Online Melalui E-Commerce Menurut Pasal 1320 Kuhperdata: Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Vol. 2 No.

2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review


http://jurnal.ensiklopediaku.org

TINJAUAN HUKUM TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI


ONLINE MELALUI E-COMMERCE MENURUT PASAL 1320 KUHPERDATA

NAFA AMELSI TRIANTIKA, ELWIDARIFA MARWENNY, MUHAMMAD


HASBI
[email protected], [email protected],
[email protected]
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Dharma Andalas

Abstract: This research is motivated by the fact that the implementation of the online
sale and purchase agreement is regulated based on article 1320 of the Civil Code
regarding the legal terms of the agreement which contain the agreement of both
parties, the ability to act, the object of the agreement and the existence of a halacausa.
The aim of this study is try to find out 1.) what is the form of legal arrangements for
online sale and purchase agreements through e-commerce and 2) how is the form of
legal protection for buyers in conducting online buying and selling through e-
commerce if the seller defaults. The method that was used in this study is a qualitative
method with a normative juridical approach. The conclusion of the study is the
regulation of the implementation of online trading through e-commerce regulated by
Article 1320 of the Civil Code regarding the legal terms of the agreement namely the
agreement of both parties, the ability to act, the object of the agreement and the
existence of a hala, and legal protection against the buyer if the seller defaults are
protected by Act Number 8 of 1999 concerning consumer protection and Act Number
19 of 2019 concerning ITE.
Keywords: Agreement, E-commerce, Buy and Sell.

Abstrak: Penelitian ini dilatar belakangi karena pelaksanaan perjanjian jual beli online
diatur berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah perjanjian yang berisi
adanya kesepakatan kedua belah pihak, adanya kecakapan bertindak, adanya objek
perjanjian serta adanya causa yang halal. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik
melaksanakan penelitian ini, adapun rumusan masalahnya 1.bagaimana bentuk
pengaturan hukum terhadap perjanjian jual beli online melalui e-commerce dan
2.bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pembeli dalam pelaksanaan jual
beli online melalui e-commerce jika penjual melakukan wanprestasi. Untuk menjawab
hal tersebut penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis
normatif. Kesimpulan dari penulisan skripsi ini yaitu pengaturan pelaksanaan jual beli
online melalui e-commerce diatur pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah
perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak, adanya kecakapan bertindak,
adanya objek perjanjian dan adanya causa yang halal sedangkan perlindungan hukum
terhadap pembeli jika penjual melakukan wanprestasi diatur oleh Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019 tentang ITE.
Kata kunci: Perjanjian, E-commerce, Beli dan Jual.

A. Pendahuluan
Teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi memiliki peran yang
strategis karena membuka dunia tanpa batas, jarak, ruang, dan waktu, sehingga
berdampak pada peningkatan produktivitas dan efisiensi. Pengaruh globalisasi dengan
penggunaan sarana teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah pola atau cara
E-ISSN: 2657-0300 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 119
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

hidup masyarakat, dan berkembang dalam tatanan kehidupan baru serta dapat
mendorong terjadinya perubahan sosial, ekonomi, budaya, keamanan, serta penegakan
hukum, hal ini dapat dilihat dari perkembangan media internet yang sangat pesat saat
ini (Siswanto Sunarso, 2009). Internet sebagai media informasi dan komunikasi
elektronik telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, antara lain yaitu untuk
perdagangan, serta terdapat banyak manfaat salah satunya transaksi lebih mudah,
cepat, praktis dan harga yang lebih terjangkau, sehingga perdagangan atau bisnis
menjadi lebih efisien. Kegiatan perdagangan dengan memanfaatkan media internet ini
dikenal dengan istilah electronic commerce, atau disingkat e-commerce yang
merupakan kegiatan membeli atau menjual suatu barang atau jasa secara elektronik
yang dilakukan melalui jaringan internet.
E-commerce dipercaya memiliki potensi yang sangat besar untuk
mengembangkan perdagangan atau bisnis didalam dunia maya melalui media internet
yang terus berkembang. Jual beli merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur
dalam KUHPerdata, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual
beli online merupakan pelaksanaan jual beli yang menggunakan teknologi seperti
internet. Dalam perjanjian jual beli adanya hak dan kewajiban dari penjual dan pembeli
karena penjual dan pembeli telah melakukan persetujuan. Pelaksanaan jual beli online
tidak lepas dari masalah perjanjian, karena pelaksanaan ini dilakukan tanpa ada
pertemuan antara penjual dan pembeli sehingga yang menjadi dasar dalam jual beli
adalah kepercayaan yang ada antara penjual dan pembeli. Oleh karena itu, perjanjian
jual beli yang terjadi diantara para pihak dilakukan secara elektronik hanya
mendasarkan pada asas kepercayaan karena tidak ada berkas perjanjian seperti pada
pelaksanaan jual beli pada tatap muka langsung. Lazimnya pelaksanaan jual beli online
belakangan ini membuat pembeli sering lupa bahwa pelaksanaan jual beli online tidak
luput dari bahaya yang dapat ditimbulkan seperti perbuatan wanprestasi kepada
pembeli karena pelaku usaha tidak dapat mempertanggung jawabkan janjinya. Dalam
perjanjian dengan tatap muka langsung, jika pelaku usaha tidak dapat
mempertanggung jawabkan janji yang telah disepakati, maka dapat digugat oleh pihak
yang dirugikan. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata mengatur bahwa perjanjian harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang
halal. Apabila sudah memenuhi empat syarat sahnya perjanjian, maka perjanjian sudah
dapat dikatakan sah dan mengikat para pihak namun bagaimana dengan perjanjian
online dimana pihak yang berjanji tidak bertatap muka langsung.

B. Metodologi Penelitian
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dengan mempelajari bahan-bahan kepustakaan seperti, perundangan, jurnal dan
pendapat para ahli baik secara offline maupun online. Sifat penelitian adalah deskriptif
yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran penjelasan secara
konkrit tentang keadaan objek dan masalah yang diteliti dan mengambil kesimpulan
secara umum, sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh
gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis tentang objek yang diteliti
(Soerjono Soekanto, 2009).

120 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia E-ISSN: 2657-0300
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

C. Hasil Dan Pembahasan


1. Bentuk Pengaturan Hukum terhadap Perjanjian Jual Beli Online melalui E-
commerce
Aturan mengenai transaksi jual beli online masih mengacu pada syarat sah
perjanjian pada Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli online melalui e-
commerce yang menjadi subjek jual beli melalui e-commerce adalah pelaku usaha
yang menjual barang dan pembeli sebagai konsumen yang membayar harga barang
yang telah disepakati, jual beli online hanya dilandasi kepercayaan antara penjual dan
pembeli (Andi Tentri Ajeng P, 2017). Adapun yang menjadi objek dalam jual beli
online adalah barang atau jasa yang telah dibeli konsumen, kadangkala harga barang
atau jasa tersebut tidak dapat dilihat langsung oleh pembeli karena pelaksaan jual beli
dilakukan secara online sehingga sangat rentan terjadinya penipuan.
Syarat sah perjanjian pada Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut terdiri dari
adanya kesepakatan kedua belah pihak, adanya kecakapan bertindak, adanya objek
yang diperjanjikan dan adanya causa yang halal.
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
Kesepakatan menurut kamus Bahasa Indonesia adalah setuju, jadi maksud dari
Kesepakatan merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau
lebih dengan pihak lainnya. Keberadaan dalam suatu unsur kesepakatan E-commerce
diukur melalui pembeli yang mengakses dan menyetujui penawaran melalui internet
atau online. Persetujuan yang diberikan oleh pembeli ini menjadi dasar dari
kesamaan kehendak para pihak, sehingga kesepakatan dalam kontrak elektronik
lahir. Berdasarkan kesepakatan menurut pasal 1320 KUHPerdata dilakukan dengan
secara tertulis atau secara langsung disertai tanda tangan antara penjual dan pembeli,
namun pada kesepakatan jual beli online dilakukan secara tidak tertulis atau secara
tidak langsung bertatap muka antara penjual dan pembeli hanya dilakukan melalui
chat lewat media internet. Sedangkan dalam KHUPerdata pasal 1866, yang termasuk
kedalam alat bukti adalah bukti tertulis, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan
sumpah. Dalam jual beli konvensional perjanjian merupakan bukti tertulis
sedangkan dalam jual beli online alat bukti yang berbentuk chat yang dapat di cetak
dengan bentuk kertas sudah termasuk kedalam bentuk dokumen dalam perjanjian
(hukumonline.com). Pendapat ini, juga didukung oleh Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang ITE Pasal 1 Ayat (4) yang menyatakan bahwa Dokumen
elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau
sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau
sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya. Sedangkan menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang ITE mengatakan bahwa :
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang ini.
E-ISSN: 2657-0300 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 121
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

(4) Ketentuan mengenai Informasi elektronik dam/atau Dokumen Elektronik


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. Surat yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis
b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
2. Adanya Kecakapan Bertindak
Kecakapan bertindak merupakan kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud adalah perbuatan yang akan
menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian
haruslah orang-orang yang cakap dan wewenang untuk melakukan perbuatan hukum
sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang. Kecakapan adalah sanggup
melakukan sesuatu serta mampu dan dapat mempunyai kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu. Pada dasarnya, semua orang dianggap tahu hukum kecuali
orang yang tidak cakap hukum yang tertuang dalam Pasal 1330 KUHPerdata yaitu:
anak yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, perempuan
yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan Undang-undang dan pada umumnya
semua orang yang oleh Undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan
tertentu.
Dalam pelaksanaan jual beli online melalui e-commerce orang yang belum cakap
melakukan perjanjian dianggap sah apabila tidak merugikan kedua belah pihak
(researchgate.net) karena jika dikaitkan dengan unsur kecakapan dalam KUHPerdata
dan pelaksanaan jual beli online sulit untuk diketahui apakah seseorang tersebut
cakap hukum atau tidak.
3. Adanya Objek Perjanjian
Prestasi merupakan apa yang menjadi kewajiban debitor dan apa yang menjadi hak
kreditor. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif yaitu memberikan
sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Misalnya jual beli barang online,
yang menjadi prestasi atau pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas
barang online itu dan menyerahkan atau mentransfer uang harga dari pembelian
barang online itu. Dalam jual beli konvensional jelas barang yang ditawarkan
penjual dapat dilihat langsung oleh pembeli serta penyerahannya juga dapat
dilakukan secara langsung. Sedangkan dalam transaksi melalui online pembeli hanya
bisa melihat barang dalam bentuk foto atau gambar. Pembeli bisa melihat barang
apabila telah selesai melakukan penawaran dan kesepakatan kepada penjual, baru
penjual bisa mengirim barang yang ditawarkan pembeli, jadi jual beli secara
konvensional dan secara online harus memenuhi syarat tertentu.
Dalam pelaksanaan jual beli online sering terjadi wanprestasi karena penjual dan
pembeli tidak bertatap muka secara langsung namun bertransaksi melalui media
internet dan pembeli tidak bisa melihat langsung barang yang akan dibeli seperti
barang yang dipesan tidak sesuai dengan gambar atau foto yang dipajang penjual
melalui media elektronik (Herniwati, 2015) sehingga konsumen dirugikan. Hal ini
merupakan perbuatan wanprestasi yang merugikan konsumen.
4. Adanya Causa yang Halal
Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian causa yang halal hanya
disebutkan causa yang terlarang dalam Pasal 1337 KUHPerdata. Suatu sebab adalah
terlarang apabila bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum, seperti yang terjadi sekarang dalam jual beli konvensional maupun jual beli

122 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia E-ISSN: 2657-0300
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

online masih banyak yang melakukan perbuatan melawan hukum menjual barang
yang dilarang, menjual barang yang bertentangan dengan hukum seperti menjual
obat-obatan yang terlarang, minuman berakohol, penjual dan pembeli melakukan
wanprestasi (H. Bahiyah, 2016). Menurut hukum sepanjang memenuhi pasal 1320
KUHPerdata, dimana syarat sah pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena
menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian sedangkan syarat ketiga dan
keempat merupakan syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Apabila
syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan. Syarat
ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya
bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan Pasal 65 tentang
perdagangan melalui sistem elektronik menjelaskan: 1) Setiap pelaku usaha yang
memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan mengguanakan sistem elektronik
wajib menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar; 2) Setiap pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan menggunakan sistem
elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar;
3) Penggunaan sistem elektronik wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik; 4) Data dan/atau informasi secara
lengkap dan benar memuat; a. Identitas dan legalitas pelaku usaha sebagai produsen
atau pelaku usaha distribusi; b. Persyaratan teknis barang yang ditawarkan; c.
Persyaratan teknis atau kualifikasi jasa yang ditawarkan; d. Harga dan cara
pembayaran barang dan/atau jasa dan e. Cara penyerahan barang; 5) Dalam hal terjadi
sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui sistem elektronik, orang atau badan
usaha yang mengalami sengketa tersebut melalui pengadilan atau melalui mekanisme
penyelesaian sengketa lainnya; dan 6) Setiap pelaku usaha yang memperdagangkan
barang dan/atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan
data dan/atau informasi secara lengkap dan benar dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan izin.
Akhir-akhir ini telah banyak bermunculan berbagai commerce website dan
berbagai portal diinternet di Indonesia yang menawarkan berbagai barang dan jasa
kepada masyarakat atau konsumen Indonesia namun sampai sekarang Indonesia bukan
saja belum memiliki undang-undang tentang e-commerce, bahkan rancangan Undang-
undangnyapun belum dimulai pembahasan dan pembuatannya (researchgate.net),
apabila Indonesia tidak segera untuk menyusun Undang-undang tersebut, sedangkan
transaksi e-commerce yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia dengan toko-toko
maya (virtual stores) semakin marak saja, maka dikhawatirkan sekali akan keamanan
bagi para konsumen.
Dikarenakan belum adanya aturan perundangan yang mengatur transaksi
perdagangan elekronik (e-commerce), maka dalam perdagangan di Indonesia,
KUHPerdata yang menjadi dasar atau sumber dari perikatan untuk adanya kesepakatan
melakukan pelaksanaan jual beli online yang selama ini telah digunakan sebagai dasar
dari transaksi perdagangan konvensional. Aspek hukum perjanjian dalam perdagangan
mengacu pada 2 prinsip kebebasan sebagai prinsip klasik hukum ekonomi
internasional yaitu: a) Freedom of commerce atau kebebasan berniaga, niaga diartikan
luas dari sekedar kebebasan berdagang. Jadi setiap negara memiliki kebebasan untuk
berdagang dengan pihak atau negara manapun didunia; dan b) Freedom of
Communication (kebebasan berkomunikasi) merupakan setiap negara memiliki
kebebasan untuk melakukan transaksi perdagangan internasional.

E-ISSN: 2657-0300 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 123
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

Kegiatan perdagangan di Indonesia termasuk dalam aspek hukum perdata dan


sumbernya diatur dalan buku III KUHPerdata yaitu tentang perikatan yang secara
umum dapat dijelaskan bahwa perdagangan terjadi karena adanya suatu kesepakatan
antara para pihak dan kesepakatan tersebut diwujudkan dalam perjanjian dan menjadi
dasar perikatan bagi para pihak. E-commerce dapat diantisipasi dengan adanya sistem
pengamanan jaringan yang juga menggunakan kriptografi terhadap data dengan
menggunakan sistem pengamanan dengan digital signature selain itu berfungsi sebagai
suatu prosedur untuk melakukan kesepakatan dalam transaksi elektronik dari proses
penawaran hingga kesepakatan yang dibuat para pihak.

2. Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Pembeli dalam Pelaksanaan


Perjanjian Jual Beli Online melalui E-commerce Jika Penjual Melakukan
Wanprestasi
Perjanjian yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan hukum jual beli terhadap
konsumen sangat diperlukan karena dalam pelaksanaan jual beli online sering kali
terjadi kecurangan (Niniek Suparni, 2009). Mengacu pada syarat sah perjanjian yaitu:
1) Adanya kesepakatan. Kesepakatannya dalam jual beli dengan tatap muka
dilakukan secara tertulis atau secara langsung sedangkan kesepakatan jual beli
online dilakukan secara tidak tertulis atau tidak langsung hanya dilakukan
melalui chat. Dalam Undang-undang perlindungan konsumen tidak diatur namun
kesepakatan melalui chat namun dalam Undang-Undang ITE kesepakatan
melalui chat diatur dalam Pasal 1 Ayat (4);
2) Kecakapan bertindak, dalam jual beli online orang yang belum cakap melakukan
perjanjian dianggap sah apabila tidak merugikan kedua belah pihak karena
dikaitkan dalam KUHPerdata dan jual beli online sulit diketahui apakah
seseorang cakap hukum atau tidak maka perlindungan hukum yang dapat
digunakan dalam hal ini adalah pasal 4 dan 5 Undang-undang perlindungan
konsumen tentang hak dan kewajiban konsumen;
3) Adanya objek perjanjian, dalam jual beli konvensional barang yang ditawarkan
penjual dapat dilihat langsung oleh pembeli dan penyerahan barang juga
dilakukan secara langsung, sedangkan jual beli online pembeli hanya bisa
melihat barang dalam bentuk foto/gambar, sehingga rentan terjadi perbuatan
wanprestasi. Perlindungan hukum dalam hal ini diatur dalam pasal 45 Undang-
Undang Perlindungan konsumen dan pasal 38 Undang-Undang ITE;
4) Adanya causa yang halal, Dalam Jual beli melalui konvensional mapun jual beli
online banyak terjadi perbuatan melawan hukum seperti menjual barang yang
dilarang, maka perbuatan ini termasuk kedalam pasal 8 Undang-Undang
Perlindungan konsumen tentang perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha,
maka perlindungan hukum terhadap konsumen dapat menggunakan pasal 47
Undang-Undang perlindungan konsumen dan pasal 38 Undang-Undang ITE
tentang penyelesaian sengketa.
Kecurangan-kecurangan tersebut dapat menyangkut keberadaaan penjual maupun
pembeli. Dalam kecurangan yang merugikan pembeli misalnya berbelanja di virtual
store yang yang fiktif seperti barang yang harusnya dikirim oleh penjual tidak
dikirimkan kepada pembeli, atau terjadi keterlambatan pengiriman yang
berkepanjangan, terjadinya kerusakan atas barang yang dikirimkan atau barang yang
dikirimkan cacat, apapun yang menyangkut purchase order dan pembayaran oleh

124 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia E-ISSN: 2657-0300
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

pembeli disangkal oleh penjual kebenarannya, misalnya penjual hanya mengakui


bahwa jumlah barang yang dipesan kurang dari yang tercantum didalam purchase
order yang dikirimkan secara elektronik dan/atau harga per unit dari bidang yang
dipesan oleh pembeli dikatakan lebih tinggi dari pada harga yang dicantumkan didalam
purchase order.
Didalam jual beli melalui e-commerce pelaku usaha membuat acuan supaya
pembeli yakin dan percaya untuk berbelanja online, maka pelaku usaha membuatnya
seperti: 1) Mencantumkan logo pelaku usaha, pencantuman logo perusahaan dalam
suatu website menandakan bahwa website tersebut benar-benar ada; dan 2)
Mencantumkan alamat, pencantuman alamat pada website bertujuan agar memberitahu
konsumen bahwa mereka benar-benar ada sehingga konsumen merasa aman untuk
berbelanja.
Pelaku usaha dalam jual beli online menjadi salah satu faktor penting bagi
pembeli, seperti halnya ketika pembeli ingin membeli suatu barang atau jasa yang
diperlukan mencari validitas penjual, yang mana validitas penjual cakupannya luas
seperti website terdaftar valid, penjual memiliki reputasi yang baik, dan produk atau
jasa yang mereka tawarkan valid dan terdaftar. Maka sebelum melakukan jual beli
online perlu dipastikan informasi tentang pelaku usaha. Apabila penjual tidak membuat
acuan diatas kemungkinan penjual mudah untuk melakukan wanprestasi terhadap
pembeli, jadi pembeli harus mendapat perlindungan hukum dari perbuatan penjual
(Hillary Ayu Sekar Gusti, 2018).
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia
yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar
mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Perlindungan
hukum dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Perlindungan hukum preventif adalah
perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum
terjadinya pelanggaran. Peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk
mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan
dalam melakukan suatu kewajiban; 2) Perlindungan hukum represif adalah
perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang
diberikan jika sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran
(http//digilib.unila.ac.id). Adapun perlindungan hukum memiliki tujuan untuk
memberikan hak-hak masyarakat. Namun saat sekarang dalam jual beli online hak
pembeli masih sering diabaikan oleh pelaku usaha misalnya pelaku usaha melakukan
perbuatan wanprestasi. Perbuatan wanprestasi merupakan kelalaian karena tidak
memenuhi perikatan yang dapat dipertanggung jawabkan, sedangkan menurut J.Satrio
(2014) wanprestasi merupakan suatu peristiwa atau keadaan, dimana debitur tidak
memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur punya unsur salah
atasnya, maka dalam perlindungan konsumen dapat dibedakan dalam dua aspek yaitu
(Zulham, 2013): a) Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan
kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati; dan b) Perlindungan
terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen.
Dimana konsumen harus dilindungi oleh hukum karena salah satu sifat dan
tujuan hukum memberikan perlindungan kepada masyarakat harus diwujudkan dalam
bentuk kepastian hukum menjadi hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 Undang-
Undang perlindungan konsumen tentang hak konsumen yang berisi: a) Hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c) Hak
E-ISSN: 2657-0300 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 125
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa; d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan; e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f) Hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen; g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan i) Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal 4 terdapat hak-hak konsumen yang harus dilindungi hukum, apabila
konsumen mendapat perlakuan perbuatan wanprestasi dari penjual seperti pelanggaran
keamanan dan keselamatan barang, penjual tidak mencantumkan informasi yang benar
dari barang yang dijualnya, penjual tidak mendengar komplain dari pembeli karena
penjual tidak ingin bertanggungjawab, penjual tidak mau ganti rugi terhadap barang
yang tidak sesuai dengan perjanjian terhadap konsumen, maka penjual dapat
menempuh jalur hukum yang diatur dalam pasal 38 dan 39 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE yang mengatakan bahwa selain penyelesaian
gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai
dengan ketenuan peraturan perundang-undangan sedangkan menurut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, penjual melakukan wanprestasi
maka penyelesaian sengketanya diatur dalam pasal 47 dan pasal 48 tentang
penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan diluar pengadilan (Ainul Yaqin).
Adapun pengaturan dari perlindungan konsumen dilakukan dengan:
1. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
keterbukaan akses informasi, serta menjamin kepastian hukum.
2. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh
pelaku usaha.
3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.
4. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan
menyesatkan.
5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan
konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.
Dalam pelaksanaan jual beli pelaku usaha memiliki kewajiban dalam pasal 7
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berisi tentang: a) Beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya; b) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dari jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c) Memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d) Menjamin mutu barang dan/atau
jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku; e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji, dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; e)
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan,pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
dan d) Memberi kompensasi,ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

126 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia E-ISSN: 2657-0300
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

Apabila hak konsumen tidak dipenuhi oleh pelaku usaha maka pelaku usaha
memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab seperti ganti rugi misalnya ganti rugi
pengembalian uang apabila barang tidak sampai kepada pembeli, ganti rugi apabila
barang pembeli rusak. Tetapi sekarang banyak pelaku usaha yang tidak memenuhi
kewajibannya seperti pasal diatas. Maka pembeli dapat menempuh jalur hukum untuk
menyelesaikan perbuatan pelaku usaha tersebut.
Pelaksanaan jual beli pelaku usaha memiliki larangan yang diatur dalam Pasal 8
Undang-Undang perlindungan konsumen yang berisi tentang:
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang: a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b) Tidak sesuai
dengan berat bersih, isi bersih, atau netto dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c) Tidak
sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya; d) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan
atau kemajuan sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut; e) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut; f) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g) Tidak
mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan
yang paling baik atas barang tertentu; h) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi
secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; i)
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat; dan
j) Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
yang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Pelaku usaha memiliki tanggungjawab yang telah diatur dalam Pasal 19 yang
mengatakan bahwa: 1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan; 2) Ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; 3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi; 4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
E-ISSN: 2657-0300 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 127
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan; dan 5)


Ketentuan sebagaimana dimaksud dapa ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
Untuk itu pelaku usaha bertanggung jawab atas barang dan/atau jasa yang
diperjual belikan kepada konsumen. Karena tanggung jawab hukum merupakan
kewajiban menanggung sesuatu akibat menurut ketentuan hukum berlaku.
Perlindungan hukum sangat perlu dalam pelaksanaan jual beli melalui e-commerce
karena sekarang sangat banyak terjadi perbuatan yang melanggar hukum dalam
pelaksaan jual beli online. Berdasarkan beberapa kelebihan dan kelamahan jual beli
online dan jual beli konvensional yang dijelaskan dalam jual beli konvensional
pembeli bisa mendapatkan barang yang diinginkan sedangkan dalam jual beli online
pembeli tidak bisa mendapatkan barang yang diinginkan seperti warna barang tidak
sesuai dengan gambar, pelayanan konsumen dapat dilakukan dengan mudah seperti
tuntutan konsumen dapat diselesaikan secara langsung sedangkan melalui online
penyelesaian tuntutan pembeli tidak bisa diselesaikan secara langsung, karena penjual
dan pembeli tidak bertatap muka secara langsung dan pembayaran melalui jual beli
konvensional lebih aman dibandingkan dengan jual beli online, dalam jual beli
konvensional pembeli melakukan pembayaran dengan cas, agar terhindar dari
penipuan dan tidak perlu khawatir sedangkan jual beli online pembayarannya
dilakukan dengan pengiriman elektronik, jadi sangat rentan terjadinya penipuan.
Menurut kelebihan dan kelemahan diatas, maka dapat diambil kesimpulan lebih
banyak terjadinya wanprestasi melalui jual beli online. Karena Undang-undangnya
belum mampu untuk mengcover semua jual beli online maka pelaksanaan jual beli
online ini lebih rentan terjadinya perbuatan wanprestasi (https://www.jurnal.id).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen penyelesaian sengketa
jual beli online dan jual beli konvensional cara penyelesaiannya sengketanya sama-
sama melalui perdata serta cara litigasi dan non litigasi. Untuk itu agar pembeli
terhindar dari perbuatan wanprestasi maka pembeli harus jeli dan memastikan
informasi tentang pelaku usaha sebelum melakukan jual beli online perlu dipastikan
informasi tentang pelaku usaha seperti mencantumkan logo pelaku usaha dan
mencantumkan alamat.

D. Penutup
Persyaratan perjanjian jual beli online melalui e-commerce masih memakai
ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang berisi tentang syarat sah perjanjian yaitu
adanya kesepakatan kedua belah pihak, adanya kecakapan bertindak, adanya objek
perjanjian dan adanya causa yang yang halal. Jadi pelaksanaan perjanjian jual beli
online melalui e-commerce masih berlaku ketentuan syarat sah perjanjian dalam
KUHPerdata. Bentuk perlindungan hukum terhadap pembeli dalam pelaksanaan
perjanjian jual beli online melalui e-commerce jika penjual melakukan wanprestasi,
maka bentuk penyelesaiannya diatur dalam pasal 38 Undang-Undang ITE dan Pasal 45
Undang-Undang perlindungan konsumen dilindungi dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Berdasarkan beberapa kelebihan dan
kelamahan jual beli online dan jual beli konvensional diatas maka dapat disimpulkan
bahwa banyak terjadinya wanprestasi melalui jual beli online. Karena Undang-

128 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia E-ISSN: 2657-0300
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

undangnya belum mampu untuk mengcover semua jual beli online maka pelaksanaan
jual beli online ini lebih rentan terjadinya perbuatan wanprestasi. Maka untuk itu perlu
dibuat Undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan jual beli online.

Daftar Pustaka
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen Rajawali Pers,
Jakarta, 2017.
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2016.
Ashshofa,Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996.
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,
2017.
Dewi,Shinta,Cyberlaw Perlindungan Privasi atas Informasi Pribadi, Widya
Padjadjaran, Bandung, 2009.H.M. Arsyad Sanusi, Hukum E-commerce,
Sasrawarna Printing, Jakarta Pusat, 2011.
I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta,2016.
J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin, dan Yurisprudensi, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2014.
K. M. Yahya Harahap, , Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni,2006.
Muhammad,Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2010.
Projodikoro,Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu,
Bandung:sumur, 1991.
Raditio,Resa, Aspek Hukum Transaksi Elektronik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014.
Suparni,Niniek, Cyberspace Problematika & Antisipasi PengaturanNya, Sinar
Grafika, Jakarta, 2009.
Santiago,Faisal, Pengantar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012.
Sjahputra,Iman, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, PT. Alumni,
Bandung, 2010.
Sidabalok,Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Ctk.PT.Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2014.
Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2002.
Sunarso,Siswanto, Hukum Informasi Dan Transaksi Elektronik, Rineka Cipta, Jakarta,
2009.
Soekanto,Soerjono, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali
Pers, Jakarta, 2009.
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana,Jakarta, 2004.
Sutekti dan Galang taufani, 2018, Metode Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), PT.Raja Grafindo Persada, Depok
Subekti R, H, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, Hlm.64
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika,Jakarta, 2015.
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2013.
Andi Tentri Ajeng P, 2017, “Tinjauan Hukum Perjanjian Jual Beli Melalui E-
commerce”,http://repositori.uinalauddin.ac.id/4229/1Andi%20Tenri%Ajeng%.pd
f
Dhea Handariningtyas, 2017,“Transaksi Jual Beli Melalui Media Instragram Menurut
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

E-ISSN: 2657-0300 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 129
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

Elektronik”,
http://digilib.unila.ac.id/26207/3skripsi%20tanpa%20bab%20pembahasan.pdf,a
Edi suryadi, 2018,“Penggunaan Sosial Media Whatsapp”, Nomor.1 April, Vol.07,
https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/download/211/227.pdf
.
Herniwati, 2015, “Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap Jual Beli Secara
Online (E-commerce), Volume 8.i4,
http://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/854303.pdf.
Hillary Ayu Sekar Gusti, 2018, “Wanprestasi Penjual Dalam Perjanjian Jual Beli E-
Commerce”,https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/11866/Whole%
20Skripsi%20Print%20Hard%20Cover.pdf.
Moh. Zainol Arief & Sutrisni, 2014, “Perbuatan Melawan Hukum dalam Transaksi
Jual Beli melalui Internet di Tinjau dari Buku III KUHPerdata”,Nomor.2Vol.1
,https://media.neliti.com/media/publication/135649-ID-perbuatan-melawan-
hukum-dalam-transaksi.pdf.
Nandang Strurisno, 2001, “Cyberlaw : Problem dan Prospek Pengaturan
AktivitasInternet“,Nomor1,1Juni2013Vol.XV,https://www.researchgate.net/publi
cation/307613122CyberlawProblemdanProspekPengaturanAktifitasInternet.pdf.
Lia Catur Muliastuti, 2010, “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian
Jual Beli melalui Media Internet”, diakses pada tanggal 09 Maret 2020 pukul
19.17 WIB
Rahmayani Indrasari, 2018, “Pelaksanaan Jual Beli Online (e-commerce) Pada Online
Shop Monstreation”, Vol V Edisi 2,
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFHUKUM/article/download/23203/22465,p
df.
Rita Wahyuni Arifin. 2015, “Peran Facebook sebagai Media Promosi dalam
Mengembangkan Industri Kreatif”. Nomor 2. Vol.2, diakses pada tanggal 21
Desember 2019 Pukul 12.28 WIB
Rina Sari Nasution, 2017, “Hukum Peralihan Resiko dalam Jual Beli Pada Online
Shop (Belz Shop) Menurut Wabbah Zuhaily,
http://repository.uinsu.ac.id/2817/1/SKRIPSI_Rina_Sari_Muamalah_A.pdf.
Sanawiah & Muhammad Zainul, 2018, “Batasan Kedewasaan dan Kecakapan Hukum
pewasiat Menurut Hukum Islam Dan Hukum KUHPerdata”, Volume 5 lssue l ,
diakses pada tanggal 12 Maret 2020 pukul 14.20 WIB
Setia Putra, 2014, “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Transaksi Jual
Beli melalui E-commerce”, Nomor 2, Vol. 4,
http://media.neliti.com/media/publications/9164-ID-perlindungan-hukum-
terhadap-konsumen-dalam-transaksi-jual-beli-melalui-e-commerce,pdf.
Tira Nur Fitria, 2017, “Bisnis Jual Beli Online (Online Shop) dalam Hukum Islam dan
Hukum Negara“, Nomor 01 Maret Vol. 03, https://jurnal.stie-
aas.ac.id/index.php/jei/article/view/99.pdf.
http://repository.unsada.ac.id/780/2/BAB%20I.pdf. Pengaruh Gaya Hidup dan Persepsi
Risiko terhadap Minat Beli di Media sosial Instagram.
https://www.researchgate.net/publication/312352400.pdf. Penerapan Pasal
1320 KUHPerdata terhadap Jual Beli secara Online (e-commerce)
https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5a27cbecc0fd8/saatnya-mengingat-kembali-
alat-alat-bukti-dalam-perkara-perdata/

130 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia E-ISSN: 2657-0300
P-ISSN: 2657-0319
Vol. 2 No.2 Juni 2020 Ensiklopedia Social Review
http://jurnal.ensiklopediaku.org

https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5461/syarat-dan-kekuatan-hukum-
alat- bukti-elektronik/
H. Bahiyah, 2016, Jual Beli dalam Hukum islam dan Hukum Perdata,
http://digilib.uinsby.ac.id/12989/23/Bab%202.pdf
I. http//digilib.unila.ac.id/6225/13/BAB%2011.pdf Pengertian Perlindungan Hukum

E-ISSN: 2657-0300 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 131
P-ISSN: 2657-0319

You might also like