ID Kajian Sifat Kimia Tanah Pertumbuhan Dan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

1391. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No.

2337- 6597

KAJIAN SIFAT KIMIA TANAH, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PADA


TANAH SULFAT MASAM POTENSIAL AKIBAT PEMBERIAN
KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN PUPUK SP-36

Sri Wahyuni Tambunan1*, Fauzi2, Purba Marpaung2


1
Alumnus Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155
2
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan 20155
*Corresponding author : E-mail : [email protected]

ABSTRACT

The objective of this research is to study the effect of empty palm oil bunch compost (EPOBC) and
the application of phosphorus fertilizer of SP-36 on chemical characteristic of acid sulphate soils,
rice growth and production (Oryza sativa L.). This study used a randomized block design factorial,
with 2 factors: factor 1: compost EPOBC treatment (B) which consist of: B0 = 0 ton ha-1 (0
-1 -1
g EPOBC/pot) ; B1 = 10 ton ha (40 g EPOBC/pot); B2 = 20 ton ha (80 g EPOBC/pot);
B3 = 30 ton ha-1 (120 g EPOBC/pot) . Factor 2: fertilizer phosphorus (P) which consist of : P0 = 0
kg SP-36 ha-1 (0 g SP-36/pot); P1 = ½ dose (1/2 x 135), advice equal with 0,27 g SP-36/pot; P2 = 1,0
dose (1 x 135), advice equal with 0,54 g SP-36/pot; P3 = 1 ½ dose (1 1/2 x 135), advice equal with
0,81 g SP-36/pot. The results of this research showed that EPOBC treatment significantly affected
soil pH and Fe2+ reduction, C-organic, seed total and dry weight of rice. While the application of
SP-36 fertilizer non significantly affected P-available and height of plants. Combination between
EPOBC and fertilizer SP-36 significantly increased seed total and dry weight of rice.

Key words: acid sulphate soil, EPOBC, SP-36,rice

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efek pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit
dan pupuk SP-36 terhadap perbaikan sifat kimia, dan pertumbuhan, padi (Oryza sativa L.) pada
tanah sulfat masam. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.
dengan 2 faktor yaitu: Faktor 1 : Faktor perlakuan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (B) yaitu:
B0 = 0 ton ha-1 (0 g TKS/pot) ; B1 = 10 ton ha-1 (40 g TKS/pot); B2 = 20 ton ha-1 (80 g TKS/pot);
B3 = 30 ton ha-1 (120 g TKS/pot). Faktor 2 : Faktor perlakuan Pupuk SP-36 (P) yaitu : P0 = 0 kg
SP-36 ha-1 (0 g SP-36/pot); P1 = ½ takaran anjuran (1/2 x 135), setara dengan 0,27 g SP-36/pot; P2
= 1,0 takaran anjuran (1 x 135), setara dengan 0,54 g SP-36/pot; P3 = 1 ½ takaran anjuran (1 1/2 x
135), setara dengan 0,81 g SP-36/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos
tandan kosong kelapa sawit nyata meningkatkan pH tanah dan reduksi Fe2+ tanah, C-Organik tanah,
jumlah anakan dan bobot kering gabah. Pemberian pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata dalam
meningkatkan P-tersedia dan tinggi tanaman. Kombinasi antara perlakuan pemberian kompos
tandan kosong kelapa sawit dan pupuk SP-36 berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah
anakan dan bobot kering gabah.

Kata kunci: tanah sulfat masam, kompos TKKS, SP-36, Padi


1392. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597

PENDAHULUAN

Luas lahan sulfat masam di dunia diperkirakan 14 juta ha, diantaranya 10 juta ha tersebar

diwilayah tropik. Sebagian lahan gambut dangkal di Indonesia berasosiasi dengan sulfat masam.

Hasil survei Euroconsult (1984) menunjukkan luas lahan sulfat masam di Indonesia sekitar 2 juta

ha. Diperkirakan luas lahan sulfat masam sekitar 6,70 juta ha. Keadaan ini menunjukkan terjadinya

perluasan lahan sulfat masam. Hal ini memnungkinkan karena terjadinya penipisan lapisan atas

(lapisan organik) sehingga mendekatkan lapisan pirit ke permukaan (Noor, 1996).

Permasalahan yang umum dijumpai pada lahan sufat masam adalah kemasaman tanah yang

tinggi, ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe berakibat pada

rendahnya hasil tanaman yang diusahakan. Kemasaman tanah yang tinggi memicu larutnya unsur

beracun dan kahat hara sehingga tanah menjadi tidak produktif (Hasibuan,2008).

Sumber kemasaman tanah sulfat masam berasal dari senyawa pirit (FeS2) yang teroksidasi

melepaskan ion- ion hidrogen dan sulfat yang diikuti oleh penurunan pH menjadi sekitar 3.

Keadaan tersebut menyebabkan kelarutan Al meningkat sehingga hampir semua tanaman budidaya,

termasuk padi tidak dapat tumbuh secara normal. Pengapuran pada awalnya dianggap mampu

mengatasi permasalahan tersebut, akan tetapi karena tanah sulfat masam memiliki pH yang

berfluktuasi bergantung musim, maka ternyata pengapuran tersebut tidak efektif. Hal tersebut

dicirikan pada tanaman padi yang mengalami keracunan Al walaupun telah dilakukan pemberian

kapur sebelum penanaman. Akibatnya produksi padi pada tanah sulfat masam menjadi sangat

rendah bahkan sampai tidak menghasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan

untuk memilih bahan amelioran yang sesuai untuk mengatasi masalah keracunan Al pada tanaman

padi di tanah sulfat masam (Widjaja-Adhi, 1995).

Teknologi penggunaan bahan amelioran telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas

tanah sulfat masam. Bahan organik (BO) dapat berperan sebagai sumber asam-asam organik yang

mampu mengontrol kelarutan logam dalam tanah ataupun berperan sebagai unsure hara bagi

tanaman. Asam-asam organik yang terdapat dalam BO mampu mengkhelat unsur-unsur beracun
1393. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597
dalam tanah sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tanaman. Asam-asam organik mampu

menurunkan jumlah fosfat yang difiksasi oleh Fe dan Al melalui mekanisme pengkhelatan sehingga

P tersedia bagi tanaman (Arifin, dkk, 2009).

Tandan kosong kelapa sawit mempunyai kadar C/N yang tinggi yaitu 45-55. Hal ini dapat

menurunkan ketersediaan N pada tanah karena N terimobilisasi dalam proses perombakan bahan

organik oleh mikroba tanah. Usaha menurunkan kadar C/N dapat dilakukan dengan proses

pengomposan sampai kadar C/N mendekati kadar C/N tanah. Proses pengomposan tersebut

menghasilkan bahan organik bermutu tinggi dengan kadar C/N sekitar 15. Selain kandungan hara

relative tinggi seperti N, P, dan K kompos TKS memiliki nilai pH yang tinggi (mencapai pH 8)

sehingga berpotensi sebagai bahan pembenah kemasaman tanah

(Darnoko dkk, 1993).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Rumah Kasa dan Laboratorium Kimia-Kesuburan Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian ini

dimulai pada Agustus 2012 sampai dengan Desember 2012.

Bahan yang digunakan ialah contoh tanah Sulfat Masam Potensial yang diambil secara

komposit pada kedalaman 0-20cm, kompos tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan organik,

pupuk Urea, SP-36, dan KCl sebagai pupuk dasar, benih tanaman padi sebagai tanaman indikator,

air hujan untuk menyiram tanaman, dan bahan kimia untuk analisis tanah dan tanaman

dilaboratorium. Alat yang digunakan ialah cangkul, meteran, plastik, timbangan serta alat-alat yang

digunakan untuk analisis di laboratorium.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan percobaan adalah factorial (2faktor) dalam

rancangan acak kelompok dengan ulangan tiga kali. Faktor pertama adalah kompos tandan kosong

kelapa sawit (B) yaitu B0 = 0 ton ha-1 (0 g/pot), B1 = 10 ton ha-1 (40 g/pot), B2 = 20 ton ha-1

(80 g/pot), B3 = 30 ton ha-1 (120 g/pot). Faktor kedua pupuk SP-36 (P) yaitu P0 = 0 kg SP-36 ha-1
1394. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597
(0 g/pot), P1 = 1/2 takaran anjuran (1/2 x 135 kg/ha), setara dengan 0,27 g/pot, P2 = 1,0 takaran

anjuran (1 x 135 kg/ha), setara dengan 0,54 g/pot, P3 = 1,5 takaran anjuran (1,5 x 135 kg/ha), setara

dengan 0,81 g/pot.

Selanjutnya penelitian dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan melalui: 1. Percobaan pot

dirumah kasa, 2. Analisis sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman.

1. Percobaan pot dirumah kasa

Tanah diambil dari lahan sulfat masam yang diambil pada kedalaman 0-20 cm. Bahan tanah

dimasukkan ke dalam goni. Setelah itu bahan tanah dikompositkan dan dicampurkan secara merata.

Selanjutnya diambil ± 500 gr sebagai sampel kemudian dilakukan analisa awal tanah yang meliputi

tekstur tanah, pH (H2O), P-tersedia, C-Organik, N total, Ferro Aktif (Fe2+), KTK, Kb, DHL. Tanah

yang telah diambil dikompositkan sebelum dimasukkan ke dalam ember sejumlah ± 8 kg tanah.

Pemberian kompos TKKS dan pupuk SP-36 dilakukan pada waktu yang berbeda. Kompos TKKS

diinkubasi di ember yang berisi tanah selama 2 minggu dan pemupukan P dilakukan bersamaan

dengan pemberian pupuk dasar urea (1 g/8 kg) dan pupuk Kieserit 0,4 gr/8 kg) setelah batas waktu

inkubasi kompos TKKS. Selanjutnya pupuk dicampur rata pada tanah dan dilakukan penanaman

benih padi sebanyak 3 bibit tiap lubang/ember.

Penjagaan air dilakukan pada saat pindah tanam, tanaman padi digenangi tetap sampai

berumur 35 hari, pada umur 36 – 50 hari di genangi sistem macak– macak (intermiten) dan pada

umur 51 – 85 hari digenangi tetap dan kemudian 86 hari sampai akhir panen generatif tidak

digenangi. Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 12 minggu atau pada akhir masa

generatif.

Peubah amatan yang diamati dalam percobaan ini adalah pH (H2O) dengan metode

elektrometri diukur pada akhir inkubasi, C-organik dengan metode Walkley and Black diukur pada

akhir inkubasi, Ferro Aktif diukur pada akhir inkubasi dengan ekstraksi α.α. dipyridyl, P-tersedia

dengan metode Bray II diukur pada akhir vegetatif, Tinggi tanaman (cm), Jumlah anakan

maksimum, Bobot gabah / pot (g).


1395. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597

HASIL DAN PEMBAHASAN

pH (H2O) Tanah
Dari data pengukuran pH (H2O) tanah diperoleh bahwa perlakuan bahan organik

berpengaruh nyata terhadap meningkatkan pH (H2O) tanah, sedangkan perlakuan pupuk SP-36 dan

kombinasi antara kompos TKKS dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap

peningkatan pH (H2O) tanah.

Tabel 2. Rataan pH (H2O) tanah


Pupuk SP-36
Kompos TKKS P0 P1 P2 P3 Rataan
(0g/pot) (0.27g/pot) (0.54g/pot) (0.81g/pot)
B0 (0 g /pot) 4.15 4.17 4.16 4.17 4.16a
B1 (40 g /pot) 4.29 4.22 4.20 4.27 4.25ab
B2 (80 g /pot) 4.45 4.45 4.30 4.30 4.37b
B3 (120 g /pot) 4.24 4.33 4.45 4.23 4.31b
Rataan 4.28 4.29 4.28 4.24
Keterangan : yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT
(Duncan Multiple Range Test)

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa semakin tinggi taraf dosis kompos TKKS yang diberikan

maka pH tanah semakin meningkat. Taraf dosis B2 (80 g TKKS/pot) menunjukkan peningkatan pH

tanah. Dari data dapat dilihat bahwa nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan B2 (80 g TKKS/pot)

yaitu 4,37 dan yang terendah tanpa pemberian kompos TKS B0 (0 g TKKS/pot) yaitu 4,16. Bahan

organik yang diberikan pada saat penggenangan akan mengalami perombakan secara anaerobik dan

elektron yang dilepaskan akan dikonsumsi untuk berlangsungnya reaksi reduksi dalam tanah.

Menurut Reddy dan Delaune (2008) penggenangan tanah masam secara terus-menerus akan

menyebabkan peningkatan pH tanah dan dinamika peningkatan pH tanah tersebut salah satunya

dipengaruhi oleh bahan organik.

C- Organik

Dari data pengukuran C-organik tanah dan dari hasil sidik ragam C-organik tanah diperoleh

bahwa perlakuan kompos TKKS berpengaruh nyata terhadap peningkatkan c-organik tanah,
1396. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597
sedangkan perlakuan pupuk SP-36 dan perlakuan kombinasi antara kompos TKKS dengan pupuk

SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan C-organik tanah.

Tabel 3. Rataan C-organik tanah (%)


Pupuk SP-36
Kompos TKKS P0 P1 P2 P3 Rataan
(0 g/pot) (0.27g/pot) (0.54 g/pot) (0.81g/pot)
B0 (0 g /pot) 2.45 2.67 2.53 2.75 2.60a
B1 (40 g /pot) 1.65 2.46 2.70 2.62 2.36a
B2 (80 g /pot) 2.60 2.71 2.70 2.91 2.73b
B3 (120 g /pot) 3.16 2.98 2.82 2.79 2.94c
Rataan 2.47 2.71 2.69 2.77
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda
rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa semakin tinggi taraf dosis kompos TKKS yang diberikan

maka C-organik tanah semakin meningkat. Taraf dosis kompos TKKS B3 (120 g TKKS/pot)

menunjukkan C-organik yang tertinggi yaitu 2,93 % dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan

dosis perlakuan kompos TKKS yang lain. Hasil penelitian Sembiring dan Jamil (2007) bahwa

dengan penambahan bahan organik berupa kompos TKKS kedalam tanah rata-rata kandungan

C-organik tanah meningkat sekitar 28-54%. Menurut Hakim,et al., (1986), karbon merupakan

komponen paling besar dalam bahan organik yaitu sebesar 44% sehingga pemberian bahan organik

dapat meningkatkan C-organik dalam tanah.

Ferro Aktif

Dari data pengukuran ferro aktif (Fe2+) tanah dan dari hasil sidik ragam ferro aktif (Fe2+)

tanah diperoleh bahwa perlakuan kompos TKKS berpengaruh nyata terhadap peningkatan reduksi

Fe2+ tanah, sedangkan perlakuan pupuk SP-36 dan kombinasi antara bahan organik dengan pupuk

SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan reduksi ferro aktif (Fe2+).
1397. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597
Tabel 4. Rataan ferro aktif (Fe2+) tanah (ppm)
Pupuk SP-36 Rataan
Kompos TKKS P0 P2 P3
(0 g/pot) P1 (0.27g/pot) (0.54 g/pot) (0.81g/pot)
B0 (0 g /pot) 3875.54 3955.65 3665.26 3770.71 3,816.79a
B1 (40 g /pot) 4338.42 3792.73 4644.47 4105.14 4,220.19ab
B2 (80 g /pot) 4870.63 4288.24 3837.95 4533.24 4,382.51b
B3 (120 g /pot) 4042.87 4218.05 4318.50 4266.01 4,211.36ab
Rataan 4281.87 4063.67 4116.54 4168.78
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan
DMRT (Duncan Multiple Range Test)
Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa pemberian kompos TKKS dengan nyata mampu

meningkatkan reduksi Fe2+. Pemberian kompos TKKS pada taraf B1 (40 g TKKS/pot) dan

B3 (120 g TKKS/pot) berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan ferro aktif tanah kecuali

pemberian kompos TKKS B2 (80 g TKKS/pot) nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian

kompos TKKS. Pada proses penggenangan lahan kering, reaksi reduksi besi dianggap yang paling

penting didalam tanah tergenang karena dapat meningkatkan nilai pH dan reduksi Fe3+ menjadi

Fe2+. Reddy dan Delaune (2008) menyatakan bahan organik merupakan sumber energi bagi

mikroorganisme pereduksi Fe sehingga jika semakin tinggi kandungan bahan organik dalam tanah

maka semakin tinggi pula konsentrasi Fe yang dihasilkan dari proses reduksi. Reaksinya :

Fe (OH)3 + 3 H+ + e Fe (OH)2 + 3H2O

P-Tersedia Tanah

Dari data pengukuran P-tersedia tanah dan dari hasil sidik ragam P-tersedia tanah diperoleh

bahwa perlakuan kompos TKKS dan SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan P tanah.

Tabel 5. Rataan P-tersedia tanah

Pupuk SP-36
Kompos TKKS P0 P1 P2 P3 Rataan
(0 g/pot) (0.27g/pot) (0.54 g/pot) (0.81 g/pot)
B0 (0 g /pot) 14.98 14.75 30.36 26.53 21.66
B1 (40 g /pot) 17.49 28.39 29.07 20.98 23.98
B2 (80 g /pot) 19.78 24.70 24.75 21.88 22.78
B3 (120 g /pot) 21.23 18.04 25.76 35.02 25.01
Rataan 18.37 21.47 27.48 26.10
1398. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597
Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa kombinasi pemberian bahan organik dan pupuk SP-36

tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan P-tersedia tanah. Perlakuan B3P3 menunujukkan

nilai yang tertinggi yaitu 35,02 ppm dan yang terendah pada perlakuan B0P1 yaitu 14,75 ppm. Hal

ini disebabkan pupuk anorganik yang diberikan dalam percobaan ini dapat digunakan oleh

mikroorganisme sebagai sumber energi untuk merombak bahan organik sehingga dihasilkan asam

organik. Asam-asam organik dari kompos TKKS secara tidak langsung juga menyebabkan

kelarutan fosfat semakin menurun. Brady dan Weil (2002) menyatakan pemberian pupuk anorganik

dan bahan organik secara bersamaan dapat menyebabkan terjadinya immobilisasi hara.

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Tinggi Tanaman Vegetatif

Dari data pengukuran tinggi tanaman vegetatif dan dari hasil sidik ragam tinggi tanaman

vegetatif diperoleh bahwa perlakuan kompos TKKS tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman, begitu juga dengan pupuk SP-36, dan kombinasi antara kompos TKKS dengan pupuk

SP-36 juga tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.

Tabel 6. Rataan tinggi tanaman vegetatif (cm)


Pupuk SP-36
Kompos TKKS P0 P1 P2 P3 Rataan
(0g/pot) (0.27g/pot) (0.54g/pot) (0.81g/pot)
B0 (0 g /pot) 83.87 95.43 96.93 91.13 91.84
B1 (40 g /pot) 87.30 92.57 91.03 87.20 89.53
B2 (80 g /pot) 87.90 87.93 84.97 93.00 88.45
B3 (120 g /pot) 87.97 92.77 91.70 94.43 91.72
Rataan 86.76 92.18 91.16 91.44

Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap perlakuan tidak berbeda nyata

dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Tinggi tanaman tertinggi yaitu pada perlakuan B0P2

yaitu 96,93 cm dan terendah yaitu perlakuan B1P0 yaitu 83,86 cm. Hal ini diduga karena tanaman

belum mampu menyerap nitrogen yang diberikan ke dalam tanah. Lingga (1986) menyatakan bahwa

kekurangan unsur hara N dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat. Unsur ini merupakan unsur hara

utama yang dibutuhkan tanaman terutama pada masa vegetatif


1399. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597

Jumlah Anakan Maksimum

Dari data pengukuran jumlah anakan akhir maksimum dan dari hasil sidik ragam jumlah

anakan maksimum diperoleh bahwa perlakuan kompos TKKS dan kombinasi antara kompos TKKS

dengan pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap meningkatkan jumlah anakan maksimum.

Tabel 7. Rataan jumlah anakan maksimum


Pupuk SP-36
Kompos TKKS P0 P1 P2 P3 Rataan
(0 g/pot) (0.27g/pot) (0.54 g/pot) (0.81 g/pot)
B0 (0 g /pot) 8.33a 13.67bc 15.33cde 15.00cde 13.08a
B1 (40 g /pot) 16.67de 16.00de 19.00ef 9.33ab 15.25ab
B2 (80 g /pot) 16.67de 15.33cde 15.33cde 19.67ef 16.75ab
B3 (120 g /pot) 18.67ef 14.00bcd 18.33ef 22.67f 18.41 b
Rataan 15.08 14.75 17.00 16.67
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda
rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa semakin tinggi taraf dosis TKKS yang diberikan maka

jumlah anak maksimum semakin meningkat. Taraf dosis TKS B3 (120 g TKKS/pot) menunjukkan

peningkatan jumlah anakan maksimum yaitu 18,41 anakan nyata lebih tinggi bila dibandingkan

dengan perlakuan lainnya. Taraf kombinasi perlakuan kompos TKS B3 (120 g TKKS/pot) dengan

pupuk SP-36 P3 (0,81 g SP-36/pot) menunjukkan peningkatan jumlah anakan yaitu 22,66 anakan.

Dan bila dibandingkan dengan dosis TKKS yang lebih rendah berbeda nyata terhadap peningkatan

jumlah anakan. Hal ini disebabkan karena kompos memperbaiki struktur tanah dengan

meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan meningkatkan kemampuan tanah untuk

mempertahankan kandungan air tanah. Bahan organik yang dihasilkan juga sebagai penyuplai unsur

hara N yang sangat berguna bagi peningkatan jumlah anakan padi. Kompos akan meningkatkan

kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Brady and Weil (2002) menyatakan bahwa

kompos mampu mengurangi kepadatan tanah sehingga memudahkan perkembangan akar dan

kemampuannya dalam penyerapan hara.

Bobot Kering Gabah

Dari data pengukuran bobot kering gabah dan dari hasil sidik ragam bobot kering gabah

diperoleh bahwa perlakuan kompos TKKS dan kombinasi perlakuan kompos TKKS dengan pupuk
1400. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597
SP-36 berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering gabah, sedangkan perlakuan pupuk SP-36

tidak berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering gabah.

Tabel 9. Rataan bobot kering gabah (g)


Pupuk SP-36
Kompos TKKS P0 P1 P2 P3 Rataan
(0 g/pot) (0.27g/pot) (0.54 g/pot) (0.81 g/pot)
B0 (0 g /pot) 13.43a 24.70bcd 27.43cd 17.97cd 20.88a
B1 (40 g /pot) 26.78cd 22.87bcd 30.13d 21.07bc 25.21ab
B2 (80 g /pot) 31.87d 29.50cd 16.56ab 27.50cd 26.36ab
B3 (120 g /pot) 21.93bc 26.73cd 38.33de 36.70de 30.93b
Rataan 23.50 25.95 28.12 25.81
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda
rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Dari Tabel 9. dapat dilihat bahwa semakin tinggi taraf dosis kompos TKKS yang diberikan

maka bobot kering gabah semakin tinggi. Taraf dosis kompos TKKS B3 (120 g TKKS/pot)

menunjukkan peningkatan bobot kering gabah tertinggi yaitu 30,92 g bila dibandingkan dengan

dosis kompos TKKS yang lebih rendah baik dengan B2 (80 g TKKS/pot) dan B1 (40 g TKKS/pot)

menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap peningkatan bobot kering gabah. Kombinasi perlakuan

kompos TKKS B3 (120 g TKKS/pot) dengan pupuk SP-36 P2 (0,54 g SP-36/pot) menunjukkan

peningkatan yaitu 38,33 g dan bila dibandingkan dengan pemberian dosis yang lebih rendah

berbeda nyata terhadap peningkatan bobot kering gabah. Hal ini dapat disebabkan karena kompos

yang bersifat slow release,yaitu hara yang dilepaskan oleh kompos lebih lambat, sehingga hara N

tidak banyak hilang dari tanah akibat penguapan, dan hara P tidak banyak yang terfiksasi. Dengan

demikian, tanaman bisa menyerap hara sesuai yang dibutuhkan tanaman saat untuk pembentukan

bobot gabah. Buckman and Brady (1980) menyatakan bahwa dekomposisi kompos menghasilkan

bahan organik yang mengandung unsur hara yang sangat dibutuhkan dalam mendukung

pertumbuhan dan produksi padi. Selain itu unsur hara P juga berfungsi sebagai pembentukan biji

dan buah.
1401. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337- 6597

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian kompos

tandan kosong kelapa sawit nyata meningkatkan pH tanah, reduksi Fe2+ C-organik namun tidak

nyata dalam meningkatkan P-tersedia dan tinggi tanaman. Pemberian kombinasi perlakuan B3

(120g TKKS/pot) dengan P3 (0.81 g SP-36) nyata lebih tinggi meningkatkan jumlah anakan dan

bobot kering gabah.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, F., Ani, S, dan A. Jumberi. 2006. Dinamika unsur besi, sulfat, fosfor, serta hasil padi akibat
pengolahan tanah, saluran kemalir, dan pupuk organik dilahan sulfat masam. http//.
pengelolaan lahan sulfat masam terhadap peningkatan produksi padi.pdf. [28 Januari 2012].

Buckman, H.O and Brady, N.C. 1982. Ilmu Tanah (Diterjemahkan oleh Soegiman). Bhratara Karya
Aksara. Jakarta.

Brady, N.C., and R.R.Weil. 2002. The Nature and Properties of Soils. 13th Edition. Upper Saddle
River, New Jersey.

Darnoko, Z. Poeloengan dan Iswandi Anas. 1993. Pembuatan Pupuk Organik Dari Tandan Kelapa
Sawit. Buletin PPKS Medan.

Hasibuan, B.E. 2008. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Marginal. USU. Medan.
Lingga, P. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.
Madjid, A. 2009. Pengelolaan Kesuburan Tanah Sulfat Masam. http://dasar-dasar ilmu
tanah.blogspot.com. [26 Januari 2012].

Noor, M. 1996. Padi Lahan Marjinal. PT Penebar Swadaya. Jakarta.


Reddy, K.R., dan R.D. Delaune. 2008. The Biogeochemistry of Wetlands ; Science and
applications. CRC Press. New York, USA.

Widjaja-Adhi, I P.G. 1995. Potensi, Peluang, dan Kendala Perluasan Areal Pertanian di Lahan
Rawa di Kalimantan dan Irian Jaya. Sem. Perluasan Areal Pertanian di KTI. PIl, Serpong
7-8 November 1995. http:// Pemanfaatan Fosfat Alam Untuk Lahan Sulfat Masam.
[26 Januari 2012].

You might also like