Tugas UAS PAI 2024 - D3 RMIK - 30523032 - Ghozana Mutiara Hikmah

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

PEMULASARAAN JENAZAH MENURUT ISLAM DARI

PERSPEKTIF FIQH DAN KESEHATAN


DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS UAS AGAMA ISLAM C2

Disusun oleh:
Nama: Ghozana Mutiara Hikmah
NIM : 30523032
Prodi : D3 RMIK

PROGRAM STUDI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
TAHUN AJARAN 2023/2024

1
PENDAHULUAN

Ada beberapa hal pokok dalam ajaran Islam yang diwajibkan untuk dilaksanakan
sesegera mungkin, yaitu:

(i) membayar hutang,


(ii) menikahkan anak perempuan jika telah memenuhi syarat dan sudah
meminta untuk dinikahkan,
(iii) bertobat atas dosa-dosa yang telah dilakukan, dan
(iv) melaksanakan / menyelenggarakan jenazah bagi sesama muslim.

Khusus untuk kewajiban menyelenggarakan jenazah saudaranya yang seiman


yang meninggal dunia sampai dengan memakamkan jenazah tersebut agar
jangan sampai jenazah tersebut sampai terlantar, sehingga jika hal itu terjadi
maka semua orang Islam yang ada disekitar jenazah tersebut akan berdosa.
(Labib, 1994: 18).

Oleh karena itu penyelenggaraan jenazah merupakan sesuatu kewajiban bagi


umat muslim yang masih hidup. 3 Sesuai ketentuan Agama Islam,
penyelenggaraan jenazah dilakukan melalui suatu prosedur tertentu. Prosedur
dimaksud merupakan persyaratan yang harus ditempuh apabila salah seorang
umat Islam meninggal dunia. Dalam hukum Islam ada empat kewajiban yang
harus diperlakukan pada seseorang yang telah meninggal dunia, yaitu:

(i) memandikan,
(ii) mengafani,
(iii) menyalatkan, dan
(iv) mengubur jenazah tersebut (Labib, 1994: 18).

Syariat Islam telah mengajarkan kepada kita, tentang bagaimana cara mengurus
jenazah dengan pengurusan yang baik dan sempurna yang tidak ada dijelaskan
kepada umat-umat yang lainya, melalui perantara Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam. Dengan demikian, petunjuk dan bimbingan Rasulullah Shallallahu
‘Alahi Wa Sallam dalam mengurus jenazah merupakan aturan yang paling
sempurna bagi jenazah. Aturan yang sangat sempurna dalam mempersiapkan
seorang yang telah meninggal untuk kemudian bertemu dengan Robb-Nya
dengan kondisi yang paling baik. Bukan hanya itu, keluarga dan orang-orang

2
yang terdekat sang mayatpun disiapkan sebagai barisan orang yang memuji
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan memintakan ampunan serta rahmat-Nya bagi
yang meninggal, termasuk memberi tuntunan yaitu bagaimana sebaiknya
keluarga dan kerabatnya memperlakukan jenazah/mayit (Kurniawati Burhan
2019:2).

Selain itu budaya dan adat dimasyarakat sering kali pada praktiknya tidak sesuai
dengan anjuran yang ada di agama Islam, sebagaimana telah dijelaskan di atas
tentang pengurusan jenazah sesuai dengan hadist dan al-Qur’an. Sering kali
masyarakat masih perpacu terhadap imam atau orang yang dituakan atau
dihormati untuk pengurusan jenazah yang kadang melanggar aturan, bahwa laki-
laki hanya memandikan jenazah laki-laki dan begitupun sebaliknya. Serta
terdapat ritual-ritual yang dianggap menyeleweng dan keluar dari konteks
pengurusan jenazah yang sesungguhnya, seperti contonhya keluarga jenazah
memberikan makan kepada mayit dengan cara meletakan makanan disebuah
wadah khusus yang disediakan, kemudian di niatkan agar mayit tersebut bisa
makan sebelum mayit dikuburkan. Selain itu keluarga dekat diperintahkan agar
berjalan di bawah keranda simayit selama 7 kali putaran, dan ketika sampai di
tempat peristirahatan terakhir mayit di bawah mengelilingi kuburuannya selama 7
kali.

Oleh karena banyaknya penyimpangan yang terjadi maka dirasa penting kiranya
memberikan edukasi dan pengarahan kepada masyarakat tentang aturan dan
batasan yang harus diperhatikan dalam proses pengurusan jenazah.
Penyelenggaraan jenazah merupakan kewajiban utama bagi umat muslim, oleh
karena jika jenazh sampai terlantar maka umat Islam di lokasi sekitar lingkungan
jenazah tersebut berdosa. Namun demikian untuk menyelenggarakan jenazah
diperlukan ilmu, keterampilan serta pesyaratan tertentu agar prosesinya
terselenggara dengan baik.

Pengurusan Jenazah

Pengurusan jenazah adalah mengurus mayit yang terdiri dari empat yakni
memandikan jenazah, mengkafani jenazah, menshalatkan jenazah dan
menguburkan jenazah. Hukum kepengurusan jenazah adalah fardhu kifayah.
Yang dimaksud fardhu kifayah adalah kewajiban yang bersifat kolektif bagi umat
Islam pada suatu tempat. Jika salah satu orang sudah menjalankan, maka yang

3
lainnya tidak mempunyai kewajiban untuk menjalankannya juga, akan tetapi jika
tidak ada yang melaksanakannya maka seluruh umat Islam ditempat tersebut
berdosa.

Utamanya, umat muslim dikenakan kewajiban atas jenazah saudara sesama


muslimnya dalam hadits berikut,
‫ ِإَذ ا َلِقيَت ُه‬: ‫ َح ُّق َاْلُمْس ِلِم َع َلى َاْلُمْس ِلِم ِس ٌّت‬- - ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ َق اَل َر ُسوُل ِهَّللَا‬- ‫ رضي هللا عنه‬- ‫َع ْن َأِبي ُه َر ْي َر َة‬
‫ َو ِإَذ ا َم اَت‬,‫ َو ِإَذ ا َع َط َس َف َح ِمَد َهَّللَا َفَس ِّم ْت ُه َو ِإَذ ا َم ِر َض َفُع ْد ُه‬,‫ َو ِإَذ ا ِاْس َت ْن َصَح َك َف اْن َص ْح ُه‬,‫ َو ِإَذ ا َد َع اَك َف َأِج ْبُه‬,‫َفَس ِّلْم َع َلْيِه‬
‫َف اْت َب ْع ُه‬

Artinya: "Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah


SAW bersabda, "Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam." Beliau
bersabda, "(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; (2)
Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya; (3) Apabila engkau dimintai
nasihat, berilah nasihat kepadanya; (4) Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah
(mengucapkan 'alhamdulillah'), doakanlah dia (dengan mengucapkan
'yarhamukallah'); (5) Apabila dia sakit, jenguklah dia; dan (6) Apabila dia
meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman)." (HR Muslim).

Kewajiban yang dikenakan muslim lain untuk mengurus jenazah inilah termasuk
pula memandikan jenazah di dalamnya. Meskipun kewajibannya bersifat fardhu
kifayah yang artinya gugur bila sudah ada orang lain yang melakukannya.

Dengan dikenai kewajiban ini, umat muslim dapat mengambil hikmah di baliknya
sebagaimana yang disebut Rasulullah SAW dalam hadits tentang besarnya
pahala bagi yang menghadiri pengurusan jenazah.

‫ ِقيَل َو َم ا اْلِقيَر اَط اِن َق اَل ِم ْث ُل‬. ‫ َو َم ْن َش ِه َد َح َّت ى ُتْد َف َن َك اَن َلُه ِقيَر اَط اِن‬، ‫َم ْن َش ِه َد اْلَج َن اَز َة َح َّت ى ُيَص ِّلَى َع َلْي َه ا َف َلُه ِقيَر اٌط‬
‫اْلَج َب َلْي ِن اْلَع ِظ يَم ْي ِن‬

Artinya: "Barangsiapa yang menghadiri prosesi jenazah sampai ia


menyolatkannya, maka baginya satu qiroth. Lalu barangsiapa yang menghadiri
prosesi jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qiroth." Ada yang
bertanya, "Apa yang dimaksud dua qiroth?" Rasulullah SAW menjawab, "Dua
qiroth itu semisal dua gunung yang besar." (HR Bukhari)

Pengurusan jenazah dalam Islam terdiri dari beberapa proses, yakni:

1. Memandikan Jenazah

Setelah kematian seseorang maka hendaknya jenazah itu dimandikan


sebagaimana mandi wajib karena junub, baik itu jenazah laki-laki ataupun
perempuan, baik kecil maupun besar. Memandikan jenazah adalah tindakan
wajib. Dengan kata lain, ini merupakan perintah kepada semua kaum muslim
kecuali orang-orang yang mati syahid maka tidak dimandikan. Memandikan
jenazah dimaksudkan agar segala bentuk hadas dan najis yang ada pada
jenazah tersebut hilang dan bersih, sehingga jenazah yang akan dikafani dan

4
dishalatkan dalam keadaan suci dari hadas dan najis. Hal ini didasarkan atas
perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam (Khawaja Muhammad Islam
2004:76).

Sebagaimana hadis Rasulullah yang di riwayatkan oleh Ummu Athiyah


radhiyallahu anhu. ِّ

‫ايَن ا الَّنبُّ يَ ص َد َ خَ لَ عَل لى لُالَ عَّ َ وَ س اليِّ هَ َّ لَ َن احُ ن ُنَغ ِّ سُ ل اابَن َت ُه َفَقاَ ل ِّا اغِّ سَ و م ا ا َث َ لَ ه لَن‬
‫ثَ ا أ اوَ خ ام سا أ اوَ َ أ انِّ مَ ر ث اَك ِّ ل انَ رٰ ِّ ذَ ك إِّ لَ كَ ِّ أايُت َّ ن َذ ٍ رَ و اٍ ءَ مب اجَ وِّ سدا َع َا اَّ ن َف آ ِّذ لَ ن‬
‫ِّف َ ر اغُت َ ذا َف ِّ اوٍ ر ]َف إ اوَ شايئ اِّ م انَ كاُف َ َ رِّةَ كاُفو را أِّ خاي ي اَل اي[ َّن ِّن َف َن ا آَذ َّن اُه َف اغَ ر لَّ ما َف َ َ أ ا‬
‫لَق ِّ َّياُهِّ َ ها إ اشِّ عارَن َ َ وُه َفَقاَ ل أ قَ حا ايَن ا ى إَل‬

Artinya:

“Nabi Shalallahu ‘alahi wasallam masuk menemui kami dan kami memandikan
putri beliau, maka lalu belia u bersabda, “mandikanlah ia tiga kali, lima kali atau
lebih dari itu jika kalian menganggapnya perlu, dengan air dan daun bidara. Dan
jadikan pada tuangan terakhir kapur barus atau sedikit dari kapur barus. (Lalu
apabila kalian telah selesai, beritahulah aku). Setelah kami selesai, kami
memberitahu beliau, maka beliau menyodorkan kain sarungnya seraya
bersabda, “bungkuslah dirinya dengannya” (HR. Muslim no. 939). Dalam redaksi
lain dikatakan: “Mandikanlah dia secara ganjil, tiga, lima, tujuh atau melebihi dari
itu menurut pertimbangan kalian. Dengan begitu memandikan jenazah adalah
meratakan badannya dengan air satu kali, sekalipun ia berhadas dan haid.
Disunnahkan meletakkan mayat di tempat yang tinggi dan tidak dibalut dengan
pakaian. Diletakkan penghalang untuk menutupi auratnya. Sebaiknya orang yang
memandikan adalah orang yang jujur dan saleh. Memandikannya harus dengan
niat, kemudian memulai dengan meremas-remas perut mayat dengan pelan
untuk mengeluarkan kotoran dan menghilangkan najis dari jasadnya.
Memandikan tiga kali dengan air dan sabun atau air biasa dimulai dari bagian
kanan”. Jika ia memandang perlu penambahan dari tiga karena tidak bersih atau
ada sesuatu lain, hendaknya ia memandikan sampai lima atau tujuh kali. Jika
jenazah itu seorang wanita disunnahkan menguraikan rambutnya, membasuh
dan mengikatnya kembali serta melipatkan kebelakang kepalanya.Dikala telah
selesai memandikan jenazah, hendaknya badan mayat dikeringkan agar tidak

5
basah, setelah itu meletakan wewangian di badannya. a. Syarat- syarat
memandikan jenazah:

1) Mayitnya orang Islam


2) Ada tubuhnya walaupun sedikit.
3) Mayat itu bukan mati syahid.

Memandikan jenazah mempunyai beberapa ketentuan, pertama: memandikan


dengan air yang dicampur dengan sedikit daun bidara, air kapur barus, dan air
murni tanpa dicampur apapun. Kedua: wajib bersegera dalam memandikan
jenazah, tidak perlu menunggu kedatangan kerabat atau yang lainnya, terlihat
jika dikhawatirkan badan mayat rusak dan berubah baunya. Ketiga: yang
memandikan disyariatkan orang Muslim, baligh, berakal dan mengetahui
masalah-masalah yang terkait dengan mandi jenazah. Keempat: jika jenazah
meninggal dalam keadaan mati syahid di medan perang, maka jenazah tidak
dimandikan meski diketahui sebelum peperangan jenazah dalam keadaan junub.
Demikian pula jenazah meninggal dalam peperangan maka tidak perlu untuk
dishalatkan, syuhada dalam peperangan dimakamkan dalam keadaan memakai
baju dan luka-luka pada tubuhnya. Diutamakan yang memandikan adalah
keluarga terdekat, apabila tidak ada keluarga terdekat, maka hendaknya
memandikan jenazah diserahkan kepada orang yang alim, yang mengerti
dengan baik proses memandikan jenazah dan mampu menjaga dan menutup aib
si mayit.

b. Yang berhak memandikan jenazah

Jika mayat itu laki-laki, maka yang memandikannya laki-laki pula. Perempuan
tidak boleh memandikan jenazah laki-laki kecuali istri dan mahramnya, begitupun
sebaliknya jika mayat itu perempuan. Jika suami, istri dan mahramnya sama-
sama ada maka yang berhak memandikan adalah suami atau istri dari mayit
tersebut. Bila seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada
perempuan, suami atau mahramnya, maka mayit itu hendaklah
“ditayammumkan” saja, tidak boleh dimandikan oleh laki-laki yang lain. Kecuali
kalau mayit itu adalah anak-anak, maka laki-laki boleh memandikannya begitu
juga kalau yang meninggal adalah anak laki-laki. Jika ada beberapa orang yang
berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah keluarga yang terdekat

6
dengan si mayit, dengan syarat ia mengetahui kewajiban mandi serta dapat
dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak itu kepada keluarga jauh yang
berpengetahuan serta amanah. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam : َ‫ س انَ وَ مَ رُ م َت َ س اِّسل ماُ هَ ر َت َ ر ا الِّ خَ و اَّّ لُل ِّفي الُّدانَي ِّة‬Artinya: “Barang siapa
menutup aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di
akhirat” (HR. Muslim no. 2699)

Hadis berikutnya, diriwayatkan dari Abu Rafi’ radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

َ َ، ‫مَ سَ رََّّ لُال انَ غ َلُه ايِّ هَ غَف َ َ عَل َ لُ م اِّسل ما َف َ كَت م ارَب ِّ عايَ أُ َ جَّن ُه أَ َ ر َلُه َف أَ وَ م انَ حَف َ ي اِّج رَ نَ َّمرة‬
‫ ُدٍ سَ وَ م انَ كَّفَن ُهَ كَ س اسَ كَن ُه إ اُهَّٰ لُال‬،‫ايِّ هَ كأٍ نَ اِّج رَ م اسَ كَ علَ َ م أِّ قَي ا ا َلى َي اِّو م الِّ ِّ َّياُه إَ ِّم ةِّ م انُ سانِّ ة‬
‫ِّقَي ا ا الَ ِّ ة َي اومَ جَّن اَ رِّ ق ال اسَت ابِّ َ وإ‬

Artinya:

“Barang siapa yang memandikan seorang muslim dan menyembunyikan(aib)nya


dengan baik, maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan ampunan empat
puluh kali kepadanya. Barang siapa membuatkan lubang (kubur) untuknya lantas
menutupinya, maka akan diberlakukan baginya pahala seperti pahala orang yang
memberi tempat tinggal kepadanya hingga hari kiamat kelak. Barang siapa
mengkafaninya, niscaya Allah akan memakaikan padanya sundus (pakaian dari
kain sutera tipis) dan istabraq (pakaian dari sutera tebal) surga pada hari kiamat
kelak”(HR. Al-Baihaqi 6447). (Muhammad Nashiruddin al-Albani 2018:110)

Persyaratan jenazah yang dimandikan adalah:

 Jenazah Islam laki-laki atau perempuan

 Tidak mati syahid, artinya tidak mati dalam membela agama Allah.

 Tubuhnya ada meskipun hanya sebagian.

Selanjutnya tata cara memandikan jenazah adalah:

 Mempersiapkan dahulu segala keperluan untuk mandi

 Mempersiapkan air mutlak, yaitu: air suci dan mensucikan

 Tempat memandikan sebaiknya pada tempat tertutup.

7
 Sewaktu memandikan jenazah, agar badan ditutup terutama auratnya.

 Menyediakan air secukupnya, sabun, air kapur barus, wangi-wangian.

 Sarung tangan 1 atau 2 stel, handuk atau kain, kain basahan dan lain-lain yang
diperlukan.

 Waktu memandiakn sebaiknya disekitarnya diberi wangi-wangian yang dibakar


seperti ratus / menyan arab, untuk menghindari bau.

 Memandikan dengan bilangan ganjil 3, 5, 7, 9 atau lebih.

 Bersihkan semua kotoran, najis dari seluruh badan jenazah, sebersihbersihnya


dengan hati-hati dan lembut. Sebaiknya memakai sarung tangan.

 Memijit/menekan perutnya perlahan-lahan dengan hati-hati sekali. Bersihkan


mulutnya, sebaiknya memakai lap (sarung tangan) supaya jangan tersentuh
auratnya. Membersihkan kotoran kuku tangan, kuku kaki dengan memakai
tangkai suruh atau tangkai ketela pohon atau sejenisnya.

 Menyiram air ke anggota badan sebelah kanan, kemudian menyiram pada


anggota badan sebelah kiri, bersihkan dengan sabun atau daun bidara. Terakhir
siram dengan air kapur barus dan wangi-wangian.

 Apabila jenazah wanita, supaya rambutnya dijalin dikepang tiga bagian, waktu
dimandikan. Dan rambut diurai lagi pada waktu keramas.

 Terakhir wudlukan.

 Dengan cara mengucurkan air dari wajah sampai kaki

 Sebaiknya jenazah laki-laki dimandikan oleh orang laki-laki.

 Apabila jenazah wanita sebaiknya dimandikan kaum wanita. Akan tetapi


diperbolehkan seorang suami atau istri memandikan jenazah almarhum suami
atau almarhumah istrinya masing-masing.

 Setelah selesai memandikan dengan baik bersihkan / keringkan badannya


dengan handuk.

2. Mengkafani mayat

8
Setelah jenazah dimandikan, maka langkah berikutnya adalah mengkafaninya.
Mengkafani itu dilakukan langsung setelah mayat dimandikan, sebaiknya orang
yang mengkafankan mayat adalah orang yang terdekat dengannya. Pada
dasarnya tujuan dari mengkafani mayat adalah untuk menutupinya dari
pandangan mata dan sebagai penghormatan kepadanya. Karena menutup aurat
dan menghormatinya adalah wajib selagi ia masih hidup, begitu pula ketika ia
telah meninggal. Kafan sekurang-kurangnya haruslah menutupi seluruh badan
jenazah, baik jenazah laki-laki maupun jenazah perempuan. Sebaiknya untuk
laki-laki tiga lapis kain. Tiap-tiap kain menutupi seluruh badannya. Sedangkan
jenazah perempuan sebaiknya dikafani dengan lima lembar kain yaitu basahan
(kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung dan kain yang menutupi seluruh
badannya (H.Sulaiman Rasjid 1994:168).

Mengkafankan atau membungkus dengan kain putih merupakan fardhu kifayah.


Kewajiban mengkafankan dan segala penyelenggaran jenazah, diambil dari
harta peninggalan mayat. Apabila jenazah tidak meninggalkan apa-apa atau
harta khusus untuk keperluan ini maka yang wajib membiayai adalah orang yang
memikul, yang memberi nafkah ketika masih hidup. Jika yang tersebut di atas
juga tidak ada, maka dari harta Baitul Mal umat Islam, atau ditanggung oleh
kaum 8 muslimin yang mampu untuk mengurusi. Adapun kain kafan untuk
jenazah lakilaki terdiri dari 3 (tiga) lembar kain putih. Kain kafan untuk jenazah
perempuan terdiri dari 5 (lima) lembar yaitu: kain panjang, baju kurung, kerudung
kepala, kain panjang untuk basahan, penutup pingggang hingga kaki. Kain
panjang untuk penutup pinggul dan paha, kain kafan untuk anak-anak terdiri dari
1 (satu) lembar kain putih atau 3 (tiga) lembar kain putih. Utamanya kain kafan:
kain putih, bersih, suci, sederhana, kuat .

Di sunnahkan kain kafan yang dipergunakan hendaknya berwarna putih dan


tidak terlalu mahal atau mewah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis dari
Aisyah radhiyallahu anhu beliau berkata :

َ ِّ ‫صُ كفِّ َ نَ رُ ساوُ لَّٰ لِّال لى لُالَ عَّ َ وَ س اليِّ هَ َّ لَ َ ه م اَ س ِّف اي اي ايٍ ضَ سُ حاِّو لَّي ٍ ةِّ م انُ كارُ سٍ ف َل‬
‫َواٍ ب ب ا ثَ ِّ ة أ اي َث َ لَث ِّف َ مةِّ مايُ صَ َْو لِّ عَ ما َق‬

Artinya:

9
“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dikafani dengan tiga helai kain putih
bersih yang terbuat dari kapas, tanpa (dipakaikan) baju ataupun surban”(HR.
Muslim no. 941). (Al- Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani 2019:286)

Dari jabir radhiyallahu anhu, beliau berkata Rasulullah Shallallahu alaihi wa


sallam bersabda :

‫إ ُي احِّ َذ اَ كَّف اَ خاُه َف لَ َ حُدُ كام أَ انَ ن أِّ سَ كَفَن ُه‬

Artinya:

“Jika salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah


dia mengkafaninya dengan baik”(HR. Muslim no. 943). (Al- Hafizh Ibnu Hajar
alAsqolani 2019:287)

Cara mempergunakan atau mengkafankan jenazah

Jenazah laki-laki:

 Tiga lembar kain kafan dibentangkan dengan cara disusun. Kain yang paling
lebar dibentangkan dibawah sendiri atau 3 lembar kain kafan dibentangkan, kain
letaknya agak serong, atas melebar bawah mengecil. Lembar demi lembar kain
dilutut dengan wangi-wangian .

 Sediakan kain atau tali pengikat jenazah secukupnya diletakan dibawah kain
kafan yang telah dibentangkan.

 Sediakan kapas secukupnya dengan diberi wangi-wangian kayu cendana,


untuk menutupi antara lain:

- Kemaluan.

- Wajah.

- Buah dada dua-duanya.

- Telinga dua-duanya.

- Siku-siku tangan.

- Tumit dua-duanya

10
 Angkat jenazah dengan hati-hati, baringkan diatas kain kafan dengan diberi
wangi-wangian.

 Tutup dengan kapas bagian-bagian: wajah, kemaluan, buah dada, telinga, siku-
siku tangan, tumit.

 Tutup/selimuti jenazah dengan kain kafan dari yang paling atas selembar-
selembar ikat dengan tali 3 atau 5 ikatan.

Jenazah perempuan:

 Susun, bentangkan kain-kain potongan dengan rapi.

 Angkat jenazah dengan hati-hati, baringkan diatas kain kafan dengan diberi
wangi-wangian.

 Tutup dengan kapas bagian-bagian: wajah, kemaluan, buah dada, telinga, siku-
siku tangan, tumit.

 Mengikat pinggul dan kedua pahanya dengan kain.

 Pasang dan selimutkan kain dari pinggang hingga kaki.

 Pasangkan baju kurungnya.

 Pasankan kerudung kepalanya.

 Sebaiknya rambut yang panjang dikepang menjadi 3.

 Terakhir membungkus dengan kain kafan yang paling lebar.

 Ikat dengan tali 3 atau 5 ikatan.

 Sebaiknya arah kepala jenazah sebelah atas, diberi lampu penerangan untuk
tanda bahwa itu jenazah.

 Arah jenazah membujur ke utara (bagi orang Indonesia

3. Shalat Jenazah

11
Setelah jenazah dimandikan dan dikafani, prosesi berikutnya adalah
menshalatkan. Shalat mayat hukumnya fardhu kifayah bagi orang muslim yang
menghadirinya. Yakni suatu kewajiban yang dibebankan kepada semua muslim,
tetapi jika sudah dilaksanakan oleh satu orang, maka semua orang sudah
dianggap melaksanakan. Namun, hendaknya setiap muslim yang mendengar
berita kematian ikut menshalatkan. Sebab, semakin banyak orang yang
menshalatkan semakin baik bagi jenazah, karena semakin banyak dido’akan
orang (Khawaja Muhammad Islam 2004:81).

a. Syarat-syarat shalat jenazah

1. Jenazah sudah dimandikan dan dikafani.

2. Letak jenazah sebelah kiblat dari orang yang menyalati, kecuali bila shalatnya
dilakukan di atas kubur.

3. Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus suci dari
hadas dan najis, suci badan, tempat dan pakaian, menutup aurat dan
menghadap kiblat.

Shalat jenazah tidak memakai rukuk dan sujud, tentu saja rukun yang ada di
dalamya berbeda dengan rukun shalat seperti biasanya yakni: niat, berdiri bagi
yang mampu, takbir, membaca surah al-Fatihah, membaca shalawat Nabi,
mendo’akan jenazah dan salam.

Shalat jenazah terdiri dari niat dan 4 kali takbir. Yang dimulai dengan membaca
Ta’awudz, kemudian membaca surah Al-Fatihah, lalu melakukan takbir kedua
dan membaca shalawat Nabi, takbir ketiga memohon ampunan untuk jenazah
dan takbir keempat mendoakan jenazah dan seluruh jamaah, lalu ditutup dengan
salam (Muhammad Nashiruddin Al Albani, 2003:123).

Posisi imam saat menyalatkan berada sejajar dengan kepala jenazah apabila
jenazahnya laki-laki dan sejajar dengan perut apabila jenazahnya perempuan
(Achmad Mufid A. R., 2007:35-38).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan sholat Jenazah. Shalat


jenazah, sebaiknya dilakukan dengan berjamaah. Bagi perempuan diperboleh
kan shalat jenazah secara bersama-sama kaum laki-laki atau bergantian. Shalat

12
jenazah boleh dilakukan didalam masjid atau dirumah jenazah atau ditempat
lainnya.

Rukun Sholat Jenazah:

 Niat (dalam hati) untuk menyolatkan jenazah

 Berdiri

 Takbir empat kali

 Membaca Al Fatihah

 Membaca Sholawa atas Nabi Muhammad s. a. w.

 Membaca doa untuk jenazah

 Salam.

Setelah dishalatkan, kemudian dilanjutkan dengan mengiring jenazah. Namun


pada dasarnya mengiring jenazah menuju pemakaman, boleh menggunakan
mobil maupun dengan berjalan kaki.

4. Mengubur Mayat

Kewajiban keempat terhadap jenazah adalah menguburkannya. Sebelum


melakukan penguburan, liang kubur harus sudah dipersiapkan. Dalamnya liang
kubur kira-kira sekitar dua meter agar tidak tercium baunya, tidak dimakan oleh
binatang buas. Yang demikian juga menjaga kehormatan jenazah, disamping
masyarakat juga tidak terganggu dengan bau busuk (Achmad Mufid A. R.
2007:45).

Yang menguburkan mayat adalah kaum lelaki, meskipun mayat tersebut


perempuan. Hal ini karena beberapa hal:

1) Bahwasanya hal ini dikerjakan oleh kaum muslimin pada zaman Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga pada zaman sekarang.

2) Karena kaum lelaki lebih kuat untuk mengerjakannya.

3) Jika hal ini dikerjakan oleh kaum wanita, maka akan menyebabkan terbukanya
aurat wanita di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.

13
Dalam masalah ini, wali dari mayit merupakan orang yang paling berhak
menguburkannya, berdasarkan keumuman firman Allah Subhanahu Wata’ala
dalam surat al-Anfal/8: 75: ّ

ِ‫ب ٱَّّ لِّل ٰ ِّ َب اعٍ ض ِّفىِّ كَت ٰ ى ب اوَل َ ارَ حِّام َب اعُ ضُ هام أ ْاَل ٱ۟ ُ وا۟ ولُ َ وأ‬

Terjemahnya:

”...Dan orang yang memiliki hubungan kerabat sebagian diantaranya mereka


lebih berhak daripada yang lain di dalam kitab Allah...” (Kementerian Agama RI,
2019, h. 186).

Dalam menguburkan jenazah hendaknya jangan dilakukan pada malam hari.


Kecuali dalam keadaan darurat, seperti apabila tidak segera dimakamkan maka
jenazah tersebut akan membusuk atau takut sibuk dalam menghadapi musuh
jika dimakamkan pada siang hari (dalam situasi peperangan) atau karena
mereka harus segera pergi dan lain sebagainya (Syaikh M. Nashirudin Al Albani,
1991:199).

Apabila dalam perawatan jenazah dirasakan telah cukup, maka sesegera


mungkin membawa jenazah ke kuburan untukl dimakamkan. Diusahakan jangan
sampai terlalu lama jenazah berada di rumah. Hendaklah dalam rangka
mengiringkan jenazah, suasana tetap sepi dan tenang serta dengan berjalan
kaki. Pengiring berada di sekitar jenazah, di depan, di belakang, di samping kiri,
dan di samping kanan.

Dalam pembuatan liang kubur ada dua macam, yaitu: 1) dengan cara yang
disebut cempuren, yakni tempat jenazah berada di tengah-tengah liang kubur. 2)
Dengan cara yang disebut liang lahat, yakni tempat jenazah berada di luar
dinding liang kubur. Panjang liang kubur disesuaikan dengan panjangnya
jenazah, lebar kurang lebih 80 cm, dan dalamnya kurang lebih 150 atau 200 cm.

Tatacara mengubur jenazah:

 masukkan jenazah dengan meletakkan dari arah kirinya

 letakkan badan miring sebelah kanan dan mukanya menghadap kiblat, diganjal
diberi sandaran dengan tanah supaya tidak terbalik ke belakang, sambil

14
mengucapkan “Bismillah wa’alaa millati rosuulullah”, yang artinya: dengan nama
Allah dan atas agama rasuulullah.

 Melepaskan tali ikatan kafan, kemudian ditutup dengan kepingankepingan


tanah.

 Kuburan ditimbun dan diberi tanda misalnya batu nisan

 Membaca doa bersama-sama pengiring jenazah agar jenazah diampuni


dosanya.

Dalam pengurusan jenazah diatas dapat disimpulkan bahwa mengurus jenazah


merupakan kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim. Mengingat hukum
mengurus jenazah adalah fardu kifayah, tentu tata cara mengurus jenazah perlu
diketahui setiap muslim. Ada empat kewajiban yang harus dilakukan setiap
muslim terhadap orang yang meninggal, seperti memandikan, mengkafani,
mensholatkan, dan mengubur.

KESIMPULAN

Pemulasaraan jenazah dalam Islam, berdasarkan perspektif fiqh, mencakup


serangkaian aturan dan tata cara yang harus diikuti agar sesuai dengan ajaran
agama. Fiqh mengajarkan bahwa pemulasaraan jenazah harus memperhatikan
aspek spiritual, seperti membersihkan, mengkafani, dan memakamkan mayit
sesuai dengan syariat Islam. Proses ini mencerminkan rasa hormat dan
penghormatan terhadap kehidupan setelah mati.

Dari sisi kesehatan, pemulasaraan jenazah juga menjadi penting untuk


mencegah penyebaran penyakit dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
Proses ini melibatkan tindakan-tindakan higienis, seperti penggunaan alat
pelindung diri, penyemprotan disinfektan, dan penanganan jenazah dengan
protokol kebersihan yang ketat. Kesehatan masyarakat dihargai seiring dengan
melibatkan prinsip-prinsip sanitasi dalam pemulasaraan jenazah.

15
Secara holistik, kesimpulan tentang pemulasaraan jenazah menurut Islam dari
perspektif fiqh dan kesehatan adalah integrasi antara nilai-nilai keagamaan dan
kesehatan masyarakat. Praktik ini tidak hanya mencerminkan kepatuhan
terhadap ajaran Islam tetapi juga menunjukkan kepedulian terhadap
kesejahteraan dan kebersihan lingkungan, menciptakan keseimbangan antara
spiritualitas dan tindakan tangibles dalam menghadapi kematian.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Albani, N. M. S. (1991). Meneyelenggarakan Jenazah Antara Sunnah Dan


Bid’ah. Jakarta: pustaka Panjimas.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. (2019). Bulughul Maram Himpunan Hadits-Hadits Hukum


Dalam Fikih Islam. Jakarta:Darul Haq

Burhan, K. (2019). Proses Pengurusan Jenazah (Studi Kasus Di Desa Waiburak-


Flores). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputa.

Handayani, Putri (2022) PENERAPAN METODE DEMONSTRASI PADA MATA


PELAJARAN FIQIH DI MAN 2 KOTA BENGKULU (Studi Pada Materi Praktik
Penyelenggaraan Jenazah).

Islam, M. K. (2004). Mati Itu Spektakuler. Jakarta:Serabi Ilmu Semesta.

Labib. 1997. Risalah Tuntunan Merawat Jenazah, Surabaya: Terbit Terang.

Mufid, A. (2007). Risalah Kematian: Merawat Jenazah, Tahlil, Tawasul, Ta’ziah


dan Ziara Kubur. Yogyakarta: Kreasi Total Media.

Sulaiman.(1994). Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

17

You might also like