Pengaruh Rasul Paulus Dalam Sejarah Kekr 5358132d
Pengaruh Rasul Paulus Dalam Sejarah Kekr 5358132d
Pengaruh Rasul Paulus Dalam Sejarah Kekr 5358132d
Abstract: The apostle Paul has been justifiably described as the first
and greatest Christian theologian. His letters were among the earliest
documents to be included in the New Testament and, as such, they
shaped Christian thinking from the beginning. As a missionary,
theologian, and pastor Paul wrestles with theological and ethical
questions of his day in a way paradigmatic for Christian theology.
After his “calling” as a missionary of the Gospel and Jesus’ apostle,
Paul builds all of his theologies based upon Christ. He
“christologizes” his theologies. Since the beginning Paul has always
been an uncomfortable and controversial figure in the history of
Christianity. The accusation against the prophet Elijah by Israel’s King
Ahab, ‘you troubler of Israel’ (1 Ks. 18:17), could be levelled against
Paul more fittingly than any other of the first Christians. Marcion,
Irenaeus, Tertullian and Valentinus in the second century are only few
examples of how his theologies can become controversial subjects. In
fact until now Paul’s theologies have remained one of the most
disputable subjects in Christian theology either for Christians
themselves or non-Christian believers.
Pengantar
Peranan Rasul Paulus dalam kekristenan memang unik. Tiga
belas dari 27 buku PB tercatat atas namanya. Surat-suratnya kepada
aneka komunitas gerejawi ini bahkan diyakini lebih tua daripada
redaksi ke-4 injil Yesus. Di dalamnya Sang Rasul merekam dan
meneruskan tradisi kekristenan yang sudah lebih tua lagi (bdk. 1 Kor
15:3), tradisi gereja perdana tentang Yesus Kristus, Mesias yang menjadi
kepenuhan hukum Taurat. Sejak awal sampai kini ia sudah jadi tokoh
kontroversial, baik sebelum dan sesudah pertobatannya. Tidak
berlebihan jika dikatakan tidak ada teolog kristen yang lebih
didiskusikan oleh para teolog lintas agama daripada Rasul Paulus,
*
Paulus Toni Tantiono, Doctor dalam bidang Kitab Suci, lulusan Biblicum, Roma;
dosen Kitab Suci pada Fakultas Filsafat Unika St. Thomas, Sumatera Utara.
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
1
Bdk. C.K. BARRETT, Paul. An Introduction to His Thought, London 1994, 3-5.
2
Bdk. M.J. GORMAN, Apostle of the Crucified Lord, Grand Rapids 2004, 41-42; G.
PULCINELLI, Per conoscere l’Apostolo Paolo, Milano 2008, 10-11; G. LÜDEMANN. Paul Apostle
of the Gentiles, London 1984, 2-5; J. MURPHY-O’CONNOR, Paul. A Critical Life, Oxford 1997, 1-
23; D.J. MOO, “Paul”, in T.D. ALEXANDER – al., ed., New Dictionary of Biblical Theology,
Leicester 2000, 136.
84
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
3
Bdk. H.D. BETZ, “Paul”, ABD V, New York 1992, 187; G. LÜDEMANN. Paul, 1-3.
85
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
4
Bdk. W.W. GASQUE, “Tarsus”, ABD VI, New York 1992, 333-334; J. MURPHY-
O’CONNOR, Paul, 33-35.
5
Bdk. J. S. BOSCH, Scritti paolini, Brescia 2001, 19-20.
86
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
6
Bdk. G. PULCINELLI, Per conoscere l’Apostolo Paolo, 17-18.
7
Bdk. C. M. MARTINI, Kesaksian Santo Paulus, Yogyakarta 1989, 21-24; J.-N. ALETTI,
“Paulinienne (Théologie)”, DCT, 866-867.
8
Bdk. J. MURPHY-O’CONNOR, Paul. A Critical Life, 71-79; M.J. GORMAN, Apostle of the
Crucified Lord, 56-60; C.M. MARTINI, Kesaksian Santo Paulus, 18-24; G. PULCINELLI, Per
conoscere l’Apostolo Paolo, 19-22.
87
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
Yesus dipahami secara baru sebagai Anak Allah, sebagai Tuhan (bdk.
Flp 2:11), yang bangkit (bdk. Flp 3:11) dan dimuliakan bersama Bapa.
Perubahan radikal ini bukan hasil usahanya melainkan inisiatif
Allah (bdk. Gal 1:15; Flp 3:7-9). Perubahan ini merupakan suatu
panggilan baru untuk menjadi rasul dengan skala nilai-nilai baru.
Paulus menggunakan istilah “penyataan” (bdk. Gal 1:16). Saat Allah
menyatakan Yesus secara istimewa kepadanya, Paulus mendapat
legitimasi sebagai rasul Yesus dan wewenang mewartakan Injil yang
datang dari Allah sendiri (bdk. Gal 1:11-12; 1 Kor 9:1-2). Panggilan
Paulus ini mengambil pola panggilan nabi-nabi (bdk. Yer 1:2-7; 20:7-9;
Yes 6), namun juga berbeda. Jikalau para nabi yang dipanggil datang
dari pribadi yang baik/kudus, maka sebaliknya Paulus justru
menunjukkan bagaimana latar belakangnya yang sangat kontras dengan
status barunya, sebab ia justru anti kekristenan sebelumnya.
“Pertobatan” Paulus melampaui semua isi kandungan pertobatan
konvensional yang dikenal teologi rohani.
Dasar perubahan radikal Paulus ialah kesadaran akan pribadi
Yesus yang hidup (bdk. Flp 3:7-9; 4:8). Yesus Kristus ialah kepenuhan
sempurna semua pengharapan Israel (bdk. Rom 9–11). Dengan itu
Paulus memiliki perspektif baru yang memutarbalikkan semua nilai
yang semula diyakininya benar (bdk. Flp 3:7-9). Pribadi Yesus
menggenapi bahkan melebihi segala harapan Taurat dan Kitab Suci.9
Perubahan radikal ini didasari oleh kasih gratis Allah yang
membuat Paulus berhutang pada Kristus (bdk. Rom 1:14-15; 1 Kor
9:16.23; Flp 1:21; 3:12; Gal 2:20).
9
Bdk. K. HAACKER, “Paul’s Life”, in J.D.G. DUNN, ed., The Cambridge Companion to St.
Paul, Cambridge 2003, 23-24.
88
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
Yesus, sebab Yesus adalah kepala Gereja. Gereja adalah tubuh Kristus.
Tidak heran, kalau Paulus sampai berkata, “Bukan lagi aku sendiri yang
hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam diriku” (Gal 2:20). Di tempat lain
ia berseru, “Karena bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan.”
(Flp 1:21). Ada seorang ekseget katolik menandaskan bahwa Paulus
“mengkristologikan” semua teologinya.10 Pusat dan tujuan hidup dan
ajarannya terletak pada pribadi Yesus Kristus, yang sengsara, wafat di
salib dan bangkit.11
Boleh dikatakan bahwa pokok ajaran kristologinya berpusat
pada hal ini, yakni pembenaran datang oleh iman kepada Yesus Kristus,
bukan dari melaksanakan perbuatan-perbuatan Taurat (bdk. Gal 2:16).
Iman yang hidup akan Yesus Kristus merupakan pintu masuk kepada
pembenaran, sekalipun pembenaran itu tetap karunia gratis dari Allah.
Orang-orang kristen yang memberi diri dibaptis dalam Yesus Kristus
dikaruniai Roh Kudus, sehingga mereka menjadi anak-anak Allah.
Mereka boleh memanggil Allah sebagai “Abba, ya Bapa!” Iman orang
kristen ini merupakan iman yang hidup, sebab Sang Rasul
menunjukkan bahwa iman itu harus bekerja oleh kasih (bdk. Gal 5:13).12
Karena wafat dan kebangkitan Yesus telah mengalahkan maut
dan dosa, maka tuntutan untuk menjalankan perbuatan-perbuatan (adat
istiadat) Taurat menjadi relatif, tidak berdaya penyelamatan seperti
dipercaya sebagian orang-orang kristen Yahudi. Pelaksanaan sunat,
ketaatan pada hukum makanan (halal-haram) maupun tradisi perayaan
liturgi Yudaisme bukanlah syarat keselamatan (pembenaran) bagi
orang-orang kristen yang percaya pada Yesus, apalagi bagi orang-orang
kristen non Yahudi. “Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada
artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.” (Gal 6:15)
Paulus memberi perspektif baru dalam iman akan Yesus. Orang-
orang Yahudi melihat hubungan pembenaran Allah dalam cara ini:
Allah Hukum Taurat perbuatan Taurat pembenaran. Orang
Kristen Yahudi memodifikasikannya sbb.: Allah Hukum
Taurat/Kristus iman/perbuatan pembenaran. Perspektif baru dari
Paulus: Allah Kristus iman pembenaran perbuatan kasih.
Dengan kedatangan Kristus hukum Taurat tidak memiliki lagi daya
penyelamatan. Fungsi Taurat sampai kedatangan Kristus ialah
mendidik orang yang sedang menunggu kedatangan Mesias (Kristus)
(bdk. Gal 3:23-24). Sekali Kristus tiba, maka berhentilah fungsi itu,
namun tetap berfungsi menunjukkan fungsi etis bagi hidup orang
10
Bdk. J.-N. ALETTI, “Paulinienne (Théologie)”, 866.
11
Bdk. P.T. TANTIONO, Speaking the Truth in Christ, Roma 2008, 101-110.
12
Bdk. P.T. TANTIONO, Speaking the Truth in Christ, 110-116.
89
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
kristen (bdk. Rom 7:12). Walaupun demikian tetap ajaran dan hidup
Yesus menjadi tolok ukur tertinggi dari hidup orang kristen (bdk. Flp
1:9-11; Rom 12:2).13
Sang Rasul menyadari bahwa Yesus telah mati dan bangkit
untuk keselamatan Gereja, maka seluruh misi dan tujuan Gereja ialah
meneruskan misi Yesus sendiri. Pewartaan Paulus pun berpusat semata-
mata pada Yesus dan tertuju pada Putra Allah ini. Motivasinya tidak
berdasar pada diri sendiri; tujuannya bukan pada kemuliaannya atau
keuntungan diri sendiri. Malah ia sering menderita: ditangkap, didera,
dipenjara, mengalami kapal karam, diusir dan ditolak, dihadapkan ke
dalam pengadilan (bdk. 2 Kor 11:21-29). Ia tetap bergembira, malah
menghayati penderitaannya sebagai pelengkap pada salib Yesus,
“Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan
menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus,
untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24). Kekuatan dari Yesus membuat
ia sampai kepada keyakinan penuh iman ini, “Segala perkara dapat
kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Flp 4:13) Iman
akan Yesus yang wafat dan bangkit menjadi motivasi dasar misi dan
pewartaannya yang tidak kenal lelah.
Dalam kisah pertobatan Paulus, kita sudah melihat bahwa
Paulus menyadari karya rahmat Allah dalam diri Kristus adalah melulu
gratis, hanya pemberian tanpa jasa manusia. Demikianlah Yesus
menjadi sumber kekayaan rohani dan hidup semua manusia yang
percaya kepada karya penyelamatan-Nya. Memang Paulus sudah
sampai kepada kedalaman hidup rohani seorang kristen. Ia tidak
mencari kemuliaan dan kemasyhuran namanya sendiri, sebab segala
kekuatan yang ada padanya, segala keberhasilan yang diperoleh dalam
karya kerasulannya tidak lain tidak bukan datang dan bersumber dari
kekuatan Injil, kekuatan Yesus Kristus. 14 Jadi tidak ada alasan untuk
menyombongkan apa pun, selain kelemahan diri sendiri, “Atas orang itu
aku hendak bermegah, tetapi atas diriku sendiri aku tidak akan bermegah, selain
atas kelemahan-kelemahanku.” (2 Kor 12:5)
Dasar kerendahan hati Paulus bertitik tolak dari madah Flp 2:6-
11 melukiskan bagaimana Paulus terpesona pada kerendahan hati Yesus
Kristus. Yesus yang sudah ada bersama Allah sejak semula, punya
kodrat ilahi mulia, ternyata sudi merendahkan diri, mengambil rupa
manusia. Ia lahir dari keluarga miskin sebab orang tuanya hanya
sanggup menebus diri-Nya dengan sepasang burung tekukur (bdk. Luk
2:22-24; Im 12:6-8) dengan proses yang bisa menjadi skandal bagi umum.
13
Bdk. G. PULCINELLI, Per conoscere l’Apostolo Paolo, 49-50.
14
Bdk. C.M. MARTINI, Kesaksian Santo Paulus, 57-60; C.K. BARRETT, Paul, 87-119.
90
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
15
Bdk. M.J. GORMAN, Apostle of the Crucified Lord, 419-423; C.K. BARRETT, Paul. 105-
109.
16
Bdk. C.J. ROETZEL, “Paul in the second century”, in J.D.G. DUNN, ed., St Paul, 228.
91
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
17
Bdk. J.S. BOSCH, Scritti paolini, 66-71.
18
Marcion berasal dari keluarga kaya, seorang ilmuwan Stoic yang sangat pandai dan
sangat dermawan terhadap Gereja Roma. Ia juga akrab dengan Yudaisme. Walaupun begitu ia
dijelek-jelekkan sebagai kurang bermoral dengan merayu dan memperdaya seorang gadis. Karena
itu ia diekskomunikasikan bapanya sendiri, seorang Uskup di Sinope. Latar belakang keluarga
dan pendidikannya menjelaskan bagaimana ia ahli dalam mengerti dan menafsirkan teks-teks
kitab suci, konsisten dan kritis terhadap tulisan ilmiah. Ia juga menolak penafsiran alegoris dan
tipologis terhadap teks biblis serta sangat trampil meredaksi kalimat-kalimat yang sulit.
19
Lahir di Mesir dan dididik di Alexandria (115–35), Valentinus menghabiskan hampir
semua masa dewasanya di Roma untuk mengajarkan injil Gnostiknya. Ia mengajar murid-
muridnya di sana, menulis aneka surat, mazmur-mazmur dan khotbah-khotbah (135–65). Karena
alasan-alasan yang tidak diketahui, ia meninggalkan Roma menuju Siprus dan para muridnya
belakangan menyebarkan ajarannya ke seluruh Italia dan daerah Timur. Daya khayal mereka yang
subur memaksa Ireneus mengeluh, “Setiap hari seorang dari mereka menelurkan sesuatu yang
baru” (AH 1.18.5). Gambaran kita tentang pribadi Valentinus ditarik dari karya-karya lawannya
dan dari kodeks-kodeks Gnostik yang ditemukan di Nag Hammadi, Mesir, tahun 1945.
20
Bdk. C.J. ROETZEL, “Paul in the second century”, 229-233.
92
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
93
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
21
Bdk. J.J. CLABEAUX, “Marcion”, ABD IV, New York 1992, 514-516.
94
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
22
Bdk. J.J. CLABEAUX, “Marcion”, ABD IV, 515.
95
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
Ireneus vs Marcion23
Marcion dikritik Ireneus 24 karena menurutnya Marcion tidak
menyusun kanon kitab suci dengan surat-surat Paulus dan Luk, tetapi
justru memangkasnya. Kanon yang dipangkas ini keliru bukan terutama
karena dikurangi, melainkan karena bertentangan dengan ajaran para
rasul (AH 3.14.1, 7, 8, 9). Dengan berpusat pada Allah, Kristus dan
sejarah keselamatan, Ireneus mencela tafsiran Marcion sekaligus
menyelamatkan Paulus dari manipulasi ajaran bidaah dan menjaganya
dengan mengafirmasi “ortodoksi”nya. Berrdasar pada beberapa teks
Paulus, Ireneus melawan Marcion. Melawan ajaran dua allah, Ireneus
menunjuk 1 Kor 8:6 yang mengacu kepada “satu Allah, Bapa, dari-Nya
asal segala sesuatu”. Ia menambahkan bahwa Allah Yesus dan Allah PL
adalah satu dan sama. Membagi Allah menjadi dua (ala Marcion)
berujung pada penyembahan dewa-dewa (AH 3.25.3). Untuk melawan
ajaran kristologi doketis yang menyangkal kemanusiaan Yesus, Ireneus
berpaling lagi pada 1 Kor 8:6 dengan mengartikan “satu Tuhan Yesus
Kristus” sebagai kesatuan manusia Yesus dan keilahian Kristus.
Ketidaksukaan Marcion pada sejarah keselamatan dijawab dengan
mengartikan kata telos (akhir) dalam Rom 10:4 sebagai “Kristus adalah
kepenuhan hukum Taurat”, bukan seperti Marcion yang melihatnya
sebagai “Kristus adalah akhir hukum Taurat” (AH 4.12.3). Sekalipun
setuju dengan Marcion bahwa pembenaran Allah diwujudkan “terlepas
dari hukum Taurat”, Ireneus menambahkan bahwa “hukum Taurat dan
kitab para nabi menyaksikan” pembenaran (Rom 3:21). Karena tidak
setuju dengan teologi Abraham, Marcion mengeluarkan Rom 3:31–4:24
dan Gal 3:6-9,14a,15-25. Namun Ireneus menggunakan Paulus untuk
menempa kelanjutan antara Abraham dan Kristus. Ia berargumen
bahwa Abraham melambangkan gereja sebagai “anak-anak Abraham”
(Rom 4:12-13; AH 4.5.3; 4.5.4). Karena itu Ireneus melawan Marcion
dengan mengatakan bahwa dalam Kristus “cara Allah untuk
berhubungan dengan manusia tidak berubah secara substansial
meskipun bisa saja berbeda dalam cara pendekatannya” (AH 4.21.1).
23
Bdk. C.J. ROETZEL, “Paul in the second century”, 233-235.
24
Ireneus lahir tahun 140 di Smirna, Asia Kecil (Turki modern sekarang) sewaktu uskup
Polikarpus sibuk menentang ajaran Marcion dan Valentinus. Ia mungkin belajar tradisi injili dari
Uskup Polikarpus atau di Roma (Eusebius, EH 5.5.8). Setelah ditahbiskan sebagai imam, ia
bekerja di Lyon, lalu diutus untuk misi diplomatis membawa banyak surat kepada Paus
Eleutherus untuk memohonkan toleransi bagi para penganut Montanisme. Setelah uskup Lyon
mati martir dianiaya, Ireneus diangkat sebagai uskup pada tahun 178. Karya-karyanya yang
melawan ajaran bidaah Gnostik, Marcionisme dan Montanisme menjadi sumber informasi terbaik
mengenai Marcion dan para pengikutnya.
96
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
Tertulianus vs Marcion25
Selain Ireneus, Tertulianus 26 juga melawan Marcion dengan
menawarkan tafsiran kitab suci yang mendetail dan menantang. Ia
menekankan bahwa Paulus tergantung kepada PL untuk memastikan
konsep sejarah keselamatan. Ia mengerti kedatangan Mesias, pewartaan
Injil dan pencurahan Roh Kudus sebagai pemenuhan nubuatan PL.
Referensi Yesaya kepada penyelamat yang datang dari taruk Isai yang
25
Bdk. C.J. ROETZEL, “Paul in the second century”, 235-237.
26
Tertulianus, keturunan seorang perwira Romawi, lahir tahun AD 160 di Kartago, Afrika
Utara. Sebagai warga negara Romawi ia menerima banyak keistimewaan, seperti studi klasik
dalam hukum dan rhetorika. Setelah tamat ia menjadi ahli hukum di Roma. Sesudah
pertobatannya menjadi kristen tahun 195 ia kembali ke Kartago untuk menjadi katekis, lalu
ditahbiskan menjadi imam dan menulis sangat banyak. Tulisannya melawan Marcion (207)
merupakan karya terlengkap dan terpenting. Sebagai teolog pertama yang menulis dalam bahasa
Latin, Tertulianus menggambarkan pribadi Paulus yang penuh nuansa dan kompleks, berdasar
pada surat-surat Paulus sendiri, ditambah keakrabannya dengan dunia Yunani-Romawi. Meskipun
menyukai bahasa Latin, penguasannya yang mendalam akan dunia Yunani, keahliannya dalam
rhetorika dan filsafat Yunani menjadi senjata yang lengkap melawan ajaran-ajaran kaum
Marcionis dan Valentinus.
97
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
dicurahi Roh Kudus dilihat Paulus sebagai acuan kepada Kristus (11:1-3;
AM 5.6). Metafor-metafor seperti “roti tak beragi” dan “paska” dibaca
sebagai referensi-referensi bagi Gereja dan Kristus (1 Kor 5:7).
Tertulianus menulis bagaaimana Paulus “mengenakan kepada kita dan
Kristus simbol-simbol dari aneka ritus agung Sang Pencipta” (AM 5.7).
Daripada menolak hukum PL, Tertulianus justru menekankan
bagaimana Paulus menegaskan ulang nilai pentingnya (bdk. 1 Kor 9:9;
AM 5.9). Mengutip pertanyaan retoris Paulus dalam Rom 7:7, “Apakah
hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak!”, Tertulianus menegur, “Oh,
Marcion... (lihatlah bagaimana) Rasul berbalik dari segala penolakan atas
hukum.” (AM 5.13).
Secara ironis acuan Tertulianus atas PL bukanlah suatu
pembelaan atas Yudaisme. Allah, menurutnya, melepaskan Paulus dari
Yudaisme “untuk membangun kekristenan” (AM 5.6). Ia menyamakan
Paulus sebagai “tuan rumah bijaksana” (1 Kor 3:10) yang diambil Allah
semesta alam dari Yerusalem sesuai nubuat Yesaya (3:3; AM 5.6.10-11).
Mengacu kepada teks yang disukai Marcion di mana Paulus melihat
masa lalu Ibraninya sebagai “kerugian” (bdk. Flp 3:5-11), Tertulianus
mengartikan bahwa Paulus tidak menolak latar belakang Yahudinya,
namun melawan “penolakan bodoh” dari kaum Yahudi (AM 5.20). Jadi
secara unik Tertulianus melukiskan Paulus sebagai orang yang berakar
pada agama PL tetapi menyangkal ke-Yahudi-annya. Tertulianus
khusus mengevaluasi teologi dan kristologi Marcion. Memang beberapa
teks Paulus tampaknya mendukung perbedaan atara Allah PL dengan
Allah Kristus dan Tertulianus meninjau ulang hal itu. Contohnya: 2 Kor
4:4 mengacu kepada “allah dari dunia ini [yang] membutakan akal budi
orang-orang kafir, menghindarkan mereka melihat cahaya injil
kemuliaan Kristus, yang serupa dengan Allah”. Sebagai tanggapannya
Tertulianus menekankan suatu monoteisme tradisional dengan
menggeser frase “dari dunia ini” ke akhir kalimat untuk menerangkan
“orang-orang kafir”. Penggeseran kasar dan mengejutkan ini membuat
Paulus berkata, “Allah telah membutakan akal budi kaum kafir dari dunia
ini.” Tertulianus lebih lanjut mengartikan “kaum kafir” itu sebagai
“kaum kafir Yahudi, yang untuk beberapa dari mereka, injil ini masih
tersembunyi di bawah cadar Musa.” (AM 5.11).
Sementara Konsili Nicea mendiskusikan masa depan Gereja,
Marcion memaksa Tertulianus untuk membahas hubungan Yesus ilahi
dan kodrat manusiawi-Nya. Pandangan Paulus bahwa “daging dan
darah tidak dapat mewarisi Kerajaan Allah” (1 Kor 15:50) tampaknya
konsisten dengan pandangan Marcion tentang penciptaan sebagai
penyelewengan dan penolakannya akan kebangkitan badan. Jika
98
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
99
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
Valentinus27
Selain Marcion, pengajar Gnostik paling berpengaruh pada abad
II ialah Valentinus. Salah satu karyanya yang ditemukan di Nag
Hammadi, Mesir tahun 1945 menguraikan krisis di alam dewa-dewi,
pada proses penciptaan kegelapan, penciptaan dunia yang lebih rendah
dan pemisahan hal ciptaan menuju dua sisi yang saling berlawanan.
Krisis ini meledak saat percampuran Sophia dan Bapa asali menciptakan
unsur gelap dan jahat, Sophia yang lebih rendah, menelurkan Demiurge,
pencipta dunia yang lebih rendah dan jahat, dan menciptakan manusia
bodoh yang tidak mengerti asal usul ilahinya. Keselamatan dari
ketidaktahuan ini hanya mungkin untuk mereka yang masih
mempertahankan beberapa sisa kepenuhan ilahi yang tanpa sadar
dibawa dari Pleroma oleh Sophia yang lebih rendah dan secara kebetulan
tertemukan dalam beberapa manusia. Mereka yang tidak memiliki
bekas sisa ilahi tidak punya harapan dan terperangkap tanpa sadar
dalam ketidaktahuan. Penyelamatan untuk yang sisanya datang dari
Kristus, penyelamat, yang turun dari Pleroma, bergabung dengan Yesus
manusiawi dan bertujuan untuk menyadarkan elite spiritual
(pneumatikoi) dan para pemalas jasmaniah (psychikoi) untuk mengerti
tujuan dan asal hidupnya. Penyadaran akan pengetahuan (gnosis)
sinonim dengan keselamatan itu sendiri.
Untuk kaum Gnostik ini Paulus merupakan sumber inspirasi
dan rahasia, misteri-misteri kosmis. Dilepaskan dari konteksnya, banyak
teks Paulus dapat dipakai untuk melegitimasi apa yang disebut Ireneus
“penghojatan besar” (AH 2.3.2). Tangisan pahit Paulus, “tiada yang
baik ... tinggal dalam diriku” (Rom 7:18), seruannya untuk dilepaskan
dari “tubuh kebinasaan ini” (Rom 7:24), keyakinan tetapnya bahwa
“daging dan darah tidak dapat mewarisi kerajaan Allah” (1 Kor 15:50)
dan pernyataan pastinya bahwa “kami bukan berada dalam daging,
kamu berada dalam Roh” (Rom 8:9) tampaknya mendukung prinsip-
prinsip Gnostik. Acuan Ef 3:21 kepada “penguasa-penguasa surga”
memperkuat doktrin Gnostik tentang penguasa surgawi. Perbedaan
lainnya dalam 1 Kor 2:6–3:3 antara ciptaan rohani (pneumatikoi), jiwa
(pseuchiko) dan jasmani (sarkikoi) melegitimasikan antropologi tiga sisi
27
Bdk. C.J. ROETZEL, “Paul in the second century”, 237-239.
100
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
Gnostik. Puisi tentang turun dan naiknya penyelamat ilahi dalam Flp
2:5-11 menawarkan konfirmasi brilian dari mitos Valentinian tentang
turun-naiknya penebus. Pernyataan 1 Kor 6:12 bahwa “segala sesuatu
halal” memperkuat suatu etik kebebasan yang membebaskan kaum
Gnostik dari ketakutan tentang makan makanan persembahan untuk
dewa/i, melepaskan mereka dari belenggu aturan-aturan dan
perundang-undangan gerejawi dan menebus mereka dari air “stagnan”
ajaran gereja.
Ireneus dengan menggebu-gebu menjawab bahwa mereka
benar-benar salah mengerti Paulus dan pengertian-pengertian mereka
sungguh-sungguh “kegilaan” (AH 4.41.3-4). Ia mengutuk “pendapat-
pendapat gila” dan ajaran-ajaran sesat mereka (AH 41.3-4). Ia marah atas
penggunaan teks-teks Paulus untuk meneguhkan ajaran Pleroma (AH
1.3-4) dan ia jengkel atas eksploitasi mereka terhadap Paulus untuk
mendukung penolakan mereka atas dunia (AH 1.3.5). Ia geram atas
penggunaan teks-teks Paulus untuk mengesahkan doktrin mereka atas
Sophia (AH 1.8.2-3) dan antropologi tiga bentuk (AH 1.8.3). Akhirnya, ia
menantang penggunaan mereka atas teks-teks Paulus untuk cara hidup
bebas mereka yang tidak mempedulikan hukum dan ajaran gereja.
Untuk melawan mereka, ia mengaitkan Paulus dengan Petrus untuk
menegaskan kebenaran ajaran gereja Latin, dan ia mendefiniskan ulang
iman dalan surat-surat Paulus untuk membuatnya sebagai penunjang
istimewa atas doktrin-doktrin gereja Roma. Jadi ia mengubah Paulus,
rasul para bangsa, menjadi Paulus gerejawi yang membela Gereja dari
kesalahan pengajaran. Namun, atau mungkin karena serangan tajam ini,
Gnostisisme Valentinus malah berkembang. Ireneus mengeluhkan
godaan dari banyak uskup dan diakon (AH 4.26.3). Ia mengeluh bahwa
tulisan-tulisan Valentinus merupakan batu sandungan (Frag. 51). Ia
melawan penginjilan mereka yang menipu, kelakuan mereka seperti
serigala berbulu domba (AH 4.41.3-4). Tertulianus juga mengeluhkan
penyelewengen para uskup, diakon, janda dan martir. Ia bertanya
secara retoris, “Bagaimana ini terjadi ... bahwa perempuan ini atau lelaki
itu, yang merupakan orang-orang paling setia, paling hati-hati, dan
paling disukai di gereja, telah berpaling ke pihak lain?” (Prescriptions 3).
Pada situasi ini tidak ada cara untuk mengetahui bagaimana
pertarungan itu berakhir atau bagaimana mengantisipasi kemenangan
mereka atas kaum Gnostik. Mereka tidak punya sedikit pun pikiran
bahwa tafsiran mereka atas Paulus akhirnya akan menjadi normatif dan
pertarungan itu pahit dan berlangsung panjang.28
28
Bdk. W. SCHNEEMELCHER, “Paulus in der griescheschen Kirche des zweiten
Jahrhunderts”, ZKG 75 (1964), 11.
101
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
29
Bdk. C.J. ROETZEL, “Paul in the second century”, 239; E. HENNECKE. New Testament
Apocrypha. Vol 2, Philadelphia 1964, 322-387.
102
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
30
Bdk. P.T. TANTIONO, Speaking the Truth in Christ, 91-97; G. EBELING, The Truth of the
Gospel, Philadephia 1985, 126-128; P. MENDOZA MAGALLÓN, «Estar crucificado juntamente con
Cristo», Roma 2005, 128-133; E.P. SANDERS, Paul, the Law and the Jewish People, London 1983,
162; J.D.G. DUNN, The Theology of Paul’s Letter to the Galatians, Cambridge 1993, 80; J.M.G.
BARCLAY, Obeying the Truth, Edinburgh 1988, 236; A. PITTA, Lettera ai Galati, Bologna 1996,
139-141.
31
Bdk. J.S. BOSCH, Scritti paolini, 77-78.
32
Bdk. R. MORGAN, “Paul’s enduring legacy”, in J.D.G. DUNN, ed., St. Paul, 246-251
103
Logos, Jurnal Filafat – Teologi, Vol.7, No.1, Januari 2009
Penutup
Lepas dari aneka metode dan cara pandang terhadap teks-teks
Paulus, penting diingat bahwa surat-surat Paulus sudah diterima dalam
daftar kanon KS PB sejak abad II dan diteguhkan ulang dalam abad IV.
Karena itu orang harus tetap membacanya sebagai teks Kitab Suci.
33
Bdk. R. MORGAN, “Paul’s enduring legacy”, 251-254.
34
Bdk. B. WITHERINGTON III, “Contemporary perspectives on Paul”, in J.D.G. DUNN, ed.,
St. Paul, 256-260.
35
Bdk. B. WITHERINGTON III, “Contemporary perspectives on Paul”, 260-264.
104
Paulus Toni Tantiono, Pengaruh Rasul Paulus dalam Sejarah Kekristenan
Daftar Pustaka
105