Ilovepdf Merged
Ilovepdf Merged
Ilovepdf Merged
Study On Medicinal Plants By Ethnic Dayak Tribe In The Kayu Tanam Village
Mandor Sub Regency Landak Foreman
ABSTRACT
West Borneo is very famous for the tropical rain forest that many various types of plant species.
Plant species used by very diverse societies, such as the plant underground layers, liana, terna,
shrubs, and the other tree species variety. In line with the level of public awareness will be
health care, use of medications derived from plants or treatment in the traditional way more
popular. Remember which can cure diseases and to work with more secure and economical, then
constantly socialized to the community so that embedded a culture of using medicinal plants as
options that align with medical treatment. The purpose of this research is to know the types of
medicinal plants and its utilization by the villagers of timber cropping, knowing the benefits of
medicinal plants and parts used and how to make it. This research uses the technique of deskriftip
with interviews and identification in the field, which is a descriptive addressed to people who
know and recognize the utilization of medicinal plants, namely the respondent elected, among
others, the village shaman/bahtra. Based on the results of research on medicinal plants and its
utilization around the village of timber Cropping sub Regency Landak, Foreman found 50 plant
species grouped in 32 drug family. Based on habitusnya, level a lot more herbs used as medicinal
plants that is as much as 21 species (42%), based on the used section leaves a lot be utilized that
is as much as 15 species (30%), based on how to use, how to drink a lot more use IE as much as
31 species (62%) based on the way of processing, boiling is used which is as much as 21 species
(42%) and the form of the herb which is the most widely used is a form of single herb 49 species
(98 percent). In an effort to maintain and preserve knowledge society, need to be encouraged the
cultivation of different kinds of plants that are utilized by the community and the need to do more
research about the research contents of chemical types were found.
Keyword : Dayak tribe, Kayu Tanam Village, medical plant.
234
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
235
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
Tabel 1. Tumbuhan Obat Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Kayu Tanam
(Medicinal Plants That Are Used By The Villagers Of Kayu Tanam)
No Nama Tumbuhan Manfaat
1 Alang-alang Panas dalam
2 Antidur Obat hepatitis
3 Bawang lama Kanker payudara
4 Belimbing Mengobati malaria, maag
5 Berinang Obat ginjal, obat panas, dan hipertensi
6 Cengkodok Diare
7 Daun Juang Obat luka
8 Daun kupu-kupu Sariawan
9 Daun pandan Menghilangkan ketombe
10 Daun sanah Sebagai obat tumor dan kanker
11 Daun ubi Obat Luka
12 Durian Obat bisul
13 Jahe Sebagai obat masuk angina
14 Jambu batu Diare, demam berdarah
15 Jambu monyet Mengobati sakit maag
16 Jariango Mengobati penyakit liver, penawar racun
17 Jengkol Mencegah diabetes
18 Jeruk sambal Sebagai obat batuk
19 Kacangma Mencegah keguguran
20 Kedondong Obat sakit pinggang
21 Keladi Sebagai obat luka
22 Kelapa Untuk kerumut
23 Kembang Sepatu Batuk lendir dan darah
24 Kencur Untuk wanita selesai melahirkan
25 Kopi Menurunkan resiko kanker
26 Korongan Patah tulang, ramuan selesai melahirkan.
27 Pugaga Sebagai obat tekanan darah tinggi
28 Kunyit Untuk mengobati tifus, diabetes
29 Langsat Demam
30 Lengkuas Sebagai obat rematik
31 Lidah buaya Luka
32 Lidah mertua Mengobati patah tulang, penyubur rambut
33 Mahkota Dewa Hipertensi dan kanker
34 Mengkudu Obat tekanan darah tinggi, keputihan.
35 Nanas Cacingan, luka, melancarkan pencernaan
36 Nangka Hipertensi
37 Pepaya Mengobati Sakit Malaria dan cacingan
38 Pinang Sakit maag
39 Pisang Melancarkan asi
40 Putri malu Batuk berdahak
41 Resam Luka lecet
42 Ribu ribu Sebagai obat luka
43 Sangki Kambing Obat sakit perut
44 Seledri Hipertensi
45 Sare Sakit gigi
46 Sirih Obat sakit mata
47 Sirih hutan Mengobati gatal-gatal
48 Nagka belanda Ambeyen, bisul
49 Terong pipit Batuk kronis, jantung berdebar
50 Tikala Papuk Memulihkan stamina, thypus, melancarkan kencing
236
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
Acoraceae 1
1
Solanaceae 1
1
Polypodiaceae 1
1
Pandanaceae 1
1
Moraceae 1
1
Melastomataceae 1
1
Glichemiaceae 1
1
Caricaceae 1
1
Asparagaceae 1
1
Anacordiaceae 1
1
Rubiaceae 2
2
Piperaceae 2
2
Myrtaceae 2
2
Fabaceae 2
2
Arecaceae 2
2
Liliaceae 3
3
Zingiberaceae 4
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
237
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
25
20
15
10 21
15
5 10
3 1
0
Herba Pohon Habitus
Perdu Liana Semak
Diteteskan 1
Ditempel,diminum 1
Ditaburkan 1
Dioles 1
Dimakan 1
Ditempelkan,dioleskan 2
Digosok 2
Diminum,ditempel 3
Ditempel 7
Diminum 31
0 5 10 15 20 25 30 35
238
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
Umbi 1
1
kuntum 1
1
Getah,buah,daun 1
1
Daun,buah 1
1
Buah 1
1
Akar,daun 1
1
Batang 2
3
Akar 3
5
Kulit 5
5
Daun 15
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Ditumbuk,diseduh 1
1
Diremas 1
1
Direbus,Diseduh 1
1
Diparut 1
1
Dibakar 1
2
Direndam 2
2
Diseduh 4
10
Direbus 21
0 5 10 15 20 25
Persentase spesies
239
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
Berdasarkan hasil dilapangan dari 50 spesies (72% ) dan penyakit luar sebanyak
spesies tumbuhan yang ditemukan, di 14 spesies ( 28% ). Lebih jelasnya dapat
Desa Kayu Tanam dalam kegunaan untuk dilihat pada Gambar 6 dibawah ini dengan
mengobati penyakit dalam sebanyak 36 jumlah persentase.
Penyakit dalam
Penyakit luar
tunggal
campuran
Gambar 7. Bentuk ramuan jenis tumbuhan obat dan persentasenya (Shape herb
medicinal plant species and the percentage )
3. Pandangan Etnis Dayak Kanayant ini selain digunakan untuk pertolongan
di Desa Kayu Tanam Kecamatan pertama dan pengggunaanobat tradisional
Mandor Kabupaten Landak mudah didapat dan tidak memerlukan
Terhadap Tumbuhan Obat.
biaya yang tidak begitu besar dibanding
Keterbatasan ekonomi menyebabkan
dengan obat-obatan modern. Cara
pengobatan tradisional menjadi pilihan
pengolahan masih sangat sederhana hanya
utama masyarakat untuk mengobati
berdasarkan kebiasaan dan pengalaman
penyakit. Biasanya pengobatan tradisional
240
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
sehari-hari yang diwariskan secara turun Kecamtan Balai Kabupaten Sanggau dan
temurun dari nenek moyang mereka. Leonardo (2012) dengan bagian yang
Dalam kehidupan masyarakat paling banyak digunakan adalah daun.
tradisional, apabila seseorang memiliki selain memiliki banyak fungsi/khasiat
pengetahuan, dalam hal ini khususnya daun merupakan bagian yang paling
pengetahuan tradisional, maka dengan mudah diambil dan ditemukan kapan saja
sendirinya yang bersangkutan akan diperlukan, berbeda pada bagian
mendapatkan pengakuan sosial yang lebih tumbuhan obat yang lain yang biasanya
tinggi, faktor ini juga yang menjadi salah tergantung musim misalnya pada bagian
satu penyebab pengetahuan akan obat- bunga maupun buah.
obatan tradisional dijaga kerahasiaannya Famili yang paling banyak
dan hanya disampaikan secara turun dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak di
temurun, serta sulit disampaikan secara Desa Kayu Tanam adalah famili
bebas (Lantik, 1998 sebagaimana dikutip Zingiberaceae sebanyak 4 jenis yaitu
Sabri, 2011). tanaman jahe (Zingiber officenale), kencur
Dari berbagai jenis tumbuhan obat (Kaemferia galanga), kunyit (Curcuma
yang dimanfaatkan oleh masyarakat sp), dan lengkuas (Alpinia galanga L).
tersebut, bagian yang paling banyak Dari keempat spesies famili yang sama ini
digunakan sebagai bahan baku obat adalah semuanya mempunyai kegunaan masing-
daun. Penelitian terdahulu oleh Asteria masing untuk mengobati suatu penyakit.
(2013) di daerah dusun Semuncol
Gambar 8. Kunyit dan Jahe Jenis Famili yang Paling Banyak Dimanfaatkan (
Turmeric and Ginger Type Family is the Most Used )
Pengobatan dengan menggunakan sangki kambing (Paraxelis clematidea)
tumbuhan oleh masyarakat setempat dapat untuk mengobati sakit perut. Sedangkan
diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu pada pengobatan penyakit luar seperti
penyakit dalam dan penyakit luar. Untuk mengobati luka dan patah tulang yaitu
mengobati penyakit dalam seperti terdapat pada tanaman lidah buaya (Aloe
tanaman mahkota dewa (Phalaria sp) dan lidah mertua (Sanseviera
macrocarpada) digunakan untuk trifasciata prai). Sedangkan cara
mengobati hipertensi, pinang (Areca pengobatan untuk penyakit dalam
cathecu L) untuk mengobati sakit maag, umumnya bagian dari tumbuhan tersebut
241
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
direbus, sedangkan pada penyakit luar sangat mudah dan hemat karena bisa
bagian tumbuhan tersebut di tempel, direbus hingga berulang kali. Menurut
digosok. Ternyata kegunaan untuk Hardadi (2005), perebusan berulang-ulang
mengobati penyakit dalam lebih banyak. dari bahan ramuan tidak berpengaruh
Berbeda hasilnya dengan penelitian walaupun khasiatnya akan sedikit
Handayani (2007) dan Maryadi (2012), berkurang.
kedua hasil penelitian terdahulu ini sama- Pengolahan dan penggunaan
sama lebih banyak mengetahui penyakit tumbuhan obat yang sangat sederhana ini
luar yang dapat disembuhkan. berkaitan dengan pengetahuan masyarakat
Berdasarkan cara penggunaanya, tentang tumbuhan obat yang umumnya
masyarakat lebih banyak menggunakan diperoleh secara turun temurun dan
obat dengan cara diminum, karena berdasarkan pada kebiasaan serta
sebagian besar jenis tumbuhan yang pengalaman sehari-hari mereka (Latifah,
ditemukan dan dimanfaatkan untuk 2000). Agar tanaman obat menjadi pilihan
mengobati penyakit dalam adalah dengan utama untuk menyembuhkan penyakit
cara diminum, masyarakat setempat maka harus disosialisasikan kepada
meyakini bahwa dengan cara diminum seluruh masyarakat.
penyakit yang mereka rasakan akan Bila ditinjau dari habitusnya, yang
sembuh dan mempunyai reaksi yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat
begitu cepat dibandingkan dengan cara adalah tingkat herba sebanyak 21 jenis.
dioles, ditempel maupun yang lainya. Hal ini sesuai dengan penelitian Arizona
Berbeda halnya dengan hasil penelitian (2011). Karena pada tingkat herba
terdahulu Anggraini (2004), cara merupakan tumbuhan yang mudah
penggunaan tumbuhan obat yang paling dibudidayakan dan tidak memerlukan
banyak ditemukan adalah dengan cara lahan yang luas cukup dipekarangan untuk
ditumbuk lalu dioles pada bagian yang melakukan penanaman.
sakit ini dikarenakan masih banyak Berdasarkan bentuk ramuannya, jenis
penyakit luar yang bisa diobati seperti ramuan yang paling banyak digunakan
gatal-gatal dan panau. oleh masyarakat yaitu ramuan tunggal
Berdasarkan cara pengolahannya, sebanyak 49 spesies (98%). Hal ini
sebagian besar masih menggunakan cara dikarenakan bentuk ramuan cukup mudah
tradisional seperti dibakar, dimasak, dibuat dan pengolahanya tidak terlalu
diparut, ditumbuk, diremas dan diseduh. sulit. Sedangkan penggunaan dengan jenis
Dari beberapa cara tersebut yang paling campuran kurang diketahui. Adapun
banyak digunakan yaitu dengan cara tanaman yang tergolong kedalam bentuk
direbus, karena penyakit yang dialami ramuan campuran yaitu terong pipit
sebagian besar merupakan penyakit dalam (Solanum torvum) dicampur dengan
dengan cara penggunakan diminum. rimpang jahe sebagai obat jantung
Selain itu, pengolahan dengan cara ini berderbar.
242
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
243
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
.
Gambar 10. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpada) yang Dibudidayakan
(Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpada) The Cultivated )
244
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
245
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (2) : 234 – 246
246
Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Volume 18 No. 1, Juni 2021 DOI 10.31851/sainmatika.v18i1.5188
https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/sainmatika
ABSTRACT
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Bagian tumbuhan yang digunakan mulai dari bagian yaitu akar, batang,
sebagai obat oleh masyarakat desa daun, bunga, buah, biji, kulit , rimpang,
Perajen Kecamatan Banyuasin 1 lateks, air, gel, umbidan seluruh bagian
Kabupaten Banyuasin tanaman. Persentase pemanfaatan bagian
tumbuhan yang digunakan oleh
Bagian tumbuhan digunakan masyarakat desa Perajen Kecamatan
sebagai obat tradisional“oleh masyarakat Banyuasin 1 Kabupaten Banyuasin
Desa perajen dalam pemenuhan disajikan pada Grafik berikut:
kebutuhan hidup sehari – hari
menggunakan seluruh bagian tumbuhan
teteskan dimata, mata terasa pedih setelah “digunakan daun, buah berkhasiat
itu mata terasa terang. meredahkan batuk, diabetes, gondongan,
Daun pepaya yang sudah reumatik, dan hipertensi. Daun belimbing
diekstrak ataupun masih dalam keadaan wuluh direbus sebanyak 7 lembar dari 3
segar; mengandung polifenol, saponin, gelas menjadi 1 gelas lalu diminum, 3
dan alkaloid yang mempunyai khasiat buah belimbing wuluh dipotong dan
mengobati sakit maag, disentri, Pereda direbus diminum airnya (Kartika, 2015).
nyeri rebusan 5 lembar daun pepaya Salah satu kandungan dalam daun
sampai air mendidih lalu pisahkan air jambu biji yaitu kuersetin, flavonoid,
rebusannya untuk diminum. Supaya rasa tanin, guajaverin, asam psidiolat, asam
nyeri akibat haid terminimalisir, cukup oleanolat, hiperin, kasuarinin, asam
rebus selembar daun pepaya, sejumput guajavolat (Ariani, 2008).“Jambu biji
garam dan asam, serta air hingga bagian yang digunakan adalah daun, buah
mendidih. dan biji untuk mengobati sakit perut,
Kulit buah naga mengandung mencret, diabetes, maag, diare, masuk
senyawa alkaloid, steroid, saponin, angin, sariawan, dan demam Penggunaan
tannin, dan vitamin C. Senyawa alkaloid dauh jambu biji untuk diare dengan cara
memacu sistim saraf, menurunkan daun direbus lalu airnya diminum.
tekanan darah, melawan infeksi mikroba. (Kartika, 2015).
Saponin menstimulasi jaringan epitel Kemangi (Ocimum citriodorum)
hidung, bronchitis dan ginjal dapat menurunkan darah tinggi, untuk
(Ermadayanti, 2018). Kulit “buah naga meghilangkan bau badan yang tidak
dapat mencegah kanker karena buah naga sedap. Contoh pemakaian dimasyarakat
mengandung antioksidan dan biasanya dijadikan lalapan makan (Ibad,
betakaroten. 2004). Daun kemangi (Ocimum basilicum
Alamanda mengatasi sembelit, L.) memiliki kandungan kimia aktif di
Obat sakit gigi, Penyakit malaria, kuning, dalamnya, antara lain : minyak atsiri,
gigitan ular berbisa. (Kartika, 2017). Cara karbohidrat, fitosterol, alkaloid, senyawa
pengolahannya daun dan bunga 15 gram fenolik, tanin, lignin, pati,
direbus air sampai mendidih setelah saponin,flavonoid, terpenoid dan
dingin diminum, untuk obat sakit gigi antrakuinon.(Larasati. 2016).”
oleskan getahnya. Kumis kucing dapat digunakan
Akar tapak darah mempunyai untuk batu ginjal, prostat, encok, masuk
khasiat untuk menyembuhkan kencing angin, peluruh kencing, kencing batu.
manis. Cara pengolahnnya akar tapak Seluruh bagian dari Kumis kucing
darah direbus dan diminum airnya 3 gelas direbus dengan air lalu diminum. Kumis
dijadikan 1 gelas diminum tiga kali kucing mempunyai rasa agak pahit, agak
sehari.Menurut Mursita, 2011 Tapak asin dan sepet. Dikarenakan mengandung
Darah mengandung vindolin sejenis orthosiphon glikosida, zat samak, minyak
alkaloid yang berbentuk metir ester kari atsiri, minyak lemak, saponin, sapofonim,
asam karboksilat aspidos-permidin yang garam kalium (Ekowati, et al. 2013).
dikandung oleh tanaman tapak darah Berdasarkan penelitian
berkhasiat menyembuhkan kencing (Kurniasih, et al.2015) nangko belando
manis. memiliki kandungan kimia asetogeni
Kandungan yang terdapat pada (anti kanker), antioksidan, flavonoid,
tanaman belimbing wuluh diantaranya saponin dan polifenol. Nangko belando
yaitu tanin, flavoloid, pectin, kalium mengobati kanker, tumor, membersihkan
oksalat, asam galat dan asam ferulat saluran pencernaan dan menjaga
(Saraswati, 2018). Belimbing wuluh kesehatan kulit. Daun nangko belando
ABSTRACT
The research was conducted at the District Hall Hamlet Semoncol Sanggau . The purpose of
this study to determine aspects of ethnobotany of medicinal plant use and knowledge of
medicinal plants by local people Semoncol Hamlet . While the benefits of this research can
be used as preliminary information on the community didusun Semoncol in utilizing and
conserving medicinal plants . Interviews and field research found 33 species of medicinal
plants , namely 8 species , 5 types of liana , 8 kinds of herbs , 11 shrubs , and one type of
herb . Of the 33 species of medicinal plants , there are 29 species from 21 families have been
identified and his family with the scientific name of 87.87 % and the percentage of species
that are not found and relatives scientific name is 12.12 % . For most shrubs levels used are
11 species ( 33.33 % ) . Type the ingredients of the most widely used is the sole way which is
30 species ( 90.90 % ) . The most widely used is the leaves which is 20 species ( 60.60 % ) .
The most used way of processing is boiled with 15 species ( 45.45 % ) , to how to use the
most widely used is the way to drink is 25 species ( 75.75 % ) , for the treatment turned out
the way in which treatment is the most widely used 23 species ( 69.69 % ).
400
etnobotani tumbuhan obat adalah seperti demam, rasa haus, warna
untuk mempelajari pemanfaatan dan kencing kuning tua, lidah merah atau
pengolahan tumbuhan sebagai bahan denyut nadi cepat. Lima macam cita
obat-obatan untuk kegiatan sehari-hari rasa dari tumbuhan obat ialah pedas,
oleh masyarakat dan menurut adat manis, asam, pahit, dan asin. Cita rasa
suatu suku bangsa. Menurut ini digunakan untuk tujuan tertentu
Suhardiman (1990) yang dikutip Jaini karena selain berhubungan dengan
(1993), tumbuhan obat adalah organ tubuh, juga mempunyai khasiat
tumbuhan yang bagian tubuhnya (akar, dan kegunaan tersendiri. Misalnya rasa
batang, kulit, daun, umbi, buah, biji, pedas mempunyai sifat menyebar dan
dan getah) mempunyai kasiat obat dan merangsang. Rasa manis berkhasiat
digunakan sebagai bahan mentah tonik dan menyejukan. Rasa asam
dalam pembuatan obat modern dan berkhasiat mengawetkan dan pengelat.
tradisional. Menurut Tampubolon Rasa pahit dapat mengilangkan panas
sebagaimana dikutip oleh jaini (1993), dan lembab. Sementara rasa asin
berdasarkan cara pembuatannya, obat melunakkan dan sebagai pelancar.
dapat dibedakan menjadi dua macam, Kadang-kadang ada juga yang
yaitu obat tradisional dan obat modern. menambahkan cita rasa yang keenam,
Perbedaan pokok antara obat yaitu netral atau tawar yang berkhasiat
tradisional dan modern adalah obat sebagai peluruh kencing.
tradisional pada pembuatannya tidak
melakukan bahan kimia, hanya METODOLOGI PENELITIAN
memerlukan air dingin dan air panas Penelitian dilaksanakan di Dusun
sebagai penyeduhnya. Semoncol Kecamatan Balai
Menurut Dalimartha (2000) yang Kabupaten Sanggau selama 4 minggu.
dikutip Armiwoltywa (2011) dikenal 4 Objek penelitian ini adalah areal
macam sifat dan 5 macam cira rasa penghasil tumbuhan obat yang
tumbuhan obat, yang merupakan terdapat didalam petak pengamatan.
bagian dari cara pengobatan tradisional Sedangkan alat-alat yang digunakan
timur. Adapun keempat macam sifat adalah Buku daftar tumbuhan obat
tumbuhan obat itu ialah dingin, panas, Indonesia untuk identifikasi jenis
hangat, dan sejuk. Tumbuhan obat tumbuhan obat, GPS, tali, tally sheet,
yang sifatnya panas dan hangat dipakai kamera untuk dokumentasi objek
untuk pengobatan sindroma dingin, penelitian, alat tulis untuk mencatat
seperti pasien yang takut dingin, data yang diperoleh dilapangan, daftar
tangan dan kaki dingin, lidah pucat pertanyaan atau koesioner untuk
atau nadi lambat. Tumbuhan obat yang responden terpilih, bahan pembuatan
bersifat dingin dan sejuk digunakan herbarium seperti: alkohol 70%,
untuk pengobatan sindroma panas, isolasi, gunting, label, kertas koran.
401
Metode yang digunakan dalam Data yang dikumpulkan dalam
penelitian adalah menggunakan penelitian ini meliputi data primer
metode deskriptif melalui wawancara yaitu data hasil pengamatan secara
guna mendapatkan data atau informasi langsung yang diperoleh dilapangan
awal sebelum melaksanakan melalui wawancara langsung dengan
identifikasi pemanfaatan jenis-jenis masyarakat sebagai responden dengan
tumbuhan obat. Penelitian deskriptif bantuan kuesioner. Untuk data
merupakan penelitian yang berusaha sekunder meliputi dari berbagai
mendeskriptifkan dan menginter- sumber yang terkait baik dari instansi,
prestasikan sesuatu, misalnya kondisi badan atau lembaga, dan literatur.
atau hubungan yang ada, pendapat
yang berkembang, proses yang sedang HASIL DAN PEMBAHASAN
berlangsung. Daftar pertanyaan untuk Berdasarkan dari hasil
responden terpilih meliputi data nama, wawancara dengan masyarakat Dusun
umur, jenis kelamin, pekerjaan dan Semoncol, diperoleh 33 jenis
kuesioner. Daftar kajian keaneka- tumbuhan obat yang dimanfaatkan
ragaman jenis tumbuhan obat yang oleh masyarakat dan 21 famili. Untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lebih jelasnya jenis tumbuh –
obat. tumbuhan obat yang hasil dapat dilihat
pada Tabel 1.
402
15 Kembang sepatu Hibiscus rosasinensis Malvaceae Bisul
16 Kencur Kaemferia galanga L. Zingiberaceae Masuk angin
17 Kumis kucing Ortoshiphon aristatus Lamiaceae Pelancar
kencing
18 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae Sakit perut
19 Temu hitam Curcuma aeruginosa Zingiberaceae Kembung
20 Temu putih Curcuma zeodoaria Zingiberaceae Kembung
21 Langsat Lansium domesticum Meliaceae Demam
22 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa Thymelaeaceae Kanker
23 Mengkudu Morinda citrifolia L. Rubiaceae Kembung
24 Tapak leman Elephantopus scaber L. Asteraceae Sakit perut
25 Sugi putih - - Kanker rahim
26 Sugi merah - - Luka
27 Sirih Piper betle Piperaceae Obat mata
28 Sirih hutan Piper bratteum Piperaceae Gatal-gatal
29 Sirsak Anona muricata L. Anonaceae Darah tinggi
30 Rumput kambing Ludwigia hyssopifolia Onagraceae Tulang patah
31 Tambal patah - - Patah tulang
32 Miniran Phyllanthus niruri L. Euphorbiaceae Sakit perut
33 Laban Vitex pubescens Vahl. Verbenaceae Diare
Berdasarkan hasil dari 21 famili langsung sembuh dan ada yang sampai
tumbuhan obat yang ditemukan pada 3 (tiga) hari dan sampai sebulan baru
penelitian dapat diketahui ada sembuh. Untuk efek sampingnya
beberapa famili yang memiliki dua sendiri tumbuhan obat tidak ada
atau lebih spesies, jumlah tertinggi efeknya Tumbuhan obat juga bisa
terdapat pada famili Zingiberaceae mengatasi penyakit lebih dari 3
yang memiliki empat spesies dengan contohnya adalah sirih bisa untuk obat
persentase famili tertinggi 12.12%. sakit mata, keputihan dan gatal-gatal.
Untuk bentuk jenis tumbuhan obat, Berdasarkan hasil dilapangan
yang dipakai masyarakat Dusun ditemukan 33 jenis tumbuhan obat,
Semoncol yaitu daun, batang, akar, yang dimanfaatkan sebanyak 21
buah. Didalam penggunaannya bisa spesies (87,87%), digunakan secara
digunakan didalam dan diluar tunggal sebanyak 30 spesies (90,90%),
contohnya untuk cara penggunaan bagian yang digunakan adalah bagian
diluar bisa dioles dan ditempel daun yaitu 20 psesies (60,60%), dan
sedangkan untuk cara penggunaan cara pengolahan yang paling banyak
didalam yaitu dengan cara direbus dan digunakan adalah cara direbus yaitu 15
diminum atau dimakan langsung. spesies (45,45%), untuk cara
Sedangkan untuk waktu pemakaian penggunaan yang paling banyak
tumbuhan obat tergantung jenis digunakan cara diminum yaitu 25
penyakitnya, ada yang diminum spesies (75,75%), untuk cara
403
pengobatan ternyata pengobatan dalam putih kunyit hijau sangatlah banyak
yang paling banyak dilakukan yaitu 23 kegunaannya.
spesies (69,69%). Dari hasil wawancara dengan
Keterbatasan ekonomi dukun kampung dan dari masyarakat
menyebabkan pengobatan tradisional yang memiliki pengetahuan mengenai
menjadi pilihan pertama masyarakat pengobatan tradisional. Berdasarkan
untuk mengobati suatu penyakit. bentuk ramuannya, masyarakat Dusun
Biasanya pengobatan tradisional ini Semoncol dalam mengolah tumbuhan
selain digunakan untuk pertolongan obat tidak hanya menggunakan satu
pertama dan penggunaan obat jenis tumbuhan obat saja, tetapi
tradisional mudah didapatkan atau bisa dicampur atau diramu dengan bahan
langsung dicari di pinggir sungai, di lainnya dan bahan campuran tersebut
ladang. Tumbuhan yang dimanfaatkan juga tidak hanya sama-sama dari
masyarakat Dayak Dusun Semoncol tumbuhan melainkan campuran
sebanyak 33 jenis, jenis-jenis sebagian besar dari arak dan garam.
tumbuhan obat tersebut ada yang Pengobatan dengan menggunakan
sengaja ditanam masyarakat di tumbuhan obat oleh masyarakat
perkarangan rumah, dan masih ada setempat dapat diklasifikasikan
tumbuhan obat yang tumbuh liar dan menjadi dua (2) macam, yaitu:
mengalami kelangkaan seperti kunyit penyakit dalam dan penyakit luar
putih, kunyit hijau yang susah Sebagian besar masyarakat Dusun
dijangkau. Menurut salah satu Semoncol untuk mengobati penyakit
responden, masyarakat Dayak Tarang dalam sering memanfaatkan daun
di Dusun Semoncol mengalami umbin buah (Phyllanthus niruri L).
kesulitan untuk mengobati sakit gigi sebagai obat sakit perut sedangkan
dan kembung, karena dengan cara pengobatan untuk penyakit dalam
langkanya keberadaan tumbuhan obat umumnya bagian dari tumbuhan
seperti kunyit putih dan kunyit hijau tersebut direbus dan diminum, untuk
sehingga membuat masyarakat di penyakit luar ini misalnya penyakit
Dusun Semoncol susah untuk panu dan kurap dengan ditumbuk lalu
mendapatkannya, sehingga masyarakat dioleskan.
harus mencari di dusun lain, sewaktu Masyarakat di Dusun Semoncol
mereka membutuhkan kunyit putih dan memanfaatkan tumbuhan obat untuk
kunyit hijau biasanya juga masyarakat mengobati berbagai penyakit karena
Dusun Semoncol menyimpannya penggunaan tumbuhan obat ini jauh
dalam bentuk kering. Menurut kakek lebih baik dan tidak ada efek
jihon yang berusia 76 tahun yang sampingnya dan tumbuhan juga
merupakan salah satu responden saya berfungsi ramuan alami untuk
mengatakan bahwa tumbuhan kunyit mengobati penyakit yang seringkali
404
timbul, dan masyarakat di Dusun 2. Pemanfaatan tumbuhan obat yang
Semoncol belum memahami bahwa paling banyak dimanfaatkan dari
tumbuhan obat selain sangat berguna 33 spesies dengan persentasi
buat menyembuhkan berbagai sebagai berikut:
penyakit, tumbuhan obat juga bisa a. Berdasarkan persentasenya ada
digunakan untuk bahan pangan atau 29 spesies yang ditemukan
bumbu dapur seperti kunyit (Curcuma nama ilmiah dan familinya
domestica), daun ubi (Manihot dengan persentasi 87,87%.
esculenta), kencur (Kaemferia galang Sedangkan yang tidak ada
L), mengkudu (Morinda citrifolia L), nama ilmiah dan familinya ad 4
daun papaya jantan (Carica papaya). spesies dengan persentase
Tumbuhan obat juga digunakan untuk 12,12%
tanaman hias dan ditanam didalam pot b. Berdasarkan tingkat
dan diperkarangan rumah. Hal ini pertumbuhannya ternyata
sesuai menurut Made (2011), tanaman tingkat pohon, herba, perdu
obat sebenarnya memiliki fungsi ganda yang lebih banyak ditemukan
untuk sebagai dekorasi halaman, yaitu 11 spesies (33,33%).
tanaman berfungsi sebagai ramuan c. Berdasarkan jenis ramuan,
alami untuk mengobati berbagai ternyata bentuk ramuan secara
penyakit yang seringkali timbul. tunggal lebih banyak
dimanfaatkan yaitu 30 spesies
KESIMPULAN DAN SARAN (90.90%).
Kesimpulan d. Berdasarkan bagian yang
Berdasarkan hasil penelitian digunakan dari akar, batang,
terhadap jenis tumbuhan obat dan buah, daun, rimpang, seluruh
pemanfaatannya di sekitar Dusun bagian tumbuhan, kulit, dan
Semoncol Kecamatan Balai Kabupaten getah ternyata bagian daun
Sanggau, yang dapat disimpulkan yang lebih banyak
sebagai berikut: dimanfaatkan yaitu 20 spesies (
1. Berdasarkan hasil penelitian 60.60%).
dilapangan ditemukan 33 spesies e. Berdasarkan cara pengolahan
tumbuhan obat yang tergolong baik dengan cara direbus,
dalam 21 famili yang sering ditumbuk, diparut dan secara
dimanfaatkan oleh masyarakat langsung dimanfaatkan,
sebagai obat, dimana ternyata cara direbus lebih
pengolahannya masih secara banyak digunakan masyarakat
tradisional yaitu hanya berdasarkan yaitu 15 spesies (45.45%).
kebiasaan dan pengalaman saja. f. Berdasarkan penggunaannya
baik dengan cara diminum,
405
dioleskan, dikumur-kumur, 3. Sebaiknya masyarakat disekitar
dimakan dan ditempelkan Dusun Semoncol Kecamatan Balai
ternyata penggunaan dengan Kabupaten Sanggau perlu
cara diminum lebih banyak membudidayakan tumbuhan obat
digunakan yaitu 25spesies terutama dipekarangan rumah agar
(75.75%). mudah diperoleh.
g. Berdasarkan kegunaan obat 4. Untuk tetap terpeliharanya
untuk mengobati suatu pengetahuan tentang jenis-jenis
penyakit yaitu penyakit dalam tumbuhan obat serta
dan penyakit luar ternyata pemanfaatannya, maka perlu
pengobatan untuk penyakit adanya kajian etnobotani
dalam lebih banyak dilakukan tumbuhan obat yang
yaitu 23 spesies (69.69%). didokumentasikan.
3. Berdasarkan hasil penelitian 5. Perlunya dilakukan penelitian
ternyata satu jenis tumbuhan bisa lanjutan mengenai tumbuhan obat,
untuk mengobati lebih dari satu karena masih banyak tumbuhan
jenis penyakit. obat yang belum diketahui
4. Berdasarkan dari hasil wawancara, pemanfaatannya di Dusun
tumbuhan obat yang didapat Semoncol.
sebanyak 33 jenis yang digunakan
oleh masyarakat di Dusun DAFTAR PUSTAKA
Semoncol. Ada 28 penyakit yang Armiwoltywa, C. 2011. Pemanfaatan
dapat disembuhkan dengan Tumbuhan Obat Terhadap
tumbuhan obat. Tingkat Pengetahuan
Saran Masyarakat Dilokasi Hutan
1. Perlu adanya perlindungan Adat Bukit Padarang Dusun
terhadap tumbuhan obat serta Marinso Kabupaten Landak.
Skripsi Mahasiswa Fakultas
pembinaan secara terpadu dengan
Kehutanan Universitas
penyuluhan yang berkelanjutan Tanjungpura Pontianak.
agar masyarakat dapat mengetahui (Tidak di Publikasikan)
dan memahami akan pentingnya Jaini. 1993. Risalah Potensi Tumbuhan
kelestarian tumbuhan obat. Buah-Buahan dan Tumbuhan
2. Perlu dilakukan pendekatan kepada Sebagai Obat. Pada Kebun
masyarakat tentang cara Plasma Nutfah Di Areal HPH
PT. Sari Bumi Kusuma
pemanfaatan tumbuhan obat tanpa
Sintang Kal-bar. Skripsi
menyampingkan faktor Fakultas Pertanian Jurusan
kelestariannya, terutama cara Kehutanan UNTAN
melakukan budidaya tumbuhan Pontianak.
obat.
406
Kintoko. 2006. Pengembangan Kalimantan Barat. Balai
Tanaman Obat. Proseding Penelitian Teknologi
Persidangan Antar Bangsa Konservasi SDA Badan
Pembangunan Aceh.
Penelitian Dan Pengembangan
Jogjakarta.
Kehutanan.
Made, D, D. 2011. Peningkatan
Kesehatan Masyarakat Safwan, M. 2008. Eksplorasi
Melalui Pemberdayaan Etnobotani Terhadap
Wanita Dalam Pemanfaatan Tumbuhan Hutan yang
Perkarangan Dengan berkhasiat Sebagai Obat Di
Tanaman obat Keluarga Daerah Aliran Sungai
(TOGA). Di Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau.
Geragai. Kerjasama Untan Dengan
Pemerintah Daerah Provinsi
Noorcahyati. 2013. Tumbuhan Kalimantan Barat, pontianak.
Berkhasiat Obat Etnis Asli
407
Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : 2443-3608
Vol.7 No. 1 (2021) 20 - 28
ABSTRAK
Etnobotani adalah cabang ilmu yang mendalami hubungan antara manusia dengan tumbuhan
disekitarnya. Tumbuhan obat adalah semua jenis tumbuhan yang diketahui memiliki kandungan senyawa
yang bermanfaat dan berkhasiat untuk mencegah, meringankan atau menyembuhkan suatu penyakit.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis tanaman obat, bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dan
paling banyak digunakan oleh masyarakat Kampung Padang Kecamatan Sukamara Kabupaten Sukamara.
Metode yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dengan metode survey dan teknik wawancara semi
terstruktur. Pemilihan responden dilakukan dengan metode Purposive sampling dengan jumlah responden
sebanyak 20 orang sebagai perwakilan pada tiap masyarakat. Pengambilan data dilakukan dengan cara
wawancara semi terstruktur dengan berpedoman pada daftar pertanyaan. Analisis data secara deskriptif
yang dilakukan dalam dua bentuk pendekatan yaitu pendekatan antropologi medikal dan pendekatan
etnobotani medikal. Hasil Penelitian menunjukan bahwa di Kampung Padang Kecamatan Sukamara
Kabupaten Sukamara ditemukan 47 Jenis tumbuhan obat tradisional berdasarkan sering sekali digunakan
(40,42%), sering (31,91%), dan yang jarang (27,65%). Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dan paling
banyak digunakan oleh masyarakat diataranya yang paling banyak adalah daun (70,21%), rimpang
(12,76%), akar (10,63%), buah (10,63%) batang (8,51%), umbi (8,51%), sedangkan biji (2,12%) dan
bunga (2,12%) merupakan bagian yang paling sedikit digunakan.
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai Negara kaya akan ragam hayati yang memiliki banyak potensi
alam dengan iklim tropisnya Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di
kawasan khatulistiwa dan dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat
keanekaragaman yang tinggi. Kekayaan alam Indonesia, menyimpan berbagai
tumbuhan yang berkhasiat obat dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu
diantaranya tumbuh di Indonesia (Arsyah, 2014). Letak geografis indonesia merupakan
wilayah yang sangat kaya akan tumbuhan (flora) dan hewan (fauna). Bahkan kekayaan
alam Indonesia menjadi salah satu yang tersebar di dunia mengalahkan negara-negara
lainnya. Terutama dalam menggunakan tumbuhan dan bahan alami sebagai obat untuk
mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu, selain itu juga
berkhasiat untuk mempercantik diri serta menjaga kondisi badan agar tetap sehan dan
bugar (Heri Permata, 2009).
Kalimantan merupakan pulau di Indonesia yang terkenal dengan kekayaan
keanekaragaman hayatinya. Tak hanya itu, kekayaan pengetahuan pengobatan
20
Helmina. S,& Hidayah.Y / Jurnal Pendidikan Hayati Vol.7 No.1 (2021) : 20 - 28
tradisional dengan menggunakan tumbuhan yang diwariskan secara lisan dari generasi
ke generasi pada etnis asli di Kalimantan juga sangat banyak. Namun, pengetahuan
tersebut tidak terdokumentasi dan dikhawatirkan akan terkikis seiring dengan hilangnya
habitat alami dan punahnya tumbuhan berkhasiat obat terutama tumbuhan hutan akibat
eksploitasi dan konversi lahan yang berlebihan.
Etnobotani adalah cabang ilmu yang mendalami hubungan antara manusia
dengan tumbuhan disekitarnya (Pratiwi dan Surata, 2013). Etnobotani adalah penelitian
ilmiah murni yang mengunakan pengalaman pengetahuan tradisional dalam memajukan
kualitas hidup, tidak hanya bagi manusia tetapi juga kualitas lingkungan. Studi tersebut
bermanfaat ganda, karena selain bermanfaat bagi manusia dan lingkungan, dan
perlindungan pengetahuan tersebut, melalui perlindungan jenis-jenis tumbuhan yang
digunakan.
Tumbuhan obat adalah semua jenis tumbuhan yang diketahui memiliki
kandungan senyawa yang bermanfaat dan berkhasiat untuk mencegah, meringankan
atau menyembuhkan suatu penyakit. Pada zaman dahulu manusia sangat bergantung
pada tumbuhan yang diketahui memiliki efek sebagai obat untuk mengatasi berbagai
jenis penyakit pada manusia. Di Indonesia nenek moyang kita telah lama memanfaatkan
tumbuhan tertentu sebagai obat.
Kurangnya minat generasi muda untuk mempelajari pengetahuan pengobatan
tradisional dengan menggunakan tumbuhan juga dapat menjadikan warisan tradisional
ini lambat laun akan punah. Etnis di Kalimantan memanfaatkan berbagai jenis
tumbuhan untuk pengobatan tradisional dengan mengandalkan dari habitat alaminya.
Sangat jarang tumbuhan hutan berkhasiat obat (THBO) ditanam secara khusus untuk
dibudidayakan. Selain mereka belum terbiasa dengan kegiatan budidaya THBO,
terdapat kepercayaan yang mereka yakini bahwa THBO yang dibudidayakan tidak
memiliki khasiat sebaik yang diambil langsung dari alam (Noorcahyati, 2013).
Masyarakat kampung padang merupakan salah satu daerah yang ada di Kecamatan
Sukamara yang masih menggunakan beberapa jenis tanaman obat yang ditanam
dihalaman rumah ataupun tumbuh sendiri disekitaran rumah. Karena jumlah penduduk
yang semakin banyak, masyarakat sudah tidak banyak lagi menggunakan tumbuhan
obat tradisional, Sebagian masyarakat saja yang masih memanfaatkan tumbuhan-
tumbuhan disekitar tempat tinggalnya untuk dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui jenis tumbuhan obat yang
ditemukan di Kampung Padang Kecamatan Sukamara Kabupaten Sukamara serta
Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dan paling banyak digunakan sebagai obat oleh
Masyarakat Kampung Padang Kecamatan Sukamara Kabupaten Sukamara. Hasil
penelian ini dapat memberikan informasi tentang pengetahuan etnobotani dan
menambah pengetahuan tentang pemanfaatan berbagai tanaman lokal sebagai obat-
obatan tradisional dan dapat memberikan informasi tentang berbagai tanaman lokal
yang ada di desa yang dapat dijadikan contoh untuk menanamkan sikap konservasi
terhadap tanaman lokal. Selanjutnya, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
agar melindungi keanekaraganan hayati yang ada disekitarnya.
21
Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Tradisional Oleh Masyarakat Kampung Padang Kecamatan Sukamara
Kabupaten Sukamara
Gaya hidup yang mulai mengarah kembali ke alam menandakan bahwa sesuatu
yang alami tidak lagi terkesan kampungan atau ketinggalan jaman. Dunia kedokteran
yang mutakhir pun mulai banyak yang kembali menelaah khasiat obat-obatan
tradisional. Berbagai tanaman herbal ditelaah dan didalami secara ilmiah, dan hasilnya
memang tanaman herbal mengandung zat-zat yang terbukti berkhasiat ampuh bagi
kesehatan (Pranata, 2014). Menurut Katno (2008), Efek samping TO dan OT relatif
kecil jika digunakan secara tepat TO dan OT akan bermanfaat dan aman jika digunakan
dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya enam aspek ketepatan, yaitu tepat
takaran, tepat waktu dan cara penggunaan, tepat pemilihan bahan dan telaah informasi
serta sesuai dengan indikasi penyakit tertentu.
Disamping berbagai kelebihan, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa tanaman obat
dan obat tradisional juga memiliki beberapa kelemahan yang merupakan kendala dalam
pengembangan obat tradisional, termasuk dalam upaya agar bisa diterima dalam
pelayanan kesehatan formal. Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain efek
farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta
volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis
mikroorganisme (Katno, 2008)
METODE PENELITIAN
22
Helmina. S,& Hidayah.Y / Jurnal Pendidikan Hayati Vol.7 No.1 (2021) : 20 - 28
Tabel 1 Jenis-Jenis Tumbuhan Obat Tradisional yang terdapat di Kampung Padang Kecamatan Sukamara
Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah
No Jenis Tumbuhan (nama Daerah) Nama Indonesia Nama Ilmiah
23
Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Tradisional Oleh Masyarakat Kampung Padang Kecamatan Sukamara
Kabupaten Sukamara
Berdasarkan tabel diatas terdapat 47 jenis tumbuhan obat yang berada disekitar
Kampung Padang Kecamatan Sukamara Kabupaten Sukamara yang diketahui dan
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat tradisional. Dari hasil tabel diatas
tumbuhan obat terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan yang digunakan oleh masyarakat
24
Helmina. S,& Hidayah.Y / Jurnal Pendidikan Hayati Vol.7 No.1 (2021) : 20 - 28
diantaranya, sering sekali digunakan sebanyak 40,42%, sering digunakan 31,91%, dan
jarang digunakan sebanyak 27,65%.
Berdasarkan hasil wawancara dari 20 responden bagian tumbuhan yang
digunakan sebagai obat tradisional beserta manfaatnya menunjukan daun (70,21%)
adalah bagian yang paling banyak digunakan, rimpang (12,76%), akar (10,63%), Buah
(10,63%), batang (8,51%), umbi (8,51%), sedangkan biji dan bunga (2,12%) adalah
bagian yang sedikit digunakan masyarakat kampung padang untuk pengobatan
tradisional.
Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat kampung padang Kecamatan
Sukamara Kabupaten Sukamara diantaranya:
a Tumbuhan yang sering sekali digunakan merupakan tumbuhan yang biasa
digunakan sehari-hari oleh masyarakat yang biasa dipakai untuk bumbu masak
didapur dan ditanam didepan halaman rumah karena tumbuhan itu mudah tumbuh
subur, mudah didapat dipasaran, cara penanamannya mudah dan cara perawatanya
juga tidak selalu harus disiram setiap hari maupun dipupuk. Tumbuhan sering kali
digunakan diantaranya; Bawang Dayak, Bawang Merah, Bawang putih, Jahe,
Kunyit, Kunyit Putih, Katuk, Kelor, Kencur, Ketumbar, Lengkuas, Serai, Seledri,
sirsak, Beluntas, Sirih, Sirih merah, Kumis kucing dan salam.
b Tumbuhan yang sering digunakan merupakan tumbuhan yang biasa tumbuh
disekitaran halaman rumah karena tumbuhan ini biasanya dijadikan tanaman hias di
halaman rumah yang tumbuh subur tanpa dirawat dengan teraratur dan untuk
dikonsumsi maupun digunakan untuk kebutuhan sehari-hari serta merupakan
tumbuhan liar yang tumbuh subur. Tumbuhan sering digunakan diantaranya; Jambu
biji, Pandan, pepaya, Binahung, Lidah buaya, Lidah mertua, Cocor bebek, Kaca
piring, Jengger Ayam, Bidara, Pacar air, dan Mangkokan Ketelah, Terong pipit dan
Ketepeng
c Tumbuhan yang jarang digunakan merupakan tumbuhan liar yang hidupnya tumbuh
subur ditempat terbuka namun ada tanaman yang hidup ditanam dihalaman rumah.
Tumbuhan jarang digunakan diantaranya; Jerangau, Lalang, Tapak dara, Mahkota
dewa, Mengkudu, Orang aring, Putri malu, Patah kemudi, Pegagan, brotowali,
Cengkodok, Samanerat, dan Tembora.
Bagian dan manfaat dari tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional di
Kampung Padang Kecamatan Sukamara Kabupaten Sukamara. Bagian-bagian
tumbuhan yang digunakan sebagai obat diantaranya:
a Daun yang paling banyak digunakan dari 47 jenis tumbuhan sebanyak 33 jenis
karena daun merupakan jenis yang paling umum digunakan sebagai bahan baku
ramuan obat tradisional, memiliki banyak manfaat untuk penyembuhan dan bagian
yang paling mudah diolah oleh masyarakat.
b Rimpang yang digunakan dari 47 jenis tumbuhan sebanyak 6 jenis, rimpang
merupakan bagian tumbuhan obat berupa potongan-potongan atau irisan yang
digunakan dan diolah sebagai obat.
25
Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Tradisional Oleh Masyarakat Kampung Padang Kecamatan Sukamara
Kabupaten Sukamara
c Akar yang digunakan dari 47 jenis tumbuhan sebanyak 5 jenis yang merupakan
tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal dari jenis
tumbuhan yang umumnya berbatang lunak dan memiliki kandungan air yang tinggi.
d Buah yang digunakan dari 47 jenis tumbuhan sebanyak 5 jenis yang merupakan
tumbuhan yang sering dimanfaatkan. Buah yang digunakan adalah buah yang lunak
dan ada pula yang keras. Buah yang lunak akan menghasilkan hasil obat yang baik
dengan bentuk dan warna yang sangat berbeda, khususnya bila buah masih dalam
keadaan segar.
e Batang yang digunakan dari 47 jenis tumbuhan sebanyak 4 jenis yang merupakan
tumbuhan sering dimanfaatkan untuk obat tradisional. Batang adalah salah satu
organ yang terdapat dalam tumbuhan dan merupakan sumbu bagi tumbuhan yang
bisa dimanfaatkan sebagai obat tradisional bagi masyarakat.
f Umbi yang digunakan dari 47 jenis tumbuhan sebanyak 4 jenis yang merupakan
tumbuhan yang sering dimanfaatkan berupa potongan rajangan umbi lapis, bentuk
ukuran umbi bermacam-macam tergantung dari jenis tumbuhannya.
g Biji merupakan bagian yang sedikit digunakan dari 47 jenis sebanyak 1 jenis
tumbuhan yang merupakan tumbuhan yang jarang dimanfaatkan. Biji diambil dari
buah yang telah masak sehingga umumnya sangat keras. Bentuk dan ukuran biji pun
bermacam-macam tergantung dari jenis tumbuhan.
h Bunga merupakan bagian yang sedikit digunakan dari 47 jenis sebanyak 1 jenis saja
yang merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat. Bunga adalah suatu
hasil modifikasi dari daun yang sangat unik dan memiliki bentuk yang berbeda
karena itulah bunga bisa dimanfaatkan sebagai obat bahan obat maupun sebagai
parfum.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut jenis
tumbuhan yang terdapat di Kampung padang Kecamatan Sukamara Kabupaten
Sukamara, ada 47 jenis tumbuhan obat, diantaranya: Sering sekali digunakan 40,42%,
Sering 31,91%, dan jarang 27,65%. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dan paling
banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Kampung padang
Kecamatan Sukamara Kabupaten Sukamara diantaranya, yang paling banyak digunakan
daun (70,21%), rimpang (12,76%), akar (10,63%), buah (10,63%)batang (8,51%), umbi
(8,51%), sedangkan biji (2,12%), dan bunga (2,12%) merupakan bagian yang sedikit
digunakan.
DAFTAR RUJUKAN
Astria, Setia Budhi Dan Lolyta Sisillia. 2014. Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Pada
Masyarakat Dusun Semoncol Kecamatan Balai Kabupaten Sanggau. Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.
26
Helmina. S,& Hidayah.Y / Jurnal Pendidikan Hayati Vol.7 No.1 (2021) : 20 - 28
Dipta Haryono, Evy Wardenaar Dan Fathul Yusro. 2013. Kajian Etnobotani Tumbuhan
Obat Di Desa Mengkiang Kecamatan Sanggau Kapuas Kabupaten Sanggau.
Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Friska Rahma Syafitri, Sitawati dan Lilik Setyobudi. 2013. Kajian Etnobotani
Masyarakat Desa Berdasarkan Kebutuhan Hidup. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur. Indonesia.
Katno. 2008. Tingkat Manfaat, Keamanan, dan Efektifitas Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. Diterbitkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan. Jawa
Tengah.
Leonardo, Fadillah H. Usman Dan Fathul Yusro. 2013. Kajian Etnobotani Tumbuhan
Obat Di Desa Sekabuk Kecamatan Sadaniang Kabupaten Pontianak. Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Masitah, Putri Dwi. Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Oleh Etnis Masyarakat Di
Dusun ArasNapal Kiri Dan Dusun Aras Napal Kanan Desa Bukit Mas
Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Proposal Penelitian. Fakultas Biologi.
Medan.
Permata, Heri. 2009. Tanaman Obat Tradisional. Penerbit Titian Ilmu. Bandung.
Rozak, Abdur. 2011. Studi Etnobotani Tumbuhan yang Berpotensi Sebagai Obat
Penyakit Dalam di Kecamatan Guluk-guluk Kabupaten Sumenep Madura.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Madura.
Thoha, A. S. 2009. Kondisi Umum Aras Napaldan Pulau Sembilan. Lokasi Umum
Praktik. Diakses dari http://ptigah.wordpress.com/2009/06/02/kondisi-umum-
aras-napal-danpulau-sembilan/
Utami, P. & Puspaningtyas, D.E. 2013. The Miracle of Herbs. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
27
Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Tradisional Oleh Masyarakat Kampung Padang Kecamatan Sukamara
Kabupaten Sukamara
28
Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
ISSN: 1693-8666
available at http://journal.uii.ac.id/index.php/JIF
Abstract
Background: Traditional medicine knowledge is one of the local wisdoms and is passed down from
generation to generation. Traditional medicine needs to be preserved in order to maintain the continuity of
this knowledge; besides that, it requires a balance between modern medicine and herbal medicine. Herbal
medicine is easy to obtain in the surrounding environment, at affordable prices and guarantees the safety of
medicinal chemicals that are harmful to the body. The use of drugs for a long period of time is a habit that is
harmful to the body organs because they contain certain chemical compounds that are not safe for human
vital organs, so it is necessary to make an inventory effort by digging up information from traditional healers.
This research is expected to make a significant contribution so that the role of herbal plants can be
maintained and developed in the future.
Objective: to inventory the plant species which useful as traditional medicines used by traditional healers
of the Tolaki tribe in Puundoho village.
Method: The method used in this research is a qualitative exploration, through an emic approach or a
community and ethical perspective supported by scientific literature. The use of qualitative methods in this
study is intended to describe people's knowledge
Results: The interview results with three traditional healers (mbu'wai) in Puundoho village about plants
that can be used as traditional medicines. It can be found on the side of the road, garden and yard. The part
of the plant used is the whole plant or part of the plant such as roots, stems, or leaves. The method to blend
it is boiled or mashed. The use of traditional medicines is applied orally or topically.
Conclusion: The types of traditional medicinal plants used by the Tolaki tribe in Puundoho village can be
obtained from yards, gardens, and roadsides including sidaguri, ciplukan, jeringan, bangle, purslane,
bandotan, boborongan, turi, meniran, banjar berrywit, mesoyi, ketepeng, guava, ginger, kencur, blechnum
nails and ketepeng
Keywords: Herbal medicine, inventarytation, medicinal plants, traditional medicine
Intisari
Latar belakang: Pengetahuan pengobatan tradisional merupakan salah satu kearifan lokal dan diperoleh
secara turun-temurun dari generasi kegenerasi selanjutnya. Pengobatan tradisional perlu dilestarikan
untuk menjaga keberlangsungan pengetahuan tersebut, selain itu diperlukan suatu keseimbangan antara
pengobatan modern dengan pengobatan herbal. Pengobatan herbal mudah diperoleh di lingkungan
sekitarnya, harga terjangkau, dan jaminan keamanan dari bahan kimia obat yang berbahaya bagi tubuh.
Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama adalah kebiasaan yang berbahaya bagi organ tubuh karena
mengandung senyawa kimia tertentu yang tidak aman bagi organ vital manusia sehingga perlu dilakukan
upaya inventarisasi dengan cara menggali informasi dari para penyehat tradisional. Penelitian ini
diharapkan akan memberikan kontribusi yang signifikan, sehingga peran tanaman herbal dapat terus
terjaga dan dikembangkan di waktu mendatang.
Tujuan: Menginventarisasi jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat tradisional yang digunakan
oleh penyehat tradisional suku Tolaki di Desa Puundoho.
Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplorasi yang bersifat kualitatif, melalui
pendekatan emik atau perspektif masyarakat dan etik yang didukung literatur ilmiah. Penggunaan metode
kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pengetahuan masyarakat
Hasil: Hasil wawancara dengan tiga penyehat tradisional (mbu’wai) yang ada di Desa Puundoho tentang
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat tradisional dapat ditemukan di tepi jalan, kebun dan
19
20 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
pekarangan. Bagian tanaman yang digunakan adalah keseluruhan bagian tanaman atau sebagian tanaman
seperti akar, batang atau daun. Cara meramunya yaitu direbus atau dihaluskan. Penggunaan obat tradisional
tersebut dilakukan secara cara oral atau topikal.
Kesimpulan: Jenis tanaman obat tradisional yang digunakan oleh suku Tolaki di desa Puundoho dapat
diperoleh dari pekarangan, kebun, dan pinggir jalan diantaranya sidaguri, ciplukan, jeringan, bangle, krokot,
bandotan, boborongan, turi, meniran, rumput beriwit banjar, mesoyi, ketepeng, jambu air, jahe, kencur, paku
blechnum dan ketepeng.
Kata kunci: Inventarisasi, obat herbal, pengobatan tradisional, tanaman obat
1. Pendahuluan
Sejak zaman prasejarah, manusia telah menggunakan produk herbal yang berasal dari
tanaman untuk pengobatan penyakit dan berbagai keperluan lain yang berhubungan dengan
kesehatan manusia (Yuan et al., 2016). Informasi tentang tanaman obat sejak dahulu kala
diturunkan dari generasi ke generasi (Jamshidi-Kia et al., 2018). Pengetahuan pemanfaatan
tumbuhan dalam pengobatan tradisonal oleh masyarakat Indonesia diwariskan dari nenek
moyangnya pada sebuah keluarga sehingga menjadi kebiasaan yang tetap bertahan (Rahim,
2013). Tumbuhan sebagai tanaman obat tradisional termasuk rempah, buah, sayur dan juga
tumbuhan liar. Tingginya kekayaan alam Indonesia serta komunitas atau etnis suku yang
beragam, memunculkan berbagai pengetahuan tentang lingkungan alam. Beberapa manfaat
tanaman tersebut telah didapatkan melalui berdasar pengetahuan tentang lingkungan alam,
termasuk pemanfaatan bahan alam untuk meningkatkan derajat kesehatan. Tiap suku atau etnis
di Indonesia memiliki pengetahuan yang berbeda dalam pemanfaatan bahan alam sebagai sumber
obat-obatan. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan tempat tinggal, adat ataupun tata-cara dan
perilaku. Menggali pengetahuan masyarakat tradisional (indigenous knowledge) adalah salah satu
langkah awal untuk mengetahui tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Windadri et al. (2006)
menyatakan bahwa tradisi pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional telah dibuktikan
secara ilmiah, namun masih banyak yang belum disebarluaskan melalui publikasi.
Suku Tolaki merupakan salah satu komunitas di Propinsi Sulawesi Tenggara yang
mendiami beberapa daerah pedesaan, termasuk Desa Puundoho. Nilai kearifan lokal yang berasal
dari alam dan lingkungan sekitar menjadi ciri khas komunitas suku tersebut. Salah satu bentuk
dan kearifan lokal komunitas tersebut adalah penggunaan obat-obatan tradisional berbahan alam
atau tumbuhan sekitar. Namun, pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai obat ini
cenderung hanya diketahui oleh kelompok tertentu seperti penyehat tradisional, sehingga tidak
semua anggota masyarakat atau anggota suku mengetahuinya. Seiring dengan perkembangan
zaman dan modernisasi, berubahnya ekosistem tempat mereka hidup, perubahan lingkungan dan
arus lalu lintas, komunikasi dan informasi dari luar, serta pola hidup yang serba instan
menyebabkan nilai-nilai budaya yang selama ini tumbuh dan berkembang di masyarakat ikut
berkembang, namun di sisi lain pengetahuan pemanfaatan dan cara meramu tumbuhan obat
mulai mengalami pergeseran minat dari kalangan generasi muda akibat adanya penggunaan obat
21 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
secara modern dan bersifat instant (Wijayakusuma, 2000), sehingga kearifan lokal terkait
pemanfaatan bahan alam dalam pengobatan penyakit terancam akan hilang. Pengobatan
penyakit yang berbahan alam perlu dilakukan guna meningkatkan derajat kesehatan untuk
mendukung animo masyarakat “back to nature” yang kini juga digemari bahkan oleh bangsa barat
(Setyowati & Wardah, 2007). Kuntorini (2005) menyatakan bahwa penelitian mengenai
inventarisasi tanaman sebagai obat tradisional telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti
terdahulu. Rahayu & Rugayah (2007) melakukan inventarisasi pada masyarakat lokal pulau
Wawonii Sulawesi Tenggara, Indrawati et al. (2015) pada masyarakat di Kelurahan Lipu
Kecamatan Betoambari Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara, Hasanah et al. (2016) di Desa
Lapandewa Kaindea kecamatan Lapandewa Kabupaten Buton Selatan, dan Slamet & Andarias
(2018) pada Sub Etnis Wolio Kota Baubau Sulawesi Tenggara.
Survei etnobotani tentang tumbuhan yang berperan sebagai obat tradisional pada
masyarakat suku Tolaki Kolaka Utara belum pernah dilaporkan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
menginventarisasi jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat tradisional yang
digunakan oleh penyehat tradisional suku Tolaki di Desa Puundoho. Inventarisasi ini diharapkan
dapat menambah khazanah pengetahuan bagi para peneliti yang ingin mengembangkan riset
tentang peran tanaman herbal sehingga obat tradisional dapat dikembangkan bagi kesehatan
masyarakat di waktu mendatang. Selain itu dengan adanya inventarisasi ini diharapkan agar
pengetahuan pengobatan tradisional dapat terus disebarluaskan dan diketahui oleh generasi-
generasi berikutnya.
2. Metode
Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan dan buku Flora (Tjitrosoepomo, 2005). Analisis data
dilakukan secara deskriptif.
Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh suku Tolaki
merupakan tumbuhan budidaya dan non budidaya. Tumbuhan ini mudah ditemukan
dipekarangan, pinggir jalan dan kebun (Tabel 2). Hasil penelitian Hasanah et al. (2016) terlihat
bahwa masyarakat di Lapandewa Kaindea Buton Selatan juga memperoleh tumbuhan dari
pekarangan atau kebun bahkan hutan yang digunakan sebagai tumbuhan obat. Hal ini sesuai
dengan Sofian et al. (2013) yang menyatakan bahwa pekarangan merupakan awal pemanfaatan
sumberdaya alam yang berpotensi terutama sebagai obat, dan sebagai pencegahan dan
pengobatan pertama bagi keluarga.
23 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
Tabel 2. Jenis tumbuhan berkhasiat obat tradisional yang ditemukan di Desa Puundoho
beserta tempat tumbuhnya
No Family Nama Umum Tempat tumbuh Keterangan
1 Solanaceae Ciplukan Kebun dan pinggir jalan Non budidaya
2 Malvaceae Sidaguri Kebun dan pinggir jalan Non budidaya
3 Acoraceae Jeringau Kebun dan pekarangan Budidaya
4 Zingiberaceae Bangle Kebun dan pekarangan Budidaya
5 Portulacaceae Krokot Pekarangan, pinggir jalan dan kebun Non budidaya
6 Asteraceae Bandotan Pekarangan, pinggir jalan dan kebun Non budidaya
7 Lamiaceae Boborongan Pekarangan, pinggir jalan dan kebun Non budidaya
8 Fabaceae Turi Kebun, pekarangan Budidaya
9 Euphorbiaceae Meniran Pekarangan, pinggir jalan dan kebun Non budidaya
10 Anthocerotaceae Rumput beriwit Pekarangan, pinggir jalan dan kebun Non budidaya
banjar
11 Lauraceae Massoyi Kebun dan hutan Budidaya
12 Fabaceae Ketepeng Pinggir jalan dan kebun Non budidaya
13 Myrtaceae Jambu air Pekarangan dan kebun Budidaya
14 Zingiberaceae Jahe Pekarangan dan kebun Budidaya
15 Zingiberaceae Kencur Pekarangan dan kebun Budidaya
16 Piperaceae Daun sirih Pekarangan dan kebun Budidaya
17 Blechnaceae Paku Blechnum Kebun dan hutan Non budidaya
Organ atau bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan adalah keseluruhan
tanaman, atau sebagian misalnya daun, batang dan rimpang. Hal ini sesuai dengan penelitian
Indrawati et al. (2015), Qamariah et al. (2018) dan Yowa et al. (2019) yang menyatakan bahwa
bagian tanaman yang digunakan sebagai obat yaitu daun, batang, kulit batang, bunga, buah, biji,
umbi, getah, rimpang dan akar yang pengolahannya dilakukan dengan cara ditumbuk, direbus,
diremas, dilayukan, dipanggang, diseduh, diparut dan ditempel atau dibalur. Hal ini dikarenakan
tiap organ yang dimiliki oleh suatu tumbuhan memiliki kandungan senyawa kimia yang berbeda
sehingga khasiatnya pun berbeda-beda (Pei et al., 2009). Dosis penggunaan obat radisional oleh
suku Tolaki juga memakai ukuran sederhana seperti segenggam, helai, dan ukuran ruas jari
seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Organ tumbuhan, cara meramu dan khasiat obat tradisional oleh masyarakat Desa Puundoho
No Bahasa lokal Organ Khasiat Cara meramu Cara penggunaan
tanaman
yang
digunakan
1 Tamiau Seluruh Mengobati Untuk mengobati Air rebusan
organ kolesterol, kolesterol dan gondok tersebut diminum
Tanaman sakit perut, beracun dengan cara
gondok keseluruhan tanaman
beracun di rebus dengan tiga
gelas air, hingga tersisa
satu gelas
Untuk mengobatai
sakit perut dengan cara
merebus segenggam
daun tanaman tersebut
dengan tiga gelas air
24 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
2. Mengambil satu
ruas jari kencur,
kemudian
dihaluskan
Sebagian besar sumber pengetahuan masyarakat (emik) dari suku Tolaki tentang tanaman
yang digunakan sebagai obat juga telah didukung oleh data ilmiah dan sains (etik). Kesesuaian
emik dan etik ini membawa manfaat sehingga sangat potensial dikembangkan sebagai obat herbal
dimasa yang akan datang. Umumnya tanaman herbal dari golongan Zingiberaceae, telah
memberikan banyak sumbangsih dalam dunia pengobatan tradisional (Mackinnon et al., 2000).
Meliki et al. (2013) menyatakan famili Zingiberaceae banyak dijadikan sebagai bahan obat oleh
Suku Dayak. Begitupun dengan Suku Tolaki di Desa Puundoho Kolaka Utara, beberapa contoh
Zingiberaceae yang digunakan oleh Suku Tolaki di tempat tersebut diantaranya jahe, kencur dan
bangle.
Suku Tolaki pada daerah tersebut secara empiris telah menggunakan Jahe sebagai obat
pada radang tenggorokan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tima et al. (2020)
pada Masyarakat di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur. Hasil
27 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
penelitian tersebut menyebutkan bahwa jahe digunakan sebagai obat luar dan mengobati sakit
tenggorokan. Winarti & Nurdjanah (2005) menyatakan kandungan gingerol yang terdapat dalam
rimpang jahe memiliki aktivtas antioksidan. Samsudin et al. (2016) juga menyatakan bahwa jahe
mengandung senyawa saponin, flavonoid, polifenol dan minya atsiri yang dapat digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri pada penderita gout artritis. Kencur pada komunitas ini digunakan untuk
mengobati infeksi tenggorokan dan sakit kepala. Larasati et al. (2019) menyatakan bahwa
golongan Zingiberaceae seperti pada kencur, memiliki kandungan senyawa flavonoid, saponin,
polifenol dan minyak atsiri yang memiliki aktivitas antibakeri. Hasil penelitian Fajeriyati & Andika
(2017) menyebutkan bahwa ekstrak etanol rimpang kencur dapat menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Rostiana & Effendi (2007) juga menyatakan bahwa kencur
dapat menambah nafsu makan, ekspektoran, obat batuk, disentri, tonikum, infeksi bakteri, masuk
angin, dan sakit perut. Bangle digunakan untuk mengobati sakit perut, diare berdarah dan demam.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan peneliatan Iswantini et al. (2011), Marliani (2012) dan
Wulansari et al. (2016), yang menyebutkan bahwa bangle mengandung senyawa saponin,
flavonoid, minyak atsiri, alkaloid, tanin, dan glikosida yang dapat menghambat pertumbuhan
bakeri, laksatif, antioksidan, dan mampu menghambat lipase pankreas.
Simplisia yang digunakan sebagai obat tradisional oleh suku Tolaki mayoritas berasal dari
daun. Hal ini menandakan bahwa kearifan lokal masyarakat Suku Tolaki dapat dijelaskan secara
ilmiah. Daun adalah bagian yang paling mudah diperoleh dari suatu tumbuhan dan sering
digunakan dalam pengobatan (Karmilasanti & Supartini, 2011). Santoso & Hariyadi (2008)
menyatakan bahwa daun pada umumnya bertekstur lunak sebab mempunyai kandungan air yang
tinggi, merupakan tempat fotosintesis, sehingga mengandung berbagai zat organik atau metabolit
sekunder berupa alkaloid, flavonoid, saponin dan terpenoid yang sangat potensial digunakan
sebagai sumber obat-obatan. Meskipun daun adalah tempat fotosintesis, tetapi daun memiliki
regenerasi yang tinggi, sehingga tidak berdampak besar terhadap keberlangsungan hidup suatu
tumbuhan, berbeda jika pemanfaatan tumbuhan adalah akar dan batangnya. Dikhawatirkan dapat
mengganggu keberlangsungan dan regenerasi tumbuhan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun Suku Tolaki di daerah ini banyak menggunakan tanaman dalam kehidupan, misalnya
sebagai obat-obatan, namun kearifan lokal suku ini sangat menjunjung nilai atau budaya
konservasi.
Beberapa contoh tumbuhan obat suku Tolaki yang berbahan daun yaitu daun jambu biji,
daun sirih dan daun bandotan. Hasil penelitian Rizal & Sustriana (2019) di Kabupaten Musi
Banyuasin, Sumatera Selatan terlihat bahwa masyarakat juga memanfaatkan sirih, jambu biji
sebagai bahan obat-obatan. Masyarakat Suku Tolaki menggunakan daun jambu biji sebagai obat
sakit perut. Hal ini sesuai dengan Tannaz et al. (2014) & Fratiwi (2015) yang menyatakan tanaman
jambu biji, terutama bagian daun memiliki efektivitas yang lebih tinggi sebagai antidiare
28 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
dikarenakan tanaman ini mengandung tanin, flavonoid, alkoloid dan minyak atsiri yang dapat
menghilangkan rasa sakit di perut. Penggunaan daun sirih sebagai antiseptik pada wanita oleh
Suku Tolaki juga sesuai dengan hasil penelitian (Supratiknyo, 2015). Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa rebusan daun sirih dapat digunakan untuk mengobati keputihan patologis.
Manek et al. (2019) juga menyebutkan sirih dapat digunakan untuk mengobati keputihan pada
masyarakat Desa Lookeu Kecamatan Tasifeto Barat Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur. Sirih
dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit antara lain mengobati diare, mengobati
sakit gigi, mimisan, dan mengatasi keputihan dan masalah kesehatan wanita lainnya sirih
mengandung senyawa bioaktif antara lain metil eugenol, sineol, estragol, karvakrol, tanin,
alkaloid, flavonoid, antrakuinon dan komponen steroid (Suarsana et al., 2015). Suku Tolaki
menggunakan daun bandotan untuk mencegah pendarahan karena luka. Hal ini sejalan dengan
penelitian Amadi et al. (2012) yang menyatakan bahwa kandungan alkaloid dan flavonoid
terakumulasi pada daun bandotan dapat meningkatan proliferasi seluler pada lokasi luka yang
disebabkan oleh sintesis kolagen yang mengalami pengendapan, dengan cara regenerasi dermal
dan epidermal dini, memiliki efek positif terhadap proliferasi seluler, pembentukan jaringan
granular dan epitelisasi.
Selain berbahan daun, simplisia yang digunakan suku Tolaki juga dapat berasal dari
keseluruhan tumbuhan, misalnya tumbuhan ciplukan, dan krokot. Suku Tolaki menggunakan
tanaman ciplukan untuk mengobati kolesterol, sakit perut, gondok beracun. Hal ini sesuai dengan
penelitian Krishna et al. (2013) yang menyatakan bahwa ciplukan memiliki aktivitas sebagai
antioksidan, antiartritis dan antiinflamasi, dan imunomodulator. Hal ini dikarenakan ciplukan
mengandung senyawa flavonoid, yang berpotensi sebagai antioksidan pada pertumbuhan tumor
sehingga dapat meningkatkan respon imun. Suku Tolaki menggunakan krokot untuk penyakit
jantung. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa krokot berperan untuk menurunkan
total kolesterol, trigliserida, LDL (low densitiy lipoprotein) dan meningkatkan HDL (high density
lipoprotein). Masyarakat Suku Tolaki menggunakan meniran untuk mengobati infeksi saluran
kemih. Penelitian Tambunan et al. (2019) menyatakan bahwa kandungan senyawa kimia yang
terdapat pada herba meniran antara lain saponin, flavonoid, polifenol, filantin, hipofilantin, dan
garam kalium. Senyawa-senyawa tersebut saling berinteraksi sehingga dapat meningkatkan
aktivitas antioksidannya.
Suku Tolaki menggunakan kulit batang mesoyi untuk menyembuhkan luka. Hal ini sesuai
dengan penelitian Prasetyo et al. (2019) yang menyatakan bahwa minyak atsiri mesoyi yang
diperoleh dari kulit batang terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans. Masyarakat suku Tolaki menggunakan sidaguri untuk mengobati bisul dan buang air
besar yang disertai darah. Syafrullah (2015) menyatakan bahwa sidaguri memiliki kandungan
flavonoid, alkaloid dan leuokoantosionidan. Sidaguri oleh masyarakat Suku Muna di permukiman
29 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
Kota Wuna digunakan sebagai ramuan setelah melahirkan. Ramuan tersebut berkhasiat untuk
membersihkan darah kotor, memulihkan tenaga dan mengencangkan kembali bagian tubuh yang
kendor setelah melahirkan (Jumiarni & Komalasari, 2017). Jeringau oleh masyarakat suku Tolaki
digunakan untuk mengobati sakit perut (diare). Penelitian dari Widyastuti et al. (2019) pada suku
Devayan di Aceh menyebutkan bahwa Jeringau dapat digunakan untuk mengobati diare, batuk,
demam/panas, HIV/AIDS, perawatan pra/pasca melahirkan, sakit kepala, dan tumor/kanker. Hal
ini dikarenakan rimpang Jeringau memiliki kandungan zat aktif yaitu β-asaron, α-asaron,
seskuiterpen, β-daucosterol, triterpenoid, dan polisakarida larut air (Nandakumar et al., 2012).
Tanaman turi digunakan oleh masyarakat suku Tolaki untuk mengobati panas dalam. Hal
ini dimungkinkan karena tanaman turi mengandung senyawa kimia berupa arginin, sistein,
histidin, isoleusin, fenilalanin, triptofan, valin, treonin, alanine, aspargin, asam aspartat, saponin,
asam oleat, galaktosa, ramnosa, asam glukoronat, flavonoid, dan kaemferol yang mempengaruhi
aktivitas tersebut (Bhoumik et al., 2016).
Masyarakat suku Tolaki menggunakan boborongan untuk menghilangkan bau amis pada
haid. Hal ini sesuai dengan penelitian Falah et al. (2013) pada masyarakat disekitar hutan lindung
Gunung Beratus Kalimantan Timur. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa tanaman
boborongan digunakan untuk pengobatan pasca persalinan dan penghilang bau amis darah (Falah
et al., 2013). Hal ini dikarenakan tanaman tersebut mengandung minyak esensial seperti
germacrene D (13,54%), caryophyllene (12,31%), phthalamide doxime (9,47%), caryophyllene
oxide (8,87%), ℘-elemene (7,18%), caryophyllene (4,83%), carotol (3,83%), juniper camphor
(3,70%), ledol (3,08%), ℘-eudesmol (2,50%) dan lain-lain yang berperan sebagi obat (Bhuiyan et
al., 2010).
Rumput banjan/beriwit oleh masyarakat Suku Tolaki digunakan untuk mencegah
pendarahan pada luka. Hal ini sesuai dengan penelitian Noorcahyati (2012) pada masyarakat
etnis asli Kalimantan. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa rumput banjan/beriwit
dapat digunakan untuk mengobati luka terbuka. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut
mengandung glikosida, saponin, steroid, flavonoid, tannin, alkaloid dan triterpenoid. Khasiat
glikosida dalam rumput banjan antara lain menunjukkan aktivitas terapetik seperti aktivitas anti
inflamasi, aktivitas antioksidan, antivitas antidiabetik, antibakteri, antivirus, anti kanker, anti
tumor dan aktivitas biologis lainnya (Garduque et al., 2019).
Masyarakat Suku Tolaki menggunakan paku blechnum (Brachnum orientale) untuk
membantu menurunkan kadar darah putih yang tinggi pada ibu hamil. Hal ini sesuai dengan
penelitian Nikmatullah et al. (2020) yang menyebutkan bahwa paku brachnum dapat digunakan
untuk mengobati penyakit bisul, cacingan, diare, gangguan saluran kemih, kebingungan akut
(igauan), kontrasepsi alami, kulit gatal, luka, leukemia, maag, sakit kepala, sakit telinga, sakit perut
dan tifus. Kandungan senyawa kimia pada paku blechnum yaitu blechnic acid, 8-epiblechnic acid,
30 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa jenis tanaman obat
tradisional yang digunakan oleh Suku Tolaki di desa Puundoho dapat diperoleh dari pekarangan,
kebun, dan pinggir jalan diantaranya sidaguri, ciplukan, jeringan, bangle, krokot, bandotan,
boborongan, turi, meniran, rumput beriwit banjar, mesoyi, ketepeng, jambu air, jahe, kencur, paku
blechnum dan ketepeng. Akan tetapi, kemungkinan masih ada jenis tumbuhan lain yang berperan
sebagai obat dan belum terekspos.
Ucapan terimakasih
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Samsir Sabar selaku Kepala Desa Puundoho yang
telah memberi ijin pelaksaaan penelitian serta penyehat tradisional suku Tolaki yang telah
membantu jalannya penelitian ini.
Daftar pustaka
Indrawati, I., Sabilu, Y., & Zainal, P. F. (2015). Keanekaragamaan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Tradisional Pada Masyarakat di Kelurahan Lipu Kecamatan Betoambari Kota Baubau
Provinsi Sulawesi Tenggara. BioWallacea, 2(1), 204-210.
Iswantini, D., Silitonga, R. F., Martatilofa, E., & Darusman, L. K. (2011). Zingiber cassumunar,
Guazuma ulmifolia, and Murraya paniculata extracts as antiobesity: in vitro inhibitory effect
on pancreatic lipase activity. Hayati Journal of Biosciences, 18(1), 6-10. doi:DOI:
10.4308/hjb.18.1.6
Jamshidi-Kia, F., Lorigooini, Z., & Amini-Khoei, H. (2018). Medicinal plants: Past history and future
perspective. Journal of herbmed pharmacology, 7(1), 1-7. doi:doi: 10.15171/jhp.2018.01
Jumiarni, W. O., & Komalasari, O. (2017). Eksplorasi jenis dan pemanfaatan tumbuhan obat pada
masyarakat Suku Muna di Permukiman Kota Wuna. Traditional Medicine Journal, 22(1), 45-
56.
Karmilasanti, K., & Supartini, S. (2011). Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat dan
Pemanfaatannya di Kawasan Tane'olen Desa Setulang Malinau, Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Ekosistem Dipterokarpa, 5(1), 23-38.
Krishna, T. M., Vadluri, R., & Kumar, E. M. (2013). In vitro determination of antioxidant activity of
Physalis angulata Lnn. International Journal of Pharmacy Bio Sciences, 4(3).
Kumar, D. G., Syafiq, A. M., Ruhaiyem, Y., & Shahnaz, M. (2015). Blechnum orientale Linn: An
important edible medicinal fern. International Journal of Pharmacognosy Phytochemical
Research, 7(4), 723-726.
Kuntorini, E. M. (2005). Botani ekonomi suku Zingiberaceae sebagai obat tradisional oleh
masyarakat di Kotamadya Banjarbaru. Jurnal Bioscientiae, 2(1), 25-36.
Larasati, A., Marmaini, M., & Kartika, T. (2019). Inventarisasi Tumbuhan Berkhasiat Obat di Sekitar
Pekarangan di Kelurahan Sentosa. Jurnal Indobiosains, 1(2), 76-87.
Mackinnon, K., Hatta, G., Halim, H., & Mangalik, A. (2000). Seri Ekologi Indonesia, Buku III: Ekologi
Kalimantan. Jakarta: Prenhallindo.
Manek, M. N., Boro, T. L., & Ruma, M. T. L. (2019). Identifikasi Jenis-Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat
Di Desa Lookeu Kecamatan Tasifeto Barat Kabupaten Belu. Jurnal Biotropikal Sains, 16(1), 64-
77.
Marliani, L. (2012). Aktivitas antibakteri dan telaah senyawa komponen minyak atsiri rimpang
bangle (Zingiber cassumunar Roxb.). Prosiding SNaPP2012: Sains, Teknologi, dan Kesehatan,
3(1), 1-6.
Meliki, M., Linda, R., & Lovadi, I. (2013). Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Suku Dayak Iban Desa
Tanjung Sari Kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten Sintang. Jurnal Protobiont, 2(3), 129-
135.
Nandakumar, S., Menon, S., & Shailajan, S. (2012). A rapid HPLC‐ESI‐MS/MS method for
determination of β‐asarone, a potential anti‐epileptic agent, in plasma after oral
administration of Acorus calamus extract to rats. Biomedical Chromatography, 27(3), 318-
326. doi:DOI 10.1002/bmc.2794
Nikmatullah, M., Renjana, E., Muhaiman, M., & Rahayu, M. (2020). Potensi Tumbuhan Paku (Ferns
& Lycophytes) Yang Dikoleksi Di Kebun Raya Cibodas Sebagai Obat. Al-kauniyah: Jurnal
Biologi, 13(2), 278-287. doi:dx.doi.org/10.15408/kauniyah.v13i2.16061
Noorcahyati, N. (2012). Tumbuhan Berkasiat Obat Etnis Asli Kalimantan. In.
Pei, S., Zhang, G., & Huai, H. (2009). Application of traditional knowledge in forest management:
Ethnobotanical indicators of sustainable forest use. Forest Ecology and Management, 257,
2017-2021. doi:doi:10.1016/j.foreco.2009.01.003
Prasetyo, Y. S. A., Sitepu, R., & Rollando, R. (2019). Uji Antimikroba Minyak Atsiri Mayosi (Massoia
aromatica) terhadap Bakteri Streptococcus mutans. Jurnal Farmasi dan Kesehatan, 9(2), 132-
140.
Qamariah, N., Mulyani, E., & Dewi, N. (2018). Inventarisasi Tumbuhan Obat di Desa Pelangsian
Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur. Borneo Journal of
Pharmacy, 1(1), 1-10.
Rahayu, M., & Rugayah, R. (2007). Pengetahuan Tradisional dan Pemanfaatan Tumbuhan oleh
Masyarakat Lokal Pulau Wawonii Sulawesi Tenggara Berita Biologi, 8(6), 489-499.
32 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
Rahim, N. (2013). Identifikasi Tumbuhan Berkhasiat Obat yang Digunakan oleh Pengobat Tradisional
Suku Bajo di Desa Torosiaje. (1), Universitas Negeri Gorontalo, (431409046)
Rizal, S., & Sustriana, S. (2019). Inventarisasi dan Identifikasi Tanaman Bekhasiat Obat di
Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Indobiosains, 1(2), 50-62.
Rostiana, O., & Effendi, D. S. (2007). Teknologi Unggulan Kencur: Perbenihan dan Budidaya
Pendukung Varietas Unggul. In.
Samsudin, A. R. R., Kundre, R., & Onibala, F. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Memakai
Parutan Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var Rubrum) Terhadap Penurunan Skala
Nyeri PadaPenderitaGout Artritis Di Desa Tateli Dua Kecamatan Mandolang Kabupeten
Minahasa. eJurnal Keperawatan, 4(1).
Santoso, B. B., & Hariyadi, H. (2008). Metode pengukuran luas daun jarak pagar (Jatropha curcas
L.). MAGROBIS-Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 8(1), 17-22.
Setyowati, F. M., & Wardah, W. (2007). Diversity of medicinal plant by Talang Mamak tribe in
surrounding of Bukit Tiga Puluh National Park, Riau. Biodiversitas, 8(3), 228-232.
Slamet, A., & Andarias, S. H. (2018). Studi Etnobotani dan Identifikasi Tumbuhan Berkhasiat
ObatMasyarakat Sub Etnis Wolio Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Paper presented at the
Proceeding Biology Education Conference.
Sofian, F. F., Supriyatna, S., & Moektiwardoyo, M. (2013). Peningkatan sikap positif masyarakat
dalam pemanfaatan tanaman obat pekarangan rumah di Desa Sukamaju dan Girijaya
Kabupaten Garut. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 2(2), 107-117.
Suarsana, I. N., Kumbara, A. A. N. A., & Satriawan, I. K. (2015). Tanaman Obat Sembuhkan Penyakit
untuk Sehat. In (pp. 126 hlm).
Supratiknyo, S. (2015). Kecepatan Kesembuhan Keputihan Patologis dengan Intervensi Rebusan
Daun Sirih. Oksitosin, Kebidanan, 2(1), 41-48.
Syafrullah, S. C. (2015). Indonesian sidaguri (Sida rhombifolia L.) as antigout and inhibition kinetics
of flavonoids. Jurnal Majority, 4(1), 80-85.
Tambunan, R. M., Swandiny, G. F., & Zaidan, S. (2019). Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol
70% Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Terstandar. Jurnal Ilmu Kefarmasian, 12(2), 60-
64.
Tannaz, J. B., Brijesh, S., & Daswani, P. G. (2014). Bactericidal effect of selected antidiarrhoeal
medicinal plants on intracellular heat-stable eterotoxinproducing Escherichia coli. Indian
Journal of Pharmaceutical Sciences, 76(3), 229-235.
Tima, M. T., Wahyuni, S., & Murdaningsih, M. (2020). Etnobotani Tanaman Obat di Kecamatan
Nangapanda Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur. Journal Penelitian Kehutanan FALOAK,
4(1), 23-38. doi:doi.org/10.20886/jpkf.2020.4.1
Tjitrosoepomo, G. (2005). Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan Cetakan ke-2. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Widyastuti, R., Ratnawati, G., & Saryanto, S. (2019). Penggunaan Tumbuhan Jerango (Acorus
Calamus) Untuk Pengobatan Berbagai Penyakit Pada Delapan Etnis Di Provinsi Aceh. Media
Konservasi, 24(1), 11-19.
Wijayakusuma, H. M. H. (2000). Potensi Tumbuhan Obat Asli Indonesia sebagai Produk Kesehatan.
Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, 25-31.
Winarti, C., & Nurdjanah, N. (2005). Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber pangan
fungsional. Jurnal Litbang Pertanian, 24(2), 47-55.
Windadri, F. I., Rahayu, M., Uji, T., & Rustiami, H. (2006). Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat
oleh masyarakat lokal suku Muna di kecamatan Wakarumba, kabupaten Muna, Sulawesi
Utara. Biodiversitas, 7(4), 333-339.
Wulansari, E. D., Wahyuono, S., Marchaban, M., & Widyarini, s. (2016). Potential Bengle (Zingiber
cassumunar Roxb.) rhizomes for sunscreen and antioxidant compounds. International
Journal of PharmTech Research, 9(11), 72-77.
Yowa, M. K., Boro, T. L. B., & Danong, M. T. (2019). Inventarisasi Jenis-jenis Tumbuhan Berkhasiat
Obat Tradisional di Desa Umbu Langang Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten
Sumba Tengah. Jurnal Biotropikal Sains, 16(1), 1-13.
33 | Hasri, A. /Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of Pharmacy) 17(1) Januari-Juli 2021, 19-33
Yuan, H., Ma, Q., Ye, L., & Piao, G. (2016). The traditional medicine and modern medicine from
natural products. Molecules, 21(5), 1-18.
Accelerat ing t he world's research.
Ident ificat ion of Plant Ut ilizat ion in t he Life Cycle Ceremony of t he Kaili Da'A Tribe in Uwemanj…
Musdalifah Nurdin
St udi et nobot ani pemanfaat an suku zingiberaceae di Desa Colo Kecamat an Dawe Kabupat en Kudus …
Umi Nihayat ul Khusna
Abstract. Cosmetics is the preparation of the materials used to support the beauty of women.
But not every cosmetic products are safe. Back to nature is the right choice for natural beauty
care. Using people are an ethnic that still use herbs as cosmetic ingredients. This research
intended to determine the herbs used as ingredients in cosmetics, methods of utilization and
herbs that have potential to be deeper in bioactivity test. Sampling was done by using
Purposive Sampling and Snowball Sampling. Collecting data obtained through interviews
Semi-Stuctured using Open-Ended type questions. The results showed that there were 51
species of 29 families that used as cosmetic ingredients. 7 species of plants are based on Use
Value and Informant Concencus Factor have potential to be deeper test related of bioactivity
compounds to used as the material of 9 types of beauty treatments.
Keywords : bioactivity, Informant Concencus Factor, cosmetics, Using people, Use Value
PENDAHULUAN
Wanita sangat erat kaitannya dengan kecantikan. Wanita dapat melakukan apapun
agar nampak lebih menarik dan cantik, termasuk salah satunya dengan kosmetik [1].
Kebutuhan kosmetik wanita, dewasa ini tidak diiringi dengan persediaan bahan kosmetik
yang aman, melainkan berdasarkan hasil temuan BPOM ditemukan sebanyak 48 item produk
kosmestik di pasaran mengandung bahan berbahaya yaitu merkuri, hidrokinon dan pewarna
yang dilarang [2]. Hidup sehat dengan cara back to nature merupakan pilihan yang tepat
untuk menanggapi hasil-hasil temuan tersebut.
Masyarakat Using merupakan salah satu subsuku di kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur, yang masih tetap memegang teguh nilai budaya warisan leluhurnya. Dari hasil pra-
penelitian yang telah dilakukan di masyarakat Using, terinventarisasi 9 spesies tumbuhan dari
7 famili yang digunakan oleh masyarakat Using sebagai bahan kosmetik. Pemanfaatan
tumbuhan oleh masyarakat lokal sebagai bahan untuk kebutuhan sehari-hari baik obat-obatan,
kesenian, kosmetik dan lain-lain disebut dengan etnobotani.
Pengetahuan etnobotani biasanya diwariskan kepada generasi ke generasi selanjutnya
secara turun-temurun melalui tradisi lisan. Tradisi lisan dari mulut ke mulut, dari generasi ke
generasi sangat terbatas dilingkungan suku dan keluarga tertentu [3]. Realitas di masyarakat
menunjukkan bahwa para penutur dan komunitas tradisi lisan semakin berkurang. Selain itu
16
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
17
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
18
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
54 ________________________ ©Pancaran, Vol. 3, No. 3, hal 53-62, Agustus 2014
daya ingat tiap orang yang berbeda dapat memungkinkan adanya variasi informasi yang
didapat [4]. Sehingga perlu diadakan penelitian etnobotani untuk melestarikan pengetahuan
lokal (Indigenous Knowledge) masyarakat Using tentang tumbuhan-tumbuhan yang dapat
dijadikan sebagai sumber plasma nutfah khususnya untuk sumber bahan perawatan
kecantikan. Penelitian ini diharapkan untuk mengetahui tumbuh-tumbuhan yang
dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik, cara pemanfaatannya serta tumbuh-tumbuhan yang
berpotensi untuk dilakukan uji bioaktivitas yang lebih mendalam dari masyarakat Using di
kabupaten Banyuwangi.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di desa Kemiren dan desa Olehsari di kecamatan Glagah,
serta kelurahan Boyolangu dan kelurahan Penataban di kecamatan Giri, kabupaten
Banyuwangi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yang menggunakan
gabungan metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif [5].
Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik Purposive Sampling dan
Snowball Sampling. Pengumpulan data didapatkan melalui wawancara Semi-Stuctured
dengan menggunakan tipe pertanyaan Open-Ended [6].
Tumbuhan diidentifikasi dan yang belum diketahui nama ilmiahnya diambil
contoh herbariumnya untuk keperluan identifikasi atau dicatat ciri-ciri morfologinya
untuk dilakukan identifikasi dengan menggunakan buku “Flora of Java” karangan
Backer dan Brink, bila ada keraguan maka diidentifikasi lebih lanjut di Herbarium
Jemberiense Biologi Fakutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jember.
Spesies tumbuhan dan jenis perawatan yang diperoleh dapat dianalisis dengan
menggunakan nilai Use Value (UV) Informant Concencus Factor (ICF). Untuk
mengetahui spesies tumbuhan yang dianggap penting dianalisis dengan menggunakan
nilai Use Value [7] dengan rumus:
UV =
keterangan:
UV = nilai Use Value
U = jumlah informan yang mengetahui atau menggunakan spesies tumbuhan
Winda dkk : Etnobotani Bahan Kosmetik Oleh Masyarakat Using … ___________ 55
ICF =
keterangan:
ICF = Nilai Informant Consencus Factor
nar = Jumlah informan yang mengetahui dan atau menggunakan spesies dalam
satu jenis penyakit
na = Jumlah spesies dalam satu jenis penyakit
Nilai Nilai
No. Nama Tumbuhan
UV ICF
bibir
5. Pinang (Areca catechu L.) untuk pewarna bibir 0,52 0,77
6. Sirih (Piper betle L.) untuk pewarna bibir 0,52 0,77
7. Sirih (Piper betle L.) untuk pembersih kuku 0,52 0,7
8. Padi (Oryza sativa L.) untuk bedak pengantin 0,9 0,5
9. Katuk (Souropus androgynus (L.) Merr.) untuk penyubur 0,28 0,4
rambut
Pembahasan
Setelah didapatkan tumbuhan yang dianggap paling penting bagi masyarakat
Using kabupaten Banyuwangi sebagai bahan kosmetik serta jenis perawatan kecantikan
yang dianggap penting untuk dilakukan uji yang lebih mendalam, selanjutnya dilakukan
analisis kegunaan dengan pendekatan fitokimia dan atau kemotaksonomi terhadap
tumbuh-tumbuhan tersebut. Analisis tersebut untuk mengkaji tingkat keamanan
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan kosmetik.
Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) tergolong tumbuhan yang dapat
dilakukan uji lebih mendalam sebagai bahan pewarna bibir (lipstik). Gambir merupakan
salah satu bahan yang digunakan untuk nginang. Warna yang dihasilkan dari nginang
ini adalah warna coklat kemerahan pada bibir. Warna tersebut berasal dari kandungan
tanin dan katekin (tanin terkondensasi) yang ada pada getah daun atau ranting tumbuhan
gambir. Katekin yang ditemukan dalam tanin ini adalah flavan-3-o1, dimana ketika
ditambahkan asam atau enzim cenderung menghasilkan warna merah yang disebut
dengan phlobaphens [10].
Selain gambir, bahan lain yang digunakan oleh wanita Using untuk nginang
adalah pinang (Areca catechu L.) atau disebut jambe dan sirih (Piper betle L.). Warna
merah yang dihasilkan oleh pinang dan daun sirih juga dikarenakan adanya kandungan
tanin. Selain itu warna merah yang dihasilkan pada daun sirih juga karena adanya
antosianin yang terkandung, kadar antosianin daun sirih hijau menurun pada umur
sedang, sehingga penggunaan daun sirih sebagai bahan untuk nginang sebaiknya pada
umur muda atau tua [11].
Senyawa polifenol yang terkandung dalam sirih seperti chatecol,
allylpyrocatecol dalam ekstrak daun sirih menghambat induksi proses peroksidasi lipid
secara efektif sehingga berperan sebagai antioksidan [12]. Selain itu derivat fenol
Winda dkk : Etnobotani Bahan Kosmetik Oleh Masyarakat Using … ___________ 59
(eugenol dan chavicol) yang terkandung dalam daun sirih berkhasiat antiseptik dan
khususnya kavikol diketahui mempunyai daya pembunuh bakteri lima kali fenol [13].
Daun katuk (Souropus androgynus (L.) Merr.) mengandung alpha-tocopherol
yang tinggi, bahkan tertinggi dibandingkan dengan tanaman tropis lain yang dapat
dikonsumsi. Kandungan tokoferol tersebut merupakan antioksidan yang dapat
membantu menjaga kesehatan rambut [14]. Selain itu masyarakat Using untuk menjaga
kesehatan rambut sering menggunakan minyak kelapa (Cocos nucifera L.) sebagai
bahan minyak rambut. Minyak kelapa mengandung trigliserida berupa asam laurat
(45%) [15]. Trigliserida tersebut memiliki afinitas yang tinggi untuk menembus sampai
pada kutikula dan korteks sel rambut serta dapat melapisi permukaan serat rambut. Hal
tersebut menempatkan minyak kelapa sebagai bahan utama sebagai pelindung rambut
dari kerusakan atau untuk merawat rambut yang rusak [16].
Penggunaan pacar kuku (Lawsonia inermis L.) sebagai pewarna kuku masih
sering dilakukan pada saat menjelang pernikahan. Pada pengantin-pengantin adat
masyarakat Using penggunaan pacar kuku digunakan di kuku tangan dan ruas jari
tangan kedua. Di dalam daun pacar kuku terdapat senyawa 2-hydroxy-1:4-
napthoquinone (lawsone), asam p-coumaric, 2-methoxy-3-methyl-1,4-naphthoquinone,
apiin, apigenin, luteolin, dan cosmosiin [17]. Warna orange yang dihasilkan oleh daun
pacar kuku berasal senyawa kuinon yaitu alpha-napthaquinone [18]. Senyawa kuinon
ini merupakan senyawa aromatik pada tumbuhan berupa minyak yang mempunyai
rentang warna mulai dari kuning sampai merah dan mudah larut dalam pelarut organik
seperti benzena [15].
Padi (Oryza sativa L.) adalah komponen utama dalam pembuatan bedak ataupun
lulur tradisional masyarakat Using. Pada umumnya dari aleuron padi mengandung suatu
bahan oryzae perpolitiones yang mengandung vitamin B1 dan lain vitamin B, minyak
menguap, zat putih telur dan lain-lain [19]. Padi kaya akan senyawa gamma oryzanol,
tokoferol, vitamin E, ferulic acid, phytic acid, lecithin, inositol dan wax. Gamma
oryzanol mempunyai peranan antioksidan yaitu berperan dalam proteksi sinar UV untuk
menginduksi peroksidasi lemak sehingga dapat digunakan sebagai bahan tabir surya
seperti bedak maupun lulur [20].
Sementara tangkai buah dan batang padi atau yang biasa disebut merang
digunakan sebagai shampo tradisional oleh masyarakat Using. Tangkai buah dan batang
60 ________________________ ©Pancaran, Vol. 3, No. 3, hal 53-62, Agustus 2014
padi (Oryza sativa L.) mengandung saponin [21]. Saponin yang terkandung pada famili
Gramineae ini adalah senyawa saponin triterpenoid seperti yang terkandung pada
bambu [22]. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan
busa ketika dikocok dalam air, selain itu beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba
[15]. Hal tersebut yang menyebabkan batang padi banyak digunakan oleh masyarakat
Using kabupaten Banyuwangi sebagai bahan pencuci rambut (shampo). Batang padi
atau biasa yang disebut merang oleh masyarakat Using tersebut dibakar dan diambil air
dari abunya. Bila rambut dalam keadaan kotor maka tidak akan menimbulkan busa,
sehingga dibutuhkan beberapa kali pengulangan dalam pemberian air abu merang
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Topan. 2010. Tanpa Judul . http : // elibrary. mb. ipb. ac. id /download. php ?
id=17084 (doc) [10 Maret 2013].
[3] Yulianingsih, Dewi. 2002. Skripsi: Etnobotani pada Masyarakat Adat Kampung
Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi
Jawa Barat. Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor.
[4] Maulana, Puri. 2013. Penelitian Sejarah Lisan, Metode, Tujuan, Kelebihan,
Kekurangan, Prinsip Dasar. http: // perpustakaancyber. blogspot. com /2013 /02/
penelitian –sejarah–lisan–metode–tujuan-kelebihan - kekurangan-prinsip-dasar.
html [12 April 2013].
[7] Gozzaneo, L.R.S., Lucena, R.F.P., Albuquerque, U.P. 2005. Knowledge and Use of
Medicinal Plants By Local Specialist in a Region of Atlantic Forest in th State of
Pernambuco (Northeastern Brazil). Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine
1:9.
[8] Almeida, C.F., Amorim, E.L.C., Albuquerque, U.P., Maia, M.B.S. 2006. Medicinal
Plant Populary Used in The Xingo Region-A Semi Arid- Location in Northeastern
Brazil. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 2:15
[9] Mahfudloh, Wiwin. 2011. Skripsi: Studi Etnobotani Tumbuhan yang Dimanfaatkan
sebagai Bahan Perawatan Pra dan Pasca Persalinan oleh masyarakat Samin
Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Fakultas Sains dan Teknologi:
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
62 ________________________ ©Pancaran, Vol. 3, No. 3, hal 53-62, Agustus 2014
[10] Prabhu, K. H. and Bhute, Aniket S. 2012. Plant Based Natural Dyes and Mordnats:
A Review. J. Nat. Prod. Plant Resour., 2012, 2 (6):649-664.
[11] Muthoharoh, Layin. 2011. Skripsi: Analisis Berbagai Pigmen Daun Sirih Hijau
(Piperbetle L.) dan Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Berdasarkan Umur
Fisiologis Daun. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA: UM.
[12] Pradhan, D. et al. 2013. Golden Heart of the Nature: Piper betle L. Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry. Vol. 1 No. 6 2013.
[13] Parwata, I Made Oka Adi, dkk. 2011. Aktivitas Larvasida Minyak Atsiri pada Daun
Sirih (Piper betle Linn) terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Kimia 5 (1),
Januari 2011 : 88-93.
[14] Subekti, Sri, dkk. 2006. Penggunaan Tepung Daun Katuk dan Ekstrak Daun Katuk
(Sauropus androgynus L.Merr) sebagai Substitusi Ransum yang Dapat
Menghasilkan Produk Puyuh Jepang Rendah Kolesterol. JITV Vol. 11 No. 4 Th.
2006:254-259
[15] Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB
[16] Rele, Aarti S. and Mohile, R. B. 2003. Effect of mineral oil, sunflower oil, and
coconut oil on prevention of hair damage. J. Cosmet. Sci., 54, 175-192
(March/April 2003).
[17] Zubardiah, Lies, dkk. 2008. Khasiat Daun Lawsonia inermis L. sebagai Obat
Tradisional Antibakteri. Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22
Maret
[18] Kapoor, V P. 2005. Herbal Cosmetics for Skin and Hair Care. J. Botanical
Research. Vol 4(4) July-August 2005:306-314.
[20] Patel, M and Naik, S N. 2004. Gamma-oryzanol from Rice Bran Oil-A review.
Journal of Scientific & Industrial Research. Vol.63, July 2004,pp 569-578.