1196 3354 1 SP
1196 3354 1 SP
1196 3354 1 SP
ARTICLE HISTORY
Received: Revised: Accepted:
Abstract
COVID-19 infection is a contagious disease caused by SARS-Cov2. The World Health
Organization (WHO) declared the Covid-19 pandemic, and the scale of the disease's
spread around the world. Antibiotics are one of the drugs given to patients in the
management of Covid-19 patients. This study aims to determine the description of
antibiotic treatment in Covid-19 patients using a descriptive observational study method
which was carried out retrospectively through Patient Drug Card (KOP) data with a
diagnosis of COVID-19 during the period January to March 2021. This study involved
157 patients, and all patients all of whom received antibiotic therapy. Azithromycin was
the most widely used antibiotic (40.42%), the most combination of antibiotics was
Azithromycin and ceftriaxone (28.03%). All patients received antibiotics at the
appropriate dose and duration of therapy. Potential drug interactions were found with
the severity of the use of antibiotics, azithromycin-remdesivir (30.57%), azithromycin-
ondancentron (5.73%), and azithromycin-levofloxacin (38.04%). All potential drug
interactions belong to the pharmacodynamic type. The role of hospital pharmacists is
needed in monitoring drug therapy for COVID-19 patients to improve the patient's
quality of life
Abstrak
Infeksi COVID-19 adalah penyakit yang dapat menular dan disebabkan oleh SARS-
Cov2. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan pandemi Covid-19, dan skala
penyebaran penyakit yang terjadi di seluruh dunia. Antibiotik merupakan salah satu
obat yang diberikan kepada pasien dalam penatalaksanaan pasien Covid-19.
Penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengobatan antibiotik pada pasien covid-19
dengan metode studi deskriptif observasional yang dilakukan secara retrospektif
melalui data Kartu Obat Pasien (KOP) dengan diagnosis covid-19 selama periode
Januari sampai Maret 2021. Penelitian ini melibatkan 157 pasien, dan semua pasien
yang seluruhnya mendapatkan terapi antibiotik. Azitromisin adalah antibiotik yang
paling banyak digunakan (40,42%), kombinasi antibiotik terbanyak adalah Azitromisin
dan ceftriakson (28,03%). Semua pasien menerima antibiotik dengan dosis dan lama
terapi yang sesuai. Ditemukan potensi interaksi obat dengan tingkat keparahan pada
www.journal.uniga.ac.id ISSN: 2087-0337
1
E-ISSN:
Jurnal Ilmiah Farmako Bahari Nama Penulis Utama
Vol. ; No. ; Tahun
Halaman 1-4
Pendahuluan
Virus corona merupakan penyebab infeksi Severe Acute Respiratory Syndrom
Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Penyakit infeksi ini menjadi masalah Kesehatan di
seluruh dunia.Penyakit ini diberi nama atau identitas oleh World Health Organisation
yakni Coronavirus Disease 2019 atau disebut juga dengan COVID-19. Wabah penyakit
ini bermula di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina dan mengalami penyebaran sangat pesat
ke banyak negara antara lain juga ke Indonesia (Lukito,J.I, 2020).
Penyakit infeksi Covid-19 masih diakui bahwa penularnnya melalui droplet yang
dikeluarkan oleh pasien dengan infeksi Covid-19. Droplet yang dikeluarkan oleh
penderita infeksi covid-19 melalui batuk, bicara atau kontak dapat dihirup dan masuk
lewat saluran napas oleh orang lain. Penularan juga dapat sentuhan tangan dengan
permukaan suatu benda yang terpapar virus. Corona. Sesorang yang dudah terpapar
dengan virus corona dapat tidak muncul gejala, namun kondisi ini tetap bisa
menularkan terhhadp prang lain. Satu orang diduiga bisa menularkan virus kepada dua
sampai tiga orang lainnya. Infeksi Covid-19 ini memiliki kemampuan penularan yang
eboh besar disbanding infeksi virus corona lainnya. Oleh karena itu setiap orang agar
tidak mengadakan pertemuan dengan melibatkan banyak orang agar penularan infeksi
covid-19 ini tidak meluas (Morfi, 2020).
Penyakit infeksi Covid-19 menjadi perhati dalam pelayanan kesehatan secara
global di dunia selama tahun 2020. Sampai dengan 30 Desember 2020 si WHO sudah
tercatat sejumlah 80.773.033 orang yang dinyatakan positif terinfeksi covid-19 dengan
jumlah kasus kematian 1.783.619 (2,2%) dari jumlah pasien terinfeksi di seluruh
negara. Di Indonesia tercatat sejumlah 727.122 orang yang dinyatakan positif infeksi
Covid-19 dengan tingkat kematian sejumlah 2,98%. Dalam satu telaah dari 24
penelitian yang dilakukan secara individual dengan jumlah penderita infeksi Covid-19
sebanyak 3,338 diketahui bahwa 71.9% penderita infeksi Covid-19 menerima terapi
antibiotik. Dari sejumlah penderita infeksi Covid-19 yang terlibat dalam penelitian ini
didiagnosis mengalami koinfeksi bekteri 3,5% dan infeksi sekunder karena bakteri
sebanyak 14,3%. Hasil studi ini menunjukkan kuantitas penggunaan antibiotika yang
terjadi sebelum adanya pandemi covid-19 terulang kembali, yakni pemberian antibiotik
secara luas pada pengobatan pasien infeksi saluran npasa atas dan perawatan pasien
di rumah sakit (Sinto et al., 2020).
Resistensi antibiotik dapat tejadi karena pemberian antibiotik dengan jenis dan
jumlah yang melampui kebutuhan, kondisi ini sudah terbukti memberi pengaruh yang
buruk terhadap pengobatan pasien karena berhubungan dengan peningkatan
kesakitan dan kematian serta peningkatan dalam biaya dan lama perawatan. Pada
skala yang besar di dunia telah dikeluarkan World Health Assembly (WHA 68.7) oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berjudul Global Action Plan on Antimicrobial
Resistance, hai ini menunjukkan tingginya perhatian terhadap kasus resistensi
antibiotik yang merupakan masalah besar di berbagai negara. Pengendalian resistensi
terhadap antibiotik perlu dilakukan dengan upaya meningkatkan kesadaran dalam
pemberian antibiotik yang sesuai. Setiap rumah sakit melalui peraturan Menteri
kesehatan telah diwajibkan untuk menyelenggarakan upaya pengendalian resistensi
antimikroba melalui Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Setiap
rumah sakit harus memiliki suatu komite yang melaksanakan program PPRA yang
mengendalikan penggunaan antibiotik di rumah sakit dan mencegah terjadinya
resistens antibiotik. Indikator mutu PPRA di rumah sakit juga sudah ditetapkan oleh
pemerintah, antara lain penilaian terhadap kualitas penggunaan antibiotika. Pada
peneltian yang menilai kualitas penggunaan antibiotika dalam pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram negatif pada suatu rumah sakit tersier di Indonesia
diperoleh 19,5 %daei seluruh kasus infeksi yang menerima terapi antibiotik dengan
kualitas baik (Sinto et al., 2020).
Pengobatan menggunakan antibiotik diberikan kepada pasien yang diduga
terinfeksi bakteri yang bersifat sedini mungkin. Pemberian antibiotik harus sesuai
dengan kebutuhan klinis pasien dan pemberian antibitik diberikan dalam waktu 1 jam
jika pasien dengan kondisi sepsis. Pemilihan antibiotik dilakukan secara empirik
dengan memperhatikan pola mikroba setempat (WHO, 2020). Pemberian obat-obat
secara bersamaan, termasuk pemberian antibiotik yang dikonsumsi secara bersamaan
merupakan hal yang perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan interaksi satu
sama lain (Liverpool, 2020)
Pemberian antibiotik harus sesuai diagnosis klinis, hanya dibenarkan pada pasien
yang dicurigai infeksi bakteri dan bersifat sedini mungkin. Pada kondisi sepsis, antibiotik
harus diberikan dalam waktu 1 jam. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik empirik
berdasarkan dengan profil mikroba lokal (WHO,2020). Penggunaan obat-obatan secara
bersamaan harus diperhatikan karena interaksi satu sama lain (Liverpool, 2020).
Penelitian ini dilakukan untuk memberi gambaran pengobatan antibiotik pada pasien
covid-19 terdiri dari pola pemberian antibiotik, kesesuaian dosis dan lama terapi
pemberian antibiotik, serta potensi interaksi obat antibiotik pada pengobatan penderita
terkonfirmasi covid-19.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-
sectional dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Pengambilan data
dilakukan secara total sampling pasien dengan diagnosis Covid-19 di Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung. Data pasien diperoleh dari Kartu Obat Pasien pada periode
Januari- Maret 2021.
Subjek Penelitian
Kriteria Inklusi pasien adalah semua pasien dengan diagnosis Covid-19 yang
sedang menjalani perawatan pada bulan Januari-Maret 2021. Kriteria ekslusi adalah
pasien dengan diagnosis Covid-19 yang menjalani peawatan pada Januari-Maret 2021
tidak menerima terapi antibiotik.
Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data penelitian yaitu data yang dikumpulkan berasal dari Kartu
Obat Pasien (KOP) Covid-19 meliputi identitas pasien, dan terapi obat yang diterima
pasien.
Analisis Data
Analisis data adalah analisis deskriptif meliputi analisis subjek penelitian dan analisis
deskriptif terkait pengobatan antibiotik pada pasien covid-19. Analisis terkait
pengobatan antibiotik pada pasien covid meliputi jumlah resep antibiotik, nama
antibiotik yang digunakan, kombinasi antibiotik, kesesuaian pengobatan antibiotik
berdasarkan dosis dan lama terapi serta analisis potensi interaksi obat antibiotik.
Hasil
Tabel IV. Jumlah Resep (R/) Berdasarkan Kesesuaian Dosis dan Durasi Terapi
Jumlah R/(N=339)
Nama obat Dosis sesuai Durasi sesuai
Ʃ % Ʃ %
Pembahasan
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin, dalam tabel I dapat diketahui jumlah
pasien laki-laki memiliki jumlah lebih banyak yaitu 52,22 % sedangkan perempuan
47,78 %. Dalam suatu laporan (Susilo dkk,2020) tentang sebaran kasus covid-19 yang
terjadi di China yaitu laki-laki 51,4%, sedangkan perempuan 48,6%, di Korea Selatan
yaitu laki-laki 38,5% dan perempuan 61,5%, sedangkan di Italia 57,9% dan perempuan
42,1%. Dari data pasien yang mengalami infeksi Covid-19 dan menerima pengobatan
di kota Wuhan, diketahui bahwa jumlah penderita laki-laki lebih tinggi dibandingkan
pasien perempuan. Bahkan pasien laki-laki memiliki resiko meninggal lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Hasil dari penelitian diketahui bahwa laki-laki adalah salah
satu dari kelompok yang memiliki resiko tinggi terinfeksi Covid-19 (Siagian, T.H ,2020).
Berdasarkan kelompok usia, diketahui bahwa kelompok lansia (> 65 tahun) adalah
jumlah pasien yang terbanyak. Dalam suatu studi Siagian, T.H. 2020, melalui metode
Discourse Network Analysis, didapat kelompok- kelompok yang beresiko tinggi
terinfeksi covid-19 yaitu kelompok lanjut usia, penderita dengan penyakit kronis, yang
memiliki kebiasaan merokok dan orang yang memiliki kebiasaan merokok Vape, laki-
laki, serta orang yang memiliki golongan darah A.
Antibiotik Azitromisin adalah yang terbanyak (tabel II) diresepkan untuk
pengobatan pasien Covid-19. Azitromisin merupakan antibiotik yang termasuk dalam
golongan makrolida, memiliki mekanisme kerja sebagai penghambat sintesis protein di
ribosom melalui pengikatan ribosom 50S. Azitromisin memiliki aktivitas yang lebih
Azitromisin diberikan dengan dosis satu tablet (500 mg) sehari dalam periode 5 hari
dan Levofloxacin dapat diberikan jika diduga ada infeksi bakteri dengan dosis
pemberian 750 mg setiap 24 jam dengan rute intra vena atau melalui oral selama
5 sampai 7 hari (PAPDI,2020). Pemberian ceftriaxone adalah 1– 2 gram/ hari selama
4 – 14 hari, merophenem diberikan dengan dodid 0,5-1 g setiap 8 jam melalui injeksi
intravena 15-30 menit (AHFS,2011).
Kejadian potensi interaksi obat pada tabel V, diketahui potensi interaksi obat
dengan level keparahan moderat. Analisis interaksi obat berdasarkan Drug Interaction
Checker DrugBank, Liverpool Covid-19 Interactions dan Stockley Drug Interactions.
Interaksi obat moderat memerlukan perhatian khusus. Azithromycin dan Remdesivir
dapat meningkatkan gangguan fungsi hati, perlu dilakukan uji laboratorium untuk
memantau kondisi tersebut sebelum dan selama perawatan menggunakan Remdesivir.
Potensi interaksi kedua yaitu Azithromycin-Ondancentron, penggunaan secara
bersama-sama dapat meningkatkan gangguan pada irama jantung sehingga dapat
menyebabkan keparahan yang mengancam jiwa pasien, meskipun efek ini relatif
jarang terjadi, kemungkinan akan berpotensi terjadi pada pasien yang memiliki kondisi
gangguan jantung yang sindrom QT panjang bawaan. Interaksi obat ini meiliki tingkat
keparahan moderat, diperlukan pemantaun terhadap efek dari interaksi obat ini.
Penggunaan azithromycin dan Levofloxacin secara bersamaan dapat memicu
terjadinya aritmia jantung. Azithromycin dan Levofloxacin merupakan antibiotik yang
digunakan secara kombinasi. Interaksi obat ini dapat membahayakan jiwa, namun
apabila memang diperlukan untuk diberikan terapi obat-obat ini maka perlu monitoring
terhadap pasien. Meskipun risiko dari efek interaksi obat ini adalah serius namun
kejadiannya mungkin rendah. Dianjurkan untuk berhati-hati pemberian levofloxacin
bersamaan dengan obat lain yang dapat memperpanjang interval QT. Karena
besarnya perpanjangan QTc meningkat dengan meningkatnya konsentrasi plasma
kuinolon, dosis yang dianjurkan dan laju infus intravena tidak boleh dilampaui (Baxter,
K. 2010).
Interaksi obat yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tipe interaksi obat
farmakodinamik. Hasil penelitian Nurlelah, et al. (2015) dan hasil penelitian Utami, et
al. (2020) diketahui bahwa interaksi farmakodinamik lebih banyak dari potensi interaksi
farmakokinetik. Namun berbeda dengan hasil penelitian Dasopang, et al. (2015) yang
tipe interaksi obat farmakokinetiknya lebih besar daripada farmakodinamik. Perbedaan
tersebut bisa dipengaruhi oleh perbedaan kriteria pasien, perbedaan jenis obat yang
diresepkan, dan perbedaan dari penyakit penyerta pasien.
Kesimpulan
Azithromycin adalah yang terbanyak digunakan (40,42%), kombinasi antibiotik
terbanyak adalah azithromycin dan ceftriakson (28,03%). Semua pasien menerima
antibiotik dengan dosis dan lama terapi yang sesuai. Ditemukan interaksi obat dengan
level keparahan moderat pada pemberian antibiotik, yaitu azithromycin-remdesivir
(30,57%), azithromycin-ondancentron (5,73%), dan azithromycin-levofloxacin
(38,04%). Semua potensi interaksi obat temasuk dalam tipe farmakodinamik. Perlu
peningkatan peran apoteker rumah sakit dalam pemantauan terhadap terapi obat
pasien covid-19 untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
ucapan terimakasih juga kepada Dekan Fakultas Farmasi serta Pimpinan Rumah Sakit
Muhammadiyag Bandung.
Daftar Pustaka
1. Lukito, J.I. (Tinjauan Antivirus untuk Terapi COVID-19. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran. 2020; 47(5), 340–345.
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/595
8. Katzung, B.G. Basic and Clinical Pharmacology, Tenth Edition. Lange Medical
Publications, United State; 2018.
10. Donsu, Y. C., Hasmono, D., Klinis, D. F., Farmasi, F., & Airlangga, U. “Tinjauan
Azitromisin Pada Penyakit Virus Korona 2019 (Covid-19)”. Pharmacon: Jurnal
Farmasi Indonesia; 2020; 17(2); 133-147.
http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon
15. Baxter, K. Stockley’s Drug Interactions 9th edition. Pharmaceutical Press, London
UK; 2010.
16. Nurlelah, Ida, dkk. Kajian interaksi obat pada pengobatan diabetes melitus (DM)
dengan hipertensi di instalasi Rawat jalan RSUD Undata periode Maret-Juni 2014.
Galenika; 2015 1 (1); 35-41. https://doi.org/10.22487/j24428744.2015.v1.i1.4833
17. Utami, Primatnitha Ria, dkk. Potensi Interaksi Obat pada Pasien Geriatri yang
menggunakan Antihipertensi di Puskesmas Karanggeneng Lamongan, Jurnal
Surya; 2020; 12 (2)70-76. http://jurnal.umla.ac.id/index.php/Js/issue/view/23