1008 1891 2 PB
1008 1891 2 PB
1008 1891 2 PB
Afriyanti1)
1)Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
Jl. Letjend Sujono Humardani No. 1 – Jombor Sukoharjo; Telp.0271-593156. 57521;
Email: [email protected]
Abstrak
Batang pohon singkong dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif penghasil etanol karena mengandung selulosa.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan amonium sulfat terhadap pertumbuhan dan kemampuan
Trichoderma reesei dalam menghasilkan gula reduksi dari batang pohon singkong. Penelitian dilakukan tanpa adanya proses
pretreatment. Batang singkong dicacah untuk mengecilkan ukuran kemudian dihidrolisis. Proses hidrolisis dilakukan dengan
perbandingan konsentrasi (NH4)2SO4 sebesar 0%; 0,5%; 1% dan 1,5%. Selama proses fermentasi selulosa batang singkong
dilakukan analisis uji aktivitas enzim, kadar biomassa, analisis glukosamin dan kadar gula reduksi. Konsentrasi spora pada
awal fermentasi adalah 106 spora/gram batang pohon singkong.Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan amonium
sulfat berpengaruh terhadap pertumbuhan Trichoderma reesei PK1J2 tetapi tidak berpengaruh terhadap gula reduksi yang
dihasilkan sehingga proses hidrolisis selanjutnya tanpa penambahan amonium sulfat. Kadar gula reduksi tertinggi didapatkan
setelah tiga hari fermentasi yaitu sebesar 10,828 g/L.
Abstract
The aims of this research were to analyze the effect of ammonium sulphate addition to the growth and reducing sugar production of Trichoderma
reesei from cassava stems.Hydrolysis was conducted without pretreatment. Cassava stem was degraded into small pieces with and without addition
of ammonium sulphate. The concentration of (NH4)2SO4 were 0%; 0,5%; 1% and 1,5%. During cellulose fermentation of cassava stem,
cellulase enzyme activity, dry matter loss, glucosamine content, and reducing sugar were analyzed. Initial spore concentration was 106 spores/g of
cassava stem. The results showed that ammonium sulphate affected to the growth but did not affect to the reducing sugar production of Trichoderma
reesei, therefore hydrolisis continued without ammonium sulphate addition. Highest levels of reducing sugars was obtained after three days of
fermentation which was 10,828 g/L..
1
Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 2 No. 1 Mei 2016 p-ISSN 2460-9986
Afriyanti e-ISSN 2476-9436
kemampuan tumbuh dengan baik dalam Solid Substrate 1.2. Mikroorganisme dan Penyiapan Starter
Fermentation (SSF), yaitu proses fermentasi yang terjadi Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini
dalam kondisi sedikit air bebas. Proses SSF umumnya adalah Trichoderma reesei PK1J2 yang didapatkan dari
menggunakan bahan-bahan alami sebagai sumber Laboratorium Bioteknologi Fakultas Teknologi
karbon dan energi seperti singkong, barley, dan residu- Pertanian Universitas Gadjah Mada. Sebanyak 100 g
residu industri pertanian (Shetty dkk, 2006). hancuran batang pohon singkong yang telah
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan disterilisasi ditambah dengan 10 ml suspensi spora
jamur adalah adalah proses perlakuan pendahuluan Trichoderma reesei yang memiliki konsentrasi awal
(pretreatment) dan tersedianya nutrien tambahan. fermentasi 106 spora/gram. Selanjutnya dilakukan
Penelitian ini dilakukan tanpa adanya perlakuan inkubasi pada suhu 30±20C selama 7 hari. Untuk
pendahuluan, hanya dengan pencacahan untuk mendapatkan serbuk starter, dilakukan pengeringan
memperluas permukaan substrat sehingga spora yang dihasilkan bersama medianya pada suhu
mempermudah penetrasi miselia jamur. Hal tersebut 500C kemudian dihaluskan. Penghitungan jumlah
juga bertujuan untuk mengurangi penggunaan bahan spora starter kering dilakukan dengan melakukan
kimia yang tidak ramah lingkungan. Nutrien yang platting pada media DRBC.
ditambahkan adalah amonium sulfat ((NH4)2SO4) Hidrolisis Batang Pohon Singkong oleh
1.3.
sebagai sumber nitrogen yang murah dan mudah Trichoderma reesei PK1J2
didapatkan.
Penelitian dilakukan tanpa adanya proses pretreatment.
Amonium sulfat ((NH4)2SO4) merupakan salah satu Batang singkong dicacah untuk mengecilkan ukuran
sumber nitrogen anorganik yang memiliki beberapa kemudian dihidrolisis. Sebanyak 100 gram hancuran
kelebihan yaitu tidak higroskopis, tahan disimpan batang pohon singkong dimasukkan ke dalam botol
dalam waktu lama, mudah larut dalam air serta harga selai dan ditambah air 100 ml (1:1). Amonium sulfat
dapat dijangkau masyarakat. Penambahan amonium ditambahkan ke dalam botol selai sesuai konsentrasi
sulfat dalam substrat fermentasi mampu manghasilkan (0%; 0,5%; 1%; 1,5%). Botol ditutup rapat
aktivitas enzim terbaik dibandingkan dengan sumber menggunakan plastik kemudian disterilisasi pada suhu
nitrogen yang lain seperti amonium nitrat, amonium 1210C selama 30 menit. Setelah dingin, substrat
klorida, urea dan pepton (Mukhopadhyay, 1999). dipindahkan ke dalam kotak plastik berukuran 13 cm
Untuk mengurangi biaya produksi, amonium sulfat x 10 cm x 5 cm kemudian diinokulasi dengan
biasa digunakan untuk menggantikan sumber nitrogen menambahkan starter Trichoderma reesei PK1J2dan
organik seperti pepton. Konsentrasi amonium sulfat inkubasi pada suhu 30±20C. Konsentrasi awal
2 g/L menghasilkan aktivitas enzim selulase dari fermentasi adalah 106 spora/gram. Setiap 24 jam
Trichoderma reesei pada substrat tongkol jagung tertinggi dilakukan analisis kadar gula reduksi dan kadar
dibandingkan konsentrasi 4 g/L dan 1 g/L. Gula biomassanya.
yang dihasilkan sebesar 7,8 g/L untuk selobiosa; 65,9
g/L untuk glukosa dan 20 g/L untuk xilosa (Xiong et 1.4. Kadar Biomassa Jamur (Smith, 1998;
al, 2013). Sardjono, 2008)
Kadar bahan kering sampel ditentukan dengan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
mengukur kadar air menggunakan metode gravimetri.
penambahan amonium sulfat terhadap pertumbuhan
Data kehilangan bahan kering didapatkan dari
dan kemampuan Trichoderma reesei dalam menghasilkan
pengurangan bahan kering sampel sebelum fermentasi
gula reduksi dari batang pohon singkong.
dengan bahan kering sampel setelah fermentasi.
1. METODE Satuannya adalah g bahan kering/100 g bahan kering
1.1. Persiapan Bahan Dasar awal.
Batang pohon singkong dicuci bersih, dipotong kecil- 1.5. Pengukuran Biomassa Jamur dengan
kecil kemudian dicacah kasar. Setelah itu dicacah Glukosamin (Zamani et al, 2008)
hingga halus dan dianalisis kadar air, pH, aw dan Glukosamin dalam sampel ditentukan menggunakan
kadar selulosanya. Hancuran batang pohon singkong metode yang dipaparkan Zamani et al (2008). Tahap
ini siap dipakai untuk starter dan proses hidrolisis. I adalah penyiapan material tak larut alkali (MTLA).
Sebanyak 60 mg sampel ditambah dengan 30 ml
NaOH 0,5 M dan dihidrolisis semalaman pada suhu
900C. Campuran kemudian disentrifuse selama 10
menit pada 4000 g kemudian natannya dicuci berulang
2
Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 2 No. 1 Mei 2016 p-ISSN 2460-9986
Afriyanti e-ISSN 2476-9436
kali dengan akuades sampai pH mendekati 7. Sampel tidak diperlukan pengaturan pH dan aw. Perlakuan
lalu dikeringkan pada suhu 500C semalaman kemudian pendahuluan dalam penelitian dilakukan secara fisik
ditimbang dan disimpan. Tahap II adalah penentuan dengan tujuan untuk mengurangi penggunaan bahan
glukosamin. Sampel yang diperkirakan mengandung kimia dan ramah lingkungan. Pencacahan akan
10 mg kitin/kitosan ditimbang, ditambah dengan 0,3 menghasilkan batang pohon singkong dengan ukuran
ml H2SO4 72% dan dipanaskan pada suhu ruang yang lebih kecil dan mengurangi kristalinitas struktur
selama 90 menit sambil diaduk tiap 15 menit. Sampel
lignoselulosa. Ukuran yang lebih kecil akan
kemudian ditambah 8,4 ml akuades dan dihidrolisis
meningkatkan luasan permukaan substrat yang
pada suhu 1210C selama 1 jam. Sampel diambil
sebanyak 0,5 ml selagi masih panas dan dimasukkan tersedia dan menurunkan derajat polimerisasi
kedalam dua botol A dan B. Botol A ditambah (Palmowski dan Muller, 1999).
dengan 0,5 ml NaNO2 sedangkan botol B ditambah 2.2. Persiapan Starter Trichoderma reesei PK1J2
0,5 ml akuades. Kedua botol ditutup. Isi dicampur
dan dibiarkan selama 6 jam pada suhu ruang. Botol Pembuatan starter bertujuan untuk aklimatisasi atau
dibuka di ruang asam dengan penghisap dinyalakan adaptasi terhadap media yang baru karena sebelumnya
semalaman untuk menghilangkan uap NO2. Sampel baik Trichoderma reesei ditumbuhkan pada media PDA
kemudian ditambah 0,5 ml ammonium sulfamat 12% yang mempunyai komposisi zat gizi yang lengkap
da dicampur selama 4 menit. Lalu 0,5 ml MBTH untuk pertumbuhan optimal kedua mikrobia tersebut.
0,5% (3-metil-2-benzotiozolinan-hidrazon Pada awal pencampuran, konsentrasi spora
hidroklorid) ditambahkan dan dibiarkan tanpa Trichoderma reesei pada saat awal fermentasi adalah 106
pencampuran selama 1 jam. Kemudian ditambahkan spora/g hancuran batang pohon singkong. Pada saat
0,5 ml FeCl3 0,5% dicampur dan dibiarkan selama 1 akhir fermentasi yaitu hari ketujuh, dilakukan
jam. Sampel kemudian ditera absorbansinya pada
penghitungan jumlah spora dengan metode plating
panjang gelombang 650 nm. Kurva standar disiapkan
pada media DRBC. Jumlah spora Trichoderma reesei
menggunakan glukosamin hidroklorid murni dalam
2,48% (v/v) asam sulfat. Peneraan dilakukan segera mengalami kenaikan menjadi 108 spora/g hancuran
setelah warna terbentuk. batang pohon singkong. Starter ini yang digunakan
untuk proses hidrolisis batang pohon singkong.
2.3. Aktivitas Enzim Selulase pada Berbagai
1.6. Aktivitas Enzim Selulase (Ghose, 1987) Konsentrasi Amonium Sulfat
Pengujian aktivitas enzim selulase menggunakan Gambar 1 menunjukkan aktivitas enzim selulase pada
metode Ghose (1987). Satu unit aktivitas selulase
berbagai konsentrasi amonium sulfat. Proses
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan
hidrolisis batang pohon singkong pada penelitian
untuk menghasilkan 1 μmol glukosa dalam satu menit
pada suhu 500C. pendahuluan menghasilkan gula reduksi dengan
konsentrasi yang rendah. Hal ini diduga kandungan
1.7. Analisis Gula Reduksi Metode DNS (Miller, nitrogen pada batang pohon singkong kurang
1959) mencukupi untuk pertumbuhan jamur. Oleh karena
Pengujian gula reduksi menggunakan kurva standar itu dilakukan penambahan sumber nitrogen dalam
DNS dengan menggunkan metode Miller (1959). beberapa variasi untuk mengetahui konsentrasi
penambahan sumber nitrogen yang tepat untuk
2. HASIL DAN PEMBAHASAN pertumbuhan jamur.
2.1. Karakteristik Batang Pohon Singkong
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
Batang pohon singkong yang digunakan dalam amonium sulfat 1% menghasilkan aktivitas enzim
penelitian berumur sekitar 6 bulan saat singkong siap selulase tertinggi yaitu 0,724 IU/ml. Hasil ini sesuai
dipanen. Bagian yang dipakai dari batang pohon dengan hasil penelitian yang dilakukan Widayanti et al
singkong ini adalah bagian tengah ke atas hingga ke (2013) yang meneliti pengaruh amonium sulfat
ujungnya. Bagian tengah ke bawah digunakan sebagai terhadap produksi bioetanol rumput laut. Kadar
bibit. Batang pohon singkong yang digunakan dalam nitrogen 1% menghasilkan aktivitas tertinggi.
penelitian ini memiliki kadar air 15,28%; kadar Perbedaan substrat akan mempengaruhi kerja
selulosa 27,82%; pH 5,1 dan aw 0,971. Karakter awal Trichoderma reesei sehingga berpengaruh terhadap
batang pohon singkong tersebut sudah memenuhi aktivitas enzim selulase yang dihasilkan.
kriteria untuk pertumbuhan Trichoderma reesei sehingga
3
Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 2 No. 1 Mei 2016 p-ISSN 2460-9986
Afriyanti e-ISSN 2476-9436
0.8
4
Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 2 No. 1 Mei 2016 p-ISSN 2460-9986
Afriyanti e-ISSN 2476-9436
0.70 12
Gambar 2. Hubungan antara pertumbuhan biomassa, aktivitas enzim selulase dan kadar gula reduksi yang
dihasilkan pada proses hidrolisis batang pohon singkong dengan penambahan amonium sulfat 1%
2.5. Pengaruh amonium sulfat 1% terhadap kadar kering awal, sedangkan dengan penambahan
biomassa Trichoderma reesei PK1J2 dan gula amonium sulfat 1% laju pertumbuhan tertinggi
reduksi selama fermentasi batang pohon didapatkan setelah dua hari fermentasi yaitu dari
singkong 0,0861 g/100 g bahan kering awal menjadi 0,1667
Penambahan amonium sulfat 1% menunjukkan g/100 g bahan kering awal. Kadar gula tertinggi dari
aktivitas enzim selulase yang tertinggi dibandingkan batang pohon singkong dengan penambahan
dengan yang lainnya. Tahap selanjutnya adalah amonium sulfat 1% terjadi setelah dua hari fermentasi
membandingkan proses hidrolisis batang pohon yaitu 10,90 g/L sedangkan dengan tanpa penambahan
singkong dengan penambahan amonium sulfat 1% amonium sulfat didapatkan kadar gula reduksi
dengan batang pohon singkong tanpa penambahan tertinggi 10,828 g/L setelah tiga hari fermentasi.
amonium sulfat. Setelah dua hari fermentasi, diduga Trichoderma reesei
Gambar 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan jamur PK1J2 mengalami fase stasioner sehingga laju
Trichoderma reesei PK1J2 pada substrat yang ditambah kehilangan berat keringnya juga mengalami
amonium sulfat 1% tidak mengalami perbedaan yang penurunan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian
signifikan dengan pertumbuhan jamur Trichoderma yang dilakukan oleh Smith (1998) yang melaporkan
reesei PK1J2 pada substrat tanpa penambahan bahwa pertumbuhan Trichoderma reesei QM9414 pada
amonium sulfat 1%. Penambahan amonium sulfat kulit gandum mengalami laju pertumbuhan tertinggi
1% hanya berpengaruh terhadap kecepatan laju setelah dua hari fermentasi yaitu dari 0,01 g/g bahan
metabolisme. Tanpa penambahan amonium sulfat kering awal menjadi 0,101 g/g bahan kering awal.
1%, kenaikan laju pertumbuhan tertinggi terjadi Setelah itu terjadi penurunan laju kehilangan berat
setelah tiga hari fermentasi yaitu dari 0,1797 g/100 kering bahan.
bahan kering awal menjadi 0,2896 g/100 g bahan
0.6 15
(g/ 100 g bahan kering
0.4 10
Dry matter loss
0.2 5
0 0
0 2 fermentasi (hari)
Lama 4 6
Kadar biomassa dengan penambahan amonium sulfat 1%
Kadar biomassa tanpa amonium sulfat
Gula reduksi dengan penambahan amonium sulfat 1%
Gula reduksi tanpa amonium sulfat
Gambar 3. Pengaruh amonium sulfat 1% terhadap kadar biomassa Trichoderma reesei PK1J2 dan gula reduksi
selama fermentasi batang pohon singkong.
5
Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 2 No. 1 Mei 2016 p-ISSN 2460-9986
Afriyanti e-ISSN 2476-9436
2.6. Hubungan antara laju kehilangan berat Hal yang sama terjadi pada hasil pengukuran
kering, kadar glukosamin dan kadar gula glukosamin. Pengukuran kadar glukosamin yang
reduksi hasil hidrolisis batang pohon terdapat pada kitin sebagai senyawa penyusun dinding
singkong tanpa penambahan amonium sulfat sel jamur merupakan salah satu metode yang biasa
Gambar 4 menunjukkan hubungan antara perubahan digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan jamur.
kehilangan bahan kering, glukosamin dan kadar gula Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosamin
reduksi yang dihasilkan selama fermentasi batang tertinggi sebesar 4,67 g/ 100 g bahan kering awal pada
pohon singkong tanpa penambahan amonium sulfat. hari ketiga fermentasi. Hal tersebut menunjukkan
Kehilangan bahan kering tertinggi mencapai 0,2896 bahwa jamur sedang dalam fase eksponensial dan
g/100 g bahan kering awal pada hari ketiga mengalami fase stasioner setelah tiga hari fermentasi
fermentasi. Laju kenaikan kehilangan bahan kering yang ditunjukkan dengan kadar glukosamin yang
linier dengan kenaikan kadar gula reduksi yang relatif sama hingga akhir fermentasi. Ketiga hasil
dihasilkan. Kadar gula reduksi tertinggi diperoleh tersebut menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme
pada hari ketiga fermentasi yaitu sebesar 10,828 g/L. jamur tertinggi terjadi pada hari ketiga fermentasi.
0.45
0.4
( g/ 100 g bahan kering awal)
10
0.3
kering awal)
0.25 6
0.2
0.15 4
0.1
2
0.05
0 0
0 1 2 3 4 5 6
Lama fermentasi ( hari )
Dry matter loss Glukosamin Gula reduksi
Gambar 4. Hubungan antara laju kehilangan berat kering, kadar glukosamin dan kadar gula reduksi hasil
hidrolisis batang pohon singkong tanpa penambahan amonium sulfat
6
Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 2 No. 1 Mei 2016 p-ISSN 2460-9986
Afriyanti e-ISSN 2476-9436
Mukhopadhyay, S., and Nandi, B. 1999. Saccharification and Fermentation from Cassava
Optimization of Cellulase Production by Stalk. Journal of Food Science and Engineering 2
Trichoderma reesei ATCC 26921 Using a Simplified (2012): 80-87.
Medium on Water Hyacinth Biomass. Journal of
Sumada, K., Tamara, P.E., and Alqani, F. 2011.
Scientific and Industrial Research Vol 58: 107-111.
Kajian Proses Isolasi α - Selulosa dari Limbah
Palmowski, L and Muller. 1999. Influence of The Batang Tanaman Manihot esculenta crantz yang
Size Reduction of Organic Waste on Their Efisien. Jurnal Teknik Kimia Vol.5, No.2: 434-
Anaerobic Digestion. In: International Symposium 438.
on Anaerobic Digestion of Solid Waste. Pp 137-144.
Widayanti, N.P., Rita, W.S., dan Ciawi, Y. 2013.
Sardjono (2008). The Growth Kinetics of Aspergillus Pengaruh Konsentrasi Ammonium Sulfat
oryzae KKB4 on Solid State Culture System and ((NH4)2SO4) sebagai Sumber Nitrogen terhadap
The Activity of Crude Extracellular Enzyme on Produksi Bioetanol Berbahan Baku Glacilaria sp.
Reducing Aflatoxin B. Agritech 28(4): 145-149. Jurnal Kimia 7 (1), Januari 2013 : 1-10.
Shetty, K., Paliyath, G., Pometto, A., and Levin, R. Xiong, L., dkk. 2013. Efficient Cellulase Production
2006. Food Biotechnology second Edition. CRC Press, from Low-Cost Substrates by Trichoderma reesei
Taylor and Francis Group, New York. and Its Application on the Enzymatic Hydrolysis
of Corncob. Academic Journals Vol 7(43): pp
Smith, I.P. 1998. Solid State Fermentation: Modelling
5018-5024.
Fungal Growth and Activity. Agro Food Industry
Hi-tech, Holland. Zamani, A., A. Jeihanipour, L. Edebo, C. Niklasson
dan M. J. Taherzadeh (2008). Determination of
Sovorawet, B., and Kongkiattikajorn, J. 2012.
Glucosamine and N-Acetyl Glucosamine in
Bioproduction of Ethanol in Separate Hydrolysis
Fungal Cell Walls. Journal of Agricultural and Food
and Fermentation and Simultaneus
Chemistry 56: 8314-8318.