Garuda 1686176
Garuda 1686176
Garuda 1686176
2 Desember 2019
ISSN: 2086-6305 (print) ISSN: 2614-5863 (electronic)
DOI: https://doi.org/10.22212/aspirasi.v10i2.1391
link online: http://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/index
Rahmi Yuningsih
[email protected]
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta
Naskah diterima: 24 September 2018 | Naskah direvisi: 15 September 2019 | Naskah diterbitkan: 29 Desember 2019
Abstract: Improvement of sanitation, environment and clean water, will substantially reduce the
level of pain and severity of various diseases that can improve the degree of public health. But
Indonesia still faces Open Defecation Free (ODF) which pollutes the environment. Indonesia
ranks second after India (626 million people) as the country with the most ODF, which were
63 million people. In Serang Municipality, Banten Province, there are still 27.2% of people
doing defecation in rivers, rice fields and others. The important factor causing it is the habit.
The purpose of this paper is to discuss health promotion strategies consisting of advocacy
efforts, social support and community empowerment in improving the quality of sanitation in
Serang Municipality. The data is the result of group research conducted by researchers at the
Research Center of the Expertise Agency of the DPR RI. The study was conducted in Serang
Municipality in March 2019. Apart from the habitual problem, there are still many people
who defecate in the absence of hygienic toilet facilities at home and ineffective communal toilet
programs. The difficulty of getting clean water in the Serang Municipality has caused people
further reluctant to make and use healthy latrines. The local government has implemented a
health promotion strategy which includes advocacy for DPR and DPRD members to prioritize
sanitation issues in Serang Municipality; increase social support from community leaders and
conduct community empowerment.
Keywords: health promotion, sanitation, ODF
Abstrak: Perbaikan terhadap sanitasi, lingkungan dan air bersih, secara substansial akan
mengurangi tingkat kesakitan dan tingkat keparahan berbagai penyakit sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun, Indonesia masih dihadapi masalah sanitasi
yaitu perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) yang mencemari lingkungan. Indonesia
berada di urutan kedua setelah India (626 juta orang) sebagai negara dengan perilaku BABS
terbanyak yaitu 63 juta orang. Begitu pun dengan Kota Serang, masih terdapat 27,2%
masyarakat melakukan BABS seperti di sungai, sawah dan lainnya. Penyebab utamanya adalah
faktor kebiasaan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui strategi promosi kesehatan yang terdiri
dari upaya advokasi, dukungan sosial dan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan
kualitas sanitasi di Kota Serang. Data dalam tulisan ini merupakan hasil penelitian kelompok
bersama Tim Peneliti pada Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Penelitian kualitatif
dilakukan di Kota Serang pada bulan Maret 2019. Selain masalah kebiasaan, penyebab masih
banyaknya masyarakat BABS adalah tidak tersedianya sarana jamban sehat di rumah dan tidak
efektifnya program jamban komunal. Sulitnya mendapatkan air bersih di Kota Serang membuat
masyarakat lebih enggan membuat dan menggunakan jamban sehat. Oleh karena itu,
pemerintah daerah
Rahmi
10 Startegi Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas
Aspirasi
Sanitasi
Vol 10 No 2, Desember 10
setempat melakukan strategi promosi kesehatan yang meliputi advokasi kepada anggota DPR
dan DPRD agar memprioritaskan masalah sanitasi lingkungan di Kota Serang; meningkatkan
dukungan sosial dari tokoh masyarakat serta melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat
untuk tidak BABS.
Kata kunci: promosi kesehatan, sanitasi, BABS
Pendahuluan untuk menggerakkan pembangunan lintas
Sanitasibersamaandengankondisilingkungan sektor berwawasan kesehatan (Kementerian
dan ketersediaan air bersih merupakan salah satu Kesehatan, 2018: 241). Komitmen di SDGs
hal penting dalam mewujudkan derajat kesehatan maupun di RPJMN membuktikan bahwa
masyarakat yang berdampak pada pembangunan sanitasi dan kesehatan lingkungan merupakan
sosial dan ekonomi. Perbaikan terhadap sanitasi, masalah kesehatan masyarakat yang perlu segera
lingkungan dan air bersih, secara substansial diselesaikan.
akan mengurangi tingkat kesakitan (morbiditas) Lingkunganfisikdanbiologiyang memenuhi
dan tingkat keparahan (severity) berbagai persyaratan kesehatan diukur dari ketersediaan
penyakit sehingga dapat meningkatkan kualitas air bersih, ketersediaan jamban, ketersediaan
hidup masyarakat terutama anak-anak di negara saluran pembuangan air limbah, kondisi rumah
berkembang (Mara, 2010). Perbaikan pada tiga dan perilaku penghuni rumah (Abeng, 2014:
komponen tersebut berdampak pada penurunan 161). Dalam hal ini Kementerian Kesehatan
tingkat kematian (mortalitas) akibat penyakit telah mempunyai program Sanitasi Total
terutama penyakit menular yang disebabkan oleh Berbasis Masyarakat (STBM) sebanyak lima
faktor lingkungan. pilar. Salah satu pilarnya adalah stop Buang Air
Menurut Blum, lingkungan merupakan Besar Sembarangan (BABS). Hasil penelitian
faktor yang paling berpengaruh terhadap derajat terkait perilaku BABS di sekitar Sungai Karang
kesehatan masyarakat. Faktor perilaku, akses Mumus, Samarinda menunjukkan bahwa
terhadap pelayanan kesehatan dan genetik sebagian besar masyarakat menggunakan
merupakan faktor lain yang memengaruhi derajat jamban yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2007: 107). kesehatan. Masyarakat masih menggunakan
Faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri dalam jamban terapung di atas sungai. Selain itu,
menciptakan kondisi yang sehat melainkan masih ada masyarakat yang memiliki jamban
saling berkaitan satu sama lain. di rumahnya, namun saluran pembuangannya
Bahkan dalam Sustainable Development tetap ke sungai (Widhana, 2017). Dari hasil
Goals (SDGs), masalah lingkungan juga penelitian ini, masyarakat belum mengetahui
menjadi target dalam kesepakatan tersebut. dan belum menyadari perilaku sanitasi yang
Beberapa target SDGs yang terkait dengan layak dalam kehidupan sehari-hari. Padahal
masalah lingkungan di antaranya tujuan 6 yaitu sanitasi yang buruk dapat menimbulkan
menjamin ketersediaan dan manajemen air berbagai macam penyakit menular.
dan sanitasi secara berkelanjutan serta tujuan Penyakit-penyakit yang berhubungan
13 yaitu mengambil tindakan segera untuk langsung dengan kondisi sanitasi yang buruk
memerangi perubahan iklim dan dampaknya. antara lain penyakit yang disebabkan melalui
Selain itu, di dalam Rencana Pembangunan jalur penularan feco-oral seperti penyakit diare,
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) penyakit yang disebabkan oleh cacing seperti
ditekankan strategi peningkatan mutu kesehatan Schistosomiasis, Helminthiasis, Trachoma dan
lingkungan serta akses terhadap air minum dan lainnya. Penyakit yang disebabkan oleh cacing,
sanitasi yang layak serta perilaku hidup bersih walaupun menyebabkan sedikit kematian,
dan sehat untuk namun dapat menambah jumlah tahun yang
mewujudkan kebijakan peningkatan pengendalian hilang karena kematian atau kecacatan (Mara,
penyakit dan penyehatan lingkungan. Program 2010). Hal ini dikarenakan timbulnya berbagai
lingkungan sehat bertujuan untuk mewujudkan komplikasi penyakit berat akibat penyakit yang
mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui disebabkan oleh cacing.
pengembangan sistem kesehatan kewilayahan
Rahmi
10 Startegi Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas
Aspirasi
Sanitasi
Vol 10 No 2, Desember 10
Diare termasuk ke dalam penyakit yang Terlebih akibat keterpaparan dengan penyakit
sering terjadi di wilayah Indonesia dan salah diare dan gizi kurang meningkatkan kerentanan
satu penyakit yang sering ditetapkan dengan
status Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah.
Hal ini dikarenakan proses penularan penyakit
diare yang cepat, mengakibatkan komplikasi
penyakit lain, dan dapat mengakibatkan
kematian. Menurut data Kementerian
Kesehatan RI tahun 2018, pada tahun 2017
telah terjadi
21 kali KLB Diare yang tersebar di 12 provinsi
dan 17 kabupaten/kota. Di Kabupaten Polewali
Mandar, Pohuwato, Lampung Tengah dan
Merauke terjadi dua kali KLB diare selama
tahun 2017. Jumlah penderita diare sebanyak
1.725 orang dan jumlah kematian sebanyak 34
orang atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar
1,97%. CFR saat KLB Diare ditargetkan
sebesar
1% (Kementerian Kesehatan, 2018: 177).
Kejadian diare juga terjadi pada kelompok
risiko tinggi seperti kelompok anak-anak. Anak
dari keluarga yang memiliki sanitasi lingkungan
yang tidak memenuhi syarat berpotensi
menderita diare sebesar sembilan kali lebih besar
dibandingkan anak dari keluarga yang sanitasi
lingkungannya memenuhi persyaratan (Abeng,
2014: 163). Penyakit diare disebabkan oleh
feses manusia yang tercemar mikroorganisme
patogen penyakit diare. Feses tersebut apabila
tidak dibuang dengan layak akan masuk ke
dalam tanah dan mencemari air tanah. Namun,
ada pula feses yang terpapar dengan udara bebas
sehingga sering kali dihinggapi serangga seperti
lalat. Binatang ini kemudian membawa patogen
dan hinggap di makanan atau minuman yang
apabila dikonsumsi manusia akan menyebabkan
penyakit diare.
Selain penyakit cacing dan diare, kondisi
sanitasi yang tidak layak juga memperparah
kondisi anak dengan status gizi buruk. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Abeng et al. bahwa sanitasi lingkungan
berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi
pada balita dan dengan adanya penyakit infeksi
tersebut akan berpengaruh pada status gizi balita
(Abeng, 2014: 167). Sanitasi, kebersihan dan air
yang buruk berdampak pada 50% berat badan
di bawah rata-rata pada anak dan ibu hamil.
Rahmi
10 Startegi Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas
Aspirasi
Sanitasi
Vol 10 No 2, Desember 10
yang lainnya (Mara, 2010: 3). mendalam terhadap pemangku kepentingan di
Data WHO menunjukkan bahwa 63% dari Kota Serang seperti
total populasi dunia menggunakan toilet dan
sebanyak 67% dari total populasi dunia memiliki
akses ke fasilitas sanitasi yang lebih baik.
Namun, masih ada 1,1 miliar orang (15%
populasi dunia) yang melakukan BABS.
Indonesia berada di urutan kedua setelah India
(626 juta orang) sebagai negara dengan perilaku
BABS terbanyak yaitu 63 juta orang (WHO,
2010).
Di Indonesia, data mengenai perilaku BABS
mencakup persentase desa atau kelurahan yang
sudah terverifikasi secara akumulatif bebas
perilaku BABS yaitu mencapai 14.020 desa atau
kelurahan atau baru mencapai 35,39% dari total
desa/kelurahan dengan STBM (Kementerian
Kesehatan, 2018: 244). Dengan kata lain
mayoritas desa atau kelurahan di Indonesia
belum terbebas dari masalah BABS maupun
belum terverifikasi bebas BABS.
Begitu pun dengan Kota Serang, sebesar
72,8% masyarakat Kota Serang memiliki jamban
di rumahnya, namun sisanya masih melakukan
BABS seperti di sungai, sawah dan lainnya.
Sebagai ibukota dari provinsi yang berbatasan
langsung dengan ibukota negara atau wilayah
sub- urban Jakarta, tidak menyebabkan Kota
Serang bebas dari perilaku BABS. Penyebab
utama masih banyaknya masyarakat yang BABS
bukan
dikarenakan faktor ekonomi dan ketidakmampuan
membangun jamban melainkan rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang
sehat (Tim Pikiran Rakyat, 2019). Mengubah
kesadaran masyarakat merupakan hal yang
tidak mudah dan memerlukan waktu yang tidak
singkat. Pendekatan promosi kesehatan dapat
digunakan untuk memicu kesadaran masyarakat
agar hidup bersih dan sehat.
Tujuan penulisan ini adalah untuk
mengetahui strategi promosi kesehatan yang
terdiri dari advokasi, dukungan sosial dan
pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan
sanitasi di Kota Serang. Data dalam tulisan ini
merupakan hasil penelitian kelompok yang
dilakukan oleh Tim Peneliti pada Pusat
Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Penelitian
dilakukan di Kota Serang pada bulan Maret
2019. Data ini dikumpulkan melalui wawancara
Rahmi
11 Startegi Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas
Aspirasi
Sanitasi
Vol 10 No 2, Desember 11
Kepala Dinas Kesehatan, Penanggung Jawab perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi
Program STBM, Staf Kesehatan Lingkungan, berbasis masyarakat atau agama, LSM dan tokoh
Staf BPS, dan masyarakat. yang berpengaruh. Advokasi kebijakan secara
khusus berhubungan dengan apa yang harus
Promosi Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah
Promosi kesehatan merupakan proses dengan menganjurkan kebijakan tertentu melalui
pemberdayaan masyarakat agar mampu diskusi, persuasi maupun aktivitas politik
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. (Utami,
Proses pemberdayaan dapat dilakukan dengan 2015: 110–111).
pembelajaran yakni upaya untuk meningkatkan Advokasi akan lebih efektif bila
kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam dilaksanakan
bidang kesehatan (Agustini, 2014: 1). Penerapan denganprinsipkemitraanataumendapatdukungan
promosi kesehatan dalam program kesehatan sosial yaitu dengan membentuk jejaring advokasi
pada dasarnya merupakan bentuk penerapan atau forum kerja sama. Pengembangan kemitraan
strategi global yang dijabarkan dalam berbagai adalah upaya membangun hubungan para mitra
kegiatan. Karena sanitasi lebih cenderung ke kerja berdasarkan kesetaraan, keterbukaan
arah perubahan perilaku sehingga upaya yang dan saling memberi manfaat. Dukungan sosial
dilakukan melalui pendekatan strategi promosi melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat
kesehatan. Menurut WHO, strategi global formal maupun informal setempat agar tokoh
tersebut yaitu advokasi, dukungan sosial dan masyarakat mampu menyebarkan informasi
pemberdayaan masyarakat. tentang program kesehatan dan membantu
Advokasi adalah upaya mendekati, melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
mendampingi, dan memengaruhi para pembuat Tokoh masyarakat ini merupakan sasaran
kebijakan sehingga mereka sepakat untuk sekunder dari promosi kesehatan (Utami, 2015:
memberi dukungan terhadap pembangunan 110–111). Setyabudi dan Dewi (2017: 87–88)
kesehatan. Advokasi melakukan pendekatan merangkum beberapa bentuk dukungan sosial,
atau lobi dengan para pembuat keputusan antara lain:
setempat agar mereka menerima dan bersedia 1) Bina suasana individu dilakukan oleh
mengeluarkan kebijakan dan keputusan di individu tokoh masyarakat sebagai panutan
tingkat pusat atau daerah sebagai sasaran tersier dalam mempraktikan program kesehatan.
promosi kesehatan. Sasaran advokasi lainnya 2) Bina suasana kelompok dilakukan oleh para
adalah para pengambil keputusan, penentu kelompok ada di dalam masyarakat seperti
kebijakan di pemerintahan, lembaga perwakilan ketua RT, RW, karang taruna, dan lainnya.
rakyat, mitra di kalangan pengusaha atau swasta, 3) Bina suasana publik dilakukan oleh
media massa, organisasi profesi, dan LSM yang masyarakat umum melalui pemanfaatan
memiliki pengaruh di masyarakat. Di tingkat media komunikasi yang ada.
daerah, tujuan advokasi agar program kesehatan
Pemberdayaan masyarakat yaitu
memperoleh prioritas tinggi dalam pembangunan
memampukan masyarakat melalui kegiatan
daerah yang bersangkutan. Selain itu,
penyuluhan dan konseling sehingga pengetahuan
diperolehnya komitmen dan dukungan dalam
dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dapat
upaya kesehatan atau sumber daya kesehatan
meningkat. Prinsip pemberdayaan masyarakat:
seperti kebijakan, tenaga, dana, sarana,
1) Menumbuhkembangkan potensi masyarakat.
kemudahan keikutsertaan dalam kegiatan
Di dalam upaya pemeliharaan dan
maupun berbagai bentuk lainnya seperti keadaan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dan usaha. Advokasi kesehatan dilakukan oleh
sebaiknya secara bertahap sedapat mungkin
siapa saja yang peduli terhadap upaya kesehatan
menggunakan sumber daya yang dimiliki
dan memandang perlu adanya mitra untuk
oleh masyarakat. Jika diperlukan bantuan
mendukung upaya tersebut. Pelaku advokasi
dari luar, maka bentuknya hanya berupa
dapat berasal dari kalangan pemerintah, swasta,
perangsang atau pelengkap sehingga tidak
semata bertumpu pada bantuan tersebut.
1Rahmi Startegi Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas
Aspirasi
Sanitasi
Vol 10 No 2, Desember 1
2) Menumbuhkan dan mengembangkan peran memanfaatkan potensi setempat.
serta masyarakat dalam pembangunan 8) Upaya dilakukan secara kemitraan dengan
kesehatan. berbagai pihak (Utami, 2015: 111–125).
Peransertamasyarakatdidalampembangunan
kesehatan dapat diukur dengan semakin Dalam tatanan rumah tangga, sasaran
banyaknya jumlah anggota masyarakat yang primer promosi kesehatan adalah anggota rumah
mau memanfaatkan pelayanan kesehatan tangga yang memiliki masalah kesehatan seperti
seperti memanfaatkan Puskesmas, Pustu, ibu, bayi dan balita. Sasaran sekunder adalah
dan Polindes; mau hadir ketika ada kegiatan kepala keluarga, orang tua, kader masyarakat,
penyuluhan kesehatan; mau menjadi kader tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, petugas
kesehatan; mau menjadi peserta tabulin kesehatan. Sementara, sasaran tersier adalah
(tabungan ibu bersalin); jaminan kesehatan; ketua RT, RW, kepala desa dan lainnya
dan lainnya. (Maulana, 2007:
3) Mengembangkan semangat kegiatan gotong- 22). Kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor
royong dalam pembangunan kesehatan yang bersifat lintas sektor. Masalah kesehatan
seperti meningkatkan sanitasi lingkungan. sering kali kalah prioritas dibandingkan masalah
4) Bekerja bersama dengan masyarakat. ekonomi dan kebutuhan fisik lainnya. Oleh
Pemerintah atau petugas kesehatan dapat karena itu, upaya mengenalkan kesehatan kepada
menggunakan prinsip bekerja untuk dan berbagai pihak perlu dipacu agar memperoleh
bersama masyarakat. Sehingga akan dukungan dan kepedulian semua pihak. Untuk
meningkatkan motivasi dan kemampuan mencapai hal ini, perlu dilakukan pendekatan
masyarakat karena adanya bimbingan, persuasif, cara-cara yang komunikatif dan
dorongan serta alih pengetahuan dan inovatif yang memperhatikan setiap segmen
keterampilan dari tenaga kesehatan kepada sasaran untuk meningkatkan kesadaran terhadap
masyarakat. kesehatan (Maulana, 2007: 74).
5) Penyerahan pengambilan keputusan kepada Sanitasi adalah intervensi yang dilakukan
masyarakat. untuk mengurangi keterpaparan masyarakat
Semua bentuk upaya pemberdayaan terhadap penyakit dengan mengusahakan
masyarakat termasuk di bidang kesehatan lingkungan yang bersih, guna memutuskan
apabila ingin berhasil dan mata rantai penularan penyakit. Termasuk juga
berkesinambungan hendaknya bertumpu tindakan manajemen pembuangan kotoran
pada budaya dan adat setempat. Untuk itu, hewan, kotoran manusia dan air limbah rumah
pengambilan keputusan khususnya yang tangga. Sanitasi terdiri dari perilaku dan
menyangkut tata cara pelaksanaan kegiatan fasilitas yang secara bersama-sama menciptakan
guna pemecahan masalah kesehatan yang lingkungan yang bersih (Simpson-Hebert, 1998:
ada di masyarakat hendaknya diserahkan 5). Sanitasi merupakan salah satu komponen
kepada masyarakat. Adapun pemerintah atau dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang
tenaga kesehatan hanya bertindak sebagai disengaja untuk membudayakan hidup bersih
fasilitator dan dinamisator. Dengan untuk mencegah manusia bersentuhan langsung
demikian, masyarakat merasa lebih dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
memiliki tanggung jawab untuk lainnya, dengan harapan masyarakat dapat
melaksanakannya. Pada hakikatnya menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
masyarakat adalah subjek dalam Kesehatan lingkungan sangat berpengaruh
pembangunan kesehatan. terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karenanya,
6) Menggalang kemitraan dengan LSM dan untuk dapat mengelola kualitas lingkungan
organisasi kemasyarakatan yang ada di maupun kesehatan masyarakat perlu dihayati
masyarakat. hubungan dengan manusia, yaitu ekologi
7) Promosi, pendidikan dan pelatihan dengan manusia (Soemirat, 2011).
sebanyak mungkin menggunakan dan