Perk Buah Kemban H Mangg Pertum Ngan M GIS (Gar Mbuhan Morfolo Ndanp Ogi Dan Pemata N Fisiol Angan Logi AMA
Perk Buah Kemban H Mangg Pertum Ngan M GIS (Gar Mbuhan Morfolo Ndanp Ogi Dan Pemata N Fisiol Angan Logi AMA
Perk Buah Kemban H Mangg Pertum Ngan M GIS (Gar Mbuhan Morfolo Ndanp Ogi Dan Pemata N Fisiol Angan Logi AMA
SIT
TI ROPIA
AH
SE
EKOLAH PASCAS SARJAN
NA
INST
TITUT PE
ERTANIAAN BOG
GOR
B
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Siti Ropiah
NRP G353070121
ABSTRACT
Mangosteen fruits develop without pollination process and the embryos generally
are resulted from nucelllus and integuments which are categorized as apomixes.
This research aimed to study morphological and physiological development of
mangosteen fruit during fruit growth and ripening. Twenty mangosteen (7 years
old) growing in IPB Tajur-1 were observed during August – December 2008
when the plant started to flower until fruit ripening. The floweres were tagged
from the initiation stage and measurement was carried out until fruit ripening.
Variables analysed were flower development, morphological and physiological
growth, and development of mangosteen fruit. Growth and development of fruit
mangosteen were characterized through variation of size, color of skin, total
soluble solids (TSS), total sugars, titrated total acid (TTA), ascorbic acid, and
auxin. The result showed that flower bud initiation was the first step of
mangosteen fruit development indicated by red color formation in the shoot bud.
The budbreak occurred within 8-10 days after initiation (DAI) followed by flower
bud development (13-15 DAI), expansion (16-38 DAI), and flower anthesis (38-40
DAI). Diameter growth pattern of mangosteen fruit appeared in sigmoid curve
which slowly increased during 3-5 weeks after anthesis (WAA), followed by sharp
increment during 5-15 WAA, and tended to constant at 15-17 WAA. Fruit weight
and fruit water content continuously increase during 90-115 days after anthesis
(DAA), tended to constant at 110 DAA for fresh weight, 105 DAA for dry weight,
and 100 DAA for water content. The level of TTA increased from 90-100 DAA
followed by reduction after 105 DAA to 115 DAA. The total sugar and ascorbic
acid showed nearly similar pattern, continuously increased during 90-115 DAA,
eventhough the increase was not significantly different at 105-115 DAA. Auxin
content continuously declined at 90-115 DAA, while chlorophyll and anthosianin
did not change significantly after 90 DAA. This result indicated that mangosteen
fruit gained its optimum development for harvest at 105-110 DAA.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERKEMBANGAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI
BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SELAMA
PERTUMBUHAN DAN PEMATANGAN
SITI ROPIAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada UJian Tesis: Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si.
Judul Tesis : Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.) selama Pertumbuhan dan
Pematangan
Nama : Siti Ropiah
NRP : G353070121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Siti Ropiah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 08 Juni 1972 dari ayah Amat
Parman dan ibu Mariyah. Penulis merupakan putri ke dua dari tiga bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari Fakultas Pertanian Program Studi Budidaya
Pertanian-Agronomi Universitas Jambi. Tahun 1999 penulis diangkat sebagai
Tenaga Pendidik di Madrasah Aliyah Negeri I Kotobaru Padang Panjang
Sumatera Barat dan pada tahun 2005 penulis pindah tugas ke Madrasah Aliyah
Negeri Model Jambi sebagai guru Biologi.
Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi melalui Beasiswa
BUD Depag di Sekolah Pascasarjana IPB dan diterima sebagai mahasiswa
pascasarjana pada Mayor Biologi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA IPB
pada tahun 2007.
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
LatarBelakang.......................................................................................... 1
Perumusan Masalah................................................................................. 3
Tujuan Penelitian..................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Manggis........................................................ 5
Pembungaan dan Pembuahan.................................................................. 6
Morfologi Buah Manggis........................................................................ 8
Fisiologi Buah Manggis.......................................................................... 10
Pertumbuhan dan Perkembangan Buah .................................................. 11
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
dengan perubahan dalam apex, (3) terjadi perubahan pada apex yang mengubah
dan mengkonversi nutrient sehingga terjadi induksi pembungaan (Bernier et al.
1985; Hempel et al. 2000).
Pembungaan dan pembuahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik,
hormon dan pasokan nutrisi (Bernier et al. 1985). Faktor-faktor lingkungan yang
sangat berpengaruh terhadap pemunculan bunga antara lain fotoperiodisme,
temperature, dan cahaya (Leopold & Kriedemann 1975; Sedgley & Griffin 1989).
Stress air dapat menginduksi pembungaan karena adanya perubahan perimbangan
produksi hormon seperti giberelin, sitokinin dan ABA serta meningkatnya nisbah
karbon dan nitrogen pada pucuk. Stress air menyebabkan pertumbuhan vegetatif
tertekan. Periode kering yang cukup akan merangsang aktifnya beberapa zat
pengatur tumbuh yang selanjutnya akan memberikan signal pada pucuk yang siap
untuk terinduksi dan memasuki fase generatif (Wright 1985). Di Indonesia
induksi bunga terjadi secara alamiah pada musim kemarau, karena mengalami
stress air dan bunga mulai muncul menjelang musim hujan (Poerwanto 2000).
Manggis merupakan tanaman yang mempunyai sifat berbunga dan
berbuah musiman. Calon bunga muncul dalam bentuk bongkahan besar di ujung
ranting. Pada tahap ini, kuncup bunga memerlukan waktu sekitar 25 hari sampai
bunga mekar atau anthesis (Verheij & Coronel 1997). Bunga tanaman manggis
muncul dari ujung-ujung pucuk yang sebelumnya telah mengalami masa dormansi.
Selama masa berbunga, tidak semua pucuk dapat terinduksi dan bertransisi dari
fase vegetatif ke fase reproduktif sehingga tidak keseluruhan pucuk menghasilkan
bunga, pada saat bersamaan sebagian pucuk berbunga dan sebagian lagi tidak
berbunga. Pucuk yang akan berbunga pangkal tunas barunya tampak membesar
dan membengkak (awal diferensiasi atau akhir induksi), terjadi 40 hari sebelum
anthesis. Tidak semua kuncup bunga dapat tumbuh dan berkembang mencapai
anthesis dan membentuk buah (Rai 2004). Hal ini disebabkan karena sebagian
dari bunga-bunga tersebut baik yang masih kuncup maupun yang sudah mekar
mempunyai potensi untuk gugur.
Pada tanaman manggis tidak hanya kuncup bunga, bunga yang mekar
penuh maupun buah muda juga dapat gugur. Beberapa faktor penyebab gugur
8
bunga dan buah muda diantaranya adalah pengaruh hujan, kekeringan, panas yang
ekstrem dan kompetisi di antara organ yang berkembang (Poerwanto 2002). Hasil
penelitian Rai (2004) menyatakan bahwa bunga dan buah manggis yang gugur
disebabkan oleh kandungan ABA tinggi, IAA rendah dan suplai fotosintat rendah.
Persentase bunga gugur tanaman asal biji nyata lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman asal grafting dan fruit set tanaman asal biji nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan fruit set tanaman asal grafting. Pada tanaman hasil grafting
tingkat kerontokan buah dapat mencapai 70.07% sedangkan pada tanaman asal
biji hanya 16.58%. Suplai fotosintat rendah ditunjukkan oleh kandungan gula
total daun pada pucuk yang bunga dan buahnya gugur lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan gula total daun pada pucuk yang bunga dan buahnya tidak
gugur. Status hara N, P dan K daun tidak mempengaruhi gugurnya bunga atau
buah karena tidak terdapat perbedaan kandungan N, P dan K daun antara pucuk
yang bunga dan buahnya gugur dengan pucuk yang bunga dan buahnya tidak
gugur.
manggis mempunyai rasa manis, asam berpadu dengan sedikit sepat dan segar
serta aroma yang khas (Kader 2002).
Biji manggis merupakan biji apomiksis dan sering disebut sebagai
agamospermi, diproduksi melalui tunas adventif, berwarna coklat, pipih, dan
permukaannya ditutupi oleh jaringan pembuluh (vascular bundles) (Lim 1984;
Richard 1990). Biji manggis bersifat poliembrioni dan nutrisi untuk
perkembangan embrionya didukung oleh nuselus atau jaringan integumen dan inti
endosperm. Biji yang berkecambah akan menumbuhkan lebih dari satu tunas dan
setiap tunas akan tumbuh pada posisi yang berlainan di mana masing-masing
membawa perakarannya sendiri-sendiri (Lim 1984). Secara normal biji manggis
selalu dalam keadaan lembab dan bila keadaan lembab tersebut berkurang maka
biji dapat mati, keadaan biji seperti ini dikenal dengan nama recalcitrant seed.
Pertumbuhan buah dapat diukur dengan terjadinya peningkatan ukuran
diameter, bobot basah dan bobot kering buah. Proses pematangan pada buah
manggis ditandai dengan melunaknya kulit buah dan terjadinya perubahan warna
kulit buah yang disebabkan oleh adanya perubahan komposisi substrat dan
pigmen (Kader 2002). Perubahan pigmen tersebut sebagai akibat adanya
degradasi klorofil. Buah yang matang dan siap dikonsumsi relatif lebih lunak dan
kulitnya mudah dibuka daripada buah yang belum matang (Gunawan 2007).
Perubahan warna kulit buah juga dapat diukur dengan mencocokkan warna kulit
buah manggis dengan menggunakan indeks warna kulit buah manggis (Osman &
Millan 2005) yaitu sebagai berikut :
10
yang terjadi meliputi perubahan asam organik (Wills et al. 1981), kadar vitamin
(Von 1949), kadar klorofil, kadar air (Kader 1992), kadar gula (Marriot et al.
1981) serta perubahan produksi etilen ( Dominguez & Vendrel 1993).
Perubahan warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses
sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah. Pelunakan buah dapat
disebabkan oleh terjadinya pemecahan protopektin menjadi pektin, maupun
karena terjadinya hidrolisis pati atau lemak, dan mungkin juga lignin (Pantstico
1993). Pematangan akan menyebabkan naiknya kadar gula sederhana untuk
memberikan rasa manis, penurunan kadar asam organik dan senyawa fenolik
untuk mengurangi rasa asam dan sepat, serta kenaikan produksi zat-zat volatil
untuk memberikan flavor karakteristik buah (Muchtadi & Sugiyono 1992).
Buah-buah klimakterik biasanya memproduksi etilen cukup banyak untuk
membangkitkan pematangan (Pantastico 1993). Etilen adalah zat pengatur
tumbuh endogen atau eksogen yang dapat menimbulkan berbagai respon
fisiologis dan morfologis tanaman, diantaranya mendorong pemecahan dormansi
tunas, menghambat pertumbuhan batang, mendorong pembungaan, pembentukan
buah, merangsang pembentukan umbi, inisiasi akar, penuaan, dan menghambat
perluasan daun (Moore 1979).
buah dan biji. Buah dianggap dewasa apabila telah mencapai ukuran maksimum
dan laju pertambahan berat keringnya menjadi nol. Buah yang tua, matang
melalui serangkaian peristiwa enzimatis dan biokimia yang berakibat terjadinya
perubahan komposisi kimia (Leopold & Kriedeman 1975). Pada ripening
(pematangan), sistem enzim yang dihasilkan menyebabkan pelunakan dan
pengubahan tepung menjadi gula pada buah berdaging (misalnya apel).
Perubahan yang terjadi selama proses pematangan buah dikaitkan dengan laju
respirasi yang relative tinggi pada buah klimakterik (Gardner et al. 1991).
Selama pertumbuhan dan perkembangan buah, berat daging buah dan kulit
buah terus bertambah. Berat daging buah pada permulaan perkembangan buah
sangat rendah, sedangkan berat kulit sangat tinggi (Lodh et al. 1971). Dengan
semakin matangnya buah, berat daging buah bertambah disertai sedikit demi
sedikit pengurangan berat kulitnya. Pengurangan ini mungkin disebabkan oleh
selulosa dan hemiselulosa dalam kulit yang pada proses pematangan diubah
menjadi zat pati (Pantastico 1993). Konsentrasi zat pati dalam daging buah pisang
susu (Dwarf cavendish) terus betambah sampai 70 hari pertumbuhan buah, baru
setelah itu mulai turun. Konsentrasi gula total dan stabilisasi pertumbuhan buah
dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk pemanenan (Pantastico 1993).
Menurut Osman dan Millan (2006) pola pertumbuhan buah manggis membentuk
kurva sigmoid, diawali dengan dominasi pertumbuhan pericarp hingga 20 hari
setelah anthesis kemudian dilanjutkan dengan terjadinya perkembangan aril dan
biji.
Pertumbuhan dan perkembangan pada buah manggis ditandai dengan
terjadinya serangkaian perubahan warna pada kulit buah. Selain pada kulit buah,
perubahan warna juga terjadi pada kelopak dan stigma. Pada awal pertumbuhan,
kulit luar berwarna hijau yang sangat muda dan pada tingkat kematangan
berikutnya, warnanya menjadi lebih pekat, kemudian timbul bercak coklat hingga
merah, yang pada akhirnya menjadi ungu kehitaman pada seluruh permukaan kulit
apabila telah matang. Pada buah anggur Bangalore blue yang matang tampak
warna biru tua pada kulitnya (Lodh & Selvaraj 1972).
BAHAN DAN METODE
Pelaksanaan Penelitian
2 Pengamatan
Meliputi pengamatan morfologi bunga, morfologi buah, dan fisiologi buah,
yaitu :
Morfologi Bunga :
Morfologi Buah
1) Diameter Buah
Pengukuran dilakukan pada umur 3 - 17 minggu setelah anthesis (MSA)
dengan selang waktu 2 minggu terhadap buah-buah manggis yang telah
ditentukan sebelumnya.
2) Bobot Segar Buah
Analisis bobot segar buah dilakukan pada buah manggis umur 90–115
HSA dengan selang waktu 5 hari terhadap buah-buah yang telah
ditentukan sebelumnya.
3) Bobot Kering Buah
Pengukuran bobot kering buah manggis dilakukan pada umur 90–115
HSA dengan selang waktu 5 hari terhadap buah-buah yang telah
ditentukan sebelumnya. Bobot kering buah dilakukan dengan cara
mengoven buah (yang telah ditimbang bobot basahnya) pada suhu 70–
80 °C hingga mencapai berat yang konstan.
Fisiologi Buah :
Pengamatan terhadap perubahan-perubahan fisiologi buah manggis dilakukan
pada umur 90–115 HSA dengan selang waktu 5 hari terhadap buah-buah yang
telah ditentukan sebelumnya, yaitu terdiri dari :
16
1) Kadar Air
Kadar air dihitung berdasarkan berat basah dan berat kering buah
(Apriyantono et al. 1994) dengan menggunakan rumus:
Berat basah – Berat kering
KA (%) = x 100%
Berat Basah
3) Gula Total
Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone
(Apriyantono et al. 1994) dengan cara berikut :
a) Pembuatan Kurva Standar Glukosa
Larutan glukosa 0.2 mg/ml (10 mg glukosa + 50 ml aquadest) dipipet
masing-masing sebanyak 0.1 ml, 0.2 ml, 0.3 ml, 0.4 ml, 0.5 ml, 0.6
ml,0.7 ml, 0.8 ml, 0.9 ml dan 1 ml ke dalam tabung reaksi. Pada
masing-masing tabung reaksi ditambah aquades sampai volumenya
menjadi 1 ml sehingga diperoleh larutan glukosa 0.02 mg/ml, 0.04
mg/ml, 0.06 mg/ml, 0.08 mg/ml, 0.10 mg/ml, 0.12 mg/ml, 0.14 mg/ml,
0.16 mg/ml, 0.18 mg/ml dan 0.2 mg/ml. Pereaksi anthron sebanyak 5
ml ditambahkan ke masing-masing tabung reaksi tersebut kemudian
ditutup dengan kelereng dan diletakkan pada water bath suhu 100 ºC
selama 12 menit kemudian didinginkan. Larutan pada masing-masing
tabung dispektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm. Dari hasil
spektrofotometri dibuat kurva hubungan antara nilai absorban dengan
konsentrasi glukosa (mg/ml) dan akan diperoleh suatu persamaan Y =
bx + a.
17
b) Penyiapan Sampel
Daging buah manggis sebanyak 10 gram digerus, kemudian ditambah
20 ml etil alkohol 80% (panas) dan dikocok selama 5 menit lalu
disentrifugasi pada 4000 rpm selama 15 menit sehingga dihasilkan
supernatan 1. Residu dari hasil sentrifugasi ditambah dengan 20 ml
etil alkohol 80% (panas) dan dikocok selama 5 menit kemudian
disentrifugasi pada 4000 rpm sehingga diperoleh supernatan 2.
Supernatan 1 dan supernatan 2 digabungkan kemudian dipanaskan
pada suhu 85 ºC hingga etanolnya menguap lalu ditera dengan
aquadest sampai 100 ml.
c) Penetapan Sampel
Sampel (supernatan 1 dan 2) sebanyak 1 ml + 1 ml aquades + 5 ml
pereaksi Anthrone dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup
dengan kelereng. Tabung reaksi ditempatkan pada water bath suhu
100ºC selama 12 menit kemudian segera didinginkan dalam ice bath.
Larutan dispektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm.
Kandungan gula total dalam sampel ditentukan berdasarkan kurva
standar glukosa yang telah dibuat dengan menggunakan rumus
berikut:
x = (Y - a)/b
x = [gula total]
Y = nilai absorbansi sampel
a = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar gula total
b = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar gula total
5) Vitamin C
Kadar vitamin C pada buah manggis ditentukan dengan metode titrasi
(Sudarmadji et al. 1984) menggunakan Iodium 0.01N. Daging buah
manggis sebanyak 20 gram digerus, diambil 10 gram hasil gerusan
tersebut (filtrat) kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
Setelah itu ke dalam campuran ditambahkan aquades sampai tanda tera,
dikocok kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ditambah 1–2 tetes indikator amilum 1%, lalu dititrasi
dengan iodium 0.01 N sampai timbul warna biru stabil. 1 ml iodium 0.01
N setara dengan 0.88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dihitung
berdasarkan rumus berikut:
ml Iod 0.01 N x 0.88 x fp x100
Vitamin C (mg/100g) =
gram contoh
fp = faktor pengenceran = 5
6) Auksin
Analisis kandungn auksin (IAA) dilakukan dengan menggunakan
kombinasi metode Unyanyar et al. (1996) untuk ekstraksi dan metode
spektrofotometri dengan reagen Salkowsky untuk kuantifikasi (Pattern &
Glick 2002) yaitu sebagai berikut:
19
Analisis Data
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rai (2004) bahwa
bunga manggis mekar penuh terjadi 40 hari setelah induksi, sementara Mansyah
(2002) menyatakan bahwa bunga manggis akan mekar 30-35 HSI. Menurut
Nakasone dan Paul (1998) pucuk yang terinisiasi bakal bunga akan membengkak
dan pecah menghasilkan tunas kuncup bunga yang akan mekar sempurna 35 hari
setelah pecah tunas. Adanya perbedaan waktu yang diperlukan untuk mekarnya
bunga dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi
suhu, kelembaban/curah hujan, cahaya, dan unsur hara sedangkan faktor internal
meliputi fitohormon dan genetik.
Menurut Sedgley dan Griffin (1989) proses pembungaan pada tanaman
tingkat tinggi dibagi menjadi 4 stadia, yaitu (1) induksi, (2) diferensiasi, (3)
pendewasaan, (4) anthesis. Tahap induksi merupakan awal dari fase reproduktif,
tunas vegetatif distimulasi secara biokimia dan berubah menjadi tunas reproduktif.
Pada stadia diferensiasi, secara mikroskopik primordia sepal muncul diikuti organ
yang belum sempurna dari petal, stamen dan pistil yang selanjutnya akan
berkembang menuju fase pendewasaan. Bagian-bagian bunga mencapai ukuran
maksimum pada saat anthesis.
Pembungaan manggis pada dasarnya sama dengan pembungaan pada
tanaman tingkat tinggi lainnya, di mana tahap inisiasi dan pecah tunas merupakan
perkembangan lanjut dari induksi. Fase diferensiasi sudah terjadi pada saat
inisiasi dan diakhiri dengan munculnya kuncup bunga yang terus berkembang
menuju fase pendewasaan dan anthesis. Menurut Rai (2006), pada fase
diferensiasi bunga manggis secara visual tunas bunga muncul pada ujung pucuk
dan pada fase pendewasaan secara visual mulai dari kuncup bunga muncul sampai
sebelum bunga mekar.
Bunga manggis muncul pada pucuk-pucuk terminal, mempunyai 4 sepal
dan 4 petal. Petal akan gugur antara 1 sampai 3 hari setelah bunga mekar
sempurna sedangkan sepalnya akan tetap bertahan melindungi buah. Stigma juga
tetap bertahan pada bagian ujung buah, di mana jumlah stigma menunjukkan
jumlah aril yang terdapat di dalam buah. Jumlah stigma berkisar antara 5 sampai
7 buah. Stamen bunga manggis berjumlah antara 15 sampai 20, melekat pada
24
dasar buah dan dapat bertahan antara 3 sampai 5 HSA, begitu bunganya mekar
beberapa jam kemudian akan segera layu, kemudian mengering dan akhirnya
gugur meskipun ada beberapa yang masih tetap bertahan hingga buah matang.
Jadi pada tanaman manggis anthesis segera diikuti proses pelayuan
stamen dan petal bunga. Menurut Salisburry dan Ross (1995), kelayuan seperti
ini biasanya disertai dengan pengangkutan linarut secara besar-besaran dari bunga
ke bagian ovarium, dan terjadi kehilangan air dengan cepat. Selain itu juga terjadi
perombakan protein dan RNA secara cepat dari petal selama proses pelayuan, dan
enzim hidrolisis seperti protease dan ribonuklease diaktifkan oleh adanya
perubahan hormon untuk melangsungkan perombakan tersebut. Produk
bernitrogen seperti asam amino dan amida diangkut menuju biji dan jaringan
lainnya yang sedang tumbuh sehingga hara tetap tersimpan.
Proses penyerbukan tidak terjadi pada bunga manggis saat bunga mekar
sempurna, berbeda halnya dengan bunga-bunga lain pada umumnya. Berdasarkan
hasil pengamatan, setelah bunga mekar sempurna maka beberapa jam kemudian
benang sarinya segera layu dan mengering kemudian gugur meskipun masih ada
beberapa benang sari yang tetap bertahan hingga buahnya matang. Menurut
Mansyah (2002) tidak ditemukan adanya serbuk sari pada berbagai tingkat
perkembangan bunga baik pada pengamatan secara visual maupun melalui
pengujian secara kimia menggunakan KI. Studi tentang biologi bunga manggis
oleh Horn (1940) dan Krishnamurti dan Rao (1964) menyatakan tidak dijumpai
adanya tepung sari, baik pada stadia awal pembentukan bunga maupun setelah
bunga mekar sempurna.
eterBuah(cm)
6
Diam
3
2
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
Biji manggis terdapat di dalam aril buah, tetapi tidak semua aril
mempunyai biji. Aril-aril yang mengandung biji cenderung mempunyai ukuran
yang lebih besar dibandingkan dengan yang tanpa biji (Gambar 7), meskipun pada
buah yang tanpa biji juga ada yang mempunyai ukuran aril yang besar dan biasa
nya ukuran arilnya relatif seragam (Gambar 8).
Besarnya ukuran aril pada buah yang berbiji disebabkan oleh adanya auksin pada
biji, di mana auksin berperan dalam perkembangan buah khususnya pada aril
dimana biji tersebut berada. Selain pada biji auksin juga terdapat pada bagian
28
buah yang lain, misalnya pada kulit buah. Hal ini dibuktikan dengan terukurnya
kadar auksin pada kulit buah.
Fenomena perkembangan buah dan biji manggis ini sama halnya dengan
yang terjadi pada apel dan strawberry. Terdapat korelasi positif antara biji dengan
pertumbuhan buah. Menurut Salisburry dan Ross (1995) jika biji hanya terdapat
di satu sisi buah apel, maka buah di sisi itulah yang akan berkembang lebih baik.
Penyerbukan atau nutrisi yang kurang baik sehingga berakibat gagalnya
pembentukan biji pada strawberry menyebabkan buah strawberry menjadi kecil-
kecil atau bentuknya berubah (Nitsh 1951). Selain pada biji, menurut Gardner et
al. (1991) serbuk sari juga mengandung auksin yang memicu reaksi yang
berhubungan dengan fruit set. Buah yang sedang tumbuh merupakan sumber
utama auksin bagi dirinya sendiri karena enzim yang berperan dalam proses
pembentukan auksin terdapat pada jaringan muda, seperti meristem tajuk, daun
muda, dan buah yang sedang tumbuh.
Perubahan warna terjadi baik pada stigma, sepal maupun pada kulit buah
manggis yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan (Gambar 4).
Stigma akan berubah dari warna kekuningan menjadi berwarna coklat tua, sepal
akan berubah dari warna hijau kemerahan menjadi hijau muda hingga hijau tua,
sedangkan kulit buah akan berubah dari warna hijau menjadi coklat kemerahan,
ungu kemerahan dan akhirnya menjadi ungu kehitaman seiring dengan terjadinya
pertambahan umur buah. Waktu yang diperlukan untuk matangnya buah
(berwarna ungu kehitaman) antara 115 sampai 120 HSA. Menurut Poonachit et al.
(1992) perkembangan buah manggis terjadi hingga umur 100–120 HSA dan
bisa mencapai hingga umur 180 HSA untuk daerah yang lebih dingin atau dataran
tinggi.
Perubahan warna yang terjadi pada kulit buah manggis dari hijau menjadi
coklat kemerahan dan akhirnya menjadi ungu kehitaman disebabkan oleh adanya
degradasi klorofil. Degradasi klorofil merupakan salah satu pengaruh fisiologis
etilen pada pematangan komoditas hortikultura. Menurut Kitagawa dan Tarutani
(1972) dan Miller et al. (1940) etilen mempercepat pembongkaran klorofil tanpa
mempengaruhi sintesis karotenoid secara nyata. Kader (1992) menyatakan bahwa
29
terjadinya perubahan warna pada kulit buah manggis karena adanya perubahan
komposisi substrat dan pigmen. Menurut Lordh dan Selveraj (1972) terjadi
peningkatan antosianin pada proses pematangan buah anggur ”Bangalore Blue”
dan mencapai puncaknya pada saat panen sehingga tampak berwarna biru tua
pada kulitnya.
Proses pematangan buah manggis salah satunya diindikasikan dengan
terjadinya perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi coklat kemerahan dan
pada akhirnya menjadi ungu kehitaman. Menurut Gardner et al. (1991)
pematangan buah melibatkan hormon yang berbeda dengan hormon yang
diperlukan untuk pertumbuhan. Etilen sangat aktif pada buah yang sedang
mengalami pematangan, terutama pada buah klimakterik. Etilen (C2H4)
merupakan suatu gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-
buahan menjelang proses pematangannya, dan mempunyai pengaruh
meningkatkan respirasi.
Selain terjadinya perubahan warna dan peningkatan ukuran diameter buah,
pertumbuhan dan perkembangan buah manggis juga diindikasikan dengan
terjadinya peningkatan bobot buah, baik bobot basah maupun bobot kering buah.
Bobot Buah
Pertambahan bobot buah baik bobot basah maupun bobot kering
menunjukkan terjadinya pertumbuhan buah. Berdasarkan hasil pengukuran bobot
basah dan bobot kering buah manggis pada berbagai tingkat umur petik, terjadi
peningkatan bobot dengan semakin bertambahnya umur (gambar 9).
Bobot Basah (g)
140 40
Bobot Kering (g)
120 35
100 30
25
80
20
60
15
40 10
20 5
0 0
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Gambar 9 Bobot basah ( ) dan bobot kering ( ) buah manggis
pada berbagai tingkat umur petik.
30
Fase perkembangan buah terdiri dari 4 fase, yaitu: (1) perkembangan ovari,
(2) pembelahan sel cepat, (3) pertumbuhan cepat akibat pembesaran sel, (4)
pematangan (Srivastava 2001). Pada perkembangan buah manggis fase 1 dan
sebagian fase 2 sudah mulai terjadi sebelum anthesis. Hal ini dibuktikan dengan
telah terbentuknya segmen aril sebelum anthesis (32 HSI) dan pada saat anthesis
aril dan biji sudah mulai terbentuk dengan jelas. Setelah anthesis perkembangan
buah manggis memasuki lanjutan fase 2 dan fase 3 yaitu terjadi pertumbuhan
cepat akibat pembesaran sel yang ditandai dengan bertambahnya ukuran buah,
baik diameter maupun bobot buah. Peningkatan ukuran buah manggis (diameter
dan bobot) yang terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan buah
disebabkan oleh adanya pembesaran sel. Menurut Lodh dan Pantastico (1993)
permulaan pertumbuhan berupa pembelahan dan pembesaran sel, dimana
pembelahan sel merupakan faktor utama dalam pembesaran dan berlanjut selama
buah masih ada di pohon.
31
24
20
16
12
8
4
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kerontokan buah yang lebih tinggi terjadi pada pohon yang mempunyai
jumlah bakal buah yang lebih banyak. Hal ini diduga oleh adanya persaingan
fotosintat antar buah dan daya dukung tanaman yang terbatas. Secara fisiologis
kerontokan buah berkorelasi positif dengan terbatasnya suplai fotosintat,
rendahnya asimilat yang diterima buah dapat menginduksi terjadinya proses
32
cytokinin terutama berperan pada saat awal pembelahan sel sedangkan giberelin
berperan dalam pembesaran sel. ABA akan menghambat pembelahan sel dan
pertumbuhan buah, dan ethylen berperan dalam proses pematangan buah.
Fase pematangan merupakan fase akhir pertumbuhan dan perkembangan
buah manggis. Perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi coklat kemerahan
yang pada akhirnya menjadi ungu kehitaman merupakan indikator kematangan
yang biasanya digunakan pada tingkat petani. Perubahan warna ini sudah mulai
terjadi pada umur 95 HSA yang ditandai dengan adanya bercak coklat kemerahan
dan semakin jelas terlihat perubahannya pada umur 100 HSA. Berdasarkan data
yang diperoleh fase 3 (pertumbuhan cepat akibat pembesaran sel) masih
berlangsung hingga umur 105 HSA, di mana sampai umur ini masih terjadi
pertambahan ukuran baik diameter maupun bobot tetapi tidak berbeda secara
nyata dengan umur 110 HSA.
Indikator kematangan buah manggis yang hanya didasarkan pada perubahan
warna kulit buah sebenarnya kurang tepat. Hal ini disebabkan oleh beberapa
kenyataan yaitu: (1) rentang waktu perubahan warna sangat panjang yaitu antara
20 sampai 25 hari yang terjadi pada umur 95 sampai 115 atau 120 HSA, (2)
kematangan juga ditentukan berdasarkan tekstur aril yang umumnya terjadi pada
umur 105-110 HSA, (3) buah manggis adalah buah klimakterik yang
pematangannya ditandai dengan terjadinya peningkatan yang tinggi dalam proses
respirasi dan produk etilen yang dihasilkan (Gardner et al. 1991). Oleh karena itu
penentuan tingkat kematangan buah manggis sebaiknya juga dilakukan
berdasarkan umur buah saat perubahan-perubahan fisiologi kematangan terjadi
sebagaimana yang akan dibahas pada hasil penelitian berikut.
Kadar Air
82
78
74
70
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Gambar 11 Kadar air buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.
kisaran nilai antara 16.83 sampai 20.63% Brix (Gambar 12). Hal ini sejalan
dengan penelitian Kader (2004) yang menyatakan bahwa padatan total terlarut
buah manggis berkisar antara 17 sampai 20%.
y = -0.0046x 2 + 1.1139x - 46.56
22 R2 = 0.9448
PTT (% Brix)
20
18
16
14
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Hasil uji lanjut menunjukkan PTT buah manggis pada umur 100 HSA
tidak berbeda nyata dengan PTT pada umur 115 HSA. Peningkatan padatan total
terlarut disebabkan oleh meningkatnya senyawa-senyawa terlarut di dalam buah,
terutama gula. Ryugo (1988) menyatakan bahwa umumnya kandungan padatan
total terlarut buah-buah yang mengalami pematangan meningkat sementara
kandungan asamnya menurun. Daryono dan Sosrodiharjo (1986) menyatakan
bahwa kandungan gula utama buah manggis adalah fruktosa, glukosa dan sukrosa
yang merupakan hampir seluruh padatan total terlarutnya. Menurut Soule (1985),
nilai PTT setara dengan kandungan sukrosa dalam buah.
Meningkatnya padatan total terlarut seiring dengan peningkatan umur
buah disebabkan karena terjadinya pemecahan dari bahan-bahan kompleks seperti
karbohidrat, protein dan lemak menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa. Muchtadi
dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa apabila pati terhidrolisa maka akan
terbentuk glukosa sehingga kadar gula dalam buah akan meningkat. Menurut
Arriola et al. (1980) terhidrolisisnya pati menjadi glukosa karena proses respirasi
dalam buah. Pati merupakan karbohidrat utama yang di simpan pada sebagian
besar tumbuhan.
Pada organ penyimpan seperti buah, karbohidrat terhimpun dalam
amiloplas yang terbentuk sebagai hasil translokasi sukrosa atau karbohidrat lain
dari daun. Jumlah pati pada berbagai jaringan dipengaruhi faktor genetik dan
36
lingkungan. Pati terbentuk pada siang hari ketika fotosintesis melebihi laju
gabungan antara respirasi dan translokasi. Pembentukan pati terutama terjadi
melalui suatu proses yang melibatkan sumbangan berulang unit glukosa dari gula
nukleotida, yaitu adenosin difosfoglukosa (ADPG). Pembentukan ADPG
berlangsung dengan menggunakan ATP dan glukosa-1-fosfat di kloroplas.
Menurut Salisburry dan Ross (1995), selain sukrosa, pati merupakan pemasok
glukosa yang dibutuhkan dalam proses respirasi.
Gula Total
Hasil analisis gula total buah manggis pada berbagai tingkat umur
menunjukkan adanya peningkatan kadar gula total dengan meningkatnya umur
buah. Kadar gula total meningkat tajam sejak pengamatan pertama pada umur 90
HSA hingga pengamatan terakhir pada umur 115 HSA. Peningkatan kadar gula
total buah manggis yang paling tajam terjadi pada umur 100 HSA yaitu dari 7.77
g/100 g pada 95 HSA menjadi 12.70 g/100 g pada 100 HSA. Kadar gula total
buah manggis mulai umur 105 HSA hingga 115 HSA menunjukkan pola yang
cenderung stabil (Gambar 13).
20
R2 = 0.9849
16
12
8 r
4
0
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Gambar 13 Kadar gula total buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa kadar gula total pada umur 105 HSA
(14.11 g/100 g) tidak berbeda nyata dengan kadar gula total tertinggi yaitu pada
umur 115 HSA (17.43 g/100 g). Dengan demikian berarti kadar gula total buah
manggis sudah stabil pada umur 105 HSA. Stabilitas kadar gula total ini dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan tingkat kematangan buah manggis.
37
Pola perubahan gula total menunjukkan pola yang sama dengan padatan
total terlarut, yaitu berkorelasi positif terhadap umur petik buah. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar padatan total terlarut buah manggis berupa
gula. Peningkatan kadar gula total yang terjadi seiring dengan peningkatan umur
buah disebabkan oleh adanya hidrolisis pati menjadi maltosa dan hidrolisis
disakarida (maltosa dan sukrosa) menjadi glukosa dan fruktosa, dimana menurut
Alique dan Oliveira (1994) laju pembentukan glukosa lebih tinggi dibandingkan
fruktosa. Nagy dan Shaw (1980) menyatakan bahwa hasil hidrolisis pati dan
disakarida menyebabkan peningkatan kandungan gula dalam buah pisang dari 1%
menjadi 20%. Menurut Krishnamurthy et al. (1960) selama proses pematangan
buah mangga terjadi peningkatan sukrosa, glukosa dan fruktosa sedikit demi
sedikit. Kandungan gula utama buah manggis menurut Daryono dan Sosrodiharjo
(1986) adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa.
Perombakan pati menjadi glukosa dikatalisis oleh sejumlah enzim, yaitu
enzim alfa amilase, beta amilase, dan pati fosforilase. Alfa amilase dan beta
amilase merupakan enzim hidrolase yang merombak pati menjadi maltosa,
kemudian maltosa oleh enzim maltase diubah menjadi glukosa. Enzim pati
fosforilase yang merupakan enzim fosforolitik akan merombak pati menjadi
glukosa-1-fosfat. Sukrosa diubah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim
invertase dan sukrosa sintase. Selain perombakan pati menjadi glukosa yang
dapat meningkatkan kandungan gula total buah manggis, menurut Pantastico
(1993) pektin dan selulosa merupakan karbohidrat cadangan yang juga dapat
berfungsi sebagai sumber potensial untuk pembentukan gula.
Hasil analisis kadar asam total tertitrasi (ATT) pada buah manggis
menunjukkan pola hiperbolik, yaitu peningkatan secara drastis terjadi dari umur
90 HSA hingga umur 100 HSA kemudian cenderung mulai menurun hingga
umur 115 HSA (Gambar 14).
38
Penurunan kadar asam total tertitrasi daging buah manggis seiring dengan
peningkatan umur buah, diduga karena asam-asam tersebut digunakan sebagai
substrat dalam respirasi buah selama proses pematangan. Pada buah klimakterik
laju respirasi meningkat selama pematangan dan mencapai maksimum pada akhir
tahap proses pematangan (Pantastico 1989; Wills et al. 1989; Kays 1991).
Menurut Wills et al. (1989), asam-asam organik merupakan cadangan energi bagi
buah dan akan menurun seiring dengan terjadinya peningkatan metabolisme
selama proses pematangan buah. Asam-asam organik tersebut digunakan untuk
proses respirasi dan kemungkinan juga akan dikonversi menjadi asam askorbat
(vitamin C), sehingga kandungan vitamin C cenderung meningkat hingga umur
115 HSA seiring dengan terjadinya peningkatan proses pematangan buah
manggis.
Rendahnya asam total tertitrasi merupakan indikator bahwa proses
pematangan buah semakin cepat. Kays (1991) menyatakan bahwa sejumlah asam
organik merupakan komponen penting pada siklus asam trikarboksilat (daur
Krebs). Menurut Salisburry dan Ross (1995) daur Krebs melakukan pengambilan
beberapa elektron dari asam organik dan mengangkut elektron tersebut ke NAD
untuk membentuk NADH yang selanjutnya akan dioksidasi untuk menghasilkan
ATP. Pada beberapa jaringan tanaman yang konsentrasi asam-asam organiknya
tinggi, asam-asam organik tersebut merupakan cadangan energi yang siap
digunakan setelah produk tersebut dipisahkan dari tanaman, sehingga semakin
39
tinggi kandungan asam organik buah semakin tinggi pula daya simpan buah
tersebut.
Vitamin C
Hasil analisis vitamin C buah manggis pada berbagai tingkat umur petik (90
HSA sampai 115 HSA) menunjukkan adanya peningkatan kadar vitamin C
seiring dengan terjadinya peningkatan umur dengan grafik yang berbentuk
sigmoid. Kadar vitamin C masih rendah pada umur 90 HSA yaitu 27.41 mg/100 g
dan tertinggi pada umur 115 HSA yaitu 61.65 mg/100 g. Kadar vitamin C
meningkat sangat tajam, yaitu 29.14 mg/100 g pada umur 95 HSA menjadi 41.92
mg/100 g pada umur 100 HSA, terus meningkat hingga 105 HSA dan maksimum
pada 115 HSA (Gambar 15). Hasil uji lanjut menunjukkan kadar vitamin C pada
umur 105 HSA tidak berbeda nyata dengan pada umur 115 HSA. Hal ini berarti
pada umur 105 HSA kadar vitamin C buah manggis sudah cenderung stabil.
70
60
Vit.C (mg/100 g)
50
40
30
20
10
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Gambar 15 Kadar vitamin C buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.
Auksin
Auksin merupakan hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan buah. Kandungan auksin kulit buah manggis pada berbagai tingkat
umur menunjukkan bahwa semakin tinggi umur buah maka kandungan auksinnya
semakin menurun. Penurunan kadar auksin terjadi secara linier sebagaimana
ditunjukkan oleh grafik regresi pada Gambar 16. Kandungan auksin terendah
terjadi pada umur 115 HSA yaitu 1.17 ppm, sementara pada umur 90 HSA
kandungan auksinnya 92.77 ppm (Gambar 15).
110
Kadar Auksin (ppm)
90
y = -3.8855x + 441.95
70 R2 = 0.9559
50
30
10
jaringan-jaringan muda, seperti tunas ujung, kuncup dan daun muda, serta pada
buah-buah muda dibandingkan jaringan yang matang. Hal ini mengindikasikan
bahwa IAA disintesis pada jaringan-jaringan muda. Menurut Wattimena (1988)
dalam proses pemanjangan dan pembesaran sel IAA berperan mengaktifkan
pompa ion pada plasma membran sehingga dinding sel menjadi longgar, tekanan
dinding sel berkurang dan air masuk ke dalam sel sehingga terjadi pembesaran
dan pemanjangan sel. IAA juga berperan dalam penyusunan kembali komponen-
komponen penyusun dinding sel (polisakharida, glikoprotein) yang retak setelah
mengalami pembesaran.
Kadar auksin yang cenderung menurun seiring dengan peningkatan umur
buah, selain disebabkan oleh perkembangan morfologi buah (ukuran buah) yang
sudah optimal juga karena buah sudah mulai memasuki fase pematangan. Etilen
merupakan hormon yang berperan dalam proses pematangan. Menurut Hall dan
Morgen (1964) etilen dapat memicu aktivitas oksidase IAA yang akan menekan
sintesis dan mencegah aktivitas IAA. Hal ini menyebabkan pada saat etilen tinggi
(pada buah-buah yang tua) maka kandungan auksinnya rendah. Produksi auksin
yang rendah meningkatkan kepekaan zona absisi terhadap etilen. Peningkatan
kepekaan zona absisi terhadap etilen akan meningkatkan aktivitas enzim hidrolitik
seperti endoglukonase dan polygalakturonase. Peningkatan aktivitas kedua enzim
ini menyebabkan kerusakan ruang dinding sel dan pemisahan sel. Pemisahan sel
pada zona absisi menyebabkan gugurnya buah (Reid 1995).
dalam air, merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin.
Antosianin merupakan penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak,
merah, merah senduduk, ungu dan biru dalam daun, bunga, dan buah.
3.0
Klorofil (umol/100 g)
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Gambar 17 Kadar klorofil kulit buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.
Antosianin (umol/100g)
50
40
30
20
10
0
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Gambar 18 Kadar antosianin kulit buah manggis pada berbagai tingkat umur
petik.
Umur Diameter BB BK KA PTT Gula Ttl ATT Vit.C Auksin Klorofil Antosianin
Umur 1
Diameter 0.498* 1
BB 0.955** 0.396 1
BK 0.930** 0.421 0.975** 1
KA 0.730** 0.186 0.773** 0.619** 1
PTT 0.786** 0.303 0.764** 0.689** 0.793** 1
Gula Ttl 0.895** 0.521* 0.854** 0.854** 0.617** 0.713** 1
ATT 0.110 0.143 0.151 0.143 0.182 0.213 0.129 1
Vit.C 0.925** 0.410 0.913** 0.872** 0.758** 0.810** 0.901** 0.039 1
Auksin -0.963** -0.537* -0.918** -0.916** -0.632** -0.722** -0.894** -0.096 -0.893 1
Klorofil -0.326 -0.386 -0.319 -0.355 -0.121 -0.197 -0.372 0.098 -0.425 0.463 1
Antosianin -0.27 -0.246 -0.111 -0.106 -0.087 0.038 0.077 0.279 -0.008 -0.092 0.074 1
BB: Bobot basah, BK: Bobot kering, KA: Kadar air, PTT: Padatan total terlarut, ATT: Asam total tertitrasi
45
Saran
Rai IN. 2006. Perubahan kandungan Giberelin dan Gula total pada fase-fase
perkembangan bunga manggis. Jurnal Hayati 13(3): 101-106.
Ramlan MF, Mahmud TMM, Hasan BM, Karim MZ. 1992. Studies on
photosynthesis on young mangosteen plants grown under several growth
conditions, Act Hort 321: 482 – 489.
Reid MS. 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative
Extension, University California. Division of Agriculture and Natural
Resources, California.
Richards AJ. 1990. Studies on Garcinia, dioecious tropical forest trees: the origin
of the mangosteen (Garcinia mangostana L.) Bot Jour Linn Soc 103:
301–308.
Ryugo K. 1988. Fruit Culture: Its Science and Art. John Wiley & Sons, Inc.
Canada.
Salunkhe, Desai DK BB. 1984. Postharvest Biotecnology of Vegetables. New
York: Inc. Boca Rafon.
Samson JA. 1989. Tropical Fruits–Longman Scientific and Technical. London.
335 p.
Sandra 2007. Pengembangan pemutuan buah manggis untuk ekspor secara non
destruktif dengan jaringan syaraf tiruan [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sedgley M, Griffin AR. 1989. Sexual Reproduction of Tree Crops. New York:
Academic Press.
Selvaraj Y, Kohli RR. 1972. Biochemicalchanges associated withgrowth and
development of Dwarf Cavendish banana. Ind. J Hort 28: 28.
Setiawan E. 2005. Produktivitas dan kualitas buah manggis pada berbagai posisi
cabang dalam tajuk [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Soule. 1985. Glossary for Horticultural Crops. John Willey and Sons, New
York.
Stopar M, Resmik M, Pongrac VZ. 2001. Non structural carbohydrate status
and CO2 exchange rate of apple fruitset at the time of abscission
influenced by shade, NAA or IBA. Hort Sci 87: 65-76.
Sims DA, Gamon JA 2002. Relationship between leaf pigment content and
spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and
developmental stages. Remote Sensing of environment 81: 337–354.
Sobir, Poerwanto R. 2007. Mangosteen genetics and improvement. International
Journal of Plant Breeding 1(2): 105–111.
Srivastava, LM. 2001. Plant Growth and Development. Academic Press.
London.
52