Kehidupan Sosial Budaya Masa Pergerakan Nasional D
Kehidupan Sosial Budaya Masa Pergerakan Nasional D
Kehidupan Sosial Budaya Masa Pergerakan Nasional D
21675
RESEARCH ARTICLE
To cite this article: Fauzi, W.I & Santosa, A.B. (2020). Kehidupan sosial budaya masa pergerakan nasional di Indonesia
dari sudut pandang novel sejarah (1900-1942). HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 3 (2). 2020. 187-196, DOI:
https://doi.org/10.17509/historia.v3i2.21675
Naskah diterima : 6 Desember 2020, Naskah direvisi : 20 April 2020, Naskah disetujui : 30 April 2020
Abstract
Historical novels help to fill the gap in exploring social facts or mental facts that are not recorded in document sources. As
the formulation of the problem in this study is “What is the socio-cultural narrative of the Indonesian national movement
from the perspective of historical novels (1900-1942)?”. The approach used in this study is a qualitative approach. In this
study, researchers will describe the picture as it is for the reality of the period of the National Movement in Indonesia (1900-
1942) from the Historical Novel’s Perspective. Researchers chose the historical method as a research method and the study
of literature as a research technique. The results showed the social and cultural settings depicted in historical novels such
as: modernization, westernization, romanticism, Western arrogance, the press and ideas, sense of inferiority of colonized
nations, social stratification, discrimination, education, ethical political atmosphere, the emergence of Japan as an economic
power , and the emergence of anti-Chinese sentiments.
Keyword: historical facts; historical novel; imagination; Indonesian national movement; novelist; Pramoedya.
Abstrak
Novel-novel sejarah dapat mengisi kekurangan dalam menggali fakta fakta sosial atau fakta-fakta mental yang tidak terekam
dalam sumber-sumber dokumen. Sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana narasi sosial budaya
masa pergerakan nasional Indonesia dari sudut pandang novel sejarah (1900-1942)?”. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan gambaran apa adanya
terhadap realitas masa Pergerakan Nasional di Indonesia (1900-1942) dari Sudut Pandang Novel Sejarah. Peneliti memilih
metode historis sebagai metode penelitian dan studi litelatur sebagai teknik penelitian. Hasil penelitian menunjukan setting
sosial dan budaya yang digambarkan pada novel sejarah antara lain: modernisasi, westernisasi, romantisme, arogansi
Barat, pers dan gagasan, rasa rendah diri bangsa terjajah, stratifikasi social, diskriminasi, pendidikan, suasana politik etis,
munculnya Jepang sebagai kekuatan ekonomi, serta munculnya sentiment anti-tionghoa.
Kata Kunci: fakta sejarah; imajinasi; novelis; novel sejarah; Pramoedya; pergerakan nasional Indonesia
pada hubungan ayah dan anak pada beberapa novel Dalam sastra, teks dan maknanya menjadi otoritas
Pramoedya, yaitu Bukan Pasar malam, Cerita dari Blora, pengarang sepenuhnya. Berbeda dengan sejarah, data-
dan Bumi Manusia. data yang ditampilkan tidak dalam wilayah otoritas
Novel sejarah yang baik adalah jika para novelis pengarang. Data-data sejarah bermula dari pertanyaan-
menggunakan bukti-bukti sejarah seperti tokoh dan pertanyaan yang diajukan sejarawan. Perdebatan
peristiwa yang riil, kemudian mereka menjelaskan mengenai sejarah dan novel sejarah difokuskan pada
keadaan yang sebenarnya dan menghormati setiap tepatnya konten sejarah yang disajikan pada novel dan
catatan sejarah serta bijakasana dalam mengemukakan hal tersebut akan selalu memicu pro dan kontra yang
suatu kontroversi. Novel sejarah yang dipilih menurut tiada henti. Para pengkritik novel sejarah melihat bahwa
Wiriaatmadja (2002) adalah novel sejarah yang fakta sejarah di novel sejarah hanya dijadikan pelengkap
memenuhi beberapa syarat, yaitu: saja, kualitas akademiknya diragukan, fakta dilebih-
1. menggambarkan kehidupan dengan jujur dan lebihkan hanya untuk menarik pembaca, dan mengikuti
akurat, selera pasar (Howell, 2015).
2. tidak melakukan distorsi terhadap fakta-fakta Mengenai perbedaan fakta dan fiksi, Hobsbawm
sejarah, (Purwanto, 2006) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan
3. imajinasi pengarang harus konsisten dalam mendasar antara fakta dan fiksi serta antara pernyataan
gambaran latar belakang sejarah yang ditampilkan, sejarah yang didasarkan bukti dan pernyataan literer
4. pengarang novel sejarah melakukan penelitian yang tidak didasarkan pada bukti. Untuk menjembatani
tentang zaman itu, termasuk lingkungannya, detail persoalan fakta dan fiksi dalam merekonstruksi masa
tentang kehidupan sehari-hari, termasuk gaya lalu, Hobsbawn (Purwanto, 2006) merasa perlu untuk
bicaranya, dan membedakan apa yang ada dengan apa yang tidak ada
5. mampu menyajikan ceritera yang menarik tentang untuk menentukan ada tidaknya sejarah. Representasi
periode tersebut dari sudut pandang zamannya kenyataan masa lalu tidak hanya ditentukan oleh bahasa
(zeitgeist). karena naratif yang merupakan produk dari bahasa
Ketika sastra dan sejarah dibicarakan secara hanya akan ada jika terdapat realitas dimasa lalu.
bersama-sama, segera muncul pertanyaan, apakah ada Menurut Teeuw (Nurgiyantoro, 2015), adanya
fiksi didalam sejarah dan apakah ada fakta di dalam kemiripan cerita fiksi dengan kenyataan bukan
sastra padahal fakta dan fiksi tidak dapat begitu saja merupakan tujuan melainkan sarana menyampaikan
secara kaku diasosiasikan hanya dengan salah satu sesuatu kepada pembaca yang lebih dari kenyataan itu
diantara keduanya, yaitu hanya berkaitan dengan sastra sendiri. Karya sastra nampak konkret disebabkan oleh
atau dengan hanya sejarah (Purwanto, 2006; Niekerk, kelihaian dan kemampuan imajinasi pengarang dan
2017). Lebih lanjut Purwanto mengungkapkan bahwa ditopang oleh detail latar dan tokoh yang menyakinkan
secara umum sastra selalu dikaitkan dengan fiksi yang serta dikaitkan dengan kebenaran sejarah (Nurgiyantoro,
imaginatif, sedangkan sejarah tidak dapat dipisahkan 2015). Maksud dari melebihi kenyataan adalah pengarang
dari fakta untuk menemukan kebenaran masa lalu dan memberikan makna kehidupan, mengajak kita untuk
sebagai sebuah realitas yang dibayangkan, sejarah dan merenungkan hakikat kehidupan, berdialog dengan
sastra sering dianggap berada dalam tataran yang sama kehidupan melalui kenyataan yang sengaja diciptakan.
(Purwanto, 2006). Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan
Namun, berbeda dengan pendapat sebelumnya, manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, dengan
Kuntowijoyo (1995), sejarah itu berbeda dengan sastra sesama, dengan dirinya sendiri, serta dengan Tuhan.
dalam hal: cara kerja, kebenaran, hasil keseluruhan, Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi
dan kesimpulan. Sastra adalah pekerjaan imajinasi, pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Dengan
kebenaran di tangan pengarang, dengan perkataan lain demikian, walau berupa khayalan, tidak benar jika fiksi
bersifat subjektif. Sastra bisa berakhir dengan pertanyaan, dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka. Sastra
sedang sejarah harus memberikan informasi selengkap- adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa
lengkapnya. Menurut Kuntowijoyo (1995), bahasa untuk “menyajikan kehidupan” yang sebagian besar
sejarah adalah bahasa yang sederhana dan langsung, merupakan kenyataan sosial (Nugiyantoro, 2015).
persis seperti dalam bahasa sastra modern. Tidak ada Sebagai sebuah karya imajinatif, fiksi menawarkan
bahasa yang berbunga-bunga. Tidak ada “rambutnya berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan,
bak mayang mengurai”, juga tidak “hutan itu selebat hidup dan kehidupan. Realitas dalam karya fiksi
jenggot orang Arab” dan seterusnya. merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan
yang ditampilkan. Fiksi menceritakan berbagai masalah content analysis). Pengertian pendekatan analitis
kehidupan manusia dalam interaksinya dengan itu sendiri adalah suatu pendekatan yang berusaha
lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri memahami gagasan pengarang atau mengimajikan ide-
sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Walau berupa ide, serta sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-
hasil kerja imajinasi, khayalan, tidak benar jika fiksi gagasannya (Aminuddin, 2009). Analisis naratif adalah
dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan analisa mengenai narasi baik fiksi (novel sejarah)
penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan maupun fakta dalam tulisan sejarawan (Eriyanto, 2015).
terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan Analisis isi digunakan untuk mengkaji kekuatan sosial
yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung politik yang dominan dan bekerja dalam teks sastra,
jawab (Nurgiyantoro, 2015). serta nilai-nilai yang ditonjolkan oleh novelis (Eriyanto,
Mengenai memposisikan novel dan sejarah, Sugito 2015).
(2008) menyatakan jika novel dijadikan sebagai sumber Novel sejarah yang temanya pergerakan nasional
sejarah dalam sebuah karya historiografi, data yang Indonesia merupakan instrument utama dalam penelitian
digunakan pun biasanya tidak menyangkut soal detail ini yang secara teoretis bisa dikategorikan sebagai
mengenai keterangan tempat, waktu, atau kronologi dokumen. Sedangkan instrument lain yang digunakan
peristiwa (5W+1H) melainkan digunakan untuk selain Novel sebagai dokumen adalah wawancara. Tujuan
mendapatkan gambaran mengenai kesadaran zaman dari wawancara adalah untuk menggali bagaimana
atau semangat zaman yang sedang tumbuh pada masa pandangan novelis mengenai peristiwa sejarah pada
itu. Novel yang mampu menggambarkan semangat dan masa pergerakan nasional. Data yang digunakan berupa
situasi sebuah zaman (dan bukan akurasi 5W+1H-nya) teks atau narasi sejarah dalam novel sejarah. Pengolahan
itulah yang membuat kita memungkinkan mendapat dan analisis data yang digunakan dengan cara analisis isi
gambaran (bukan akurasinya). Kehati-hatian macam (content analysis) terhadap teks.
itu menurut Sugito (2008) penting, bukan untuk
meneguhkan supremasi ilmu sejarah sebagai sumber
paling otoritatif mengenai masa silam, tetapi justru HASIL PENELITIAN
untuk (1) tidak sembrono memukul rata semua novel Pada bagian ini akan diuraikan setting social,
sejarah bisa dijadikan sebagai sumber sejarah atau budaya, politik, dan ekonomi pada novel-novel yang
dokumen sejarah; (2) menempatkan novel sejarah pada bertema atau lahir pada masa pergerakan nasional
proporsinya; dan (3) tidak memberi beban yang tidak Indonesia. Novel yang menggambarkan suasana zaman
semestinya pada novel sejarah. pergerakan nasional, antara lain: Tan (Hendri Teja),
Max Havelaar (Multatuli), Bumi Manusia (Pramoedya
Ananta Toer), Anak Semua Bangsa (Pramoedya Ananta
METODOLOGI PENELITIAN Toer), dan Salah asuhan (Abdoel Moeis)’
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
yaitu berawal pada data dan bermuara pada kesimpulan. Modernisasi di tanah Hindia
Tujuan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
Di dalam proses modernisasi tercakup suatu
adalah untuk mencari gambaran yang kompleks dan
transformasi total dari kehidupan bersama yang
holisitik mengenai subjek permasalahan yang diteliti
tradisional atau pramodern dalam artian teknologis
dalam hal ini mengenai narasi sosial budaya masa
serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan
pergerakan nasional di Indonesia dari sudut pandang
politis yang menjadi ciri-ciri negeri-negeri Barat yang
novel sejarah (1900-1942).
stabil. Awal abad 20 merupakan momentum perubahan
Peneliti memilih metode historis sebagai metode
di tanah Hindia-Belanda karena modernisasi yang
penelitian dan studi litelatur sebagai teknik penelitian.
dibangun di Eropa dua Abad sebelumnya telah menjalar
Metode historis adalah metode penelitian yang lazim
ke tanah jajahan. Hal tersebut nampak pada novel-
digunakan dalam penelitian sejarah karena masalah
novel karya Pramoedya, baik Bumi Manusia maupun
yang diteliti merupakan salah satu peristiwa yang
Anak Semua Bangsa. Cukup menarik digambarkannya
merupakan objek penelitian sejarah (Sjamsuddin, 2007).
temuan sepeda yang pada awalnya dipandang aneh oleh
Menurut Gottschlak (2015) “Metode historis adalah
masyarakat Hindia.
proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman
Pada Novel Bumi Manusia, digambarkan sukacitanya
dan peninggalan masa lampau”.
penduduk Jawa dengan ditemukannya aspirin, zat kimia
Selain metode historis, penelitian ini juga
penghilang sakit kepala dan panas. Dalam novel Anak
menggunakan metode analisis isi kualitatif (qualitative
HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, p-issn:2620-4789 | e-issn:2615-7993
190
HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 3 (2). 2020. 187-196, DOI: https://doi.org/10.17509/historia.v3i2.21675
Semua Bangsa dideskripsikan terjadinya mekanisasi Novel Salah Asuhan (Moeis, 1983) paling banyak
di semua bidang kehidupan, termasuk dengan di menggambarkan proses westernisasi budaya dalam
temukannya mobil. masyarakat Indonesia pada awal masa pergerakan
Modernisasi adalah penerapan ilmu pengetahuan nasional, misalnya: Pergaulan laki-laki dan perempuan,
pada semua bidang kehidupan manusia. Modernisasi pakaian perempuan yang semakin membuka aurat dan
juga nampak dalam pola berpikir ilmiah yang menjadi kehilangan batas kesopanan, pribumi yang kebarat-
standar dalam menilai suatu kebenaran, yaitu landasan baratan yang menghina pribumi yang masih tradisional
pembuktian secara empiris serta dorongan budaya dan memegang tradisi. Selain itu, Salah Asuhan
literasi, membaca dan menulis. menggambarkan anggapan bahwa menggunakan
“Kita tidak berlainan pendapat, Tuan Minke. bahasa Belanda atau asing lebih “keren” dibandingkan
jangan keliru. Menulis tentang kenyataan harus menggunakan bahasa daerah. Tokoh-tokoh dalam Salah
diperlengkapi dengan bahan yang cukup. Ada Asuhan mengkritik budaya dan adat istiadat lama seraya
methoda untuk itu.” (Toer, 2009) mengangungkan budaya barat, dan tradisi Minangkabau
yang matrilineal, serta pola pernikahan yang dijodohkan
“Ciri utama kalangan terpelajar adalah mampu turut menjadi sasaran kritik.
menulis. “Jangan pikir apa yang akan kalian tulis,
tapi tulis apa yang kalian pikir” (Teja, 2016) Kisah Percintaan Berbeda Ras dan Pergundikan
Novel sejarah yang membahas masa pergerakan
Ciri modernisasi awal abad 20 juga ditandai dengan
nasional banyak mengungkap berbagai sisi romantisme
kesadaran akan pentingnya pendidikan, terutama
dan kisah percintaan antara pribumi dengan Belanda
pendidikan Eropa. Kekuatan pendidikan diyakini dapat
dengan berbagai kerumitan yang terjadi dalam proses
menjadi senjata utama dalam mendobrak penjajahan
hubungan tersebut. Novel Salah Asuhan meceritakan
yang sudah berabad-abad. Dalam novel Anak Semua
kerumitan kisah cinta Corie dan Hanafi, novel Tan
Bangsa (2009) digambarkan bahwa kesadaran
menceritakan kisah cinta Tan Malaka dan Fenie, serta
pendidikan untuk melawan terinspirasi dari gerakan
Bumi Manusia mengungkap kerumitan romantisme
kaum terpelajar di Filipina. Modernisasi nampak juga
Annales dan Minke.
pada perubahan pandangan negatif terhadap hal-hal
“Fenny van de Sneidjer. Senang berkenalan dengan
berbau mistis termasuk ramalan atau kepercayaan pada
Anda.” (Teja, 2016, hlm. 41)
astrologi baik di kalangan pribumi maupun Belanda.
Hubungan percintaan antar ras sering digambarkan
Westernisasi Budaya dalam Berbagai Aspek dalam konfrontasi kegelisahan-kegelisahan seksual
Selain modernisasi, salah satu isu yang banyak yang selalu menyertai wacana kolonial mengenai
diulas di novel bertema masa pergerakan nasional ras dan seksualitas. Di Hindia Belanda, demakrasi
adalah munculnya westernisasi, atau pola hidup gender, ras, dan kelas ditekankan dengan semakin
kebarat-baratan. Pada novel Anak Semua Bangsa (2009), disebarkannya UU dan peraturan yang mengendalikan
westernisasi diuraikan dalam bentuk keberanian anak hubungan antara si penjajah dan si terjajah (Foulcher,
membantah orang tua, perilaku yang meniru Belanda, 2008). Peraturan tersebut dibuat sebagai penghalang
serta sebutan orangtua kepada anaknya, begitupun terhadap heterogenitas yang mengancam akan menelan
sebaliknya. kemurnian masyarakat kolonial kulit putih. Hal tersebut
Westerninasi budaya nampak pula pada nampak dalam dialog panjang dalam novel Salah Asuhan
berkembangnya paham feminisme yang merubah (1983)
pandangan perempuan tentang posisinya ditengah Pernikahan campuran atau amalgamasi antara
masyarakat termasuk keluarga (Hamka, 1963). Salah pribumi dengan bangsa Eropa merupakan sebuah
satunya nampak pada Bumi Manusia (2008). Dalam kesalahan, baik dari sudut pandang pribumi maupun
novel Anak Semua Bangsa, feminisme digambarkan bangsa Eropa itu sendiri. Perbedaan ras yang nampak,
dengan keberanian istri untuk menggugat cerai suaminya diperumit dengan perbedaan sttusi lainnya seperti adat
(2009). Namun, dalam novel tersebut digambarkan juga budaya, agama, kepentingan dan lainnya yang membuat
kontradiksi dan ironi dalam kehidupan masyarakat pernikahan campuran dinilai sebagai “cinta terlarang”
modern seperti larangan perempuan di Belanda untuk pada masa pergerakan nasional.
menjadi anggota parlemen atau pribumi tetap saja tidak Konsekuensi dari dibuatnya peraturan yang tidak
bisa sederajat dengan bangsa Eropa. mensahkan pernikahan campuran di Hindia-Belanda,
maka munculah pernikahan-pernikahan tidak sah atau yang tak terbantahkan. Pers menyampaikan kritik
bawah tangan. Hal tersebut tergambar dalam Bumi adalah salah satu cara menjalankan salah satu fungsi
Manusia yang diwakili oleh tokoh Nyai Ontosoroh, normatifnya, yakni sebagai alat kontrol sosial. Selain itu
ibunya Annales. Istilah yang muncul adalah “Nyai” bermakna sebagai cara bagaimana pers menyalurkan
sebutan untuk istri bangsa Eropa dari kalangan pribumi. aspirasi sosial dan aspirasi masyarakat. Demikian pula
Namun, jika dalam banyak novel, Nyai digambarkan kritik sosial, bagi pers merupakan satu cara bagaimana
buruk dan dilukiskan sebagai perempuan tidak berdaya, pers memposisikan diri sebagai wahana katarsis sosial,
dalam Bumi manusia, sosok Nyai digambarkan sebagai sarana penglepasan kegelisahan, keprihatinan, dan
perempuan terhormat, mandiri, sejajar dengan suaminya, kemarahan rakyat.
bahkan punya kekuasaan dalam mengatur keluarga dan Dalam novel, pers digambarkan sebagai tempat
perusahaan yang berada dibawah kendali suaminya perang gagasan. Dalam novel Tan, pers digambarkan
(2008). Gambaran gundik di Bumi Manusia berbeda sebagai tempat pertarungan pemikiran tentang
dengan gambaran Pramoedya di novel lanjutannya, yaitu bagaimana memperlakukan pribumi pasca politik etis.
Anak Semua Bangsa. Gundik digambarkan membuat Pers sebagai alat pertarungan gagasan juga nampak
malu keluarga, perbuatan yang tidak patut, tidak layak, dalam Anak Semua Bangsa berikut:
dan tak ada yang bisa dibenarkan (2009). Tidak diduga dalam sebuah koran Melayu milik
orang Eropa muncul tulisan yang membela diriku,
Pandangan Bangsa Belanda pada Kaum Pribumi ditulis oleh seorang yang mengaku bernama:
Kommers. (Toer, 2009)
Novel masa pergerakan nasional ceritanya
didominasi oleh arogansi Barat lewat kolonialisme dan
Pers juga diangap sebagai penyambung gagasan
imperialismenya dan menjadikan bangsa terjajah sebagai
dan persebaran budaya baca dan alat komunikasi di
bangsa inferior dalam berbagai bidang kehidupan.
lingkungan masyarakat Hindia. Dalam banyak dialog,
Arogansi barat dalam novel Salah Asuhan digambarkan
pers dinilai sarana efektif penyebaran persatuan lewat
sebagai bentuk “Kesombongan bangsa”. Kesombongan
bahasa. Hal tersebut didasarkan pada ide bahwa bahasa
bangsa ini nampak dalam hinaan pada bangsa kulit
merupakan identitas budaya (Toer, 2009, hlm. 155).
berwarna, bahkan ke kulit putih sekalipun yang berasal
Dalam Anak Semua Bangsa dan Tan disebutkan banyak
dari perkawinan campuran.
pers masa Pergerakan nasional, antara lain Het Vrijie
Arogansi bangsa kulit putih diwujudkan dalam
Woord, De Locomotief, Pemberita Betawie, Taman Sari,
bentuk tindakan yang diskriminatif pada kaum pribumi
Bintang Soeorabia, Djawi Kondo, Liberal, Medan, dan
(Moeis, 1983). Diskriminasi nampak pula pada perlakuan
Sumatera Post dan Pertja Barat (Toer, 2009, hlm. 384).
Belanda pada pelajar-pelajar Indonesia di Belanda, salah
Di novel Tan (Teja, 2016, hlm. 71) diuraikan pula
satunya adalah dipersulitnya mendapat beasiswa dan
perkembangan pers di negeri Belanda, yaitu Het Volk
pinjaman pelajar malalui NIOS. Hal tersebut di uraikan
dan De Telegraf.
di novel Tan berikut:
Pada suatu siang aku dipanggil ke ruang Pandangan Pribumi pada Belanda dan Gambaran
guru. Rupanya aada surat untukku. Beritanya tentang Negeri Belanda
mengecewakan. Aku dianggap tak layak menerima Novel masa pergerakan nasional selain
pinjaman NIOS. Tak dipaparkan alasannya. mengungkapkan pandangan bangsa Barat atau Belanda
Mungkinkah karena aku seorang pribumi Hindia? terhadap pribumi, namun juga memberikan gambaran
(Teja, 2016, hlm. 47) pandangan sebaliknya. Salah satu penyakit bangsa
terjajah dihadapan penjajahnya adalah rasa rendah diri
Pers dan Media Massa pada Masa Pergerakan Nasional dan tidak percaya diri yang sangat parah, dalam novel
Tan tergambar sebagai berikut:
Kritik sosial akan lebih efektif apabila disampaikan
“ Aku tertunduk, kemudian kulihat ada pensil dan
melalui lembaga penyalur kritik. Saat ini banyak lembaga
buku catatan menyembul dari kantong rompinya.
yang menampung aspirasi masyarakat dan perorangan.
Aku salah mengira, lelaki itu bukan seorang pejabat
Pers adalah salah satu lembaga yang ikut andil dalam
penting di sekolah, paling-paling pekerjaannya
menyampaikan kritik sosial kepada masyarakat dan
hanya staf administrasi. Celakanya, aku tetap saja
penguasa. Bagi pers yang berani mengkritik pemerintah,
minder, tak dapat keras di hadapannya (Teja, 2016).
resiko pemberedelan dan peringatan menjadi kenyataan
Dalam novel Anak Semua Bangsa, digambarkan sikap diskriminasi disemua aspek kehidupan. Kaum
bahwa belajar bahasa Belanda merupakan pintu menuju pribumi menjadi masyarakat kelas bawah yang tidak
kemajuan, pemahaman terhadap bangsa Barat, dan berhak mendapatkan fasilitas yang ada. Bahkan, kaum
menjadi alat untuk memajukan negeri sendiri. Belajar pribumi diperlakukan layaknya budak, dihisap tenaga,
dari Belanda tentang konsep kemajuan dan modernitas pikirannya demi kepentingan kaum imperalis.
memang diperlukan termasuk kedalaman ilmu
pengetahuan, selain belajar dari bangsa-bangsa lain yang Pendidikan Masa Pergerakan Nasional
telah maju lainnya (Toer, 2009, hlm. 248).
Pada masa kolonialisme Belanda, pendidikan
Negeri Belanda, baik lingkungan sosial budayanya,
diarahkan kepada kepentingan kolonial. Bangsa
termasuk keindahan alamnya, dalam beberapa novel
Indonesia dididik untuk menjadi buruh kasar,
sering dieksploitasi keindahannya. Terutama ketika
sebagian untuk menjadi tenaga administrasi, teknik,
menjelaskan perjuangan para pelajar Indonesia yang
dan pertanian. Materi-materi pendidikannya hanya
sedang kuliah di sana. Dalam Tan dan beberapa novel
sekedar pengetahuan dan kecakapan yang dapat
lainnya, digambarkan perjuangan mahasiswa Indonesia
mempertahankan kekuasaan politik dan ekonomi
yang harus berjuang keras beradaptasi dengan iklim
penjajah. Pada masa tanam paksa, pendidikan diarahkan
Belanda yang berbeda jauh dengan iklim di Indonesia.
agar bangsa Indonesia terutama bangsawan, diarahkan
Hal tersebut Nampak dalam Novel Tan maupun Bumi
sebagai tenaga perantara dari sistem tersebut. Masuknya
Manusia.
paham liberal turut serta mempengaruhi kebijakan politik
Cukup menarik dialog yang terdapat dalam novel
pemerintah Hindia Belanda, yaitu dengan kebijakan
Anak Semua Bangsa, disana terdapat dialog humanisme.
politik etisnya (Multatuli, 2016). Namun, kebebasan
Dalam dialog tersebut diuraikan bahwa Eropa dan
dalam paham liberal dimaknai lagi oleh kaum kolonial,
Pribumi adalah sama-sama manusia, ada yang jahat dan
paham kebebasan hanya berlaku untuk mereka tapi tidak
ada yang baik. Bangsa Eropa dalam menjajah Hindia
untuk kaum pribumi, karena kepentingan ekonomi jauh
memang kejam, biadab, dan penuh kekerasan namun
lebih utama daripada melaksanakan ide kebebasan yang
penguasa pribumi (Jawa) pun melakukan hal yang
mereka agung-agungkan di negeri sendiri. Dalam novel
sama pada rakyatnya jauh sebelum Belanda datang.
Tan, pendidikan adalah pengabdian dan pembebasan
Bahkan kalaupun takdir berkebalikan, Bangsa Jawa yang
negari dari penjajahan.
menjajah Eropa, maka tindakan Bangsa jawa akan lebih
Suasana politik etis yang ditandai dengan dibukanya
kejam lagi.
pintu pendidikan bagi kaum pribumi tertentu banyak
mewarnai novel bertema masa pergerakan nasional.
Stratifikasi Sosial Dalam Bumi Manusia dideskripsikan tentang para
Bangsa Indonesia selama berabad-abad mengalami pelajar Hindia yang baru lulus dari ujian Negara: “Tuan
masa pahit hidup dibawah penjajahan bangsa asing. Inspektur Pengajaran Eropa tidak ikut bicara. Sekarang
Pengalaman kolektif tersebut pada akhirnya mendorong acara memasuki pemanggilan Para pelulus yang telah
tumbuhnya kesadaran nasional untuk hidup dalam lolos dari ujian negara 1899. Para guru telah berbaris di
sebuah wadah negeri, yaitu Indonesia. Selama masa belakang Tuan Direktur. (Toer, 2008). Harapan tinggi
penjajahan tersebut masyarakat Indonesia terdiri dari masayarakat Indonesia yang menyekolahkan anaknya ke
dua golongan, yaitu golongan penjajah yang jumlahnya sekolah-sekolah Belanda terurai gamblang dalam Salah
minoritas dan golongan yang terjajah yang jumlahnya Asuhan (Moeis, 1983, hlm. 28). Novel Tan menguraikan
mayoritas. Novel Tan menyebut stratifikasi tersebut secara detail tentang pendidikan di Belanda, kesulitan
merupakan alat untuk melanggengkan kekuasaan dan perjuangan mahasiswa yang kuliah disana, termasuk
kolonial Belanda (Teja, 2016). apa saja yang dipelajari di Rijkweekschool, yaitu filsafat,
Kaum penjajah menganggap bangsa pribumi atau matematika, ilmu alam, pertanian, ilmu ukur tanah,
inlander merupakan kaum yang bodoh, kotor, tidak pengajaran, menggambar, serta bernyanyi (Teja, 2016,
beradab dan stigma negatif lainnya. Hal tersebut menjadi hlm. 44).
justifikasi bangsa Eropa untuk menjajah kaum pribumi.
Anggapan tersbut diperkuat dengan cara pandang rasis Pandangan tentang Jepang dan Keadaan Masyarakat
yang menganggap ras dan wana kulit orang Eropa lebih Jepang di Hindia Belanda
baiik dan unggul dibandingkan dengan ras dan warna Salah satu aspek yang banyak di bahas novel
kulit kaum pribumi. Cara pandang tersebut menimbulkan bertema pergerakan nasional adalah munculnya Jepang
sebagai kekuatan ekonomi di Asia pada awal abad 20.
Kekuatan ekonomi tersebut lambat-laun bersentuhan kota terbesar di Cina, di dunia, sudah dirajang-rajang
dengan masyarakat Hindia-Belanda pada waktu itu. menjadi konsesi bangsa-bangsa asing (Toer, 2009, hlm.
Dalam novel Anak Semua Bangsa, digambarkan bahwa 314).
di perkebunan dan bengkel, para pengusaha dan mandor Dengan demikian muncul kesadaran dikalangan
mulai tak memanggil orang Jepang dengan sebutan mereka sendiri untuk menyerap kekuatan Eropa dan
koh atau engkoh tapi tuan, dan mereka sudah berhak bangkit bersama dengan itu. Jika tidak, akan diterkam
menerima upah sama dengan orang Eropa Totok untuk oleh Eropa. Bangsa Cina harus serasikan Cina dengan
pekerjaan yang sama (Toer, 2009). Mereka digambarkan kekuatan Eropa tanpa menjadi Eropa, seperti halnya
bangsa yang ulet dan pekerja keras: dengan Jepang (Toer, 2009, hlm. 88). Kesadaran untuk
Bangsa Jepang dan Cina terkenal sebagai bangsa segera berdiri sejajar dengan bangsa Eropa nampak kuat
pengembara karena kemiskinan (Toer, 2009, hlm. menghinggapi bangsa Cina. Hal tersebut didasarkan
62) keyakinan bahwa mereka dulu adalah peradaban yang
menjadi rujukan dunia. Perasaan rendah karena dijajah
Dalam Anak Semua Bangsa digambarkan pula bangsa Manchu dan Eropa mendorong mereka untuk
betapa Kaisar Jepang berusaha untuk membangkitkan segera bangkit kembali.
harga diri bangsanya agar setara dengan bangsa-bangsa
yang sudah maju sebelumnya. Meskipun demikian,
tidak semua hal yang yang berkaitan dengan jepang SIMPULAN
bernilai positif. Di beberapa novel termasuk Anak Novelis mengkonstruksi budaya suatu masyarakat
Semua Bangsa disampaikan bahwa di kota-kota besar di melalui karya sastranya. Setiap novelis memotret dan
Indonesia, tempat-tempat pelacuran banyak dipenuhi memaknai kehidupan di sekitarnya untuk kemudian
oleh Kembang Jepun atau pelacur dari Jepang. diekspresikan melalui karya sastra. Corak intelektual
novelis yang berbeda akan mewarnai karya-karyanya
Pandangan Pribumi terhadap Etnis Tionghoa termasuk dalam memotret realitas masyarakat pada
zamannya. Novel sejarah merupakan roman yang
Munculnya sentiment anti-tionghoa mewarnai
menceritakan suatu masa dalam sejarah dan mencoba
beberapa novel bertema masa pergerakan nasional.
menampilkan semangat zaman, tatakrama, dan kondisi-
Bahkan dianggap sebagai ancaman kuning. Bahaya
kondisi sosial suatu masa lampau dengan menguraikan
Cina selain dikaitkan dengan kekuatan dominasi
secara detil fakta historis sehingga terkesan realistis.
ekonomi, dalam novel Anak Semua Bangsa digambarkan
penulis novel sejarah yang baik berusaha mencipta
mengandung bahaya politik. Hal tesebut didasarkan
ulang masa lalu maupun memberikan penjelasan sejarah
dialog mengenai Perang Cina, 1741-1743, yang menyapu
dengan tidak tergesa-gesa dan tidak juga berupa fiksi
kekuasaan VOC sepanjang pesisir utara Jawa.
murni. Dengan demikian, novelis juga memiliki cara
Dalam Anak Semua Bangsa, bangsa Cina selalu
pandang dalam menjelaskan realitas yang digambarkan
dibanding-bandingkan dengan tetangganya dari bangsa
dalam novelnya
Jepang. Cina digambarkan masih terbelenggu adat, salah
Pramoedya Ananta Toer dipandang beraliran
satunya kebiasaan berambut kuncir bagi laki-lakinya.
kiri, meskipun Pramoedya lebih banyak menyebut
Diuraikan pula, salah satu kebiasaan yang tidak disukai
pemikirannya sebagai “pramisme”. Dalam ranah
warga hindia adalah kebiasaan membuang dahak dimana
sastra, tulisan-tulisannya dipandang masuk dalam
saja (Toer, 2009, hlm. 68-69). Bangsa Cina digambarkan
aliran realisme sosialis. Sehingga wajar, dalam novel-
sebagai pendatang yang tidak sah dan datang ke Hindia-
novelnya, Pramoedya banyak mengangkat isu-isu kaum
belanda sebagai pelarian kriminal atau politik. Bangsa
sosialis dan komunis seperti persamaan atau egaliter
China diidentikan dengan kriminalitas dan gangster. Hal
dan coba mengangkat suara kaum subaltern, kritikus
tersebut nampak dalam Anak Semua Bangsa (Toer, 2009,
ketidakadilan sosial, pentingnya mencerdaskan anak
hlm. 296).
bangsa, menjungjung tinggi demokrasi, dan cinta tanah
Dalam sudut pandang orang Cina sendiri, dalam
air.
novel Anak Semua Bangsa, digambarkan bahwa mereka
Abdoel Moeis dalam novel-novelnya banyak
masih tetap membiarkan diri memeluk kepercayaan
mengkritik adat dan nilai-nilai Barat serta melihat
lama, bahwa Kerajaan Langit yang keramat, Cina, takkan
Barat dan Timur dalam sudut pandang konflik budaya.
mungkin jatuh ke tangan bangsa asing. Mereka lupa,
Novel-novelnya banyak mengkritik tingkah laku kaum
Hongkong, Kowloon, Makao sudah lama jatuh di tangan
borjuis yang ke Barat-Baratan dan lupa daratan. Abdoel
bangsa-bangsa asing. Kanton, bahkan Shanghai sendiri,
Moeis sangat kritis terhadap dampak politik etis karena Gunawan, R., Bandarsyah, D., & Fauzi, W.I. (2019).
membuat para pelajar tercerabut dari akar budaya Chaos, dekandensi moral, dan pengkhianatan (Satir
dan piatu dari adat istiadat leluhurnya. Sementara itu dalam novel di tepi kali bekasi karya Pramoedya
mengenai Hamka, pemikirannya berbasis ajaran Islam Ananta Toer). LITERA, Volume 18, Nomor 1, Maret
pembaharu namun juga memiliki corak nasionalis 2019. Hlm 71-91.
romantis religius. Hamka banyak menjadikan novelnya Gottschalk, L. (2015). Mengerti Sejarah. Jakarta. UI Press
sebagai alat kritik budaya dan media dakwah. Realitas Graf, A. (2007). ‘Cyberpram’: Perceptions of
masyarakat yang digambarkan Hamka dalam novel- pramoedya ananta toer on the internet. Indonesia
novelnya adalah munculnya berbagai penyimpangan and the Malay World. 35(103), 293-312, DOI:
akidah (takhayul, khurafat, dan bid’ah) 10.1080/13639810701676797.
Setting Sosial dan budaya yang digambarkan pada Hamka.(1963). Tenggelamnya kapal van der wijjck.
novel sejarah bertema pergerakan nasional Indoneisa, Jakarta. Bulan Bintang
antara lain: Modernisasi, westernisasi, sisi romantisme Herriman. N. (2010). Objects of manipulation: the
dan kisah percintaan antara pribumi dengan Belanda, peopleand the rural village in Indonesia’sculture
arogansi Barat lewat kolonialisme, pers digambarkan wars. South East Asia Research, 18(3),451– 470, doi:
sebagai tempat perang gagasan, rasa rendah diri bangsa 10.5367/sear.2010.0003
terjajah, stratifikasi social dan diskriminasi, pendidikan, Hertz, S. K. (2019). Using hstorical fiction in the history
suasana politik etis, munculnya Jepang sebagai kekuatan classroom. Tersedia di www.yale-new haven.
ekonomi di Asia pada awal abad 20, serta munculnya edu[online]. Diakses tanggal 15 April 2019
sentiment anti-tionghoa. Howell, J. (2015). Popularising history: Re-igniting
pre-service teacher and student interest in history
via historical fiction. Australian Journal of Teacher
REFERENSI Education, Volume 39, Issue 12
Aminuddin (2009). Pengantar apresiasi karya sastra. Hunter, T. (2008). Indo sebagai orang Lain. Dalam
Bandung: Sinar Baru Algensindo buku Sastra Indonesia Modern (Kritik Postkolonial).
Aveling, H. (ed. and trans.). (1975). A note on the author. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia
In A heap of ashes by Pramoedya Ananta Toer. St Kuntowijoyo.(1995). Pengantar ilmu sejarah.Yogyakarta:
Lucia: University of Queensland Press PT Tiara Wacana.
Bangsawan, A.R. (2017). Pramoedya ananta toer, politik Lindquist, T. (2008).Why and how iteach with historical
dan sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.Basuki K.S, fiction. tersedia di httpwww.teacher.scholastic.com
S. (2006). Bumi Hangus.Jakarta: Pinus. [online]. Diakses tanggal 15 April 2019.
Bostock, D. (2017). Anehnja hubungan ajah dan anak Moeis, A. (1983). Salah asuhan. Jakarta: PT Balai Pustaka
ini. Indonesia and the Malay World. 45(131), 108- Multatuli. (2016). Max havelaar. Bandung: Mizan
126, DOI: 10.1080/13639811.2017.1290895 Niekerk, C. (2017). Colonial/postcolonial chronotopes
Cotti, C & Johnson, M. (2012). Teaching economics in pramoedya ananta toer’s the girl from the
using historical novels: Jonathan harr’s the lost coast. Symposium: A Quarterly Journal in Modern
painting. The Journal of Economic Education, 43:3, Literatures. 71:1, 14- 27.
269-281, DOI: 10.1080/00220485.2012.686391 Nugiyantoro, B. (2015). Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta:
Dewi, N. (2007). Every book Has a voice: A postcolonial Gajah Mada Universiti Press
reading of gadis pantai and larasati. Asian Englishes, Purwanto. (2006). Gagalnya historiografi indonesia
10:2, 82-91, DOI: 10.1080/13488678.2007.10801214. sentris. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Djokosujanto, A. (2001). Novel sejarah indonesia: Rangkuti, B. (1963). Pramoedya ananta toer dan karja
konvensi, bentuk, warna dan pengarangnya. Jakarta : seninja. Jakarta: Gunung Agung.
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Raybin, D. (2009). Muslim griselda: The politics of
Eriyanto. (2015). Analisis isi: Pengantar metodologi untuk gender and religion in geoffrey chaucer’s clerk’s tale
penelitian ilmu komunikasi dan ilmu-ilmu sosial and pramoedya ananta toer’s the girl from the coast.
lainnya. Jakarta: Prenadamedia Grup. Exemplaria, 21:2, 179-200.
Foulcher, K. dan Toni, D. (2008). Sastra indonesia Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi sejarah. Yogyakarta:
modern (kritik postkolonial). Jakarta. Yayasan Obor Ombak
Indonesia Sugito, Z.R. (2008). Mistifikasi novel sejarah. Harian Jawa
Pos tanggal 18 Mei 2008.
Teja, H. (2016). Tan: sebuah novel. Tanggerang: Javanica Vickers, A. (2013). A History of modern indonesia. 2nd
Teeuw, A. (1995).Revolusi indonesia dalam imajinasi ed. Cambridge: Cambridge University Press
pramoedya ananta toer. Jurnal Kalam, 6, hlm. 4-47. Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan sejarah, sikap
Toer, P.A. (2008). Bumi manusia. Hastra Mitra kebangsaan, identitas nasional, sejarah lokal,
Toer, P.A. (2009). Anak semua bangsa. Hastra Mitra masyarakat multikulktural. Historia Utama Press:
Tsao, T. (2012). The evolution of javamen and Bandung
revolutionaries: A fresh look at pramoedya ananta
toer’s BuruQuartet. South East Asia Research, 20(1),
103–131 doi: 10.5367/ sear.2012.0088