Ungkapan Kemponan Dan Makna Simbolis Tentang Makanan Pada Masyarakat Kalimantan Barat

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Nindwihapsari

Ungkapan Kemponan dan Makna Simbolis tentang Makanan pada Masyarakat Kalimantan Barat

UNGKAPAN KEMPONAN DAN MAKNA SIMBOLIS TENTANG


MAKANAN PADA MASYARAKAT KALIMANTAN BARAT

KEMPONAN EXPRESSION AND MEANING OF SYMBOLS ON THE FOOD


OF THE PEOPLES OF WEST KALIMANTAN

Nindwihapsari
Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta
Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Kotabaru, Gondokusuman, D.I. Yogyakarta
Pos-el: [email protected]

Abstract
In anthropology, food is considered as cultural phenomenon that bears meaning and has four symbolic function, such as
social, group solidarity, food and soul tense, and symbolism of food in language. To enhance symbolic meaning of food,
these functions were sometimes linked to beliefs and superstitions supported by sanction, that is superstitious and concrete
punishment. The sanction took its form in kemponan expression. Kemponan is the belief of the society of West
Kalimantan that emerge in the context of ignoring food and beverages offer to someone. In the culture of offering food
and beverages, it is believed that person a who did not touch one serving that was offered, will meet disaster. This writting
slightly discussed about kemponan expression in cultural perspective. The methods used is qualitative descriptive.
Source of the data is oral and written one. Source of oral data gained by observation, while written one gathered by
scripts of folk tales that has been published. The technique of data collecting of the oral and written data are interview
and taking notes. Finally, the writting is narrowed down to an insight that an expression, despite assumed as a media
to express sense and sensibility, may show cultural events in each region, like kemponan expression that took root in
oral tradition of West Kalimantan society.
Keywords: food, kemponan, symbolic

Abstrak

Makanan, dipandang dari sudut pandang ilmu antropologi, merupakan fenomena kebudayaan yang
memiliki arti dan mengandung empat fungsi simbolis, yaitu (1) ikatan sosial, (2) solidaritas kelompok,
(3) makanan dan ketegangan jiwa, dan (4) simbolisme makanan dalam bahasa. Untuk memperkuat
makna simbolik makanan, seringkali fungsi tersebut dikaitkan dengan kepercayaan atau takhayul
yang didukung oleh sanksi yang berupa hukuman konkret dan gaib. Sanksi tersebut terwujud dalam
ungkapan kemponan. Kemponan merupakan sebuah kepercayaan masyarakat Kalimantan Barat yang
muncul dalam konteks pengabaian tawaran makan dan minum pada seseorang. Dalam budaya
menawarkan makanan atau minuman dipercaya bahwa orang yang tidak menyentuh sama sekali
hidangan yang ditawarkan padanya akan mendapat musibah.Tulisan ini mengkaji sepintas lalu
ungkapan kemponan dalam perspektif budaya. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Sumber data dalam tulisan ini adalah lisan dan tulisan. Sumber data lisan diperoleh melalui observasi,
sedangkan sumber data tulisan diambil dari naskah cerita rakyat yang dibukukan. Teknik yang
dilakukan dalam pemerolehan kedua data tersebut adalah teknik wawancara dan catat. Pada akhirnya,
tulisan ini mengerucut pada pemahaman bahwa sebuah ungkapan, di samping dianggap sebagai
media untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, juga bisa menunjukkan peristiwa budaya yang
ada di masing-masing daerah, seperti halnya ungkapan kemponan yang telah mengakar dalam tradisi
lisan masyarakat Kalimantan Barat.
Kata kunci: makanan, kemponan, simbolis
1. PENDAHULUAN secara berkesinambungan antargenerasi. Tradisi
Latar belakang ini dapat diwujudkan dalam pemakaian bahasa,
Tradisi lisan merupakan budaya yang terjadi termasuk di dalamnya adanya kemunculan

219
Kadera Bahasa Volume 8 No. 2 Edisi Agustus 2016

ungkapan (Yusriadi & Hermansyah, 2003:67). tersebut dimanfaatkan untuk bergerak sesuai
Hal ini juga terjadi pada masyarakat Kalimantan dengan yang kita inginkan. Makanan dan
Barat. Dua cuplikan berikut merupakan contoh minuman bukan hanya merupakan bagian
ungkapan yang menggambarkan sebuah tradisi dari upaya mempertahankan hidup, tetapi juga
di Kalimantan Barat dalam menawarkan merupakan sebuah fenomena kebudayaan yang
makanan dan minuman pada seseorang. ditentukan oleh kebudayaan masing-masing
kolektif (Danandjaja, 2007:182). Dengan
“Ambek sikit jak lok, biar tak kemponan bah”. kata lain, makanan merupakan suatu simbol
‘Ambillah barang sedikit, supaya tidak kemponan’.
yang memberikan ciri pembeda antara satu
“Raselah dolo’, jamah kalo takmao’ makan, takut
kemponan bah”. kebudayaan dengan kebudayaan lain. Dari sudut
‘Cicipilah dulu, pegang saja kalau tidak mau pandang ini pula makanan memiliki beragam
makan, takut kemponan’. arti simbolik, satu di antaranya adalah arti sosial
yang berfungsi sebagai alat untuk mempererat
Sebuah pengalaman lain diceritakan oleh kesatuan masyarakat. Untuk memperkuat arti
P. Florus, seorang freelancer sebuah surat kabar simbolik tersebut seringkali fungsi makanan
harian, yang dimuat dalam surat kabar Borneo dihubungkan dengan takhayul (Danandjaja,
Tribune, pada edisi Kamis, 19 Mei 2011. Pada 2007:187).
waktu itu beliau sedang mengendarai mobil Berkaitan dengan takhayul, masyarakat
dan berhenti di perempatan lampu merah saat Kalimantan Barat memiliki ungkapan
sebuah mobil kijang menabrak mobilnya dari kemponan. Menurut seorang informan, kemponan
belakang. Singkat cerita, si penabrak meminta merupakan suatu kewajiban (dalam hal ini
maaf dan bersedia mengganti kerusakan mobil makan dan minum) yang harus dilakukan
Pak Florus. Sembari menanti mobil diperbaiki, sebelum melakukan sesuatu dan apabila
si penabrak menceritakan perihal kejadian yang kewajiban tersebut tidak dilakukan maka
dia alami sebelum tertimpa musibah, yakni akan terjadi sebuah musibah. Informan lain
dia menolak ajakan makan saudaranya dengan mengatakan bahwa kemponan merupakan akibat
alasan masih kenyang, serta diperkuat dengan dari pengabaian atau ketidakpedulian terhadap
alasan akan segera mengantarkan tetangga yang makanan yang ditawarkan. Informan lain lagi
sedang sakit ke rumah sakit. Namun, dia yakin menambahkan bahwa kemponan merupakan
benar bahwa musibah yang menimpa dirinya sebutan untuk semacam kecelakaan, entah
adalah karena kemponan. itu terjatuh, terluka, hampir mati, atau segala
Ketiga situasi di atas merupakan macam musibah lain yang diakibatkan oleh
penggambaran sebuah tradisi lisan yang disebut penolakan terhadap rezeki yang seharusnya ia
kemponan. Dari penggambaran tersebut, ada terima. Sejalan dengan pemahaman yang telah
tiga situasi yang tertangkap, yakni: penawaran terkonsep dalam diri masyarakat, arti ungkapan
makanan dan minuman, penolakan, dan kemponan yang dapat ditemukan dalam Kamus
musibah. Dalam kehidupan sehari-hari, Bahasa Melayu Nusantara (2003:1277--1278)
makanan dan minuman sangat dibutuhkan adalah ingin benar (akan); sangat ingin (akan);
oleh tubuh untuk mendapatkan energi. Energi selalu ingat (akan). Arti lain dari ungkapan

220
Nindwihapsari
Ungkapan Kemponan dan Makna Simbolis tentang Makanan pada Masyarakat Kalimantan Barat

ini adalah berasa kecewa (hampa) karena (Pujileksono, 2006:20). Selanjutnya, Pujileksono
tidak tercapai sesuatu keinginan atau idaman mengemukakan definisi kebudayaan menurut
(kadangkala secara kebetulan ditimpa pula Kottak, yakni sebagai keyakinan dan perilaku
sesuatu kecelakaan); kapunan. Sementara itu, adat istiadat yang diperoleh manusia sebagai
kata kapunan sendiri memiliki dua arti, (1) anggota masyarakat. Sementara itu, menurut
mendapat kecelakaan yang dipercayai akibat Lowie (sebagaimana dirangkum oleh
menolak atau menangguhkan ajakan seseorang Pujileksono) kebudayaan adalah penjumlahan
untuk menjamah makanan atau minuman; total apa yang dicapai oleh individu dari
dan (2) merasa kecewa karena tidak mendapat masyarakatnya, keyakinan-keyakinan, adat
sesuatu yang diinginkan atau diidamkan istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan
(2003:1182). makan, dan ukir-ukiran yang dimilikinya--
Berdasarkan latar belakang tersebut, sebagai warisan masa lampau yang disampaikan
masalah dalam tulisan ini adalah ungkapan melalui pendidikan formal atau tidak formal
apa sajakah yang dapat dijadikan penawar/ (Pujileksono, 2006:21). Satu hal yang menarik
untuk menghindari kemponan dan apakah dari pendapat ketiga pakar tadi adalah adanya
makna simbolis yang tersirat dalam ungkapan- kesamaan persepsi tentang kepercayaan dan
ungkapan itu. keyakinan, dengan kebiasaan makan masuk
di dalamnya. Sementara, kemponan adalah
2. KAJIAN TEORI suatu kepercayaan atau bahkan takhayul
Masyarakat Kalimantan Barat yang beraneka dari masyarakat Kalimantan Barat yang
suku dan budaya merupakan lahan yang berhubungan dengan masalah makanan.
luas untuk diselami dengan berbagai kajian. Kemponan menjadi unik karena sesaat
Kalimantan Barat yang merupakan rumah bagi setelah diucapkan sebagai sebuah ungkapan,
banyak suku bangsa dan beragam adat serta secara sadar maupun tidak, selalu ada respon
budayanya memperlihatkan dinamika yang yang mengikutinya. Ungkapan ini sangat
tinggi (Salim, 2005:3). Sebut saja suku yang berkaitan erat dengan kepercayaan rakyat.
mendiaminya, antara lain Dayak, Melayu, Cina, Kepercayaan rakyat atau seringkali disebut
Madura, Bugis, Jawa, dan Sunda. Semua suku takhayul adalah kepercayaan yang oleh orang
yang telah disebutkan tadi membaur, begitu yang berpendidikan Barat dianggap sederhana,
pula dengan kebudayaan yang dibawa oleh tidak berdasarkan logika sehingga secara ilmiah
masing-masing suku. tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mereka
Pujileksono dalam bukunya merangkum memandang rendah kepercayaan rakyat/
definisi tentang kebudayaan dari tiga tokoh takhayul dengan anggapan hal ini tidak modern
berikut. Tylor mengemukakan bahwa dan bodoh (Danandjaja, 2007:153). Namun,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang sikap ini tidak dibenarkan karena takhayul tidak
kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, hanya mencakup kepercayaan (belief), melainkan
kesenian, hukum, moral, adat, dan berbagai juga kelakuan (behavior), dan pengalaman-
kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh pengalaman (experiences). Di samping itu, pada
manusia sebagai anggota masyarakat kenyataannya, dapat dikatakan bahwa tidak

221
Kadera Bahasa Volume 8 No. 2 Edisi Agustus 2016

ada orang, yang bagaimana pun modernnya, primer diperoleh melalui observasi terhadap
dapat bebas dari takhayul, baik dalam hal kepercayaan yang berkembang di masyarakat
kepercayaannya maupun dalam hal kelakuannya dan wawancara dengan informan sebagai
(Bruvand, 1968:178 dalam Danandjaja, upaya penggalian informasi yang berkaitan
2007:153--154). Alan Dundes mendefinisikan dengan ungkapan kemponan. Informan yang
takhayul sebagai ungkapan tradisional dari satu dimaksud adalah masyarakat atau orang yang
atau lebih syarat, dan satu atau lebih akibat. dianggap mengetahui masalah yang dikaji,
Beberapa dari syaratnya bersifat tanda dan yaitu masyarakat atau orang yang menggunakan
yang lainnya bersifat sebab (1968:25--26 dalam ungkapan yang dimaksud.
Danandjaja, 2007:155). Sementara itu, data sekunder diambil dari
Takhayul pada umumnya diwariskan melalui naskah cerita rakyat yang dibukukan. Sumber
media tutur dan memiliki tiga struktur, yaitu yang dimaksud adalah sebuah cerita rakyat yang
tanda, akibat, dan perubahan dari suatu keadaan berjudul Batu Ballah. Pemilihan naskah cerita ini
ke keadaan lain (konversi). Danandjaja, dalam sebagai data sekunder dilatarbelakangi oleh isi
bukunya (2007:154--155) memberikan contoh cerita yang mengandung tradisi lisan kemponan.
takhayul yang memiliki tiga struktur ini pada
sebuah kepercayaan dari daerah Jawa Timur, 4. PEMBAHASAN
yaitu “Jika engkau menjatuhkan dandang 4.1 Cerita Lisan dan Kemponan
nasimu yang sedang kau pergunakan untuk Sebagai cermin bagaimana masyarakat
masak, sehingga isinya tumpah berantakan Kalimantan Barat meyakini terjadinya kemponan
(tanda), engkau akan menjadi gila (akibat), dapat disimak cerita lisan singkat Batu Ballah
namun engkau tidak akan menjadi gila apabila Batu Betangkup (Batu Belah Batu Bertangkup)
engkau mengitari dandang itu dalam keadaan yang telah dibukukan berikut ini.
telanjang tubuh sambil menari-nari (konversi).” Di suatu desa yang tidak jauh dari pantai
hiduplah sebuah keluarga yang miskin. Keluarga
Dari contoh tersebut, dapat diasumsikan bahwa
tersebut hanya terdiri dari ibu dan tiga anaknya.
“konversi” mempunyai fungsi yang sama Ibu tersebut dalam keadaan hamil dan sedang
dengan ilmu gaib karena merupakan suatu mengidam. Pada suatu pagi, ibunya berniat
tindakan untuk mengubah sesuatu dengan cara makan telur tembakul yang memang kebetulan
rumahnya tidak jauh dari pantai. Berpesanlah
gaib.
ibu tersebut pada anaknya, “Anak-anakku, ibu
akan pergi nangguk (aktivitas menangkap ikan
3. METODOLOGI dan sebagainya menggunakan tangguk) ke
Metode dalam kajian ini adalah deskriptif pantai untuk mencari telur tembakul. Ibu ingin
sekali makan telur tembakul. Kak Long…(pesan
kualitatif sehingga semua pemahaman,
ibu pada anaknya yang tua) jagalah adik-adikmu
penjelasan, dan temuan dideskripsikan kalau ibu lama baru pulang, susu adikmu ada
dalam bentuk uraian kalimat-kalimat sebagai dalam garung (bambu) dan nasi ada dalam bakul,
hasil penafsiran berdasarkan data penelitian jaga adikmu dan jangan ke mana-mana! Mudah-
mudahan ibu cepat kembali dan membawa telur
(Spradley, 2007:38).
tembakul.” “Baiklah, Bu,” jawab anaknya yang
Data dalam tulisan ini ada dua, yaitu data paling tua.
primer dan sekunder (Coulon, 2008: 46). Data Berangkatlah ibu tersebut ke arah pantai,

222
Nindwihapsari
Ungkapan Kemponan dan Makna Simbolis tentang Makanan pada Masyarakat Kalimantan Barat

air laut dalam keadaan surut. Udara pagi itu cita. “Ibu hanya dapat tiga butir telur, Nak.
cukup dingin dan tampak matahari mulai Tolong direbus!” pinta ibunya kepada anak
bersinar. Tembakul adalah jenis ikan amfibi yang yang tua. “Ibu capek dan akan mandi dulu ke
dapat hidup di dua alam. Bentuknya agak kecil belakang,” sambil menyimpan alat tanggukan
dari ikan gabus, namun kedua matanya agak dan perbekalan, “Kita makan sama-sama
menonjol ke depan. Ia suka membuat lubang di nantinya.” Itulah pesan ibu tersebut kepada
tepi pantai yang ada saluran muara dan tinggal anaknya. “Baik, Bu.” Sahut anaknya yang tua. Si
di dalam lubang tersebut. Ia akan keluar apabila ibu berjalan ke belakang rumah menuju telaga
air dalam keadaan surut dan berjemur di panas untuk mandi. Telaga itu agak jauh dari rumah,
matahari. karena kalau terlalu dekat airnya asin.
Hampir setengah hari si ibu berjalan di tepi Tiga butir telur tembakul direbus dalam belanga
pantai yang berlumpur. Akan tetapi, belum satu dan sebentar saja telur itu sudah matang. Di saat
pun telur tembakul yang ia temukan. Bajunya menanti si ibu pulang, adiknya menangis dan
yang compang-camping hampir sebagian minta makan karena lapar, Kak Long memberi
ditutupi oleh lapisan tanah. Bau tanah dan laut nasihat pada adik-adiknya agar makan bersama
merupakan hal biasa bagi kehidupan ibu yang ibu mereka nanti karena demikianlah pesan si
miskin tersebut. Apalagi ia dalam keadaan ibu. Oleh karena tidak tahan mendengar tangis
mengidam, suami telah tiada, siapa lagi yang adiknya, ia pun memberikan dua butir telur pada
akan menghidupi anaknya kalau bukan ibu itu kedua adiknya. Sebentar saja telur itu dilahap
sendiri. oleh kedua adiknya. Akan tetapi, karena masih
Panas menyengat dan mulai memudar, merasa lapar, adiknya yang bungsu minta satu
membuat si ibu kelelahan. Ia mulai mencuci butir lagi. Kakaknya mengingatkan lagi. “Kalau
tangannya dengan air muara yang sedikit telur ini habis dimakan, nanti ibu kemponan,
tersisa. Kemudian ia naik ke atas dan membuka Dik.” Adiknya yang kecil tidak tahu arti
bungkusan yang ia bawa dari rumah. Dengan kemponan, yang ia lakukan hanyalah menangis
lahap ia makan nasi seadanya yang dibungkus kembali dan meminta telur yang tersisa. Tidak
dengan pelepah pinang, sambal terasi dan lalap tahan mendengar tangis adiknya, akhirnya telur
daun pegaga. tembakul yang tersisa itu diberikan juga pada
Ia teringat anaknya di rumah, sudahkah adiknya yang bungsu.
mereka makan? Atau belum, atau anaknya Tak lama kemudian, si ibu datang dan
yang masih kecil sedang menangis? Pikirannya masuk ke rumah. Setelah berganti pakaian,
menerawang, merenungi nasib sambil ia langsung menuju dapur. “Kak Long, ajak
menikmati rahmat Tuhan yang ia kunyah. Si ibu adik-adikmu makan bersama. Kita makan telur
tertunduk dan matanya tertahan pada keranjang tembakul bersama, Ibu sudah tidak tahan lagi
rotan kecil berisi dua butir tembakul. “Dalam untuk menikmatinya,” kata si ibu. “Telur itu
setengah hari, bahkan lewat, aku baru dapat dua sudah habis dimakan adik, Bu,” jawab anaknya
butir telur,” katanya sambil meneguk air dalam yang tua. Terkejutlah si ibu, sambil meneteskan
garung yang ia bawa dari rumah. “Akan kucoba air mata karena sedih ia berkata “Tega benar
lagi,” pikir si ibu, “Mudah-mudahan dalam satu anak-anakku, tak satu pun telur yang disisakan
jam akan kudapat lagi telur tembakul itu.” untukku. Aku benar-benar kemponan telur
Satu jam kemudian, air mulai pasang, si ibu tembakul. Kalau memang kalian tidak sayang
naik ke atas tebing dan dengan sempoyongan ia lagi padaku, lebih baik aku pergi dan ditangkap
pulang ke rumahnya. Dalam waktu satu jam itu, ia oleh batu betangkup yang ada di pantai sana.”
hanya memperoleh tiga telur tembakul “Mudah- Sebelum pergi, si ibu masih sempat berpesan
mudahan dengan tiga butir telur tembakul, dapat kepada anaknya “Air susu adikmu ada dalam
menghilangkan rasa kemponanku,” kata ibu itu garung, dan nasi adikmu ada dalam bakul.”
sambil berjalan pulang. Si ibu pergi menuju pantai, hari semakin sore
Hari menjelang sore, ketika ia tiba di rumah. dan menjelang gelap. Sambil menangis, si ibu
Ia disambut oleh anak-anaknya dengan suka menyesali tindakan anak-anaknya. Kemudian

223
Kadera Bahasa Volume 8 No. 2 Edisi Agustus 2016

terdengar sayup-sayup nyanyian si ibu di pantai. makanan yang dipersembahkan kepadanya


Nyanyiannya pilu dan menandakan kepedihan. berarti menerima dan mengakui perasaan
Batu Ballah Batu Betangkup. Tangkap aku sampai
yang diungkapkannya dan membalasnya
biji asamku, sebab kemponan telur tembakul.
(Kop), batu pun menangkup bagian telapak sesuai dengan itu. Dengan kata lain, menolak
kaki si ibu tersebut. Di rumah, si anak yang persembahan makanan berarti menolak
sulung mendengar nyanyian pilu si ibu, maka uluran cinta atau persahabatan, bahkan
ia pun bernyanyi menyuruh ibunya pulang.
menunjukkan rasa permusuhan pada orang
“O…o…o…Mak… o…mak…si pulang uddeh….
Adek menangis kelaparan susu.” Si ibu menjawab yang memberikannya. Konteks penolakan
dengan suara tinggi dan pilu, “Susu adekmu ade inilah yang muncul ungkapan kemponan.
dalam garung, nasi adekmu ada dalam bakol.” Kemponan sendiri kurang lebih dapat dimaknai
Suara ibu dan anak saling bertaut, sama-sama
sebagai situasi bahaya yang disebabkan oleh
menandakan penyesalan.
Batu Ballah menangkap si ibu secara keinginan seseorang untuk makan dan minum
bertahap sesuai dengan permintaan si ibu, mulai yang sudah ditawarkan, tetapi tidak dipenuhi.
dari telapak kaki, batas lutut, pinggang, dada, Situasi ini memungkinkan seseorang terancam
leher dan akhirnya ujung rambut. Pada tiap-
digigit binatang tertentu, seperti ular, lipan,
tiap batas tangkupan diawali dengan nyanyian,
dan dijawab oleh si anak dengan nyanyian yang kala atau jatuh karena dijuk antu (didorong
pilu pula. Akhirnya, si ibu meninggalkan anak- hantu) (Hermansyah, 2010:49--50). Biasanya,
anaknya karena kemponan telur tembakul dengan seseorang yang tidak memenuhi keinginan dan
cara ditangkup oleh Batu Ballah Batu Betangkup
tawaran untuk makan atau minum tersebut,
(Rahmawati & Neni, 2005).
bila mendapat kemalangan seperti luka, jatuh
atau digigit binatang berbisa dipercayai berlaku
4.2 Ungkapan tentang Makanan dan
karena kemponan. Dengan kata lain, kemponan
Minuman
merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk
Pembahasan masalah makanan dan
menggambarkan ketidak-tersampaiannya
minuman tidak terlepas dari konteks budaya dan
seseorang untuk mencicipi suatu makanan atau
masyarakatnya karena ketiga hal tersebut saling
minuman, dan masyarakat setempat percaya
berkaitan. Makanan juga diyakini memiliki
jika terkena kemponan, lalu biasanya musibah
peranan penting dalam mempererat hubungan
akan mengikuti. Ada pula yang meyakini
sosial. Menurut Foster dan Anderson secara
bahwa kemponan merupakan kejadian pada saat
simbolis makanan sedikitnya dapat berupa
seseorang memiliki keinginan akan sesuatu,
empat ungkapan, yaitu ikatan sosial, solidaritas
tetapi tidak bisa mendapatkannya (sesuatu
kelompok, makanan dan ketegangan jiwa, dan
tersebut hanya berlaku untuk makanan dan
simbolisme makanan dalam bahasa (1975:268--
minuman). Adanya kemalangan atau musibah
271 dalam Danandjaja, 2007:187--188).
inilah yang menjadikan kemponan berkaitan
Menyajikan makanan maupun minuman
dengan takhayul.
bagi sebagian orang adalah suatu keharusan
dalam rangka menghormati tamu. Bagi setiap
4.3 Kemponan dan Bentuk Konversinya
masyarakat, menyajikan makanan dan minuman
Sebuah keadaan yang diyakini sebagai
memiliki makna mempersembahkan cinta,
takhayul yang beredar di dalam masyarakat
kasih, dan persahabatan. Sebaliknya, menerima

224
Nindwihapsari
Ungkapan Kemponan dan Makna Simbolis tentang Makanan pada Masyarakat Kalimantan Barat

memiliki struktur yang dapat diurai sebagai tanda, Masyarakat Puttusibau mengenal nglepus
akibat, dan konversi. Danandjaja (2007:154--155) sambil mengucap poloposah sebagai
mencontohkan tradisi masyarakat Jawa Timur penolakan secara halus terhadap berbagai
berkaitan dengan struktur ini. Masyarakat Jawa jenis makanan dan minuman yang
Timur memercayai bahwa jika ada seseorang ditawarkan. Masyarakat yang tinggal di
yang menjatuhkan dandang yang dipergunakan daerah ini meyakini adanya musibah
untuk memasak (tanda), maka ia akan menjadi yang diakibatkan karena kemponan yang
gila (akibat), namun apabila ia menari-nari berupa jatuh, dipatok ayam, dan lain-lain.
mengitari dandang tersebut sambil bertelanjang Contoh kalimat yang biasa diucapkan
tubuh, ia tidak akan menjadi gila (konversi). adalah “nglepus, biar nda kemponan” (sentuh
Penguraian ini juga berlaku pada kemponan. Jika makanan, supaya tidak celaka).
ada seseorang yang ditawari makan atau minum, c. Cecah atau Jamah
namun diabaikan, ini merupakan sebuah tanda, Di Pontianak masyarakat mengenal
sedangkan akibat yang terjadi sebagai efek dari ungkapan cecah atau jamah. Cecah atau jamah
pengabaian tadi adalah musibah. Sementara menyentuh makanan, atau mengambil
itu, konversi akan berlaku jika orang yang tidak sedikit, atau menyentuh dan mengoleskan
berkenan makan atau minum tadi menyentuh di leher sembari mengucap cempalet, capalit,
makanan dan minuman yang telah disajikan cap tek palet, atau capalet untuk menawarkan
untuk menghindari marabahaya yang akan kemponan.
menimpanya. d. Japai
Penghindaran situasi marabahaya dalam Demikian halnya dengan masyarakat
tradisi kemponan dapat dilakukan dengan dua Sambas yang memercayai bahwa karrak
bentuk konversi. Pertama, dengan menyentuh nasek (kerak nasi), nasek pullut (ketan),
makanan dan minuman yang ditawarkan sambil dan minuman kopi dapat mengakibatkan
mengucapkan kata tertentu. Kedua, dengan kemponan apabila tidak dijamah. Jamah
cara merapalkan mantra. dalam masyarakat Sambas adalah
Berikut beberapa cara yang dilakukan oleh japai, yaitu menjamah makanan atau
masyarakat di Kalimantan Barat sehubungan mencelupkan ujung jari pada minuman
dengan bentuk konversi pertama. kopi yang dihidangkan lalu menjilatnya.
a. Mlopus Kalimat yang biasa mereka ujarkan adalah,
Masyarakat Ulu Kapuas percaya bahwa “Oi, japai dolok lah, kallak kau kemponan”
supaya terhindar dari bencana, seseorang (hai, jamah dululah, jika tidak kamu akan
harus makan atau minum cukup hanya celaka).
dengan mlopus. Mlopus artinya menjamah e. Jopes
makanan atau minuman dengan ujung jari Masyarakat Kabupaten Bengkayang
kemudian menyapukan sisa makanan atau mengenal penawar kemponan dengan
minuman yang menempel pada jari ke mulut ungkapan jopes. Ada keluarga yang sampai
atau bibir. sekarang masih menjalani sebuah tradisi
b. Nglepus unik yang berkaitan dengan kemponan, yaitu

225
Kadera Bahasa Volume 8 No. 2 Edisi Agustus 2016

apabila sedang melakukan aktivitas makan 5. SIMPULAN


bersama, tidak boleh ada anggota keluarga Makanan dan minuman dipandang dari
yang keluar rumah, apabila dalam keadaan sudut pandang budaya bukan hanya merupakan
terpaksa, maka ia/anggota keluarga bagian dari upaya mempertahankan hidup, tetapi
tersebut harus digantikan dengan sebuah juga merupakan sebuah fenomena kebudayaan
benda (apa pun itu; bisa berupa garpu, (Danandjaja, 2007:182). Dapat dikatakan pula
sendok, atau piring yang diletakkan di bahwa makanan merupakan suatu simbol
meja makan). Benda tersebut diibaratkan yang memberikan ciri pembeda antara satu
sebagai pengganti dirinya. Masyarakat ini kebudayaan dengan kebudayaan lain. Dari sudut
mengucapkan kata jopes untuk mengiringi pandang ini pula makanan memiliki beragam
japai (sentuhan terhadap makanan atau arti simbolik, satu di antaranya adalah arti sosial,
minuman) sebagai penawar kemponan. yang berfungsi sebagai alat untuk mempererat
Untuk jenis makanan, yang biasanya kesatuan masyarakat. Berbagi makanan dan
menjadikan seseorang kemponan adalah minuman dengan orang lain dapat diartikan
semua jenis makanan, terutama nasi dan berbagi kasih sayang, sedangkan menolak
minuman. makanan dan minuman pemberian orang lain
f. Mantra berarti menolak uluran kasih sayang. Dalam
Bentuk konversi terakhir dilakukan melalui penolakan ini muncul ungkapan kemponan yang
perapalan mantra. Ada sebuah mantra yang dihubungkan dengan takhayul.
dapat digunakan sebagai penawar kemponan Kemponan merupakan struktur, takhayul yang
atau menghindari marabahaya, seperti memiliki tiga bagian struktur (lihat Danandjaja,
yang dilakukan oleh masyarakat Embau. 2007:154), yakni tanda yang berupa pengabaian
Hermansyah dalam bukunya (2010:49--50) tawaran makan dan minum, akibat yang berupa
mengungkapkan mantra penawar kemponan situasi marabahaya seperti kecelakaan, digigit
tersebut. binatang, dipatok ular, dan lain-lain, dan konversi
Belanga si ringang ringu yang berupa penghindaran situasi marabahaya
Elok diisi si ruman padi dengan melakukan beberapa tindakan seperti
Datang betara dari pusut menjamah makanan, meletakkan benda atau
Aku menawar kempunan si ami padi alat makan di meja makan sebagai penganti diri,
Berkat doa la ilaha illallah dan merapal mantra.
Berkat Muhammadarrasulullah Dalam konteks budaya, unsur kepercayaan
ini sering diterjemahkan sebagai suatu “kearifan
Bahasa yang digunakan dalam mantra lokal”, yakni suatu nilai yang dipercayai dan
tersebut terdiri dari kosakata yang diserap dipelajari secara tradisional dan turun-menurun
dari bahasa Melayu Ulu Kapuas, Arab, (Ihromi, 2006:72). Selama ini, terdapat kesan
dan Sanskerta, serta kadang-kadang yang menyatakan semakin tinggi peradaban
juga menggunakan kata-kata yang tidak suatu bangsa atau semakin tinggi tingkat
diketahui asal-usul maupun maknanya. kemakmuran suatu negara, maka unsur
kepercayaan (yang bersifat takhayul/nilai-nilai

226
Nindwihapsari
Ungkapan Kemponan dan Makna Simbolis tentang Makanan pada Masyarakat Kalimantan Barat

budaya lokal) akan semakin menurun. Di sinilah Masyarakat Multi Etnis di Kota
subsistem budaya dituntut untuk menjalankan Pontianak”. Makalah dalam Seminar
fungsi utama dalam kehidupan masyarakat Profil Etnis di Kalimantan Barat.
mempertahankan pola dan struktur masyarakat, Pontianak: STAIN.
menangani urusan pemeliharaan nilai-nilai dan Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi.
norma-norma budaya yang berlaku dalam Yogyakarta: Tiara Wicara.
proses kehidupan bermasyarakat. Tim penyusun. 2003. Kamus Bahasa Melayu
Nusantara. Bandar Seri Begawan:
6. REKOMENDASI Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei.
Kajian tentang kemponan masih dapat Yusriadi & Hermansyah. 2003. Orang Embau-
diperluas dan didalami lagi karena masih Potret Masyarakat Pedalaman Kalimantan.
banyak yang bisa dikupas dari kajian ini. Kajian Pontianak: Percetakan Romeo Grafika
lebih mendalam bisa dilakukan dari sisi jenis- Pontianak.
jenis makanan yang seringkali mendatangkan http://kemponan.com/tag/arti-kemponan/
kemponan. Mengapa hanya jenis makanan http://ferydungu.blogspot.com/2009/01/
tertentu yang bisa mendatangkan kemponan? kemponan.html
http://percakburok.blogspot.com/2007/08/
DAFTAR PUSTAKA kemponan.html
Collins, James T. 2005. Bahasa Melayu Bahasa http://stefanusakim.multiply.com/journal/
Dunia-Sejarah Singkat. Jakarta: Yayasan item/85/Jakarta-Pontianak_Nasi_
Obor Indonesia. Melda_dan_Kemponan
Coulon, Alain. 2008. Etnometodologi. Nusa
Tenggara Barat: Lengge.
Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia (Ilmu
Gosip, Dongeng, dan lain-lain). Jakarta: PT
Pustaka Utama Grafiti.
Hermansyah. 2010. Ilmu Ghaib di Kalimantan
Barat. Jakarta: KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia).
Ihromi, T.O. (ed). 2006. Pokok-Pokok Antropologi
Budaya. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Pujileksono, Sugeng. 2006. Petualangan
Antropologi-Sebuah Pengantar Ilmu
Antropologi. Malang: UMM Press.
Rahmawati, Neni Puji Nur (Ed). 2005. Batu
Ballah. Pontianak: Penerbit Romeo
Mitra Grafika.
Salim, Haitami. 2005. “Silang Budaya pada

227

You might also like