Pembukaan Wilayah Hutan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN DAN KERUSAKAN TEGAKAN AKIBAT PRODUKSI

JENIS MERBAU (INTSIA SPP.) DI IUPHHK PT MEGAPURA MAMBRAMO BANGUN


PAPUA BARAT
(Forest Area Opening and Log Damages due to Production of Merbau (Intsia SPP.)
at the IUPHHK of PT Megapura Mambramo Bangun of West Papua)
Rusdy Angrianto1 dan Yosep Ruslim2
1
Fakultas Kehutanan Universitas Papua
2
Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.

ABSTRACT
The research purpose was to determine the process or production
activities, the log stock damage level and the log stock conditions as the Intsia
spp. production impacts in IUPHHK PT Megapura Mambramo Bangun West
Papua. The forestry activities carried out by IUPHHK PT Megapura Mambramo
Bangun refers to Indonesian planting selective cutting system (TPTI) and limited
to Intsia spp. with production in RKT 2011 (total area 1300 ha) was 2538 trees
and 68477.30m³ volume, but based research results obtained with 210 rods by
2497.55m³ volume (sampling area 120 ha in wide). The forest damage occurred
in IUPHHK PT Megapura Mambramo Bangun as the Intsia spp. production
included the trees felling area covering to 7.79 ha, the liana cleaning area
covering to 11.40 ha, the skidding trails making area to 7.39 ha and the branch or
main road construction area along with 10.081 km by 22.16% damage intensity.
The greatest log stock damage level caused by skidding activity compared with
the cutting which included seedlings level after cutting was to 50.04% and
skidding was to 77.76%, the stake level after cutting was to 49.62% and the
skidding was to 72.35%, the pole after logging was to 22.66% and skidding was to
87.75% and the trees level after logging of 13.38% and skidding of 77.82%.
Key Word: Production, log stock damage, Intsia spp., and PT Mambramo
Megapura Bangun.

PENDAHULUAN ini yang lebih baik dibandingkan jenis


lainnya. Tingginya permintaan kayu
Merbau (Intsia spp.) merupakan
salah satu hasil hutan kayu yang saat ini tersebut bertumpuh pada hutan alam
alam semakin berkurang akibat
masih mempunyai nilai ekonomis yang
kegiatan penebangan maupun akibat
cukup tinggi karena permintaan terus
menerus dari tahun ke tahun sejalan bencana alam.
Kerusakan hutan akibat
dengan perkembangan industri
penebangan berupa pohon roboh atau
perkayuan dan kebutuhan bahan baku
bangunan baik pada tingkat lokal, pohon masih berdiri tetapi bagian
batang, banir atau tajuk yang
regional, nasional maupun
diperkirakan tidak dapat tumbuh
internasional. Hal ini disebabkan oleh
sifat-sifat yang unggul dari jenis kayu ini secara normal. Soenarso dan
Simarmata (1979) dalam Radjibu (1992)
seperti kelas kuat dan kelas awet kayu
mengemukakan bahwa besarnya

96
kerusakan tegakan tinggal di beberapa Kerusakan tegakan tinggal
daerah pengusahaan hutan dari semua merupakan suatu fenomena dalam
jenis pohon berdiameter minimal 35 pemanenan kayu pada hutan produksi
cm pada sistem high-lead adalah yang tidak dapat dihindari. Besarnya
70,91% terdiri 52,77% jenis komersil kerusakan sangat bergantung pada
dan 18,14% non komersial. sistem penebangan atau proses
PT Megapura Mambramo produksi yang dianut, kerapatan
Bangun adalah salah satu pemegang tegakan, jenis yang dipilih serta
IUPHHK yang beroperasi di kawasan diameter dan besarnya penutupan
hutan produksi Kabupaten Manokwari tajuk. Tindakan pengurangan
sesuai SK Menteri Kehutanan No. kerusakan akibat penebangan kayu
397/Menhut-II/2006. Operasi merupakan terobosan yang harus
pengusahaan hutan berpedoman pada dilakukan agar pengelolaan hutan bisa
sistem TPTI seperti melakukan lestari.
penandaan batang berupa pemberian Percobaan-percobaan
nomor, jenis kayu, diameter dan meminimalisasi kerusakan akibat
panjang yang diperoleh dari hasil pemanenan kayu didasari keinginan
pengukuran. Kenyataan menunjukkan untuk meyakinkan para pengusaha
bahwa sistem TPTI dalam pelaksanaan hutan yang mengelak bahwa
pemanenan masih juga menimbulkan penerapan Reduced Impact Timber
dampak kerusakan terhadap vegetasi Harvesting (RITH) sangat penting untuk
atau tegakan tinggal. Menurut Elias kelangsungan pengusahaan hutan dan
(2002) bahwa dampak pemanenan industri perkayuaan serta untuk
kayu terhadap vegetasi yang paling menjaga kelestarian hutan. RITH saat
dominan adalah pada kerusakan ini merupakan teknik untuk
tegakan tinggal yang dibedakan atas meminimalkan kerusakan lingkungan
kerusakan pohon, perubahan akibat pemanenan kayu. Namun pada
komposisi tegakan, perubahan struktur kenyataan belum diterapkan karena
tegakan, penyebaran jenis pohon, beberapa alasan antara lain biaya yang
kesamaan komunitas dan keragaman sangat tinggi, belum tersedia tenaga
jenis. Tingkat kerusakan pada tegakan yang terampil dalam pelaksanaan dan
tinggal sebagai akibat pemanenan kayu lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk
dengan sistem TPTI di hutan alam mengetahui proses produksi jenis
berdasarkan hasil penelitian pada merbau (Intsia spp), tingkat kerusakan
tahun 1993 yaitu tingkat semai 30,02%, hutan akibat produksi jenis merbau
tingkat pancang 27,17% dan tingkat (Intsia spp) yang mencakup kegiatan
tiang 24,60%, sedangkan hasil pembukaan wilayah hutan,
penelitian tingkat kerusakan pada penebangan dan penyaradan dan
pohon berdiameter >10 cm menurut kondisi tegakan tinggal setelah kegiatan
Tinal dan Palenewen (1994) sebesar pembukaan wilayah hutan dan
36,40%, Ferdinandus (1978) sebesar produksi jenis merbau (Intsia spp).
27,17%, Muhandis (1976) dalam Manan
(1994) sebesar 23,00% dan Elias (1993) METODE PENELITIAN
sebesar 21,96%.
Penelitian ini dilaksanakan di
RKT 2011 pada areal IUPHHK PT

97
Megapura Mambramo Bangun RKT tahun 2011 PT Megapura
Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Mambramo Bangun. Untuk menilai
Barat dan berlangsung selama dua kerusakan tegakan menggunakan petak
bulan yaitu dari tanggal 3 Oktober berukuran 200m x 200m sebanyak 30
sampai 3 Desember 2011. plot dari luas areal RKT 2011 (1300 ha)
. dengan intensitas sampling 9,2%. Plot
pengamatan analisis vegetasi
Bahan dan alat yang digunakan ditentukan bersamaan dengan plot
dalam penelitian terdiri atas peta areal pengamatan kerusakan tegakan di
RKT 2011 PT Magapura Mambramo mana setiap plot kerusakan juga
Bangun skala 1 : 50 000 dan peta dipakai juga untuk analisis vegetasi.
administratif skala 1 : 25 000, Global Data yang dikumpulkan terdiri atas
Positioning System (GPS), Kompas, panjang dan lebar jalan (jalan utama,
Clinometer, Haga Hypsometer, Roll cabang dan sarad), produksi tegakan
meter, Phi-band, Tally sheet, peralatan merbau (Intsia spp) yang mencakup
analisis data berupa MS Office Excel jumlah individu, tinggi bebas cabang
2007, Minitab dan peralatan dan diameter pohon, tegakan jenis
dokumentasi penelitian berupa digital lainnya yang mencakup jenis, jumlah
kamera dan handycam. individu, tinggi bebas cabang dan
Metode yang digunakan dalam diameter pohon, keterbukaan kanopi
penelitian ini adalah metode dekskriptif pohon yang akan ditebang,
dengan teknik observasi. Observasi keterbukaan tanah atau lantai hutan
dilakukan secara khusus terhadap dan data pohon-pohon yang rusak di
bukaan wilayah, kerusakan akibat dalam masing-masing unit sampling.
penebangan dan penyadaran dan Analisis data pembukaan
tegakan sisa yang masih ada setelah wilayah hutan dilakukan dengan
kegiatan penebangan dan penyaradan. menggunakan persamaan sebagai
Penentuan unit sampling didasarkan berikut:
data hasil ITSP dan peta sebaran pohon

Intensitas Panjang jalan (m) x lebar (m) Intensitas Panjang jalan (m) x lebar (m)
jalan = jalan = x 100%
cabang Luas areal tebangan (m²) sarad Luas areal tebangan (m²)

Untuk menghitung kerapatan jalan dihitung dengan formula:

Kerapatan Panjang jalan utama + cabang (m) Kerapatan Panjang jalan sarad (m)
jalan = jalan =
utama Luas areal tebangan (ha) sarad Luas areal tebangan (ha)

Analisis vegetasi dilakukan perhitungan untuk mendapatkan


melalui kegiatan inventarisasi yang gambaran komposisi vegetasi dan
hasilnya dianalisis melalui perhitungan- struktur vegetasi berdasarkan

98
Soerianegara dan Indrawan (2005) yaitu:

Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR):

Jumlah individu spesies ke-i Kerapatan spesies ke-i


Kerapatan = KR-I = X 100%
Luas seluruh petak contoh Kerapatan seluruh spesies

Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR):

Jumlah petak contoh ditemukan spesies ke-i Frekuensi spesies ke-i


F= FR-I = X 100%
Jumlah seluruh petak contoh Frekuensi seluruh spesies

Dominasi (D) dan Dominasi Relatif (DR):

Luas basal area spesies ke-i Dominasi spesies ke-i


D = DR-i = X 100%
Luas seluruh petak contoh Dominasi seluruh spesies

Indeks Nilai Penting/Important Value (IV)


IV = FR + KR + DR

Luas bidang dasar tingkat pohon dan tiang dengan rumus:


Lbd = ¼ Π x (d/100)²
Keterangan: Lbd = Luas bidang dasar
d = diameter batang (1,30 m)
Π = 3,14159

Volume dihitung dengan menggunakan rumus:


V = ¼Π. D². P
Keterangan: V = volume kayu
Π = konstanta Phi (3,14)
D = diameter rata-rata (m)
P = panjang kayu (m)

Kerusakan tegakan tahun 1994 yaitu kerusakan tegakan


Kerusakan tegakan tinggal tinggal dinyatakan dalam persen yang
dinilai bila mengalami lebih dari satu dihitung dengan rumus umum
keadaan sebagaimana kriteria (Anonim, 1999) sebagai berikut:
Direktorat Jenderal Pengusahan Hutan
R
K = X 100 %
R+S

99
Keterangan: K = Persentasi kerusakan tegakan tinggal
R = Jumlah pohon yang mengalami kerusakan
S = Jumlah pohon yang tidak rusak akibat kegiatan penebangan dan
penyaradan

Data kerusakan tegakan dahan besar patah dan luka batang di


berdasarkan hasil pengukuran lapangan atas ¼ keliling batang dengan panjang
berdasarkan kriteria Siapno (1970) lebih dari 1,5 m.
dalam Suhartana dan Idris (1996) yaitu: Data sekunder meliputi data
tegakan tinggal dikatakan baik bila hasil inventarisasi sebelum penebangan
jumlah pohon yang sehat antara 56- (ITSP) RKT tahun 2011, sebaran pohon
60%, tegakan tinggal dikatakan rusak serta data laporan hasil produksi dan
bila jumlah pohon sehat antara 51-55% data keadaan umum perusahaan. Data
dan tegakan tinggal dikatakan sangat yang dikumpulkan selanjutnya
rusak bila jumlah pohon sehat <50%. dianalisis dengan regresi untuk melihat
Kriteria kerusakan hutan menurut hubungan antara tingkat kerusakan
Anonim (1993a) yaitu tajuk pohon rusak dengan produksi kayu, kerapatan
di atas 30% atau cabang pohon atau tegakan, dan teknik penebangan.

Y = a0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4


Keterangan: Y = kerusakan tegakan
a0, b1…b4 = koefisien regresi
x1 = teknik penebangan (operator)
x2 = produksi kayu
x3 = pembukaan lahan
x4 = pembukaan sengkuap tajuk

HASIL DAN PEMBAHASAN dibuat pada berupa jalan tanah yang


dipadatkan (tanpa pengerasan) dan bila
A. Pembukaan Wilayah terjadi hujan kondisi jalan menjadi licin
Pembukaan jalan utama sehingga tidak dapat dilewati
Hasil penelitian menunjukkan kendaraan besar (truk trailer dan dump
bahwa kegiatan pembukaan wilayah truk).
hutan yang dilakukan PT Megapura
Pembukaan jalan sarad
Mambramo Bangun pada RKT 2011 Pembukaan jalan sarad yang
dengan luas areal 1300 ha (14 petak). dibuat tergantung jumlah dan sebaran
Lebar jalan cabang yang dibuat 10 m
pohon pada setiap petak tebangan.
dan panjang 10,081 km. Berdasarkan Jalan sarad dibuat bersamaan dengan
RKT Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan pelaksanaan penebangan yang
Kayu panjang jalan utama yang
umumnya sejajar dengan arah rebah
direncanakan 8,25 km baru terealisasi pohon yang akan ditebang. Jalan sarad
5,10 km yang dibuat sesuai lokasi ini juga digunakan sebagai jalur
tempat penimbunan kayu (tpn) pada
penyelamatan bagi operator tebangan.
tengah-tengah setiap petak tebangan. Ukuran jalan sarad yang dibuat adalah
Kerapatan jalan cabang yang dibuat 48,58m2/ha dengan Intensitas
adalah 0,015m2/ha dengan intesitas
291,46%. Alat yang digunakan pada
0,146%. Konstruksi jalan cabang yang IUPHHK PT Megapura Mambramo

100
Bangun untuk menyarad umumnya keselamatan dibuat hanya berlawanan
traktor merk Caterpiler dan Komatsu dengan arah rebahnya pohon. Keadaan
sehingga dengan lebar jalan sarad yang ini terlihat sebelum dilakukan
dibangun kurang lebih 6 m. Panjang penebangan areal disekitar pohon
jalan sarad yang dibuat 19,124 km dan dibersihkan serta dibuat jalan sarad
jalan cabang 10,081 km. yang sekalian digunakan sebagai jalur
Perintisan keselamatan bagi operator
penebangan. Bila areal yang belum
IUPHHK PT Megapura
Mambramo Bangun sebelum dibuat jalur sarad maka operator
melaksanakan kegiatan penebangan, penebangan ada yang membuat jalur
keselamatan dan ada juga yang tidak
para operator chain saw melakukan
rintisan terhadap pohon yang akan membuat namun berdasarkan
ditebang serta sekitarnya. Perintisan pengalaman kerja, dimana sebelum
pohon ditebang harus memperhatikan
selain dilakukan secara manual oleh
operator chain saw, juga dilakukan oleh kedudukan pohon dan lebar tajuk
pohon sehingga jalur keselamatan
operator traktor di setiap pohon yang
berlawanan dengan arah rebah pohon
akan ditebang sekaligus sebagai jalur
sarad. serta segala kemungkinan yang akan
terjadi saat penebangan.
Selain itu, dalam kegiatan
penebangan setiap operator chain saw Produksi tebang
didampingi oleh seorang operator Produksi tebangan adalah kayu
traktor yang berfungsi sebagai yang dihasilkan berupa pohon yang
pembuat jalur atau jalan menuju setiap telah rebah dan dipotong pada ujung
pohon yang akan ditebang. Hal ini dan pangkal sesuai ukuran yang
terkait dengan sistem pengupahan diminta. Untuk meningkatkan produksi
yang berlaku yaitu pendapatan kedua yang dihasilkan pada IUPHHK PT
operator tergantung dari hasil produksi Megapura Mambramo Bangun pohon
setiap hari namun apabila dalam areal yang akan ditebang ada yang hanya
tebangan posisi pohon berjauhan dan pembersihan di sekitar pohon secara
traktor belum sempat membuat jalur manual namun ada juga dilakukan
rintisan maka operator chain saw pembersihan dengan menggunakan
hanya membuat berupa penunjuk ke traktor. Pembersihan dengan
arah pohon. Perintisan yang dibuat menggunakan traktor guna
operator traktor berfungsi sebagai jalur menghindari kerusakan saat pohon
arah rebah pohon agar saat pohon rebah akibat pecah sehingga
rebah tidak terjadi kerusakan tegakan mengurangi panjang optimal dan
yang akan berpengaruh terhadap mengurangi kerusakan tegakan di
volume yang dihasilkan. sekitarnya. Berdasarkan Laporan Hasil
Produksi PT Megapura Mambramo
Jalur keselamatan
Jalur kesalamatan pada IUPHHK Bangun pada RKT tahun 2011 realiasi
PT Megapura Mambramo Bangun produksi merbau adalah 9.258 pohon
dan volume 38.040,35m3.
berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan tidak dibuat sesuai ketentuan
dengan TPI ataupun RIL di mana B. Kondisi Vegetasi Hutan Akibat
Produksi Merbau
kenyataan di lapangan jalur

101
Komposisi jenis dan potensi vegetasi menunjukkan adanya kehilangan
Pada tingkat semai terjadi jumlah vegetasi tingkat tiang pada saat
penurunan jumlah individu pada semua setalah penebangan sebesar 22,66%
jenis vegetasi semai setelah kegiatan dengan volume 24,19% dan setelah
penebangan dan penyaradan. Pada penyadaran sebesar 87,75% dengan
saat setelah penebangan terjadi volume 86,52%.
penurunan vegetasi semai menjadi Pada tingkat pohon terjadi
1.553.546 semai (49,96%) dan penurunan jumlah pohon dari semua
penyaradan sebanyak 691.438 semai jenis vegetasi pada saat setelah
(22,24%) dari 3.109.563 semai secara penebangan yaitu sebanyak 20.374
keseluruhan. Penurunan jumlah semai pohon atau 86,62% dari jumlah pohon
tersebut menunjukkan adanya yang didata (23.520 pohon) dengan
kehilangan jumlah semai pada saat volume 27.379,40m3 (98,66%) dari
penebangan sebesar 50,04% dan jumlah volume pohon yang didata pada
penyaradan sebesar 77,76%. tahap ini (2.776,72m3). Selanjutnya
Pada tingkat pancang terjadi pada saat setelah penyaradan terjadi
penurunan jumlah individu pada semua penurunan jumlah pohon lagi menjadi
jenis vegetasi pancang setelah kegiatan 5.451 pohon atau 23,18% dari jumlah
penebangan dan penyaradan. Pada pohon yang didata dengan volume
saat setelah penebangan sebanyak 63,72m3 atau 2,29% dari jumlah
133.746 pancang (57,01%) dan volume pohon yang didata pada tahap
penyaradan sebanyak 69.004 pancang ini. Penurunan jumlah pohon tersebut
(29,41%) dari 234.604 pancang yang menunjukkan adanya kehilangan
didata. Penurunan jumlah pancang jumlah vegetasi tingkat pohon pada
tersebut menunjukkan adanya saat setalah penebangan sebesar
kehilangan jumlah pancang saat 13,38% dengan volume 1,34% dan
penebangan sebesar 42,99% dan setelah penyadaran sebesar 76,82%
penyadaran sebesar 70,59%. dengan volume 97,71%.
Pada tingkat tiang terjadi Jenis merbau (Intsia spp) pada
penurunan jumlah individu dari semua memiliki jumlah vegetasi terbanyak
jenis vegetasi tingkat tiang pada saat pada tingkat semai dan pancang
setelah penebangan menjadi 41.633 dibandingkaan dengan jenis lain,
tiang atau 77,34% dari jumlah vegetasi sedangkan pada tingkat tiang dan
tingkat tiang yang didata (53.830 tiang) pohon memiliki jumlah individu lebih
dengan volume 25,93m3 atau 75,81% sedikit masing-masing Myristica
dari volume vegetasi tingkat tiang yang fragrans dan Palaquium amboinensis.
didata pada tahap ini (34,21%). Kondisi tersebut dapat dilihat dari
Selanjutnya pada saat setelah kehadiran vegetasi semai dan tiang
penyaradan ada penurunan jumlah Intsia sp. banyak dijumpai di bawah
vegetasi tingkat tiang lagi menjadi pohon induk.
6.596 individu tingkat tiang atau Vegetasi merbau (Intsia spp)
12,25% dengan volume 4,61m3 atau tergolong jenis intoleran dan untuk
13,48% dari volume vegetasi tiang yang pertumbuhan selanjutnya membutuh-
didata pada tahap ini. Penurunan kan cahaya penuh (Tokede dan
jumlah vegetasi tingkat tiang tersebut Kilmaskossu, 1992). Jenis vegetasi ini

102
mampu tumbuh di tanah berbatu tanah, intensitas cahaya, suhu, angin,
karang atau muara sungai bekas banjir produksi benih, perkecambahan dan
di mana terkait sifat biji merbau yang kemampuan.
keras dan sulit ditembus air dan dapat Produksi tebangan jenis merbau
berkecambah bila kulit luar pecah atau
(Intsia spp)
terkikis batu di sungai. Hal ini sesuai Berdasarkan hasil analisis
pendapat Daniel dkk. (1987) yang vegetasi diketahui bahwa Merbau
menyatakan bahwa pertumbuhan yang
(Intsia spp) memiliki sifat tumbuh yang
tinggi pada umur muda cenderung berkelompok dengan distribusi pohon
menjadi lebih cepat pada jenis-jenis yang cukup bervariasi mulai dari 2
intoleran bila tumbuh pada tempat
pohon sampai dengan 14 pohon per
terbuka. Selain itu sesuai pernyataan plot dari 30 plot pengamatan yang
Anonim (1992) bahwa laju diamati ada 210 pohon dengan volume
pertumbuhan vegetasi dan jenis
2.497,55m3 yang didominasi oleh kelas
vegetasi apa yang tumbuh di suatu diameter 70-79cm dan 80-89cm.
lokasi tergantung atas faktor-faktor
tempat tumbuh (kesuburan, habitat, Rintisan per plot
tipe kelerengan dll). Regenerasi alami Rintisan per plot merupakan
jenis merbau bervariasi menurut gambaran dari jalan sarad yang akan
tempat tumbuh baik dari aspek dibuat berdasarkan jumlah pohon yang
kemampuan berkecambah maupun akan ditebang pada plot pengamatan.
berkelanjutan pertumbuhnan di alam Pembuatan rintisan umumnya
sangat tergantung pada tingkat menggunakan traktor, selain itu ada
penutupan tajuk dari jenis lain yang juga dilakukan oleh operator chain saw
tumbuh bercampur. Hal ini sesuai saat operator tracktor sedang
pernyataan Simon (1993) dan Yunus menyarad kayu/logs atau sedang
dkk. (1984) bahwa pertumbuhan membuat jalur sarad pada pohon-
tergantung pada kualitas tempat pohon yang akan ditebang.
tumbuh seperti faktor-faktor tanah Besarnya rintisan tergantung
yang meliputi sifat fisik, kimia, geologis dari jumlah pohon yang ditebang pada
serta keadaan iklim. setiap plot pengamatan. Bila rintisan
Pada tingkat tiang dan pohon dilakukan oleh operator chain saw,
vegetasi merbau masih dapat dijumpai maka tidak terlalu lebar dan hanya
pada areal sampling namun jumlahnya berupa jalan setapak namun bila
lebih sedikit. Jenis merbau (Intsia spp) dilakukan dengan menggunakan traktor
bukan merupakan jenis yang terbanyak, maka lebar rintisan akan sesuai dengan
dimana untuk mencapai tingkat tiang lebar pisau atau blade.
dan pohon banyak anakan yang mati Luas kerusakan hutan akibat
atau tidak mampu bersaing dengan penebangan
jenis lain yang mampu tumbuh pada Luas kerusakan penebangan
kondisi tegakan rapat atau utuh. merupakan besaran yang terjadi akibat
Kondisi ini sesuai pendapat Richards proses penebangan berupa terbukanya
(1964) dalam Tokede dan Kilmaskossu areal yang tertimpa pohon atau areal
(1992) bahwa pada tiang akan tumbuh yang terbuka akibat penyaradan
lambat karena dipengaruhi kesuburan kayu/logs. Hasil pengamatan dari 30

103
plot pada areal RKT 2011 IUPHHK PT dengan kerapatan terendah adalah
Megapura Mambramo Bangun Homalium foetidum dengan kerapatan
tergantung dari banyaknya pohon yang 14 semai/ha dan INP sebesar 0,41%.
akan ditebang pada setiap petak Setelah kegiatan penebangan, jenis ini
tebangan. masih mendominasi areal sampling
Luas kerusakan hutan terbesar dengan kerapatan 2.667 semai/ha dan
pada plot pengamatan 21 dan 23 INP 26,68%. Demikian juga setelah
dengan yaitu masing-masing 0,67 ha kegiatan penebangan jenis ini masih
atau 8,60% dan 0,57 atau 7,32% dari dominan di areal pengamatan dengan
luas kerusakan keseluruhan plot kerapatan 1.180 semai/ha dan INP
pengamatan yaitu 7,79 ha. Bila 23,96%.
dikaitkan dengan jumlah pohon dalam Jenis dengan kerapatan
setiap plot pengamatan, maka terlihat tertinggi pada tingkat pancang sebelum
bahwa kehadiran jumlah pohon kegiatan produksi merbau (intsia spp)
berbading lurus dengan luas keruskan khususnya kegiatan penebangan dan
yang terjadi. Selain itu, luas kerusakan penyaradan adalah jenis merbau (Intsia
hutan juga dipengaruhi oleh distribusi spp) dengan kerapatan 372 pancang/ha
pohon di dalam plot pengamatan. dan INP 25,74%, sedangkan jenis
Asumsinya adalah, bahwa semakin dengan kerapatan terendah adalah
merata distribusi pohon didalam di Homalium foetidum dengan kerapatan
dalam plot pengamatan, maka semakin 2 pohon/ha dan INP 0,44%. Setelah
besar luas keruskan hutan bila kegiatan penebangan, jenis ini masih
distribusi pohon semakin rapat mendominasi areal sampling dengan
(berkelompok/spot) maka keruskan kerapatan 230 pancang/ha dan INP
hutan semakin kecil. 32,50%. Demikian juga setelah kegiatan
penyaradan, jenis ini dominan di areal
Tipe Kerusakan Akibat Penebangan
Tipe kerusakan yang terjadi sampling dengan kerapatan 162
pancang/ha dan INP 40,56%.
pada setiap plot pengamatan di areal
Jenis dengan kerapatan
IUPHHK PT Megapura Mambramo
Bangun khususnya pada 30 plot tertinggi pada tingkat tiang sebelum
kegiatan produksi khususnya kegiatan
pengamatan yang diamati akibat
penebangan dan penyaradan adalah
kegiatan penebang cukup bervariasi
tergantung jumlah dan distribusi pohon Palaquium amboinensis dengan
kerapatan 54 tiang/ha dan INP 56,20%,
dalam plot pengamatan. Berdasarkan
sedangkan jenis dengan INP terendah
hasil pengamatan, diketahui bahwa
tipe kerusakan hutan umumnya berupa adalah Horsfieldia dengan INP 0,44%.
Secara kuantitas kerapatan Palaquium
kerusakan akibat penebangan dan
amboinensis lebih rendah dari
penyaradan.
Jenis dengan kerapatan Myristica fragrans, namun jenis ini
memiliki distribusi tiang pada plot
tertinggi pada tingkat semai sebelum
pengamatan lebih merata sehingga
kegiatan produksi merbau (intsia spp)
khususnya kegiatan penebangan dan mempengaruhi tingginya INP jenis ini.
Setelah kegiatan penebangan tampak
penyaradan adalah jenis merbau (Intsia
bahwa Arthocarpus campeden lebih
spp) dengan kerapatan 4.268 semai/ha
dan INP 32,05%, sedangkan jenis mendominasi areal sampling dengan

104
kerapatan 21 tiang/ha dan INP 34,37%. saat pembagian batang, pembersihan
Demikian juga setelah kegiatan tumbuhan di sekitar batang pohon
penyaradan, jenis ini dominan di areal (liana dan tumbuhan lain), areal jalan
sampling dengan kerapatan 4 tiang/ha sarad dan areal jalan cabang atau jalan
dan INP 32,44%. utama.
Jenis dengan INP tertinggi Pembukaan wilayah hutan
sebelum kegiatan produksi khususnya dalam produksi merbau (Intsia spp)
kegiatan penebangan dan penyaradan pada areal sampling mencakup areal
adalah Palaquium amboinensis dengan rebah pohon seluas 7,79 ha,
kerapatan 23 pohon/ha dan INP pembersihan batang berupa liana dan
44,38%, sedangkan jenis dengan INP tumbuhan lain 11,40 ha, pembuatan
terendah adalah Intsia spp dengan INP jalan sarad seluas 7,39 ha dan
1,12%. Setelah kegiatan penebangan pembuatan jalan cabang atau jalan
Palaquium amboinensis masih dominan utama sepanjang 10.081 m atau 10,081
dengan kerapatan 18 pohon/ha dan km.
INP 37,28%. Demikian juga setelah Berdasarkan data luas
kegiatan penyaradan, jenis ini dominan kerusakan yang terjadi akibat tebangan
di areal sampling dengan kerapatan 6 jenis merbau (Intsia spp) dengan
pohon/ha dan INP 32,44%. menggunakan traktor, maka diketahui
besarnya intensitas kerusakan pada
Pembukaan wilayah hutan
Analisis pembukaan wilayah areal sampling (120 ha) adalah 22,16%.
Persentase tersebut jauh lebih besar
hutan merupakan gambaran tentang
bila dibandingkan dengan hasil
besarnya keterbukaan areal hutan
akibat kegiatan eksploitasi kayu. Hasil penelitian Ruslim (2011) yang
menggunakan operasional mesin
penelitian menunjukkan bahwa
pancang tarik yaitu diperoleh rataan
keterbukaan wilayah hutan di areal PT
Megapura Mambramo Bangun persentase kerusakan tegakan tinggal
sekisar 3-8% dan keterbukaan wilayah
disebabkan oleh penebangan dan
akibat penyadaran berkisar antara 4-
pembuatan jalan (jalan sarad dan
sabang). Pada kegiatan penebangan 6%. Selain itu berdasarkan penelitian
Hertianti (2005) dalam Ruslim (2011),
mencakup keterbukaan areal akibat
dengan menggunakan mesin pancang
pohon rebah, pembersihan areal
sekitar pohon dan penyaradan. Berikut tarik singkapan tanah yang terjadi
akibat penyaradan sebesar 6% dan
dideskripsikan keterbukaan wilayah
Sukanda (1995) dalam Ruslim (2011)
hutan akibat kegiatan produksi merbau
(Intsia spp) di areal PT Megapura keterbukaan lahan/ha yang terjadi
pada kegiatan penyaradan dengan
Mambramo Bangun.
menggunakan traktor secara
Berdasarkan hasil pengamatan
pada areal sampling (120 ha) pada RKT konvensional sebesar 17,2%.
Selanjutnya menurut Pinard dkk. (2000)
tahun 2011 IUPHHK PT Megapura
bahwa penyaradan dengan cara
Mambramo Bangun diketahui, bahwa
dalam memproduksi jenis merbau konvensional menggunakan traktor
berdampak terhadap keterbukaan
(Intsia spp) terjadi pembukaan wilayah
lahan sebesar 28,5%.
pada areal tebangan berupa areal
rebah pohon, areal sekitar tebangan

105
Ruslim (2011) menyatakan penebangan dari 30 plot seluas 120 ha.
bahwa keterbukaan tanah dengan Diperoleh kerusakan tegakan tinggal
sistem konvensional adalah 16,3%/ha pada tingkat tiang (K) sebesar 18,51%
namun berdasarkan hasil penelitian di PT dan pada tingkat pohon sebesar
Narkata Rimba (Kalimantan Timur) diketahui, 11,67%, namun secara keseluruhan
bahwa keterbukaan tanah dengan sistem kerusakan tegakan tinggal sebesar
konvensional berkisar antara 28 sampai 26,43%.
45% (Elias, 2002a). Menurut Sist dkk.
(1998) dalam Ruslim (2011) bahwa C. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal
dengan menggunakan teknik RIL di Berau Berdasarkan data hasil
(Kalimantan Timur) maka kerusakan akibat penelitian untuk menilai atau melihat
pembalakan berkurang sebesar 50% jika kerusakan tegakan tinggal akibat
dibandingkan dengan sistem konvensional. tebangan dan penyaradan pada
Berdasarkan data hasil penelitian IUPHHK PT Megapura Mambramo
luas kerusakan yang ditimbulkan Bangun dilakukan analisis regresi
menunjukkan, bahwa dengan terhadap faktor-faktor yang
menggunakan traktor dampak kerusakan berpengaruh terhadapap kerusakan
akan lebih besar baik kerusakan tegakan tegakan tinggal berdasarkan tingkat
tinggal, maupun keterbukaan areal. Hal ini pertumbuhan.
menunjukan IUPHHK PT Megapura Berdasarkan hasil analisis
Mambramo Bangun dalam kegiatan regresi keempat tingkat pertumbuhan
pemanenan walaupun berpedoman pada (semai, pancang, tiang dan pohon)
TPTI namun berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa parameter-parameter
dalam pelaksanaannya masih bersifat yang dianalisis pada tingkat semai
konvensional di mana tidak terdapatnya parameter volume produksi, kerapatan
peta sebaran pohon, peta jaringan kerja awal yang berpengaruh terhadap
dan peta jaringan jalan. Kondisi ini apabila kerusakan tegakan tinggal tingkat
dalam kegiatan pemanenan selain jenis pancang dan tiang parameter yang
merbau (Intsia spp) maka diduga akan berpengaruh terhadap kerusakan
terjadi kerusakan yang sangat besar. tegakan tinggal hanya volume produksi.
Pada tingkat pohon parameter yang
Kerusakan tegakan tinggal
berpengaruh terhadap kerusakan
Analisis kerusakan tegakan
tinggal merupakan besarnya kerusakan tegakan tinggal adalah volume produksi
dan kerapatan tegakan. Berdasarkan
tegakan tinggal akibat penebangan
data hasil penelitian pada tingkat semai
atau rusaknya tegakan tinggal pada
tingkat tiang dan pohon berupa terlihat kerusakan tegakan tinggal yang
terjadi setelah penebangan sebesar
patahnya tajuk, rusaknya akar dan
50,04% dan penyaradan sebesar
batang. Secara keseluruhan kerusakan
tegakan tinggal yang terjadi akibat 77,76%. Pada tingkat pancang terlihat
kerusakan tegakan tinggal atau
penebangan pada tingkat pohon pada
kehilangan tegakan akibat penebangan
bagian tajuk sebesar 49,80%, bagian
batang sebesar 46,19% dan 4,01% pada sebesar 49,62% dan akibat penyaradan
sebesar 72,35%, tingkat tiang
bagian akar. Keseluruhan kerusakan
kerusakan tegakan tinggal akibat
tegakan tinggal pada IUPHHK PT
Megapura Mambramo Bangun akibat penebangan sebesar 22,66% dan akibat

106
penyaradan sebesar 87,75% dan kegiatan pemanenan hanya menebang
tingkat pohon kerusakan tegakan jenis merbau (Intsia spp). Kenyataan ini
tinggal setelah kegiatan penebangan menunjukkan bahwa IUPHHK PT
sebesar 13,38% dan setelah kegiatan Megapura Mambramo Bangun dalam
penyaradan kehilangan tegakan tinggal pelaksanaan kegiatan pemanenan hasil
sebesar 77,82%. hutan belum menerapkan sistem RIL
Secara keseluruhan dari sebagai pedoman dalam kegiatan
keempat tingkat tersebut di atas pemanenan yang mana masih
kerusakan tegakan tinggal atau terjadinya kerusakan terhadap tegakan
kehilangan tegakan yang paling besar tinggal, tanah dan masih cukup
pada kegiatan penyaradan. Keadaan ini banyaknya limbah yang tertinggal di
sesuai dengan hasil analisis regresi dalam hutan. Tujuan penerapan teknik
terlihat semakin besar volume yang RIL adalah mengurangi kerusakan
diproduksi dan kerapatan yang tinggi tegakan tinggal dan kerusakan tanah
maka kerusakan yang terjadi semakin (pemadatan dan erosi), menciptakan
besar. Hal ini sesuai dengan kondisi lingkungan yang ditinggalkan
pernyataan Elias (2002a) yaitu bahwa agar mempunyai kualitas yang baik,
intensitas penebangan semakin tinggi pemanfaatan potensi kayu yang baik
akan menyebabkan kerusakan tegakan dengan mengurangi limbah dalam
tinggal semakin besar. hutan dan mengurangi biaya
Berdasarkan hasil pengamatan rehabilitasi (Anonim, 2011).
pada IUPHHK PT Megapura Mambramo
Bangun dalam kegiatan pemanenan KESIMPULAN
hasil hutan menggunakan traktor. 1. Kegiatan pengusahaan hutan yang
Sesuai pernyataan Elias (2002 a)
dilakukan oleh IUPHHK PT Megapura
penggunaan alat berat kehutanan pada
Mambramo Bangun mengacu pada
umumnya bertujuan untuk sistem tebang pilih tanam Indonesia
mendapatkan produktivitas yang tinggi
(TPTI) dan terbatas pada Intsia spp.
dan biaya yang ekonomis serta
dengan hasil produksi di RKT 2011
merupakan suatu faktor yang sangat (luas areal 1300 ha) adalah 2.538
menentukan dalam keberhasilan atau
pohon dan volume 68.477,30m³,
kegagalan untuk mencapai pengolahan
namun berdasarkan hasil penelitian
hutan yang lestari. Namun pada diperoleh 210 batang dengan
kenyataannya penggunaan alat berat
volume 2.497,55m³ (luas areal
kehutanan yang terjadi pada IUPHHK
sampling 120 ha).
PT Megapura Mambramo Bangun 2. Kerusakan hutan yang terjadi di
mengakibatkan kerusakan yang besar
IUPHHK PT Megapura Mambramo
pada areal penebangan.
Bangun akibat produksi Intsia spp
Kondisi ini menunjukkan, bahwa mencakup areal rebah pohon seluas
pada IUPHHK PT Megapura Mambramo
7,79 ha, areal pembersihan liana
Bangun secara umum pelaksanaan
seluas 11,40 ha, areal pembuatan
kegiatan pemanenan bersifat sangat jalan sarad seluas 7,39 ha dan areal
konvensional yaitu tidak terdapat peta
pembuatan jalan cabang atau jalan
sebaran pohon, peta jaringan jalan
utama sepanjang 10,081km dengan
sarad, dan data hasil cruising dan dalam intensitas kerusakan 22,16%.

107
3. Tingkat kerusakan tegakan tinggal penyaradan sebesar 72,35%, tingkat
terbesar diakibatkan oleh kegiatan tiang setelah penebangan sebesar
penyaradan dibandingkan dengan 22,66% dan penyaradan sebesar
penebangan yang mencakup tingkat 87,75% dan tingkat pohon setelah
semai setelah penebangan sebesar kegiatan penebangan sebesar
50,04% dan penyaradan sebesar 13,38% dan penyaradan sebesar
77,76%, tingkat pancang setelah 77,82%.
penebangan sebesar 49,62% dan

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1992. Manual Kehutanan Indonesia. Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim. 1993a. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia pada Hutan Alam
Dataran. Departemen Kehutanan., Jakarta.
Anonim. 1993b. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI Pada
Hutan Alam Daratan). Departemen Kehutanan. Jakarta.
Anonim. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim. 2004. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Penelitian Pengembangan Kehutanan.
Departemen Kehutanan, Jakarta.
Daniel Theodhore. W., Helms John. A. dan Baker Frederick. S, 1987. Prinsip-prinsip
Silvikultur. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Davis, K. 1966. Forest Management Regulation and Valuation. McGraw Hill Book Company Inc., New
York.
Elias. 1993. Kerusakan Tegakan Tinggal Pada Hutan Tropika Basah Akibat Pemanenan Kayu dengan
Sistem TPTI. Rimba Indonesia 29 (3-4) : 32-38.
Elias. 1998. Reduced Imapact Wood Harvesting in Tropical Natural Forest in Indonesia. Forest Case-
Study 11, FAO, Rome, Italy.
Elias. 2002a. Reduced Impact Logging Buku 1. IPB Press.,Bogor
Elias. 2002b. Reduced Impact Logging Buku 2. IPB Press., Bogor .
Ferdinandus. 1978. Pengaruh Eksploitasi Mekanis dan Penyaradan dengan Traktor
Terhadap Keadaan Tegakan Sisa di Areal HPH PT Gema Sanubari, Pulau Buru,
Maluku. Skripsi S1 Fakultas Pertanian Kehutanan, Universitas Patimura,Manokwari
Manan, S. 1994. Kerusakan Lingkungan akibat Pembalakan dan Cara-cara
Menanggulanginya. Paper pada Penataran Manajer Logging 13-17 Desember 1992
di Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Radjibu, M. 1992. Persentase Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pembalakan Mekanis Pada
Areal Bekas Tebangan RKT 19`90/1991 Petak 43 M PT. Henrison Iriana di Bintuni.
Skripsi Sarjana Faperta Manokwari.
Ruslim, Y. 2011. Penerapan Reduced Impact Logging Menggunakan Monocable Winch
(Pancang Tarik). Artikel Ilmiah.
Tinal, V.K. and J.L. Palenewen. 1974. A Study of Mechanical Logging Damage After
Selective Cutting in Lowland Dipterocarp Forest at Belero, East Kalimantan.
Biotrop-Seameo-Regional Center for Tropical Biology. Bogor.
Tokede, M.J. dan M.St.E. Kilmaskossu. 1992. Essay on Regenerasi of Merbau (Intsia bijuga
OK) in Irian Jaya. In Proceeding of The Biosoc, Faperta Uncen, September 2-3.

108
Yunus , H. M. Rusmedy, J. J. Franz, S. Soedirman, M. S. Ny. Digut, A. R. Wasaraka, M. Toga
Sila, 1984. Dasar Ilmu Kehutanan. Buku II Kegiatan dalam Bidang Kehutanan. Badan
Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur.

109

You might also like