Riset: Nur Syarifah
Riset: Nur Syarifah
Riset: Nur Syarifah
Nur Syarifah*
Abstract
Religious plurality is a reality that cannot be denied or even elimi-
nated. This fact leads to a logical consequence of the religious life,
namely to coexist in the diversity of beliefs. This has happened in
RW 02, Kampung Miliran, Yogyakarta. The people in this place live
peacefully and in harmony with one another despite their different in
religious affiliation. Departing from this reality, two questions arise:
what is the basis of inter-religious harmony in RW 02, Kampung
Miliran, and how this religious harmony is maintained in such a plu-
ral society. The data for this study is collected by means of observa-
tion, interview, and documentation. The materials are then analyzed
using structural-functional theory of Talcott Parsons known with the
term AGIL: Adaptation, Goal Attainment, Integration, and Latent Pat-
tern Maintenance.
The study suggests that religion plays a pivotal role as it teaches foun-
dation of mutual love and respect between religious communities.
Hence the prevailing norms in Javanese society such as ethics, the
principle of harmonious and respectful may be upheld. This research
also portrays the application of religious teachings and the basic rules
of society in everyday life. The application may be viewed in the
people practice of Agustusan and Syawalan together (adaptation) as
well as their subservience to the leaders of different religions in or-
der to achieve a common goal (goal Attainment). With the assimilation
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Agama menjadi kebutuhan yang mendasar bagi eksistensi manusia dalam
kehidupannya.1 Sebagaimana dikemukakan oleh Raimundo Panikkar, ekspresi
keagamaan seseorang dibedakan menjadi tiga, yaitu eksklusivisme, inklusivisme,
dan pluralisme.2 Dengan adanya pemahaman inilah sehingga Pluralitas ke-
beragamaan dapat diterima, dan dengan menggunakan paradigma pluralisme,
maka hal-hal negatif yang dapat memunculkan konflik tidak akan terjadi.
Untuk menghindari konflik, setiap umat beragama haruslah bersikap terbuka,
apalagi di tengah kehidupan beragama yang plural seperti di Indonesia, yang
memiliki perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat, kedaerahannya
menjadi ciri bahwa masyarakat Indonesia bersifat majemuk (plural societies).3
Karena Indonesia memiliki beragam agama dan budaya, maka yang dijadikan
pedoman bukanlah ajaran dari satu agama melainkan Pancasila dengan prinsip
“Bhinneka Tunggal Ika”.
Salah satu aspek yang dapat mengganggu terwujudnya kerukunan antar
umat beragama adalah persoalan pendirian rumah ibadah, meskipun hal ini
telah teratasi dengan adanya keputusan dari Departemen Agama dan
Departemen Dalam Negeri bersama majelis-majelis agama yaitu Majelis
Ulama’ Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI),
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) melalui diskusi dan
dialog yang intensif, serius, dan berulang-ulang selama enam bulan. Diskusi
dan dialog tersebut berhasil mencapai kesepakatan dan dituangkan dalam
1
M. Sastrapratedja, ed., Manusia Multi Dimensional: Sebuah Renungan Filsafat (Jakarta:
Gramedia, 1983), 38.
2
Raimundo Panikkar, Dialog Intra Religius, terj. Sudiarja, (Yogyakarta: Kanisius,
1994), 18-24.
3
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: Rajawali, 1992), 29.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang
ada dirumuskan sebagai berikut:
a. Apa landasan terciptanya kerukunan antar umat beragama di RW 02
Kampung Miliran, Muja-muju, Umbulharjo, Yogyakarta?
b. Bagaimana metode masyarakat plural di RW 02 Kampung Miliran dalam
mempertahankan kerukunan antar umat beragama?
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui landasan, latar, dan konstruksi terciptanya kerukunan antar umat
beragama di RW 02 Kampung Miliran, Kelurahan Muja-muju, Kecamatan
Umbulharjo, Yogyakarta yang mampu menciptakan hubungan yang rukun di
antara pemeluk agama yang ada. Selain itu, untuk menemukan metode dalam
4
Kustini, ed., Efektivitas Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 (Jakarta: CV Prasasti, 2009), 1-2.
5
Wawancara dengan Mayor Susanto, tokoh agama Kristen, Miliran, 29 April 2013.
4. Kerangka Teoritis
Sehubungan dengan kerangka teori yang digunakan dalam membantu
penulisan hasil penelitian di lapangan, penulis menggunakan kerangka teori
struktural fungsional. Teori tersebut, menekankan kepada keteraturan dan
mengabaikan konflik dan perubahan dalam masyarakat, dengan mengutamakan
konsep utamanya tentang keseimbangan (equilibrium). 6 Menurut teori
fungsionalisme struktural, masyarakat yang berada dalam kondisi statis atau
lebih tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan, selalu melihat bahwa
anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma dan moralitas
umum. Dalam teori struktural fungsional ini juga diterangkan bahwa
masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau
elemen yang saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada
satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain. Asumsi
dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, berfungsi terhadap
yang lain. Sebaliknya, jika tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada.
Talcott Parsons sebagai penggagas dari teori ini menyatakan bahwa suatu
keadaan teratur yang disebut “masyarakat” dapat dipadukan dengan beberapa
latar belakang atau sebab yaitu adanya nilai-nilai budaya yang dibagi bersama,
nilai-nilai yang dilembagakan menjadi norma-norma sosial, dan nilai-nilai yang
dibatinkan oleh individu-individu menjadi motivasi-motivasinya.7 Dalam teori
tersebut, Parsons juga memandang bahwa masyarakat sebagai bagian dari
suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan yang mempolakan
kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta
dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri.
Dengan kata lain Parsons juga mengatakan bahwa tingkah laku manusia
digairahkan dari batin oleh tujuan-tujuan tertentu yang disandarkan atas nilai-
nilai dan norma-norma yang dibagi bersama dengan orang lain. Ia juga telah
merumuskan empat prasyarat fungsional yang harus dipenuhi oleh setiap
masyarakat, kelompok atau organisasi untuk menjaga keseimbangan dan
6
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Ber paradigma Ganda, terj. Alimandan
(Jakarta: Rajawali Pers, 1992), 21.
7
K.J. Veeger, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Masyarakat dalam
Cakrawala Sejarah Sosiologi (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1986), 199.
5. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat
deskriptif kualitatif10 dengan mengambil lokasi di RW 02 Kampung Miliran,
Kelurahan Muja-muju, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Penelitian ini
menggunakan pendekatan sosiologis. Praanggapan dasar sosiologis adalah
perhatiannya (concern) pada struktur sosial, konstruksi pengalaman manusia,
dan kebudayaan termasuk agama.11 Pendekatan ini, fokus perhatiannya pada
interaksi antara agama dan masyarakat. Subjek Penelitian ini adalah tokoh
Agama: Islam, Katolik, Kristen Protestan, dan Buddha, tokoh Masyarakat,
dan warga Masyarakat RW 02 Kampung Miliran Yogyakarta.
8
Doyle Paul Johson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, jilid 1, terj. Robert M.Z.
Lawang (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1990), 130-131.
9
Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2012), 108-111.
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), 78.
11
Peter Connolly, ed., Aneka Pendekatan Studi Agama (Yogyakarta: LkiS, 2011), 272.
B. Gambaran Umum
1. Letak Geografis
Kelurahan Muja-muju terletak di kecamatan Umbulharjo Yogyakarta.
Wilayahnya terbagi menjadi 12 RW dan 55 RT. Dalam satu kelurahan terdapat
tiga kampung yaitu Kampung: Miliran, Balerejo, dan Muja-muju. RW 01
sampai RW 04 termasuk kampung Miliran, RW 05 sampai RW 08 termasuk
kampung Balerejo atau Sidobali, dan RW 09 sampai RW 12 termasuk kampung
Muja-muju. Secara spesifik, lokasi penelitian akan dilaksanakan di kampung
Miliran RW 02 yang terdiri dari tiga RT yaitu empat, lima, dan enam. Secara
geografis, RW 02 Kampung Miliran terletak dalam kondisi yang strategis. Hal
ini dikarenakan lokasi tersebut berada di daerah kota dan dekat dengan jalan
raya, sehingga akses untuk melakukan berbagai macam kegiatan sangat mudah.
Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut: 13
a. Sebelah Utara berbatasan dengan RW 01.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan RW 03 dan RW 04.
12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, 138.
13
Data monografi Kelurahan Muja-muju tahun 2013 semester I.
2. Demografi
Jumlah penduduk yang berdomisili di RW 02 di Kampung Miliran ada
789 jiwa dari 364 laki-laki dan 425 perempuan yang berada dalam 223 kepala
keluarga. Dengan jumlah penduduk tersebut, maka masyarakat RW 02
Kampung Miliran bisa dinyatakan memiliki jumlah penduduk yang padat.
Dengan demikian, memunculkan adanya rasa kekeluargaan di antara mereka
dan kehidupan merekapun terhindar dari kehidupan yang individual. 14
3. Perekonomian
Masyarakat RW 02 Kampung Miliran mayoritas bekerja sebagai karyawan
swasta dan sebagian besar yang lainnya bekerja sebagai pegawai negeri sipil
(PNS). Meskipun sebagian di antara mereka juga ada yang bekerja sebagai
buruh, pesiunan, dan wiraswasta. Oleh karena itu, kehidupan masyarakatnya
termasuk dalam taraf sejahtera.15
4. Pendidikan
Mayoritas masyarakat RW 02 Kampung Miliran mengenyam pendidikan
yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakatnya yang kebanyakan
lulusan tingkat SMA dan sebagian besar lainnya lulusan sarjana. Meskipun
sebagian yang lain ada yang hanya lulusan tingkat SD dan SMP, tetapi hanya
sebagian kecil.16
5. Kehidupan Keagamaan
Penduduk RW 02 Kampung Miliran termasuk masyarakat plural dalam
hal agamanya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakatnya yaitu 461 orang
Islam, 294 orang Katolik, 22 orang Kristen Protestan, dan 12 orang Buddha.
Meskipun mayoritas penduduknya adalah Muslim, tapi bukan berarti dalam
setiap tempat atau RT yang berdomisili terdapat banyak Muslim, karena setiap
RT mempunyai komposisi penghuni yang berbeda-beda. Di RT 04 dan 06
mayoritas beragama Islam, sedangkan di RT 05 mayoritas beragama Katolik.17
14
Hasil observasi deskripsi umum wilayah Rw 02, di Kampung Miliran pada hari
Kamis, tanggal 25 April 2013, pukul 09.00 WIB.
15
Data monografi Kelurahan Muja-muju tahun 2013 semester I.
16
Data dari rekapitulasi hasil pendataan keluarga tingkat desa, tahun 2013.
17
Data dari RW 02 Kampung Miliran, tahun 2013.
18
Wawancara dengan Bapak Antonius Pudyo Waluyo, tokoh masyarakat, Miliran,
18 April 2013.
19
Ibid.
20
Wawancara dengan Bapak Mulyono, tokoh agama Islam, Miliran, 28 April 2013.
21
IAIN Sunan Kalijaga, Kode Etik Kerukunan Hidup Umat Beragama dan Pedoman
25
Wawancara dengan Mayor Susanto, tokoh agama Kristen, Miliran, 29 April
2013.
26
Franz Magnis-Suseno, Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan
Hidup Jawa (PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), 6.
27
D.A. Wila Huki, Pengantar Sosiologi (Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1986), 158.
28
Niels Mulders, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 1996), 36.
29
Franz Magnis-Suseno, Etika Jawa, 39.
30
Ibid., 60.
31
Ibid., 62.
32
Wawancara dengan Bapak Agus Subagyo, tokoh masyarakat, Miliran, 28 April
2013.
3. Landasan Politik
Berlandaskan pasal 29 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat No. II/MPR/1978 terutama mengenai sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, yakni menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya
tersebut. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap
hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda. Sehingga dapat selalu dibina
kerukunan hidup antara sesama umat beragama dan antar umat beragama. 34
Dengan adanya faktor politik ini, menunjukkan bahwa pemerintah juga
mengatur tentang kerukunan antar umat beragama. Sebagaimana dasar negara
Indonesia yaitu pancasila dan undang-undang dasar 1945, sehingga masyarakat
hidup dalam aturan yang sudah ditetapkan yaitu menjunjung tinggi pedoman
Bhineka Tunggal Ika. Dengan demikian, masyarakat RW 02 Kampung Miliran,
di samping mereka menjunjung tinggi ajaran-ajaran agama dan norma-norma
masyarakat, mereka juga termasuk dalam masyarakat yang patuh terhadap
aturan pemerintah. Hal tersebut terlihat dari sikap mereka yang tetap memper-
tahankan kerukunan meskipun mereka berada dalam pluralitas agama. 35
33
Wawancara dengan Bapak Siswojo Djojowerdojo, tokoh masyarakat, Miliran,
15 April 2013.
34
IAIN Sunan Kalijaga, Kode Etik Kerukunan, 21.
35
Hasil observasi kehidupan masyarakat, di RW 02 Kampung Miliran pada hari
Jumat, tanggal 03 Mei 2013, pukul 09.00 WIB.
2. Kedudukan Sosial
Kedudukan sosial tersusun secara hirarki antara anggota masyarakat yang
satu dengan lainnya sesuai dengan peranan yang dimiliki dalam setiap individu.
Proses penerapan peran yang dimiliki setiap individu dalam struktur sosial
dapat ditentukan oleh prinsip-prinsip, seperti prinsip reprositas atau timbal
balik (pada-pada, tepa slira), prinsip solidaritas (rukun, rujuk), taat kepada atasan
(tunduk), orang tua, guru (mbangun miturut), saling menghormati antar sesama,
istri kepada suami (bekti). Adapun nilai-nilai etis yang ada dalam prinsip-prinsip
36
Wawancara dengan Bapak Asix Dwirinoyo Indarto, tokoh masyarakat, Miliran,
28 April 2013.
37
Wawancara dengan Bapak Agus Subagyo, tokoh masyarakat, Miliran, 28 April
2013.
38
Ibid.
39
Sartono Kartodirjo, Beberapa Segi Etika dan Etika Jawa (Yogyakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1987/1988), 4.
40
Wawancara dengan Bapak Antonius Pudyo Waluyo, tokoh masyarakat, Miliran,
18 April 2013.
41
Wawancara dengan Ibu Irene Yuli Astuti, tokoh masyarakat, Miliran, 1 Mei
2013.
42
Wawancara dengan Bapak Asix Dwirinoyo Indrato, tokoh masyarakat, Miliran,
27 April 2013.
43
Doyle Paul Johson, Teori Sosiologi, 130.
3. Toleransi
Dalam bidang keagamaan adanya suatu partisipasi dari umat Islam,
Katolik, dan Kristen Protestan terhadap umat Buddha yang sedang merayakan
perayaan-perayaan seperti: Waisak, Asadha, Kathina, dan Magha. Wujud dari
partisipasi tersebut adalah ikut berperan serta dalam penjagaan keamanan
lingkungan, pengaturan jalan lalu lintas serta penjagaan parkir sepeda motor
dan mobil para pendatang dari umat Buddha yang berasal dari luar daerah.
Dalam menghadiri acara tersebut, mereka mendengarkan dengan khidmat,
tanpa mengganggu kekhusyukan umat yang sedang menjalankannya. Selain
itu, mereka juga saling mengucapakan selamat apabila merayakan hari besar
keagamaan, baik secara langsung melalui ucapan maupun tulisan. Ada juga
sebagian umat Islam yang mengucapkan selamat merayakan Natal secara
langsung. Hal ini menunjukkan adanya adaptation adanya penyesuaian antara
satu dengan lainnya dalam suatu masyarakat dengan cara mendahulukan
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Bentuk kegiatan sosial masyarakat yang mayoritas diikuti bapak-bapak
adalah seperti melakukan pembangunan desa baik perbaikan jalan, jembatan,
44
Wawancara dengan Bapak Antonius Pudyo Waluyo, tokoh masyarakat, Miliran,
18 April 2013.
45
Doyle Paul Johson, Teori Sosiologi, 130.
46
Wawancara dengan Ibu Irene Yuli Astuti, tokoh masyarakat, Miliran, 1 Mei
2013.
47
Doyle Paul Johson, Teori Sosiologi, 180.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kerukunan antar umat beragama mengacu pada landasan setiap agama
yang mengajarkan untuk saling mengasihi sesama manusia tanpa membedakan
keyakinan yang dianutnya. Adanya norma-norma yang ada seperti: etika jawa,
prinsip rukun dan prinsip hormat. Kedewasaan intelektual dan masyarakat
yang hidup dalam kesejahteraan yang dibarengi dengan kesadaran beretika
dapat membuat seseorang ringan tangan dalam memberi bantuan tanpa
membedakan agama. Selain itu, adanya landasan politik yang mengatur
kerukunan antar umat beragama dengan menjamin kemerdekaan penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing, sehingga masyarakat mematuhi
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Dalam upaya untuk mempertahankan kerukunan antar umat beragama
yaitu dengan cara menerapkan ajaran agama yang tergambar dalam acara
memperingati hari kemerdekaan atau agustusan dan syawalan. Selain itu, dengan
menerapkan kedudukan sosial sebagaimana mestinya yaitu sikap anggota
kepada atasan tetap tunduk dan patuh, sedangkan sebagai seorang pemimpin
bersikap untuk selalu mengayomi masyarakat dari hal-hal yang menimbulkan
terpecahnya suatu kondisi kerukunan masyarakat yang sudah ada. Tetap
menjaga toleransi dengan ikut berpartisipasi ketika umat yang berbeda agama
sedang merayakan hari besar keagamaan dengan membantu mengamankan
jalan, memberi ucapan selamat ketika merayakan hari raya, datang ke acara
yang mereka adakan ketika mendapat undangan, dan mendengarkan dengan
48
Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1975), 8.
2. Saran
Untuk para tokoh agama, tokoh masyarakat, warga masyarakat, dan
pengurus tempat ibadah di RW 02 Kampung Miliran hendaklah tetap menjaga
sikap toleransi yang sudah terbina di wilayah tersebut, dan berusaha untuk
lebih merekatkan hubungan dengan tetap berpedoman kepada ajaran agama
dan nor ma yang ada. Untuk peneliti selanjutnya hendaklah lebih
mengkonsentrasikan diri untuk mengkaji tentang faktor sejarah yang
menyebabkan kerukunan antar umat beragama di daerah ini bisa tercipta,
dan mengadakan penelitian ketika dua momen besar yaitu agustusan dan syawalan
dengan menggunakan metode partisipan. Selain itu, hendaklah para peneliti
selanjutnya diharapkan untuk menyajikan data dengan penulisan yang lebih
baik, sehingga dapat dijadikan acuan untuk para penulis dan pembaca.
Daftar Pustaka
Ali, Mukti. Ilmu Perbandingan Agama. Yogyakarta: Yayasan Nida, 1975.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, 2006.
Basic Buddhism. Ikhtisar Ajaran Buddha. Yogyakarta: In Sigth Vidyasena Pro-
duction, 2008.
Connolly, Peter., ed. Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: LkiS, 2011.
Dharmaraya, Rudi Harjon. Kisah Sebuah Rakit Tua; Bagaimana Ajaran Buddha
Beriringan dengan Perkembangan Zaman. Solo: Taman Budicipta, 2007.
Huki, D.A. Wila. Pengantar Sosiologi. Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1986.
IAIN Sunan Kalijaga. Kode Etik Kerukunan Hidup Umat Beragama dan Pedoman
Penyelenggaraan Hari-hari Besar Keagamaan. Yogyakarta: Lembaga
Pengabdian pada Masyarakat (LPPM), 1986.
Kartodirjo, Sartono. Beberapa Segi Etika dan Etika Jawa. Yogyakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987/1988.
Kustini, ed. Efektivitas Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan No. 8 Tahun 2006. Jakarta: CV Prasasti,
2009.