277 855 1 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 21

Jurnal MAKSIPRENEUR, Vol. II, No. 2, Juni 2013, hal.

80 – 100

ANALISIS PENGARUH ATRIBUT IKLAN TELEVISI


TERHADAP EKUITAS MEREK
Muhamad Ali Sukrajap, S.E., M.B.A ([email protected])

ABSTRACK. The corporate world has level changes very quickly. It is no wonder that
the producers are vying to sell their products in order to quickly sell at the market.
Frequently used media channels are through advertising. One of the kind advertising are
television commercials. The making of television advertising must be pleasing consumers,
meaning that in designing the ads need to pay attention to the ad attribute in order to
make consumers interested in finding out more about the product and brand preference of
the planting efforts in the minds consumers. Television advertising is one way to manage
a good brand equity. This study aims to measure the extent of the influence of television
advertising in the attribute of ad Sprite version "Speed" affecting equity product brand of
Sprite. The data used in this research in the form of primary data taken directly from the
data source through the survey with the total number of respondents (n) of 100
respondents. All data processed by using Structural Equation Model analysis tools in
LISREL 8.54. From the results of the study, the researchers concluded that, in general
there are positive influence of the television commercials attributes against the brand
equity of the product but if we break into one on one relationship there are some
specifically outlined the ads have no effect positively towards brand equity i.e. the
animation and color while the ad attributes the most positive influence is the tagline.

Keyword: Periklanan, Atribut Iklan Televisi dan Ekuitas Merek.

I. PENDAHULUAN
Dunia usaha memiliki tingkat perubahan sangat cepat. Perubahan iklim usaha
susah ditebak dan bersifat statis mengharuskan setiap perusahaan senantiasa melakukan
upaya perbaikan produk. Perbaikan produk tidak hanya meliputi mutu kualitas produk
perusahaan juga proses produk sampai pada pengguna akhir atau dengan kata lain dapat
terjual. Komunikasi pemasaran merupakan upaya menjembatani antara produsen yang
mengenalkan produknya dengan konsumen yang menginginkan produk tersebut. Terdapat
berbagai macam bentuk promosi seperti periklanan, penjualan langsung, promosi
penjualan, publisitas, dan penjualan personal. Salah satu bentuk komunikasi pemasaran
yang berkembang cepat yaitu periklanan. Periklanan adalah bentuk komunikasi tidak
langsung dari yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu
produk yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang
akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian.
Iklan merupakan salah satu alat promosi yang paling banyak digunakan perusahaan
untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan pembeli sasaran atau masyarakat
mengenai keberadaan suatu produk atau jasa yang pada akhirnya dimaksudkan untuk
meningkatkan penjualan (Shultz, 1990 dalam Purnama, 2003, hal. 1). Alat promosi yang
digunakan tergantung pada kebutuhan produsen. Rhenald Kasali (1992, hlm. 9)
berpendapat bahwa iklan merupakan segala bentuk pesan tentang suatu produk yang
disampaikan lewat media, ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Salah
80 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013
satunya saluran media iklan yang banyak mendapat perhatian konsumen akhir-akhir ini
yaitu televisi. Televisi adalah salah satu bentuk multimedia yang mampu menyajikan
bentuk komunikasi audio-visual. Pembuataan iklan harus dibuat semenarik mungkin.
Iklan memiliki daya tarik tersendiri. Daya tarik iklan (advertising appeal) harus memiliki
3 sifat yaitu: iklan yang bermakna (meaningful) artinya menunjukkan manfaat-manfaat
yang membuat produk tersebut lebih diinginkan atau lebih menarik bagi konsumen, iklan
yang dapat dipercaya (believeble) artinya konsumen harus percaya bahwa produk atau
jasa tersebut akan memberikan manfaat seperti yang dijanjikan. Iklan yang memiliki ciri
khas (distinctive), artinya iklan tersebut harus menceritakan bahwa produk tersebut lebih
baik dibanding merek-merek pesaing. (Kotler dan Amstrong, 2004, hal. 646). Iklan di
televisi mempunyai durasi yang sangat singkat disebabkan oleh biaya iklan yang sangat
mahal sehingga iklan tersebut tidak mampu untuk menjelaskan secara keseluruhan dan
details informasi mengenai produk. Pembuataan iklan televisi haruslah menyenangkan
konsumen. Artinya mendesain iklan yang membuat konsumen tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai produk serta upaya penanaman preferensi merek dalam benak
konsumen.
Merek dianggap lebih lazim dan lebih banyak menjadi obyek loyal karena dianggap
sebagai identitas produk atau perusahaan yang lebih mudah dikenali oleh pelanggan
(Dharmasesta, 1999). David A. Aekar (1996) menyatakan bahwa merek memberikan
“nilai” sehingga nilai total produk yang “bermerek” baik menjadi lebih tinggi
dibandingkan produk yang dinilai semata-mata secara obyektif. Salah satu pertimbangan
yang dapat dikemukakan adalah reputasi tinggi merek yang baik tentunya tidak jatuh dari
langit tetapi dibangun melalui proses yang bahkan tidak jarang memakan waktu ratusan
tahun. David A. Aekar (1996) menyebut nilai tersebut ekuitas merek (brand equity), yang
elemen-elmennya meliputi: brand awareness, brand association, perceived quality, dan
brand loyalty. Mengingat bahwa iklan sebagai salah satu penguat dari preferensi merek
produk, maka atribut iklan memiliki pengaruh terhadap citra merek produk pada iklan
televisi. Terdapat banyak sekali iklan di televisi yang terus ditayangkan dengan frekuensi
dan jam tayang berbeda-beda. Perbedaan itu pula mempengaruhi atribut iklan televisi
yang harus disusun. Dalam iklan televisi memang terdapat keberagaman pada sisi
penyajian. Penyajian iklan menyesuiakan dengan karateristik konsumen, saluran media
dan jenis produk agar lebih menarik. Keberadaan atribut tersebut mempengaruhi kualitas
iklan. Bila mengamati iklan televisi lebih jauh terdapat beberapa atribut iklan televisi
yang biasa digunakan oleh agen periklanan dalam merancang iklan televisi. Dimana
pemirsa diajak untuk memahami iklan melalui kisah cerita, membuat slogan atau tagline
tepat untuk menggambarkan karateristik produk, menambah kesan menarik lewat
animasi, menstimuli memori melalui musik dan warna serta penggunaan endoser untuk
menarik perhatian konsumen. Adapun atribut iklan tersebut adalah kisah cerita, tagline,
animasi, musik, endoser, dan warna
Salah satu iklan yang sering kita lihat ditelevisi adalah Sprite, dengan tagline
“Bebaskan Gerah Sensasi Plong”. Sprite merupakan produk dengan kategori minuman
siap minum (ready to drink) yang dikeluarkan oleh Coca Cola Indonesia. Pertama kali
diperkenalkan di tahun 1960, Sprite adalah minuman ringan dengan aroma rasa lemon
yang paling digemari. Hal ini disebabkan segmen pasar yang dibidik adalah anak muda
dimana ditandai oleh sebagian besar model iklannya adalah anak muda. Untuk
mengkomunikasikan produk Sprite ini maka Marketing PT Coca Cola Indonesia
membuat iklan yang sesuai dengan segmentasi geografis di indonesia. Iklan yang
diangkat pada penelitian ini yaitu iklan Sprite versi Speed. Penggambaran iklan ini
dimulai saat beberapa pemuda yang sedang kehausan di bawah terik matahari pada siang
Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 81
hari kemudian menjadi segar dan bersemangat untuk mengejar bus yang terlewat saat
menunggunya di halte bus. Gabungan atribut iklan mulai dari naskah berupa kisah cerita
sangatlah menarik yang dipadupadankan dengan animasi memberi nyawa pada iklan.
Warna dominan hijau yang melambangkan kesegaran yang dimunculkan mempertegas
tagline produk ini “Bebaskan Gerah Sensasi Plong” yang diperkuat dengan endoser
berupa pemuda. Hal tersebut bertambah lengkap saat musik mengiringinya adegan kejar
bus mengantarkan kita sebagai konsumen untuk ikut merasakan semangat yang timbul
saat setelah minum produk ini. Korelasi diantara atribut iklan sangat penting dalam
efektifitas iklan sebab akan mempengaruhi penerimaan iklan oleh konsumen dengan baik.
Saat bersamaan maka ekuitas merek secara tidak langsung terbentuk dalam benak
konsumen. Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah: a. Apakah atribut
iklan seperti kisah cerita, tagline, animasi, musik, endoser dan warna berpengaruh positif
terhadap ekuitas merek ?, b. Atribut iklan apakah yang paling positif pengaruhnya
terhadap ekuitas merek?

II. HASIL PENELITIAN TERDAHULU


Ada beberapa penelitian yang mengkaji tentang iklan dan merek diantara yang
dilakukan oleh Nispan Arry Yulianto, UII (2006) yang meneliti pengaruh ekuitas merek
terhadap keputusan pembelian dengan subyek penelitian yaitu Handphone Nokia. Penulis
ingin mengetahui apakah variabel-variabel ekuitas merek (brand awareness, brand
association, perceived quality, dan brand loyalty) mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen terhadap handphone merek Nokia baik secara parsial maupun bersama-sama,
serta variabel manakah yang paling mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
terhadap handphone merek Nokia. Dengan teknik pengumpulan data menggunakan
kuesioner dan menganalisis data dengan menggunakan metode regresi linier berganda,
korelasi berganda dan korelasi parsial, diperoleh hasil bahwa variabel-variabel ekuitas
merek (brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty) secara
individu dan bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
pembelian handphone merek Nokia. Kesimpulan yang kedua variabel kesadaran merek
(brand awareness) merupakan variabel yang paling mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen terhadap handphone merek Nokia. Variabel ekuitas merek yang terdiri dari
brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian handphone Nokia. Hal ini dapat
kita lihat pada hasil analisis regresi berganda, nilai koefisien regresi untuk variabel
kesadaran merek (brand awareness) merupakan faktor yang paling mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen terhadap handphone Nokia. Hal ini dibuktikan dengan
nilai koefisien korelasi parsial variabel brand awareness yang paling besar yaitu sebesar
0,336 atau 33,6%.
Berikutnya Sri Yeni Maesaroh, MM UII (2006) dalam tesisnya berjudul Hubungan
Kekuatan Iklan Frestea Green di Televisi Terhadap Respon Konsumen di Yogyakarta
Berdasarkan Model Hierarki Efek, menjelaskan besarnya pengaruh iklan televisi terhadap
respon konsumen terutama mahasiswa. Menurutnya bahwa terdapat hubungan antara
daya tarik iklan, lama penayangan, frekuensi penayangan dan media penayangan secara
bersama-sama dengan respon konsumen berdasarkan tahapan model hirarki efek yaitu
kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), suka (lingking), menjadikan produk
sebagai pilihan (preference), keyakinan (conviction), dan pembelian (purchase). Diantara
variabel-variabel daya tarik iklan, lama penayangan, frekuensi penayangan dan media
penayangan, yang paling berhubungan erat atau signifikan dengan respon konsumen
berdasarkan tahapan model hirarki efek yaitu kesadaran (awareness), pengetahuan
82 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013
(knowledge), suka (lingking), menjadikan produk sebagai pilihan (preference), keyakinan
(conviction), dan pembelian (purchase) adalah daya tarik iklan.

III. LANDASAN TEORI


a. Konsep Merek
Menurut American Marketing Association, Merek adalah nama, istilah, tanda,
simbol, atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek
adalah untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari
produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing” (Rangkuti, 2002, hal. 1). Merek dapat
juga dibagi dalam pengertian lainnya seperti: Brand name (nama merek), Brand mark
(tanda merek), Trade mark (tanda merek dagang), dan Copyright (hak cipta).

b. Ekuitas Merek
Merek memberikan “nilai” sehingga total produk yang “bermerek” baik menjadi
lebih tinggi dibandingkan produk yang dinilai semata-mata secara objektif. David A.
Aekar (1997, dalam Durianto, Sugiarto, dan Budiman, 2004, hal. 1) menyebutnya nilai
tersebut ekuitas merek (brand equity). Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan
merek kepada produk. Ekuitas itu dianggap ada jika merek itu memberikan nilai tambah,
jika tidak memberikan nilai tambah apalagi jika dapat mengurangi nilai produk berarti
tidak ada ekuitas merek (Hana dan Wozniak dalam Bilson Simamora, 2002, hal. 49).
Ekuitas merek dapat dibagi menjadi 4 kategori: (David A. Aekar, 1997, hal. 23)
1. Kesadaran Merek (brand awareness)
Kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan merek didalam pikiran
konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya
mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Kesadaran merek adalah kesanggupan
seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori tertentu (David A. Aekar, 1997, hal. 90).
2. Asosiasi Merek (brand assosiation)
Menurut David A. Aekar (1997, hal. 160), asosiasi merek adalah segala hal yang
berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih
kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk
mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai
sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen.
Brand image itu sendiri berarti sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak
konsumen.
3. Kesan Kualitas (perceived quality)
Kesan kualitas bisa didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud
yang diharapkan (David A. Aekar, 1997, hal. 124). Terdapat faktor yang
mempengaruhi kesan kualitas terhadap merek. Faktor tersebut tercermin dalam
dimensi kesan kualitas sebuah produk. Menurut David A. Aekar (1997, hal. 134-136),
dimensi kesan kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu Kinerja, Pelayanan, Ketahanan,
Keandalan, Karakteristik produk, Kesesuaian dengan spesifikasi dan Hasil.
4. Loyalitas Merek (brand loyalty)
Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal pada
suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran di bisnis jasa. Sementara itu
loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk (Durianto,
Sugiarto, dan Budiman, 2004, hal. 19). Loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan

Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 83


konsumen terhadap suatu merek. Terdapat lima tingkatan loyalitas merek (Aaker, 1976,
hal. 57):
a. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal/sama sekali tidak
tertarik pada merek–merek apapun yang ditawarkan..
b. Tingkat kedua adalah pembeli merasa puas dengan produk yang ia gunakan, atau
minimal konsumen tidak kecewa dengan produk tersebut.
c. Tingkat ketiga adalah orang-orang/konsumen-konsumen yang merasa puas, namun
mereka kepuasan tersebut memerlukan suatu tambahan biaya peralihan (switching
cost) sehubungan dengan upayanya untuk melakukan pergantian ke merek lain.
d. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan
mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol,
rangkaian pengalaman dalam menggunakan merek tersebut maupun kesan kualitas
yang tinggi.
e. Tingkat teratas adalah para pelanggan atau konsumen yang setia. Konsumen tipe ini
memiliki kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek.

c. Periklanan
Periklanan (advertising) adalah segala biaya yang harus dikeluarkan sponsor untuk
melakukan presentasi dan promosi non pribadi dalam bentuk gagasan, barang, atau jasa
atau dapat pula diartikan sebagai bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada
informasi tentang keunggulan dan keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian
rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang
untuk melakukan pembelian.

d. Tujuan Periklanan
Tujuan periklanan dapat digolongkan menurut keperluan utamanya yaitu memberi
informasi, membujuk atau mengingatkan. Menurut Terence A. Shimp (2003, hlm. 357-
361) periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi
yang penting bagi perusahaan, bisnis, dan organisasi lainnya, yaitu Informing,
Persuading, Remainding, Adding value dan Assisting. Sedangkan tujuan periklanan
berdasarkan sasarannya menurut Kotler (1997, hal. 236) adalah pertama, Periklanan
Informatif, yaitu periklanan yang bertujuan untuk membentuk permintaan pertama
dengan cara menginformasikan manfaat produk. Kedua, Periklanan Persuasif, yaitu
periklanan yang dilakukan dalam tahap kompetitif, tujuannya untuk membentuk
permintaan selektif untuk suatu merek tertentu. Ketiga, Periklanan Pengingat, yaitu
dilakukan pada produk posisi yang sudah mapan, dengan tujuan meyakinkan pembeli
bahwa mereka telah memilih pada pilihan produk yang benar.

e. Media Periklanan Televisi


Menurut penelitian Nielsen National Media Index 2005 dari AGB Nielsen Media
Research, bahwa televisi paling mendominasi dalam konsumsi media nasional televisi
mendapat 82 % dalam meraih perhatian dimasyarakat. Televisi mampu menyedot 69 %
belanja iklan nasional. Disusul surat kabar sebanyak 26 % dan lantas majalah 5 %. Setiap
media memiliki kekuarangan dan kelemahan, begitu pula dengan televisi. Faktor-faktor
kekuatan iklan di televisi (dan radio) yang dapat mempengaruhi respon konsumen antara
lain adalah daya tarik iklan, lama penayangan iklan, frekuensi penayangan iklan serta
media penayangan iklan (Simamora, 2003, hal. 206).
Daya tarik iklan membawa dampak pada respon konsumen karena iklan yang
menarik tentu lebih mudah mendapatkan perhatian konsumen. Daya tarik iklan terdiri
atas daya tarik rasional (menunjukkan bahwa produk memberikan manfaat tertentu),
84 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013
emosional (berusaha mengendalikan emosi negatif atau positif yang dapat memotivasi
pembelian) dan moral (merujuk pada perasaan mengenai apa yang “benar” atau “pada
tempatnya”) (Setyawan, 2004, hal. 14). Sedangkan kelemahan Televisi yaitu biaya yang
dikeluarkan cukup besar, khalayak yang tidak selektif dan terdapat kesulitan teknis.
Menurut Roper Research bahwa jika tingkat saluran menurun, peralatan televisi lengkap
dan berfungsi, dan lebih banyak orang yang berpindah saluran ketika iklan berlangsung,
tantangan yang dihadapi ialah bagaimana menciptakan iklan yang ingin dilihat orang atau
mengikuti pemirsa kemana pun mereka pergi (ke media lain). Oleh karena itu perlu untuk
menyusun strategi perancangan iklan yang efektif dan efisien agar pesan iklan dapat
diterima dengan baik.

f. Perancangan Iklan Televisi


1. Strategi merancang iklan televisi. Menurut M. Suyanto (2005) langkah-langkah
dalam merancang strategi iklan televisi yaitu pertama, Penetapan audien
sasaran, pembidikan pasar dan penetuan posisi. Kedua, Mencari keunggulan
produk. Ketiga, menentukan tujuan iklan televisi.
2. Merancang pesan iklan. Strategi perancangan pesan iklan membutuhkan strategi
kreatif dengan melewati tahap pembentukan, evaluasi, seleksi dan pelaksanaan
pesan. Pembentukan pesan terhadap produk pada prinsipnya merupakan manfaat
utama yang ditawarkan merek sebagai konsep produk.
3. Daya tarik iklan televisi. Menetunkan daya Tarik iklan yang tepat sesuai dengan
tujuan iklan. Menurut M. Suyanto (2005, hal. 91-111) terdapat beberapa daya
tarik pesan dalam iklan televisi diantaranya : Daya tarik pesan, selebriti, humor,
rasa takut, kesalahan, musik, komparatif, positif rasional, emosional, seks dan
kombinasi.
4. Mengeksekusi gaya pesan iklan. Pesan yang ditampilkan perlu dilihat dari
berbagai segi dan yang terpenting dalam mengeksekusi pesan tersebut harus
memperhatikan gaya, slogan, logo, simbol, dan format.
5. Kuncinya keterlibatan. Berbagai macam cara dilakukan oleh pemasar untuk
membuat orang-orang menonton iklan. Menurut Kenneth, Jane dan Martin
(2005, hal. 104) cara yang terbaik agar pemirsa televisi menonton adalah dengan
melibatkan pemirsa sehingga mereka ingin menonton televisi dengan janji yang
berharga dalam ide kreatif yang kuat. Keterlibatan penonton dalam menikmati
iklan dapat mempengaruhi lamanya ingatan audiens akan produk sekaligus
mampu mengenali karateristik produk juga dapat mengenali atribut produk
dengan baik.

g. Atribut Iklan
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar
pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam
suatu merek. Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak
membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut
menjadi manfaat fungsional, maupun emosional (Rangkuti, 2002: 3). Alat komunikasi
untuk menterjemahkan atribut merek salah satunya melalui iklan televisi. Sama halnya
seperti merek iklanpun memiliki atribut yang perlu untuk dikelola secara baik sehingga
mampu memberikan gambaran jelas dalam benak konsumen. Hal ini dikarenakan
konsumen kurang mengingat kategori kelas produk saat sebelum melakukan pembelian.
Akan tetapi lebih dulu menggunakan memori otak yang berkaitan dengan produk dalam
ingatan mereka yang dijadikan acuan sebagai referensi dalam memilih sebuah produk.
Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 85
Iklan bekerja melalui sebuah tangapan atau reaksi dari pembeli potensial terhadap atribut
yang terkandung dalam iklan. Tanggapan atau reaksi ini dapat terjadi ketika pembeli
potensial sedang melihat, mendengar, atau berpikir tentang suatu Iklan. Hal ini didukung
oleh pendapat Rossiter dan Percy dalam Olivia Susanti (2007), yang menyatakan bahwa
proses untuk menanggapi iklan terbentuk karena adanya rangsangan atribut yang ada
dalam iklan. kekuataan iklan terletak pula pada narrative (narasi) atau kisah cerita, atribut
iklan yang bersifat intangible. Narasi atau kisah cerita berurusan dengan ‘penataan tanda-
tanda, bukan dalam alur logis, melainkan pada susunan kronologisnya’ (Tolson, 1996,
dalam Jurnal Komunikasi UII oleh Anang hermawan). Bila kita mengamati iklan televisi
terdapat beberapa atribut iklan yang memiliki fungsi dan manfaat tersendiri yaitu kisah
cerita atau narasi, kata-kata yang terlihat atau tagline, animasi, musik endoser dan warna.

h. Kisah Cerita
Kisah cerita berurusan dengan ‘penataan tanda-tanda, bukan dalam alur logis,
melainkan pada susunan kronologisnya’ (Tolson, 1996, dalam Jurnal Komunikasi UII
oleh Anang hermawan). Hal ini mengungkapkan, kisah cerita hanya sekadar ‘rangkaian
peristiwa’ untuk mengembangkan klimaks cerita. Pada tingkat ini terdapat semacam kerja
seni untuk menghasilkan ketertarikan pembaca atas rangkaian kronologis yang disusun
oleh pencerita atau kreator iklan sebagaimana yang diutarakan oleh Anang Hermawan
dalam Jurnal Komunikasi UII (2007). Dalam iklan, unsur penceritaan dapat ditilik
melalui ekspresi serta peranan subyek dalam cerita. Salah satu cara penyajian iklan
ditampilkan dalam bentuk kisah cerita yang menggambarkan tujuan utama iklan dan
menjelaskan apa yang dilihat (video) dan didengar (audio) pemirsa (Kenneth, Jane dan
Martin, 2000, hal. 105). Dalam membuat sebuah iklan, pembuat iklan menyesuaikan
pesan yang akan disampaikan dengan karateristik audien. Pendeskripsian kisah cerita
dalam iklan tidak perlu terlalu detail tapi dapat dipahami dengan mudah.

i. Tagline
Menurut Iin Fahima (SWA, 2006) menyatakan bahwa Tagline adalah rangkaian
kalimat pendek yang dipakai untuk mengasosiasikan sebuah brand atau perusahaan di
benak konsumen. Proses pembuatan tagline sendiri tidak boleh sembarangan. Sebuah
tagline harus dibuat dengan memahami product insight dan consumer insight. Setelah
proses tersebut dilewati, munculah 'product positioning'. Product positioning biasanya
muncul dalam bahasa marketing, belum dalam bahasa komunikasi. Kemudian bahasa
marketing tersebut diterjemahkan dalam bahasa konsumen yang hasilnya disebut tagline.
Slogan atau tagline yang tertuang dalam pesan iklan merupakan awal dari kesuksesan
periklanan. Slogan menjadi pernyataan standar yang mudah diterima di benak konsumen.
Slogan mempunyai mempunyai dua fungsi utama yaitu untuk menjaga keberlangsungan
serangkaian iklan dalam kampanye dan untuk mensederhanakan sebuah strategi pesan
iklan pada pernyataan positioning agar menjadi ringan, dapat diulang, menarik perhatian
dan mudah diingat. Tagline atau slogan yang digunakan biasanya merupakan rangkuman
yang berbagai pesan yang hendak disampaikan dan merupakan bentuk dari citra terhadap
merek.

J. Animasi
Animasi adalah suatu rangkaian gambar diam secara inbeethwin dengan jumlah
yang banyak, bila kita proyeksikan akan terlihat seolah-olah hidup (bergerak) seperti
yang pernah kita lihat film-film kartun di televisi maupun dilayar lebar jadi animasi kita
simpulkan menghidupkan benda diam diproyeksikan menjadi bergerak
86 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013
(www.cepoys.blogspot.com, 2007). Animasi merupakan penggunaan karakter kartun,
boneka, atau demonstrasi karakter yang bukan animasi ke dalam kehidupan pada iklan
televisi. Teknik animasi tradisional terdiri dari animasi teks, animasi kartun, animasi
gambar diam, animasi gambar bergerak dan animasi video. Saat ini, animasi menjadi
gaya eksekusi pesan iklan yang sangat populer. Kecanggihan teknologi mampu
melahirkan perpaduan antara animasi dan sinematografi dalam industri periklanan di
indonesia dan tidak sedikit karakter-karakter yang muncul menjadi ikon pembentuk citra
iklan serta animasi membantu memberi solusi terhadap persoalan keterbatasan konsep
periklanan (Cakram, 2005, hal. 35). Perpaduan iklan yang memadukan karakter riil dan
karakter animasi mampu memberikan kekuataan, seolah-olah karakter animasi memberi
wujud nyata yang bisa digunakan untuk mempromosikan iklan.

k. Musik
Musik adalah penggugah emosi yang kuat. Musik bisa menceritakan apa yang
dirasakan dan menggugah perasaan baik perasaan gembira, damai cinta dan ketakutan.
(Kenneth, Jane dan Martin, 2000, hal. 117). Musik bisa ditulis khusus atau mengikuti
yang telah ada. Kehadirannya musik menjadi salah satu faktor penentu seberapa kuat
iklan itu mampu melakukan penetrasi kepada konsumennya (penetration of purchase)
(Cakram, 2005, hal. 28). Musik adalah produk pikiran. Menurut Parker (1990, dalam
Djohan, 2005, hal. 24) elemen vibrasi (fisika dan kosmos) atau frekuensi, bentuk,
amplitudo dan durasi belum menjadi musik bagi manusia sampai semua itu
ditransformasikan secara neurologis dan diinterpretasikan melalui otak menjadi pitch,
warna suara, keras lembut, dan waktu. Transformasi ke dalam musik dan respon manusia
(perilaku) adalah unik untuk dirasa (afeksi) karena otak manusia (kognisi) berkembang
dengan amat pesat sebagai akibat pengalaman musikal sebelumnya. Sentuhan musik dan
lagu dalam iklan menjadi salah satu faktor penting mendekatkan emosi audien dengan
iklan. Keberadaan sebuah iklan, tak hanya ditentukan oleh visualisasi yang elegan perlu
dukungan audio yang sesuai dan mampu mendukung tampilan visualisasi. Sentuhan
musik yang dipakai mesti menyesuaikan dengan warna musik serta karakter iklan dengan
audiens yang ingin dituju.

1. Endoser
Seorang model iklan atau bintang iklan merupakan faktor penunjang bagi
keberhasilan iklan tersebut dalam menarik minat beli konsumen terhadap produk yang
diiklankan. Bintang iklan bisa berupa orang, benda ataupun tokoh kartun. Berbagai media
banyak iklan yang menggunakan model, artis, aktor sebagai pendukung produknya.
Secara mendalam Lafferty, Barbara A, Ronald E. Goldsmith, and Stephen J. Newell
(2000) menunjukkan bahwa endoser yang baik memiliki pengaruh positif pada sikap
konsumen terhadap iklan dan sikap konsumen terhadap merek. Namun bukan berarti
bahwa endoser yang baik adalah selebriti. Ada beberapa iklan pula yang tidak
menggunakan public figur sebagai endosernya. Hal tersebut dimaksudkan agar
menambahkan kesan alami tidak dibuat berlebih-lebihan. Sebagai juru bicara produk
produk perusahaan, kredibilitas endoser selalu dikaitkan dengan perusahaan. Pada
umumnya, jika konsumen mengetahui perusahaan pembuat produk yang diiklankan maka
dalam diri konsumen akan muncul beberapa persepsi tentang kredibilitas perusahaan
tersebut (Lafferty, Goldsmith, dan Newell 2000).

Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 87


m. Warna
Asosiasi warna memungkinkan identifikasi serta menyampaikan suatu citra dan
emosi tertentu. Pengalaman emosional terhadap suatu merek sangat terpengaruh oleh efek
warna. Dengan memperhatikan efek warna maka kebutuhan suatu merek tidak hanya
terbatas dari sekedar keindahan, kontinuitas dan kecerahan sebagai komponen dari
pengalaman merek. Dalam meraih pengalaman emotional ini warna dibanding elemen
lainnya adalah sarana yang paling penting. Menurut Marc Gobe (2005, hal. 83), strategy
branding melalui warna bukanlah membicarakan merek yang cantik atau indah. Warna
adalah tentang menyampaikan informasi penting kepada konsumen anda. Dalam
beberapa penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan antara warna dengan kondisi
psikologi manusia. Bila diperhatikan pemilihan terhadap warna berbeda-beda tiap orang,
hal tersebut menunjukan terdapat pengaruh emosi dalam memilih warna (Darmaprawira,
2002, hal. 31). Warna memicu respon yang sangat spesifik dalam sistem saraf pusat dan
korteks otak (cerebral corteks). Sekali mempengaruhi cerebral korteks warna dapat
mengaktifkan pikiran, memori dan persepsi tertentu. Stimulan ini mendorong peningkatan
kemampuan konsumen untuk merespon informasi. Warna yang dipilih secara tepat
mengidentifikasikan logo, produk, tampilan merek anda serta merangsang ingatan yang
lebih baik terhadap merek seiring dengan pemahaman yang semakin akurat terhadap
keterwakilan merek. Pemillihan warna yang kurang tepat akan mengaburkan pesan,
membingungkan konsumen dan dalam mengalami situasi ekstrem, dapat menyebabkan
kegagalan suatu merek. Secara tidak langsung warna akan membawa pada identifikasi
dan citra produk sehingga mengembangkan asosiasi yang menyebabkan pengaruhnya
bertambah kuat.

IV. Korelasi antar atribut iklan sebagai satu kesatuan


Iklan televisi adalah kombinasi dari komunikasi audio visual yang
mempengaruhi kondisi psikologis konsumen melalui tingkatan kognisi, afeksi dan
konatif. Perancangan dan pembuataan iklan merujuk pada konsep mengenai produk yang
hendak ditampilkan pada iklan televisi. Atribut-atribut iklan perlu penyesuaian antara satu
elemen dengan elemen lain pembentuk iklan. Kisah cerita yang merupakan kisah cerita
iklan harus mudah dipahami. Pemahaman itu akan lebih jelas dengan slogan atau tagline
yang mencerminkan ciri atau identitas produk. Disamping itu penggunaan endoser,
animasi, musik serta kombinasi warna merupakan atribut pelengkap lain yang
memberikan daya tarik tersendiri dalam sebuah iklan.

c. Model Empiris
Atribut Iklan televisi
o Alur Cerita Ekuitas Merek :
o Tagline • Kesadaran merek (Brand awareness)
o Animasi • Asosiasi merek (brand Asosiasi)
o Musik • Kesan Kualitas (Perceived Quality)
o Endoser • Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
o Warna

d. Formula Hipotesis
1. Diduga atribut iklan seperti kisah cerita atau kisah cerita, kata-kata, animasi,
musik, dan warna memiliki pengaruh positif terhadap ekuitas merek.
2. Diduga terdapat atribut iklan yang memiliki pengaruh paling positif terhadap
ekuitas merek.

88 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013


IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Sampel
Lokasi penelitian berada didaerah Sleman. Sleman merupakan salah satu kota yang
memilki penduduk terbesar dan merupakan pusat pendidikan di Yogyakarta sehingga
banyak kalangan mahasiswa dari berbagai golongan yang tinggal di kabupaten ini.
Kabupaten Sleman dipilih sebagai wilayah pengambilan sampel karena merupakan
wilayah dari propinsi D.I. Yogyakarta yang terbanyak terdapat Perguruan Tinggi yaitu 35
perguruan tinggi dari 116 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh wilayah propinsi D.I.
Yogyakarta (Kopertis Wilayah V D.I. Yogyakarta, Yogyakarta dalam Angka 2005: 18).
Dengan demikian diharapkan banyak jumlah perguruan tinggi maka dapat mewakili
presentase mahasiswa.

4.2 Variabel Penelitian


Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah atribut iklan dengan dimensi-
dimensi meliputi kisah cerita, tagline, animasi, musik, endoser dan warna. Sedangkan
variabel independen dalam penelitian ini adalah ekuitas merek dengan dimensi-dimensi
yang meliputi kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand asosiation),
kesan kualitas (perceived quality) dan loyalitas merek (brand loyalty).

4.3 Definisi Variabel Penelitian


Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa variabel bebas
dan variabel terikat, yaitu
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
a. Kisah Cerita (X1). Kisah cerita yang dibangun pada iklan akan menceritakan
secara tidak langsung mengenai isi pesan yang ingin disampaikan. Disamping itu
kisah cerita juga dibuat agar menyenangkan konsumen dalam menikmati iklan.
b. Tagline (X2). Pengaruh tagline dalam iklan sangat kuat. Tagline menjelaskan
secara tersurat pesan iklan. Pemilihan kata dalam tagline atau slogan memberikan
identitas kepada iklan.
c. Animasi (X3). Salah satu bentuk multimedia yang digunakan dalam iklan.
Animasi yang digunakan lebih pada perpaduan antara sinematografi dan animasi.
Animasi digunakan untuk menambah keluwesan penyampaian iklan.
d. Musik (X4). Latarbelakang musik (jingle) yang seringkali mengiringi iklan.
Musik bisa berasal dari kutipan lagu, arranssment khusus untuk produk dan
arranssment tetap kutipan lagu yang diubah.
e. Endoser (X5). Endoser adalah peran atau model yang memerankan iklan. Endoser
bisa berasal dari model, artis, aktor, atau orang biasa. Endoser juga merupakan
juru bicara produk sehingga tidak jarang kredibilitas endoser juga berpengaruh
terhadap kredibilitas merek.
f. Warna (X6). Warna merupakan salah satu komponen penghias grafis. Warna
diamini sebagai identitas produk dan mencerminkan sisi kepribadian manusia.
Kombinasi warna serta dominasi warna akan berpengaruh terhadap identitas
produk dan respon konsumen.

Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 89


2. Variabel Terikat/Dependen
Variabel terikat atau dependen (Y) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen (Wibisono, 2002, hal. 108). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah:
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness) (Y1). Kesadaran merek adalah kesanggupan
seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu
merek merupakan bagian dari kategori tertentu
b. Asosiasi merek (Brand Asosiation) (Y2). Asosiasi merek adalah segala hal yang
berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya ada/eksis,
namun juga memiliki tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih
kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk
mengkomunikasikannya.
c. Kesan Kualitas (Perceived Quality) (Y3). Kesan kualitas bisa didefinisikan
sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu
produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan.
d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) (Y4). Kepuasan adalah pengukuran secara
langsung bagaimana konsumen tetap loyal pada suatu merek. Konsumen akan
menjadi setia kepada sebuah produk manakala produk itu memberikan kepuasaan
yang dapat dirasakan oleh konsumen. Loyalitas merek adalah ukuran dari
kesetiaan konsumen terhadap suatu merek yang dapat dilihat dari tingkatan
loyalitas konsumen.

4.4 Instrumen atau Alat Pengumpul Data


4.4.1 Alat Pengumpulan Data
Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dikumpulkan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya (Sugiyono, 2004, hal. 57). Dalam penelitian ini, kuisioner yang
dilakukan secara langsung (kontak langsung) antara peneliti dengan responden.

4.4.2 Skala Pengukuran Variabel


Pembobotan pada item-item kuesioner menggunakan teknik skoring. Teknik
skoring yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala Likert. Yaitu
“Sangat Setuju” diberi nilai 5, “Setuju” diberi nilai 4, “Netral” diberi nilai 3, “Tidak
Setuju” diberi nilai 2 dan “Sangat Tidak Setuju” diberi nilai 1.
4.4.3 Uji Validitas dan Reabilitas Sebaran
4.4.3.1 Uji Validitas. Validitas yaitu sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1992, hal. 35). Validitas
digunakan untuk mengetahui kesamaan antar data yang terkumpul dengan data
yang sesungguhnya terjadi pada proyek yang diteliti, sehingga dapat diperoleh
data yang valid. Instrumen dikatakan valid bila mampu mengukur apa yang
seharusnya diukur dan mampu menangkap data yang diteliti dengan tepat. Syarat
suatu butir pertanyaan dapat dikatakan valid jika koefisien korelasi product
moment lebih dari 0,3 (Azwar, 1992 dalam Suliyanto, 2005, hal. 42) atau nilai Sig.
≤ α.
4.4.3.2 Uji Reliabilitas. Apabila suatu instrumen telah dinyatakan valid, maka tahap
selanjutnya adalah mengukur reliabilitas instrumen. Reliabilitas adalah ukuran
yang menunjukkan konsistensi suatu instrumen dalam mengukur gejala yang sama
di lain kesempatan. Dalam penelitian ini, pengukuran dilakukan dengan
menggunakan teknik korelasi alpha cronbach dimana suatu kuisioner sebagai

90 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013


instrumen dikatakan reliabel jika nilai alpha cronbach lebih besar dari 0,60
(Santosa, 2005, hal. 251).

4.5 Populasi dan Sampel


4.5.1 Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini menggunakan non probability sampling, yaitu elemen-elemen
populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel
(Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999, hal. 130). Dalam penarikan
sampel, peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel
secara acak yang informasi diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu
(umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian) yaitu sebagian
besar mahasiswa aktif di Yogyakarta yang pernah menyaksikan iklan Sprite versi
Speed.

4.5.2 Penentuan Jumlah Sampel


Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil-
hasil SEM. Berdasarkan atas pendapat Hair, et al dalam Augusty Rerdinad (2002,
hal. 47) menyatakan bahwa ukuran sampel yang sesuai analisis SEM adalah antara
100-200 sampel. Umar (2002, hal. 149) menyatakan bahwa karena jumlah anggota
populasi begitu banyak dan tidak diketahui jumlahnya secara pasti, maka besarnya
sampel ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
n = (Z1/2α x σ)2
E2
Keterangan:
n = Jumlah sampel
Z = Nilai yang diperoleh dari tabel Z pada level of confidence tertentu
σ = Standard deviasi dari populasi. Karena standard deviasi tidak diketahui,
digunakan perkiraan sesuai dengan pengalaman sebelumnya jika ada. Jika
tidak ada pengalaman sebelumnya, yang dapat dilakukan adalah perkiraan
saja.
E = Error of estimate. Kesalahan yang dapat ditoleransi dalam level of confidence
tertentu (χ-μ)

Dengan taraf signifikasi (α) = 5%, Z1/2α = 1,96 (Tabel distribusi Z dengan
α = 5%). Standard kesalahan maksimum dan standard deviasi yang ditetapkan
yaitu 10 % dan 0, 5. Dengan demikian, setelah dimasukkan dalam rumus menjadi
n = (1,96 x 0,5)2/(0,1)2 = 96,4 dibulatkan menjadi 100. agar lebih menjamin
keyakinan dan memudahkan penelitian maka sampel minimal dibulatkan keatas
jadi 100. Hal ini pula dilakukan agar memenuhi kriteria kecukupan data seperti
yang disyaratkan untuk penggunaan SEM. Oleh karena itu penelitian ini akan
diambil sampel sebanyak 100 responden di Kabupaten Sleman yang pernah
menyaksikan iklan Sprite versi Speed di televisi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil penelitian diketahui responden terbanyak adalah mahasiswa yang
berumur 20 tahun yaitu sebanyak 38%, sedangkan responden paling sedikit adalah
mahasiswa yang berumur 26 tahun yaitu sebanyak 3%. Responden terbanyak adalah
responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 61%, sedangkan responden
Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 91
perempuan sebanyak 39%. Responden yang paling banyak adalah mahasiswa yang
berasal dari Universitas Islam Indonesia yaitu sebanyak 58%, sedangkan responden yang
paling sedikit adalah mahasiswa yang berasal dari AMPTA yaitu sebanyak 9%.
Responden terbanyak adalah mahasiswa yang pada saat ini sedang menempuh pendidikan
sarjana S1 yaitu sebanyak 21%, sedangkan responden yang saat ini menempuh
pendidikan diploma 3 (D3) sebanyak 21%, dan responden yang saat ini menempuh
pendidikan sarjana S2 sebanyak 11%.

5.1. Deskripsi Data


Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi mengenai data
penelitian. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah atribut iklan televisi dan
ekuitas merek. Statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata tanggapan responden terhadap variabel kisah cerita adalah 3,863 dengan standar
deviasi 0,641. Rata-rata tanggapan responden terhadap variabel tagline adalah 3,782
dengan standar deviasi 0,739. Rata-rata tanggapan responden terhadap variabel animasi
adalah 3,643 dengan standar deviasi 0,74. Rata-rata tanggapan responden terhadap
variabel musik adalah 3,567 dengan standar deviasi 0,859. Rata-rata tanggapan responden
terhadap variabel endoser adalah 3,35 dengan standar deviasi 0,769. Rata-rata tanggapan
responden terhadap variabel warna adalah 3,372 dengan standar deviasi 0,717. Rata-rata
tanggapan responden terhadap variabel ekuitas merek adalah 3,416 dengan standar
deviasi 0,638. Hasil analisis deskriptif tersebut menunjukkan bahwa tanggapan responden
terhadap variabel penelitian termasuk kategori cukup baik (>3,00). Hal ini berarti bahwa
atribut iklan televisi dan ekuitas merek yang dinilai oleh responden relatif adalah cukup
baik.

5.2. Analisa Data


Pengujian asumsi yang seharusnya terpenuhi oleh SEM dengan menggunakan
program LISREL adalah uji normalitas data dan uji multicolinearity (Ghozali dan Fuad,
2005, hal. 36).

5.2.1. Uji Normalitas Data


Nilai statistik untuk menguji normalitas dilihat dari ukuran skewness dan kurtosis
sebaran data. Bila nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka dapat dinyatakan bahwa
distribusi data normal. Hasil uji normalitas data disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9
Hasil Uji Normalitas Data
Skewness Kurtosis
Variabel z-score P z-score P
Cerita -0,227 0,820 -0,27 0,787
Tagline -0,153 0,879 -0,274 0,784
Animasi -0,250 0,803 0,004 0,997
Musik -0,128 0,898 -0,232 0,816
Endoser 0,049 0,961 -0,041 0,967
Warna -0,026 0,979 0,112 0,911
Ekuitas Merek -0,001 0,999 0,122 0,903
Sumber: Data diolah, 2003

92 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013


Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa semua variabel penelitian
berada mempunyai nilai p-value lebih besar dari α=0,05 (P>0.05). Dengan demikian hasil
pengujian ini menunjukkan bahwa semua data penelitian berdistribusi normal.

5.2.2. Uji Multicolinearity


Salah satu asumsi yang harus dipenuhi adalah multicollinearity. Asumsi
multikolinearitas menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari adanya
korelasi antar variabel independen. Asumsi ini mengharuskan tidak adanya korelasi yang
sempurna atau besar diantara variabel-variabel independen. Nilai korelasi antara variabel
observed yang tidak diperbolehkan adalah sebesar 0,9 atau lebih. Hasil uji
multicollinearity dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.10
Hasil Uji Multicollinearity
Cerita Tagline Animasi Musik Endoser Warna
Cerita - 0,47 0,10 0,35 0,53 0,30
Tagline 0,47 - 0,43 0,51 0,70 0,29
Animasi 0,10 0,43 - 0,46 0,46 0,54
Musik 0,35 0,51 0,46 - 0,61 0,47
Endoser 0,53 0,70 0,46 0,61 - 0,51
Warna 0,30 0,29 0,54 0,47 0,51 -
Sumber: Data diolah, 2003

Berdasarkan hasil uji multicollinearity seperti terlihat pada Tabel 4.9 diketahui
bahwa semua korelasi antar variabel independen mempunyai nilai korelasi kurang dari
0,90. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model ini terbebas dari gejala
adanya multicolinearity.

5.3. Uji Goodness of Fit Model


Model teoritis pada kerangka konseptual penelitian, dikatakan fit jika didukung oleh
data empirik. Hasil pengujian goodness of fit overall model digunakan untuk mengetahui
apakah model hipotetik didukung oleh data empirik. Hasil komputasi Lisrel untuk model
SEM ini dihasilkan indeks-indeks goodness of fit yang menunjukkan kelayakan model
seperti disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.11
Goodness of Fit Index
Goodness of Fit Hasil Analisis Cut-off Value
χ2-Chi-Square 329,49 Diharapkan kecil
Probability 0,001 ≥ 0,05
CMIND/DF 1,297 ≤2
GFI 0,790 ≥ 0,90
AGFI 0,730 ≥ 0,90
CFI 0,930 ≥ 0,90
TLI/NNFI 0, 92 ≥ 0,90
RMSEA 0,055 ≤ 0,08
Sumber: Data primer diolah

Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 93


Hasil Goodness of Fit diperoleh nilai Chi-Square sebesar 329,49 dengan
probabilitas 0,001 menunjukkan bahwa nilai tersebut masih diatas nilai yang diharapkan.
Nilai CMIN/DF sebesar 1,297 yang berarti lebih kecil dari 2 menunjukkan bahwa model
fit. Indeks kriteria fit yang lain yaitu GFI dan AGFI. Secara teortis angka GFI mapun
AGFI berkisar antara 0 sampai 1, dengan pedoman bahwa semakin hasil GFI dan AGFI
mendekati angka 1 maka akan semakin baik model tersebut dalam menjelaskan data yang
ada (Singgih Susanto, 2007, hal. 101) dari kedua data diatas menunjukan bahwa GFI dan
AGFI telah mendekati nilai yang direkomendasikan sehingga dapat dinyatakan model
cukup fit (sedang). Nilai AGFI dan GFI serta CMIN/DF yang memenuhi syarat keerataan
data dan semua menunjukan dukungan terhadap nilai Chi-Square. Disamping itu nilai
CFI sebesar 0, 930 menunjukan bahwa model fit. Nilai TLI/NNFI sebesar 0, 92
menunjukan bahwa model fit. Nilai RMSEA sebesar 0,055 yang berarti kurang dari 0,08
menunjukkan bahwa model fit sesuai dengan nilai yang direkomendasikan. Menurut
Singgih Santoso (2007, hal. 141) mengatakan bahwa angka korelasi cut off (standar) pada
prakteknya tidak ada pedoman yang pasti namun angka diatas 0, 7 atau dapat pula diatas
0, 5 pada umumnya dijadikan acuan adanya keerataan antar dua variabel. Hasil pengujian
goodness of fit secara keseluruhan menunjukkan bahwa model memiliki cut off diatas 0,7
sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut memiliki keerataan dan cukup baik
(cukup fit).

5.4. Uji Hipotesis


Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menganalisis hubungan antar
variabel sesuai dengan model penelitian. Untuk menerima hipotesis alternatif bahwa
terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dinilai dari nilai
t-value. Hipotesis alternatif diterima apabila t-value > 1,96. Ringkasan hasil pengujian
hipotesis penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.12
Hasil Pengujian Hipotesis
Variabel Estimate t value
Cerita 0,250 2,460
Tagline 0,310 2,490
Animasi 0,013 0,120
Musik 0,230 2,290
Endoser 0,290 2,100
Warna 0,003 0,024
Sumber: Data diolah, 2003

Hasil analisis untuk menguji apakah kisah cerita berpengaruh terhadap ekuitas
merek diperoleh estimate sebesar 0,250 dengan t-value = 2,460. Oleh karena t-value >
1,96 maka hipotesis yang menyatakan bahwa kisah cerita berpengaruh positif terhadap
ekuitas merek dapat diterima. Hasil analisis menunjukkan bahwa atibut kisah cerita pada
iklan televisi Sprite versi Speed berpengaruh positif terhadap ekuitas merek.
Kisah cerita yang disajikan pada suatu iklan menggambarkan tujuan utama iklan
dan menjelaskan apa yang dilihat dan didengar oleh pemirsa televisi. Kisah cerita yang
merupakan kisah cerita iklan harus mudah dipahami. Semakin jelas kisah cerita yang
ditampilkan pada iklan, maka akan meningkatkan kesadaran merek (brand awareness),
asosiasi merek (brand asosiasi), kesan kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek
(brand loyalty). Sebuah iklan harus menyesuaikan pesan yang akan disampaikan dengan

94 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013


karateristik audien. Pendeskripsian kisah cerita dalam iklan tidak perlu terlalu detail tapi
dapat dipahami dengan mudah sehingga dapat diterima oleh konsumen yang selanjutnya
akan meningkatkan ekuitas merek tersebut.
Hasil analisis untuk menguji apakah tagline berpengaruh terhadap ekuitas merek
diperoleh estimate sebesar 0,310 dengan t-value = 2,490. Oleh karena t-value > 1,96
maka hipotesis yang menyatakan bahwa tagline berpengaruh positif terhadap ekuitas
merek dapat diterima. Hasil analisis menunjukkan bahwa atibut tagline pada iklan televisi
Sprite versi Speed berpengaruh positif terhadap ekuitas merek. Tagline adalah rangkaian
kalimat pendek yang dipakai untuk mengasosiasikan sebuah brand atau perusahaan di
benak konsumen. Semakin baik penerimaan konsumen terhadap slogan atau tagline yang
tertuang dalam pesan iklan, maka akan semakin tinggi ekuitas merek yang dapat
terbentuk. Slogan menjadi pernyataan standar yang mudah diterima di benak konsumen.
Tagline atau slogan yang digunakan merupakan rangkuman dari berbagai pesan yang
hendak disampaikan dan merupakan bentuk dari citra terhadap merek. Tagline pada iklan
yang menarik perhatian dan mudah diingat akan meningkatkan kesadaran merek (brand
awareness), asosiasi merek (brand asosiasi), kesan kualitas (perceived quality), dan
loyalitas merek (brand loyalty). Tagline akan semakin efektif jika kata-kata sebagai
penyambung bahasa pesan yang ada di dalam iklan televisi mudah dipahami dan kata-
kata tidak asing bagi konsumen.
Hasil analisis untuk menguji apakah animasi berpengaruh terhadap ekuitas merek
diperoleh estimate sebesar 0,013 dengan t-value = 0,120. Oleh karena t-value < 1,96,
maka hipotesis yang menyatakan bahwa animasi berpengaruh positif terhadap ekuitas
merek tidak didukung. Animasi merupakan penggunaan karakter kartun, boneka, atau
demonstrasi karakter yang bukan animasi ke dalam kehidupan pada iklan televisi.
Animasi adalah suatu rangkaian gambar diam secara inbeethwin dengan jumlah yang
banyak, bila diproyeksikan akan terlihat seolah-olah hidup (bergerak). Atribut animasi
pada iklan televisi Sprite versi Speed tidak berpengaruh signifikan terhadap ekuitas
merek. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan animasi pada iklan televisi Sprite
versi Speed relatif sedikit sehingga tidak berpengaruh terhadap terbentuknya ekuitas
merek produk Sprite. Hasil analisis untuk menguji apakah musik berpengaruh terhadap
ekuitas merek diperoleh estimate sebesar 0,230 dengan t-value = 2,290. Oleh karena t-
value > 1,96 maka hipotesis yang menyatakan bahwa musik berpengaruh positif terhadap
ekuitas merek dapat diterima. Semakin baik penerimaan konsumen terhadap musik yang
disertakan pada penyajian iklan televisi, maka semakin tinggi pengaruhnya terhadap
pembentukan ekuitas merek.
Musik merupakan penggugah emosi yang kuat yang dapat menceritakan apa yang
dirasakan dan menggugah dapat perasaan gembira pada konsumen. Kehadiran musik
menjadi salah satu faktor penentu seberapa kuat iklan itu mampu melakukan penetrasi
kepada konsumennya. Keberadaan sebuah iklan tidak hanya ditentukan oleh visualisasi
yang elegan, tetapi juga perlu dukungan audio yang pas dan mampu mendukung tampilan
visualisasi. Sentuhan musik dan lagu dalam iklan menjadi salah satu faktor penting
mendekatkan emosi audien dengan iklan. Sentuhan musik yang dipakai mesti
menyesuaikan dengan warna musik serta karakter iklan dengan audiens yang ingin dituju.
Semakin kuat sentuhan musik dalam mempengaruhi konsumen melalui iklan, maka akan
semakin tinggi pengaruhnya terhadap kesadaran merek (brand awareness), asosiasi
merek (brand asosiasi), kesan kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek (brand
loyalty).
Hasil analisis untuk menguji apakah endoser berpengaruh terhadap ekuitas merek
diperoleh estimate sebesar 0,290 dengan t-value = 2,100. Oleh karena t-value > 1,96
Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 95
maka hipotesis yang menyatakan bahwa endoser berpengaruh positif terhadap ekuitas
merek dapat diterima. Semakin kuat karakter endorser yang akan semakin berpengaruh
positif pada sikap konsumen terhadap iklan dan sikap konsumen terhadap merek.
Endoser yang baik bukan hanya berasal dari seorang selebriti. Ada beberapa iklan
pula yang tidak menggunakan public figur sebagai endosernya seperti pada iklan Sprite
versi Speed. Hal tersebut dimaksudkan agar menambahkan kesan alami tidak dibuat
berlebih-lebihan. Sebagai juru bicara produk produk perusahaan, kredibilitas endoser
selalu dikaitkan dengan perusahaan. Pada umumnya, jika konsumen mengetahui
perusahaan pembuat produk yang diiklankan maka dalam diri konsumen akan muncul
beberapa persepsi tentang kredibilitas perusahaan tersebut. Endoser yang baik memiliki
pengaruh positif terhadap kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand
asosiasi), kesan kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek (brand loyalty). Hasil
analisis untuk menguji apakah warna berpengaruh terhadap ekuitas merek diperoleh
estimate sebesar 0,003 dengan t-value = 0,024. Oleh karena t-value < 1,96 maka hipotesis
yang menyatakan bahwa warna berpengaruh positif terhadap ekuitas merek tidak
didukung. Atribut warna pada iklan televisi Sprite versi Speed tidak berpengaruh
signifikan terhadap pembentukan ekuitas merek. Hal ini dapat disebabkan karena
pemillihan warna yang kurang tepat, sehingga akan mengaburkan pesan, membingungkan
konsumen, dan apabila mengalami situasi yang ekstrem dapat menyebabkan kegagalan
suatu merek. Pemberian warna pada iklan ada yang kurang dominan secara tidak
langsung mempengaruhi identifikasi dan citra produk sehingga menyebabkan lemahnya
pengaruh terhadap ekuitas merek. Secara jelas hasil pengujian analisis data penelitian
untuk membuktikan hipotesis yang diajukan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.1
Hasil Pengujian Model Penelitian

Cerita

Tagline

Animasi Ekuitas
Merek
Musik

Endoser

Warna
* Estimate Signifikan pada 5%
Berdasarkan gambar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa atribut iklan televisi
pada iklan televisi Sprite versi Speed yang berpengaruh positif terhadap ekuitas merek
adalah kisah cerita, tagline, musik, dan endoser. Sedangkan atribut animasi dan warna
tidak berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek pada produk Sprite.
Berdasarkan hasil analisis juga dapat diketahui atribut iklan televisi yang paling
positif pengaruhnya terhadap ekuitas merek adalah atribut tagline dengan estimate
sebesar 0, 310 dengan t-value = 2,490 dimana t-value > 1,96. Hal ini dapat disebabkan
96 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013
karena tagline adalah atribut yang identik dengan merek suatu produk. Tagline adalah
atribut iklan yang dipakai untuk mengasosiasikan sebuah brand atau perusahaan dibenak
konsumen. Tagline merupakan atribut merek yang mudah dipahami, mudah diingat, dan
kata-katanya sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berikutnya secara berturut-
turut yang paling mempengaruhi ekuitas merek pada produk Sprite adalah kisah cerita
estimate sebesar 0,250 dengan t-value = 2,460 dimana t-value > 1,96, musik dengan nilai
estimate sebesar 0,230 dengan t-value = 2,290 dimana t-value > 1,96 dan endoser dengan
nilai estimate sebesar 0,290 dengan t-value = 2,100 dimana t-value > 1,96. Sedangkan
atribut animasi dan warna juga berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap
pembentukan ekuitas merek pada produk Sprite. Hal ini dapat ditunjukan oleh hasil
analisis animasi dengan nilai estimate sebesar 0,013 dengan dengan t-value = 0, 120
dimana t-value < 1,96 dan warna dengan nilai sebesar 0,003 dengan dengan t-value =
0,024 dimana t-value < 1,96.

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data penelitian yang sudah dilakukan, dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengujian goodness of fit (GFO) menunjukan chi-square yang besar (329,49 ) dan
probabilitas yang kecil (0,001) sementara hasil chi-square yang diharapkan adalah
lebih kecil dan tingkat probabilitas diatas 0,05 atau p>0,05. Namun pada
pengujian SEM, chi-square bukanlah satu-satu acuan untuk menilai sebuah model
fit atau tidak. Untuk itu para peniliti mengembangkan model-model yang dapat
memperbaiki bias karena jumlah sampel yang besar dan kompleksitas model
diantaranya CMIN/DF, GFI, AGFI, CFI, TLI/NNFI, RMSEA. Model-model
tersebut secara keseluruhan dianggap cukup fit dengan masing-masing indikator
menunjukan nilai diatas 0, 07 untuk nilai GFI=0, 790, AGFI=0, 730, CFI=0,930
dan TLI/NNFI=0, 92, menandakaan adanya keerataan terhadap data serta nilai
CMIN/DF sebesar 1,297 dari cut off ≤ 2 serta nilai RMSEA sebesar 0, 055 dari cut
off ≤ 0,08 menunjukan bahwa kedua model tersebut fit.
2. Adapun hasil pengujian hipotesis ini menyatakan bahwa atribut iklan televisi pada
iklan televisi Sprite versi Speed yang berpengaruh positif terhadap ekuitas merek
adalah kisah cerita, tagline, musik, dan endoser hal ini dapat dilihat dari hasil
hipotesis dengan menggunakan Structure Equation Modeling (SEM) yang
menunjukan nilai t-value lebih besar dari 1, 96 untuk variabel kisah cerita (X1)
sebesar 2,460, tagline (X2) sebesar 2,490, musik (X4) sebesar 2,290, dan endoser
(X5) sebesar 2,100. Sedangkan atribut animasi dan warna tidak berpengaruh
signifikan terhadap ekuitas merek pada produk Sprite. Hal ini dikarenakan nilai t-
value lebih kecil dari 1, 96 atau berada diantara -1,96 sampai dengan 1,96 dimana
untuk variabel atribut animasi (X3) sebesar 0,120 dan warna (X6) sebesar 0, 024.
Secara keseluruhan bahwa atribut iklan berpengaruh terhadap ekuitas merek.
3. Atribut iklan televisi yang paling positif pengaruhnya terhadap ekuitas merek
adalah tagline dengan tingkat t-value yang lebih tinggi diantara variabel atribut
iklan yang lain yaitu sebesar 2, 490. Hal ini diperkuat dengan nilai estimasi yang
tertinggi pula sebesar 0, 310.

Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 97


DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A. (terj.) (1997). Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari
Suatu Merek. Jakarta: Spektrum.

Anomin (2005). “ Jingle Bukan Sekedar Lagu”. Cakram, Agustus, 28.

Anomin (2005). “Padu Padan Karakter Animasi”. Cakram, Oktober, 32.

Arry Yulianto, N. (2006). Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan


Pembelian Konsumen Pada Handphone Nokia (Studi kasus pada Mahasiswa
Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta). Skripsi S-1 (tidak dipublikasikan). Yogyakarta:
Fakultas Ekonomi UII.

Darmanto Durianto, Sugiarto, Lie Joko Budiman (2004). Brand Equity Ten: Strategi
Memimpin Pasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Darmaprawira, W.A. S. (2002). Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya. Bandung:


Penerbit ITB

Djohan (2005). Psikologi Musik. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik Yogyakarta.

Fahima, I. (2006). Perbedaan Tagline, Slogan Iklan dan Kredo. Diambil 30 April 2008
dari http://www.swa.co.id/sekunder/konsultasi/pemasaran/advertising/details.php.

Ferdinand, Agusty (2002). Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen.


Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Fisk, Peter (terj.) (2005). Marketing Genius. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Gail, Tom (2000). Marketing With Music. Jurnal of Consmer Marketing.

Ghozali dan Fuad (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 3.
Semarang: BP-Undip.

Gobe, Marc (2005). Emotional Branding. Jakarta: Erlangga.

Hari Wijayanto S. (2008). Struktural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8: Konsep dan
Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hermawan, Anang (2007). “Membaca” Iklan Televisi: Sebuah Perspektif Semiotika.


Artikel Jurnal Komunikasi UII Volume 2 No. 1. Oktober 2007.

Kenneth, Jean Maas, Martin Nesenholts (terj.) (2005). How To Advertise. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.

Khasali, R. (1993). Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Edisi


ketiga. Jakarta: PAU Ekonomi UI.

Knapp, D. (terj.) (2001). The Brand Mindset. Edisi 1. Cetakan 1. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
98 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013
Kotler, Philip dan Gary Amstrong (terj.) (1995). Dasar-dasar Pemasaran. Jilid 1, Edisi
Keenam. Jakarta: CV Intermedia.

Lafferty, Barbara A, and Goldsmith (2002). The Dual Credibility Model: The Influence of
Corporate and Endorser Credibility on Attitudes and Purchase Intentions. Journal
of Marketing Theory and Practicel.

Rangkuti, Freddy (2002). The Power of Brand. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Schiffman, L.G. dan Kanuk, L.L. (terj.) (2004). Perilaku Konsumen. Edisi ketujuh:
Prentice Hall International.

Schulz, Eric (terj) (2003). Marketing Game. Jakarta: Erlangga.

Shimp, Terrence. A. (2003). Periklanan, Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi


Pemasaran Terpadu. Edisi kelima. Jilid 1. University of South California. Jakarta:
Erlangga.
Simamora, Bilson (2002). Aura Merek: 7 Langkah Membangun Merek yang Kuat.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Singh, Satyendra (2006). Impact of Color on Marketing. Journal of Management


Decision. University of Winnipeg. Canada

Soehadi, A. W. (2005). Efektif Branding: Konsep dan Aplikasi Pengembangan Merek


yang Sehat dan Kuat. Bandung: PT. Mizan Pustaka

Susanto, Singgih (2007). Structural Equation Modelling: Konsep dan Aplikasi AMOS.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Susanti, Olivia (2007). Mengungkapkan Makna Iklan Rexona “Cheerleader Pria” di


Televisi. Skripsi S 1. Surabaya. Universitas Kristen Petra.

Susi Evanita, Afnidarti AR dan Armida S. (2007). Pengaruh Terpaan Iklan Televisi
Terhadap Perilaku Konsumtif Ibu Rumah Tangga di Kota Padang Sumatera Barat.
Skripsi S 1. Padang: Universitas Negeri Padang.

Suyanto M. (2005). Strategi Perencanaan Iklan Televisi Perusahaan Top Dunia.


Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Suyanto M. (2004). Analisisi dan Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran.


Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Swastha, Basu dan T Hani Handoko (1982). Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku
Konsumen, Edisi Pertama. Yogyakarta: Liberty.

Tholib, M. (2007). Pengertian Animasi. Diambil 30 April 2008 dari


http://mtholib.wordpress.com/2007/08/21/pengertian-animasi/.

Jurnal Maksipreneur, Vol.II, No. 2, Juni 2013 99


Wibisono, Dermawan (2002). Riset Bisnis Untuk Praktisi dan Akademis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Yeni Maesaroh. S. (2006). Pengaruh Kekuatan Iklan Frestea Green Di Televisi Terhadap
Respon Konsumen Di Yogyakarta Berdasarkan Model Hierarki Efek. Tesis S-2.
Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII.

100 Jurnal Maksipreneur, Vol. II, No. 2, Juni 2013

You might also like