Erika, Djumali

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

PENGEMBANGAN JAMUR PEMBENTUK GAHARU DENGAN

BEBERAPA MEDIA CAIR DAN APLIKASINYA PADA POHON


GAHARU (AQUILARIA MALACCENSIS LAMK.)

Erika Deciawarman dan Djumali Mardji


Laboratorium Perlindungan Hutan Fahutan Unmul, Samarinda

ABSTRACT. Development of Agarwood Forming Fungi with Some Liquid


Media and Its Application in Agarwood Tree (Aquilaria malaccensis Lamk).
This study aimed to determine the growth of mycelium on media potato dextrose
agar (PDA), carrot dextrose agar (CDA) and sweet potato dextrose agar (SPDA),
the germination of spores on potato, carrot and sweet potato dextrose liquid
media, the width of infection in trees, inoculation materials and the most effective
treatment induced infection in agarwood trees between liquid media of potato
dextrose, carrot dextrose and sweet potato dextrose and also to determine the
production of agarwood and feasibility analysis of agarwood cultivation. The
research was conducted in the village of Bukit Raya subdistrict Tenggarong
Seberang, Kutai Kartanegara Regency, East Kalimantan Province. Cost data were
made its cash flow and then the financial was analyzed with the analysis model of
payback period (APP), net present value (NPV), net benefit cost ratio (net B/C
ratio) and internal rate of return (IRR). The results showed that there was no
different growth of mycelium on PDA, CDA and SPDA, it indicated that the
three media had same good effects. The germination of spores on potato dextrose
liquid media was the fastest to reach 100% germination followed by carrot and
sweet potato dextrose liquid media with the spore germination time of 17 hours,
19 hours and 21 hours, respectively. The area of infection of spore in potato
dextrose liquid media was the most widespread infection compared with other
both liquid media, where each area of infection was 37.2 cm2, 34.2 cm2 and 28.3
cm2, respectively, but the three media used for dissolving Fusarium sp. spores
were not significantly different in infecting agarwood trees. The most effective
treatment was opened inoculation court at a height of 3 m from soil surface. It is
predicted that in potato dextrose liquid media, when inoculation was done on
agarwood trees of 45 years old with assumed that the age of inoculation for 2
years, agarwood can be harvested from the age of 6 to 25 years. Initial costs is
required for 5 years before getting the income of Rp84,487,000 with an
investment payback (payback period) during 15.3 years. The greater the stands
age of agarwood is also the greater revenue by selling price ranged from
Rp30,0002,000,000/kg of agarwood. The financial analysis used NPV in potato
dextrose liquid media with agarwood cultivation rate of 15% and 20% for
Rp117,743,000 and Rp14,476,000 respectively; model B/C ratio in a row at 2.70
and 1.25 with 21.5% IRR. This results showed that agarwood cultivation in the
village of Bukit Raya subdistrict Tenggarong Seberang is feasible to conduct
because it has the value of NPV, net B/C and IRR greater than the marginal rate
of return (10%).
Kata kunci: Aquilaria malaccensis, gaharu, miselum, perkecambahan, inokulasi,
kelayakan usaha

Sejalan dengan lahirnya paradigma baru, pembangunan kehutanan di Indonesia


mengedepankan pembangunan usaha berbasis masyarakat yang berorientasi sosial,

42
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 43

ekonomi dan lingkungan, desentralisasi serta rehabilitasi dan konservasi (Anonim,


2002), pembangunan aneka usaha kehutanan/hasil hutan bukan kayu terus semakin
menjadi perhatian dan kian berkembang. Salah satu komoditas kehutanan golongan
hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dinilai memiliki potensi dan bernilai ekonomi
tinggi adalah gaharu (Anonim, 2004). Gaharu juga menjadi sangat penting karena
digunakan sebagai bahan dasar kebutuhan bahan industri.
Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta
memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati, sebagai akibat dari
suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada pohon tersebut
dan pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. (Bunna, 2004).
Pada penelitian ini perbanyakan jamur penghasil gaharu Fusarium sp. dilakukan
dengan menumbuhkannya di laboratorium dan yang kemudian diinokulasikan ke
pohon gaharu pada lubang yang telah dibuat terlebih dahulu dengan bor. Media
tumbuh jamur yang digunakan adalah potato dextrose, carrot dextrose dan sweet
potato dextrose untuk mengetahui media mana yang paling baik untuk pertumbuhan
jamur Fusarium sp. Penelitian ini menggunakan ketiga media tersebut karena bahan-
bahan tersebut mudah didapat, relatif murah dan diharapkan mendapatkan hasil yang
maksimal dari segi ekonomi. Menurut Lily dan Barnett (1951), pertumbuhan setiap
miselium jamur berbeda-beda, baik pada jenis yang sama maupun yang berbeda, hal
ini disebabkan karena terjadi mutasi genetik dari waktu ke waktu.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan
miselium pada media potato dextrose agar, carrot dextrose agar dan sweet potato
dextrose agar, perkecambahan spora pada media cair potato dextrose, carrot dextrose
dan sweet potato dexrose, luas infeksi pada pohon, bahan inokulasi dan perlakuan
yang paling efektif dalam menginfeksi pohon gaharu, besarnya produksi gaharu dan
analisis finansial kelayakan usaha tani gaharu.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh para pembudidaya
gaharu tentang bahan inokulasi dan perlakuan inokulasi yang paling efektif dalam
menginfeksi pohon gaharu sehingga dapat lebih cepat menghasilkan gaharu dan
untuk mengetahui media yang paling ekonomis dalam memperbanyak jamur
penghasil gaharu sehingga proses pembentukan gaharu menjadi lebih efisien.

METODE PENELITIAN
Persiapan
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Perlindungan Hutan Universitas
Mulawarman dan Desa Bukit Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten
Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 5
bulan dari bulan Maret sampai Juli 2010 yang meliputi orientasi lapangan,
pengumpulan dan persiapan bahan penelitian, pelaksanaan penelitian dan
pengumpulan data di lapangan.
Bahan penelitian yang diperlukan yaitu kentang, wortel, ubi jalar, dextrose,
agar-agar, plastik tebal, paku, lilin, aquadest, alcohol 70%. Alat yang digunakan
adalah injector, kulkas, meteran, clean bench, cawan petri, hand sprayer, autoclave,
44 Deciawarman dan Mardji (2011). Pengembangan Jamur Pembentuk Gaharu

bor listrik, genset, mikroskop, kabel listrik 30 m, spidol, tally sheet, kamera, pinset,
lampu bunsen, spiritus, botol bekas dan hand counter.
Objek penelitian ini adalah jamur Fusarium sp. dan pohon gaharu di Desa Bukit
Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara.
Media buatan yang digunakan adalah potato dextrose agar (PDA) dengan
komposisi kentang 300 gr, dextrose (gula) 18 gr, agar-agar tidak berwarna 15 gr dan
aquadest 1000 ml. Proses pembuatannya adalah sebagai berikut: kentang dikupas
kulitnya dan dipotong tipis-tipis, lalu dimasak dalam air secukupnya sampai lunak.
Kentang yang telah lunak disaring dan diambil ekstraknya sebanyak 350 ml dengan
menggunakan gelas ukur, selanjutnya larutan tersebut dicampur dengan agar-agar,
gula dan vitamin B12, diaduk sampai merata. Campuran ekstrak kentang, agar-agar,
gula dan vitamin B12 tersebut dimasukkan ke dalam botol erlenmeyer, selanjutnya
disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121⁰C dengan tekanan 1 kg/cm2
selama 15 menit. Setelah itu media dikeluarkan dari autoclave dan dimasukkan ke
dalam clean bench. Media yang masih cair tersebut dituangkan ke dalam cawan petri
berukuran tinggi 1 cm, diameter 9 cm sebanyak 15 ml per cawan. Kemudian
ditunggu beberapa menit sampai media PDA siap digunakan (dingin dan padat).
Untuk carrot dextrose agar (CDA), sweet potato dextrose agar (SPDA) cara
pembuatannya sama dengan PDA, hanya kentang diganti dengan wortel (CDA) dan
ubi jalar (SPDA).

Menumbuhkan jamur
Bibit jamur yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Bukit Raya
Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi
Kalimantan Timur. Cara perbanyakan jamur sebagai berikut:
a. Menyiapkan bibit jamur, cawan petri yang berisi media PDA, CDA, SPDA dan
pinset.
b. Memanaskan pinset dengan api bunsen sampai pijar.
c. Membuka tutup tabung reaksi yang berisi bibit jamur dan tutup cawan petri yang
berisi media.
d. Mengambil sepotong miselium (0,5 cm2) dengan menggunakan pinset dan
meletakkan pada bagian tengah PDA, CDA dan SPDA.
e. Menutup kembali cawan petri.
f. Meletakkan cawan petri pada suhu ruang laboratorium selama 2 minggu untuk
pertumbuhan miselium jamur.

Uji perkecambahan spora Fusarium sp.


Uji perkecambahan spora dilakukan pada gelas objek kering, air suling, ekstrak
kentang, wortel dan ubi jalar. Uji perkecambahan diulang 3 kali yang masing-
masing terdiri dari 3 gelas objek dan ditutup dengan penutup kemudian diinkubasi di
dalam ruang laboratorium. Pengamatan dilakukan setiap 2 jam sampai spora
diperkirakan berkecambah semua atau perkecambahan mencapai maksimal. Jumlah
spora yang berkecambah dihitung dengan menggunakan mikroskop dan hand
counter.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 45

Persiapan bahan inokulasi (inokulum)


Cara membuat inokulum dari miselium + spora (bibit cair) yaitu satu cawan
petri berisi media PDA, CDA dan SPDA yang telah ditumbuhi jamur dan
menghasilkan spora diisolasi lagi ke dalam botol 140 cc yang berisi ekstrak kentang
dan gula yang sudah disterilisasi. Kemudian diinkubasi sampai media yang ada di
dalam botol ditumbuhi jamur dan menghasilkan spora, yang siap digunakan untuk
inokulasi. Begitu juga pada media yang berisi ekstrak wortel + gula dan ekstrak ubi
+ gula yang semuanya berupa media cair.

Perlakuan pada batang


Bagian batang yang diinokulasi dimulai dari ketinggian 5 cm dari permukaan
tanah dengan jarak antar lubang 10 cm sebanyak 120 lubang per pohon. Perlakuan
pada batang yaitu melubangi batang pohon sampel menggunakan bor listrik
berdiameter 1 cm sedalam 5 cm dengan tinggi pohon 3 m, di mana tiap 1 m terdapat
20 lubang tanpa tutup dari sisi depan dan belakang, 20 lubang ditutup dari sisi kanan
dan kiri. Lubang dibuat agak miring ke bawah agar bibit cair tidak keluar.

Pemilihan pohon sampel


Seluruh pohon gaharu yang ada di lokasi penelitian diinventarisir, diukur
diameternya dan dicatat dalam tally sheet. Pohon diberi nomor dengan
menggunakan plastik tebal dan spidol, selanjutnya dipilih secara sengaja pohon
sampel yang akan diinokulasi (purposive sampling) dengan kriteria pohon dalam
kondisi sehat, umur pohon sekitar 4–5 tahun atau diameternya lebih dari 10 cm.
Jumlah pohon yang diinokulasi adalah sebanyak 30 pohon, dengan rincian masing-
masing 10 pohon untuk jamur yang tumbuh pada media cair potato dextrose, carrot
dextrose dan sweet potato dextrose.

Inokulasi
Cara menginokulasi pohon adalah miselium dan spora diambil bersamaan
dengan medianya (bibit cair), dimasukkan ke dalam lubang bor dengan injektor
sebanyak 1 ml/lubang. Kemudian sebagian lubang ditutup dengan menggunakan
lilin, sedangkan lubang lainnya tidak ditutup.

Pengambilan data di laboratorium


a. Panjang miselium jamur. Pengamatan pertumbuhan jamur dilakukan sampai
ujung miselium mencapai tepi cawan. Panjang miselium jamur diukur di dalam
cawan petri yang berisi PDA, CDA dan SPDA. Pengukuran dilakukan dari
pangkal sampai ujung miselium setiap dua hari sekali. Jumlah cawan sampel
yang digunakan adalah sebanyak 5 cawan untuk setiap isolat.
b. Jumlah spora yang berkecambah dihitung setiap 1 jam. Untuk menguji daya
kecambah spora jamur Fusarium sp., spora diletakkan pada gelas objek kering,
diberi air suling dan ekstrak kentang, ubi jalar dan wortel, kemudian diinkubasi di
dalam ruang laboratorium. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 3 gelas
objek diulang 3 kali. Jadi jumlah sampel adalah 45 sampel.
46 Deciawarman dan Mardji (2011). Pengembangan Jamur Pembentuk Gaharu

c. Data yang terkumpul diolah kemudian dianalisis tingkat kelayakan finansialnya,


terdiri dari kelompok biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel dalam kelompok
biaya (cost) sebagai berikut:
c.1 Biaya tetap, adalah biaya yang jumlahnya tetap konstan tidak dipengaruhi
oleh perubahan volume kegiatan, seperti: biaya perencanaan, pajak bumi dan
bangunan, pondok jaga dan gaji pegawai.
c.2 Biaya variabel, adalah biaya yang jumlahnya dapat berubah karena
dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan, seperti: biaya persiapan lahan,
biaya pengadaan bibit dan pengangkutan bibit, penanaman, biaya inokulasi,
biaya pemeliharaan, biaya pupuk dan pemupukan, biaya peralatan, biaya
pemanenan.

Pengambilan data di lapangan


a. Gejala serangan jamur pada batang. Pengamatan gejala serangan jamur pada
batang dimulai pada satu bulan setelah diinokulasi dengan media yang berbeda
meliputi perubahan warna, kenampakan fisik dan gejala lainnya seperti bau,
pengeluaran getah dan sebagainya.
b. Luas infeksi. Perhitungan luas infeksi diperoleh dari selisih antara luas sampai
dengan batas lingkaran terluar (π.r2) dan luas lubang bor (π.r2).
c. Produksi gaharu. Persentase tingkat produksi dari jumlah berat kayu. Pohon
gaharu yang dapat dipanen mulai umur 6 sampai 25 tahun. Kecenderungan
panjangnya penaksiran produksi gaharu sampai umur 25 tahun masih
menunjukkan nilai produksi.

Pengolahan data
a. Kecepatan tumbuh miselium jamur, dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut: (Panjang miselium : Jumlah hari) x 1 cm/hari
b. Persentase berkecambah spora jamur. Dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut: (Jumlah spora yang berkecambah / Jumlah spora keseluruhan) x
100%
c. Gejala serangan jamur pada batang. Dideskripsi secara kualitatif perubahan secara
fisik dari batang yang terinfeksi oleh jamur yang diinokulasi, seperti kulit pecah-
pecah, perubahan warna kulit, keluarnya getah (resinosis), pembentukan kalus,
perubahan warna kayu dan sebagainya dan dideskripsi secara kuantitatif ukuran
gejala pohon yang terinfeksi jamur dan produksi gaharu. Luas gejala infeksi
dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
d. Media inokulasi dan perlakuan yang paling efektif dalam menginfeksi pohon
dianalisis berdasarkan nilai rataan luas gejala infeksinya masing-masing dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL).
e. Analisis kelayakan finansial
e.1. Payback periods (PP). Merupakan jangka waktu periode yang diperlukan
untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam
investasi suatu proyek. Rumusnya adalah sebagai berikut :
PP = n1 + {(n2 - n1)} {(a/(a+b)} yang mana n1 = tahun terakhir nilai akumulasi
net benefit, n2 = tahun perbatasan awal positif setelah n1, a = nilai akhir
akumulasi net benefit negatif dan b = nilai perbatasan awal positif setelah a.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 47

e.2. Net Present Value (NPV). NPV merupakan selisih antara pendapatan
(benefit) yang telah discounting dengan biaya (cost) yang telah discounting pula.
Rumusnya adalah:

Bt = keuntungan kotor pada tahun ke t


Ct = biaya total pada tahun ke t
n = umur usaha
i = tingkat usaha bunga
t = tahun

Bila diperoleh NPV≥0, maka proyek dinyatakan dapat diterima atau


dilanjutkan dan apabila NPV<0, maka proyeksi tidak dapat dilanjutkan.

e.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio). Diperoleh dengan cara
membandingkan antar nilai sekarang dari total keuntungan bersih positif dengan
total biaya yang masing-masing lebih besar dari pendapatan yang dihasilkan
pada waktu (tahun) yang sama. Rumusnya adalah:

Bt = keuntungan kotor pada tahun ke t


Ct = biaya kotor pada tahun ke t
n = umur usaha
i = tingkat suku bunga (discount rate)
t = tahun

Bila Net B/C Ratio>1, maka proyek dinyatakan layak, sedangkan apabila Net
B/C <1, maka proyek tidak layak untuk digunakan.

e.4. Internal Rate of Return (IRR). Adalah tingkat suku bunga yang dapat
membuat besarnya nilai NPV proyek sama dengan nol (NPV = 0), atau dapat
membuat Benefit Cost Ratio sama dengan satu (B/C = 1). Nilai IRR dihitung
dengan cara mencari tingkat bunga positif yang terdekat dengan nol dari arus
benefit atau cost pada tahun yang sama. Rumus IRR adalah:

i1 = nilai discount rate yang NPV bernilai positif


i2 = nilai discount rate yang NPV bernilai negatif
NPV1 = net present value positif
NPV2 = net present value negatif
48 Deciawarman dan Mardji (2011). Pengembangan Jamur Pembentuk Gaharu

Bila IRR>social discount rate atau tingkat bunga pinjaman bank, maka proyek
tersebut layak untuk dilaksanakan, bila IRR lebih kecil dari social discount rate
sebaiknya proyek dibatalkan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 km2 dan luas
perairan kurang lebih 4.097 km2 yang secara geografis terletak antara 115o26'28" BT
 117o36'43" BT dan 1o28'21" LU  1o08'06" LS dengan batas administrasi sebagai
berikut sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Malinau, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur dan Selat Makassar, sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Paser, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Kutai Barat.
Secara administratif Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi dalam 18 wilayah
kecamatan dan 225 desa/kelurahan. Dengan pertumbuhan penduduk 4,13% per
tahun penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 547.422 jiwa (tahun 2005)
dengan kepadatan penduduk rata-rata 20,08 jiwa/km2. Topografi wilayah sebagian
besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam.
Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat di beberapa bagian yaitu
wilayah pantai dan DAS Mahakam. Pada wilayah pedalaman dan perbatasan pada
umumnya merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian 5002000 m dpl.
Karakteristik iklim dalam wilayah Kabupaten Kutai adalah iklim hutan tropika
humida dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara musim kemarau dan
musim hujan. Curah hujan berkisar antara 20004000 mm per tahun dengan
temperatur rata-rata 26oC. Penduduk yang bermukim di wilayah ini terdiri dari
penduduk asli (Kutai, Benuaq, Tunjung, Bahau, Modang, Kenyah, Punan dan
Kayan) dan penduduk pendatang seperti Jawa, Bugis, Banjar, Madura, Buton, Timor
dan lain-lain. Pola penyebaran penduduk sebagian besar mengikuti pola transportasi
yang ada di Sungai Mahakam merupakan jalur arteri bagi transportasi lokal.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar pemukiman penduduk terkonsentrasi di
tepi Sungai Mahakam dan cabang-cabangnya.
Daerah-daerah yang agak jauh dari tepi sungai di mana belum terdapat
prasarana jalan darat relatif kurang terisi dengan pemukiman penduduk. Sebagian
besar penduduk Kutai Kartanegara tinggal di pedesaan, yakni mencapai 75,7% dan
24,3% berada di daerah perkotaan. Sementara mata pencarian penduduk sebagian
besar di sektor pertanian 38,25%, industri/kerajinan 18,37%, perdagangan 10,59 %
dan lain-lain 32,79%.

Kecepatan Tumbuh Miselium


Rata-rata kecepatan tumbuh miselium pada media PDA adalah 10,5 mm/hari,
pada CDA 9,9 mm/hari dan pada SPDA 7,5 mm/hari. Meskipun terdapat selisih
rata-rata panjang miselium di antara ketiga media tersebut, tetapi dengan
menggunakan Anova dengan taraf kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 49

tidak terdapat perbedaan antara ketiga media dalam mempengaruhi pertumbuhan


miselium atau dapat dikatakan bahwa ketiga media tersebut sama baiknya dalam
mempengaruhi pertumbuhan miselium.

Persentase Berkecambah Spora pada Media Potato Dextrose, Carrot Dextrose


dan Sweet Potato Dextrose
Kecepatan berkecambah spora Fusarium sp. pada media cair potato dextrose
lebih cepat dibandingkan dengan carrot dextrose dan sweet potato dextrose. Spora
Fusarium sp. mulai berkecambah dalam waktu 15 jam setelah kontak dengan media
cair potato dextrose, carrot dextrose, sweet potato dextrose dan air suling. Yang
paling cepat mencapai 100% berkecambah yaitu pada air kentang dalam waktu 17
jam setelah kontak, sedangkan pada media carrot dextrose dan sweet potato dextrose
masing-masing mencapai perkecambahan 100% setelah 19 jam setelah kontak
dengan air wortel dan 21 jam pada air ubi jalar. Penyebab utama terjadinya
perbedaan ini dikarenakan faktor eksternal yaitu perbedaan kandungan media.
Kandungan vitamin C pada kentang terlihat jauh melebihi wortel dan ubi jalar
(Tabel 1). Dimungkinkan vitamin C inilah yang menyebabkan cepatnya dan
tingginya persentase spora jamur Fusarium sp. yang berkecambah, karena menurut
hasil penelitian Dolatabadian dkk. (2008), vitamin C memperbanyak perkecambahan
benih bunga matahari dan benih lobak, begitu juga Arafa dkk. (2009) menemukan,
bahwa vitamin C memperbanyak perkecambahan benih gandum.

Tabel 1. Nilai Kandungan Gizi pada Setiap 100 Gram Kentang Wortel dan Ubi Jalar

Kandungan Kentang Wortel Ubi jalar


Energi 321 kJ (77 kcal) 173 kJ (41 kcal) 360 kJ (86 kcal)
Karbohidrat 19 g 9g 20,1 g
Gula 5g 4,2 g
Pati 15 g 12,7 g
Diet serat 2,2 g 3g 3,0 g
Lemak 0,1 g 0,2 g 0,1 g
Protein 2g 1g 1,6 g
Air 75 g
Beta karoten 8285 mg (77%) 8509 mg (79%)
Vitamin A 835 mg (93%) 709 mg (79%)
Thiamine (vit. B1) 0,08 mg (6%) 0,04 mg (3%) 0,1 mg (8%)
Riboflavin (vit. B2) 0,03 mg (2%) 0,05 mg (3%) 0,1 mg (8%)
Niacin (vit. B3) 1,1 mg (7%) 1,2 mg (8%) 0,61 mg (4%)
Vitamin B6 0,25 mg (19%) 0,1 mg (8%) 0,2 mg (15%)
Vitamin B9 (folat) 19 mg (5%) 11 mg (3%)
Vitamin C 20 mg (33%) 7 mg (12%) 2,4 mg (4%)
Kalsium 12 mg (1%) 33 mg (3%) 30 mg (3%)
Besi 1,8 mg (14%) 0,66 mg (5%) 0,6 mg (5%)
Magnesium 23 mg (6%) 18 mg (5%) 25 mg (7%)
Fosfor 57 mg (8%) 35 mg (5%) 47 mg (7%)
Kalium 421 mg (9%) 240 mg (5%) 337 mg (2%)
Sodium (Natrium) 6 mg (0%) 2,4 (0%) 55 mg (2%)
Seng 0,3 mg (3%)
Sumber: Anonim (2011)
50 Deciawarman dan Mardji (2011). Pengembangan Jamur Pembentuk Gaharu

Gejala Pohon yang Terinfeksi Jamur


Gejala infeksi diawali dengan perubahan warna asal kulit batang (keputih-
putihan) menjadi putih keabu-abuan, permukaan kulit lebih kasar dari sebelumnya
dan mudah terkelupas, selanjutnya terjadi pecah-pecah berupa garis-garis yang
halus. Menurut Sumarna (2002), bahwa pohon yang diinokulasi hingga panen
memerlukan waktu sekitar 2 tahun lebih, sedangkan panen total memerlukan waktu
4–5 tahun. Selanjutnya dijelaskan, bahwa suatu pohon yang sudah terbentuk gaharu
memiliki beberapa ciri-ciri yaitu daun pada tajuk pohon sudah menguning bertahap,
daun yang menguning rontok, ranting kehilangan daun dan mulai mengering, proses
pertumbuhan terhenti, ranting dan batang mulai meranggas dan mudah patah, kulit
batang lebih mudah terkelupas dan pecah. Batang, cabang, ranting berwarna putih
serta berserat coklat kehitaman dengan teras kayu merah kecoklatan bila kulitnya
dikupas dan bila dibakar kulit kupasannya akan mengeluarkan aroma harum sebagai
damar atau resin gaharu.
Pada penelitian ini belum memperlihatkan semua gejala seperti yang disebutkan
di atas, hal ini dikarenakan waktu pengamatan hanya 4 bulan setelah inokulasi. Bila
pengamatan dilakukan dalam kurun waktu 2 tahun lebih, diperkirakan kalau pohon
yang dinokulasi tersebut rentan, maka akan memperlihatkan gejala yang sama
dengan yang disebutkan di atas.
Perbedaan diameter ternyata tidak ada hubungannya dengan luas infeksi yang
ditimbulkan. Hal ini diketahui melalui analisis regresi masing-masing dengan
melihat r (koefisien korelasi), hubungan antara diameter pohon dan luas infeksi
mempunyai r = 0,041. Riduwan dan Sunarto (2008) mengemukakan, bahwa kriteria
korelasi adalah 0,8–1 (sangat kuat), 0,6–0,779 (kuat), 0,4–0,599 (cukup kuat), 0,2–
0,399 (rendah), 0,00–0,199 (sangat rendah). Supangat (2008) mengemukakan,
bahwa nilai r tersebut dapat pula diartikan sebagai tingkat kekuatan hubungan antara
dua variabel atau lebih (besarnya kontribusi yang diberikan oleh variabel yang
mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung). Lebih lanjut
dijelaskan oleh Suryadi dan Purwanto (2009), bahwa analisis korelasi adalah suatu
teknik statistik yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan atau korelasi
antara dua variabel, koefisien korelasi dilambangkan dengan r yang menunjukkan
seberapa dekat kombinasi titik antara variabel y dan x pada garis lurus sebagai garis
dugaannya.
Jumlah pohon yang terinfeksi jamur Fusarium sp. dari media cair potato
dextrose, carrot dextrose dan sweet potato dextrose adalah 100%. Luas infeksi yang
terbesar terdapat pada infeksi jamur di dalam media potato dextrose yang lubang
bornya tetap terbuka dengan luas rata-rata 37,2 cm2. Sesuai dengan hasil penelitian
di laboratorium bahwa perkecambahan spora Fusarium sp lebih cepat pada air
kentang, maka setelah diinokulasikan ke batang pohon gaharu juga menghasilkan
infeksi yang lebih luas. Tetapi luas infeksi tersebut tidak berbeda signifikan dengan
luas infeksi oleh spora Fusarium sp. di media wortel dan ubi jalar yang berarti
ketiga media tersebut sama baiknya.
Perlakuan lubang bor (lubang yang terbuka dan tertutup) menyebabkan
perbedaan signifikan terhadap luas infeksi, yang mana lubang yang terbuka
menghasilkan luas infeksi terbesar pada ketinggian 3 m dari permukaan tanah, yaitu
35,6 cm2.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 51

Estimasi Potensi Tegakan Gaharu


Jarak tanam budidaya tanaman gaharu 3x3 m atau 1.111 pohon/ha. Pada umur
24 tahun mengalami kematian sebanyak 30 individu, kemudian umur 48 tahun
terdapat kematian 50 pohon dan mengalami penjarangan sebanyak 50 pohon. Umur
815 terdapat 56 pohon yang mati dan 44 pohon mengalami penjarangan. Umur
1520 tahun terdapat 100 pohon yang mengalami infeksi akibat inokulasi dan umur
2025 terdapat 100 pohon yang terinokulasi, sedangkan yang 50 pohon tidak
terinokulasi. Kematian ini disebabkan adanya kualitas semai dan penyakit tanaman.
Riap maksimum gaharu dicapai pada umur ke-15 tahun sebesar 16,9 m3/ha/thn
namun usaha dilanjutkan sampai umur 25 tahun karena secara finansial belum dapat
menguntungkan.

Estimasi Produksi Gaharu


Tanaman gaharu mulai diinokulasi sekitar umur 45 tahun atau umur inokulasi
2 tahun dengan diameter sekitar 1415 cm. Semakin besar umur inokulasi maka
semakin besar pula total produksinya atau menunjukkan angka kenaikan linier.
Setelah diolah dengan menggunakan rumus regresi mendapatkan persamaan yi =
0,108+0,19 xi dengan koefisien korelasi r sebesar 96,9% yang berarti bahwa
hubungan tersebut sangat signifikan. Total produksi per pohon pada umur 6 sampai
25 tahun adalah 1,25 kg sampai 4,86 kg atau rata-rata 3,06 kg.

Estimasi Pendapatan Pengusahaan Gaharu


Kayu gaharu dapat dipanen mulai pohon berumur 6 tahun hingga 25 tahun dan
dengan harga jual yang berbeda-beda tiap kilogramnya. Besarnya pendapatan dari
panen gaharu dihitung dengan menggunakan rumus yi = 0,108+0,19 xi.
Pada umur 6 tahun hingga 25 tahun, produksi gaharu mengalami kenaikan, hal
ini disebabkan karena semakin tua umur pohon gaharu maka produksi gaharu juga
semakin besar dan hal ini diikuti juga oleh harga jualnya yang semakin tinggi. Harga
jual kayu gaharu berkisar antara Rp30.000–2.000.000,-/kg. Maka hal ini juga
berpengaruh terhadap pendapatan yang semakin meningkat.

Analisis Finansial Pengusahaan Gaharu


Pengusahaan tanaman gaharu pada media potato dextrose meliputi biaya yang
pernah dikeluarkan, prediksi biaya sampai akhir daur, estimasi pertumbuhan gaharu,
harga gaharu per kilogram, berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Daur estimasi tegakan gaharu adalah 25 tahun.
b. Biaya pengusahaan gaharu adalah berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK) yang
dibutuhkan. Upah tenaga kerja per hari adalah Rp50.000,-.
c. Estimasi produksi (fisik) ditentukan berdasarkan daur, kelas diameter dan total
volume gaharu.
d. Harga gaharu berdasarkan harga yang berlaku di pasaran.
52 Deciawarman dan Mardji (2011). Pengembangan Jamur Pembentuk Gaharu

Untuk memudahkan perhitungan analisis finansial, diuraikan biaya-biaya yang


dikeluarkan maupun prediksi biaya yang pernah dikeluarkan sampai akhir daur.
Rincian biaya-biaya ini diuraikan adalah sebagai berikut:
1. Biaya tetap. Adalah biaya yang jumlahnya selalu tetap (constant) dan tidak
dipengaruhi oleh jumlah volume produksi yang dihasilkan. Komponen biaya
tetap dalam pengusahaan gaharu adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan. Perencanaan untuk kegiatan ini termasuk pembuatan tata batas
lahan, asumsi biaya yang dikeluarkan adalah Rp50.000,-/ha, untuk setiap
hektarnya dianggap sama.
b. Pajak bumi dan bangunan. Pembiayaan pajak bumi dan bangunan dalam
pengusahaan ini dari tahun pertama pengelolaan sampai akhir daur
diasumsikan sebesar Rp50.000,-/ha per tahun, untuk setiap hektar yang
diusahakan dianggap sama.
c. Pondok jaga. Pembuatan pondok jaga dilakukan pada awal penanaman. Tidak
semua responden membuat pondok untuk mengusahakan tanaman gaharu,
dikarenakan lokasi perkebunan berdekatan dengan tempat tinggal. Untuk
kepentingan analisis finansial biaya pondok yang digunakan adalah biaya rata-
rata yang diasumsikan sebesar Rp350.000,-. Pondok ini pada umumnya dapat
digunakan selama 5 tahun, sehingga setiap 5 tahun akan dilakukan renovasi
dan perbaikan dengan biaya perbaikan sebesar Rp250.000,-.
d. Gaji karyawan/manajemen biaya. Besar gaji karyawan yang dikenakan di sini
adalah sama setiap tahunnya mulai awal kegiatan sampai akhir daur
pengusahaan yaitu sebesar Rp2.000.000,-. Gaji yang diperoleh di sini adalah
gaji pokok di luar gaji borongan yang dibayar setiap melakukan kegiatan.

2. Biaya tidak tetap (biaya variabel). Adalah biaya yang jumlahnya akan berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya tidak tetap dalam
pengusahaan gaharu berbeda untuk setiap kegiatan dengan rincian biaya setiap
hektarnya adalah sebagai berikut:
a. Persiapan lahan. Kegiatan persiapan lahan ini adalah untuk memberantas
tumbuhan liar, rumput, semak, tumbuhan berkayu yang tidak diinginkan
hingga bersih dengan perlakuan ditebas dan ditebang. Persiapan lahan
menggunakan tenaga kerja sebanyak 25 orang selama 4 hari, maka biaya yang
diperlukan untuk persiapan lahan adalah Rp50.000,- x 25 orang x 4 hari =
Rp5.000.000,-/ha, untuk setiap hektarnya dianggap sama.
b. Pengadaan bibit dan pengangkutan bibit. Pengadaan bibit gaharu per
hektarnya bervariasi dengan asumsi harga bibit gaharu sebesar Rp3.000,-
/bibit. Pengangkutan bibit gaharu sebesar Rp100,-/bibit dari lokasi persemaian
sampai ke lokasi dekat penanaman, kemudian diangkat lagi hingga ke lubang
tanam. Kegiatan ini dilakukan pada awal tahun penanaman. Jadi besarnya
biaya bibit gaharu dengan jarak tanam 3x3 m sebanyak 1.111 bibit/ha adalah
Rp3.000,-x1.111 = Rp3.333.000,- sedangkan besarnya biaya angkut bibit
sebesar Rp111.000,- dan untuk setiap hektar dianggap sama.
c. Penanaman. Kegiatan penanaman gaharu meliputi pembuatan lubang tanam,
penanaman bibit gaharu dan pemberian pupuk. Kegiatan ini dilakukan di awal
tahun pengelolaan, besarnya biaya penanaman adalah Rp300,-/bibit, jadi
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 53

besarnya biaya untuk penanaman sebesar Rp300,-x1.111 = Rp333.300,-/ha,


untuk setiap hektar dianggap sama.
d. Inokulasi. Pada umur 4, 5, 6, 7 dan 8 tahun pohon gaharu bisa diinokulasi
dengan Fusarium sp. agar dapat menghasilkan gaharu kelas kemedangan dan
kelas super dan pada umur 8 tahun dilakukan inokulasi untuk sulaman
sebanyak 20%. Biaya inokulan dan biaya inokulasi 1 pohon gaharu sebesar
Rp130.000,- yang meliputi biaya inokulan, alat inokulasi dan menginokulasi
pohon. Inokulasi terhadap 750 pohon dibagi menjadi lima kali yaitu pada
umur 4, 5, 6, 7 dan 8 tahun dengan setiap umur masing-masing memerlukan
biaya sebesar Rp32.500.000,-, Rp26.000.000,-, Rp13.000.000,-,
Rp.13.000.000,- dan Rp13.000.000,- untuk setiap hektarnya dianggap sama.
e. Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan adalah berupa penyiangan tanaman
terhadap gulma, rumput liar dan penyakit. Kegiatan pemeliharaan ini
dilakukan selama tiga tahun, masing-masing memerlukan 10 tenaga kerja
dengan total biaya pemeliharaan pada tahun pertama, kedua dan ketiga
berturut-turut sebesar Rp500.000,-, Rp500.000,- dan Rp500.000,-.
f. Pupuk dan pemupukan. Pemupukan dilakukan pada awal penanaman sampai
dengan umur kedua dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan tanaman
gaharu. Pemupukan dilakukan dua kali dalam satu tahun. Pupuk yang
digunakan berupa pupuk kimia dan kompos. Harga pupuk kimia sebesar
Rp5.000,-/kg dan pupuk kompos sebesar Rp1.500,-/kg. Banyaknya pupuk
kimia yang diperlukan dalam 1 hektar selama tahun ke nol, satu dan dua
masing-masing sebanyak 25 kg/ha, sedangkan banyaknya kompos yang
diperlukan masing-masing sebesar 30 kg/ha. Untuk pelaksanaan pemupukan
per hektarnya diperlukan tenaga kerja sebanyak 10 orang. Jadi besarnya biaya
pemupukan diasumsikan sebesar 10 HOK x Rp50.000,-/HOK = Rp500.000,-
setiap tahun masing-masing pada tahun ke nol, pertama dan kedua.
g. Peralatan. Jenis peralatan yang digunakan dalam pengusahaan gaharu adalah
parang, cangkul, ember, kapak, mesin bor dan gergaji. Peralatan-peralatan ini
diperhitungkan masa pakainya dengan asumsi setiap lima tahun sekali
dilakukan pergantian alat sampai akhir daur pengusahaan. Besarnya biaya
peralatan diasumsikan sebesar Rp1.000.000,-.
h. Pemanenan. Kegiatan pemanenan gaharu meliputi dua hal yaitu pemanenan
gaharu dari hasil penjarangan dan panen total. Pemanenan gaharu dimulai
pada umur pohon 6 tahun hingga 25 tahun. Besarnya biaya pemanenan per
tahun diasumsikan berkisar antara Rp30.000,- sampai Rp2.000.000,- yang
tergantung dari besarnya diameter.

Berdasarkan aliran kas pengusahaan gaharu, maka dapat disusun perhitungan


secara sederhana berjangka waktu usaha, keuntungan dan nilai discount factor (DF).
Berikut analisis finansial pengusahaan gaharu pada media cair potato dextrose:
a. Analisis payback period. Merupakan jangka waktu periode yang diperlukan untuk
membayar kembali atau mengembalikan semua biaya-biaya yang telah
dikeluarkan. Hasil analisis payback periode diperoleh jangka waktu pengembalian
investasi selama 15,3 tahun.
54 Deciawarman dan Mardji (2011). Pengembangan Jamur Pembentuk Gaharu

b. Net present value (NPV). Berdasarkan analisis finansial model NPV, bahwa pada
jangka waktu 25 tahun tampak layak sampai dengan discount rate 15% dan 20%
yaitu dengan NPV sebesar Rp117.743.000,- dan Rp14.476.000,- sedangkan untuk
discount rate 25% nilai NPV sebesar -Rp20.129.000,-. Pada tahun ini
ketidaklayakan usaha dapat dilihat pada discount rate 25%.
c. Net benefit cost ratio (net B/C ratio). Berdasarkan analisis finansial pengusahaan
gaharu, bahwa usaha pada tahun ke-25 terlihat adanya kelayakan usaha pada
discount rate 15% dan 20% dengan nilai masing-masing sebesar 2,70 dan 1,25.
Pada discount rate 25% tidak menunjukkan kelayakan usaha dengan nilai 0,61
(net B/C ratio lebih kecil dari 1).
d. Internal rate of return (IRR). Berdasarkan hasil perhitungan internal rate of retun
(IRR), untuk discount rate yang layak adalah sebesar 21,5% pada tahun
pengusahaan 25 tahun. Dari hasil analisis finansial pengusahaan gaharu, baik
NPV, net B/C ratio maupun IRR, maka nilai discount rate tertinggi yang dianggap
layak adalah 21,4% yang lebih besar dari nilai social discount rate (SDR) yaitu
tingkat inflasi sebesar 10%.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Pertumbuhan miselium pada media PDA, CDA dan SPDA tidak terdapat
perbedaan, artinya sama baiknya dalam mempengaruhi pertumbuhan miselium.
Perkecambahan spora pada media cair potato dextrose adalah yang paling cepat,
yaitu mencapai 100% berkecambah daripada pada media carrot dextrose dan sweet
potato dexrose dengan masing-masing waktu perkecambahan spora adalah 17 jam,
19 jam dan 21 jam. Luas infeksi bila menggunakan spora di media cair potato
dextrose, carrot dextrose dan sweet potato dextrose masing-masing adalah 37,2 cm2,
34,2 cm2 dan 28,3 cm2, namun secara statistik tidak berbeda signifikan yang berarti
ketiga media tersebut sama baiknya dalam menginfeksi pohon gaharu.
Lubang inokulasi yang tetap terbuka adalah yang paling cepat untuk
perkembangan infeksi jamur Fusarium sp. daripada yang ditutup. Pada ketinggian
inokulasi 3 m, perkembangan infeksi jamur juga paling cepat.
Biaya awal yang diperlukan selama 5 tahun sebelum mendapatkan hasil awal
investasi sebesar Rp84.487.000,- dengan waktu pengembalian modal investasi
(payback period) selama 15,3 tahun dari jangka waktu usaha 25 tahun. Produksi
gaharu pada media cair potato dextrose dengan umur pohon 625 tahun mengalami
kenaikan yang linier dengan persamaan yi = 0,108+0,91 xi dengan koefisien korelasi
(r) sebesar 96,9%. Total produksi per pohon pada umur 625 tahun adalah
1,254,86 kg atau rata-rata 3,06 kg.
Budidaya tanaman gaharu dengan bahan inokulasi spora di dalam media cair
potato dextrose layak diusahakan berdasarkan analisis finansial NPV dengan tingkat
bunga 15% dan 20% berturut-turut sebesar Rp117.743.000,- dan Rp14.476.000,-
B/C ratio berturut-turut sebesar 2,70 dan 1,25 dengan nilai IRR sebesar 21,5%.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 55

Saran
Untuk menginokulasi pohon gaharu disarankan agar menggunakan jamur dalam
media cair potato dextrose sebagai pilihan pertama, media cair carrot dextrose
sebagai pilihan kedua dan media cair sweet potato dextrose sebagai pilihan ketiga.
Berdasarkan perhitungan NPV, Net B/C ratio dan IRR kegiatan ini layak untuk
dilaksanakan, maka sudah saatnya pemilik modal berinvestasi untuk budidaya
gaharu.
Kegiatan budidaya gaharu perlu disosialisasikan ke daerah-daerah yang sudah
lama dikenal sebagai penghasil gaharu dalam upaya meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat pemungut gaharu.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Kebijakan Pengembangan Usaha Budidaya Gaharu. Departemen Kehutanan,
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Jakarta, 11 h.
Anonim. 2004. Budidaya dan Rekayasa Produksi Gaharu. Tim HHBK & Mikrobiologi
Hutan. Badan Litbanghut, Puslibanghut dan Konservasi Alam, Bogor, 17 h.
Anonim. 2011. Kandungan Gizi Kentang. http://eemoo-esprit.blogspot.com/2010/10/
kentang-potato.html#comment-form
Arafa, A.A.; M.A.. Khafagy and M.F. El-Banna. 2009. The Effect of Glycinebetaine or
Ascorbic Acid on Grain Germination and Leaf Structure of Sorghum Plants Grown
under Salinity Stress. Australian Journal of Crop Science 3 (5): 294304.
Bunna, B. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Dolatabadian, A. and S.A.M. Modares-Sanavy. 2008. Effect of the Ascorbic Acid,
Pyridoxine and Hydrogen Peroxide Treatments on Germination, Catalase Activity,
Protein and Malondialdehyde Content of Three Oil Seeds. Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj
36 (2): 6166.
Riduwan dan Sunarto. 2008. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial,
Ekonomi dan Bisnis. Penerbit Alfa Beta, Bandung. 368 h.
Sumarna, Y. 2002. Budidaya Gaharu. Seri Agribisnis. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
78 h.
Supangat, A. 2008. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik.
Penerbit Prenada Media Group, Bandung. 413 h.
Suryadi dan Purwanto. 2009. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta. 398 h.

You might also like