Habitat Burung Endemik

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Paga, Dako & Rua-Ora, Kajian Populasi dan Habitat Burung Endemik ...

91

KAJIAN POPULASI DAN HABITAT BURUNG ENDEMIK DAN


SEBARAN TERBATAS DI TAMAN WISATA ALAM CAMPLONG

Blasius Paga, Fransiskus X. Dako, Yudhistira A.N.R Ora


Program Studi Manajemen Sumberdaya Hutan
Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Jl. Adisucipto Penfui, P. O. Box. 1152, Kupang 85011

ABSTRACT

Study on Population and Habitat of Endemik and Restricted Range Birds in


Camplong Natural Recreation Park. This research took place in Camplong
Natural Recreation Park from March to October 2007, in order to estimate the
population density and size of those birds, and to study their habitat, comprising
their habitat composition and vegetation structure, stratification and altitude. The
primary data were obtained by direct observation and interview. Data population
was obtained by using Variable Circular Plot method ((Buckland et al., 1993;
Kartono, 2000). Identification of birds and vegetation used literature study. The
results showed that there were 45 species of birds recorded in the Park. Among
them, 6 birds were Timor’s endemik, 18 were Nusa Tenggara endemik, and 24 were
restricted range species. During one year, 9 restricted range birds were missing. The
highest population density of the Bird was Meliphaga reticulata (27,500/km2,
ranges from 28.979 to 26.021/km2), and followed by Gerygone innornata
(25.000/km2, ranges from 24.572 to 25.428/km2). On the other hand, the lowest
density of the bird was Heleia muelleri, one of the six endemik birds of Timor (0.833
/km2, ranges from 0.729 to 0.938 /km2. Vegetation in Camplong Natural Recreation
Park recorded in various life stages showed that there were 63 trees, 27 poles, 28
saplings and 22 seedlings. Overall, there were 90 species of trees recorded in all
strata. The highest Important Index Value (INP) of tree is taduk (30.6686 %), and
generally tree species with the highest INP comprises A to B strata with canopy may
reach 30 – 40 m in height. Pole is dominated by keolnasa (INP 68.8674 %). Sapling
is also dominated by keolnasa (INP 75.2536 %), while seedling is dominated by
Chromonela odorata, with INP reaching to 91.1337 %.
Keywords: birds, Camplong natural recreation park

PENDAHULUAN
Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Camplong memiliki keanekaragaman
jenis burung dan habitat yang tinggi. Tipe habitat di kawasan ini adalah hutan
semi luruh daun dan dikelilingi oleh hutan tanaman jati (Tectona grandis).
Beberapa mata air terdapat di dalam kawasan ini, diantaranya adalah mata air
Oenaek yang tidak pernah mengalami kekeringan meskipun pada musim
kemarau.
Burung dapat dijadikan sebagai indikator bagi kegiatan pengelolaan
satwa liar karena kehadirannya maupun ketidakhadirannya dalam suatu
habitat dapat dijadikan acuan apakah habitat tersebut stabil atau menurun
kualitasnya. Sujadnika et al (1995), menyatakan burung layak dijadikan
indikator karena kelompok satwa ini memiliki sifat-sifat yang mendukung, yaitu
hidup diseluruh habitat daratan di seluruh dunia, peka terhadap lingkungan,
serta taksonomi dan penyebarannya telah cukup diketahui.
92 PARTNER, TAHUN 15 NOMOR 1, HALAMAN 78--90

Pada dasarnya pengelolaan habitat merupakan inti dari pelestarian satwa


liar. Menurut Alikodra (1990), kondisi habitat meliputi kuantitas dan kualitas
yang menentukan distribusi dan populasi margasatwa sehingga perhatian yang
seksama dari pihak pengelola harus dilakukan secara bijaksana. Kualitas
habitat yang baik akan mendukung kehidupan jenis-jenis burung- endemik dan
sebaran terbatas.
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yaitu kajian
Keanekaragaman jenis Burung Endemik dan Sebaran Terbatas di Taman Wisata
Alam Camplong. Setelah mengetahui jenis-jenis burung di atas, maka
diperlukan data dan informasi mengenai ukuran, kepadatan populasi,
penyebaran, serta habitat dari masing-masing jenis burung tersebut.
Pihak pengelola kawasan konservasi seringkali terbentur oleh kurangnya
data dan informasi mengenai populasi, penyebaran, dan habitat dari jenis-jenis
burung endemik dan sebaran terbatas yang terdapat di kawasannya. Padahal
data burung endemik dan informasi tersebut merupakan atribut penting dalam
pengelolaan suatu kawasan. Ketersediaan data dan informasi yang lengkap
dapat membantu pihak pengelola dalam menyusun rencana serta menentukan
strategi pengelolaan kawasan yang tepat dan berkelanjutan. Disamping itu data
dan informasi ini akan sangat berguna bagi kepentingan pengembangan
penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji kepadatan dan ukuran populasi, mengetahui pola penyebaran,
mengkaji habitat burung endemik dan sebaran terbatas di TWA Camplong yang
meliputi komposisi dan struktur vegetasi serta stratifikasi tajuk, ketinggian
tempat.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Camplong
dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2007. Pengumpulan data populasi
burung dan habitatnya. Data populasi burung meliputi ukuran dan kepadatan
populasi (jumlah burung), posisi atau ketinggian burung dari tanah saat
ditemukan dan beberapa perilaku saat ditemukan. Data habitat yang
dikumpulkan meliputi tipe habitat (hutan primer dan sekunder, jenis habitat),
ketinggian tempat (altitude), komposisi vegetasi (jenis tumbuhan pada tingkat
pertumbuhan pohon, tiang, pancang dan semai), struktur vegetasi (dbh, tinggi
pohon, tinggi bebas cabang) dan jenis burung lain di lokasi penelitian.
Pengambilan data populasi burung endemik dan sebaran terbatas dilakukan
dengan menggunakan kombinasi metode jalur transek dan metode titik hitung
dalam VCP (Variable Circular Plot).
Perhitungan ukuran populasi burung endemik dan sebaran terbatas
dihitung meliputi; intensitas sampling (ƒ), nilai kepadatan per jalur (yi),
keragaman populasi contoh (Sy2), nilai dugaan titik (ŷ), keragaman rata-rata
contoh (Sỳ2), nilai Penduga selang contoh (Kartono, 2000). Selanjutnya
menghitung ukuran populasi seluruh areal yang meliputi perhitungan, Nilai
dugaan populasi total (Ŷ), keragamaman nilai dugaan (Sŷ2), nilai penduga selang
populasi total.
Dari data lapangan yang terdiri dari jenis tumbuhan, jumlah atau
banyaknya individu masing-masing jenis tumbuhan, luas penutupan tajuk
masing-masing jenis tumbuhan dapat diketahui dengan menghitung Indeks Nilai
Penting (INP).
Paga, Dako & Rua-Ora, Kajian Populasi dan Habitat Burung Endemik ... 93

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi burung endemik dan sebaran terbatas


Dari 30 jenis burung endemik dan sebaran terbatas yang tercatat oleh
Rombang et al. (2002) pada survey oleh BirdLife International, hanya 21 jenis
saja yang dapat ditemukan pada penelitian ini. Sembilan jenis lain yang tidak
dijumpai adalah punai timor (Treron psittacea), uncal kelam (Macropygia magna),
delimukan wetar (Gallicolumba hoedtii), kakatua kecil jambul kuning (Cacatua
sulphurea), nuri raja kembang (Aprosmictus jonquillaceus), buntut tumpul timor
(Urosphena subulata), burung madu matari (Nectarinia scolaris), bondol hijau
triwarna (Erythrura tricolor), dan gelatik timor (Padda fuscata).
Kesembilan jenis yang tidak ditemukan tersebut merupakan jenis-jenis
burung sebaran terbatas. Sedangkan keenam jenis endemik timor, yaitu sikatan
timor (Ficedula timorensis), opior timor (Heleia muelleri), mizomela timor
(Myzomela vulnerata), celucuk timor (Buettikoferella bivittata), cikukua timor
(Philemon inornatus), dan isap madu timor (Lichmera flavicans), dapat ditemukan
pada penelitian ini.
Jumlah jenis yang ditemukan juga terjadi penurunan dibandingkan
kajian yang dilakukan oleh Paga dkk., (2006), dimana pada studi tersebut
jumlah jenis yang tercatat adalah 24 jenis. Jenis yang tidak ditemukan lagi pada
penelitian tersebut adalah delimukan wetar, perkici iris, kakatua kecil jambul
kuning, nuri raja kembang, bondol hijau tri warna dan gelatik timor. Dengan
demikian dalam kurun waktu 2 tahun setelah penelitian Paga dkk., (2006) ada
tambahan tiga jenis yang tidak dapat ditemukan lagi di Taman Wisata Alam
(TWA) Camplong.
Jenis burung endemik dan sebaran terbatas yang memiliki kepadatan
populasi tertinggi adalah meliphaga dada lurik, yaitu sebesar 27,500 ekor/km2,
dengan kisaran 28,979 – 26,021 ekor/km2. Nilai kepadatan ini diikuti oleh
remetuk timor, yaitu sebesar 25,000 ekor/km2, dengan kisaran 25,428 - 24,572
ekor/km2. Sedangkan jenis dengan kepadatan terendah adalah merpati hitam
timor, sikatan bakung, cabai lombok, opior timor, dan kepudang timor, masing-
masing sebesar 0,833 ekor/km2 dengan kisaran 0,729 – 0,938 ekor/km2.
Dengan demikian, hanya ada satu jenis endemik Timor yang memiliki
kepadatan terendah yaitu opior timor. Jenis ini merupakan jenis yang cukup
umum dijumpai pada penelitian oleh Paga dkk., (2006), yaitu ditemukan pada 5
dari 6 jalur pengamatan dan pada saat penelitian ini, hanya ditemukan pada
satu jalur saja
Dugaan populasi burung endemik dan sebaran terbatas yang tertinggi
adalah meliphaga dada lurik dengan ukuran populasi 191,565 ekor dengan
kisaran populasi 167,204 - 215,926 ekor. Ukuran populasi ini diikuti oleh
remetuk timor yaitu sebesar 174,150 ekor dengan kisaran 167,107 - 181,193
ekor. Sedangkan ukuran populasi burung endemik dan sebaran terbatas yang
terendah adalah 5,805 ekor dengan kisaran 4,087 - 7,523 ekor, yang masing-
masing dimiliki oleh merpati hitam timor, sikatan bakung, cabai lombok, opior
timor, dan kepudang timor.
Secara umum, jenis-jenis endemik dan sebaran terbatas di Taman
Wisata Alam Camplong merupakan jenis-jenis yang tidak umum. Menurut
Trainor dan Lesmana (2000), spesies-spesies burung yang endemik dan memiliki
sebaran yang terbatas umumnya lebih jarang dijumpai dibandingkan jenis-jenis
94 PARTNER, TAHUN 15 NOMOR 1, HALAMAN 78--90

burung yang umum. Hal inilah yang menyebabkan jenis-jenis ini memiliki
kepadatan yang rendah dan ukuran populasi yang kecil.
Sepanjang kehidupannya, populasi satwa liar, baik kepadatan maupun
ukurannya selalu berubah-ubah karena mungkin suatu waktu terjangkit wabah
penyakit tertentu, kekurangan sumber makanan, tertimpa bencana alam, dan
lain-lain. Waktu penelitian merupakan musim kemarau. Pada musim ini jumlah
serangga lebih banyak dibandingkan musim penghujan (Trainor dan Lesmana,
2000) sehingga jenis-jenis pemakan seranggalah yang akan mengalami
peningkatan populasi. Sebaliknya jenis-jenis pemakan buah dan penghisap
madu akan mengalami penurunan populasi karena buah-buahan di hutan dan
juga bunga berkurang.
Merpati hitam timor, cabai lombok, opior timor, dan kepudang timor
merupakan contoh jenis-jenis pemakan buah dan penghisap madu. Dengan
demikian kepadatan dan ukuran populasi jenis-jenis tersebut yang rendah dapat
disebabkan berkurangnya pakan di hutan. Sedangkan jenis-jenis seperti
remetuk timor, cikrak timor dan kancilan timor merupakan jenis pemakan
serangga sehingga jenis ini cukup umum ditemukan di TWA Camplong.
Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, faktor dominan yang
mempengaruhi keberadaan dan populasi jenis-jenis burung endemik dan
sebaran terbatas di TWA Camplong adalah perburuan liar, kerusakan dan
hilangnya habitat akibat penebangan liar, perambahan hutan dan konversi
hutan menjadi areal pertanian. Perburuan liar telah menyebabkan
berkurangnya populasi bahkan hilangnya suatu jenis di dalam habitatnya.
Penebangan liar berakibat langsung terhadap berkurangnya pohon cover
sehingga meningkatkan keterbukaan hutan. Konversi hutan akan mengurangi
luasan habitat yang dapat mendukung populasi berbagai jenis burung dan tentu
saja hal ini akan mengurangi populasi burung-burung tersebut di kawasan TWA
Camplong.

Penyebaran burung endemik dan sebaran terbatas


Burung-burung endemik dan sebaran terbatas biasanya memiliki
preferensi habitat yang tertentu. Hal ini mengakibatkan dalam suatu kawasan
hutan jenis-jenis tersebut akan menyebar tidak merata sesuai dengan
kebutuhan habitatnya.
Hanya ada 7 jenis (33 %) burung endemik dan sebaran terbatas di TWA
Camplong merupakan jenis yang umum, ditemukan di lebih dari tiga jalur.
Sedangkan empat belas jenis lainnya (67 %) hanya ditemukan kurang dari 2
jalur.
Jenis yang sangat umum atau yang ditemukan di keseluruhan jalur,
adalah remetuk timor dan cikukua timor. Sedangkan jenis yang hanya
ditemukan pada satu jalur (sangat tidak umum) adalah merpati hitam timor
(jalur 4), perkici timor (jalur 1), perkici iris (jalur 4), sikatan timor (jalur 4),
sikatan bakung (jalur 1), kancilan timor (jalur 3), cabai lombok (jalur 4), opior
timor (jalur 1), kepudang timor (jalur 2) dan burung ara timor (jalur 5).
Burung-burung endemik dan sebaran terbatas merupakan spesies-
spesies kunci di dalam konservasi. Menurut Trainor dan Lesmana (2000),
meskipun komposisi spesies burung kunci di suatu tempat bervariasi, namun
pola penyebarannya dapat diprediksi. Artinya adalah sebenarnya penyebaran
Paga, Dako & Rua-Ora, Kajian Populasi dan Habitat Burung Endemik ... 95

burung-burung tersebut akan berhubungan erat dengan penyebaran vegetasi


yang dimanfaatkan oleh mereka untuk makan maupun beraktivitas.
Selanjutnya menurut Trainor dan Lesmana (2000), penyebaran spesies-
spesies kunci tersebut juga berhubungan erat dengan penyebaran vegetasi
endemik. Vegetasi endemik juga biasanya menyebar tidak merata dan memiliki
kelimpahan yang rendah. Karena itu jenis-jenis burung ini akan memiliki
populasi yang rendah dan juga penyebaran yang tidak merata.
Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), pola penyebaran satwa liar dapat
berbentuk acak, berkelompok atau sistematik. Pola penyebaran ini merupakan
strategi individu atau kelompok untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Nampaknya penyebaran burung-burung endemik dan sebaran
terbatas di TWA Camplong yang tidak merata juga merupakan strateginya untuk
bertahan hidup.
Di samping itu, jenis-jenis tersebut juga sering dijumpai dalam kelompok
dengan beberapa jenis burung lainnya baik ketika mencari makan maupun
bermain. Strategi berkelompok ini juga merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan diri dari serangan musuh dan mempertahankan
keberlangsungan hidupnya. Menurut Odum (1971), walaupun individu satwa
liar ditemukan dalam kelompok tetapi secara keseluruhan pengelompokan itu
menyebar secara acak

Komposisi dan Struktur Habitat burung endemik dan sebaran terbatas


Komposisi vegetasi penyusun hutan TWA Camplong terdiri dari spesies-
spesies awet hijau dan luruh daun. Spesies awet hijau antara lain eucalyptus,
johar, beringin, kenanga. Sedangkan spesies luruh daun merupakan jenis yang
paling mendominasi dalam kawasan ini diantaranya jati, bonak, kapuk hutan.
Komposisi vegetasi penyusun komunitas hutan di TWA Camplong
menunjukkan bahwa jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan pada tingkat
pertumbuhan pohon, tiang, pancang dan semai, masing-masing terdiri dari 63
pohon, 27 tiang, 28 pancang dan 22 semai. Secara keseluruhan ditemukan 90
jenis tumbuhan pada berbagai strata vegetasi.
Dominasi vegetasi di dalam habitat satwa liar ditunjukkan oleh Indeks
Nilai Penting (INP) suatu jenis vegetasi. Suatu jenis vegetasi dikatakan
mendominasi apabila memiliki INP paling besar dibanding jenis lainnya.
Tingkat pertumbuhan pohon INP tertinggi adalah taduk (30,6686 %), dan
terendah yaitu nangka, ketapang hutan, cendana hutan, 0,5716. Umumnya
jenis dengan INP tertinggi menempati stratifikasi tajuk dalam kategori strata A
dan B dengan tinggi tajuk mencapai antara 30 – 40 m. Pertumbuhan tingkat
tiang didominasi oleh keolnasa/kopi hutan dengan INP 68,8674% sedangkan
terendah dengan nilai 2,3610 pada pulsima. Tingkat pancang juga didominasi
oleh kopi hutan/keolnasa dengan INP 75,2536%, sedangakan terendah pada
mahoni dengan niali 1,5187. Kirinyu Chromonela odorata merupakan jenis yang
mendominasi tingkat pertumbuhan semai dengan INP sebesar 91.1337%,
sedangkan terendah talas dengan nilai 0,9567. Dari berbagai jenis vegetasi
dengan INP tertinggi pada berbagai tingkatan vegetasi, hanya kirinyu yang
tumbuh menyebar di seluruh kawasan dari ketinggian 130 m dpl sebagai tempat
terendah sampai 300 m dpl sebagai letak tempat tertinggi pada kawasan TWA
Camplong. Jenis kenanga, keolnasa/kopi hutan, bijaema tersebar di ketinggian
180 – 200 m dpl. Sedangkan hausunaf dan johar hutan/tisel tumbuh hampir
96 PARTNER, TAHUN 15 NOMOR 1, HALAMAN 78--90

menyebar dengan jumlah populasi yang terbatas di seluruh ketinggian tempat


pada kawasan ini.
Jenis yang mendominasi menunjukkan tingkat penguasaan terhadap
wilayah tempat tumbuh pada kawasan TWA Camplong lebih tinggi dibandingkan
dengan jenis lainnya. Penguasaan tempat tumbuh yang tinggi berpengaruh
terhadap perkembangbiakan vegetasi lainnya.
Ancaman kebakaran hutan pada kawasan ini masih sangat tinggi
sehingga berdampak terhadap perkembangbiakan tumbuhan penghasil buah
sebagai sumber pakan bagi jenis burung pemakan buah dan pembentukan tajuk
yang rindang bagi terciptanya habibat yang layak untuk kehidupan satwa liar
khususnya burung endemik dan sebaran terbatas. Yoakum (1971) dalam
Alikodra (1980), menyatakan bahwa komponen habitat yang terpenting untuk
kehidupan margasatwa terdiri dari makanan air dan cover. Habitat mempunyai
fungsi dalam penyediaan makanan air dan perlindungan.
Paga, dkk.,(2006), menjelaskan bahwa burung-burung endemik dan
sebaran terbatas secara umum melakukan aktivitas bermain dan beristirahat
pada pohon-pohon sumber pakan dan di bawah tajuk-tajuk pohon yang rindang
serta semak-semak rapat yang masih hijau
Disamping itu, ancaman kebakaran hutan pada kawasan TWA Camplong,
berdampak pada terbakarnya tempat-tempat bersarang baik pada strata semak,
pacang, tiang dan pohon. Diketahui bahwa umumnya burung endemik dan
sebaran terbatas dalam kawasan ini lebih didominasi oleh golongan burung
berukuran kecil seperti, Isap-madu timor (Lichmera flavicans), Myzomela timor
(Myzomela vulnerata) dan lain-lain yang umumnya bersarang pada ketinggian 2-
6 m dari permukaan tanah (lapisan lantai hutan).
Penebangan liar dengan intensitas yang cukup tinggi dan pelebaran jalan
trans-Timor yang terus terjadi selama ini. Penggembalaan ternak secara liar
menyebabkan pertumbuhan semai dari berbagai jenis spesies dalam kawasan ini
tidak dapat berkembang dengan baik karena semai yang baru tumbuh dimakan
ternak dan mati diinjak ternak. Tanah yang diinjak secara berulang-ulang oleh
ternak menjadi keras dan padat, sehingga benih dari berbagai jenis tumbuhan
tidak dapat tumbuh pada tanah yang keras dan padat tersebut. Pada hal bila
benih tersebut tumbuh dan berkembang dengan baik akan merupakan sumber
pakan, dan tempat berlindung, tempat bersarang dan beraktivitas sosial bagi
burung.
Pengulitan batang pohon oleh pengguna tumbuhan obat liar untuk
pengobatan secara tradisional pada beberapa pohon sebagai sumber pakan
burung dan tempat beraktivitas berlindung dan bermain dalam kawasan ini
sering ditemukan di lapangan seperti pada tumbuhan kapuk hutan dan lain-
lainnya. Banyak diantara pohon-pohon tersebut tidak dapat tumbuh dengan
baik yang akhirnya kering, tumbang dan mati. Pengambilan kayu bakar dari
pohon-pohon yang telah kering dan daun-daun pakan ternak seperti daun
kabesak oleh masyarakat sekitar kawasan ini pun banyak terjadi di lapangan.
Berbagai bentuk pengerusakan kawasan tersebut berakibat langsung
terhadap meluasnya areal hutan yang tidak tertutupi vegetasi. Berkurangnya
pohon cover akan semakin meningkatkan keterbukaan hutan sebagai habitat
utama dalam penyediaan sumber pakan, tempat berlindung, tempat bersarang
dan beraktivitas sosial bagi burung-burung endemik dan sebaran terbatas
dalam kawasan ini. Kondisi ini mengakibatkan sebagian burung tersebut akan
Paga, Dako & Rua-Ora, Kajian Populasi dan Habitat Burung Endemik ... 97

berpindah ke luar kawasan sebagai habitat alaminya. Perilaku ini sebagai


bentuk adaptasi kehidupannya terhadap tekanan yang di alami bagi kehidupan
burung-burung tersebut. Bila kondisi ini terus terjadi maka burung-burung ini
akan mengalami resiko keterancaman terhadap perburuan liar.Bahkan hal ini
akan mendukung populasi berbagai jenis burung semakin berkurang sehingga
dapat terjadi kepunahan lokal di kawasan TWA Camplong.
Hal ini senada dengan Alikodra (1990), yang menyatakan bahwa habitat
yang mengalami kemunduran dalam hal menyediakan kebutuhan hidup bagi
satwa (daya dukung habitat menurun) akan mengakibatkan penurunan populasi
satwa. Jika penurunan daya dukung habitat tersebut berlangsung terus
menerus maka akan mengakibatkan berpindah atau punahnya jenis satwa.
Dengan demikian fungsi kawasan yang sesungguhnya dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu kegiatan wisata dengan obyek wisata
pemantauan burung endemik Timor dan sebaran terbatas, menjadi tidak akan
terwujud dan hanya merupakan sebuah cerita dongeng pada generasi
selanjutnya tentang kekayaan keanekaragaman jenis burung pada kawasan ini.

KESIMPULAN DAN SARAN


Secara keseluruhan terdapat 45 jenis burung di TWA Camplong yang
terdiri 6 jenis merupakan endemik Timor, 18 jenis endemik Nusa Tenggara dan
24 jenis sebaran terbatas. Namun dalam kurun waktu 2 tahun, khusus untuk
jenis burung sebaran terbatas terjadi penurunan jumlah jenis sebanyak 9 jenis.
Jenis burung endemik dan sebaran terbatas yang memiliki kepadatan
populasi tertinggi adalah meliphaga dada lurik, yaitu sebesar 27,500 ekor/km2,
dengan kisaran 26,021–28,979 ekor/km2. Nilai kepadatan ini diikuti oleh
remetuk timor, yaitu sebesar 25,000 ekor/km2, dengan kisaran 25,428 - 24,572
ekor/km2. Sedangkan jenis dengan kepadatan terendah adalah merpati hitam
timor, sikatan bakung, cabai lombok, opior timor, dan kepudang timor, masing-
masing sebesar 0,833 ekor/km2 dengan kisaran 0,729 – 0,938 ekor/km2. Satu
jenis endemik Timor yang memiliki kepadatan terendah yaitu opior timor. Jenis
ini merupakan jenis yang cukup umum dijumpai pada penelitian oleh Paga
dkk.,. (2006), yaitu ditemukan pada 5 dari 6 jalur pengamatan. Tetapi pada
penelitian ini, hanya ditemukan pada satu jalur saja.
Komposisi vegetasi penyusun komunitas hutan di TWA Camplong
menunjukkan bahwa jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan pada tingkat
pertumbuhan pohon, tiang, pancang dan semai, masing-masing terdiri dari 63
pohon, 27 tiang, 28 pancang dan 22 semai. Secara keseluruhan ditemukan 90
jenis tumbuhan pada berbagai strata vegetasi
Tingkat pertumbuhan pohon INP tertinggi adalah taduk (30,6686 %), dan
umumnya jenis dengan INP tertinggi menempati stratifikasi tajuk dalam kategori
strata A dan B dengan tinggi tajuk mencapai antara 30 – 40 m. Pertumbuhan
tingkat tiang didominasi oleh keolnasa/kopi hutan dengan INP 68,8674%.
Tingkat pancang juga didominasi oleh kopi hutan/keolnasa dengan INP
75,2536%. Kirinyu Chromolaena odorata merupakan jenis yang mendominasi
tingkat pertumbuhan semai dengan INP sebesar 91.1337%.
Berdasarkan hasil kajian penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian
lanjut mengenai dinamika populasi dan habitat masing-masing jenis burung
endemik dan sebaran terbatas di TWA Camplong untuk lebih memahami
98 PARTNER, TAHUN 15 NOMOR 1, HALAMAN 78--90

kehidupan burung-burung tersebut guna merangcang tindakan pengelolaan


burung pada waktu yang akan datang oleh pihak pengelola kawasan.
Penambahan personil keamanan (jagawana) guna meningkatkan
intensitas pengamanan dan penambahan pos pemantau pengaman kawasan
kawasan merupakan hal yang perlu dilakukan guna terciptanya kawasan yang
aman dari beberapa gangguan terhadap kawasan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Alikodra. 1990. Dasar Pembinaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Coates dan Bishop, 1997. Panduan Lapangan Burung-Burung di Kawasan
Wallacea; Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Bogor. BirdLife
International-Indonesia Programme.
Kartono, A.P., 2000. Teknik Inventarisasi Satwaliar dan Habitatnya. Bogor.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ludwig, J. A. and F. N. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. NewYork: J Wiley
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. Philadelphia: W. B.
Saunders.
Paga, B. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung Endemik dan Sebaran Terbatas di
Taman Wisata Alam Camplong. Laporan Penelitian Dosen Muda Dikti.
Rombang, W.M, C. Trainor dan D. Lesmana.2002. Daerah Penting Bagi Burung:
Nusa Tenggara. PHKA/BirdLife Indonesia. Bogor
Sujatnika, P. Jepson, T.R. Soehartono, M.J. Crosby, dan A. Mardiastuti. 1995.
Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia: Pendekatan daerah
burung endemik. PHPA/BirdLife International-Indonesia Programme.
Jakarta.
Trainor, C. dan D. Lesmana, 2000. Gunung Berapi, Burung-Burung Khas, Tikus
Raksasa dan Tenun Ikat yang Menawan: Identifikasi Kawasan-Kawasan
Yang Memiliki Arti Penting Bagi Keanekaragaman hayati Global di Flores
Nusa Tenggara. Bogor.PKS/BirdLife International/WWF.

You might also like