Aswaja
Aswaja
Aswaja
Mujamil Qomar
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46
Tulungagung
Email: [email protected]
Abstract
Pendahuluan
Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah (Aswaja) masih menjadi tema
pembahasan yang unik dalam perspektif kajian akademik, sehingga
tetap menarik untuk dikaji secara mendalam. Keunikan itu
setidaknya disebabkan oleh beberapa kenyataan: (1) Aswaja
menjadi sebuah identitas teologis yang diperebutkan oleh berbagai
aliran maupun organisasi Islam, tetapi pada sisi lain ia seringkali
dituduh sebagai penyebab kemunduran umat Islam; (2) substansi
Aswaja masih menjadi pemahaman yang kontroversial di kalangan
pemikir-pemikir Muslim; dan (3) pemahaman Aswaja ternyata
belum tuntas di kalangan tokoh- tokoh Islam.
Dalam skala nasional Aswaja menjadi nama sebuah organisasi
yaitu Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipimpin oleh
Umar Ja’far Thalib yang sekarang telah bubar, sebagai paham yang
dianut NU dan dimasukkan dalam Anggaran Dasar,1 dikalim
sebagai salah
satu keputusan Majlis Tarjih Muhammadiyah meskipun menggunakan
redaksi yang agak berbeda yaitu Ahl al-Haq wa al-Sunnah,2 dan
Persatuan Islam (PERSIS) melalui KH. E. Abdurrahman
menyatakan diri lebih berhak menyandang sebutan Ahl al-Sunnah
wa al-Jama’ah daripada NU karena PERSIS selalu berusaha
menghilangkan bid’ah dalam agama serta melaksanakan ajaran
Islam yang sebenarnya.3 Sedangkan dalam skala internasional, para
pengikut Wahabi di Saudi
28 Ibid., h. 70
29 Einar M. Sitompul, Nahdlatul Ulama dan Pancasila, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1989), h. 71
30 Nugroho Noto Susanto dan Yusmar Basri (eds), Sejarah Nasional
Indonesia, (Bandung: Masa Baru, 1980), h. 31
Mujamil, Implementasi Aswaja...
31
fundamentalis.” Moderasi pemikiran Syafi’i cocok dengan selera
dan kadar pemikiran kaum Muslim Indonesia, khususnya warga
Nahdliyin. Mereka sama sekali tidak tertarik pada model pemikiran
atau paham radikal dan ekstrim. Hal ini dapat diperhatikan bahwa di
antara para teroris yang tertangkap tidak satu pun warga NU.
Kemudian pada bidang tasawuf, semula para ulama
Ahlussunnah menentang tasawuf apalagi tarekat. Akhirnya
terjadilah pertikaian antara ulama Sunni yang berpegang teguh pada
syariat dan ulama Sufi yang terkadang cenderung “meremehkan”
syariat karena menekankan pada kesadaran mistik. Dengan kata
lain, telah terjadi pertentangan antara ahl al-dhawahir dengan ahl al-
bawatin yang dipicu oleh amalan tasawuf yang melenceng dari
ajaran Islam.
Maka menurut Fazlur Rahman, lahirlah gerakan pembaruan
sufisme yang bertujuan mengintegrasikan kesadaran mistik
dengan syariat kenabian pada paro kedua abad ke-3 H/9 M yang
dipelopori oleh al-Khawarij dan Imam Junaid.32 Tradisi baru
sufisme moderat ini yang bergerak pada abad ke-3 dan ke-4 juga
dirintis penulis seperti al-Sarraj melalui kitab al-Luma’ dan al-
Kalabadzi melalui kitab al-Ta’aruf li Madhhab Ahl al-Tasawwuf.
Kemudian diikuti al-Qusyairi melalui Risalah Qusyairiyah-nya
pada 438 H, suatu manifestasi untuk sintesis sufisme dari ilmu
ketuhanan yang berdasarkan sunnah.33 Gerakan ini memuncak
pada karya besar al-Ghazali yang terkenal, Ihya ‘Ulum al-Din.34
Menurut sebagian besar ulama Islam, ajaran tasawuf yang berada
pada garis kebenaran ajaran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah
ajaran dari Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta
Penutup
Demikianlah Aswaja bisa ditransformasikan dalam kehidupan
sehari-hari dengan melakukan rekonstruksi terhadap penampilan
NU, sehingga NU menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia
bukan hanya dalam jumlah populasi, tetapi juga harus diupayakan
menjadi organisasi Islam terbesar dalam kualitas, sehingga NU
memiliki daya tarik dan daya tawar yang tinggi baik daya tawar
politik maupun daya tawar sosial. Dengan kualitas yang terbina
secara baik dan selalu dipertahankan, NU akan sangat
diperhitungkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, termasuk
masyarakat internasional.
Untuk merealisasikan idealisme ini, NU dipandang perlu
melakukan empat macam tindakan tersebut, yaitu memperkokoh
etika berorganisasi melalui penguatan manajerial dan leadership,
merealisasikan keteladanan bermasyarakat dan bernegara,
membangun dan memperkokoh sumberdaya manusia dalam
berbagai bidang keahlian, serta membangun dan memperkokoh
kekuatan-kekuatan strategis pada berbagai dimensi kehidupan
kontemporer. Keempat tindakan ini dapat digerakkan secara sinergis
dalam mencapai tujuan yang sama, yaitu NU mampu menumbuhkan
kesejahteraan warganya yang berdampak pada bangsa dan Negara.
[182] Kontemplasi, Volume 02 Nomor 01, Agustus 2014
DAFTAR PUSTAKA