Jurnal Referensi Zat Besi
Jurnal Referensi Zat Besi
Jurnal Referensi Zat Besi
ABSTRACT
WHO 2008 showed the prevalence of Anemia in the total of world population was
48.8% (1.62 billion people). The purpose of this study was to understand the
difference intake of iron, calcium, vitamin C, and folic acid based on anemia status in
women of reproductive age in Sulawesi Island. We used cross-sectional design. The
total samples are 167 women of reproductive age (15-45 y) who lives in Sulawesi
Island. This study using secondary data RISKESDAS 2007. We used Chi-Square test
and T-Test Independent to analyzing the data. The results shows that an average
intake of iron (14.386 ± 4.682) mg, calcium (389.37 ± 159.144) mg, vitamin C (43.05
± 18.779) mg, and folic acid (259.81 ± 83.533) mcg. There is no difference between
intake of iron, vitamin C and folic acid and anemia status (p≥0.05). There is
difference between calcium intake and anemia status (p<0.05). The socialization of
nutritional program (consumption pattern, Intake of Fe, Ca, Vitamin C, and Folic
Acid) and anemia for women of reproductive age need to be improve.
ABSTRAK
Data WHO 2008 dalam Wordwide Prevalence of Anemia diketahui bahwa total
keseluruhan penduduk dunia yang menderita anemia adalah 1,62 miliar orang dengan
prevalensi 48,8%. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asupan zat besi,
kalsium, vitamin C, dan asam folat dengan kejadian anemia pada wanita usia subur di
Pulau Sulawesi. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Sampel
adalah wanita usia subur usia 15–45 tahun di Pulau Sulawesi (n=167). Penelitian ini
menggunakan data sekunder Riskesdas 2007. Analisa data menggunakan Uji Chi-
Square dan T-test Independent. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata asupan zat
besi (14.386 ± 4.682) mg, kalsium (389.37 ± 159.144) mg, vitamin C (43.05 ±
18.779) mg, dan asam folat (259.81 ± 83.533) mcg. Hasil uji statistik menunjukkan
tidak ada perbedaan rata-rata asupan zat besi, vitamin C dan asam folat berdasarkan
status anemia (p≥0.05). Ada perbedaan yang bermakna rata-rata asupan kalsium
berdasarkan status anemia (p<0.05). Perlu adanya program penyuluhan atau
sosialisasi gizi yang lebih intensif terhadap wanita usia subur mengenai anemia
terkait dampak dari pola makan yang salah dan rendahnya asupan zat besi, vitamin C,
dan asam folat.
Kata Kunci : Anemia, Asupan Zat Gizi Mikro, Wanita Usia Subur.
PENDAHULUAN
Era globalisasi menuntut setiap negara untuk melakukan pembangunan
berkesinambungan. Kesuksesan pembangunan negara Indonesia dimulai dari
pembangunan sumber daya menusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang
berkualitas dapat dibentuk melalui pendidikan yang baik serta peningkatan status gizi
masyarakat (Susilo, 2006). Kejadian anemia menyebar hampir merata diberbagai
wilayah di dunia. Berdasarkan wilayah regional, World Health Organization (WHO)
melaporkan prevalensi anemia pada ibu hamil yang tertinggi adalah Asia Tenggara
(75%), kemudian Mediterania Timur (55%), Afrika (50%), serta wilayah Pasifik
Barat, Amerika dan Karibia (40%) (MOST, 2004). Meskipun anemia sudah dikenal
sebagai masalah gizi masyarakat selama bertahun-tahun, namun kemajuan didalam
penurunan prevalensinya masih dinilai sangat rendah (WHO, 2004). Bahkan
dibeberapa negara ditemukan terjadi peningkatan prevalensi anemia pada wanita
dewasa (Allen, 2001). Berdasarkan klasifikasi masalah kesehatan masyarakat,
prevalensi anemia termasuk berat jika prevalensinya ≥ 40%, sedang 20-39%, ringan
15-19,9% dan normal <5% (MOST, 2004). Prevalensi anemia di Indonesia termasuk
berada pada kategori sedang, namun untuk beberapa kelompok umur termasuk
kategori berat. Prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi, dan
perkembangannya dari tahun 1995 sampai 2001 tidak menunjukkan penurunan yang
nyata (Depkes, 2003). Prevalensi anemia menurut kelompok penderita yaitu pada
anak balita 47%, dan ibu hamil 40,1% termasuk kategori berat, sedangkan pada
wanita usia subur kategori sedang (26,9%) (Depkes, 2005).
Asupan Zat Besi, Kalsium, Vitamin C, Asam Folat dan Anemia 3
METODE PENELITIAN
Hasil analisis terhadap anemia didapat 16.8% (28 responden) yang menderita
anemia dan 83.2% (139 responden) tidak menderita anemia. Anemia menjadi
perhatian kesehatan masyarakat ketika 5% dari populasi memiliki nilai Hb yang
rendah. Survei yang dilakukan WHO mengenai prevalensi anemia di dunia rata-rata
prevalensi anemia di wilayah Asia Tenggara sekitar 14.9%. Angka ini menunjukan
bahwa pada tahun 2007, prevalensi anemia di Pulau Sulawesi masih di atas rata-rata
prevalensi anemia di regional Asia Tenggara.
Penyebab terjadinya anemia antara lain menu sehari-hari kurang mengandung
zat besi (makanan kaya zat besi yang tidak mencukupi), penyerapan zat gizi yang
terganggu, kebutuhan zat gizi yang meningkat, serta kehilangan darah yang
berlebihan selama peristiwa persalinan, pendarahan, menstruasi, dan berbagai
peristiwa infeksi parasit. Anemia defisiensi besi dapat terjadi pada semua usia, namun
wanita usia subur sangat rentan untuk mengalami anemia. 89 pasien dari 200 pasien
menderita anemia zat besi dan diperlukan strategi menyeluruh dan komprehensif
disemua aspek (klinis, sosial ekonomi, perbaikan lingkungan) untuk pemantauan dan
pengobatan kasus anemia (Sembiring, 2010).
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan,
Kejadian Anemia
Variabel n Persen (%)
Pekerjaan Tidak Bekerja 118 70.7
Bekerja 49 29.3
Kejadian Anemia Anemia 28 16.8
Tidak Anemia 139 83.2
Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa responden yang berusia 15-24 tahun
sebanyak 24.2% anemia dan 75.8% tidak anemia, responden yang berusia 25-34
tahun sebanyak 16.4% anemia dan 83.6% tidak anemia, responden yang berusia 35-
44 tahun sebanyak 16.4% anemia dan 83.6% tidak anemia, dan responden yang
berusia 45-54 tahun sebanyak 0% anemia dan 100% yang tidak anemia. Berdasarkan
analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara usia dengan kejadian anemia (p=0.290). WUS
membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab dan akibat anemia, hal
ini akan mendorong perilaku peningkatan asupan zat besi heme dan mengurangi zat
yang dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh. Sebuah penelitian yang
Asupan Zat Besi, Kalsium, Vitamin C, Asam Folat dan Anemia 6
dilakukan oleh Maharani (2007) menyebutkan dalam konteks kajian anemia gizi
mahasiswa perempuan berisiko 40% lebih tinggi dibandingkan mahasiswa laki-laki.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Sama halnya dengan penelitian Unaeze dan
Okonkwo (2011) terhadap 200 remaja yang berusia 12–19 tahun di Nnewi, Nigeria
diketahui bahwa dari total remaja yang ikut serta, mayoritas sampelnya adalah remaja
yang berusia 15–17 tahun (56,6%), 34,5% remaja yang berusia antara 12–14 tahun
dan hanya 9% remaja usia 18-19 tahun. Pada penelitian Takhor (2000) di Selatan
Gujarat, India, 2000 diketahui sampel yang paling banyak dari 2250 remaja yang
terpilih adalah remaja dengan usia 11-12 tahun (30.8%), diikuti oleh usia 13 tahun
(15,8%), 10 tahun (10.1%), 14 tahun (8,9%) dan 15 tahun (3,5%).
Responden yang tidak bekerja sebanyak 16.9% yang menderita anemia dan
83.1% tidak menderita anemia, sedangkan responden yang bekerja sebanyak 16.3%
yang menderita anemia dan 83.7% tidak menderita anemia. Berdasarkan analisis
statistik dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara pekerjaan dan kejadian anemia (p=1.000). Hal ini
menandakan bahwa wanita usia subur yang tidak bekerja maupun bekerja dapat
memenuhi kebutuhan gizi sehingga tidak menderita anemia.
Pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan dalam pemilihan
bahan makanan. Pendapatan keluarga berhubungan dengan pekerjaan anggota
keluarga. Kedua faktor ini menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang akan
dikonsumsi keluarga. Sediaoetama (1996) berpendapat bahwa ada hubungan
pendapatan dan gizi. Peningkatan pendapatan akan berpengaruh pada perbaikan
kesehatan dan kondisi keluarga yang selanjutnya berhubungan dengan gizi termasuk
diantaranya status anemia.
Tabel 3 Perbedaan Tingkat Usia, Pekerjaan, dan Kejadian Anemia
Kejadian Anemia
Variabel Total p-value OR
Anemia Tidak Anemia
Usia (Tahun) N % n % n %
15-24 8 24.2 25 75.8 33 100
25-34 11 16.4 56 83.6 67 100
0.290 0.1
35-44 9 16.4 46 83.6 55 100
45-54 0 0 12 100 12 100
Pekerjaan
Tidak Bekerja 20 16.9 98 83.1 118 100
1.000 0.9
Bekerja 8 16.3 41 83.7 49 100
Berdasarkan tabel 4 konsumsi zat besi pada responden yang anemia sebanyak
13.882 mg dan standar deviasi 5.2505 mg dengan hasil uji t-test independent bahwa
wanita usia subur anemia berjumlah 28 responden dan yang tidak menderita anemia
berjumlah 139 responden. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0.534 (p≥0.05)
Asupan Zat Besi, Kalsium, Vitamin C, Asam Folat dan Anemia 7
menandakan bahwa tidak ada perbedaan antara konsumsi zat besi dan kejadian
anemia. Hasil ini disebabkan konsumsi zat besi pada wanita usia subur belum
mencukupi AKG yang dianjurkan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mardiyah (2009) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata besi
terserap antara siswi anemia dan non anemia dengan nilai p=0.331 di Cibungbulang
Kabupaten Bogor. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Novianti (2011) pada
remaja putri di Pesantren Ibadurrahman Kota Tangerang menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan rata-rata asupan zat besi menurut hari pengambilan
recall week days antara remaja putri yang anemia dengan nilai p=0.256 (p≥ 0.05).
Lain hal dengan hasil penelitian Bhargva (2001) dalam Rahayu (2012) di
Bangladesh menunjukkan sebagian besar remaja mengalami anemia mempunyai
perilaku makan yang tidak sesuai yaitu mengurangi asupan makanan sumber zat besi
mencakup jenis dan jumlah serta adanya pantangan tertentu sehingga tidak
terpenuhinya kebutuhan untuk tubuh. Asupan makanan yang mengandung zat besi
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap upaya penurunan kejadian anemia.
Salah satu mikronutrient essensial bagi manusia adalah Fe atau zat besi yang
merupakan mineral mikro paling banyak di dalam tubuh yaitu sebanyak 3-5 gram
dalam tubuh. Penelitian Kristanti (2011) menyatakan ada hubungan bermakna antara
tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri.
Analisis perbedaan konsumsi kalsium pada responden yang anemia adalah
sebanyak 329.89 mg dan standar deviasi 151.187 mg. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p=0.030 (p<0,05) menandakan bahwa ada perbedaan antara konsumsi kalsium
dan kejadian anemia. Hasil ini disebabkan konsumsi kalsium pada wanita usia subur
hampir mencukupi AKG yang dianjurkan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Susilo (2010) di Kabupaten Bantul Provinsi DIY menunjukkan bahwa adanya
hubungan intake zat besi, kalsium, tanin, fitat, dan oksalat dengan kadar Hb ibu
hamil. Semakin tinggi intake Fe, semakin tinggi kadar Hb. Semakin tinggi intake Ca
dan tanin makin rendah kadar Hb.
Hasil uji statistik mengenai perbedaan konsumsi vitamin C pada responden
yang anemia sebanyak 40.89 mg dengan standar deviasi 21.576 mg. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p=0.507 (p≥0.05) menandakan bahwa tidak ada perbedaan antara
konsumsi vitamin C dan kejadian anemia. Hasil ini disebabkan konsumsi vitamin C
pada wanita usia subur belum mencukupi AKG yang dianjurkan. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2006) pada mahasiswa putri IPB menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata tingkat kecukupan vitamin C pada
mahasisiwa yang anemia dan non anemia (p≥0.05). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Kustyaningsing (2007) menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat
konsumsi vitamin C pada santri putri di Pondok Pesantren Modern Selamat dan
Pondok Pesantren Putri Bani Umar Al-Karim dengan nilai p=0.627 (p≥0.05).
Asupan Zat Besi, Kalsium, Vitamin C, Asam Folat dan Anemia 8
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Utami Arifin (2013) menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang bermakna asupan vitamin C dengan kejadian anemia dengan p=0.10.
Hasil uji statistik mengenai hubungan konsumsi asam folat dan kejadian
anemia didapatkan nilai p=0.149 (P≥0,05) menandakan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara konsumsi asam folat dan kejadian anemia. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ling-Wei Chen (2014) menunjukkan bahwa tidak ada
manfaat konsentrasi folat lebih tinggi untuk mengurangi risiko SGA atau lebih tinggi
vitamin B-6 dan vitamin B-12 konsentrasi untuk mengurangi risiko kelahiran
prematur atau SGA. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2013) menunjukkan
tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi energi (p=0,70), protein
(p=0,16), zat besi (p=1,00), vitamin C (p=0,79), vitamin A (p=0,72), vitamin B6
(p=0,53), vitamin B12 (p=0,52) dan asam folat (p=1,00) dengan kejadian anemia
pada wanita prakonsepsi di Kecematan Biringkanaya Kota Makasssar.
Lain hal dengan penelitian yang dilakukan oleh Asmika (2005) menyatakan
bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi asam folat dan vitamin C ibu yang
melahirkan bayi BBLR dengan status anemia pada saat hamil trimester III,
Kabupaten Malang Kota Batu.
Kekurangan asam folat pada responden disebabkan karena sebagian besar
mengkonsumsi makanan yang tidak beragam sehingga tidak cukup untuk memenuhi
asupan asam folat yang seharusnya. Selain itu tubuh hanya dapat menyimpan asam
folat dalam jumlah kecil, maka jika mengonsumsi makanan yang mengandung sedikit
asam folat akan menyebabkan kekurangan asam folat dalam waktu beberapa bulan
(Urabe, 1999).
Penyebab anemia bukan hanya disebabkan oleh masukan zat gizi yang
kurang, apabila masukan zat gizi cukup tetapi proses produksi sel darah merah
terganggu karena tidak berfungsinya pencernaan dengan baik atau kelainan lambung
sehingga zat-zat gizi yang penting tidak dapat diserap dan terbuang bersama kotoran,
maka lama kelamaan tubuh akan mengalami anemia (Raharjo, 2003). Pada akhirnya
jika diperlukan penambahan vitamin dalam makanan harus dilakukan tanpa
menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen dengan menetapkan tingkat toleransi
asupan (Larsen, 2005).
Tabel 4 Perbedaan Konsumsi Zat Besi, Kalsium, Vitamin C, Asam Folat dan
Kejadian Anemia
Kejadian
Variabel Mean SD p-value
Anemia
Ya 13.882 5.2505
Zat Besi 0.534
Tidak 14.488 4.5738
Ya 329.89 151.187
Kalsium 0.030
Tidak 401.35 158.528
Asupan Zat Besi, Kalsium, Vitamin C, Asam Folat dan Anemia 9
Ya 40.89 21.576
Vitamin C 0.507
Tidak 43.48 18.221
Ya 239.00 101.917
Asam Folat 0.149
Tidak 264.01 79.093
Kejadian anemia pada wanita usia subur (WUS) di Pulau Sulawesi adanya
perbedaan pada asupan kalsium saja. Secara rinci penelitian ini dilakukan pada 167
WUS, sebagian besar berusia 31 tahun, tidak bekerja (70.7%). Dari 167 responden
ternyata yang menderita anemia 16.8%. Hasil ini menunjukan prevalensi anemia di
Pulau Sulawesi masih lebih tinggi dari rata-rata prevalensi anemia di wilayah Asia
Tenggara sebesar 14.9%.
Mengurangi kejadian anemia pada WUS dapat ditekankan dengan perlu
digalakkan program penyuluhan terkait kesehatan dan gizi mengenai kurangnya
asupan zat besi, vitamin C dan asam folat dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Allen. (2001). Development of The Simplified Method For Internal Stability Design
of Mechanically Stabilized Earth Walls. United States of America: Washington
State Department of Transportation.
Asmika., Poedyasmoro., Novi, A. (2005). Hubungan Tingkat Konsumsi Fe, Asam
Folat Dan Vitamin C Ibu Yang Melahirkan Bayi BBLR Dengan Status Anemia
Pada Saat Hamil Trimester III Di Puskesmas Beji Kota Batu. Malang : Jurnal
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Depkes RI. (2003). Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur
(WUS). Jakarta : Ditjen Gizi.
Indah M., Hardinsyah., Bambang, S. (2007). Aplikasi Regresi Logistik Dalam
Analisis Faktor Risiko Anemia Gizi pada Mahasiswa Baru IPB. Jurnal Gizi
dan Pangan 2(2) : 36-43.
Kurniati. (2013). Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Kejadian Anemia pada Wanita
Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Kustyaningsih, E. (2007). Perbedaan Tingkat Konsumsi Fe, Vitamin C dan Kadar
Hemoglobin Pada Santri Putri di Pondok Pesantren dengan dan Tanpa
Pelayanan Gizi Institusi (Studi di Pondok Pesantren Modern Selamat dan
Pondok Pesantren Putri Bani Umar AL-Karim) Kabupaten Kendal. Semarang :
Skripsi Universitas Diponegoro.
Asupan Zat Besi, Kalsium, Vitamin C, Asam Folat dan Anemia 10
Larsen, C., Dragsted, L., Rasmussen, E. (2005). A Safe Strategy for Addition of
Vitamins and Minerals to Foods. European Journal of Nutrition Vol 45, Issue
3, pp 123-135.
Mukwahida. (2009). Efek Suplementasi Fe, Asam Folat dan Vitamin B12 terhadap
Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) pada Pekerja Wanita (Di Kabupaten
Sukoharjo). Semarang: Thesis Universitas Dipenegoro.
Rahayu S., Dieny F. (2012). Citra Tubuh, Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,
Pengetahuan Gizi, Perilaku Makan dan Asupan Zat Besi pada Siswi SMA
Tangerang Selatan. Jurnal Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, Volume 46, Nomor 3.
Raharjo, B. (2003). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Pekerja
Perempuan di Desa Jetis Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo.
Semarang: Thesis Universitas Diponegoro.
RISKESDAS. (2007). Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Desember 2008.
Sembiring., Rinawati. (2010). Anemia. Jurnal Kebidanan Mutiara Indonesia Vol.2
No.4.
Susilo, J. (2000). Hubungan Antara Intake Zat Besi , Kalsium, Tanin, Fitat dan
Oksalat dengan Kadar Hb Ibu Hamil di Kabupaten Bantul. Yogyakarta : Tesis
Universitas Gajah Mada.
Sri U., Nelly M., Julia R. (2013). Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Kejadian
Anemia Pada Anak Sekolah Das Ar Di Kabupaten Bolang Mongondow
Utara. Jurnal Keperawatan Vol 1 No. 1.
Unaeze, H. N. H, & C. N, Okonkwo. (2011). Food Consumption Pattern and Calcium
Status of Adolescents in Nnewi, Nigeria. Pakistan Journal of Nutrition vol 10
Hal 4.
Urabe, A. (1999). Establishin Diagnosis of Anemia. Asian Medical Journal Vol 42
Hal 5-55.