Adaptasi Masyarakat Suku Baduy Luar Terhadap Perkembangan Global Berbasis Kearifan Lokal
Adaptasi Masyarakat Suku Baduy Luar Terhadap Perkembangan Global Berbasis Kearifan Lokal
Adaptasi Masyarakat Suku Baduy Luar Terhadap Perkembangan Global Berbasis Kearifan Lokal
Abstract
Indonesia has long been known to the world as a country with rich diversity.
One of the them is the existence of various tribes. These tribes are spread from
Sabang to Merauke. Precisely in the Banten area, there is an indigenous tribe,
namely Baduy. The Baduy tribe is known for its very thick culture,
maintaining the traditions of its ancestors, and being able to live in harmony
with nature. The Baduy tribe is divided into two groups, the Baduy Dalam
tribe and the Baduy Luar tribe. The Baduy Dalam Tribe or can also be called
Urang Baduy or the original tribe of the Baduy. They still uphold their
customary laws as a guide to life, in contrast to the Outer Baduy tribe which
has begun to open up and has adapted to modernization. This research
presents the adaptation of the Baduy Luar tribe to global development based
on local wisdom. The observation location of the Outer Baduy tribe observed
in this research is Kanekes Village, Banten. Data collection was done by
reviewing scientific articles and then joint observation. This research found
that the flow of modernization does not make the Baduy community
contaminated by the outside world to utilize the forest without thinking
Cite This Article:
about the long term. Judging from the way of survival, although they are
Nurfalah, L., Claresya, C. S. D., &
Bidjaksono, M. B. (2023). divided into two groups, Baduy Dalam and Baduy Luar, in terms of livelihood,
Adaptasi masyarakat suku the group still depends on the surrounding Natural Resources. The life
baduy luar terhadap principle of the Baduy community is to faithfully maintain the sustainability
perkembangan global berbasis of nature and environmental sustainability.
kearifan lokal. Journal of Socio- Keywords: Baduy community; local wisdom; modernization; nature
Cultural Sustainability and conservation
Resilience, 1(1), 62-69.
https://doi.org/10.61511/jscsr
.v1i1.2023.182 Abstrak
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman. Salah satu
keanekaragaman yang dimiliki Indonesia yaitu terdapatnya beragam suku.
Suku-suku tersebut tersebar dari Sabang hingga Merauke. Tepatnya di
daerah Banten, terdapat suku asli yaitu Baduy. Suku Baduy dikenal dengan
Hak Cipta: © 2023 oleh penulis.
Akses terbuka untuk mengajukan budayanya yang sangat kental, menjaga tradisi nenek moyangnya, dan
publikasi di bawah syarat dan mampu hidup harmonis dengan alam. Suku Baduy terbagi menjadi dua
ketentuan oleh Creative Commons kelompok, Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar. Suku Baduy Dalam
Attribution (CC BY) lisensi atau bisa disebut juga Urang Baduy atau Suku Asli dari Suku Baduy. Mereka
(https://creativecommons.org/li hingga saat ini masih memegang teguh hukum adat istiadat mereka
censes/by/4.0/) sebagai pedoman hidup, berbeda dengan Suku Baduy Luar yang sudah
mulai terbuka dan sudah beradaptasi dengan modernisasi. Penelitian ini
memaparkan adaptasi masyarakat suku baduy luar terhadap
perkembangan global berbasis kearifan lokal. Lokasi pengamatan suku
baduy luar yang diamati penelitian ini yaitu Desa Kanekes, Banten.
Pengumpulan data dilakukan dengan meninjau artikel ilmiah dan
kemudian di observasi bersama. Penelitian ini mendapati arus
modernisasi tidak membuat masyarakat Suku Baduy terkontaminasi
dunia luar untuk memanfaatkan hutan tanpa memikirkan jangka panjang.
Dilihat dari cara bertahan hidup, walaupun mereka terbagi menjadi dua
kelompok, Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar, dalam hal mata
pencaharian, kelompok tersebut masih bergantung pada Sumber Daya
Alam di sekitar. Prinsip hidup masyarakat Suku Baduy adalah setia
menjaga keberlangsungan alam dan kelestarian lingkungan.
Kata kunci: suku Baduy; modernisasi; kearifan local; kelestarian alam
1. Pendahuluan
Indonesia dikenal dengan banyaknya suku bangsa yang melahirkan pola budaya yang
berbeda-beda dan menjadi identitas kelompok. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
realitas kebhinekaan di Indonesia terdiri dari berbagai aspek seperti cara pandang, adat
istiadat, nilai budaya, etika, dan sistem kepercayaan, namun juga banyak perbedaan yang
membentuk identitas setiap kelompok masyarakat. Salah satu keanekaragaman yang
dimiliki Indonesia yaitu terdapatnya beragam suku. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik dengan nomor data SP2010, disebutkan bahwa jumlah suku di Indonesia mencapai
1331 kategori suku. Suku-suku tersebut tersebar dari Sabang hingga Merauke dengan
kekhasan identitas masing-masing. Bila membahas mengenai identitas, terdaoat salah satu
suku asli di daerah Banten, yaitu Suku Baduy.
Suku Baduy merupakan suatu kelompok masyarakat adat sunda yang hidup dan
tinggal di Provinsi Banten, tepatnya Kabupaten Lebak, Kecamatan Lauwidamar, Desa
Kanekes (Widowati, 2019; Bahrudin & Zurohman, 2021). Keberadaan suku Baduy di Desa
Kanekes tidak tercampur dengan suku lain. Aktivitas kesehariannya dalam berkomunikasi
mereka menggunakakan bahasa Sunda, dan termasuk dialek Sunda Banten. Akan tetapi
suku Baduy yang termasuk “Baduy Luar” sudah ada yang bisa menggunakan bahasa
Indonesia ketika berkomunikasi dengan pendatang dari luar daerah (Bahrudin &
Zurohman, 2021). Awalnya masyarakat baduy adalah Suku Baduy Dalam, tetapi
berjalannya waktu Suku Baduy dibagi menjadi dua kelompok yaitu suku Baduy Luar dan
Suku Baduy Dalam. Suku Baduy Luar adalah mereka yang telah keluar dari adat dan wilayah
Baduy melalui pemodernan adat istiadat setempat. Sementara itu, Suku Baduy Dalam
adalah suku yang masih memegang teguh adat istiadat setempat (Hariyadi, 2019; Maharani,
2009).
Setiap suku memiliki formulasi kearifan lokal dalam berinteraksi dengan komunitas
ekologis dalam kehidupannya. Baduy memiliki nilai-nilai lokal yang diturunkan terus-
menerus dari nenek moyangnya. Pengetahuan yang mereka peroleh dalam menjalani hidup,
diberikan oleh orang tua sebagai keterampilan yang dipelajari sejak dini dan tertanam kuat
di setiap individu (Firdaus et al., 2020). Salah satu keterampilan yang dimiliki yaitu
berladang. Berladang menjadi sebuah tradisi yang dipertahankan masyarakat baduy untuk
bertahan hidup dan tradisi secara bersamaan. Meskipun pemahaman atau wawasan
pengetahuan mengenai bertani tidak mereka peroleh secara formal (di sekolah),
penanaman nilai yang diturunkan oleh orang tua merekalah yang menjadi sumber
pengetahuan pertama kalinya.
Menurut Khomsan & Wigna (2009), pertanian merupakan kehidupan utama
masyarakat Baduy. Secara umum, mata pencaharian Suku Baduy adalah bercocok tanam,
bertenun dan berdagang. Beberapa Suku Baduy ada juga yang bekerja sebagai guru, buruh
dan ibu rumah tangga (Anwar & Riyadi, 2009; Hariyadi, 2019). Dalam hal mata pencaharian,
Suku Baduy Dalam yang masih memegang teguh adat istiadat, mereka menolak segala
bentuk perilaku dan pola hidup yang berbau modern. Mereka bergantung dengan apa yang
tersedia di alam lingkungan sekitar. Fenomena yang sering dilihat adalah Suku Baduy Luar
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan cara menjual hasil bumi berupa buah-
buahan, madu, coklat, pisang dan lainnya, hal tersebut dilakukan oleh Suku Baduy Luar
karena hukum adat bagi masyarakat Baduy Dalam sudah mulai longgar dan terbuka. Suku
Baduy Luar sudah terbuka terhadap modernisasi dan mengadopsi pola hidup masyarakat
JSCSR. 2023, VOLUME 1, ISSUE 1 64
Non Baduy ke dalam pola hidup mereka sehari-hari dengan tetap menampilkan ciri suku
mereka (Hasanah, 2012).
Keterikatan yang erat antara alam dan manusia sangat terlihat jelas pada bagaimana
masyarakat Baduy memaknai lingkungannya. Bagi masyarakat Baduy, hutan dan kekayaan
yang ada di dalamnya merupakan anugerah dari Tuhan yang Maha Kuasa. Fungsi utama
hutan adalah menjaga keseimbangan ekosistem bumi bagi perlindungan lingkungan.
Pengelolaan hutan berarti pemanfaatan fungsi hutan. Pemanfaatan tersebut telah dilakukan
sejak manusia membutuhkan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Spesifik pada
konteks masyarakat Baduy mereka merupakan kelompok masyarakat yang telah banyak
diakui oleh berbagai pihak terkait keberhasilannya dalam menjaga kelestarian hutan
(Senoaji, 2010). Pembahsan mengenai masyarakat Baduy dan kaitannya dengan kearifan
lokal terutama didominasi oleh pembahsan mengenai keunggulan dari kebiasaan mereka
dalam merawat keberlangusngan lingkungan. Akan tetapi, perhatian pada bagaimana
kondisi dan tantangan yang dihadapi orang-orang Baduy dalam perkembangan global tidak
terlalu mendapat perhatian belakangan ini. Kapabilitas masyarakat baduy dalam
mempertahankan dan melestarikan kearifan lokalnya serta berkontribusi positif pada
lingkungannya melalui kearifan lokalnya harus diakui sebagai legacy yang penting. Namun
sebagaimana kelompok sosial yang hidup di tengah dinamika global yang tidak luput dari
terpaan isu sosial ekonomi seperti modernisasi dan globalisasi, sangat sedikit studi yang
membahas respons dan kesiapan masyarakat Baduy.
Dalam artikel ini, penulis akan membahas mengenai respons masyarakat Baduy
(Luar dan Dalam) terhadap arus modernisasi saat ini. Pertanyaan penelitian dalam studi ini
akan spesifik membahas bagaimana respons kedua kelompok subetnis tersebut
dikontraskan dengan karakteistik dan nilai dari masing-masing kelompok. Pertanyaan
penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dan memahami adaptasi masyarakat Suku
Baduy dalam menghadapi perubahan sosial dan lingkungan di era modern. Dengan
menggali aspek-aspek sosial seperti sistem pegetahuan, sistem peralatan hidup dan
teknologi, serta mata pencaharian dari masing-masing kelompok subetnis, tulisan ini
bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana masyarakat Suku Baduy (Luar dan Dalam)
mempertahankan nilai-nilai tradisional mereka dan mengintegrasikan elemen-elemen baru
dari dunia luar tanpa mengorbankan identitas dan keberlangsungan budaya mereka yang
unik.
2. Metode
Dalam penelitian ini, penulis berupaya untuk mendapatkan data dan informasi dengan
menggunakan pendekatan normatif. Hasil dari analisis data-data tersebut kemudian
disajikan secara deskriptif dengan pertimbangan bahwa fakta dan realitas sosial hanya bisa
diperoleh dan digambarkanmemerlukan pendekatan dan kesadaran individu yang
mendalam. Data yang digunakan dari kepustakaan dengan mengumpulkan dan meninjau
sumber informasi melalui data sekunder. Data yang diperoleh kemudian dikelola dengan
memeriksa, menyampaikan, kemudian menguraikan dan merumuskan kembali secara
teratur dan logis namun tetap menerapkan sistem hukum hak cipta agar terhindar dari
plagiat. Referensi dalam penelitian ini menggunakan terbitan terbaru minimal 5 sampai 10
tahun terakhir.
Lokasi yang diamati berada di Desa Kanekes, Banten. Alasan pemilihan lokasi ini
karena desa Kanekes merupakan salah satu desa yang didiami suku Baduy yang terikat
dengan aturan adat dan merupakan salah satu suku yang berusaha mempertahankan
tradisi. Namun seiring berjalannya waktu, kelompok masyarakat ini telah terkontaminasi
oleh budaya luar dan telah mengalami perubahan budaya. Pembahasan yang disampaikan
difokuskan terhadap pertanyaan dan tujuan dari penelitian sebagaimana sudah
dicantumkan dalam paragraf terakhir di bagian pendahuluan.
JSCSR. 2023, VOLUME 1, ISSUE 1 65
langsung dari pelatihan-pelatihan yang mereka terima dalam memandu wisatawan. Kondisi
ini juga membuat perubahan pada pola pikir masyarakat baduy luar dalam melihat
kemajuan global (Firdaus et al., 2020).
Hasil penelitian dari Bahrudin dan Zurohman (2021) menjelaskan bahwa terdapat
keinginan dari suku baduy untuk mendapatkan pendidikan formal meskipun harus melalui
jalur kejar paket. Hal tersebut dilakukan karena keinginan untuk mengejar cita-citanya yang
tinggi. Kesadaran akan kebutuhan pendidikan tersebut membuat ada diantara orang tua
suku baduy yang menyekolahkan anaknya secara diam-diam.
Penelitian yang dilakukan Mastiyah (2020) mengungkapkan salah satu kiprah
madrasah Alam Wiwitan dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat baduy.
Pendidikan rata-rata hanya sebatas pendidikan dasar, namun ada juga yang melanjutkan
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Kegiatan belajar mengajar biasanya dilakukan
di pos-pos persinggahan yang didatangi oleh guru pengajar. Mereka berharap seluruh
peserta didik dapat menyelesaikan pendidikannya hingga lulus. Kondisi tersebut tidak
selalu berjalan lancar, ada kalanya peserta didik mengalami kendala sehingga tidak hadir
dalam kegiatan pembelajaran. Jika kondisi seperti ini terjadi, pihak sekolah akan
berkunjung dan menyelesaikan masalah dari peserta didik tersebut, hingga motivasi agar
anak tersebut mau untuk melanjutkan sekolah kembali. Madrasah Alam Wiwitan dapat
dikatakan berhasil dalam penyadaran masyarakat suku baduy dalam menanamkan
pentingnya pengetahuan melalui bangku pendidikan. Hal tersebut terbukti dari adanya
lulusan dari suku baduy yang selanjutnya melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
Menurut Asyari et al. (2017), salah satu faktor pendukung perubahan masyarakat
Baduy adalah adanya akses jalan menuju Ciboleger yang mempermudah mobil serta
kendaraan lain untuk melintas. Selain itu, diresmikannya Baduy menjadi salah satu objek
wisata oleh pemerintah kabupaten Lebak juga turut membuat Baduy semakin dikenal oleh
banyak orang sehingga jumlah pengunjung terus meningkat. Saat ini, masyarakat Baduy
cukup bergantung pada arus wisatawan untuk mendukung roda perekonomiannya. Dan
juga pada hasil perdagangan di luar wilayah Baduy (Asyari et al., 2017; Bintari, 2012).
Meskipun dengan segala perubahan dan perkembangan sosioekonomi ini, masyarakat
Baduy tetap memelihara harapan bahwa kedepannya hasil bumi dari ngahuma mereka
akan mendapat perhatian khusus karena sektor ini masih menjadi pengasilan pokok
mereka, sebagaimana diamanatkan oleh leluhur sejak dahulu kala.
dan mempertahankan adat istiadatnya. Sebagai contoh, bagi Masyarakat Suku Baduy hutan
merupakan merupakan bagian dari kehidupan mereka. Suku Baduy membagi fungsi hutan
menjadi tiga yaitu: hutan titipan (leuweung titipan), hutan tutupan (leuweung tutupan) dan
hutan garapan (leuweung garapan). Hutan titipan merupakan hutan yang sama sekali tidak
boleh diganggu. Hutan merupakan area yang diperuntukkan untuk permukiman. Hutan
garapan merupakan area yang dapat dimanfaatkan (Mustomi, 2017). Berdasarkan fungsi-
fungsi yang berbeda di setiap area hutan tersebut, Masyarakat Suku Baduy tidak sembarang
dalam menebang pohon dan mengambil ranting untuk dijadikan bahan bakar. Arus
modernisasi tidak menggoyahkan prinsip Masyarakat Suku Baduy karena pola hidup yang
telah terbentuk untuk setia menjaga alam.
Konsistensi dan keteguhan masyarakat Baduy dalam menjaga kearifan lokalnya
juga dapat diartikan sebagai bentuk adaptasi mereka terhadap paparan arus globalisasi dan
modernisasi. Mekanisme bertahan dan resistensi seperti ini merupakan respons
masyarakat Baduy terhadap perubahan dan perkembangan dinamika global. Mereka
memiliki prioritas dan nilai-nilai yang perlu dijaga dan justru hal ini sangat baik untuk
menangkal segala bentuk dampak negatif yang mungkin saja bisa masuk ke wilayah dan
masyarakat mereka. Misalnya saja seperti yang dilakukan oleh Suku Baduy Luar, dengan
tingkat adaptasi yang lebih moderat mereka tidak sepenuhnya menolah modernisasi,
perubahan, reformasi, ataupun transformasi budaya luar (terlebih untuk urusan
pendidikan dan aktivitas ekonomi). Mereka masih tetap waspada, selektif dan mempunyai
alasan yang kuat untuk menerima tranformasi tertentu. Dengan demikian di satu sisi, Suku
Baduy Luar bisa meminimalisasi pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh arus globalisasi.
4. Kesimpulan
Arus modernisasi dan globalisasi secara umum diketahui memiliki pengaruh destruktif
pada keberlangsungan budaya dan nilai-nilai tradisional suku bangsa. Dalam studi ini, juga
ditemukan kesimpulan yang senada bahwa arus-arus tersebut memberikan dampak
terhadap kehidupan Masyarakat Suku Baduy. Terdapat perbedaan respons antara
masyarakat Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar terhadap arus modernisasi dan
globalisasi. Masyarakat Suku Baduy Dalam menutup dan mengisolasi diri dari modernisasi.
Sebagaimana dalam Asyari et al. (2017) sudah disoroti bahwa bentuk perubahan sosial
yang terjadi di Masyarakat Baduy Dala masih terbatas pada kemampuan komunikasi bahasa
Indonesia masyarakat karena banyaknya pengunjung yang dating namun strukturalnya
tidak berubah sama sekali. Di sisi lain, untuk masyarakat Suku Baduy Luar membuka diri
terhadap perkembangan dunia modern dengan proses adaptasi pola hidup tanpa
menghilangkan prinsip hidup mereka untuk menjaga alam. Dilihat dari cara bertahan hidup,
walaupun mereka terbagi menjadi dua kelompok, Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar,
dalam hal mata pencaharian, kelompok tersebut masih bergantung pada sumber daya alam
di sekitar. Walaupun Suku Baduy Luar sudah lebih modern, tetapi mereka masih
berkomitmen untuk tetap memegang hukum adat dalam menjaga lingkungan sekitar. Bagi
masyarakat Baduy, kearifan lokal dan sikap-sikap ini merupakan ekspresi hubungan
manusia dengan alam tempat tinggalnya.
Daftar Pustaka
Anwar, F., & Riyadi, H. (2009). Status Gizi Dan Status Kesehatan Suku Baduy. Jurnal Gizi Dan
Pangan 4(2), 72. https://doi.org/10.25182/jgp.2009.4.2.72-82
Ariza, H. dan Tamrin, M.I. (2021). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kearifan Lokal
(Benteng di Era Globalisasi). Jurnal Kajian dan Pengembangan Umat 4(2): 44-60.
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/ummatanwasathan/article/view/2926/2344
Asyari, H., Sripullah, dan Irawan, R. (2017). Pendidikan dalam Pandangan Masyarakat
baduy Dalam. Indonesian Journal of Educational Research 2(1).
https://doi.org/10.30631/ijer.v2i1.25
JSCSR. 2023, VOLUME 1, ISSUE 1 69
Bahrudin, B., & Zurohman, A. (2021). Dinamika kebudayaan Suku Baduy dalam Menghadapi
Perkembangan Global di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak
Provinsi Banten. Journal Civics & Social Studies 5(1): 31–47.
https://doi.org/10.31980/civicos.v5i1.795
Bintari, Risna. (2012). Sejarah Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Baduy Pasca
Terbentuknya Propinsi Banten Tahun 2000. Jjournal of Indonesian History 1(1): 18-
22. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih/article/view/2220
Firdaus, M.N., Budiaman, dan Herminasari, N.S. (2020). Peran Komunitas Pramuwisata
Baduy Luar Dalam Mempertahankan Kearifan Lokal. Jurnal Edukasi IPS 4(1): 30–39.
https://doi.org/10.21009/EIPS.004.1.02
Hariyadi, H. (2019). Isu Sosial-Budaya dan Ekonomi Seputar Fenomena Penjual Madu
Warga Suku Baduy ke Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya. Jurnal Ekonomi &
Kebijakan Publik, 57–72. https://jurnal.dpr.go.id/index.php/ekp/article/view/1165
Hasanah, A. (2012). Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal pada
Masyarakat Minoritas: Studi atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy Banten.
Analisis: Jurnal Studi Keislaman 12(1): 209–229.
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/637/535
Khomsan A., & Wigna, W. (2009). Sosio-Budaya Pangan Suku Baduy. Jurnal Gizi dan Pangan
4(2). https://doi.org/10.25182/jgp.2009.4.2.63-71
Maharani, S. D. (2009). Perempuan dalam Kearifan Lokal Suku Baduy. Jurnal Filsafat 19(3).
https://doi.org/10.22146/jf.3435
Mastiyah, I. (2020). Madrasah Wiwitandi Baduy Luar. EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan
Agama Dan Keagamaan 18(1), 36–53. https://doi.org/10.32729/edukasi.v18i1.668
Mustomi, O. (2017). Perubahan Tatanan Budaya Hukum Pada Masyarakat Adat Suku Baduy
Provinsi Banten. Jurnal Penelitian Hukum De Jure 13(3).
http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2017.V17.309-328
Suryani, I. (2014). Menggali Keindahan Alam dan Kearifan Lokal Suku Baduy: Studi Kasus
Pada Acara Feature Dokumenter “Indonesia Bagus” di Stasiun Televisi Net.tv.
Musawa: Journal of Gender Studies and Islam 13(2). 10.14421/musawa.2014.132.179-
194
Sutoto. (2017). Dinamika Transformasi Budaya Belajar Suku Baduy. Jurnal Penelitian
Pendidikan 17(2). https://doi.org/10.17509/jpp.v17i2.8249
Suwardani, N.P. (2015). Pewarisan Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Memproteksi
Masyarakat Bali dari Dampak Negatif Globalisasi. Jurnal Kajian Bali 5(2): 247-264.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/view/16775
Senoaji, G. (2010). Masyarakat Baduy, Hutan dan Lingkungan. Jurnal Manusia dan
Lingkungan 17(2). https://doi.org/10.22146/jml.18710
Widowati, D. (2019). Suku Baduy Luar dan Terpaan Modernisasi. Dalam Komunikasi
Multikultur di Indonesia (Yogyakarta: ASPIKOM): 73-86.
http://repository.ukwms.ac.id/id/eprint/21714/1/EBOOK%20Komunikasi%20Mu
ltikultur%20di%20Indonesia.pdf