Habitat Burung Endemik
Habitat Burung Endemik
Habitat Burung Endemik
91
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Camplong memiliki keanekaragaman
jenis burung dan habitat yang tinggi. Tipe habitat di kawasan ini adalah hutan
semi luruh daun dan dikelilingi oleh hutan tanaman jati (Tectona grandis).
Beberapa mata air terdapat di dalam kawasan ini, diantaranya adalah mata air
Oenaek yang tidak pernah mengalami kekeringan meskipun pada musim
kemarau.
Burung dapat dijadikan sebagai indikator bagi kegiatan pengelolaan
satwa liar karena kehadirannya maupun ketidakhadirannya dalam suatu
habitat dapat dijadikan acuan apakah habitat tersebut stabil atau menurun
kualitasnya. Sujadnika et al (1995), menyatakan burung layak dijadikan
indikator karena kelompok satwa ini memiliki sifat-sifat yang mendukung, yaitu
hidup diseluruh habitat daratan di seluruh dunia, peka terhadap lingkungan,
serta taksonomi dan penyebarannya telah cukup diketahui.
92 PARTNER, TAHUN 15 NOMOR 1, HALAMAN 78--90
burung yang umum. Hal inilah yang menyebabkan jenis-jenis ini memiliki
kepadatan yang rendah dan ukuran populasi yang kecil.
Sepanjang kehidupannya, populasi satwa liar, baik kepadatan maupun
ukurannya selalu berubah-ubah karena mungkin suatu waktu terjangkit wabah
penyakit tertentu, kekurangan sumber makanan, tertimpa bencana alam, dan
lain-lain. Waktu penelitian merupakan musim kemarau. Pada musim ini jumlah
serangga lebih banyak dibandingkan musim penghujan (Trainor dan Lesmana,
2000) sehingga jenis-jenis pemakan seranggalah yang akan mengalami
peningkatan populasi. Sebaliknya jenis-jenis pemakan buah dan penghisap
madu akan mengalami penurunan populasi karena buah-buahan di hutan dan
juga bunga berkurang.
Merpati hitam timor, cabai lombok, opior timor, dan kepudang timor
merupakan contoh jenis-jenis pemakan buah dan penghisap madu. Dengan
demikian kepadatan dan ukuran populasi jenis-jenis tersebut yang rendah dapat
disebabkan berkurangnya pakan di hutan. Sedangkan jenis-jenis seperti
remetuk timor, cikrak timor dan kancilan timor merupakan jenis pemakan
serangga sehingga jenis ini cukup umum ditemukan di TWA Camplong.
Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, faktor dominan yang
mempengaruhi keberadaan dan populasi jenis-jenis burung endemik dan
sebaran terbatas di TWA Camplong adalah perburuan liar, kerusakan dan
hilangnya habitat akibat penebangan liar, perambahan hutan dan konversi
hutan menjadi areal pertanian. Perburuan liar telah menyebabkan
berkurangnya populasi bahkan hilangnya suatu jenis di dalam habitatnya.
Penebangan liar berakibat langsung terhadap berkurangnya pohon cover
sehingga meningkatkan keterbukaan hutan. Konversi hutan akan mengurangi
luasan habitat yang dapat mendukung populasi berbagai jenis burung dan tentu
saja hal ini akan mengurangi populasi burung-burung tersebut di kawasan TWA
Camplong.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra. 1990. Dasar Pembinaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Coates dan Bishop, 1997. Panduan Lapangan Burung-Burung di Kawasan
Wallacea; Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Bogor. BirdLife
International-Indonesia Programme.
Kartono, A.P., 2000. Teknik Inventarisasi Satwaliar dan Habitatnya. Bogor.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ludwig, J. A. and F. N. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. NewYork: J Wiley
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. Philadelphia: W. B.
Saunders.
Paga, B. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung Endemik dan Sebaran Terbatas di
Taman Wisata Alam Camplong. Laporan Penelitian Dosen Muda Dikti.
Rombang, W.M, C. Trainor dan D. Lesmana.2002. Daerah Penting Bagi Burung:
Nusa Tenggara. PHKA/BirdLife Indonesia. Bogor
Sujatnika, P. Jepson, T.R. Soehartono, M.J. Crosby, dan A. Mardiastuti. 1995.
Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia: Pendekatan daerah
burung endemik. PHPA/BirdLife International-Indonesia Programme.
Jakarta.
Trainor, C. dan D. Lesmana, 2000. Gunung Berapi, Burung-Burung Khas, Tikus
Raksasa dan Tenun Ikat yang Menawan: Identifikasi Kawasan-Kawasan
Yang Memiliki Arti Penting Bagi Keanekaragaman hayati Global di Flores
Nusa Tenggara. Bogor.PKS/BirdLife International/WWF.