LP KDP

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN

ISTIRAHAT DAN TIDUR


STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

Oleh
Ayu Gde Susanthie Cahyaningtias
NIM 239013204

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2024
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT
TIDUR TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI GANGGUAN ISTIRAHAT TIDUR


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis,
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan
posisi pada rentang sehat-sakit (Potter & Perry, 2005). Salah satu kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi oleh setiap individu yaitu istirahat dan tidur. Istirahat dan
tidur yang cukup, akan membuat tubuh dapat berfungsi secara optimal. Manusia
menggunakan sepertiga waktu dalam hidup untuk tidur. Istirahat merupakan suatu
keadaan tenang, relaks tanpa stress emosional, dan bebas dari ansietas. Istirahat
adalah suatu keadaan di mana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan
menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar
yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang
berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah
yang berbeda (Tarwoto, 2006).
Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup
yang diinginkannya. Sedangkan insomia adalah gangguan pada kuantitas dan
kualitas tidur yang menghambat fungsi (Herdman, 2012). Pada individu yang
mengalami gangguan pola tidur dapat ditunjukkan dengan kondisi yang
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang, gelisah, lesu, apatis,
kehitaman di sekitar mata, konjungtiva merah, mata perih, konsentrasi terpecah,
sakit kepala dan sering mengantuk (Hidayat, 2006).

1
Kebutuhan tidur menurut usia (Hidayat, 2006) :
Umur Kebutuhan Tidur
0-1 bulan 14 – 18 jam/hari
1-18 bulan 12 – 14 jam/hari
18 bulan – 3 tahun 11 – 12 jam/hari
3 – 6 tahun 11 jam/hari
6 – 12 tahun 10 jam/hari
12 – 18 tahun 8,5 jam/hari
18 – 40 tahun 7 – 8 jam/hari
40 – 60 tahun 7 jam/hari
60 tahun ke atas 6 jam/hari

B. MACAM-MACAM GANGGUAN TIDUR


Ganguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umunya
menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah
insomnia yaitu : gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau ketik terbangun di
malam hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari (Maslow, 2005). Menurut
Remelda (2008) terdapat beberapa gangguan tidur antaralain:
a. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka mengalami
kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur, dan atau tidur pendek atau
tidur non retoratif. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Umumnya ditemui pada individu dewasa.
Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti
perasaan gundah dan gelisah. Ada tiga jenis insomnia yaitu Initial insomnia
adalah kesulitan untuk memulai tidur, Intermitten insomnia adalah kesulitan
untuk tetap tertidur karena seringnya terjaga, terminal insomnia adalah
bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.

2
b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang
tidur, dan bisanya terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Misalnya
tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi buruk, nokturnal, enuresis
(mengompol), badan goyang, dan bruksisme (gigi bergemeretak).
c. Hipersomnia
Adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan terutama pada
siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada
siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering mengalami mimpi seperti
nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur. Mimpi-mimpi ini sulit
dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur, perasaan tidak mampu
bergerak, atau berbicara sesaat sebelum bagun atau tidur adalah gejala
lainnya.
e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga
jenis tidur apnea yaitu : apnea sentral, obstruktif, dan campuran. Bentuk
yang paling umum adalah apnea obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea
(OSA). OSA terjadi ketika otot atau struktur dari rongga mulut atau
tenggorakan mengalami relaksasi saat tidur. Saluran napas tersumbat
sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran udara hidung (hiponea) atau
menghentikannya (apnea) selama 30 detik.
f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM.

C. ANATOMI FISIOLOGI GANGGUAN TIDUR


Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang meliputi beberapa
sirkuit neural yang saling berhubungan satu sama lain, serta meliputi beberapa
neurotransmitter yang saling mempengaruhi satu sama lain. Berikut dibawah ini

3
merupakan area-area di otak yang berperan dalam siklus tidur-bangun (Posner,
2007, Blumenfeld, 2002, Shneerson, 2005, Aminoff, 2008).

a. Ascending Reticular Activating System (ARAS)


ARAS merupakan sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai promotor dari
proses tidur-bangun. Bagian ini terletak di formatio retikularis di batang
otak yang terdiri atas beberapa kelompok sel dan nukleus serta sejumlah
besar interneuron serta traktus ascenden dan descenden yang saling
berhubungan satu sama lain. Sebagian besar dari formatio retikularis terletak
di sentral atau tegmentum dari pons dan mesencephalon serta memanjang
sampai medula, hipothalamus dan thalamus. Struktur ini dipengaruhi oleh
GABA yang disekresi oleh sebagian besar sinapsnya, serta dipengaruhi oleh
input sensoris yang masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal
dari sistem sensoris,motorik maupun saraf kranial.

b. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO)


Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan modifikasi fungsi
tidur-bangun (Shneerson, 2005).

c. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan
proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal dan berperan

4
dalam inhibisi VLPO, pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan
keterjagaan.

d. Sistem Mesolimbik
Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta
memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik
yang meliputi amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis thalami.
Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan
sebagai akibat dari stimulus yang didapat.

e. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi
emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori sehingga
menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area – area yang
termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-
hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal
di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi aktif
pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea
dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja
dari saraf simpatis.

f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens dan Ventral


Putamen
Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka
bersifat GABA-ergik yang aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan
proyeksi ke LDT/PPT, sedangkan yang lain mensekresi glutamat atau
galanin sebagai transmitter.

g. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai


promotor bangun. Jika terjadi lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan
rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).

5
h. Zona Subparaventrikuler
Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini
kemudian akan secara terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian,
temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi endokrin.

i. Area Preoptik Hipotalamus


Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat integrasi
dari homeostasis dan ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan VMPO
yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana fungsi dari area ini adalah
sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP) (Shneerson,
2005).

j. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO)


Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat
dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan
galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter penginhibisi nukleus yang
mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi locus
coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary.
sehubungan dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus,
maka VLPO berpotensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus
tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini di inhibisi oleh sistem
Keterjagaan yang bersifat aminergik.

D. TAHAPAN-TAHAPAN TIDUR
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus
siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang
berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga
tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non
Rapid Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1
hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang
biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan
ketegangan
6
otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif,
baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata
cepat (REM-Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan
dengan meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat
tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan
emosi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
a. Non Rapid Eye Movement (NREM) Terjadi kurang lebih 90 menit pertama
setelah tertidur. Terbagi menjadi empat tahapan yaitu:
1) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi lambat.
Tahap I ini ditandai dengan :
a) Mata menjadi kabur dan rileks.
b) Seluruh otot menjadi lemas.
c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
f) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi

2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung
10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi
lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.
b) Suhu tubuh menurun.
c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang
disebut gelombang tidur.

7
3) Tahap III Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-
30 menit. Tahap III ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.

4) Tahap IV Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini
ditandai dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun
pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).
d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2
siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol)

b. Rapid Eye Movement (REM) Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang
dewasa REM terjadi 20-25 % dari tidurnya.
Tahapan tidur REM ditandai dengan:
a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan
yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.

8
g) Lebih sulit dibangunkan.
h) Sekresi ambung meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20 menit.

Karakteristik tidur REM


a) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.
b) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.
c) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.
d) Nadi : Cepat dan ireguler.
e) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.
f) Sekresi gaster : Meningkat.
g) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik
h) Gelombang otak : EEG aktif.
i) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.

E. EPIDEMIOLOGI
Menurut National Sleep Foundation tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508
penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami insomnia dan
sebanyak 7,3 % orang dewasa mengeluhkan gangguan memulai dan
mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan orang yang beresiko
mengalami insomnia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti lansia,
kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang
dialami. Di Indonesia insomnia menyerang sekitar 50% orang berusia 65 tahun,
setiap tahun diperkirakan sekitar 20-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan
sekitar 17% mengalami insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia
cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Hindriyastuti, 2018).
Penelitian lain oleh Marelli et al tahun 2020 menunjukkan peningkatan
prevalensi insomnia sebelum dan selama lockdown akibat pandemi COVID-19
menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia
Severity Index (ISI) dan Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ).
Penelitian yang dilakukan terhadap 400 peserta yang terdiri dari 307 mahasiswa
dan 93 pekerja,
9
didapatkan prevalensi insomnia sebelum pandemi COVID-19 sebesar 24%
menjadi 40% selama pandemi COVID-19. Selain itu, terjadi peningkatan kesulitan
inisiasi tidur pada pekerja dari 15% menjadi 42%. Lockdown selama pandemi
COVID-19 lebih berdampak pada mahasiswa daripada pekerja dan wanita
daripada laki-laki (Marelli et al., 2020).

F. ETIOLOGI GANGGUAN TIDUR


Gangguan tidur bukanlah suatu penyakit melainkan gejala yang memiliki
banyak faktor yang dapat menyebabkan atau dapat dikatakan tidak mempunyai
penyebab pasti terjadinya gangguan tidur ini. Menurut Remelda (2008) terdapat
beberapa perilaku yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur
, yaitu :
1. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll)
2. Kekhawatiran tidak dapat tidur
3. Mengkonsumsi caffein secara berlebihan
4. Minum alkohol sebelum tidur
5. Merokok sebelum tidur
6. Tidur siang/sore yang berlebihan
7. Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur.
8. Faktor psikologi (Stress, Depresi, sakit fisik, sesak nafas)
9. Faktor lingkungan (lingkungan sekitar dan gaya hidup)
Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapar beberapa penyebab
gangguan pola tidur anataralain:
1. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu
lingungan, pengcahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/ pemeriksaan/ tindakan)
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Reinstraint fisik
5. Ketiadaan teman tidur
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur

10
G. KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR
Menurut Remelda (2008) gangguan tidur terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1) Jenis transient (artinya cepat berlalu), oleh karena itu gangguan tidur jenis ini
hanya terjadi beberapa malam saja.
2) Jenis Jangka pendek. Jenis ini dapat belangsung sampai beberapa minggu dan
biasanya akan kembali seperti biasa.
3) Jenis kronis (atau parah) gangguan tidak dapat tidur berlangsung lebih dari 3
minggu.

H. TANDA DAN GEJALA GANGGUAN TIDUR


Menurut Remelda (2008), tanda dan gejala yang timbul dari pasien yang
mengalami gangguan tidur yaitu penderita mengalami kesulitan untuk tertidur
atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.
Gangguan tidur juga bisa dialami dengan berbagai cara:
a. Kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur (sering bangun)
b. Bangun terlalu awal
c. Gejala yang dialami waktu siang hari adalah :
1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2) Mata sembab, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah dan mata
terasa pedih
3) Mengantuk sepanjang hari
4) Sakit kepala
5) Nausea
6) Perubahan mood, tingkah laku dan kepribadian
7) Tampak resah dan gelisah
8) Lesu dan apatis
9) Gangguan koordinasi, sulit berkonsentrasi dan perhatian terpecah-pecah
10) Sulit mengingat
11) Gampang tersinggung dan mudah emosi
12) Ketakutan dan depresi

11
Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapat beberapa
gejala dan tanda mayor/minor pada gangguan pola tidur anataralain:
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
6. Mengeluh kemampuan beristirahat tidak cukup

I. PATOFISIOLOGI GANGGUAN TIDUR


Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu
medulla, tepatnya di RAS (Recticular Activating System) dan BSR (Bulbar
Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron di medulla oblongata,
pons dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam mempertahan status bangun dan
mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh
terjadi selama proses tidur. Dua system RAS dan BSR diperkirakan terjadinya
kegiatan/ pergerakan yang intermiten dan selanjutnya menekan pusat-pusat otak
secara bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga tubuh dan menerima
impuls sensori, seperti stimulus auditory, visual, nyeri dan stimulus taktil.
Stimulus sensori ini dapat mempertahankan keadaan bangun dan waspada. Selama
tidur tubuh mengirim sedikit sekali stimulus dari korteks cerebri atau reseptor
sensori perifer pada RAS. Individu bangun dari tidur jika celah peningkatan dari
stimulus BSR meningkat pada saat tidur.Terjadinya insomnia ini dimungkinkan
karena RAS dan BSR tidak bekerja dengan semestinya di batang otak (Haswita,
2017).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tidur:


a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. Namun demikian keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau
tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernapasan seperti
asma, bronkhitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit persarafan.
12
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemungkinan terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.
c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk
tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
d. Kelelahan
Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga mengganggu tidurnya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol
dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.
g. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain Diuretik
(menyebabkan insomnia), Anti depresan (supresi REM), Kaffein
(Meningkatkan saraf simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan insomnia), dan
Narkotika (Mensupresi REM)

13
Pathway (Web Of Causiton)

Obat & Gaya Stress/ Lingkungan Latihan


Substansi Hidup Emosional tidak nyaman Kelelahan

Mengubah Rutinitas & Kecemasan Sulit tidur


pola tidur Mengurangi
bekerja
kenyamanan
tidur
Tegang/
Nutrisi & Kesulitan frustasi
Kalori menyesuaika
n perubahan
jadwal tidur
Gangguan Sering Motivasi
pencernaan terbangun

Keinginan
Gangguan tidur menanti tidur

Penyakit
Gangguan
Gangguan Tidur
proses tidur
Lemah & Letih

Butuh lebih Ketidakcukupan


banyak tidur Tidak dapat tidur Perbaikan pola energi untuk
dengan kualitas baik tidur melakukan aktivitas
dan kuantitas kurang sehari-hari

KESIAPAN
Akibat faktor PENINGKATAN INTOLERANSI
Merasa lelah eksternal
TIDUR AKTIVITAS
dan kurang
bertenaga

GANGGUAN
POLA TIDUR
KELETIHAN

14
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Non Farmakologi
Merupakan pilihan utama sebeum menggunakan obat-obatan karena
penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan. Ada pun
cara yang dapat dilakukan antara lain:
a) Terapi relaksasi
b) Terapi tidur yang bersih
c) Terapi pengaturan tidur
d) Terapi psikologi/psikiatri
e) CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
f) Sleep Restriction Therapy
g) Stimulus Control Therapy
h) Cognitive Therapy
i) Imagery Training
j) Mengubah gaya hidup

2. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-obatan
seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan gangguan
tidur antara lain:
a) Golongan obat hipnotik
b) Golongan obat antidepresan
c) Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d) Golongan obat antihistamin.
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur
yaitu dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya:
Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid)
tetapi efek samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir,
mulut kering, dsb.

15
K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
Dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Identitas (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit
4. Pemeriksaan
fisik Meliputi :
a) Inspeksi , palpasi , perkusi , auskultasi
b) TTV
c) Perilaku
5. Data Fokus
Data subjektif
a) Klien merasa lesu, mengantuk sepanjang hari
b) Mengeluh susah tidur, kurang istirahat
c) Pandangan dirasa kabur, mata berkaca-kaca
d) Emosi meningkat, mudah marah/tersinggung
e) Kepala pusing, berat
f) Mengeluh sering terbangun

Data objektif
a) Wajah nampak kurang bergairah (letih,lesu, lemah)
b) Prestasi kerja menurun/kurang konsentrasi
c) Gelisah, sering menguap
d) Mudah tersinggung
e) Ada bayangan hitam di bawah mata

6. Pengkajian fokus (Potter Perry, 2002)


a. Riwayat Tidur meliputi:
1) Pola tidur biasa dan perubahan pola tidur
2) Waktu mulai tidur dan bangun dari tidur

16
3) Jumlah tidur siang, malam dan lamanya tidur
4) Rutinitas menjelang tidur
5) Kebiasaan dan lingkungan tidur
6) Apakah pasien tidur sendiria
7) Obat-obatan yang digunakan sebelum tidur
8) Gejala yang dialami saat terbangun
9) Penyakit psikis dan status emosional saat ini

b. Tanda dan gejala klinis:


1) Pasien memperlihatkan perasaan lelah
2) Intable dan gelisah
3) Lesu dan apatis
4) Mata sembab, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,
dan mata terasa pedih

c. Tanda dan gejala penyimpangan tidur:


1) Perubahan tingkah laku dan kepribadian
2) Meningkatnya kegelisahan
3) Gangguan presepsi (halusinasi, visual, auditorik)
4) Bingung dan disorientasi tempat dan waktu
5) Gangguan koordinasi dan berbicara rancau

b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah kebutuhan
istirahat dan tidur diantaranya adalah :
1. Gangguan pola tidur
Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga

17
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun

2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Frekuensi dari jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Dipsnea saat/ setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa
lemah Obyektif
1. Tekana darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis

3. Keletihan
Definisi: Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur

18
2. Merasa kurang tenaga
3. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
2. Tampak lesu
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
4. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab
5. Libido
menurun Obyektif
1. Kebutuhan istirahat meningkat

4. Kesiapan Peningkatan Tidur


Definisi: Pola penurunan kesadaran alamiah dan periodik yang
memungkinkan istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup yang
diinginkan dan dapat ditingkatkan.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan tidur
2. Mengekspresikan perasaan cukup istirahat setelah
tidur Obyektif
1. Jumlah waktu tidur sesuai dengan pertumbuhan perkembangan
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Tidak menggunakan obat tidur
Obyektif
1. Menerapkan rutinitas tidur yang meningkatkan kebiasaan tidur

19
c. Perencanaan/ Nursing Care Plan
No Diagnosa yang Mungkin Tujuan dan Kriteris Hasil Intervensi
Muncul (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur (1.05174)
(D.0055) keperawatan selama......x 24 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Faktor yang berhubungan: jam 2. Identifikasi faktor pengganggu
a. Hambatan lingkungan (mis: maka Pola Tidur Membaik tidur (Fisik/psikologis)
kelembapan, lingkungan dengan kriteria hasil: 3. Modifikasi lingkungan (mis.
sekitar, suhu lingkungan, Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan
pengcahayaan, kebisingan, Pola Tidur (L.05045) tempat tidur)
bau tidak sedap/ 1. Keluhan sulit tidur 4. Tetapkan jadwal rutin tidur
pemeriksaan/ tindakan) meningkat (skala 5) 5. Anjurkan menghindari makanan atau minuman
b. Kurang kontrol tidur 2. Keluhan sering terjaga yang dapat mengganggu tidur
c. Kurang privasi meningkat (skala 5) 6. Fasilitasi menghilangkan stress
d. Restraint fisik 3. Keluhan tidak puas 7. Ajarkan teknik relaksasi
e. Ketiadaan teman tidur tidur meningkat (skala
f. Tidak familiar dengan 5) Edukasi Aktivitas/ Istirahat (1.12362)
peralatan tidur 4. Keluhan pola tidur 1. Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
g. Imobilisasi berubah meningkat (skala 2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas
5) dan istirahat
5. Keluhan istirahat tidak 3. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik
cukup meningkat (skala 5) atau olahraga secara rutin
4. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
5. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat.
Terapi Relaksasi Otot Progresif (1.05187)
1. Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
2. Berikan posisi bersandar pada kursi atau posisi
yang nyaman
3. Anjurkan melakukan relaksasi otot rahang
4. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang rileks
5. Anjurkan bernafas dalam dan perlahan.

2. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (1.05178)


Faktor yang berhubungan: keperawatan selama......x 24 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
a. Ketidakseimbangan antara maka Toleransi Aktivitas yang mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan Meningkat dengan kriteria hasil: 2. Monitor kelalahan fisik dan emosional
oksigen 3. Monitor pola dan jam tidur
b. Tirah baring Toleransi Aktivitas (L.05047) 4. Sediakan lingkungan yang nyaman
c. Kelemahan 1. Frekuensi Nadi meningkat 5. Lakukan rentang gerak pasif/ aktif
d. Imobilisasi (skala 5) 6. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
e. Gaya hidup monoton 2. Saturasi Oksigen meningkat 7. Anjurkan tirah baring
(skala 5) 8. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Kemudahan dalam melakukan 9. Ajarkan strategi koping untuk
aktivitas sehari-hari meningkat mengurangi kelelahan
(skala 5) 10. Kolaborasi untuk meningkatkan asupan makanan
4. Keluhan lelah menurun (skala
5)
5. Dispnea saat beraktivitas
menurun (skala 5)
6. Dispnea setelah
beraktivitas menurun (skala
5)
7. TD membaik (skala 5)
8. Frekuensi nafas
membaik (skala 5)
3. Keletihan (D.0057) Setelah dilakukan intervensi Edukasi Aktivitas/ Istirahat (1.12362)
Faktor yang berhubungan: keperawatan selama x 24 1. Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
a. Gangguan tidur jam maka Tingkat 2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas
Keletihan
b. Gaya hidup monoton Membaik dengan kriteria hasil: dan istirahat
c. Kondisi fisiologis (mis. 3. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik atau
Penyakit kronis, penyakit Tingkat Keletihan (L.05046) olahraga secara rutin
terminal, anemia, 1. Kemampuan melakukan 4. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
malnutrisi, kehamilan) aktivitas rutin meningkat 5. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat
d. Program perawatan/ (skala 5)
pengobatan jangka panjang 2. Tenaga meningkat (skala 5) Manajemen Energi (1.05178)
e. Peristiwa hidup negatif 3. Verbalisasi lelah menurun 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
f. Stress berlebihan (skala 5) mengakibatkan kelelahan
g. Depresi 4. Lesu menurun (skala 5) 2. Monitor kelalahan fisik dan emosional
5. Gangguan konsentrasi 3. Monitor pola dan jam tidur
menurun (skala 5) 4. Sediakan lingkungan yang nyaman
6. Gelisah menurun (skala 5) 5. Anjurkan tirah baring
7. Frekuensi nafas 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
menurun (skala 5) 7. Anjarkan strategi koping untuk
8. Pola istirahat membaik mengurangi kelelahan
(skala 5) 8. Kolaborasi untuk meningkatkan asupan makanan

4. Kesiapan Peningkatan Tidur Setelah dilakukan intervensi Terapi Musik (1.08250)


(D.0058) keperawatan selama......x 24 Observasi
jam 1. Identifikasi perubahan perilaku atau fisiologis
maka Pola Tidur yang akan dicapai (mis. relaksasi, stimulasi,
Membaik dengan kriteria konsentrasi, pengurangan rasa sakit)
hasil: 2. Identifikasi minat terhadap musik
3. Pilih musik yang disukai
Pola Tidur (L.05045) 4. Posisikan dalam posisi yang nyaman
1. Keluhan sulit tidur 5. Sediakan peralatan terapi musik
meningkat (skala 5) 6. Atur volume suara yang sesuai
2. Keluhan sering 7. Berikan terapi musik sesuai indikasi
terjaga meningkat 8. Hindari pemberian terapi musik dalam waktu
(skala 5) yang lama
3. Keluhan tidak puas 9. Hindari pemberian terapi musik saat cedera
tidur meningkat (skala kepala akut
5) 10. Jelaskan tujuan dan prosedur terapi musik
4. Keluhan pola tidur 11. Anjurkan rileks selama mendengarkan musik
berubah meningkat (skala
5)
5. Keluhan istirahat tidak
cukup meningkat (skala 5)
L. PENATALAKSANAAN BERDASARKAN EBP IN NURSING

Judul Jurnal: Kajian Literatur : Terapi Nonfarmakologis Terhadap Kualitas


Tidur Pada Lansia
Penulis: Lisna Agustina pada tahun 2021.
Pendahuluan :
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan social secara bertahap. Lansia juga dapat diartikan sebagai
individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Salah satu
aspek utama bagi dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan
tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang
optimal dan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang
tinggi.

Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani seorang individu untuk
menghasilkan kesegaran dan kebugaran saa terbangun. Kualitas tidur mencakup
aspek kuantitaif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif
dari tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan setiap orang untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur rapid eye
movemnet (REM) dan Non rapid eye movement (NREM) yang normal (Potter &
Perry, 2009). Kualitas tidur yang baik diperlihatkan dengan mudahnya seseorang
memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan tidur, menginisiasi untuk tidur
kembali setelah terbangun di malam hari, dan peralihan dari tidur ke bangun di
pagi hari dengan mudah.

Hasil dan Pembahasan :


Metode penelitian yang digunakan dalam kajian literatur ini adalah dengan
mengumpulkan dan menganalisa artikel-artikel penelitian mengenai terapi
nonfarmakologis terhadap kualitas tidur lansia. Beberapa penyebab yang dapat
mempengaruhi waktu tidur dan waktu bangun pada lansia diantaranya adalah
penyaki medis yang akut dan kronis, efek pengobatan, gangguan psikiatrik,
gangguan tidur primer, perubahan sosial, kebiasaan tidur yang buruk dan
pergantian ritme sirkadian. Secara keseluruhan dari artikel penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa teraoi nonfarmakologis yang diberikan pada lansia
baik dengan gangguan tidur karena penyakit yang diderita maupun tidak dapat
meningkatkan kualitas tidur lansia. Ini berarti pemilihan terapi nonfarmakologis
bagi lansia dapat dilakukan, baik dengan terapi senam, musik, ataupun
aromaterapi lavender.
Salah satu terapi nonfarmakologis adalah senam lansia. Senam lansia yang
teratur dapat meningkatkan kualitas tidur, karena senam berguna untuk
mempertahankan dan memperbaiki kesegaran jasmani. Senam lansia dilakukan
sedikitnya satu minggu sekali dan sebanyak-banyaknya lima kali dalam satu
minggu dengan lamanya 15 menit. Latihan fisik dapat meningkatkan relaksasi
sehingga meningkatkan kebutuhan akan istirahat.
Terapi nonfarmakologis lain seperti terapi musik juga dapat meningkatkan
kualitas tidur lansia karena musik diberikan untuk meningkatkan,
mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan
spiritual seseorang. Terapi musik termasuk dalam terapi pelengkap
(complementary therapy), dimana terapi musik sebagai teknik yang digunakan
untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama
tertentu. Jenis musik yang digunakan, instrumentalia dalam terapi musik dapat
dissuaikan dengan keinginan, seperti musik klasik, slow musik, orkestra, dan
musik modern lainnya. Musik lembut dan teratur seperti instrumentalia dan musik
klasik merupakan musik yang digunakan untuk terapi musik.
Terapi selanjutnya adalah dengan menggunakan aromaterapi bunga lavender
diberikan kepada lansia yang memiliki gangguan tidur dengan memanaskan
essential oil bunga lavender yang dipanaskan dengan tungku pemanas dan
diberikan selama 7 hari berturut-turut. Aromaterapi memiliki kandungan utama
yaitu linalil asetat yaitu suatu senyawa yang memiliki efek sedatif dan anti neuro
depresif yang mampu mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat saraf
dan otot-otot tegang. Bau yang menimbulkan rileks akan merangsang otak untuk
mensekresi serotonin (hormon pemberi rasa nyaman dan senang) yang
mengantarkan seseorang untuk tidur.
Terapi nonfarmakologis adalah terapi pelengkap untuk meningkatkan
kualitas tidur lansia. Terapi nonfarmakologis dipilih sebagai alternatif mengatasi
gangguan tidur lansia dan meningkatkan kualitas tidur lansia karena dapat
meminimalkan efek yang timbul dibandingkan dengan penggunaan terapi
farmakologis dengan obat-obatan sedatif. Hal ini dikarenakan semakin meningkat
usia semakin pula menurun sistem metabolisme tubuh seseorang. Kulitas tidur
lansia dipengaruhi oleh adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu
keadaan fisik dan psikologis pada seseorang berbeda satu sama lain sehingga
apabila terjadi perubahan fisik dan psikologis berupa adanya penyakit seperti
hipertensi, gatal-gatal serta penyalit lainnya dan gangguan mood dapat
mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Begitu pula dengan faktor eksternal seperti
perubahan lingkungan tempat tinggal, perubahan suhu ruangan tempat tidur,
rutinitas lansia di siang hari dimana lansia jarang berkativitas seperti menonton tv
dan tidur siang di siang hari menyebabkan lansia lebih mudah terbangun di tengah
malam hari dan sulit untuk memulai tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L. (2021). Kajian Literatur : Terapi Nonfarmakologis Terhadap Kualitas


Tidur Pada Lansia. Jurnal Ayurveda Medistra, Vol.3 No.2 Agustus 2021
page 25-27, ISSN 2656-3142
Aminoff, M. (2008). Neurology and General Medicine 4th edition. Churchill
Livingstone, USA,P;605-609
Blumenfeld, H. (2002). Neuroanatomy through Clinical Cases. Sinauer
Associates INC, Massachusets P;588-597
Haswita dan Reni. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: CV Trans Info Media
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Hindriyastuti, S. dan I. Zuliana. (2018). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kualitas
Tidur Lansia Di Rw 1 Desa Sambung Kabupaten Kudus. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, STIKES Cendekia Utama Kudus. Vol.6, No.2
Agustus 2018
Marelli, S., Castelnuovo, A., Somma, A., Castronovo, V., Mombelli, S., &
Bottoni, D. et al. (2020). Impact of COVID-19 lockdown on sleep
quality in university students and administration staff. Journal Of
Neurology. https://doi.org/10.1007/s00415-020-10056-6
Potter, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4 .Jakarta: EGC.
Potter dan Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Posner.J, Plum And Posner. (2007). Diagnosis Of Stupor And Coma 4th Edition,
2007. Oxford University Press, New York P;11-25
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
Remelda, (2008). Insomnia dan gangguan tidur lainnya. Jakarta: Elex media
komputindo
Shneerson.J. (2005). Sleep Medicine 2nd Edition. Blackwell, Massachusets, Usa,
P;22-51
Tarwoto dan Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:Medika
Salemba.

You might also like