Average Weaning Weight and Daily Gain Garut Sheep From Weining Until 8 Months in Uptd BPPTDK Margawati Based On Recording Data 2014-2016

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Vol 01, Issue 01, April 2020

Produksi http://jurnal.unpad.ac.id/jptt
DOI : 10.24198/jptt.v1i1.27644
Ternak
Terapan

RATAAN BOBOT SAPIH DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA GARUT


DARI LEPAS SAPIH HINGGA UMUR 8 BULAN DI UPTD BPPTDK MARGAWATI
2014-2016

AVERAGE WEANING WEIGHT AND DAILY GAIN GARUT SHEEP FROM WEINING UNTIL
8 MONTHS IN UPTD BPPTDK MARGAWATI BASED ON RECORDING DATA 2014-2016

Haitsam Muthi Praja1a), An An Nurmeidiansyah2, Denie Heriyadi2


Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363
1Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2018
2Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
a)korespondensi: [email protected]

Abstract
The first step to the process of Garut Sheep development can be started by selection,
which is an action to select livestock that is considered good and has the genetic
potential to be developed further. The weights of weaning weight and the increase of
body weight can be used as a parameter for selection because it is considered to have
high economic value so that it can be a determinant of productivity level. The purpose
of this research is to know the average of weaning and daily gain. The research was
conducted at UPTD BPPTDK Margawati on 21-27 August 2017. The object of research
used was Garut sheep from weaning to 8 months old. The research method used a
retrospective descriptive method with data collection conducted by purposive
sampling. Based on the results and discussion can be concluded that the average weight
of wean Garut Sheep at UPTD BPPTDK Margawati in 2014-2016 is 11.56±2.15
kilogram. The average weight gain Garut Sheep from weaning up to age 8 months in
UPTD BPPTDK Margawati in 2014-2016 is 45.85±8.15 gram/head/day.

Keywords: Garut Sheep, Wean Weight, Average Daily Gain

Pendahuluan Rumpun domba yang banyak dibudi-


Indonesia merupakan negara dayakan di Jawa Barat pada umumnya
yang memiliki beragam kekayaan sum- adalah Domba Priangan, Domba Ekor
ber daya genetik ternak, salah satu Gemuk, Domba Ekor Tipis, dan Domba
provinsi yang banyak membudidayakan Garut.
rumpun domba adalah Jawa Barat. Domba Garut merupakan rumpun
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi domba asli dari Jawa Barat, dengan ciri
yang memiliki jumlah populasi domba khas memiliki kuping rumpung (<4 cm)
terbesar di Indonesia. Populasi domba di atau ngadaun hiris (4-8 cm) dengan ekor
Jawa Barat pada Tahun 2018 adalah ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong
sebesar 11.608.559 ekor, yang tersebar (Heriyadi, 2011). Keunggulan yang dimi-
pada hampir seluruh kabupaten dan kota liki Domba Garut adalah sifat prolifik
di Jawa Barat (Direktorat Jenderal Peter- yaitu dapat beranak lebih dari satu ekor
nakan dan Kesehatan Hewan, 2018). dalam setiap siklus kelahiran, kualitas

8
Praja et al., 2020 Jurnal Produksi Ternak Terapan, 1(1): 8-15.

daging dan kulit baik, serta memiliki 2. Metode


performa yang baik serta nilai ekonomis Penelitian menggunakan metode
yang tinggi. Pemeliharaan Domba Garut deskriptif-retrospektif dengan mengam-
di wilayah Jawa Barat mengarah pada bil sampel data di UPTD BPPTDK Marga-
dua sasaran utama, yaitu sebagai domba wati, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten
penghasil daging dan sebagai ternak Garut, Jawa Barat.
fancy. Berdasarkan beberapa hasil pene-
litian Domba Garut memiliki keunggulan 3. Pengumpulan Data
dalam pertambahan bobot badan harian Teknik pengumpulan data dilaku-
bila dibandingkan dengan rumpun dom- kan secara dengan purposive sampling.
ba lokal lainya. Metode ini meneliti berdasarkan pertim-
Salah satu upaya pengembangan bangan tertentu, yaitu Domba Garut
Domba Garut yang dapat dilakukan yaitu lepas sapih hingga umur 8 bulan.
dengan seleksi. Seleksi diharapkan dapat
menghasilkan bibit Domba Garut unggul 4. Peubah yang Diamati
yang memberikan respon positif ter- Pertambahan bobot badan meru-
hadap berbagai pengaruh. Seleksi biasa pakan selisih antara bobot badan akhir
dilakukan pada sifat yang berhubungan pengamatan dengan bobot awal penga-
dengan nilai atau tujuan pemeliharaan matan (Munier et al., 2004). Penimba-
ternak tersebut, salah satunya yaitu ngan bobot badan dilakukan dua kali
bobot sapih, karena bobot sapih dapat dalam satu bulan. Adapun PBB harian
berkorelasi positif terhadap produkti- domba diukur berdasarkan rumus:
vitas ternak.
Langkah awal yang dapat ditem- W2−W1
PBBH (g/hari) = T2−T1
puh dalam usaha perbaikan kualitas
Keterangan
Domba Garut di UPTD BPPTDK Marga-
PBB = Pertambahan bobot badan
wati adalah dengan menginventarisasi
harian (kilogram/hari)
data terbaru dalam kurun waktu tiga
W1 = Berat penimbangan awal
tahun terakhir yang terkait dengan pro-
(kilogram)
duktivitas Domba Garut untuk dijadikan
W2 = Berat penimbangan akhir
bahan referensi dalam proses seleksi.
(kilogram)
Berdasarkan uraian tersebut maka pene-
T1 = Waktu penimbangan awal
liti merasa tertarik untuk melakukan
(hari)
penelitian mengenai rataan pertamba-
T2 = Waktu penimbangan akhir
han bobot badan Domba Garut dari lepas
(hari)
sapih hingga umur 8 bulan di UPTD
BPPTDK Margawati dari Tahun 2014- 5. Analisis Data
2016. Analisis data yang digunakan ada-
lah analisis statistika deskriptif meliputi
Materi dan Metode mean atau nilai rata-rata, simpangan
1. Bahan baku, koefisien variasi, nilai minimum,
Objek penelitian ini adalah data dan nilai maksimum (Sudjana, 2005).
pertambahan bobot badan dan bobot a. Rata-rata (x�), yaitu bilangan yang
sapih Domba Garut dari lepas sapih diperoleh dari seluruh jumlah da-
hingga umur 8 bulan pada Tahun 2014- ta dibagi dengan banyaknya data,
2016 di UPTD BPPTDK Margawati. Data rumusnya adalah:
tersebut merupakan catatan rekording ∑ xi
di UPTD BPPTDK Margawati. x� =
n

9
Praja et al., 2020 Jurnal Produksi Ternak Terapan, 1(1): 8-15.

Keterangan: menentukan nilai ekonomis suatu usaha


x� = Rata-rata hitung peternakan dan diharapkan bisa menjadi
∑ xi = Nilai sampel ke-i bahan seleksi pada domba pedaging.
n = Jumlah sampel Domba yang memiliki bobot sapih yang
tinggi cenderung memiliki kemampuan
b. Simpangan Baku (s), adalah akar memperoleh pakan yang lebih baik, se-
dari ragam. Sedangkan ragam hingga pertambahan bobot badan pun
merupakan jumlah kuadrat se- diharapkan lebih tinggi. Data yang di-
mua deviasi nilai-nilai individu analisis adalah data sekunder dari bobot
terhadap rata-rata populasi, ru- sapih anak domba yang berumur 3 bulan
musnya adalah: di UPTD BPPTDK Margawati, data terse-
∑(xi −x)2 but dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
s=� Tabel 1 memperlihatkan bahwa
n−1
Keterangan: rata-rata bobot sapih pada Domba Garut
s = Simpangan baku pada Tahun 2014 yaitu sebesar 11,79±
xi = Nilai sampel ke-i 1,55 kilogram yang merupakan bobot
x� = Rata-rata hitung sapih terbesar bila dibandingkan rata-
n = Jumlah sampel rata bobot sapih Domba Garut pada
Tahun 2016 yang hanya sebesar 11,76±
c. Koefisien Variasi (KV), adalah 2,53 kilogram, sedangkan rata-rata bo-
ukuran yang digunakan untuk bot sapih yang paling kecil berada pada
membandingkan variasi relatif Tahun 2015 yaitu sebesar 11,14±2,39
beberapa kumpulan data dengan kilogram. Rataan Bobot sapih Domba Ga-
satuan yang berbeda, rumusnya rut dari Tahun 2014-2016 adalah sebe-
adalah: sar 11,55±2,15 kilogram, hal ini masih
s
KV = x� × 100% lebih kecil apabila dibandingkan hasil
penelitian sebelumnya yaitu rata-rata
Keterangan: bobot sapih di UPTD BPPTDK Margawati
KV = Koefisien variasi sebesar 11,85 kilogram dengan koefisien
s = Simpangan baku variasi 12,73% yang bersumber pada
x� = Rata-rata hitung data Tahun 2012 (Amalia, 2012).
Berdasarkan data dari Tabel 1, ter-
Hasil dan Pembahasan jadi fluktuasi rataan bobot sapih Domba
1. Bobot Sapih Garut dalam kurun waktu 3 tahun ter-
Bobot sapih merupakan bobot akhir, hal ini diduga disebabkan oleh
ketika anak dipisahkan dari induknya. kualitas pakan yang kurang baik. Kondisi
Domba di Indonesia umumnya disapih faktual di lapangan menunjukkan pakan
pada umur 90 hari karena termasuk diberikan pada domba dalam kondisi
ruminansia kecil di daerah tropis, yang masih basah dan tidak dilayukan, oleh
mengalami dewasa kelamin lebih dini karena itu kualitasnya tergolong masih
(Ilham, 2015). Laju pertumbuhan sangat belum optimum.

Tabel 1. Bobot Sapih Domba Garut Tahun 2014-2016


No Tahun Bobot Sapih (kg) Simpangan Baku (kg) Koefisien Variasi (%)
1 2014 11,79 1,55 13,20
2 2015 11,14 2,39 21,47
3 2016 11,76 2,53 21,55
Rata-rata 11,56 2,15 18,74

10
Praja et al., 2020 Jurnal Produksi Ternak Terapan, 1(1): 8-15.

Pakan yang basah diduga menjadi yaitu tepatnya pada Tahun 2017 dan
salah satu penyebab tidak stabilnya ra- 2018 rataan bobot lahir terus menunjuk-
taan bobot sapih, karena secara tidak kan tren positif setelah Tahun 2016.
langsung dapat menimbulkan berbagai Hasil penelusuran lainnya didapat-
permasalahan misalnya cacingan serta kan bahwa faktor nonteknis lainnya juga
penyakit metabolik lainnya, sehingga diduga mempengaruhi tinggi rendahnya
pertumbuhan bobot badan domba men- rataan bobot sapih yang terkadang tidak
jadi kurang optimum. Hal ini didukung sejalan dengan nilai bobot lahir. Terlihat
oleh pernyataan Nafiu (2003) yang me- bahwa pada Tahun 2015 rataan bobot
nyatakan bahwa pakan dengan kondisi lahir berada pada posisi yang paling
kurang baik dan penyediaan kebutuhan besar bila dibandingkan Tahun 2014 dan
yang kurang cukup akan mempengaruhi 2016, padahal rataan bobot sapih pada
kualitas dari domba. Tahun 2015 merupakan rataan yang
Beberapa faktor yang mempenga- terendah bila dibandingkan Tahun 2014
ruhi bobot sapih adalah bangsa, jenis dan 2016. Hal ini diduga karena kondisi
kelamin, pakan yang tersedia, bobot lahir bak pakan kurang memadai, banyak
(Ilham, 2015), dan tipe kelahiran (Dudi, sekali bak pakan pada beberapa lokasi
2005). Bobot lahir merupakan faktor kandang yang bolong sehingga banyak
penting yang berkaitan dengan faktor rumput yang tercecer, sehingga diduga
produktivitas ternak termasuk bobot pakan hijauan yang dikonsumsi kurang
sapih. Bobot lahir yang tinggi, umumnya mencukupi dari segi kuantitas. Hal ini
akan memiliki kemampuan hidup lebih didukung pernyataan dari Sutama et al.
tinggi dalam melewati batas kritis, per- (1997) yang mengungkapkan bahwa
tumbuhannya cepat dan akan memiliki pakan yang diberikan per harinya adalah
bobot sapih yang lebih tinggi (Gunawan berupa hijauan segar sebesar 10 persen
et al., 2015). Berikut ini diperlihatkan dari bobot badan. Fakta di lapangan ini
data terkait dengan rata-rata bobot lahir diduga membuat beberapa pendapat
di UPTD BPPTDK Margawati. yang menyatakan bahwa semakin besar
Tabel 2 mengungkapkan bahwa, bobot lahir akan sejalan dengan semakin
rataan bobot lahir dari Tahun 2014- tingginya bobot sapih menjadi tidak ter-
2016 adalah sebesar 2,77±0,55 kilogram, realisasi di UPTD BPPTDK Margawati.
bobot lahir Domba Garut di UPTD Hal ini memperkuat pendapat
BPPTDK Margawati nilainya pada kurun bahwa faktor bobot lahir yang lebih baik
waktu tersebut lebih kecil bila diban- belum tentu menghasilkan bobot sapih
dingkan penelitian sebelumnya yaitu yang lebih baik pula, hasil pengamatan di
sebesar 2,79±0,33 kilogram (Gunawan et lapangan membuktikan bahwa tidak se-
al., 2015). Pakan yang mempunyai kuali- lamanya bobot lahir menjadi faktor tung-
tas yang kurang baik diduga sangat ber- gal untuk menentukan bobot sapih dari
pengaruh terhadap rendahnya bobot suatu ternak. Faktor lingkungan baik
lahir Domba Garut di UPTD BPPTDK teknis maupun non teknis akan berperan
Margawati. Berdasarkan hasil wawan- terhadap perkembangan suatu ternak.
cara di lapangan, kandungan nutrisi pa- Faktor lainnya yang dapat mem-
kan terus diperbaiki secara bertahap pengaruhi tinggi rendahnya bobot sapih
setelah Tahun 2016 karena pihak UPTD domba adalah tipe kelahiran. Umumnya
BPPTDK mulai mengevaluasi dan mulai tipe kelahiran tunggal cenderung akan
berkomitmen untuk menaikkan rataan memiliki bobot sapih yang lebih besar
bobot lahir setiap tahunnya. Respon po- bila dibandingkan tipe kelahiran lainnya.
sitif dapat dilihat pada laporan tahunan Data bobot sapih berdasarkan tipe kela-
dalam kurun waktu dua tahun terakhir, hiran ditampilkan pada Tabel 3.

11
Praja et al., 2020 Jurnal Produksi Ternak Terapan, 1(1): 8-15.

Tabel 2. Rata-Rata Bobot Lahir pada Tahun 2014-2016


No Tahun Bobot Lahir (kg) Simpangan Baku (kg) Koefisien Variasi (%)
1 2014 2,72 0,55 20,22
2 2015 2,83 0,51 18,02
3 2016 2,76 0,58 21,01
Rata-rata 2,77 0,55 19,75

Tabel 3. Bobot Sapih Berdasarkan Tipe Kelahiran pada Tahun 2014-2016


Tahun
No Tipe Kelahiran Rata-rata
2014 2015 2016
……………….……kg……………….……
1 Tunggal 12,22±1,23 11,81±1,95 12,86±2,09 12,29±1,76
2 Twin 9,33±0,61 7,70±1,19 9,32±1,77 8,78±1,19
2 Triplet - - 11,15±1,63 11,15±1,63

Rataan bobot sapih berdasarkan perkuat dengan pernyataan dari Gabr et


tipe kelahiran dari Tahun 2014-2016 al., (2016) bahwa tipe kelahiran mempu-
yang tersaji dalam Tabel 3 mengungkap- nyai pengaruh terhadap bobot sapih, se-
kan bahwa rataan bobot sapih tipe kela- suai urutan kelahiran bahwa rataan bo-
hiran tunggal Tahun 2014 sebesar 12,22 bot tunggal akan lebih tinggi dibanding-
±1,23 kilogram, selanjutnya pada tahun kan kelahiran lainnya. Tipe kelahiran
berikutnya turun menjadi 11,81±1,95 tunggal mempunyai bobot yang lebih
kilogram, dan naik kembali menjadi tinggi dibandingkan kelahiran lainnya
12,86±2,09 kilogram pada tahun 2016. karena ketika anak berada di dalam fetus
Berdasarkan nilai rataan bobot sapih nutrisi akan tersalurkan secara penuh
dengan tipe kelahiran tunggal mengala- dan anak tunggal akan menerima lebih
mi peningkatan secara fluktuatif dari banyak susu ketika sudah lahir.
Tahun 2014-2016. Rataan nilai bobot Secara umum memang seharus-
sapih tipe kelahiran twin pada Tahun nya rataan bobot sapih kelahiran twin
2014 sebesar 9,33±0,61 kilogram, lalu akan lebih besar daripada rataan bobot
pada Tahun 2015 mengalami penurunan sapih kelahiran triplet, namun pada fakta
menjadi sebesar 7,70±1,19 kilogram di lapangan rataan tipe kelahiran triplet
akan tetapi di Tahun 2016 mengalami menjadi lebih besar. Hal ini diduga akibat
peningkatan kembali menjadi 9,32±1,77 adanya perlakuan tambahan terhadap
kilogram. Rataan bobot sapih tipe kelahi- anak pada tipe kelahiran triplet karena
ran triplet pada Tahun 2016 berdasar- sering kali anak dengan tipe kelahiran
kan tabel 3 menunjukkan sebesar 11,15 triplet dibantu dengan air susu tamba-
±1,63 kilogram. han menggunakan susu formula. Pembe-
Tabel 3 memperlihatkan bahwa rian air susu tambahan ini menyebabkan
tipe kelahiran tunggal memiliki rata-rata perkembangan anak dengan tipe kelahi-
bobot sapih yang terbesar, kemudian ran triplet menjadi lebih besar diban-
diikuti oleh rata-rata kelahiran triplet dingkan dengan anak dengan tipe kelahi-
dan yang paling kecil adalah rata-rata ran twin yang tidak mendapatkan air
kelahiran twin. Hal ini tidak sejalan de- susu tambahan.
ngan beberapa penelitian sebelumnya
yang secara umum mengungkapkan bah- 2. Pertambahan Bobot Badan
wa semakin banyak tipe kelahiran maka Salah satu kriteria untuk mengu-
akan semakin kecil bobot sapih dari kur tingkat pertumbuhan ternak adalah
domba tersebut. Pendapat tersebut di- dengan mengetahui pertambahan bobot

12
Praja et al., 2020 Jurnal Produksi Ternak Terapan, 1(1): 8-15.

badan. Bobot badan menjadi penting ka- kadar protein dalam ransum sehingga
rena dapat menggambarkan seberapa pada Tahun 2018 sampai dengan seka-
besar otot atau daging yang dimiliki rang kini sudah mencapai angka 16%
ternak tersebut, hal ini juga menggam- atau mengalami peningkatan sebesar 4%
barkan seberapa besar kemampuan ter- dari pakan yang pernah digunakan sebe-
nak untuk mengubah zat nutrisi dalam lumnya. Kadar protein yang lebih rendah
pakan menjadi produksi daging (Munier ini dapat menjadi penyebab rendahnya
et al., 2004). Berdasarkan hasil analisis pertambahan bobot badan di UPTD
data di UPTD BPPTDK Margawati Tahun BPPTDK Margawati, dengan peningka-
2014-2016 pada umur lepas sapih tan asupan protein pada pakan yang
hingga 8 bulan diperoleh data dalam diberikan kepada domba terbukti mam-
Tabel 4. pu memperbesar pertambahan bobot
Berdasarkan hasil data pada Ta- badan.
bel 4 yang telah dianalisis, didapatkan Kondisi kandungan protein yang
bahwa Tahun 2014 merupakan tahun hanya 12% pada tiga tahun tersebut
yang mempunyai rata-rata paling besar (Tahun 2014-2016) diduga makin diper-
dengan 46,43±12,64 gram/ekor/hari di- parah oleh rendahnya tingkat palatabi-
bandingkan dua tahun yang lainnya, di- litas pakan ternak. Rendahnya tingkat
mana Tahun 2016 hanya 43,74±4,98 palatabilitas pakan ternak ini diduga di-
gram/ekor/hari dan Tahun 2015 hanya sebabkan oleh berubahnya kualitas pa-
sebesar 45,79±6,83 gram/ekor/hari. Ra- kan karena sistem penyimpanan pakan
taan pertambahan bobot badan pada yang kurang baik. Berdasarkan hasil
Tabel 4 masih lebih kecil dibandingkan wawancara terdapat penurunan kualitas
dengan penelitian sebelumnya yaitu terutama pada aroma pakan, perubahan
138,53±15,38 gram/ekor/hari (Farid, aroma pakan ini disebabkan oleh adanya
2012). Kondisi tersebut diduga akibat pertumbuhan jamur di konsentrat se-
dari inkonsistensi pakan, manajemen hingga konsentrat menjadi tengik.
pemberian pakan yang tidak optimum, Sistem pengemasan yang kurang
palatabilitas yang rendah, dan kualitas baik diduga menjadi hal utama selain ku-
konsentrat yang kurang baik yang disi- rang optimumnya suhu ruangan di gu-
nyalir menjadi penyebab rendahnya per- dang pakan. Pemakaian satu lapis karung
tambahan bobot badan di UPTD BPPTDK tanpa dilapisi plastik terlebih dahulu me-
Margawati. rupakan kondisi yang terjadi di lapangan
Berdasarkan hasil wawancara di pada kurun waktu dari Tahun 2014-
lapangan, kandungan nutrisi pakan in- 2016. Hal ini yang diduga menyebabkan
duk pada Tahun 2014 sampai dengan pakan yang diberikan pada domba men-
Tahun 2016 hanya sekitar 12%. UPTD jadi berubah kualitasnya kurang disukai
BPPTDK Margawati sejak akhir Tahun dan mengakibatkan palatabilitasnya ren-
2017 berkomitmen untuk melakukan dah, sehingga menurut hasil wawancara
perbaikan dalam meningkatkan pertam- masih banyak pakan yang tersisa dalam
bahan bobot badan dengan menaikkan bak pakan.

Tabel 4. Pertambahan Bobot Badan Domba Garut Tahun 2014 sampai 2016
Pertambahan Bobot Badan Simpangan Baku Koefisien Variasi
No Tahun
(g/hari) (g) (%)
1 2014 46,43 12,64 27,22
2 2015 45,79 6,83 14,91
3 2016 43,74 4,99 11,40
Rata-rata 45,85 8,15 17,84

13
Praja et al., 2020 Jurnal Produksi Ternak Terapan, 1(1): 8-15.

Hal ini didukung oleh pernyataan hingga pertumbuhan berat badan harian
Munir & Kardiyanto (2015) bahwa pa- domba menjadi tidak optimum.
kan dengan jenis komposisi kimia dan
konsumsi pakan mempunyai pengaruh Kesimpulan
besar terhadap pertumbuhan. Pakan de- Berdasarkan hasil dan pembaha-
ngan kondisi yang kurang baik atau jelek san dapat ditarik kesimpulan sebagai
dan penyediaan yang sangat kurang akan berikut. Rata-rata bobot sapih di UPTD
mempengaruhi kualitas domba (Nafiu, BPPTDK Margawati pada Tahun 2014-
2003). 2016 adalah sebesar 11,55±2,15 kg dan
Salah satu faktor lainnya yang di- rata-rata pertambahan bobot badan dari
duga menjadi penyebab rendahnya per- lepas sapih hingga umur 8 bulan Tahun
tambahan bobot harian domba lepas 2014-2016 adalah sebesar 45,85±8,15
sapih sampai umur 8 bulan di UPTD g/ekor/hari.
BPPTDK Margawati adalah kondisi per-
kandangan. Berdasarkan informasi dari Daftar Pustaka
hasil wawancara di lapangan mengung- Amalia, D. 2012. Respon Seleksi Bobot
kapkan bahwa pada Tahun 2014 sampai Badan Domba Garut pada Berbagai
dengan Tahun 2016, perkandangan yang Intensitas Seleksi di UPTD BPPTDK
tersedia di UPTD BPPTDK Margawati Margawati Garut. Fakultas
memiliki densitas atau kepadatan yang Peternakan Universitas Padjajaran
tinggi sehingga manajemen pemberian Bandung. http://bit.ly/2O6ZIqQ
pakan menjadi kurang optimum. Hal ini (diakses pada Tanggal 20 Maret
sebagai akibat dari penanganan kerusa- 2017 pada Pukul 20.00 WIB).
kan kandang domba terlalu lama dan
belum diberlakukan Standar Operasi- Direktorat Jenderal Peternakan dan
onal Prosedur (SOP) yang mengharus- Kesehatan Hewan. 2018. Statistik
kan perbaikan kandang domba itu dila- Peternakan dan Kesehatan Hewan.
kukan bertahap bukan sekaligus yang shorturl.at/tvDFQ (diakses pada
menunggu anggaran dari pusat turun, Tanggal 29 Desember 2019 pukul
padahal domba itu merupakan makhluk 23.00 WIB).
hidup yang memerlukan penanganan
yang cepat, berbeda perlakuannya de- Dudi. 2005. Pengaruh Efek Tetap
ngan benda mati. Terhadap Bobot Badan Prasapih
Kondisi tersebut menyebabkan Domba Priangan.
banyaknya domba yang dipindahkan da- http://www.rudyct.com/PPS702-
lam jangka waktu yang cukup lama, dari ipb/10245/dudi.pdf (diakses pada 5
kandang yang kondisinya sudah rusak ke November 2017 pukul 19.35 WIB).
kandang yang kondisinya masih baik,
sehingga dalam beberapa kandang men- Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat
jadi terlalu padat. Densitas atau kepada- Science. Sixth Edition. Interstate
tan yang tinggi ini menyebabkan persa- Publisher, Inc. 5, 693.
ingan pada domba untuk mendapatkan
pakan di dalam kandang. Akibat adanya Farid, A. 2012. Performa Domba Jonggol
persaingan ini, otomatis ada beberapa dan Domba Garut dengan Ransum
ekor domba yang memperoleh pakan Komplit Mengadung Indigofera sp
yang tidak sama dengan domba lainnya dan Limbah Tauge. Fakultas
karena harus berebut ruang dalam bak Peternakan Institut Pertanian
pakan. Hal ini berdampak pula pada Bogor. http://bit.ly/36AzWC2
penurunan konsumsi pakan domba se-

14
Praja et al., 2020 Jurnal Produksi Ternak Terapan, 1(1): 8-15.

(diakses pada Tanggal 9 Juni 2017 Bobot Badan Domba Ekor Gemuk
pukul 10.00 WIB) (DEG) dengan Pemeliharaan Secara
Intensif. FKIP Universitas Tadulako.
Gabr, A.A., N.A. Shalaby, and M.E. Ahmed. Seminar Nasional Peternakan dan
2016. Effect of Ewe Born Type, Veteriner. 341-347.
Growth Rate and Weight at
Conception on the Ewe Subsequent Munir, I.A., dan Kardiyanto . 2015.
Productivity of Rahmani Sheep. Peningkatan Bobot Badan Domba
http://bit.ly/37DrXW2 (Diakses Lokal di Provinsi Banten melalui
pada Tanggal 9 November 2017 Penambahan Dedak dan Rumput.
pukul 20.30 WIB). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. Banten. 390-396.
Gunawan, A. dan R.R Noor. 2015.
Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Nafiu, L.O. 2003. Evaluasi Genetik Domba
Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Priangan dan Persilangannya
Tipe Laga. Media Peternakan. 7-15. dengan St. Croix dan Moulton
charollais. Disertasi. Program
Heriyadi, D. 2011. Pernak Pernik Senarai Pascasarjana, Institut Pertanian
Domba Garut. Bandung: UNPAD Bogor. http://tiny.cc/663yhz (
PRESS. 1, 188. diakses pada Tanggal 23 Desember
2019 pukul 21.44 WIB).
Ilham, F. 2015. Pertumbuhan Pra dan
Pascasapih Domba Lokal pada Nurjulaeha, V. 2015. Pendugaan Nilai
Padang Penggembalaan di Musim Heritabilitas dan Respon Seleksi
yang Berbeda. Institut Pertanian Berdasarkan Bobot Sapih Domba
Bogor. Zahr Publishing. 15-27. Garut di UPTD BPPTD Margawati
Garut.
Istiqomah, L., C. Sumantri, dan https://tinyurl.com/mrjqk94
T.R.Wiradarya. 2006. Performa dan (diakses pada Tanggal 13 Maret
Evaluasi Genetik Bobot Lahir dan 2017 Pukul 21.00 WIB).
Bobot Sapih Domba Garut di
Peternakan Ternak Domba Sehat Rahmat, D. 2006. Analisis dan
Bogor. Fakultas Peternakan IPB. Pengembangan Pola Pemuliaan
Journal Indonesia Tropical Animal (Breeding Scheme) Domba Priangan
Agriculture Vol. 31 No.4: 232-242. yang Berkelanjutan. Bogor.
Program Pascasarjana Institut
Margawati, E.T., R.R. Noor, D. Rahmat, Pertanian Bogor.:
Indriawati, dan M.N. Ridwan. 2016. repository.ipb.ac.id/jspui/handle/
Potensi Ternak Lokal Domba Garut 123456789/40642 (diakses pada
Sebagai Sumber Pangan Asal Tanggal 26 April 2017 pada Pukul
Ternak Berdasarkan Analisis 19.00)
Kuantitatif dan Genetis. Bogor.
Pusat Penelitian Bioteknologi- LIPI. Riana. 2015. Lestarikan Domba Garut, ini
shorturl.at/fgwBO (diakses pada Langkah yang Dilakukan Bio Farma.
Tanggal 23 desember 2017 Pukul http://www.jitunews.com/read/23
19.45 WIB). 750/lestarikan-ras-murni-domba-
garut-ini-langkah-yang-dilakukan-
Munier, F.F., D. Bulo, Syafruddin, R. Boy, bio-farma. (diakses pada Tanggal 3
S. Husain. 2004. Pertambahan Februari 2018 pada pukul 20.08).

15
Praja et al., 2020 Jurnal Produksi Ternak Terapan, 1(1): 8-15.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika Edisi ke- dan Produksi Kambing Peranakan
6. Bandung: Penerbit Tarsito. 90 – Etawah pada Berbagai Tata
95. Laksana Perkawinan. Balai
Penelitian Ternak. Bogor. Jurnal
Sutama, I.K., B. Setiadi, dan I.G.M. Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 2 No.
Budiarsana. Efisiensi Reproduksi 4.

16