Enfit - Crante,+01 - Kotambunan+dkk - 1-9 (Ekstrak Serai 40%)
Enfit - Crante,+01 - Kotambunan+dkk - 1-9 (Ekstrak Serai 40%)
Enfit - Crante,+01 - Kotambunan+dkk - 1-9 (Ekstrak Serai 40%)
1: 1-9
ENFiT
Jurnal Entomologi dan Fitopatologi
www.unsrat.ac.id
1
Kotambunan, dkk: Efektivitas Ekstrak Serai Wangi …
kubis ini juga diekspor ke negara tetangga gagal membentuk krop. Apabila bagian tengah
seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei tanaman kubis telah hancur maka larva pindah
Darussalam (Anonim, 2013a). Provinsi Sulawesi ke bagian ujung daun dan kemudian turun ke
Utara merupakan salah satu provinsi yang daun yang lebih tua. Kebanyakan tanaman yang
memiliki luas pertanaman sayur yang sangat terserang akan hancur seluruhnya jika ulat krop
besar di kawasan Indonesia bagian timur. ini tidak dapat dikendalikan (Sastrosiswojo dan
Produksi kubis untuk Provinsi Sulawesi Utara Setiawati, 1994).
dari tahun 2011 sampai tahun 2013 adalah Berbagai upaya pengendalian telah
20,832 ton tahun 2011, 21,560 ton tahun 2012 dilakukan namun belum dapat mengatasi
dan 30,952 ton tahun 2013 (Anonim, 2014). masalah hama. Pengendalian secara kimia
Modoinding merupakan salah satu sentra merupakan primadona bagi petani untuk
penamanan sayur-sayuran di Kabupaten menyelamatkan tanaman dari serangan hama.
Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. Pengendalian hama kubis di tingkat petani pada
Selain kubis, jenis tanaman sayuran yang umum beberapa daerah umumnya masih menggunakan
dibudidayakan adalah kentang, tomat, wortel, pestisida kimia (Prabaningrum et al. 2013).
labu dan bawang daun. Produktivitas tanaman Maraknya penggunaan insektisida kimia
sayuran di daerah ini mengalami kendala yaitu disebabkan karena banyaknya jenis insektisida
adanya serangan hama. Seragan hama dan kemudahan untuk mendapatkannya,
menyebabkan rusaknya tanaman sehingga sehingga penggunaan insektisida dalam upaya
produksi menurun dan pendapatan petanipun pengendalia hama merupakan hal wajib
ikut menurun karena harga jual menjadi sangat dilakukan oleh para petani bahkan petani
rendah, bahkan sebagian jenis tanaman yang menaikkan dosis dan mencampur beberapa jenis
terserang mengalami gagal panen (Sembel 2014; pestisida serta meningkatkan frekuansi
Umboh, 2016). penyemprotan sehingga tanpa disadari akibat
Permasalahan hama pada tanaman kubis penggunaan insektisida yang serampangan
sampai saat ini merupakan faktor utama yang tersebut menyebabkan efek samping yang
menghambat pertumbuhan dan produksi kubis sangat merugikan diantaranya terjadinya
karena serangan hama dapat menurunkan hasil pencemaran terhadap lingkungan, terjadinya
sampai 65,80%. Salah satu hama yang kekebalan hama terhadap jenis insektisida
menyerang tanaman kubis adalah Crocidolomia tertentu, matinya organisme yang bukan sasaran
binotalis Zeller (Lubis, 1982), sekarang dikenal (musuh alami) (Warlinson, 2012).
dengan Crocidolomia pavonana Fabricius (CAB Pengendalian hama dengan menggunakan
International Compedium of Entomology, 1999). insektisida kimia tidak asing lagi bagi petani
Pada kubis, hama ini memakan daun yang tanaman sayuran di Kecamatan Modoinding
masih muda sampai habis kemudian bergerak karena insektisida kimia telah digunakan sejak
menuju ke bagian titik tumbuh, dan apabila dahulu sampai sekarang. Jenis dan frekuensi
serangan berat maka tanaman akan mati karena penggunaan insektisida kimia semakin
bagian dalamnya menjadi rusak dan busuk meningkat dari tahun ke tahun. Penggunaan
(Lubis, 1982). Hama ulat krop kubis sangat insektisida kimiawi untuk mengendalikan hama
merusak karena larva memakan daun baru di dapat menimbulkan dampak negatif bagi hama
bagian tengah tanaman kubis sehingga tanaman yaitu terjadinya resistensi, resurjensi hama,
2
Jurnal ENFiT, Desember 2019, Vol.1 No.1: 1-9
pencemaran terhadap lingkungan hidup dan bisa Sebagai negara agraris, Indonesia
berdampak buruk bagi kesehatan ternak dan memiliki berbagai jenis tumbuhan yang dapat
manusia (Untung, 1996 dalam Tarore, 2013). dimanfaatkan sebagai insektisida nabati.
Saat ini tuntutan masyarakat akan produk Keunggulan penggunaan insektisida nabati
tanaman sayur yang berkualitas, ekonomis serta diantaranya bahan tersedia melimpah, aplikasi
aman di konsumsi semakin tinggi, akan tetapi mudah dan secara ekonomis tidak membutuhkan
pengendalian C. pavonana masih bertumpu biaya yang besar, tidak menimbulkan
pada penggunaan insektisida kimia menjadikan pencemaran terhadap lingungan, dan tidak
sayur kubis tidak aman lagi untuk dikonsumsi, hal menyebabkan kekebalan terhadap organisme
ini menyebabkan petani sayur merasa kesulitan sasaran/hama.
untuk melakukan pengendalian hama tanpa Tanaman serai wangi (Cymbopogon
menggunakan insektisida kimia, tanpa disadari nardus) merupakan salah satu jenis tumbuhan
bahwa ada beberapa jenis pengendalian yang yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati.
dapat dilakukan untuk mengendalikan hama Keunggulan insektisida nabati diantaranya tidak
(Manikome, 2016), pengendalian yang dapat menyebabkan hama menjadi kebal, tidak
dilakukan antara lain pemanfaatan tumbuh- menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan,
tumbuhan dan dijadikan insektisida nabati yang bahan pestisida nabati tersedia di alam, dan jauh
ramah lingkungan dan tidak berdampak negativ lebih ekonomis dibandingan dengan penggunaan
terhadap kesehatan petani dan konsumen. Jenis pestisida kimia. Berdasarkan pertimbangan-
tumbuhan yang dapat digunakan petani untuk pertimbangan di atas, maka peneliti merasa perlu
menggantikan peranan insektisida kimia tentunya melakukan penelitian yang bertujuan untuk
kedepan menjadi harapan petani dalam budidaya menganalisis mortalitas larva C. pavonana dan
tanaman sayuran. Namun rendahnya mengetahui efektifitas ekstrak C. nardus dalam
pengetahuan petani tentang insektisida nabati mengendalikan larva C. pavonana.
menyebabkan petani sering merasa kesulitan.
Pengendalian hama tentu perlu BAHAN DAN METODE
mempertimbangkan faktor ekologi dan ekonomi Bahan yang digunakan yakni larva C.
agar pengendalian yang dilakukan tidak pavonana, tanaman serai wangi (C. nardus),
menimbulkan masalah yang besar dan lebih larutan madu 10%, methanol (CH3OH), etil asetat
rumit lagi di masa yang akan datang. Dalam (EtOAc), heksana (C6H14), aquades (H2O),
penerapan strategi pengendalian, maka tujuan ampas gergaji, polibag (2,5 l), media tanah, dan
yang terpenting adalah bahwa hasil tanaman kubis. Alat yang digunakan antara lain
pengendalian sekurang-kurangnya dapat kotak penangkaran serangga (50 x 50 x 50) m,
mempertahankan kualitas dan kuantitas produksi neraca digital GR-200 (δ = 0,1 mg), blender,
agar dapat memberikan keuntungan optimal bagi pipet Mohr (0,5; 1; dan 5) ml, gelas piala, labu
produsen serta aman bagi konsumen, dan ukur, magnetic stirrer TC-2, rotary evaporator
mengurangi kerusakan ataupun memperbaiki Eyela N-1000, digital water bath SB-1000, cork
kelestarian ekosistem agar dapat dimanfaatkan borer ( 3 cm), disk mill FFC-15, oven, pompa
oleh manusia dalam jangka panjang, dengan vakum VP-16, labu penyaring, corong pemisah,
demikian dibutuhkan suatu sistem pendekatan corong buchner, cawan petri ( 9 dan 20) cm,
tertentu agar tujuan tersebut dapat tercapai. kotak plastik (35 x 25 x 6) cm, kertas saring kasar
3
Kotambunan, dkk: Efektivitas Ekstrak Serai Wangi …
dan halus (Whatman no. 41, 12,5 cm), labu pemisah selama ± 6 jam, dan fase heksana
Erlenmeyer, ayakan ( 0,5 mm), aluminum foil, dicuci dengan methanol 95 %. Fase heksana
stoples 18 cm, botol kaca 30 ml, loupe, kertas dibuang, sedangkan fase methanol 95%
hisap, alat tulis menulis, dan kamera. diuapkan dengan rotary evaporator. Fraksi
pembuatan bahan ekstrak C. nardus, kembali dalam sistem etil asetat-air dengan cara
Perbanyakan serangga uji, penanaman kubis seperti tersebut di atas, fase air dibuang dan fase
untuk pakan, ekstraksi dan partisi. Ekstraksi etil asetat diuapkan pelarutnya, sehingga
dilakukan menurut metode yang dikemukakan diperoleh ekstrak fraksi etil asetat. Ekstrak fraksi
oleh Dadang dan Nugroho (2010), yaitu metode etil asetat yang diperoleh kemudian disimpan
0
perendaman dan partisi dengan metode counter- dalam lemari es (≤ 4 C) sampai saat digunakan.
current distribution (Gambar 3). Tanaman serai Metode penelitian yang digunakan adalah
wangi (C. nardus) dikering-anginkan dan metode residu pada daun dengan cara
menggunakan disk mill dan blender, dan disaring Rancangan Acak Lengkap (RAL), 5 perlakuan
dengan ayakan berjalinan 0,5 mm. Masing- dan 4 ulangan dan 1 kontrol sebagai
masing serbuk hasil ayakan direndam dengan pembanding. Perlakuan terdiri atas A0 : kontrol
dalam labu erlenmeyer dan dikocok dengan dengan konsentrasi 10%, A2 : Ekstrak dengan
buchner yang telah dialasi kertas saring kasar gejala dan perubahan morfologis pada larva yang
(untuk corong atas) dan kertas saring halus terinfeksi, jumlah larva C. pavonana yang mati
Whatman no. 41 (untuk corong bawah) dan serta presentase mortalitas larva. Pengamatan
ditampung dalam labu erlenmeyer lain. dilakukan sejak satu hari setelah aplikasi sampai
Ampas hasil saringan dibilas berulang- hari ketiga. Hasil pengamatan dianalisis dengan
1a 1b
. .
Gambar 1a. Larva sehat Gambar 1b. Larva mati
2a 2b
. .
Pada beberapa perlakuan yang tidak pupanya berukuran lebih kecil daripada pupa
mematikan larva, terlihat larva mampu bertahan pada perlakuan kontrol. Menurut Sastrodihardjo
hidup bahkan berhasil menjadi pupa, meskipun dkk., (1992) senyawa-senyawa aktif yang
5
Kotambunan, dkk: Efektivitas Ekstrak Serai Wangi …
terdapat pada serai wangi (C. nardus) dapat terjadi akibat terjadinya penurunan aktivitas
memengaruhi beberapa sistem fisiologis yang makan, penurunan aktivitas makan terjadi sejak
mengatur perkembangan hama. Lebih lanjut hari pertama pengamatan hingga hari terakhir
oleh Wiratno (2010) mengemukakan bahwa pengamatan. Terjadinya penurunann aktifitas
kerusakan atau cacatnya stadia lanjut larva C. makan diduga karena terganggunya sistem saraf
pavonana diduga terjadi akibat adanya senyawa- serangga dan sistem metabolisme tubuh akibat
senyawa fitokimia yang dapat menjadi racun adanya senyawa metabolit sekunder pada
perut (kontak) terhadap serangga hama C. ekstrak daun serai wangi (C. nardus) yang
pavonana sehingga menyebabkan kematian diaplikasikan paa pakan larva hama C.
serta senyawa-senyawa toksik lainnya yang pavonana.
dapat merusak jaringan saraf, yang juga dapat Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
menghambat proses larva menjadi pupa serta mortalitas larva dengan perlakuan ekstrak serai
dapat memutuskan atau dapat menggagalkan wangi (C. nardus) sangat tinggi dan sangat baik
metamorfosis, khususnya yang memiliki dalam mengendalikan larva hama C. pavonana.
metamorfosis sempurna. Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
Mortalitas larva C. pavonana dengan ekstrak serai wangi (C. nardus)
Pengaruh perlakuan konsentrasi ekstrak konsentrasi 40% mampu mematikan larva
dengan angka rata-rata mortalitas larva C. sebanyak 93.3% pada pengamatan hari ketiga.
pavonana mengalami peningkatan tiap periode Mortalitas larva hama C. pavonana
pengamatan. Hal ini diduga karena pada terendah ditemukan pada perlakuan kontrol yakni
konsentrasi ekstrak tertinggi maka konsentrasi 6,6%. Adanya mortalitas larva pada perlakuan
fitokimia juga pada kadar tinggi. Senyawa- kontrol dimungkinkan karena adanya perebutan
senyawa fitokimia ini dapat menjadi racun perut pakan hal ini karena tidak ada penurunan
terhadap serangga hama C. pavonana yang aktifitas makan pada larva yang diletakkan pada
dapat menyebabkan kematian. perlakuan kontrol. Kemudian setelah kontrol
Residu yang tertinggal pada tanaman mortalitas terendah juga terdapat pada
dengan perlakuan insektisida botani juga dapat konsentrasi ekstrak 10% hanya mencapai 26.6%
menyebabkan toksin bagi serangga-serangga kemudian 46.6% pada konsentrasi ekstrak 20%,
hama yang menjadikan tanaman tersebut 63.3% pada konsentrasi 30% dan tertinggi 93.3%
sebagai pakan (Widayat, 1994). Mortalitas pada konsentrasi ekstrak 40% (Gambar 3).
100 93,3
Kontrol
63,3
46,6 10%
50
26,6 20%
6,6
30%
0
40%
Gambar 3. Grafik rata-rata mortalitas larva C. pavonana dengan perlakuan ekstrak daun serai wangi
(C. nardus)
6
Jurnal ENFiT, Desember 2019, Vol.1 No.1: 1-9
8
Jurnal ENFiT, Desember 2019, Vol.1 No.1: 1-9