3772 25433 1 PB
3772 25433 1 PB
3772 25433 1 PB
php/substantia
Volume 23 Nomor 1, April 2021
Abtract: Reciting Barzanji is a tradition that has long practiced among Muslim community,
and performed in special ceremony or occasion. Even though the books known as Barzanji, in
fact the origin title is ‘Iqd al-Jawahir (the strands of jewels), as the Prophet himself. Barzanji
refer to the author Syekh Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad al-Barzanji (1690
-1763 M) a sufi scholar, whose born in Madinah and relate to Barzan (Kurdistan) tribe. Based
on the content, the author of barzanji present Islamic knowledge regarding with the life of
Prophet (sirah). In Aceh, particularly in Julok distric East Aceh, the famous hand book of
barzanji called Majmu’ah Maulud Syaraf al-Anam. That book written and recited in arabic, and
that must be an issue wheather local people understand or not toward the content. Therefore
this article obtain to figure out the barzanji tradition toward people knowledge of religious
understanding effectivenessly. This research apply field research method, which is observation
and interview used as the tool for collecting the data. From observation and interview find out
reciting barzanji tradition in Julok district, East Aceh that practised by local people is not in line
with their understanding of Islamic knowledge. Whereas the tradition for them as a ceremony,
entertainment, gathering and hospitality.
Abstrak: Tradisi membaca kitab barzanji telah lama dipraktikkan dalam komunis masyarakat
Muslim, dimana tradisi itu dilakukan pada acara-acara tertentu dan waktu-waktu tertentu.
Meskipun kitab tersebut lebih popular dikenal sebagai barzanji tetapi judul aslinya adalah ‘Iqd
al-Jawahir (untaian mutiara) sebagai symbol Nabi saw. Nama barzanji merujuk pada nama
pengarangnya yaitu Syekh Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad al-Barzanji (1690
-1763 M), seorang ulama sufi yang lahir di Madinah dan bersuku Barzan dari Kurdistan.
Pengarang dalam kitabnya menguraikan tentang pengetahuan keislaman khususnya tentang
sirah. Di Aceh sendiri khususnya di kecamatan Julok Aceh Timur, kitab barzanji yang paling
sering dibaca, berjudul Majmu’ah Maulud Syaraf al-Anam, yang ditulis dan dibaca dalam
bahasa arab. Inilah yang menjadi latar belakang masalahnya apakah masyarakat local dalam
memahaminya atau tidak. Artikel ini bertujuan untuk melihat masalah tersebut, keefektifan
tradisi barzanji terhadap pemahaman keagamaan masyarakat local. Artikel ini berdasarkan
penelitian lapangan yang menggunakan observasi dan wawancara untuk perolehan data.
Temuannya adalah bahwa tradisi barzanji tidak secara langsung mempengaruhi pemahaman
keagamaan masyarakat. Adapun tradisi tersebut bagi masyarakat adalah sebagai media
perayaan tertentu, hiburan, berkumpul dan bersilaturahmi.
Pendahuluan
Tradisi atau kebiasaan adalah sebuah bentuk aktivitas yang dilakukan berulang-ulang
dengan cara yang sama yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut dinilai bermanfaat bagi
sekelompok orang, sehingga aktivitas tersebut dilestarikan.1 Tradisi secara umum dikenal
sebagai suatu bentuk kebiasaan yang memiliki rangkaian peristiwa sejarah di masa lalu yang
mempunyai nilai-nilai tertentu. Salah satu tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun itu
adalah tradisi pembacaan Barzanji yang dipraktikkan di hampir seluruh wilayah Islam,
termasuk di Indonesia2 demikian pula di Aceh. Barzanji berupa kumpulan shalawat identik
dengan perayaan Maulid Nabi dengan ragam baik yang indah. Di dunia Islam, beberapa bentuk
shalawat dan puji-pujian kepada Nabi ditemukan pula dalam Burdah atau Diba’i. 3 Bahkan
dalam masyarakat Muslim tertentu, tradisi ini kerap dikaitkan dengan agama, meskipun tidak
ditemukan anjuran atau perintah untuk melakukannya4 sehingga berpengaruh terhadap fungsi
dan kedudukan Barzanji tersebut dalam keyakinan mereka.
Tradisi barzanji pada awalnya merupakan aktivitas pembacaan syair-syair tentang
kehidupan Rasul saw, dalam rangka menyambut hari kelahirannya (Maulid al-Rasul). Kitab ini
dikarang oleh Syekh Ja’far al-Barzanji (1126-1177 H) yang sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-
Jawahir‛ (kalung permata). Namun, seiring perkembangannya kitab ini lebih dikenal dengan
sebutan kitab al-Barzanji yang dinisbahkan kepada nama penulisnya yang juga sebenarnya di
ambil dari nama tempat asal keturunan syekh Ja’far al-Barzanji yakni daerah Barzanji kawasan
Arkad (Kurdistan). Nama tersebut menjadi populer di dunia Islam pada tahun 1920 ketika
Syekh Ja’far al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada
waktu itu menguasai Irak. Kitab ini ditulis dengan tujuan untuk membangkitkan semangat Islam
dan untuk kecintaan kepada Nabi Muhammad saw. serta agar umat Islam meneladani
kepribadiannya, mencontoh sifat-sifat, perilaku serta akhlak beliau.5
Jika pada awalnya syair-syair Barzanji hanya dibacakan pada saat memperingati
kelahiran Rasul saja, namun belakangan kegiatan ini dilakukan juga dalam beberapa lainnya,
seperti pengajian, syukuran pernikahan, kelahiran anak, menjelang keberangkatan haji dan
sebagainya. Hal itu tampaknya dilakukan sebagai bagian dari tradisi dan sebagai ekspresi
kebahagiaan dan tanda syukur.6 Bahkan beberapa menganggapkan sebagai hal yang harus
dilakukan karena dipercayai bacaan Barzanji membawa pengaruh tertentu..7 Fenomena ini
berlaku pula di masyarakat Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur dengan perspektif yang
berbeda. Kitab barzanji yang paling sering dibaca di kalangan masyarakat tersebut, berjudul
1
Kementerian Pendidikan dan Kebidayaan, Kamus Besar Indonesia, ED. V, Cet. I, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2016) h. 1208
22
Muhammad Shalihin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2010), h. 36.
3
Rosalinda, Tradisi Baca Burdah dan Pengalaman Keagamaan Masyarakat Desa Setiris Muara Jambi,
Kontekstualita, Vol. 28. No. 2013, h. 171
4
Wasisto Raharjo Jati, Tradisi Sunnah dan Bid’ah, Analisa Barzanji Dalam Perspektif Cultural Studies,
El-Harakah, Vol. 14. No 2 , 2012, h. 228
5
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, Cet. 1, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve),
1996
6
Abidin Nurdin, Integrasi Agama dan Budaya: Kajian Tentang Tradisi Maulod Dalam Masyarakat Aceh,
El Harakah, Vol. 18. No. 1 2016, h. 54-56.
7
Amna Rahma syam, Tradisi Barzanji Dalam Perspektif Masyarakat Kabupaten Bone, Jurnal Diskursus
Islam, vol. 4 No. 2. 2016, h. 249.
Majmu’ah Maulud Syaraf al-Anam. Kitab tersebut terdiri dari syair barzanji, juga mengutip
beberapa doa yang seluruh halamannya berjumlah 255 halaman.8 Dan umumnya hanya bagian
tertentu saja dibaca, karena isinya memang sangat padat.
Seluruh kitab tersebut ditulis dalam bahasa arab dan dibaca dalam bahasa arab pula,
dengan irama-irama tertentu. Bagi kebanyakan orang membacakan tulisan dalam bahasa arab
bukan hal yang terlalu sulit, mengingat al-Quran juga tertulis dalam bahasa arab. Apalagi
kondisi masyarakat tertentu dimana pengajaran membaca al-Quran masih mudah ditemukan.
Hal serupa ini juga berlaku bagi masyarakat Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur, bahwa
tidak kendala apa pun dalam membaca tulisan Barzanji apalagi bagi mereka yang fasih
membacanya, namun faktanya tidak semua dari mereka mampu memahami maknanya selain
karena kemampuan bahasa yang masih rendah, susunan kata dan bait syair yang dan kata-kata
yang tidak lazim akan menyulitkan para pembaca memahaminya. Jadi walaupun informasi di
dalam kitab barzanji itu penting dan berharga, akan banyak pemahaman yang tidak diperoleh
darinya. Inilah yang menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan, untuk melihat efektivitas
tradisi barzanji terhadap pemahaman keagamaan masyarakat Kecamatan Julok Kabupaten
Aceh Timur.
Untuk mendapatkan data tentang keefektifan tradisi Barzanji terhadap pemahaman
keagamaan masyarakat, maka informasi akan dibatasi pada tiga desa yang terdapat di
kecamatan tersebut. Pemilihan tiga desa yaitu desa Blang Uyok, desa Blang Sa dan Desa Ule
Tanoh dianggap dapat mewakili dengan 37 desa didalamnya.9 Informasi dan data diperoleh
melalui observasi dan wawancara dengan memilih beberapa informan yang mampu
memberikan penjelasan yang dimaksud.
8
Majmu’ah Maulud Syaraf al-Anam, (Indoneisa: Safakarya, tt)
9
Kecamatan Julok Dalam Angka 2020, BPS Kab. Aceh Timur, Katalog: 1102001.1105160
10
Abdul Basit Samat dkk, Seni Barzanji dan Marhaban: Sejarah dan Amalannya Dalam Masyarakat
Melayu, ‘Ulum Islamiyyah Jounal, USIM, Vol. 14, 2014, h. 49
Barzanji ini ialah ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid al-Nabi al-Azhar, atau yang dikenal dengan
Barzanji11
Kitab barzanji yang biasa digunakan di Indonesia ialah kitab Majmu’ah Mauludu Sharif
al-Anam. Kitab Majmu’ah Mauludu Sharif al-Anam tidak saja mengandungi Maulid Barzanji
tetapi juga qasidah, doa dan ratib yang bukan ditulis oleh Syeikh Ja’far al-Barzanji Hanya
terdapat satu bacaan Maulid yang ditulis olehnya dalam kitab ini, yaitu Maulid al-Bananji
Nathar (prosa) pada halaman 72 hingga 109, sedangkan Maulud al-Barzanji Nazam (syair)
pada halaman 110 hingga 147, ditulis oleh cicitnya Sayyid Zain al-Abidin ibn Sayyid
Muhammad al-Hadi.12
Terdapat beberapa buah kitab yang berbentuk uraian (syarah) kandungan dalam kitab-
kitab barzanji dengan berbagai gaya penulisan dan bahasa. Antara kitab-kitab tersebut ialah13:
a. Madarij al-Suud Ila Iktisa al-Burud oleh Nawani al-Bantani.
b. Sabil al-Munji oleh Abu Ahmad Abdul Harnid al-Kandali.
c. Nur al-Lail al-Daji wa Miftah Bab al-Yasar oleh Ahmad Subki al- Masyhadi.
d. Munyat al-Martaji fi Tarjamah Maulid al-Barzanji oleh Asrari Ahmad.
e. Al-Qaul al-Munji ala-Ma’ani al-Barzanji oleh Mundzir.
f. Badr al-Daji fi Tarjamah Maulid al-Barzanji oleh Muhammad Mizan Asrani
Muhammad
11
Mohammad Fuad Kamaluddin al-Maliki, Amalan Barzanji Menurut Perspektif Islam, Johor Bahru:
Penerbit Pusat Islam Iskandar Johor, 2009, h. 6
12
Mohammad Fuad, Amalan Barzanji Menurut Perspektif Islam,…,h. 9
13
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,…, hal. 199
14
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,…, hal. 199
Kitab barzanji yang biasa digunakan oleh masyarakat Kec. Julok Aceh Timur
berjudul Majmu’ah Maulud Syaraf al-Anam, yang diterbitkan oleh Safakarya Insan.
Indonesia, mengandung 18 rawi. Rawi adalah pemisah bagi setiap syair barzanji dengan
kisah-kisah yang berbeda.
15
Wawancara dengan Tgk. Iqbal, Pimpinan Dayah Babul Khairi, Desa Blang Uyok.
16
Wawancara dengan Tgk, Halimah, Pimpinan Balai Pengajian Desa Blang Pawoh Sa
b. Khitanan (sunat)
Pembacaan barzanji yang diikuti marhaban dan doa selamat terkadang turut diadakan
dalam acara berkhitan. Biasanya acara ini diadakan pada pagi menjelang siang hari, sebelum
ramai tamu yang diundang datang dalam cara hajatan tersebut. Biasanya juga sebelum
dibacakan Barzanji anak yang akan dikhitankan di tepung tawari (peusijuek). Sedangkan waktu
khitan tidak dilakukan pada hari tersebut, dan biasanya disesuaikan dengan waktu liburan
kenaikan kelas si anak yang akan dikhitan dengan alasan anak tersebut memiliki waktu yang
cukup untuk istirahat dan pemulihan.
c. Acara perkawinan
Barzanji dan marhaban juga dibaca di rumah pengantin perempuan pada malam hari
sebelum dilangsungkan acara resepsi perkawinan keesokan harinya. Pada malam tersebut,
masyarakat diundang oleh tuan rumah untuk melakukan persiapan, dan kumpulan pembaca
Barzanji diundang pula secara khusus pada malam tersebut. Sama seperti majelis yang lain,
tidak ke semua bab dibaca dan biasanya diikuti dengan doa selamat doa untuk arwah keluarga
yang telah meninggal
lagi irama yang dibawakan ketika pembacaan barzanji terdengar indah, sehingga menjadi
hiburan juga kepada yang hadir pada acara-acara tersebut.19
Ketiga hal tersebut yang disampaikan oleh masyarakat Julok, menunjukkan bahwa
kegiatan pembacaan barzanji tidak ada kaitannya dengan pemahaman mereka tentang sirah
Nabi. Jika pun mereka mengetahui beberapa hal yang terjadi dalam kehidupan Nabi saw, hal
itu tidak didapat dari pembacaan barzanji tersebut. Faktor utamanya adalah karena semua bait-
bait barzanji ditulis dan dibaca dalam bahasa arab, yang tidak semua mampu memahaminya.
Namun demikian beberapa bait shalawat yang popular dan akrab dengan pendengaran
masyarakat dapat dipahami dengan makna sederhana. Setidaknya pengetahuan masyarakat
tentang keutamaan shalawat, selain pahala dari Allah juga terdapat kebaikan dalam pembacaan
shalawat, inilah yang menjadi bentuk pemahaman lain di luar dari pembacaan Barzanji tersebut.
Sehingga beberapa diantara mereka mengatakan tidak sempurna acara atau hajat yang
dilaksanakan di kediaman mereka tanpa dibacakan Barzanji.
Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman atau pengetahuan tentang kelebihan shalawat
tersebut diperoleh bukan dari bacaan Barzanji, tetapi dari sumber lainnya. Bahkan diantara
mereka mengetahui dengan cukup baik tentang beberapa kisah kehidupan Nabi, dari kelahiran
sampai beberapa peristiwa penting dalam kehidupan Nabi, yang diperoleh dari sumber-sumber
lain seperti pengajian yang diadakan di masjid sekitar atau dari teungku dayah yang diundang
dalam pengajian di balai-balai pengajian milik desa atau yang dikelola pribadi oleh masyarakat
yang biasanya dilakukan di rumah-rumah warga.
Di sini tampak bahwa masyarakat Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur memiliki
motivasi yang cukup besar untuk meningkatkan pemahaman agama mereka yang ditunjukkan
melalui kehadiran mereka dalam majelis-majelis ilmu yang diadakan di tempat mereka, yang
pada umumnya kajian yang dominan adalah di bidang fiqh sesuai dengan kebutuhan.20 Ini
menunjukkan bahwa tradisi Barzanji tidak secara signifikan mempengaruhi masyarakat dalam
pemahaman keagamaan mereka, mengingat terdapat sumber-sumber pengajaran agama lainnya
yang tersedia dan diselenggarakan oleh masyarakat setempat.
19
Wawancara dengan Tgk Ahmad, Tokoh Masyarakat Desa Blang Uyok
20
Wawancara dengan Ibu Saidah, Tokoh perempuan di Desa Ule Tanoh
Kesimpulan
Berdasarkan hasil paparan dan di atas, bahwa tradisi Barzanji dilakukan di masyarakat
Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur dilakukan dengan beberapa motif diantaranya sebagai
wadah silaturahmi, sebagai media hiburan dan aktivitas seni. Hal tersebut dilakukan sebagai
wujud kebahagiaan dan tanda syukur pada acara Maulid Nabi, turun tanah, perkawinan,
khitanan, dan acara syukuran lainnya. Tradisi Barzanji masih berlanjut sampai sekarang,
dikarenakan sebagai besar masyarakat meyakini bahwa shalawat yang dibacakan dan
didengarkan dalam syair Barzanji tersebut memiliki keutamaan dan kebaikan dan mendapatkan
pahala dari Allah, sehingga sebagian beranggapan tidak sempurna acara hajat yang
dilaksanakan tanpa dibacakan Barzanji. Meski pembacaan Barzanji tidak signifikan
berpengaruh terhadap pemahaman keagamaan masyarakat Kecamatan Julok Kabupaten Aceh
Timur, bukan berarti masyarakat tidak mempunyai akses sama sekali untuk hal itu. Justru
motivasi masyarakat untuk ikut serta atau menyelenggarakan secara mandiri majelis-majelis
keilmuan, membuat pemahaman keagamaan mereka relatif cukup tinggi terutama berkaitan
dengan fiqh ibadah – muamalah yang menjadi kebutuhan harian mereka dan beberapa
pengetahuan sirah Nabi seperti yang tertulis dalam kitab Barzanji.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dahlan, Abdul Aziz,, Majmu’ah Maulud Syaraf al-Anam, Indonesia: Safakarya, tt.
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islamm, Jakarta: P.T Ichtiar Baru Van Hoeve.Abdul,
2001
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid I, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoevem,
1993.
Kementerian Pendidikan dan Kebidayaan, Kamus Besar Indonesia, ED. V, Cet. I. Jakarta: Balai
Pustaka, 2016.
Mohammad Fuad Kamaluddin al-Maliki, Amalan Barzanji Menurut Perspektif Islam, Johor
Bahru: Penerbit Pusat Islam Iskandar Johor, 2009.
Muhammad Shalihin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta: Narasi, 2010.
Nurdin, Abidn, Integrasi Agama dan Budaya: Kajian Tentang Tradisi Maulod Dalam
Masyarakat Aceh, El Harakah, Vol. 18. No. 1 2016
Raharjo Jati, Wasisto Tradisi Sunnah dan Bid’ah, Analisa Barzanji Dalam Perspektif Cultural
Studies, El-Harakah, Vol. 14. No 2, 2012
Rahma Syam, Amna, Tradisi Barzanji Dalam Perspektif Masyarakat Kabupaten Bone, Jurnal
Diskursus Islam, vol. 4 No. 2. 2016
Rosalinda, Tradisi Baca Burdah dan Pengalaman Keagamaan Masyarakat Desa Setiris Muara
Jambi, Kontekstualita, Vol. 28. No. 2013.
Samat, Abdul Basit, dkk, Seni Barzanji dan Marhaban: Sejarah dan Amalannya Dalam
Masyarakat Melayu, ‘Ulum Islamiyyah Journal, USIM, Vol. 14, 2014.