pikiran secara mantap pada suatu objek. Dhyāna merupakan pemusatan yang terus
menerus tanpa henti dari pikiran terhadap objek. Samādhi adalah pemusatan pikiran terhadap objek
dengan intensitas konsentrasi demikian rupa sehingga menjadi objek itu sendiri. Pikiran sepenuhnya
bergabung dalam penyamaan dengan objek yang dimeditasikan. Saṁyama atau konsentrasi, meditasi
dan samādhi merupakan hal yang sama dan satu yang memberikan suatu pengetahuan dari objek
supra alami. Siddhi merupakan hasil sampingan dari konsentrasi yang sesungguhnya merupakan
halangan terhadap pelaksanaan samādhi atau kebebasan, yang merupakan tujuan dari disiplin Yoga.

4. Yoga Samādhi dan Ciri-cirinya.

Dhyāna atau meditasi memuncak dalam samādhi. Objek meditasi adalah Samādhi. Samādhi
merupakan tujuan dari disiplin Yoga. Badan dan pikiran menjadi mati sementara sedemikian rupa
terhadap semua kesan-kesan luar. Hubungan dengan dunia luar lepas. Dalam samādhi, Yoga
memasuki ketenangan tertinggi yang tak tersentuh oleh suara-suara yang tak henti-hentinya dari dunia
luar. Pikiran kehilangan fungsinya. Indriya-indriya terserap ke dalam pikiran. Bila semua perubahan
pikiran terkendalikan si pengamat yaitu Puruṣa, terhenti dalam dirinya sendiri. Patañjali mengatakan
hal ini dalam Yoga Sūtra-nya sebagai Svarūpa Awasthānam (kedudukan dalam diri seseorang yang
sesungguhnya).

Ada jenis atau tingkatan konsentrasi atau samādhi, yaitu Saṁprajñata atau Ṣaḍar dan
Asaṁprajñata atau supra Ṣaḍar. Pada saṁprajñata samādhi, ada objek konsentrasi yang pasti, di situ
pikiran tetap Ṣaḍar akan objek tersebut. Savitarka (dengan pertimbangan), nirvitarka (tanpa
pertimbangan), savicāra (dengan renungan), Nirvicāra (tanpa renungan), Sānanda (dengan
kegembiraan) dan Sāsmita (dengan arti kepribadian) adalah bentuk-bentuk dari Saṁprajñata samādhi.
Dalam Saṁprajñata samādhi ada kesaḍaran yang jernih tentang objek yang dimeditasikan, yang
berada dengan subjek. Dalam Asaṁprajñata samādhi, perbedaan ini lenyap dan menjadi tersenden
(terlampaui).

9
2.4 Lima Tingkatan Mental Menurut Aliran Filsafat Patañjali.

Kṣipta, Muḍha, Vikṣipta, Ekagra dan Niruddha, merupakan lima tingkatan mental,
menurut aliran Rāja Yoga dari Patañjali. Tingkatan Kṣipta adalah pada saat pikiran mengembara
diantara berbagai objek duniawi dan pikiran dipenuhi dengan sifat Rājas. Tingkatan Muḍha,
pikiran berada dalam keadaan tertidur dan tak berdaya disebabkan sifat Tamas. Tingkatan
Vikṣipta adalah keadaan pada saat sifat Sattva melampaui, dan pikiran goyang antara meditasi
dan objektivitas. Sinar pikiran secara perlahan berkumpul dan bergabung. Bila sifat Sattva
meningkat, akan memiliki kegembiraan pikiran, pemusatan pikiran, penaklukan indriya-indriya
dan kelayakan untuk perwujudan ātman. Tingkatan ekagra adalah pada saat pikiran terpusatkan
dan terjadi meditasi yang mendalam sifat Sattva terbebas dari sifat Rājas dan Tamas. Tingkatan
niruddha adalah pada saat pikiran di bawah pengendalian yang sempurna. Semua Vṛtti pikiran
dilenyapkan.

Vṛtti merupakan kegoncangan atau gejolak pikiran dalam danaunya pikiran. Setiap Vṛtti
atau perubahan mental meninggalkan sesuatu saṁskāra atau kesan-kesan atau kecenderungan
yang terpendam. Saṁskāra ini dapat mewujudkan dirinya sebagai keadaan Ṣaḍar bila ada
kesempatan. Vṛtti yang sama memperkuat kecenderungan yang sama. Bila semua Vṛtti
dihentikan, pikiran berada dalam keadaan setimbang (Samāpatti). Penyakit, kelesuan, keragu-
raguan, keletihan, kemalasan, keduniawian, kesalahan pengamatan, kegagalan mencapai
konsentrasi dan ketidakmampuan ketika hal itu dicapai, merupakan halangan pokok untuk
konsentrasi.

10
2.5 Lima Kleśa dan Pelepasannya.

Menurut Patañjali, avidyā (kebodohan), asmitā (keakuan), rāga-dveṣa (keinginan dan


antipati, atau suka dan tidak suka) dan abhiniweśa (ketergantungan pada kehidupan duniawi)
merupakan 5 kleśa besar atau mala petaka yang menyerang pikiran. Ada keringanan dengan cara
melaksanakan Yoga terus menerus, tetapi tidak menghilangkan secara total. Mereka akan muncul
lagi pada saat mereka menemukan situasi yang menyenangkan dan menguntungkan. Tetapi
Asaṁprajñata samādhi (pengalaman mutlak) menghancurkan sekaligus benih-benih dari
kejahatan ini. Avidyā merupakan penyebab utama dari segala kesulitan. Keakuan merupakan
hasil langsung dari avidyā, yang memberi kita keinginan dan kebencian, serta menyelubungi
pandangan spiritual. Pelaksanaan yoga samādhi melenyapkan avidyā. Kriyā Yoga memurnikan
pikiran, melunakkan 5 kleśa dan membawa pada keadaan samādhi. Tapas (kesederhanaan),
svadhyāya (mempelajari dan memahami kitab suci) dan Ìśvara-praṁidhāna (pemujaan Tuhan dan
penyerahan hasilnya pada Tuhan) membentuk Kriyā Yoga. Pengusahaan persahabatan (Maitrī)
terhadap sesama, kasih sayang (karuṇa) terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan (mudita)
terhadap yang lebih tinggi, dan ketidakacuhan (upekṣā) terhadap orang-orang kejam (atau dengan
memandang sesuatu menyenangkan dan menyakitkan, baik dan buruk) menghasilkan ketenangan
pikiran (citta prasāda). Seseorang dapat mencapai samādhi melalui kepatuhan pada Tuhan yang
memberikan kebebasan. Dengan Ìśvara-praṁidhāna, siswa yoga memperoleh karunia Tuhan.
Abhyāsa (pelaksanaan) dan Vairāgya (kesabaran, tanpa keterikatan) membantu dalam
pemantapan dan pengendalian pikiran. Pikiran hendaknya ditarik berkali-kali dan dibawa ke pusat
meditasi, apabila ia mengarah keluar menuju objek duniawi. Ini merupakan abhyāsa yoga.
Pelaksanaan menjadi mantap dan terpusatkan, apabila secara terus menerus selama beberapa
waktu tanpa selang waktu dan dengan penuh ketaatan. Pikiran merupakan sebuah berkas Tṛṣṇa
(kerinduan).

Pelaksanaan Vairāgya akan menghancurkan segala Tṛṣṇa. Vairāgya memutar pikiran


menjauhi objek-objek. Ia tidak mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar (kegiatan Bahirmukha
dari pikiran), tetapi mengarahkannya ke kegiatan antarmukha (mengarah ke dalam). Tujuan
kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari Puruṣa terhadap Prakṛti.
Kebebasan dalam Yoga merupakan Kaivalya atau kemerdekaan mutlak. Roh terbebas
dari belenggu Prakṛti. Puruṣa berada dalam wujud yang sebenarnya atau svarūpa. Bila
roh mewujudkan bahwa hal itu adalah kemerdekaan secara mutlak dan bahwa ia tak tergantung
pada sesuatu apa pun di dunia ini, Kaivalya atau Pemisahan tercapai. Roh telah melepaskan
avidyā melalui pengetahuan pembedaan (vivekakhyāti). Lima kleśa atau malapetaka terbakar oleh
apinya pengetahuan. Sang Diri tak terjamah oleh kondisi dari citta. Guṇa seluruhnya terhenti dan
sang Diri berdiam pada intisari Tuhan sendiri. Walaupun seseorang menjadi mukta (roh bebas),
Prakṛti dan perubahperubahannya tetap ada bagi orang lainnya. Hal ini, dalam perjanjian dengan
system filsafat Sāṁkhya, dipegang oleh sistem Yoga ini.

11
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.

Dari pembahasan tersebut dapat saya buat kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa Pelaksanaan Yoga dapat melepaskan keletihan badan dan pikiran


dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Dan adapun
tujuan yoga adalah untuk mengajarkan cara ātma pribadi dapat mencapai
penyatuan yang sempurna dengan Roh Tertinggi. Penyatuan atau perpaduan
dari ātma pribadi dengan Puruṣa Tertinggi dipengaruhi oleh Vṛtti atau
pemikiran-pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang
jernihnya seperti kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan dengan
objek-objek duniawi.

2. Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat, yang memberlakukan


pengetatan pada diet, tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata, dan berpikir.

12
DAFTAR PUSTAKA

- https://mgmplampung.blogspot.co.id/2014/11/yoga-darsana.html
- https://mgmplampung.blogspot.co.id/2014/11/sad-darsana-dan-pembagianya.html
- http://satryaalit026.blogspot.co.id
- https://karuniakaruni.wordpress.com

13
Tugas Agama Hindu
Yoga Darsana

Nama Kelompok:
1. Ida Ayu Putu Aryasti Purnamasari (8)
2. Rama Aditya Putra Ngurah (20)
3. Ni Gusti Ayu Putu Yunika Pratiwi (21)
4. Tu Agus Kertha Adnyana (33)

Tahun Ajaran 2016/2017


SMA Negeri 1 Seririt

You might also like