RPJMD 2005-2010 - Kabupaten Bandung
RPJMD 2005-2010 - Kabupaten Bandung
RPJMD 2005-2010 - Kabupaten Bandung
i Rancangan Renstra SKPD yang berisikan program dan indikasi anggaran yang berorientasi pada fungsi dan sub fungsi pembangunan serta berpedoman kepada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ Tanggal 11 Agustus 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah serta mengacu pada Perda No 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah. Tahapan penyusunan RPJMD ini telah dilaksanakan melalui beberapa proses kegiatan dengan hasil yang tertuang dalam rancangan awal RPJMD. Selanjutnya penyusunan rancangan RPJMD ini merupakan hasil dari Musrenbang Jangka Menengah yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Pebruari 2006, untuk menerima masukan dan sumbang pemikiran dari stakeholder. Terdapat beberapa masukan berarti dalam Musrenbang tersebut yang telah diakomodasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung ini. Akhirnya kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ini dapat kami selesaikan.
Drs. H.R. Wahyu, G. P. SH, M.Si. PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 480 067 477
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pemerintah daerah yang telah memiliki kepala daerah hasil pemilihan langsung wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 ( lima ) tahun. Ketentuan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan terpilihnya Kepala Daerah Kabupaten Bandung periode tahun 2005-2010 secara demokratis yang dilakukan oleh rakyat secara langsung, dan telah dilantik Kepala Daerah pada tanggal 5 Desember 2005 dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32-1040/2005 Tahun 2005 tentang Pengesahan Pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan H. Obar Sobarna S.Ip sebagai Bupati Bandung 2005-2010, dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132.32-1041/2005 Tahun 2005 tentang Pengesahan Pemberhentian Drs. Eliyadi Agraraharja sebagai Wakil Bupati Bandung 2000-2005 dan Pengesahan Pengangkatan H. Yadi Srimulyadi sebagai Wakil Bupati Bandung 2005-2010. Sehingga kepala daerah terpilih harus menyusun RPJMD Kabupaten Bandung tahun Dokumen RPJMD
Kabupaten Bandung 2005-2010 ditetapkan oleh peraturan daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak kepala daerah terpilih dilantik. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung Tahun 2005-2010 merupakan arah pembangunan yang ingin dicapai daerah dalam kurun waktu masa bhakti kepala daerah terpilih yang disusun berdasarkan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah terpilih, dimana program dan kegiatan yang direncanakan bersifat iindikatif sesuai urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Penyusunan RPJMD Kabupaten Bandung tersebut mengintegrasikan rancangan RPJMD dengan rancangan Renstra-SKPD, serta masukan dan komitmen dari seluruh
BAB I Pendahuluan
I-1
pemangku kepentingan pembangunan melalui konsultasi publik dan musyawarah perencananaan pembangunan (musrenbang). Dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Bandung 2005-2010 sebagai penjabaran visi, misi dan program kepala daerah terpilih, juga berpedoman pada RPJPD Kabupaten
Bandung (sedang dalam penyusunan) dan memperhatikan RPJM Nasional dan RPJMD Provinsi Jawa Barat (Renstra Pemerintah Provinsi Jawa Barat), serta sumber daya yang tersedia di daerah Kabupaten Bandung. Tata cara penyusunan RPJMD Kabupaten Bandung mengacu pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ Tanggal 11 Agustus 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah, dan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan
Pembangunan Daerah. RPJMD ini selanjutnya menjadi pedoman bagi penyelenggaraan pembangunan oleh seluruh perangkat daerah, yang secara substansial memuat rencana kerja, program dan indikasi kegiatan yang bersifat terukur dan dapat dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang tersedia. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 Pasal 25 Ayat (1) dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 69 Ayat (2).
1.2.
Landasan Hukum Dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2005 2010, landasan
hukum yang menjadi dasar pertimbangan penyusunan RPJMD adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286). 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400). 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
BAB I Pendahuluan
I-2
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437). 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438). 7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 8. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penylenggaraan Pemerintahan Daerah, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4124 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; 10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga; 11. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 2009. 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 13. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintah di Kabupaten Bandung. 14. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 8 Penyusunan Perencanaan Pembangunaan Daerah. Tahun 2005 tentang Tata Cara
1.3. Maksud Dan Tujuan 1.3.1. Maksud Berdasarkan pertimbangan di atas, RPJMD ini disusun dengan maksud sebagai berikut: 1. Menyediakan dokumen RPJMD Tahun 2005 2010 sebagai acuan resmi bagi seluruh jajaran pemerintah daerah, DPRD dan masyarakat dalam menentukan prioritas
BAB I Pendahuluan
I-3
program
lima
tahunan
yang
digunakan
sebagai
pedoman
dalam
rencana
pembangunan tahunan daerah. 2. Memudahkan seluruh jajaran aparatur pemerintah daerah dan DPRD, serta masyarakat untuk memahami dan menilai arah kebijakan dan program kepala daerah selama lima tahun.
1.3.2. Tujuan Tujuan dari Penyusunan RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2005 2010 adalah: Merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), yang berkedudukan sebagai dokumen perencanaan induk dengan wawasan waktu 20 tahunan. Merupakan arah pembangunan yang ingin dicapai daerah dalam kurun waktu masa bakti Kepala Daerah terpilih. Menyediakan satu tolok ukur untuk mengukur dan melakukan evaluasi kinerja tahunan setiap SKPD. Memudahkan seluruh jajaran aparatur pememerintah daerah dan DPRD dalam mencapai tujuan dengan cara menyusun program dan kegiatan secara terpadu, terarah dan terukur. Memudahkan seluruh jajaran aparatur pemerintah daerah dan DPRD untuk memahami dan menilai arah kebijakan dan program serta kegiatan operasional tahunan dalam rentang waktu lima tahunan.
1.4. Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lainnya Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan lainnya, yaitu selain
memperhatikan RPJM Nasional dan RPJMD Provinsi/ Renstrada Provinsi Jawa Barat dan dokumen RPJPD Kabupaten Bandung (dalam tahapan penyusunan), juga memperhatikan dokumen perencanaan lainnya seperti RUTR Provinsi maupun Kabupaten Bandung, Tata Guna Lahan, Lingkungan Hidup dan Sumber daya yang terdapat di Kabupaten Bandung. Arah kebijakan umum Kabupaten Bandung untuk 5 (lima) tahun kedepan, perlu memperhatikan arah kebijakan nasional maupun propinsi, agar dalam perencanaan maupun pelaksanaanya dapat sinkron dan sinergis dengan arah kebijakan nasional
BAB I Pendahuluan
I-4
maupun propinsi. Berikut ini arah kebijakan nasional yang mengacu pada RPJM Nasional tahun 2004-2009. dan Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 2008 (RPJMD Propinsi Jawa Barat belum disusun).
1.4.1. Agenda Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009 Berdasarkan permasalahan, tantangan, serta keterbatasan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia, ditetapkan Visi Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009, yaitu: 1. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; 2. Terwujudnya masyarakat, bangsa, negara yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan, dan hak asasi manusia; serta 3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Selanjutnya berdasarkan visi pembangunan nasional tersebut ditetapkan 3 (tiga) Misi Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009, yaitu : 1. Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai 2. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis 3. Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera Untuk mencapai agenda (1) Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai tersebut, prioritas pembangunan nasional tahun 2004-2009 diletakkan pada: 1. Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarkelompok Masyarakat; 2. Pengembangan Kebudayaan yang berlandaskan Pada Nilai-Nilai Luhur; 3. Peningkatan Keamanan, Ketertiban, Dan Penanggulangan Kriminalitas; 4. Pencegahan dan Penangulangan Separatisme; 5. Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme; 6. Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara; 7. Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Nasional. Dan untuk mencapai agenda (2) Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis, prioritas pembangunan nasional tahun 2004-2009 diletakkan pada: 1. 2. Pembenahan Sistem Hukum Nasional dan Politik Hukum; Penghapusan Diskriminasi dalam berbagai bentuk;
BAB I Pendahuluan
I-5
3. 4.
Penghormatan, Pengakuan, dan penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia; Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak;
5. 6.
Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah; Penciptaan Tata Pemerintahan yang bersih dan Berwibawa; Selanjutnya untuk mencapai agenda (3) Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera
tersebut, prioritas pembangunan nasional tahun 2004-2009 diletakkan pada: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Penanggulangan Kemisikinan; Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas; Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur; Revitalisasi Pertanian; Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; Peningkatan Pengelolaan BUMN; Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan; Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro;
10. Pembangunan Perdesaan; 11. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah; 12. Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas; 13. Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial; 14. Pembangunan kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda dan Olahraga; 15. Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama; 16. Perbaikan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup; 17. Percepatan Pembangunan Infrastruktur.
1.4.2 Rencana Strategis Propinsi Jawa Barat Berdasarkan revisi Renstra Jawa Barat, Visi Provinsi Jawa Barat, yaitu Jawa Barat dengan Iman dan Taqwa sebagai Provinsi termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibu Kota Negara Tahun 2010, ukuran keberhasilan pencapaian visi Jawa Barat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 80 pada tahun 2010. Berdasarkan hasil evaluasi pada tahun 2001 dan 2002, target tersebut dirasakan sulit tercapai, Hal ini disebabkan antara lain oleh : 1. Kondisi politik, sosial, ekonomi nasional yang belum stabil.
BAB I Pendahuluan
I-6
2. Belum
optimalnya
keterpaduan
perencanaan
dan
pelaksanaan
program
pembangunan antar tingkat pemerintahan khususnya dalam memprioritaskan pembangunan sumberdaya manusia. 3. Belum efisiennya alokasi dan penggunaan anggaran pemerintah dan dana masyarakat dalam menunjang pencapaian visi Jawa Barat. Hal tersebut menjadi landasan penetapan visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam Pengelolaan pemerintah Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama lima tahun ke depan. Visi tersebut adalah Akselerasi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Guna Mendukung Pencapaian Visi Jawa Barat 2010. Dalam rangka menjabarkan visi tersebut ditetapkan 5 (lima) misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu: Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Sumber Daya Manusia Jawa barat Pengembangan Struktur Peekonomian Regional yang Tangguh Pemantapkan Kinerja Pemerintahan Daerah Peningkatkan Implenmentasi Pembangunan Berkelanjutan Peningkatkan Kualitas Kehidupan Sosial yang Berlandaskan Agama dan Budaya Daerah Berdasarkan visi dan misi pembangunan Pemerintah Provinsi Jawa Barata tersebut disusun 5 (lima) Agenda Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2004- 2009, yaitu : 1. Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Sumber Daya Manusia Jawa Barat 2. Mengembangkan Strukturt Perekonomian Regional yang Tangguh 3. Memantapkan Kinerja Pemerintahan Daerah 4. Meningkatkan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan 5. Meningkatkan Kualiktas Kehidupan Sosial yang Berlandaskan Agama dan Daerah Budaya
BAB I Pendahuluan
I-7
1.5.
Sistematika Penulisan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung
Tahun 2005-2010, disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang penyusunan RPJM, maksud dan tujuan penyusunan, landasan hukum penyusunan, hubungan dengan dokumen perencanaan lainnya dan sistematika penulisan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Bab ini berisikan tentang uraian statistik dan gambaran umum kondisi daerah saat ini dengan maksud mengetahui keadaan daerah pada saat ini pada berbagai bidang dan aspek kehidupan dan aspek kehidupan sosial ekonomi daerah dan yang akan diintervensi melalui berbagai kebijakan dan program daerah dalam jangka waktu 5 ( lima ) tahun
BAB III VISI, MISI DAN PRIORITAS DAERAH Bab ini menguraikan visi dan misi kepala daerah terpilih serta prioritas pembangunan daerah selama lima tahun.
BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Bab ini berisi menguraikan kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujudkan visi dan misi
BAB V
ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Bab ini menguraikan tentang kenaikan dan penurunan serta pola pola alokasi belanja daerah. Selain itu bab ini berisikan tentang arah pengelolaan pendapatan dan belanja daerah dan kebijakan umum anggaran
BAB I Pendahuluan
I-8
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM Bab ini menguraikan tentang kebijakan yang berkaitan dengan program kepala daerah terpilih sebagai arah bagi SKPD maupun lintas SKPD dalam merumuskan kegiatan guna mencapai kinerja sesuai dengan tugas dan fungsinya
BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Bab ini berisikan tentang rincian program pembangunan daerah yang merupakan instrumen untuk melaksanakan kebijakan pembangunan yang sudah ditetapkan. Program-program tersebut selanjutnya akan diterjemahkan kedalam berbagai kegiatan oleh SKPD sesuai dengan fungsinya.
BAB VIII PENUTUP Bab ini menguraikan tentang program transisi dan kaidah pelaksanaan
BAB I Pendahuluan
I-9
2.1.
Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Bandung secara geografis terletak pada koordinat 1070 22-
1080 5 Bujur Timur dan 60 41 70 19 Lintang Selatan. Terletak pada ketinggian 110 meter sampai 2.429 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 307.371 Ha. Batas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Purwakarta, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Sumedang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Cianjur dan di bagian tengah terletak Kota Bandung dan Kota Cimahi. Morfologi Kabupaten Bandung terdiri dari wilayah datar/landai, kaki bukit, dan pegunungan dengan kemiringan lereng beragam antara 0 8%, 8% - 15% hingga di atas 45%. Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm pertahun. Suhu udara berkisar antara 190 C sampai 240 C dengan penyimpangan harian mencapai 500 C dan kelembaban udara beragam antara 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau. Kabupaten Bandung memiliki banyak sumber daya air, baik air tanah maupun air permukaan. Air permukaan terdiri dari 4 danau alam, 3 danau buatan, serta 172 buah sungai. Sumber air permukaan umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik pertanian; industri, dan lain-lain. Dan air tanah dalam (kedalaman dari 60 sampai 200 meter) umumnya dipergunakan untuk keperluan industri, non industri dan sebagian kecil untuk rumah tangga, sedangkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga memanfaatkan air tanah bebas (sumur gali) dan air tanah dangkal (kedalaman 24 sampai 60 meter), serta sebagian menggunakan fasilitas dari PDAM. Kawasan hutan lindung di wilayah Kabupaten Bandung seluas 54.170 Ha yang tersebar di 26 kecamatan, sedangkan kawasan budidaya pertanian seluas 156.090 Ha, terdiri dari : Kawasan hutan produksi seluas 25.258 Ha;
II -1
Kawasan pangan lahan basah seluas 34.229,19 Ha; Kawasan pangan lahan kering seluas 76.384 Ha; Kawasan tanaman tahunan/perkebunan seluas 19.906 Ha; Kawasan perikanan seluas 39 Ha; Kawasan peternakan seluas 274 Ha.
Pada tahun 2005, jumlah penduduk Kabupaten Bandung 4.274.431 jiwa dan Laju Pertumbuhan penduduk (LPP) mencapai 3,10 % (Sumber data BPS 2005). LPP Kabupaten Bandung tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan LPP Jawa Barat yang pada tahun 2004 tercatat sebesar 2,64%. Dengan demikian, perlu dicermati langkah-langkah untuk mengantisipasi LPP tersebut baik dari program Kependudukan/KB dan Ketenagakerjaan. Secara administrasi Kabupaten Bandung terbagi atas 45 Kecamatan, 9 Kelurahan, dan 431 Desa, lihat tabel 2.1. dibawah ini : Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Bandung
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18 19 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. Kecamatan PADALARANG BATUJAJAR CIPATAT NGAMPRAH CILEUNYI CIMENYAN CILENGKRANG BOJONGSOANG MARGAHAYU MARGAASIH KATAPANG DAYEUKOLOT BANJARAN PAMEUNGPEUK PANGALENGAN ARJASARI CIMAUNG CILILIN SINDANGKERTA CIPONGKOR GUNUNGHALU RONGGA CIKALONGWETAN CIPEUDEUY CICALENGKA NAGREG CIKANCUNG RANCAEKEK CIPARAY PACET KERTASARI BALEENDAH MAJALAYA SOLOKAN JERUK PASEH Desa 10 13 12 11 6 7 6 6 5 6 10 5 11 6 13 11 9 11 11 14 9 8 13 12 12 6 9 13 14 13 7 3 11 7 12 Kelurahan
II -2
No 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
Kecamatan IBUN SOREANG PASIRJAMBU CIWIDEY RANCABALI LEMBANG CISARUA PARONGPONG CANGKUANG CIHAMPELAS Jumlah
Desa 12 18 10 7 5 16 8 7 7 10 431
Kelurahan
II -3
II -4
Bencana alam yang pernah terjadi di Kabupaten Bandung diantaranya gempa bumi (gempa tektonik), gerakan tanah (longsoran, amblesan), erosi, banjir, dan letusan gunungapi. Sedangkan bencana yang diakibatkan oleh pengelolaan yang tidak berwawasan lingkungan seperti longsoran tanah/batu, longsoran sampah, banjir, penurunan muka air tanah dan kebakaran. Peta sebaran kebencanaan dapat dilihat pada peta 2.3 Permasalahan yang dihadapi dalam penanggulangan bencana alam dan bencana adalah belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan bencana dan masih minimnya peralatan penanggulangan bencana alam dan bencana yang dimiliki. Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan potensi aspek fisik dasar Kabupaten Bandung : 1. Cakupan luas wilayah yang cukup besar 307.371 Ha memiliki potensi ketersediaan lahan dan daya dukung lahan yang luas 2. Memiliki daerah administrasi pemerintahan yang relatif banyak ( 431 desa, 9 kelurahahan dan 45 kecamatan 3. Banyak sumber daya air, baik air tanah maupun air permukaan. 4. Luasnya kawasan hutan lindung di wilayah Kabupaten Bandung seluas 54.170 Ha sebagai pemasok air, wilayah konservasi, sumberdaya hutan, wisata konservasi dan lain-lain.
Permasalahan : o Terdapat rencana pemekaran Kabupaten Bandung Barat o Terdapatnya kemungkinan bencana gempa bumi (gempa tektonik), gerakan tanah (longsoran, amblesan), erosi, banjir, dan letusan gunungapi. o Penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air
II -5
Luas kawasan rawan banjir di Cekungan Bandung 14.480 ha Lokasi Banjir : Sapan, Andir, Rancaekek, Majalaya, Buah Batu, Ujungberung, Ciparay, Pameungpeuk, Manggahang, Baleendah, Dayeuhkolot
II -6
II -7
2.2.
Perekonomian Daerah Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembangunan
adalah melalui pengukuran pencapaian indikator makro ekonomi yang masing-masing indikatornya terdiri dari beberapa macam komponen. Pencapaian indikator makro ekonomi Kabupaten Bandung akan dibahas pada uraian berikut. Nilai PDRB Kabupaten Bandung tahun 2004 atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp. 26,957 triliun yang mengalami peningkatan sebesar 13,09% jika dibandingkan PDRB tahun sebelumnya sebesar Rp. 23,836 triliun. Nilai PDRB Kabupaten Bandung dari tahun 1995 hingga tahun 2004 berdasarkan harga berlaku dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
PDRB KABUPATEN BANDUNG TAHUN 19952004 MENURUT HARGA BERLAKU
30,000,000 25,000,000 JUMLAH (Juta Rp) 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 TAHUN
Gambar 2.4 Secara lengkap nilai PDRB, kontribusi per sektor dan laju pertumbuhan tahun 1995 dan 2004 atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada tabel 2.2. Tiga sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kabupaten Bandung tahun 2004 adalah sektor Industri Pengolahan yang berkontribusi sebesar Rp. 14,37 triliun (53,33%), sektor Perdagangan, Hotel dan restoran sebesar Rp. 4,74 triliun (17,57%) dan sektor sektor Pertanian Rp. 2,53 triliun (9,42%). Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah digambarkan oleh besarnya kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan. PDRB Kabupaten Bandung tahun 2004 atas dasar harga konstan adalah Rp. 7,108 triliun dan pada
tahun 2003 tercatat sebesar Rp. 6,755 triliun, dengan demikian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bandung tahun 2004 adalah sebesar 5,23%. LPE Kabupaten
II -8
Bandung ini masih lebih besar jika dibandingkan dengan LPE Jawa Barat tahun 2004 yaitu sebesar 4,98%. Nilai PDRB Kabupaten Bandung tahun 1995 hingga tahun 2004 berdasarkan harga konstan dapat dilihat pada Gambar 2.5.
TAHUN
Gambar 2.5
II -9
Tabel 2.2 PDRB Kabupaten Bandung Menurut Kelompok Sektor Tahun 1995-2004 Atas Dasar Harga Berlaku
Lapangan Usaha 1. PERTANIAN A. Tanaman Bahan Makanan B. Perkebunan C. Peternakan D. Kehutanan E. Perikanan 2. PERTAMBANGAN DAN GALIAN A. Minyak dan Gas Bumi B. Pertambangan tanpa Gas C. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN A. Industri Migas B. Industri Tanpa Migas 4. LISTRIK GAS DAN AIR A. Listrik B. Gas C. Air Bersih 5. BANGUNAN DAN KONSTRUKSI 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN A. Perdagangan Besar dan Eceran B. Hotel C. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI A. Pegangkutan A.1. Angkutan Rel A.2. Angkutan Jalan Raya A.3. Angkutan Laut A.4. Angkutan Sungai A.5. Angkutan Udara A.6. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN A. Bank B. Lembaga Keuangan Bukan Bank C. Sewa Bangunan D. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA A. Pemerintahan B. Swasta B.1. Sosial Kemasyarakatan B.2. Hiburan dan Rekreasi B.3. Perorangan dan Rumah Tangga PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1995 (Juta Rupiah) 989,968.84 658,647.74 156,570.74 144,698.07 4,448.46 25,603.83 56,186.06 37,790.30 0.00 18,395.76 3,690,347.21 0.00 3,690,347.21 279,028.62 274,291.98 0.00 4,736.64 444,920.95 1,083,797.55 803,958.15 8,991.70 270,847.70 332,273.41 288,303.10 2,321.94 249,684.25 0.00 0.00 0.00 36,296.91 43,970.31 227,257.24 35,860.29 5,269.74 152,498.62 33,628.59 523,411.40 262,802.02 260,609.38 56,453.34 3,114.72 201,041.32 7,627,191.28 Tahun 1996 (Juta Rupiah) 1,076,937.59 728,355.51 158,679.66 157,972.35 4,663.44 27,266.63 65,573.27 44,309.12 0.00 21,264.15 4,590,450.55 0.00 4,590,450.55 330,191.27 325,452.46 0.00 4,738.81 512,176.03 1,234,071.58 916,801.72 9,881.33 307,388.53 384,274.33 332,882.86 3,012.82 287,637.18 0.00 0.00 0.00 42,232.86 51,391.47 254,074.64 41,571.00 5,698.73 167,746.83 39,058.08 586,570.89 283,087.46 303,483.43 68,477.00 3,533.63 231,472.80 9,034,320.15 Tahun 1997 (Juta Rupiah) 1,065,597.36 700,424.03 165,562.46 164,955.44 5,074.24 29,581.19 72,703.40 47,459.25 0.00 25,244.15 5,718,245.50 0.00 5,718,245.50 373,449.84 368,101.57 0.00 5,348.27 566,872.28 1,483,599.11 1,131,690.29 10,856.93 341,051.89 431,184.21 370,131.22 3,688.21 321,604.26 0.00 0.00 0.00 44,838.75 61,053.10 291,411.65 49,598.00 6,555.41 190,669.79 44,588.45 646,943.98 304,753.06 342,190.92 76,838.79 4,088.67 261,263.46 10,650,007.43 Tahun 1998 (Juta Rupiah) 1,483,332.15 1,059,440.02 183,984.21 193,365.06 6,965.11 39,577.75 93,196.27 57,647.71 0.00 35,548.56 8,510,625.47 0.00 8,510,625.47 382,091.95 376,422.30 0.00 5,669.65 553,821.76 2,078,274.66 1,566,390.33 9,652.00 502,232.33 594,442.05 516,547.93 4,777.29 451,701.33 0.00 0.00 0.00 60,069.31 77,894.12 363,820.25 22,177.00 12,375.01 264,744.72 64,523.52 847,968.91 331,433.81 516,535.10 100,239.44 5,399.34 410,896.32 14,907,573.47 Tahun 1999 (Juta Rupiah) 1,621,025.34 1,132,937.64 231,665.84 204,423.21 8,900.82 43,097.83 107,900.38 67,398.70 0.00 40,501.68 9,563,328.01 0.00 9,563,328.01 521,951.19 516,411.08 0.00 5,540.11 563,292.97 2,668,262.46 2,058,337.56 11,435.44 598,489.46 709,017.54 609,230.98 5,845.96 531,442.87 0.00 0.00 0.00 71,942.15 99,786.56 364,553.89 1,087.00 14,250.56 276,373.77 72,842.56 894,876.53 354,178.52 540,698.01 107,351.86 6,137.98 427,208.17 17,014,208.31 Tahun 2000 (Juta Rupiah) 1,714,125.66 1,174,243.42 247,216.50 233,931.72 9,889.91 48,844.11 122,520.10 76,292.29 0.00 46,227.81 11,289,524.83 0.00 11,289,524.83 687,842.82 677,173.17 0.00 10,669.65 600,128.32 3,353,383.80 2,710,969.18 12,510.16 629,904.46 854,454.50 725,211.64 6,723.29 634,492.31 0.00 0.00 0.00 83,996.04 129,242.86 406,572.76 1,782.27 16,295.26 307,871.31 80,623.91 949,511.65 376,409.08 573,102.57 113,921.62 6,727.58 452,453.37 19,978,064.44 Tahun 2001 (Juta Rupiah) 1,887,211.30 1,269,186.63 287,395.66 262,593.66 11,258.51 56,776.84 136,252.58 86,430.15 0.00 49,822.43 10,075,128.92 0.00 10,075,128.92 641,270.51 632,057.82 0.00 9,212.69 402,917.98 3,225,658.25 2,567,086.34 15,213.21 643,358.70 918,988.96 794,998.86 7,182.85 700,458.60 0.00 0.00 0.00 87,357.41 123,990.10 390,085.64 620.59 17,415.96 289,873.39 82,175.70 918,899.05 371,261.82 547,637.23 109,701.20 7,071.24 430,864.79 18,596,413.19 Tahun 2002 (Juta Rupiah) 2,111,174.89 1,419,105.23 326,310.53 290,592.80 13,022.59 62,143.74 156,226.36 98,971.76 0.00 57,254.60 11,552,305.31 0.00 11,552,305.31 740,990.48 730,341.54 0.00 10,648.94 484,587.98 3,680,810.81 2,955,659.57 17,302.15 707,849.09 1,045,499.21 901,388.69 8,288.59 794,870.12 0.00 0.00 0.00 98,229.98 144,110.52 449,339.69 945.54 19,441.93 336,486.88 92,465.34 1,081,007.96 450,497.94 630,510.02 128,744.68 8,348.82 493,416.52 21,301,942.69 Tahun 2003 (Juta Rupiah) 2,240,264.63 1,516,313.94 339,228.31 305,064.32 14,115.05 65,543.01 173,656.05 109,393.49 0.00 64,262.56 12,808,040.91 0.00 12,808,040.91 831,668.63 820,246.58 0.00 11,422.05 582,523.21 4,155,032.03 3,344,919.94 18,878.38 791,233.71 1,215,400.89 1,044,240.83 9,118.28 920,380.11 0.00 0.00 0.00 114,742.44 171,160.06 524,641.59 4,705.87 20,933.13 394,766.41 104,236.18 1,305,405.20 556,229.81 749,175.39 150,270.79 9,469.23 589,435.37 23,836,633.14 Tahun 2004 (Juta Rupiah) 2,539,277.60 1,718,781.43 383,150.65 345,375.23 16,189.46 75,780.83 196,971.81 124,119.22 0.00 72,852.59 14,376,244.60 0.00 14,376,244.60 939,174.44 925,497.69 0.00 13,675.75 677,259.25 4,735,660.56 3,807,222.29 21,829.07 906,609.20 1,390,839.38 1,187,227.37 10,792.89 1,044,220.43 0.00 0.00 0.00 132,214.05 203,612.01 612,489.72 5,396.49 24,279.20 461,399.73 121,414.30 1,489,430.64 634,087.34 855,343.30 172,687.62 10,789.92 671,865.76 26,957,348.00
II -10
Berdasarkan harga konstan, sektor usaha yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004 adalah sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 12,74%, disusul sektor Pertambangan dan Penggalian 7,58% dan sektor Pengangkutan & Komunikasi 6,39%. Tingginya LPE yang dicapai sektor-sektor tersebut terkait erat dengan tingkat inflasi/kenaikan harga yang dialami. Secara lengkap nilai PDRB, kontribusi per sektor dan laju pertumbuhan tahun 1995 dan 2004 atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada tabel 2.2. Inflasi sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan pada tahun 2004 memiliki tingkat inflasi terkecil dibandingkan sektor lainnya. Mengingat perannya yang strategis dan dengan tingkat inflasi yang relatif kecil, maka sektor Keuangan yang terdiri dari kegiatan perbankan (simpanan, pinjaman, transfer, jual beli surat berharga dll), lembaga keuangan bukan bank (asuransi, koperasi, pegadaian), sewa bangunan dan jasa perusahaan (al. jasa hukum dan jasa konsultan) tersebut dapat meningkatkan produksi secara optimal. Secara lengkap tingkat inflasi per lapangan usaha adalah sebagai berikut : Tabel 2.4 Tingkat Inflasi PDRB Kabupaten Bandung 2003 2004
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9
LAPANGAN USAHA
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restaurant Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Rata-rata
2003 (%)
3.46 6.69 5.97 8.70 12.64 6.27 10.17 8.87 10.37 6.48
2004 (%)
6.60 5.44 7.23 7.17 10.70 8.31 7.56 3.55 10.11 7.47
Tingkat inflasi Kabupaten Bandung secara makro pada tahun 2004 mencapai 7,47% dan angka tersebut relatif lebih besar jika dibandingkan dengan tahun 2003 dengan inflasi 6,48%. Tingkat inflasi terbesar disumbang oleh kelompok
bangunan/konstruksi sebesar 10.7%, sedangkan inflasi terkecil dialami sektor keuangan sebesar 3,55%.
II -11
Tabel 2.3 PDRB Kabupaten Bandung Menurut Kelompok Sektor Tahun 1995-2004 Atas Dasar Harga Konstan
Lapangan Usaha 1. PERTANIAN A. Tanaman Bahan Makanan B. Perkebunan C. Peternakan D. Kehutanan E. Perikanan 2. PERTAMBANGAN DAN GALIAN A. Minyak dan Gas Bumi B. Pertambangan tanpa Gas C. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN A. Industri Migas B. Industri Tanpa Migas 4. LISTRIK GAS DAN AIR A. Listrik B. Gas C. Air Bersih 5. BANGUNAN DAN KONSTRUKSI 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN A. Perdagangan Besar dan Eceran B. Hotel C. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI A. Pegangkutan A.1. Angkutan Rel A.2. Angkutan Jalan Raya A.3. Angkutan Laut A.4. Angkutan Sungai A.5. Angkutan Udara A.6. Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN A. Bank B. Lembaga Keuangan Bukan Bank C. Sewa Bangunan D. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA A. Pemerintahan B. Swasta B.1. Sosial Kemasyarakatan B.2. Hiburan dan Rekreasi B.3. Perorangan dan Rumah Tangga PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1995 (Juta Rupiah) 874,862.96 596,750.69 133,463.93 115,631.75 4,328.72 24,687.87 50,328.90 34,217.92 0.00 16,110.98 3,375,561.66 0.00 3,375,561.66 259,963.11 256,049.49 0.00 3,913.62 361,209.68 955,037.72 723,172.98 7,845.12 224,019.62 274,174.81 237,578.07 1,938.66 204,810.41 0.00 0.00 0.00 30,829.00 36,596.74 193,010.64 30,454.00 4,500.84 129,443.76 28,612.04 453,536.53 234,536.53 219,254.32 45,800.67 2,647.25 170,806.40 6,797,686.01 Tahun 1996 (Juta Rupiah) 864,015.73 578,289.41 133,223.72 123,299.21 4,432.39 24,771.00 53,958.38 37,132.66 0.00 16,825.75 3,903,837.05 0.00 3,903,837.05 306,637.80 302,405.21 0.00 4,232.59 398,709.32 1,015,564.57 767,141.90 8,122.09 240,300.58 294,465.50 254,670.34 2,092.97 219,520.10 0.00 0.00 0.00 33,057.27 39,795.16 203,572.72 33,830.52 4,548.07 134,541.89 30,652.24 472,381.64 238,281.11 234,100.53 50,060.71 2,768.86 181,270.96 7,513,142.71 Tahun 1997 (Juta Rupiah) 753,960.52 492,666.55 127,779.43 103,234.97 4,457.84 25,821.73 56,588.25 36,762.53 0.00 19,825.72 4,251,370.61 0.00 4,251,370.61 334,963.16 330,518.49 0.00 4,444.67 419,812.10 1,063,016.35 803,478.65 8,337.86 251,199.84 304,687.52 262,090.54 2,379.16 225,876.77 0.00 0.00 0.00 33,834.61 42,596.98 217,579.48 36,980.75 4,777.87 143,825.74 32,045.12 481,738.93 240,722.40 241,016.53 52,066.33 2,828.30 186,121.90 7,883,716.92 Tahun 1998 (Juta Rupiah) 671,743.96 452,815.90 101,342.97 91,668.23 4,352.13 21,564.73 54,199.64 35,602.22 0.00 18,597.42 3,319,647.28 0.00 3,119,647.28 304,837.71 301,530.47 0.00 3,307.24 230,083.91 935,491.82 686,020.38 5,894.00 243,577.44 300,037.91 254,801.16 2,350.49 223,262.48 0.00 0.00 0.00 29,188.19 45,236.75 171,955.55 9,518.02 4,772.10 128,879.56 28,785.87 472,797.32 229,378.97 243,418.35 51,791.02 2,633.29 188,994.04 6,340,795.10 Tahun 1999 (Juta Rupiah) 690,148.71 450,956.28 116,634.79 94,438.80 5,098.06 23,020.78 54,443.99 35,255.09 0.00 19,188.90 3,299,592.73 0.00 3,299,592.73 325,030.90 321,540.79 0.00 3,490.11 215,900.38 986,209.03 735,085.46 6,828.20 244,295.37 316,922.65 263,263.90 2,645.21 230,980.35 0.00 0.00 0.00 29,638.34 53,658.75 162,570.59 781.96 5,306.09 125,095.59 31,386.95 479,546.22 233,985.93 245,650.29 53,265.86 2,772.86 189,521.57 6,530,365.20 Tahun 2000 (Juta Rupiah) 703,990.67 456,647.28 119,765.14 97,588.44 5,644.74 24,345.07 55,261.33 25,119.86 0.00 20,141.47 3,553,687.73 0.00 3,553,687.73 330,496.63 323,954.06 0.00 6,542.57 211,307.23 1,018,580.02 765,197.12 7,008.88 246,374.02 336,034.24 271,663.20 2,693.11 237,725.05 0.00 0.00 0.00 31,245.04 64,371.04 165,596.48 962.19 5,556.02 126,586.58 32,491.69 493,919.59 242,017.39 251,902.20 54,482.25 2,918.49 194,501.46 6,868,873.92 Tahun 2001 (Juta Rupiah) 696,777.20 448,262.43 121,460.87 96,607.71 5,656.23 24,796.96 58,242.50 37,411.97 0.00 20,830.53 3,021,491.76 0.00 3,021,491.76 328,785.89 325,491.17 0.00 3,294.72 185,534.48 896,051.16 655,390.21 7,412.95 233,248.00 324,520.08 263,217.01 2,577.56 234,626.79 0.00 0.00 0.00 26,012.66 61,303.05 150,593.44 387.43 4,941.37 114,567.73 30,696.91 463,742.12 237,148.03 226,594.09 51,260.95 3,026.79 172,306.35 6,125,738.61 Tahun 2002 (Juta Rupiah) 725,312.10 464,950.82 127,429.08 101,311.33 6,038.74 25,582.13 61,861.99 39,251.14 0.00 22,610.85 3,164,564.07 0.00 3,164,564.07 346,780.90 342,787.34 0.00 3,993.56 196,954.92 940,430.15 688,409.99 7,752.51 244,267.65 343,438.41 278,345.07 2,682.95 248,440.32 0.00 0.00 0.00 27,221.80 65,093.34 158,195.56 524.78 5,325.87 120,884.37 31,500.54 491,233.63 253,710.63 237,523.00 53,442.65 3,180.21 180,900.14 6,428,771.73 Tahun 2003 (Juta Rupiah) 743,941.58 474,563.86 132,105.73 104,168.31 6,444.54 26,659.14 64,449.29 40,361.95 0.00 24,087.34 3,310,766.93 0.00 3,310,766.93 358,075.51 353,996.49 0.00 4,079.02 210,190.29 998,942.53 731,160.25 8,199.05 259,583.23 362,388.84 293,272.73 2,806.90 261,632.50 0.00 0.00 0.00 28,833.33 69,116.11 169,273.01 1,312.19 5,620.39 130,282.32 32,058.11 537,455.97 289,762.91 247,693.06 55,965.14 3,302.34 188,425.58 6,755,483.95 Tahun 2004 (Juta Rupiah) 791,064.16 510,372.41 134,308.23 111,956.46 6,907.56 27,519.49 69,332.61 42,745.38 0.00 26,587.23 3,465,607.77 0.00 3,465,607.77 377,300.82 372,836.28 0.00 4,464.54 220,755.95 1,051,230.57 769,460.33 8,629.08 273,141.16 385,560.94 309,852.51 3,127.32 276,062.67 0.00 0.00 0.00 30,622.52 75,708.43 190,839.43 1,471.51 5,864.89 149,175.96 34,327.06 556,894.26 296,335.95 260,558.31 59,603.53 3,453.78 197,500.99 7,108,586.48
II -12
Berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat, PDRB per kapita masyarakat Kabupaten Bandung atas dasar harga berlaku 2004 adalah sebesar Rp. 6.536.431 dan meningkat sebesar 9,6% jika dibandingkan PDRB per kapita tahun 2003 sebesar Rp. 5.930.146,-. Namun demikian, bila diteliti lebih lanjut ternyata peningkatan pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku tidak menggambarkan peningkatan secara riil tetapi lebih disebabkan karena adanya pengaruh kenaikan harga/inflasi. Apabila dihitung dengan menggunakan harga konstan 1993, PDRB per kapita Kabupaten Bandung tahun 2004 dan 2003 masing-masing sebesar Rp.1.714.578,- dan Rp.1.681.316,00 atau hanya meningkat 2%. Hal ini berarti bahwa tingkat kemakmuran masyarakat Kabupaten Bandung pada tahun 2004 berdasarkan harga konstan hanya meningkat sebesar 2%. Jika dibandingkan dengan angka inflasi sebesar 7.47% terlihat bahwa kemakmuran masyarakat sebenarnya belum mengalami kenaikan yang cukup berarti.
2.2.1 Sub Fungsi Perdagangan, Pengembangan Usaha, Koperasi dan UKM Kabupaten Bandung memiliki potensi di sub fungsi Perdagangan yaitu berupa pasar Kabupaten sebanyak 22 buah pasar terdiri dari tipe A sebanyak 8 pasar, tipe B sebanyak 7 pasar, dan tipe C sebanyak 7 pasar serta pasar desa sebanyak 41 buah pasar. Program-program yang dilaksanakan dalam mendukung sub fungsi ini adalah program Penataan Sarana Pasar/Renovasi dan Pembinaan SDM pengelola pasar. Hasil-hasil yang telah dicapai sub fungsi perdagangan dari Tahun 2001 2004 secara kuantitatif adalah sebanyak 16 pasar. Pada tahun 2001 telah dilaksanakan kegiatan penataan sarana pasar/renovasi sebanyak 6 pasar, tahun 2002 sebanyak 7 pasar (penambahan 1 pasar), tahun 2003 sebanyak 14 pasar (penambahan 7 pasar) dan 16 pasar pada tahun 2004 (penambahan 2 pasar). Sedangkan pada tahun 2003 dan 2004 telah dilaksanakan penyelesaian masalah tanah Pasar Baleendah.
Permasalahan yang dihadapi di sub fungsi perdagangan antara lain adalah : Belum optimalnya penataan sarana dan prasarana perdagangan yang disebabkan karena sulitnya melakukan relokasi sarana prasarana perdagangan yang sudah eksis, Sulitnya mempertemukan aspirasi pedagang dan investor, dan
II -13
Sulitnya melaksanakan penegakan hukum. Hal tersebut dapat dilihat pada kasus relokasi pasar Baleendah dan pasar Ciwidey.
Potensi yang dimiliki pada sub fungsi Koperasi dan UKM terlihat dari Banyaknya jumlah koperasi, jumlah anggota, jumlah modal, volume usaha, asset koperasi, dan jumlah UKM. Pada tahun 2004 di Kabupaten Bandung tercatat sebanyak 1.671 unit Koperasi (unit yang aktif sebanyak 1.466 unit dan yang tidak aktif 205 unit), terdiri dari koperasi konsumsi sebanyak 1.025 unit, Koperasi Produksi 188 unit, Koperasi Simpan Pinjam 13 unit, Koperasi Jasa 18 unit, Koperasi Pemasaran 63 unit, Koperasi Unit Desa 46 unit, Koperasi Serba Usaha 141 unit, Koperasi Pondok Pesantren 148 unit, Koperasi Baitul Mall-Wattanwil 38 unit dan Koperasi Pusat 4 unit. Jumlah anggota koperasi sebanyak 1.257.452 orang, jumlah modal Rp. 464,2 milyar, volume usaha Rp. 799,9 milyar, jumlah asset Rp. 553,5 milyar dan pelaku UKM sejumlah 3.488 unit. Jika dilihat dari jenis usahanya, UKM tersebut terdiri dari jenis usaha perdagangan 863 unit, jasa 210 unit dan industri 2.414 unit dengan total jumlah tenaga kerja yang diserap 22.284 orang. Pada sub fungsi Koperasi dan UKM, hasil-hasil yang dicapai antara lain pelaksanaan Perda No. 24 Tahun 2001 tentang Retribusi Perijinan Penyelenggaraan Koperasi dari target Rp.27.550.000,- tercapai Rp.29.050.000,- selain itu dapat dilihat dari berdirinya koperasi baru, penilaian kesehatan dan pengawasan KSP/USP, penilaian klasifikasi koperasi. Pada tahun 2001 telah berdiri 130 koperasi baru, peningkatan klasifikasi 30 koperasi, penilaian kesehatan KSP/USP 185 koperasi sehat, bimbingan kepada 150 UKM. Pada tahun 2002 telah berdiri 67 koperasi baru, penilaian klasifikasi koperasi sebanyak 100 unit, penilaian kesehatan dan pengawasan KSP/USP 250 koperasi sehat, dan bimbingan kepada 150 UKM. Pada tahun 2003 telah berdiri 47 koperasi baru, peningkatan klasifikasi 260 koperasi, penilaian kesehatan dan pengawasan KSP/USP 222 koperasi sehat, dan bimbingan kepada 174 UKM. Selanjutnya pada tahun 2004 telah berdiri 71 koperasi baru, penilaian klasifikasi 152 koperasi, penilaian kesehatan dan pengawasan KSP/USP 188 koperasi sehat, dan bimbingan kepada 63 UKM. Adapun keberhasilan lain terlihat dari program kemitraan dengan teraksesnya permodalan dari BUMN, pada tahun 2001 sebesar Rp.790.500.000,- yang diserap oleh 9 unit koperasi dan 57 unit PK, pada tahun 2002 sebesar Rp.1.976.000.000,- yang
II -14
diserap oleh 1 unit koperasi dan 182 unit PK, pada tahun 2003 sebesar Rp.58.500.000,- terserap oleh 6 unit PK, sedangkan pada tahun 2004 sebesar Rp.1.112.500.000,- yang diserap oleh 1 unit koperasi (KSP Sarwa Mukti Cisarua) sebesar Rp.1.000.000.000,- dan dana lainnya terserap oleh 2 unit koperasi dan 7 unit PK. Pada sub fungsi Koperasi dan UKM antara lain ditemukan permasalahan : Belum optimalnya peran koperasi sebagai sistem ekonomi masyarakat dan Masih rendahnya daya saing produk usaha kecil menengah. Rendahnya daya saing produk usaha kecil menengah dipengaruhi oleh faktor modal, kualitas produk, inovasi, ongkos produksi dan skala produksi, sedangkan belum optimalnya peran koperasi disebabkan karena terbatasnya modal yang dimiliki serta rendahnya kualitas SDM pengurus dan anggota koperasi.
2.2.2 Sub Fungsi Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi di Bidang Pertanian. Hasil-hasil yang telah dicapai sub fungsi Pertanian, Kehutanan dan Perikanan selama tahun 2001 s/d 2004 antara lain adalah meningkatnya produksi komoditi tanaman pangan dan hortikultura,
produksi peternakan dan perikanan. Pada tahun 2004, tercatat produksi sejumlah komoditi tanaman pangan dan hortikultura sayuran dan perkebunan adalah sebagai berikut : padi 655.221 ton, jagung 82.119 ton, ubi kayu 139.469 ton, kentang 261.388 ton, kubis 221.685 ton, tomat 91.884 ton, cabe merah 18.433 ton, bawang merah 40.516 ton, teh 58.050 ton, kakao 747 ton, kelapa 1.411 ton, kopi 540 ton dan
tembakau 793 ton. Pada sub fungsi Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Bandung merupakan salah satu kontributor yang cukup penting bagi pemenuhan konsumsi
protein hewani di Jawa Barat. Pada tahun 2004 tercatat populasi sapi perah sebanyak 44.680 ekor, sapi potong 7.468 ekor, kerbau 6.061 ekor, kuda 7.031, domba 499.032, kambing 62.097, ayam buras 4.142.422, ayam ras petelur 492.590, ayam ras pedaging 4.050.886 dan itik 509.102 ekor. Selain itu terdapat produksi daging baik dari ternak kecil dan besar sebanyak 31.973.649 kg, produksi telur 10.484.118 kg dan susu 94.583.986 kg serta ikan sebanyak 25.586,86 ton yang berasal dari kolam, sawah, kolam air deras, jaring apung dan perairan umum.
II -15
Permasalahan utama yang dihadapi dalam sub fungsi ini antara lain masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat petani. Empat puluh persen petani berpendapatan di bawah Rp.500.000,00 per bulan dengan luas lahan yang diupayakan berkisar antara 0,3 s/d 0,5 Ha per KK. Rendahnya pendapatan petani tersebut dipengaruhi oleh faktor rendahnya nilai jual produk pertanian, keterbatasan modal, rendahnya kualitas hasil produksi pertanian dan tingginya ongkos produksi.
2.2.3 Sub Fungsi Pengairan Potensi Pengairan yang dimiliki Kabupaten Bandung sangat terkait erat dengan potensi di sektor Pertanian. Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, potensi yang dimiliki adalah irigasi/pengairan teknis seluas 12.971 Ha, pengairan setengah teknis 7.660 ha, pengairan sederhana 9.487 ha, pengairan pedesaan 15.253 ha dan tadah hujan 10.723 ha. Menurut data dari Dinas Pekerjaan Umum, dari seluruh jaringan irigasi yang ditangani Kabupaten (seluas 19.069 ha) sekitar 45 % dalam kondisi rusak dan sampai tahun 2004 baru ditangani sebanyak 10 % dari jumlah jaringan yang rusak.
2.2.4 Sub Fungsi Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung memiliki aneka ragam potensi jenis pertambangan antara lain adalah batu andesit seluas 61,84 ha di Kecamatan Padalarang, Batujajar, Margaasih, Cililin, Cicalengka dan Baleendah dengan jumlah 40.690.000 m3; pasir seluas 26 ha di Kecamatan Padalarang, Cipatat dan Cikalongwetan dengan jumlah 3 juta m3; batu marmer di Kecamatan Cipatat seluas 76,63 ha dengan jumlah 19.150.250 m3 dan kapur (batu gamping) di Kecamatan Padalarang dan Cipatat seluas 15 ha dengan jumlah 3.725.000 m3 (DLH, 2004), dan mineral emas (masih tahapan eksplorasi), air tanah (air bawah tanah dan mata air), serta panas bumi (geothermal). Program yang telah dilaksanakan selama tahun 2001 s/d 2004 ditujukan untuk menurunkan jumlah angka pelanggaran dalam kegiatan usaha penambangan seperti kegiatan pemantauan dan pembinaan penambangan bahan galian Golongan C di Kecamatan Padalarang dan Cipatat pada tahun 2003, sedangkan untuk memanfaatkan potensi pertambangan telah dilakukan upaya identifikasi data awal sebaran bahan galian golongan C di 19 Kecamatan yang dilaksanakan pada tahun 2001 2002 dan
II -16
inventarisasi semi mikro potensi bahan galian di Kabupaten Bandung yang akan dilaksanakan pada tahun 2005. Selain jenis bahan galian golongan C, di kabupaten bandung terdapat mineral emas yang tersebar di daerah Bandung Selatan ( dari Kecamatan Sindagkerta sampai ke kecamatan Pangalengan) yang besaran potensinya belum diketahui, baru dalam tahapan Eksplorasi dan potensi panas bumi (geothermal) yang sebarannya dan potensinya seperti terlihat di tabel 2.5. Tabel 2.5 Jumlah Potensi Panas Bumi (MWe) di Kabupaten Bandung
Sumberdaya Spekulatif Terduga Kapasitas Terpasang (MWe) Hipotetik Potensi Mungkin Terbukti Sub Total
No
Kecamatan
Lapangan
1. 2. 3.
73 135
227 250
25 25
25 25
4.
Batujajar, Cipatat
Saguling, Rajamandala G.Patuha Cimanggu Ranca Walini Batununggal Kawah Putih Kawah Cibumi Kawah Ciwidey TOTAL 250
5.
Ciwidey
65 25 25 25 25
247
170
482 25 25 25 25
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat Tahun 2003
Permasalahan yang dihadapi Pertambangan dan energi antara lain adalah masih adanya penambangan yang tidak mengikuti kaidah penambangan, baik perusahaan maupun perorangan ditandai dengan pelaksanaan reklamasi yang masih di bawah 20%, dan 70% pengusaha penambangan belum mengelola K3 dan lingkungan dengan baik. Akibatnya, pada tahun 2003 terjadi 2 kasus longsor dan 4 kasus tanah longsor pada tahun 2004, dan awal tahun 2006 terjadi longsoran (tanah dan pasir tras) di lokasi penambangan yang mengakibat korban jiwa yang diakibatkan penambangan tidak sesuai dengan kaidah penambangan.
II -17
Jumlah pengambilan air tanah untuk keperluan industri yang telah memiliki ijin sebanyak 673 buah sumur (Sumber DLH), pengambilan air tanah melalui sumur bor tersebut dari kedalaman 60 meter hingga 200 meter. Permasalahan yang dihadapi dalam pengambilan dan pemanfaatan air tanah adalah belum terkendalinya pengambilan air tanah terutama untuk keperluan industri, sehingga terjadi penurunan muka air tanah. Potensi panas bumi digunakan untuk pemanfaatan secara langsung dan tidak langsung, penggunaan secara langsung baru dimanfaatkan untuk parawisata (pemandian air panas dan wisata alam), dan perlu dikembangkan untuk pemanfaatan secara langsung seperti untuk pengeringan teh, jamur dan lainnya. Sedangkan pemanfaatan tidak langsung yaitu untuk Pembangkit Tenaga Listrik, dari Sub total potensi panas bumi 1856 MWe baru terpasang 250 MWe di Kawasan Kamojang dan Wayang-Windu, dan potensi yang terdapat di Kawasan Kamojang akan ada penambahan kapasitasnya direncanakan 60 MWe, dan kawasan G. Patuha akan dibangun pembangkit tenaga listriknya yang direncanakan 300 MWe secara bertahap (sudah diakukan eksplorasi dan terdapat Sumur Bor panas bumi di kawasan ini). Permasalahan untuk pembangunan pembangkit tenaga panas bumi ini diperlukan investasi yang besar, serta masih belum stabilnya harga jual listrik. Sehingga terjadi keterlambatan dalam pembangunannya.
2.2.5 Sub Fungsi Industri dan Konstruksi Pada sub fungsi Industri terutama industri kecil dan menengah, Kabupaten Bandung memiliki potensi sebagai berikut : Jumlah industri kecil yang dimiliki sampai dengan tahun 2004 adalah Industri Kecil Formal sebanyak 2.834 unit usaha yang terdiri dari Kelompok Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan (IHPK) 695 unit usaha, Industri Logam Mesin dan Kimia (ILMK) 837 unit usaha dan Industri Aneka (IA) sebanyak 1.302 unit usaha. Jumlah Industri Kecil Non Formal (sentra) sampai dengan tahun 2004 adalah 18.430 unit usaha yang terdiri dari Kelompok IHPK 5.924 unit usaha, ILMK 6.897 unit usaha dan IA 5.609 unit usaha. Dalam rangka mendukung pengembangan sub fungsi Industri, beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain penyusunan informasi potensi industri, pembinaan
II -18
industri kecil, peningkatan pengetahuan bagi pengusaha mengenai SNI/Gugus Kendali Mutu (GKM), mengikuti kegiatan pameran baik lingkup daerah maupun nasional, fasilitasi permodalan dengan pihak Perbankan, pengawasan standararisasi mutu. Pembinaan sentra Industri Kecil dilaksanakan dari tahun 2001 s/d 2004 yaitu sebanyak 44 sentra (kuantitatif) yaitu sebanyak 16 sentra pada tahun 2001, 27 sentra pada tahun 2002 (penambahan 11 sentra), 36 sentra pada tahun 2003 (penambahan 9 sentra) dan 44 sentra pada tahun 2004 (penambahan 8 sentra), sedangkan peningkatan pengetahuan mengenai SNI selama Tahun 2001-2004 yaitu sebanyak 520 pengusaha/pengerajin (kuantitatif) yaitu pada tahun 2001 ditujukan untuk 220 pengusaha, 440 pengusaha pada tahun 2002 (penambahan 220 pengusaha/ pengerajin), 480 pengusaha pada tahun 2003 (penambahan 40 pengusaha/pengerajin) dan 520 pada tahun 2004 (penambahan 40 pengusaha/pengerajin) serta penerapan GKM dari tahun 2001 s/d 2004 sebanyak 10 perusahaan. Permasalahan yang dihadapi antara lain adalah masih sulitnya industri kecil/ menengah untuk bersaing di dalam maupun luar negeri terutama dalam menghadapi pasar bebas karena belum memenuhi persyaratan mutu/kualitas produk yang diharapkan konsumen. Ketidakmampuan dalam bersaing diantaranya disebabkan oleh akses permodalan yang terbatas, rendahnya inovasi produk, ongkos produksi yang tinggi, dan masih terbatasnya kemampuan sumber daya manusia khususnya dalam hal penguasaan teknologi, manajemen atau wawasan bisnis.
2.2.6 Sub Fungsi Transportasi Dalam menunjang kegiatan perekonomian, baik di wilayah perkotaan maupun di perdesaan maka peran sub fungsi Transportasi menjadi sangat penting. Potensi yang dimiliki sub fungsi Transportasi adalah panjang jalan yang terdapat di Kabupaten Bandung yaitu sepanjang 3.455,28 km terdiri dari jalan nasional 85,42 km dengan kondisi 100 % baik, jalan propinsi 202,6 km dengan kondisi 90 % baik, jalan kabupaten 1.297,92 km dengan kondisi hanya sekitar 60 % baik, dan jalan desa 1.869,88 km dengan kondisi rata-rata hanya sekitar 40% yang kondisinya baik. Mengingat keterbatasan anggaran yang dimiliki, sampai dengan tahun 2005 ditargetkan hanya sekitar 73,86% dari total panjang jalan Kabupaten atau sekitar 958 km yang dapat ditangani dan masih ada beberapa jembatan dengan kondisi buruk. Adapun jalan desa yang dibiayai dari Dana Bantuan Penyelenggaraan Pemerintah Desa
II -19
ditambah swadaya masyarakat belum cukup mampu meningkatkan kondisinya menjadi lebih baik. Selain permasalahan di atas, permasalahan lainnya adalah penyebaran pembangunan infrastruktur yang belum merata dan masih rendahnya kualitas infrastruktur dasar wilayah. Belum meratanya penyebaran pembangunan infrastruktur disebabkan karena inkonsistensi pemerintah dalam pengembangan wilayah, minimnya minat investor, dan biaya penyediaan infrastruktur yang tinggi; sedangkan rendahnya kualitas infrastruktur karena belum optimalnya pengelolaan infrastruktur dan belum lengkapnya ketentuan teknis pembangunan infrastruktur. Dalam pelaksanaannya, Sub fungsi Transportasi didukung oleh kegiatan Pengembangan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas serta Pengembangan Sistem Pelayanan Angkutan Umum. Dalam kurun waktu 2001 - 2004, program Pengembangan Manajemen dan Rekayasa Lalulintas telah menyediakan rambu sebanyak 923 unit, marka 7.000 m dan traffic cones sebanyak 510 buah yang dipasang di lokasi rawan kemacetan. Selain itu, dalam rangka Pengembangan Sistem Pelayanan Angkutan Umum telah disusun buku Master Plan Jaringan Lalulintas Angkutan Barang dan jaringan trayek angkutan penumpang pada tahun 2003 dan direncanakan akan disusun perencanaan angkutan massal koridor Leuwipanjang, Ciwidey, Cileunyi, dan Rancaekek pada tahun 2005.
2.2.7 Sub Fungsi Telekomunikasi dan Informatika Pada Sub Fungsi Telekomunikasi dan Informatika dicapai sampai dengan tahun 2004 adalah : Terbangunnya 24 sistem aplikasi sub SIMDA yang telah oprasional di 3 bagian (Setda), 3 badan, 2 kantor, dan 10 dinas Unit kerja yang telah terkoneksi ke dalam jaringan internet SIMDA Kabupaten Bandung terdiri dari 21 unit kerja, termasuk R.Bupati, R.Wakil Bupati dan Setda dengan jumlah komputer yang terkoneksi mencapai 55 buah. Permasalahan yang dihadapi dalam Sub Fungsi Telekomunikasi dan Informatika adalah : Belum optimalnya sistem aplikasi Sub SIMDA yang telah terbangun, baik dari aspek pemanfaatannya oleh DIBALE maupun content/ isi dari sistem aplikasi tersebut; ini hasil-hasil yang telah
II -20
Belum berfungsinya situs web Kab.Bandung sebagai media informasi dan komunikasi baik bagi kepentingan internal maupun publik, hal tersebut lebih disebabkan karena kesulitan untuk mendapatkan data aktual dari Dibale dan keterbatasan SDM KPDE yang menguasai teknis pengentryan ke sistem apikasi web itu sendiri, sehingga berdampak pada ketidak kontinu-an dalam proses entry. up date datanya
Masih terbatasnya sarana prasarana infrastruktur jaringan ( N/W ) sebagai pendukung operasionalsasi sistem-sistem sub SIMDA, baik yang tersedia di Dibale maupun yang ada di KPDE sebagai intitusi pengelolanya, hal tersebut dibuktikan dengan seringnya terjadi troubel/ kendala konektifitas yang disebabkan karena adanya perangkat jaringan yang hilang ( ruangan tidak dilengkapi sistem keamanan yang memadai ) ataupun terjadinya croded karena tidak tersedianya perangkat server yang memadai, dll.
2.2.8
Sub Fungsi Tenaga Kerja Kabupaten Bandung merupakan daerah yang memiliki potensi Sumber Daya
Manusia (SDM) paling besar di Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil Suseda 2004, jumlah penduduk Kabupaten Bandung tercatat sebanyak 4.145.967 jiwa terdiri dari laki-laki 2.087.556 jiwa dan perempuan 2.058.411 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 3.19% jika dibandingkan tahun 2003 yaitu sebanyak 4.107.582 jiwa. Apabila dilihat dari kelompok umurnya, penduduk Kabupaten Bandung tahun 2004 tersebut terdiri dari 637.858 orang atau 30,49% penduduk usia muda (umur 0-14 tahun), 1.369.112 orang atau 65,58% penduduk usia produktif (umur 15-64 tahun) dan 80.586 orang atau 3,93% penduduk tua (umur 65 tahun ke atas). Jika dikaitkan dengan sub fungsi Tenaga Kerja, jumlah penduduk usia produktif yang besar tersebut bisa menjadi satu potensi. Namun demikian bisa pula menjadi permasalahan bilamana penduduk usia produktif tersebut tidak terserap oleh pasar kerja. Menurut data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, jumlah penganggur tahun 2001 tercatat sebanyak 376.156 orang, meningkat menjadi 383.833 pada tahun 2002, dan 390.026 pada tahun 2003.
II -21
Berkaitan dengan tersebut, sub fungsi Tenaga Kerja selama tahun 2001 s/d 2004 telah melakukan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja melalui penempatan tenaga kerja pada sektor formal lokal dan ke luar negeri, pembentukan usaha mandiri dan pelatihan kerja, mengurangi kasus ketenagakerjaan serta meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban perusahaan dan pekerja melalui penyuluhan tentang Hak dan Kewajiban. Peningkatan penyerapan tenaga kerja melalui penempatan tenaga kerja pada sektor formal dan keluar negeri pada tahun 2001 tercatat sebanyak 1.965 orang, tahun 2002 sebanyak 1.532 orang, tahun 2003 sebanyak 1.686 orang dan pada tahun 2004 tercatat sebanyak 1.500 orang sehingga pada tahun 2005 masih tersisa 4500 orang yang belum mendapat tempat di lapangan kerja dengan Target Renstra 2001 2005 (Disnaker, 2004). Peningkatan penyerapan tenaga kerja melalui pembentukan usaha mandiri tercatat perkembangan sebagai berikut : pada tahun 2001 dilakukan untuk 1.311 orang, 1.358 orang pada tahun 2003, 154 orang pada tahun 2003 dan 65 orang pada tahun 2004; sedangkan melalui pelatihan tenaga kerja adalah 165 orang pada tahun 2001, 580 orang pada tahun 2002, 236 orang pada tahun 2003 dan 277 orang pada tahun 2004. Selanjutnya pada kasus-kasus ketenagakerjaan telah terjadi penurunan yang tercatat sebagai berikut yaitu 48 kasus ketenagakerjaan pada tahun 2001 menjadi 23 kasus pada tahun 2002, 10 kasus pada tahun 2003 dan selanjutnya menurun menjadi hanya 8 kasus pada tahun 2004. Penurunan tersebut antara lain disebabkan karena meningkatnya kesadaran hak dan kewajiban perusahaan dan pekerja melalui penyuluhan Hak dan Kewajiban yang telah dilaksanakan selama tahun 2001 s/d 2004 untuk masing-masing 280 perusahaan. Dengan demikian masih tersisa sebanyak 100 perusahaan yang belum mendapat penyuluhan. Permasalahan-permasalahan yang masih dihadapi dalam sub fungsi Tenaga
Kerja antara lain adalah masih tingginya jumlah pengangguran, masih kurangnya tingkat keterampilan/keahlian pencari kerja dan belum baiknya sistem informasi pasar kerja yang ada. Disamping itu masih rendah perlindungan tenaga kerja melalui kepastian jaminan sosial tenaga kerja ( Jamsostek ) serta masih minimnya lembaga sebagai sarana hubungan industrial baru mencapai 29,07 % dalam upaya peningkatan kesejateraan pekerja.
II -22
2.2.9 Sub Fungsi Ekonomi Lainnya Dalam rangka pengembangan ekonomi di wilayah pedesaan, perlu ditunjang oleh program pengembangan listrik pedesaan. Sampai dengan tahun 2004 telah terpasang sambungan listrik pedesaan sebanyak 1.899 KK dari 167.844 KK yang belum mendapat sambungan listrik. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan listrik pedesaan antara lain adalah masih terbatasnya jaringan distribusi PLN, kurangnya subsidi pemerintah dan belum adanya alternatif penyediaan energi di desa.
2.3 Fungsi Pariwisata dan Budaya 2.3.1 Pengembangan Pariwisata dan Budaya Kabupaten Bandung memiliki potensi budaya dan pariwisata antara lain adalah 61 buah obyek wisata yang tersebar di zone Bandung Utara sebanyak 12 obyek di 4 Kecamatan , di zone Bandung Selatan 29 obyek di 7 Kecamatan, zone Bandung Barat 15 objek di 8 Kecamatan dan di Bandung Timur 4 obyek di 5 Kecamatan. Selain itu, terdapat juga potensi kebudayaan berupa 2 buah rumah adat Sunda, situs budaya dan sejarah di 17 lokasi, monumen di 17 lokasi, monumen bersejarah di 5 lokasi, peninggalan sejarah lainnya dan beragam jenis kesenian. Selain itu, untuk menunjang kepariwisataan terdapat pula hotel, vila dan penginapan serta Restoran dan Rumah Makan, yang 40 diantaranya terdapat di daerah Bandung Utara (Lembang). Jumlah wisatawan pada tahun 2003 tercatat sebanyak 1.539.977 orang, dan pada tahun 2004 tercatat sebanyak 1.751.769 orang atau terdapat peningkatan sebesar 13,75%. Walaupun terdapat peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung namun ternyata Kabupaten Bandung hanya mampu menyerap sekitar 6% dari total kunjungan wisatawan ke Jawa Barat. Rata-rata lama tinggal wisatawan di Kabupaten bandung yaitu 2 hari yang merupakan tingkat hunian yang cukup singkat jika dibandingkan dengan lama tinggal wisatawan di Kota Bandung. Permasalahan masih rendahnya kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik antara lain disebabkan oleh faktor rendahnya daya tarik obyek wisata dan kurangnya promosi. Rendahnya daya tarik obyek wisata dipengaruhi oleh faktor sarana prasarana yang belum memadai, kemasan paket wisata yang kurang menarik dan manajemen pariwisata yang belum optimal.
II -23
2.3.2. Sub Fungsi Pembinaan Penerbitan dan Penyiaran Dalam mendukung sub fungsi Pembinaan Penerbitan dan Penyiaran dilaksanakan antara lain program Peningkatan Arus Informasi, Peningkatan Kerjasama Kemitraan dengan Instansi/Forum Komunikasi Sentral Masyarakat Pers dan Program Pelayanan Informasi. Peningkatan dan pelayanan arus informasi dilaksanakan antara lain dengan cara penerbitan Tabloid Gema Kertaraharja, Buletin Pemerintah Daerah, Penyusunan Basis Data Pembangunan, Pemberdayaan dan Pelayanan Pers, Sosialisasi dan Informasi Hasil-hasil Pembangunan, Pameran Pembangunan, sedangkan Pembinaan Penerbitan dan Penyiaran dilaksanakan dengan pemberdayaan media elektronik, RSPD dan lembaga penyiaran serta pemberdayaan dan pelatihan forum komunikasi daerah.
2.3.3. Pembinaan Kepemudaan dan Olahraga A. Pembinaan Generasi muda Pembinaan Generasi muda dilaksanakan melalui kegiatan Pasukan Pengibar Bendera (Paskribra), penyelenggaraan aubade, penyelenggaraan upacara bendera, penyelenggaraan pemuda produktif, kegiatan pemuda pelopor. Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain : Tahun 2002 / 2003 / 2004 penyelenggaraan seleksi Pasukan Pendera Pengibar (Paskibra) sebanyak 34 orang, penyelenggaraan lomba tata upacara bendera, SD, SMP, SMA/SMK masing-masing jenjang terdiri dari tiga peringkat, kegiatan pemuda produktif sebanyak 25 orang Tahun 2003 kegiatan penanggulangan narkoba bagi pelajar SD, SMP, SMA / SMK, Tahun 2004 kegiatan pemuda pelopor Permasalahan yang masih nampak dalam penyelenggaraan pembinaan generasi muda adalah masih perlu adanya peningkatan kegiatan pembinaan di semua tingkatan dalam rangka mendorong meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penduduk.
II -24
B. Pembinaan Olahraga Pembinaan olahraga dilaksanakan melalui kegiatan Pembinaan olahraga pelajar dan pembinaan olahraga masyarakat yang meliputi pengadaan sarana dan prasarana olahraga, penyelenggaraan Pekan Olahraga SD, penyelenggaraan Pekan Olahraga SMP, penyelenggaraan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA), kegiatan Lomba Gerak Jalan, bimbingan teknis personal, lomba senam dan kegiatan senam masal, Tes Kesegaran Jasmani bagi SMP dan SMA. Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain : Tahun 2002 penyelenggaraan Pekan Olahraga Pelajar SD, SMP, SMA/SMK yang terdiri dari 11 cabang olahraga, penyelenggaraan pembinaan teknis personal, penyelenggaraan bantuan sarana dan prasarana. Tahun 2003 kegiatan Porseni SD, SMP/SMA/SMK, penyelenggaraan Tes Kesegaran Jasmani Guru olahraga, penyelenggaraan lari 10K, penyelenggaraan gerak jalan santai, penyelenggaraan TKJ Tahun 2004, kegiatan POPDA SD,SMP, SMA / SMK penyelenggaraan lari 10 K, kegiatan jalan santai, penyelenggaraan Tes Kesegaran Jasmani SMP dan SMA Permasalahan yang masih nampak dalam penyelenggaraan pembinaan olahraga pelajar dan masyarakat adalah masih perlu adanya peningkatan kegiatan pembinaan di semua tingkatan dalam rangka mendorong meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pentingnya olahraga bagi pelajar dan masyarakat. Tantangan yang akan dihadapi tahun 2006 adalah Pekan Olah Raga Provinsi ke X di Karawang pada bulan Juli, yang telah dipersiapkan dari awal Tahun 2005. Serta persiapan menjadi tuan rumah PORPROV Ke XI.
2.4.
Fungsi Kesehatan
2.4.1. Sub Fungsi Obat dan Perbekalan Kesehatan. Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan hal terpenting dalam pelaksanaan fungsi kesehatan yang terutama dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Kegiatan pengadaan obat-obatan yang setiap tahun dilaksanakan dalam rangka memenuhi permintaan pelayanan masyarakat dan peserta Asuransi Kesehatan yang tersebar di 92 Puskesmas DTP/TTP dan Rumah Sakit Daerah ( RSD ). Untuk
II -25
penyediaan perbekalan kesehatan senantiasa diupayakan pengadaan peralatan kedokteran dan peralatan penunjang keperawatan yang sesuai standar kesehatan, dan pemberian pelayanan laboratorium dengan tujuan dapat meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan medik. Sedangkan dalam rangka pemusnahan limbah medis telah disediakan pengadaan alat pengolah limbah padat ( incenerator ) di RSD Soreang. Selain alat pengolah limbah padat tersebut di atas, tahun anggaran 2005 pembangunan tahap I IPAL ( Instalasi Pengolahan Air Limbah ) segera direalisasikan. Diharapkan tahun 2006 dapat diselesaikan pembangunannya secara keseluruhan agar dapat segera dioperasikan, yang bermanfaat untuk mengurangi tingkat pencemaran limbah cair rumah sakit dengan melakukan pengolahan limbah terlebih dahulu. Permasalahannya adalah sebagai berikut: Cakupan ketersediaan Obat masih belum dapat memenuhi kebutuhan Penyediaan alat-alat kedokteran dan keperawatan perlu ditingkatkan
2.4.2 Sub Fungsi Pelayanan Kesehatan Perorangan. Sarana/ prasarana kesehatan merupakan hal tepenting dalam pelayanan kesehatan oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah di Kabupaten Bandung ini terdapat 92 unit Puskesmas yang tersebar di 45 Kecamatan, sedangkan penduduk Kabupaten Bandung tahun 2004 sebanyak 4.145.967 jiwa, hal tersebut menunjukkan bahwa ratio Puskesmas terhadap penduduk adalah 1 puskesmas : 45.064 jiwa atau 1 Puskesmas diharapkan dapat melayani sebanyak 45.064 orang penduduk Kabupaten Bandung. Hal ini kurang ideal bila dilihat dari standarisasi pelayanan sehingga diperlukan adanya peningkatan status Pustu di wilayah kecamatan yang penduduknya padat sehingga dicapai titik standar ideal perbandingan antara Puskesmas dan
Penduduk yaitu 1 Puskesmas : 30.000 jiwa. Begitu pula dengan hanya terdapatnya RSUD sebanyak 2 unit dan RS Swasta sebanyak 1 unit dan RSU Khusus milik
pemerintah ( RSJ ) 1 unit. Adapun perbandingan rumah sakit terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 500.000 Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik, selain dukungan sarana yang cukup juga dari sisi kuantitas tenaga kesehatan sebaiknya bisa tercukupi. Pada
II -26
tahun 2004 jumlah tenaga Kesehatan yang bekerja pada unit kesehatan pemerintah daerah memiliki komposisi sebagai berikut : Dokter Umum Dokter Gigi Tenaga Medis lain Bidan / Bidan desa : 132 orang : 77 orang : 865 orang : 580 orang
Dari data tersebut menunjukan bahwa ketersedian tenaga medis dokter masih rendah, diperlihatkan oleh ratio dokter umum terhadap penduduk adalah 1 : 32.658 jiwa , ratio dokter gigi terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 45.219 jiwa penduduk yang harus dilayani sedangkan dibandingkan dengan puskesmas yang ada pelayanan dokter umum rata-rata hanya 1 2 orang per Puskesmas yang tersebar di 45 kecamatan sedangkan ratio bidan praktek terhadap puskesmas menunjukan rata-rata 13 orang bidan dapat melaksanakan pelayanan di Puskesmas sehingga untuk mengotimalkan pelayanan kesehatan oleh pemerintah keberadaan bidan desa belum dapat memenuhi sejumlah desa/kelurahan yang ada, Puskesmas keliling dan keberadaan polindes perlu dukungan semua pihak dalam operasionlisasinya. Permasalahan yang dihadapi antara lain masih diperlukannya peningkatan status Pustu menjadi Puskesmas dan peningkatan status Puskesmas menjadi Rumah Sakit Daerah disamping perlu adanya optimalisasi perangkat medis.
2.4.3. Sub Fungsi Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan melalui; Program peningkatan Budaya Hidup Bersih, Program penanggulangan penyakit dan Program Perbaikan Gizi dan Kesehatan lingkungan. Program peningkatan hidup Bersih dan sehat, telah dilaksanakan melalui : Pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS ) Pembinaan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat ( UKBM ) Pembinaan kesehatan masyarakat pekerja Pembinaan dan pengembangan Poskestren Penyebarluasan informasi kesehatan
II -27
Pengembangan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat ( JPKM ) Melakukan kerjasama pelayanan kesehatan bagi karyawan dan keluarganya sektor industri / perusahaan swasta. Sedangkan dalam pelaksanaan program penanggulangan penyakit, setiap
tahun dilaksanakan kegiatan pemberantasan penyakit kusta, ISPA, Diare, Kelamin, Demam berdarah, Rabies, Suveilance. Kondisi cakupan angka kesakitan pada tahun 2004 sebagai berikut : Cakupan Penyakit Kusta Cakupan Penyakit ISPA Cakupan Penyakit Diare Cakupan HIV/ AIDS Cakupan Penyakit DBD Cakupan Penyakit Rabies Cakupan TBC = 0,01 / 10.000 penduduk = 43 %. = 25 % = 0,69 / 1000 penduduk = -% = -% = 85 %
Disamping itu dalam program perbaikan gizi, setiap tahun dilaksanakan kegiatan-kegiatan Sistim Kewaspadaan Pangan Dan Gizi, Penanggulangan GAKI, Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), Upaya perbaikan Gizi Institusi. Berdasarkan Pemantauan status gizi masyarakat melalui pelaksanaan
penimbangan Balita di Posyandu yang tersebar di wilayah Kabupaten Bandung, pada tahun 2004 menunjukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita di posyandu telah cukup baik dengan indikator bahwa jumlah proporsi Balita yang ditimbang dibanding Balita terdaftar masih di atas angka 80 % dan
perkembangan status gizi masyarakatnya ada pada klasifikasi harus mendapat perhatian dimana proporsi Balita yang naik berat badanya terhadap balita yang di timbang pada setiap tahunnya, rata-rata masih di bawah angka 80%. Sedangkan Cakupan Imunisasi menurut jenisnya seperti Imunisasi BCG, Polio, Campak, dan Ibu Hamil setiap tahun selalu dilakukan yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan, namun ternyata belum dapat mencapai sasaran yang ditentukan sehingga masih perlu adanya peningkatan yang didukung oleh ketersediaan obat-obatan dan sarana kesehatan lain. Perkembangannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
II -28
2002
101,2 94,8 92,3 85,1 96,7 83,1 80,9 90,0 84,0
KET
Dalam pelaksanaan sub fungsi pelayanan kesehatan masyarakat yang terkait dengan kesehatan lingkungan, secara rutin telah dilakukan kegiatan pengawasan kualitas air dan lingkungan, peningkatan keterampilan petugas sanitasi dan penyehatan lingkungan tempat-tempat umum, penyehatan lingkungan permukiman, dan penyehatan lingkungan industri. Dalam menunjang penyehatan lingkungan permukiman telah dilakukan pengawasan terhadap tempat pengelolaan makanan ( TPM ), Cakupan pemakaian Jamban, Cakupan air besih, Cakupan pemakaian sarana pembuangan air limbah, Pengawasan tempat umum, Pengadaan air bersih penyehatan lingkungan (PAPBL). Perkembangan Hasil capaian program dua tahun terakhir ( Tahun 2003 2004 ) sebagai berikut: Tabel 2.7 PERKEMBANGANGAN HASIL PENGAWASAN CAKUPAN PROGRAM TAHUN 2003 2004
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jenis Kegiatan
Pengawasan TPM Pemeriksaan Sampel Mamin . Grading Rumah makan/restoran Pemeriksaan sampel air bersih Pemeriksaan sampel tanah Temu karya PABL tk. Desa Cakupan air bersih Cakupan pemakaian SPAL Cakupan pemakai jamban Pengawasan TTU Pengawasan RS Pengawasan Pestisida Pengawasan Residu Pestisida Pengambilan kadar Cholines terase darah Pengawasan Industri Besar Pengawasan Industri Kecil
Ket
52
50
8,05/100 25 40,8
II -29
Dari hasil pengawasan tersebut, secara umum Cakupan program penyehatan lingkungan permukiman nampaknya hampir dari semua jenis kegiatan menunjukan adanya peningkatan ke arah yang lebih baik, walaupun nampaknya masih harus ditingkatkan agar kondisi lingkungan Kabupaten Bandung ini memenuhi standar kesehatan sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya penyebaran penyakit TBC, Diare , polio, campak dan lainnya yang disebabkan kondisi lingkungan kurang baik. Fasilitas air minum yang digunakan rumah tangga seperti air ledeng, sumur pompa, mata air dan lainnya terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.8 PERSENTASE RUMAH TANGGA PENGGUNA AIR MINUM BERDASARKAN SUMBERNYA TAHUN 2004
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Sumber air
Ledeng Sumur Pompa Sumur Terlindung Sumur Tak terlindung Mata Air Terlindung Mata Air tak telindung Kemasan Lainnya Jumlah
% Rumah Tangga
7,78 18,68 38,34 7,97 19,57 3,75 3,19 0,89 100
KET
Dari data terakhir tahun 2004 masih menunjukan bahwa sebagian masyarakat masih menggunakan air minum dengan kondisi yang kurang terjamin kesehatannya yaitu dengan air minum dari mata air tidak terlindung sebanyak 3,75 %, Sumur tak terlindung 7,97% sehingga upaya pengadaan program air bersih nampaknya masih menjadi bagian yang harus dipikirkan dalam menunjang kesehatan masyarakat. Permasalahan yang dihadapi adalah: Program PHBS baik di Institusi Kesehatan, Pendidikan maupun masyarakat umum perlu untuk ditingkatkan. Program/kegiatan pemberantasan penyakit masih harus ditingkatkan terutama pada masyarakat pada lingkungan yang fasilitas kesehatannya kurang. Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan tetap harus didorong atau ditingkatkan melalui suatu kegiatan pembinaan/penyuluhan kesehatan. Peningkatan status gizi Balita dan cakupan imunisasinya masih perlu ditingkatkan. Masih terdapatnya penduduk yang menggunakan sumber air minum yang belum memenuhi standar kesehatan, maka program/kegiatan penanggulangan air bersih masih dipandang perlu.
II -30
2.4.4. Keluarga Berencana. Dalam rangka menunjang fungsi kesehatan, melalui sub fungsi KB telah dilakukan beberapa kegiatan antara lain sosialisasi kesehatan reproduksi remaja, pembentukan pusat informasi dan konsultasi keluarga dan remaja serta dilakukannya mengayomi peserta KB dari Keluarga tidak mampu yang mengalami kegagalan. Disamping itu juga telah dilakukan pembinaan dan pengembangan KB Mandiri dan pengembangan pusat pelayanan KB dan pusat konsultasi remaja. Tabel 2.9 HASIL PERKEMBANGAN CAPAIAN PESERTA KB DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2003 2004
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kontrasepsi
IUD MOP MOW IMPLAN MJP SUNTIK PIL KONDOM Non MJP Total
PPM
8.562 1.148 956 2.450 13.116 65.713 17.234 392 83.339 96.455
2002 Realisasi
8.401 56 616 1.105 10.178 61.749 15.050 42 76.841 87.019
PPM
6.607 87 805 1.831 9.330 49.653 7.427 395 57.475 66.805
2003 Realisasi
4.603 141 442 1.235 6.421 43.622 9.093 182 52.897 59.318
PPM
7.162 90 800 1.831 9.883 42.969 18.368 395 61.732 71.615
2004 Realisasi
5.578 125 150 2.796 8.649 39.872 8.776 76 48.724 57.373
Dilihat dari perkembangan setiap tahun, Permintaan Masyarakat akan pelayanan KB ternyata cukup tinggi yang setiap tahunnya ternyata belum dapat terpenuhi dengan permintaan tertinggi di capai oleh kontrasepsi Suntikan dan pelayanan Non MJP.
2.4.5. Sub Fungsi Kesehatan Lainnya. Pada Sub Fungsi kesehatan lainnya yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah melalui penyebar luasan informasi kesehatan antara lain: Pengembangan jaminan pemeliharaan kesehatan, melalui sosialisasi JPKM Mandiri ke dunia usaha, dan melalui Leaflet JPKM Penyebar luasan informasi, melalui siaran radio, pemutaran film, pembutan poster Tb. Paru dan pembuatan leaflet NAPZA. Penyusunan program kesehatan, dengan menyelenggarakan Rakerkesda
II -31
2.5
Fungsi Pendidikan Partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan, tergambarkan dari terdapatnya
penduduk yang bersekolah atau adanya proporsi penduduk yang bersekolah pada setiap jenjang usia pendidikan serta penduduk yang bersekolah pada setiap jenjang pendidikan tepat pada waktunya yang terukur dengan angka partisipasi murni (APM). Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk Kabupaten Bandung pada setiap angkatan pendidikan adalah sebagai berikut: Tabel 2.10 Perkembangan APS Kabupaten Bandung Tahun 2001 2004 Tahun 2001 2002 2003 2004 USIA Sekolah 13-15 tahun 16-18 tahun 74,00 35,38 73,69 34,45 77,44 41,03 78,42 43,59
Kurangnya partisipasi sekolah ini dipengaruhi oleh adanya siswa sekolah yang tidak tuntas menyelesaikan pendidikannya atau drop out (DO). Perkembangan siswa yang DO pada setiap angkatan sekolah terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.11 Perkembangan DO Pada Tiap Jenjang Pendidikan Tahun 2001 2004 Tahun 2001 2002 2003 2004 Jenjang Pendidikan SMP/MTs SMA/MA 828 604 914 779 1.070 619 3.923 438
2.5.1. Pendidikan Dasar Dalam rangka menunjang pelaksanaan pendidikan dasar, selama kurun waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 telah dilaksanakan berbagai kegiatan rehabilitasi dan pembangunan SD dan SMP sebagai berikut:
II -32
Tabel 2.12 PEMBANGUNAN DAN REHABILITASI SEKOLAH TINGKAT DASAR TAHUN 2001 2004
Tahun 2001 2002 2003 2004 Pembangunan ( unit ) SD Bertingkat 2 3 SD 4 SMP 0 1 Rehabilitasi ( Unit ) SD SMP 200 228 394 0 24 17 57 16 Tambah Ruang Kelas ( lokal ) SD SMP
Disamping telah dilaksanakan pembangunan dan rehabilitasi sekolah, bantuan sarana pendidikan juga telah diberikan oleh pemerintah daerah antara lain : Pada tahun 2002, pengadaan buku perpustakaan SD 692 paket, SMP 574 paket dan buku bahasa sunda masing-masing 9976 exemplar untuk SD dan 2427 exemplar untuk SMP. Juga bantuan mebelair telah diberikan untuk sebanyak 34 ruang kelas dan perbaikan rumah dinas guru/penjaga sekolah sebayak 14 unit. Pada tahun 2003, pengadaan pengadaan meja dan kursi untuk 266 sekolah dasar, penyediaan ruang perpustakaan 3 unit, Juga adanya penggabungan Sekolah Dasar sebanyak 238 SD, pemberian beasiswa SD bagi 13.732 orang dan siswa kurang mampu sebanyak 500 orang serta bagi 425 siswa SMP, Pengadaan mebelair SMP untuk 128 lokal, serta pengadaan buku penunjang SMP sebanyak 23.490 exemplar, penyetaraan guru SMP ke kualifikasi S1 sebanyak 62 orang. Pada tahun 2004, Pengadaan sarana meja dan kursi untuk 50 lokal SD, pengadaan mebelair SMP, dan rehabilitasi rumah dinas guru /penjaga sekolah di 7 sekolah. Berdasarkan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan, kondisi dan
permasalahan pendidikan dasar di Kabupaten Bandung sebagai mana teruraikan di bawah ini. 1). Kualitas Tenaga Pengajar Kualitas guru dalam melaksanakan pembelajaran akan sangat menentukan kulitas pendidikan. Pada tahun 2004 berdasarkan basis data perencanaan pembangunan di Kabupaten Bandung terdapat sebanyak 16.287, orang guru SD, 7.888 orang guru SMP yang secara kualifikasi ternyata masih banyak sejumlah guru yang di bawah standar kelayakan mengajar. Jumlah guru menurut latar belakang pendidikannya di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
II -33
Tabel 2.13 JUMLAH TENAGA GURU MENURUT LATAR BELAKANG PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN, TAHUN 2004
No 1 2 3 4 Klasifikasi Mengajar SD MI SLTP MTS < D1 3.193 1.144 126 38 D1 144 62 747 154 Pendidikan Guru D2 D3 S1 8.491 443 728 295 292 34 1.561 327 2.337 220 4.927 2.591 Jumlah 14.457 1.903 8.089 3.405
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa guru SD yang berlatar belakang pendidikan lebih rendah dari D1 ada sebanyak 3.193 orang atau 22,08 % dari jumlah total guru SD/MI, sedangkan pada tingkatan SMP nampaknya juga bahwa jumlah guru SMP dengan latar belakang pendidikan lebih rendah dari D3 ada sebanyak 1.561 orang atau nampaknya masih dominan bila di bandingkan dengan guru SMP yang tersedia. Hal ini menunjukan bahwa dalam rangka percepatan peningkatan kualitas pendidikan di Kabupaten Bandung, Program kegiatan penyetaraan guru baik bagi guru SD maupun SMP masih harus ditunjang oleh pemerintah. 2). Sarana/prasana pendidikan Sarana pendidikan merupakan salah satu hal pokok disamping ketersediaan guru yang menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Bandung pada setiap tahun dalam meningkatkan pelayanan pendidikan kepada masyarakat sehingga diharapkan hakhak penduduk untuk menerima pendidikan akan terpenuhi. Sebagai gambaran kondisi tahun 2004 dari kecukupan guru dan sekolah yang dimanfaatkan penduduk dapat dilihat dari ratio murid per kelas, ratio murid terhadap guru dan ratio murid terhadap sekolah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.14 J UMLAH SARANA PENDIDIKAN, GURU DAN MURID DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2004
No 1 2 Tk. Pendidikan SD SMP/ MTS Sekolah (S) 2.440 453 Jumlah Murid (M) 529.166 1553.2 Ratio Guru (G) 16.233 11497 M/S 216 342 M/G 32 25
II -34
Tabel di atas menunjukan bahwa pada jenjang pendidikan SD terdapat ratio murid terhadap sekolah sebanyak 227 orang murid per sekolah, ratio murid terhadap kelas sebanyak 38 orang perkelasnya dan ratio murid terhadap guru dengan perbandingan 32 orang murid dilayani 1 orang guru. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Kabupaten Bandung telah diberikan pelayanan pendidikan pada tingkat dasar rata-rata menampung penduduk usia sekolah sebanyak tingkat SMP per kelasnya 448 siswa. Dalam rangka memberikan pelayanan pendidikan melalui kegiatan rehabilitasi dan pembangunan sekolah baru, baik untuk jenjang SD maupun SMP perlu mendapat perhatian serius karena berdasarkan data yang tersedia (Profil Pendidikan, Tahun 2004) bahwa dari jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 2.175 unit pada tahun 227 siswa, pada
2004 ternyata 31,57% dalam keadaan rusak berat 32,27% rusak ringan.
2.5.2. Sub Fungsi Pendidikan Menengah. Dalam menunjang pendidikan menengah, telah dilakukan rehabilitasi dan pembangunan sekolah menengah umum dan kejuruan melalui kegiatan/proyek atas dukungan APBD Kabupaten Bandung antara lain : Pada tahun 2002, melalui proyek pembangunan pengadaan sarana/prasarana sekolah menengah umum dan kejuruan telah dilaksanakan penambahan ruang kelas 10 unit SMU/K, rehabilitasi SMU/K sebanyak 20 unit sekolah, pengadaan mebelair untuk 38 ruang kelas, komputer sebanyak 23 unit dan alat peraga IPA untuk 46 sekolah. Sedangkan bantuan pembangunan SMU/K telah dilaksanakan untuk 2 unit sekolah, perbaikan gedung SMU/K sebanyak 19 sekolah, bantuan Mebelair untuk 65 ruang kelas, tambah ruang kelas bagi 10 pemberian Bea siswa bagi 677 siswa SMU dan 73 siswa SMK. Pada tahun 2003, telah dilaksanakan penyediaan buku penunjang belajar SMU sebanyak 15.012 eksemplar, pengadaan mebelair untuk 25 unit sekolah, bantuan penyediaan ruang perpustakaan, pemberian bantuan dana bea siswa bagi 746 siswa berprestasi, Lomba kompetensi keterampilan siswa SMK, akreditasi 14 sekolah SMU/SMK. Pada tahun 2004, terlaksananya rehabilitasi berat SMU/SMK sebanyak 7 sekolah yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu SMUN 1 Cililin, SMUN 1 Cipatat, SMUN Baleendah, SMUN Margahayu, SMUS Terpadu, SMUS KP. Ibun dan SLTA Textil dan SMU/SMK dan
II -35
pembangunan Gedung baru SMUN Cikancung, SMUN I Cipongkor, SMUN I Katapang, SMUN I Sindangkerta, SMKN Terpadu Pertanian Rancaekek. Sedangkan kegiatan tambah ruang kelas dilaksanakan di 6 lokasi yaitu untuk SMUN 1 Banjaran, SMUN 1 Cikalong Wetan, SMUN 1 Ciparay, SMUN 1 Cipeundeuy, SMUN Cisarua, dan SMUN Batujajar. Berdasarkan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan, kondisi dan
permasalahan pendidikan menengah di Kabupaten Bandung adalah pada tahun 2004 kondisi pendidikan menengah di Kabupaten Bandung terdapat guru SMA/SMK/MA sebanyak 6.078 yang secara kualifikasi terdiri dari lulusan D1 sebanyak 24 orang, lulusan D2 46 orang, lulusan D3 sebanyak 434 orang, dan lulusan S1/S2 sebanyak 2.591 orang. Sedangkan dari ketersediaan guru dan sarana/prasarana yang dimanfaatkan oleh sejumlah siswa memberikan gambaran, jumlah sekolah sebanyak 164 sekolah, guru sebanyak 4.640 orang , murid sebanyak 54.776 orang, ratio M/S = 339 orang dan M/G = 12 orang. Hal ini menunjukan bahwa masih banyak sejumlah guru yang di bawah standar kelayakan mengajar sekitar 44,43 % dan dari ratio murid persekolah menunjukan bahwa dipandang perlu adanya pemekaran sekolah karena rata-rata murid persekolah sudah lebih besar dari 300 orang murid.
2.5.3. Sub Pendidikan Non formal dan Informal. Dalam penyelenggaraan Pendidikan non formal, maka dukungan pemerintah Kabupaten Bandung dilaksanakan melalui penyelenggaraan kursus pendidikan luar sekolah, pembinaan generasi muda, pembinaan olahraga pelajar dan masyarakat, pendidikan anak usia dini. Pendidikan Luar Sekolah dilaksanakan melalui penyelenggaraan kejar paket A setara SD, kejar paket B setara SMP dan kejar paket C setara SMA/ SMK, kursus, Pendidikan Luar Sekolah dan Masyarakat, Penyelenggaraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, Lomba- lomba, penyelenggaraan PPLS, KF serta mendorong kegiatan berbagai kursus yang dilaksanakan oleh suatu lembaga/yayasan, kegiatan sanggar serta mendorong kegiatan berbagai kursus yang dilaksanakan oleh suatu
II -36
Tahun 2002, penyelenggaraan kursus Diklusemas, Bantuan Penyelenggaraan Sanggar Kegiatan Belajar, melalui kegiatan penyelenggaraan belajar mengajar 43 buah, bantuan kepada kursus-kursus seperti kursus menjahit, tata rias wajah, tata rias rambut.
Program pendamping proyek Life Skill, sosialisasi BBE Life Skil untuk tingkat Kabupaten Bandung dengan peserta TK 20 orang, SD 43 orang, SLTP 75 orang SMU 19 orang.
Tahun 2003, telah dilaksanakan program kejar paket B bagi 60 kelompok belajar, kejar paket C 220 wajib belajar setara SMU, dilaksanakannya pengembangan dan peningkatan pendidikan luar sekolah oleh masyarakat bagi 8 lembaga kursus serta melaksanakan program kejar paket A PBH dengan terbentuknya 258 kelompok belajar
Tahun 2004, telah dilaksanakan program kejar paket B bagi 240 orang peserta, kegiatan pendidikan luar sekolah adalah dengan melaksanakan pelatihan bagi 100 warga belajar instruktur kursus, pelaksanaan kejar paket A PBH bagi 43 kelompok belajar dan terselenggaranya peningkatan program life skill di 55 sekolah dari semua tingkatan. Permasalahan yang masih nampak dalam penyelenggaraan pendidikan Luar
Sekolah adalah masih perlu adanya peningkatan kegiatan kejar paket disemua tingkatan dalam rangka mendorong meningkatan pengetahuan penduduk.
2.5.4. Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) Dalam rangka menunjang fungsi pendidikan melalui pendidikan anak usia dini, di wilayah Kabupaten Bandung berdasarkan basis data PDP3D tahun 2004 tersedia sarana pembelajaran di tingkat taman kanak-kanak sebanyak 303 sekolah yang secara total peran swasta masih dominan, dengan jumlah murid 13.051 orang dan guru
1.129 orang . Hal ini menunjukan bahwa ratio murid persekolah adalah sekitar 43 orang per sekolah dan terdapat 3 4 orang guru per sekolahnya. Untuk menunjang terlaksananya operasional kegiatan di taman kanak-kanak , Pemerintah Daerah telah memberikan bantuan-bantuan berupa alat bermain yang yang rata-rata setiap tahunnya terbantu antara 50 60 Taman Kanak-kanak, dan
II -37
pada tahun 2004 terbentuknya kerjasama kelembagaan dengan sebanyak 40 lembaga pengelola TK. Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi, bantuan rintisan, bantuan penyelenggaraan, bimbingan teknis bagi penyelenggara dan guru, lomba kreatifitas anak. Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain adalah pada tahun 2002, 2003, dan 2004 penyelenggaraan sosialisasi, penyelenggaraan bantuan rintisan,
penyelenggaraan bantuan lembaga, pembinaan teknis bagi penyelenggara dan guru, lomba kreatifitas anak. Permasalahan yang masih nampak dalam penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) adalah masih perlu adanya peningkatan kegiatan pembinaan di semua tingkatan mendorong pemahaman masyarakat. Berdasarkan uraian sub Pendidikan Non Formal yang meliputi 4 bidang garapan terdiri dari Pendidikan Luar Sekolah, Pembinaan Generasi Muda, Pembinaan olah raga dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maka permasalahan yang masih nampak dalam penyelenggraraan Pendidikan Non formal adalah rendahnya pembinaan dan
pengawasan Pendidikan non fomal adalah rendahnya pembinaan dan pengawasan di semua tingkatan dalam rangka mendorong meningkatkan pengetahuan masyarakat dan pencapaian angka melek hurup serta rata-rata lama sekolah (RLS).
2.5.5. Sub Fungsi Pendidikan Kedinasan. Dalam menunjang pendidikan kedinasan, telah dilakukan berbagai kegiatan baik dalam rangka menunjang perkembangan pendidikan formal (SD, SMP, SMA) maupun dalam pelaksanaan Diklat Struktural dan fungsional bagi PNS yang didukung dana APBD Kabupaten Bandung antara lain untuk peningkatan kualitas pendidikan formal, pada tahun 2002, melalui Proyek Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum mulok SD dan SMP, SMU/K telah dilaksanakan Pelatihan guru bahasa Ingris 170
orang, Pelatihan Guru Tata Boga 170 orang, Pelatihan guru keterampilan 170 orang. Melalui Proyek peningkatan kemampuan tenaga pengajar dan pengelola bagi pendidikan dasar dan menengah, hasilnya Pertemuan kelompok kerja Guru, Penataran pengelola UT kecamatan 46 orang, pelaksanaa program penyetaraan D2 dan PGSD 810 orang .
II -38
Melalui Proyek penunjang Science Education Quality Impropemen Project (SEQIP), Diklat IPA bagi Pengawas SD, Kepala Sekolah dan Guru, Lokakarya tingkat propinsi jawa barat diikuti oleh 15 guru IPA dari 5 Kecamatan sasaran SEQIP. Disamping melaksanakan Pendidikan formal melalui pembelajaran dalam rangka pelayanan pendidikan kepada penduduk usia sekolah, Pemda Kabupaten Bandung juga melaksanakan berbagai jenis Pendidikan dan Latihan (DIKLAT) terutama bagi para pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, baik Diklat Struktural maupun fungsional. Berdasarkan data kepegawaian tercatat bahwa struktur organisasi pemerintah daerah Kabupaten Bandung (Perda 8, 9 dan 10 Tahun 2002) tersedia kebutuhan 28 pejabat esselon II, 186 pejabat esselon III, 927 orang pejabat esselon IV, dan 314 pejabat esselon V. Sedangkan jumlah pegawai dengan lulusan Diklat struktural pada kondisi
terakhir (tahun 2004) adalah, lulus Diklat Pim II 2 orang, Pim III 3 orang dan Pim IV sebanyak 40 orang. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa ketersedian jumlah lulusan pendidikan struktural Pim II dipandang sudah memadai, begitu pula Pim III dan IV, namun dalam rangka mempersiapkan atau kaderisasi pejabat sebaiknya masih tetap diprogramkan. Diklat kedinasan ini, sesuai dengan perkembangan untuk terpenuhinya staf teknis dan fungsional maka diklat kedinasan lebih diarahkan kepada diklat teknis dan fungsional. Perkembangan Jumlah lulusan diklat kedinasan sbb: Tabel 2.15 JUMLAH LULUSAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN (DIKLAT) PEGAWAI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2002 2004
Tahun 2002 2003 2004 Jumlah II 7 9 2 18 Diklat Pimpinan III IV 117 80 80 40 5 78 202 198 Jumlah 204 129 85 418 Diklat Fungsional 268 489 606 1.363 Jumlah 472 618 691 1.781
Perkembangan lulusan Diklat pimpinan setiap tahun bertambah dalam periode 2002 2004 terdapat 418 orang yang telah lulus diklat Pim dengan komposisi sebanyak 18 orang lulus Pim II, 201 Pim III dan 202 lulus Pim IV sedangkan untuk pendidikan teknis dan fungsional telah diikuti oleh 1.363 orang dengan jenis
II -39
sebaiknya dilakukan kajian kebutuhan pejabat struktural yang berkualifikasi sesuai diklat Pim. Pendidikan bagi PNS hendaknya lebih diarahkan kepada peningkatan
kemampuan teknis dan fungsional, terutama bagi aparat di tingkat kecamatan untuk mengimbangi pelimpahan kewenangan Bupati kepada Camat. Demikian juga masih diperlukan peningkatan kemampuan teknis bagi aparat di lingkungan DIBALE Pemerintah Kabupaten Bandung dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
2.5.6. Sub Fungsi Pendidikan Tinggi Ketersediaan lembaga pendidikan tinggi di wilayah Kabupaten Bandung, terdapat 5 perguruan tinggi yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pihak swasta. Dukungan pemerintah Kabupaten Bandung akan kelangsungan perguruan tinggi tersebut dilakukan melalui kegiatan bantuan kepada perguruan tinggi sebagaimana yang telah dilaksanakan pemberian bantuan pembangunan kepada enam Perguruan tinggi swasta, yaitu bantuan kepada STIE Al-Giphari, Universitas Nurtanio, STIPER Bale Bandung, STIKIP Bale Bandung, STPDN dan STIKINDO Wirautama. Sedangkan pada tahun 2004 telah dirintis pembentukan/pendirian Universitas Daerah yang diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan tinggi kepada penduduk Kabupaten Bandung dan meningkatkan partisipasi penduduk pada level pendidikan tinggi. Berdasarkan uraian di atas dalam pencapaian strategi bidang pendidikan dalam rangka upaya peningkatan SDM, terdapat beberapa hal yang masih dominan menjadi permasalahan yaitu: Penduduk Kabupaten Bandung yang termasuk kepada usia sekolah belum tuntas dapat mengenyam pendidikannya, terutama pada usia SMP. Hal ini menunjukan bahwa Program/kegiatan yang mendorong kepada pencapaianan Program Wajar Dikdas 9 Tahun masih harus menjadi perhatian kita bersama. Dalam rangka menunjang pembelajaran yang baik, secara kuantitas jumlah guru di Kabupaten Bandung masih memadai namun ditinjau dari sisi kelayakan mengajar, Pemerintah Kabupaten Bandung masih harus dapat meningkatkan kualitas tenaga pengajar terutama bagi guru-guru dengan latar belakang pendidikan non keguruan dan guru-guru non pns disamping masih dominannya guru SD yang berlatar
II -40
belakang pendidikan di bawah D1 dan guru SMP dengan latar belakang pendidikan di bawah D3. Dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan, disamping meningkatkan kualitas guru terdapat hal pokok yang perlu mendapat sorotan yaitu tingkat kerusakan sekolah SD yang masih tinggi, dan pembangunan Sekolah Baru untuk SMP dan SMA nampaknya masih harus jadi perhatian dalam rancangan pembangunan pendidikan pada tahun 2006. Lulusan Diklat Pimpinan (II, III, IV) maupun Diklat fungsional setiap tahunnya semakin bertambah, namun efektivitas penempatan tenaga kerja sesuai klasifikasi kelulusannya belum optimal dilaksanakan.
2.6.
Perlindungan Sosial Salah satu basis data perencanaan sosial di Kabupaten Bandung adalah Jumlah
keluarga yang dikategorikan sebagai Pra Keluarga Sejahtera (Pra KS) alasan ekonomi dan Keluarga Sejahtera I (KS.1) alasan ekonomi. Data tersebut dapat dilihat perkembangannya dalam tabel berikut: Tabel 2.16 Data Jumlah Keluarga Pra KS Alasan Ekonomi Kabupaten Bandung Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Jumlah 21.753 27.354 46.139 56.175 52.072 Prosentase Kenaikan/Penurunan 25,75% 68,67% 21,75% -7,30%
Tabel 2.17 Data Jumlah Keluarga KS.1 Alasan Ekonomi Kabupaten Bandung Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Jumlah 225.498 207.643 217.705 202.944 214.265 Prosentase Kenaikan/Penurunan -7,92% 4,85% - 6,78% 5,58%
II -41
2.6.1. Perlindungan dan Pelayanan Orang Sakit Dan Cacat. Penduduk Kabupaten Bandung tahun 2004 yang dikatagorikan penyandang cacat ada sebanyak 4.906 orang, anak cacat 3.052 jiwa dibina 0, WTS 250 jiwa dibina 0, eks korban narkotika 367 jiwa dibina 60 jiwa, penyandang cacat eks penyakit kronis 1.618 jiwa dibina 0, eks narapidana 822 jiwa dibina 0, dan fakir miskin sebanyak 73.534 orang sedangkan perlindungan sosial bagi orang cacat pada tahun 2004 hanya terbinanya 45 orang penyandang cacat. Hal ini menunjukan bahwa cakupan perlindungan sosial bagi orang cacat masih belum memenuhi harapan.
2.6.2. Perlindungan Dan Pelayanan Lansia. Penduduk Kabupaten Bandung tahun 2004 yang dikatagorikan Penduduk
lansia berjumlah 11.678 orang, lansia terlantar luar panti 5.384 jiwa dibina melalui usaha ekonomi produktif/UEP 25 jiwa, melalui bantuan permakanan 20 jiwa, melalui bantuan rehabilitasi rumah jompo 85 jiwa/rumah/unit, lanjut usia tindak kekerasan 268 jiwa dibina 0, sedangkan perlindungan pelayanan yang dilaksanakan setiap tahunnya rata-rata masih jauh di bawah angka tersebut, ditunjukan bahwa pada tahun 2003 menghasillkan terbinanya warga jompo sebanyak 25 orang dan pada tahun 2004 terbina sebanyak 30 orang. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam perlindungan Lansia masih kurang.
2.6.3. Perlindungan dan Pelayanan Sosial Keluarga Pahlawan Perintis Kemerdekaan dan Pejuang Perlindungan dan pelayanan sosial yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bandung berupa pelayanan sosial dan penyantunan perintis kemerdekaan yang pada tahun 2002 dilaksanakan pembentukan pengurus DHC 45 dan bantuan kesejahteraan bagi janda perintis dan warakauri sebanyak 44 orang tahun 2003 telah diberikan perlindungan sosial bagi perintis kemerdekaan dan keluarga
pejuang 60 orang, pembinaan anggota DHC 45. Data tahun 2004 menunjukan jumlah PKRI sebanyak 90 jiwa dibina 90 jiwa, keluarga pahlawan 40 KK dibina 0, keluarga perintis kemerdekaan 5 jiwa dibina 5 jiwa.
II -42
2.6.4. Perlindungan Dan Pelayanan Sosial Anak-anak Dan Keluarga Penduduk Kabupaten Bandung tahun 2004 yang dikatagorikan Anak nakal 660 jiwa dibina 30 jiwa, Anak korban tindak kekerasan atau perlakuan salah 169 dibina 0, anak terlantar berjumlah 4.509 orang jiwa
ekonomi (KUBE) 30 jiwa, Melalui bantuan perlengkapan sekolah 30 jiwa, melalui pemberian makanan tambahan/PMT-AS 4.000 jiwa, anak Balita terlantar sebanyak 1.709 orang, 463 orang nak jalanan dibina 0, eks korban narkoba dan penyandang cacat dipindahkan ke poin A. Disamping itu terdapat penduduk korban
penyalahgunaan narkotika ada 530 orang, penyandang cacat 12.916 orang, fakir miskin 260.552/66.138 KK dibina 40 KK melalui KUBE, orang dan 11.290 orang wanita rawan sosial ekonomi. Untuk mengatasi masalah-masalah sosial dengan memberikan pelayanan sosial, telah dilaksanakan kegiatan pelayanan rehabilitasi dan bantuan sosial, 2003 telah terehabilitasinya 195 orang tuna sosial di 10 kecamatan, pada tahun terbinanya
kenakalan remaja dan prostitusi di 4 kecamatan lokasi beresiko tinggi. Terbinanya anak terlantar 45 orang dan terlatihnya petugas Satgasos penanggulangan bencana sebanyak 30 orang, dan pada tahun 2004 terbinanya anak nakal 30 orang, anak terlantar 30 orang dan korban narkoba 60 orang. Permasalahannya menunjukan bahwa penduduk yang memerlukan
2.6.5. Pemberdayaan Perempuan. Dalam menunjang pemberdayaan perempuan, pemerintah Kabupaten Bandung setiap tahun telah melaksanakan kegiatan pemberdayaan peranan wanita, seperti pada tahun 2003 telah dilatihnya wanita rawan sosial ekonomi sebanyak 20 orang,
pengurus organisasi perempuan tingkat kecamatan 43 orang, advokasi bantuan hukum bagi 70 orang sedangkan pada tahun 2004 telah terbinanya 30 orang P2WKSS, 45 orang remaja putri, 25 orang remaja ditingkatkan keterampilannya serta pemantapan managemen organisasi perempuan sebanyak 100 orang yang terdiri dari 50 orang dari organisasi perempuan dan PKK serta 50 orang dari unit Kecamatan, sosialisasi pengarusutamaan Gender yang diikuti 40 orang dari 20 kecamatan, penunjang operasional Orsos perempuan berjumlah 3 Orsos.
II -43
2.6.6 Bantuan Perumahan Perlindungan sosial dalam memberikan bantuan rumah tangga melalui pemenuhan biaya perumahan atau penyediaan bantuan sewa serta penyediaan rumah dengan harga terjangkau, nampaknya dalam belum menjadi program/kegiatan pemerintah daerah yang serius padahal pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bandung cukup tinggi. Dari data tahun 2004, keluarga berumah tidak layak huni sebanyak 6.128 KK dibina 0, keluarga korban bencana alam sebanyak 1.189 jiwa dibina melalui bantuan bahan bangunan sebanyak 20 KK. Kegiatan yang pernah dilaksanakan baru pada pemberian bantuan rehabilitasi rumah jompo 85 rumah pada tahun 2004. Permasalahan yang dihadapi adalah masih tingginya kebutuhan rumah yang diperuntukan bagi warga miskin dan penyandang tuna sosial.
2.6.7. Perlindungan Sosial lainnya. Dalam rangka menunjang kegiatan pelayanan perlindungan sosial telah dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan pembinaan melalui pelatihan dan sosialisasi program seperti pada tahun 2003 dilaksanakan pelatihan bagi 100 petugas sukarelawan pencegahan penyalahgunaan NAPZA dan tahun 2004 terlaksananya Bintek Satgasos PB 40 jiwa, Bintek manajemen Panti sosial untuk pengurus 30 jiwa, Bantuan K3S sebanyak 1 paket, Operasional penanggulangan NAPZA/pekat melalui BKND dan pembentukan KPAD sebanyak 1 paket, Pembinaan Karang Taruna sebanyak 120 jiwa, Pekerja Sosial masyarakat sebanyak 170 jiwa, bantuan dini korban bencana alam 4.000 jiwa, Rehabilitasi Panti Tuna Sosial 1 unti, Rehabilitasi Pusat Pordu KUBE Fakir Miskin 1 unit dan Peningkatan/pemeliharaan Taman Makam Pahlawan 5 unit. Bintek petugas sukarelawan penanggulangan dan pencegahan penyebaran virus HIV sebanyak 100 orang serta pembentukan kelompok usaha bersama bagi penyandang masalah sosial.
II -44
2.7 Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum 2.7.1. Pengembangan Perumahan. Pada sub fungsi pengembangan perumahan hasil yang telah dicapai sampai dengan tahun 2004 adalah terbangunnya 130 lokasi perumahan pengembang yang tersebar di 45 kecamatan dan terbangunnya rumah susun sewa Kulalet. Pada tahun 2004 luas tanah fasos fasum yang digunakan oleh 4 pengembang
berjumlah 315.000 m2 dengan TPU yang diserahkan berjumlah 5.900 m2 terletak di Desa Sindangpanon Kecamatan Banjaran, Desa Sukamukti Kecamatan Katapang, Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan dan Desa Jambudipa Kecamatan Cisarua, sementara itu di Kecamatan Ciparay, Cilengkrang, Ngamprah, Katapang dan Cileunyi luas tanah fasos fasum yang digunakan berjumlah 451.540 m2 dengan TPU yang diserahkan berjumlah 5.580 m2. Permasalahan yang dihadapi dalam sub fungsi pengembangan perumahan adalah belum semua pengembang menyelenggarakan/membangun fasos-fasum yang diperlukan masyarakat.
2.7.2 Sub Fungsi Pemberdayaan Komunitas Permukiman Pada sub fungsi pemberdayaan komunitas permukiman hasil-hasil yang telah dicapai pada tahun 2004 antara lain pembuatan kantor jaga TPBU Cikadut Kecamatan Cimenyan, pengelolaan sarana dan prasarana taman dan makam, penataan taman kota (taman kota Ciwidey, taman kota Baleendah, taman alun-alun Ciparay, taman dan trotoar alun-alun Cililin, taman green strip di jalur Kota Soreang dan Jalan Raya Soreang, taman kota segitiga Lembang), pembangunan prasarana lingkungan permukiman dalam rangka P2WKSS dan TMMD Bidang Kimtawil. Permasalahan yang dihadapi dalam sub fungsi pemberdayaan komunitas permukiman adalah masih banyaknya komunitas permukiman yang lingkungannya kumuh, rendahnya kesadaran masyarakat dalam memelihara dan menjaga kualitas sarana prasaranan komunitas permukiman yang ada.
II -45
2.7.3. Penyediaan Air Minum Pada sub fungsi penyediaan air minum hasilhasil yang telah dicapai adalah pada tahun 2003 yaitu termanfaatkannya sistem perpipaan air bersih perdesaan berupa broncaptering 15 unit, BPT 15 unit, reservoar 1 unit, sambungan rumah (SR) 292 buah, dan pemasangan pipa 57.945 m tersebar di 12 desa. Pencapaian pada tahun 2004 adalah terbangunnya sistem jaringan perpipaan air bersih perdesaan berupa broncaptering 46 unit, BPT 25 unit, reservoar 23 unit, pemasangan pipa 136.293 m, sumur bor (sumur dalam) 26 unit, sumur dangkal 6 unit, terminal air 25 unit tersebar di 76 desa. Disamping itu juga telah terbangun jaringan perpipaan air bersih perdesaan berupa sumur dangkal sebanyak 5 unit di Desa Talun dan Desa Mekarwangi Kecamatan Ibun. Permasalahan yang dihadapi dalam sub fungsi penyediaan air minum adalah belum terpenuhinya kebutuhan air bersih masyarakat.
2.7.4 Sub Fungsi Penerangan Jalan Keberadaan lampu penerangan jalan umum sangat penting mengingat pajak yang diperoleh dari penerangan jalan umum pada tahun 2004 telah memberi kontribusi yang besar kepada penerimaan pajak yaitu Rp. 41.938.810.592,- atau 88,38 % dari seluruh pajak yang diterima. Pada sub fungsi penerangan jalan hasil yang telah dicapai adalah pada tahun 2002 telah dilakukan pengadaan lampu Penerangan Jalan Umum sebanyak 150 Titik Cahaya tersebar di 8 kecamatan. Pada tahun 2003 dilaksanakan pengadaan lampu Penerangan Jalan Umum sebanyak 510 Titik Cahaya tersebar di 18 kecamatan. Sedangkan pada tahun 2004 dilaksanakan pengadaan lampu Penerangan Jalan Umum sejumlah 219 Titik Cahaya tersebar di 9 kecamatan. Permasalahan yang dihadapi pada sub fungsi penerangan jalan adalah keterbatasan dana sehingga belum dapat memenuhi permintaan masyarakat akan lampu Penerangan Jalan Umum, dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam memelihara fasilitas Penerangan Jalan Umum yang sudah ada.
II -46
2.7.5
Sub Fungsi Perumahan dan Permukiman lainnya Pada sub fungsi perumahan dan permukiman lainnya hasil-hasil yang telah
dicapai adalah pada tahun 2001 antara lain pembangunan drainase perkotaan 1.080 m di Kecamatan Lembang. Pada tahun 2002 dicapai pembangunan drainase di Kecamatan Margahayu yaitu 30 m di Desa Sukamenak dan Desa Sayati, 658 m di Desa Sayati, 70 m di Desa Margahayu Selatan. Pada tahun 2003 antara lain pembangunan drainase perkotaan 1.500 m di Kota Margahayu yaitu di Desa Sukamenak dan Desa Sayati. Sedangkan pencapaian pada tahun 2004 adalah pembangunan drainase perkotaan 4.457 m yaitu 1.640 m Sungai Cimariuk di Desa Sayati, 2.000 m Sungai Cikungkurak di Desa Sukamenak Kecamatan Margahayu, 650 m drainase di Pasar Cikalong Wetan dan 870 m drainase di Desa Sukapura Kecamatan Dayeuhkolot. Pada sub fungsi perumahan dan permukiman lainnya hasil yang telah dicapai selain drainase adalah pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. Pada tahun 2003 telah dapat tertanggulangi kejadian kebakaran sebanyak 110 kali dengan rincian bangunan perumahan 50 kali, bangunan umum 15 kali, bangunan industri 20 kali, bangunan gedung 12 kali, dan lain-lain 13 kali. Pada tahun 2004 telah dapat tertanggulangi kejadian kebakaran sebanyak 122 kali dengan rincian bangunan perumahan 58 kali, bangunan umum 28 kali, bangunan industri 21 kali, dan lain-lain 12 kali. Juga telah dilaksanakan pembinaan dan pelatihan petugas pemadam kebakaran sebanyak 60 orang dan sosialisasi Perda No 25 dan No 26 tahun 2000 kepada perusahaan-perusahaan di wilayah Kecamatan Soreang, Majalaya, Cicalengka, Lembang dan Padalarang. Pada sub fungsi perumahan dan permukiman lainnya masalah penanganan persampahan memegang peranan penting. Sampai dengan tahun 2004 sarana pengelolaan persampahan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Bandung adalah 57 unit kendaraan, 29 unit land container, 174 unit gerobak sampah, 14,3 m2 TPSA (tersebar di tiga lokasi yaitu di Kecamatan Ciparay, Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Lembang), dan 1200 m2 UDPK. Dari keseluruhan sarana pengelolaan persampahan yang dimiliki maka pada tahun 2004 baru dapat terlayani 63.280 Kepala Keluarga dan jumlah sampah yang terangkut adalah 34.430 m3/ bulan. Permasalahan yang ada pada sub fungsi perumahan dan permukiman lainnya adalah belum seluruh wilayah memiliki sistem drainase, belum optimalnya pemilikan sarana
II -47
prasarana
pemadam
kebakaran,
dan
masih
minimnya
peralatan
pengolahan
2.8.
2.8.1 Sub Fungsi Pelayanan Umum Pada fungsi pelayanan umum hasil-hasil yang telah dicapai sampai dengan tahun 2004 meliputi berbagai jenis pelayanan umum yaitu : pelayanan kesehatan; pelayanan persampahan/ kebersihan; pelayanan biaya cetak KTP; pelayanan biaya cetak Akte Catatan Sipil; pelayanan pemakaman; pelayanan parkir di tepi jalan umum; pelayanan pasar; pelayanan pengujian kendaraan bermotor; pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran; pelayanan ijin pemanfaatan tanah; pelayanan ijin pemanfaatan hutan; pelayanan jasa usaha pemakaian kekayaan daerah; pelayanan perijinan perdagangan; pelayanan jasa usaha terminal; pelayanan perijinan industri; pelayanan jasa usaha kebudayaan dan pariwisata; pelayanan jasa usaha penyedotan kakus; pelayanan jasa usaha RPH; pelayanan pemeriksaan hewan ternak, hasil ternak dan hasil ikutannya; pelayanan jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga; pelayanan izin pembuangan limbah cair; pelayanan jasa usaha penjualan produksi usaha daerah; pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan; pelayanan Ijin Gangguan (HO); pelayanan perijinan transportasi; pelayanan ijin ketenagakerjaan; dan pelayanan perijinan penyelenggaraan koperasi. Pada fungsi pelayanan umum telah dilakukan mekanisme penataan
ketatalaksanaan pelayanan publik melalui penyusunan Standar Minimal Pelayanan (SPM) yaitu SPM bidang pendidikan, SPM bidang kesehatan, SPM bidang pertanian, SPM bidang koperasi dan usaha kecil menengah, serta SPM bidang perindustrian dan perdagangan. Dalam fungsi pelayanan umum juga dilakukan upaya untuk memperpendek rentang pelayanan sebagian urusan pelayanan publik bagi masyarakat melalui kemandirian kecamatan/desa/kelurahan yaitu dengan pendelegasian sebagian
kewenangan yang ditandai dengan disusunnya Keputusan Bupati No. 21/2001 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan dari Bupati ke Camat dan Keputusan Bupati No. 8/2004 tentang Pelimpahan sebagian kewenangan Bupati kepada Camat.
II -48
Dalam
rangka
meningkatkan
pelayanan
publik
juga
dilaksanakan
pembangunan sistem aplikasi 17 buah jumlah unit kerja yang terkoneksi pada jaringan LAN SIMDA sebanyak 14 unit kerja plus Ruang Bupati, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan fungsi pelayanan umum adalah : 1. Masih minimnya Standar Pelayanan Minimal; 2. Belum efektifnya pelayanan publik melalui SIMDA terpadu; 3. Upaya pendelegasian kewenangan dari kabupaten ke kecamatan/ desa/ kelurahan belum sepenuhnya didukung oleh sarana prasarana, pembiayaan, dan SDM yang memadai; 4. Belum optimalnya pelayanan kepada publik yang ditandai dengan masih banyaknya keluhan masyarakat tentang mekanisme dan tarif pelayanan yang tidak transparan.
2.8.2 Pelayanan Umum Pemerintahan Lainnya Pada Sub Fungsi Pelayanan Umum Pemerintahan Lainnya, telah melaksanakan kegiatan dalam rangka : 1. Mewujudkan pemahaman serta pendewasaan berpolitik masyarakat yang sehat dan demokratis. 2. Mewujudkan situasi dan kondisi yang tentram, bagi lancarnya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sedangkan hasil-hasil yang telah dicapai sampai dengan tahun 2004 meliputi kegiatan Sosialisasi Perundang-undangan bidang politik bagi Infra dan Supra Struktur Politik tingkat Kabupaten Bandung, yang diselenggarakan terhadap 159 orang dari Pengurus Parpol, Ormas, LSM dan Aparatur Pemerintah, Forum Komunikasi dan Konsultasi Penetapan Stabilitas Daerah bagi aparat intelejen di wilayah Kabupaten Bandung sebanyak 60 orang, dengan terbentuknya KOMINDA (Komunitas Intelejen Daerah), Forum Konsultasi dan Komunikasi antar Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Aparatur Daerah terhadap 80 orang, dengan hasil terbentuknya kepengurusan BAKOMKESBANG (Badan Komunikasi Kesatuan Bangsa), FORKONKOMDA (Forum Konsultasi dan Komunikasi Daerah) tingkat Kabupaten Bandung, penyaluran dana bantuan Partai terhadap Parpol yang mendapat kursi di legislatif sebagai upaya
II -49
meningkatkan kemandirian partai politik (dengan rincian: hasil Pemilu 1999 sebanyak 9 Parpol, dan Pemilu 2004 sebanyak 8 Parpol), pelatihan Ketahanan Bangsa bagi Infra dan Supra Struktur Politik sebanyak 160 orang dalam rangka peningkatan kewaspadaan Nasional, Pemetaan Ormas, LSM dan lembaga kemasyarakatan lainnya yang dilaksanakan mulai tingkat kabupaten sampai tingkat desa/kelurahan, dalam rangka tertib administrasi sesuai Permendagri Nomor 5 Tahun 1986 dan Inmendagri Nomor 8 Tahun 1990. Permasalahan yang dihadapi dalam Sub Fungsi Pelayanan Umum Pemerintahan lainnya yaitu terdapatnya kecenderungan pergeseran nilai budaya masyarakat yang mengarah kepada budaya kurang santun, eforia demokrasi secara berlebihan serta belum optimalnya proses demokratisasi dalam menampung aspirasi masyarakat.
2.9 Fungsi Lingkungan Hidup 2.9.1 Manajemen Limbah Sampai saat ini, limbah domestik/non industri masih menjadi permasalahan yang sangat penting. Hal tersebut karena berkaitan dengan produk limbah yang sangat besar namun tidak diimbangi dengan penanganan yang memadai. Pelayanan persampahan di Kabupaten Bandung sampai saat ini belum dapat dikatakan optimal karena masih terbatasnya cakupan pelayanan dan pengelolaan sampah yang masih tradisional. Permasalahan semakin bertambah dengan adanya bencana longsor di TPA Leuwi Gajah yang berdampak pada pengelolaan persampahan selanjutnya di Kabupaten Bandung. Sarana pengelolaan persampahan yang dimiliki sampai dengan tahun 2005
adalah 57 unit kendaraan, 27 unit land container, 164 unit gerobak sampah, 14,3 ha TPSA, 330m2 UDPK, TPSA di 3 lokasi (Kecamatan Ciparay, Pasirjambu dan Lembang). Pada tahun 2001, cakupan pelayanan persampahan di Kabupaten Bandung baru sekitar 12,45% untuk Kabupaten dan 29,1% untuk wilayah perkotaan, pada tahun 2002 meningkat menjadi 14,9% untuk Kabupaten dan 34,8% untuk perkotaan, tahun 2003 15% untuk Kabupaten dan 35% untuk wilayah Perkotaan dan pada tahun 2004 cakupan menjadi 15,4% untuk Kabupaten dan 36% untuk wilayah perkotaan di Kabupaten Bandung.
II -50
2.9.2 Manajemen Air Limbah Di Kabupaten Bandung terdapat 204 buah industri yang menghasilkan limbah cair. Dari 204 buah industri seharusnya dapat dilayani oleh 170 buah Instalasi Pengolah Air Limbah/IPAL (karena terdapat beberapa industri yang digabung pengolahannya dan terdapat industri yang memiliki 2 buah IPAL). Namun hingga tahun 2003 terdapat 7% industri yang masih belum memiliki IPAL dan 10 % dari IPAL yang ada harus ditingkatkan mutunya. Hasil pemantauan terhadap 198 industri, 74% diantaranya telah memenuhi baku mutu dengan efisiensi IPAL rata-rata 50%. Berkaitan dengan pembangunan IPAL terpadu, pada tahun 2003 telah dilakukan studi kelayakan IPAL terpadu Majalaya dan pada tahun 2005 akan dilakukan penyusunan studi kelayakan IPAL Batujajar. Selain air limbah yang dihasilkan dari proses industri, terdapat pula air limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik/non industri. Hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup, masih rendahnya penanganan limbah domestik/non industri ditandai dengan dengan tingginya kandungan BOD, COD dan detergen dari air limbah penduduk yaitu 136,193 kg BOD/hari, 179,376 kg COD/hari dan 627,79 kg deterjen/hari, potensi beban dari air limbah peternakan sebesar 60,686 ton BOD/hari, dari limbah pertanian yaitu 330,622 BOD/musim, 58,043 ton N/musim, 29,022 ton P/hari dan 23,2 ton pestisida/musim dan dari air limbah RS sebesar 1.200 Mg BOD/et atau 80% dari debit air.
2.9.3 Sub Fungsi Penanggulangan Polusi Adanya aktivitas industri dan non industri di Kabupaten Bandung telah mengakibatkan menurunnya kualitas udara, sementara di sisi lainnya penanganan polusi udara dirasakan masih belum optimal. Hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 menunjukkan bahwa beberapa parameter berada diatas baku mutu yang telah ditentukan, dengan hasil pemantauan kualitas udara sebagai berikut : Tahun 2001, hasil pengukuran pada 50 titik di 42 Kecamatan menunjukkan beberapa parameter di atas baku mutu yaitu NOx di Kecamatan Cikalongwetan, Cipatat, Padalarang, Ngamprah, Rancaekek, Margahayu dan Katapang, O3 (ozon) di Kecamatan Sindangkerta dan PM 10 di Kecamatan Cililin dan Margahayu.
II -51
Tahun 2002, hasil penelitian kualitas udara di zona industri kapur dan marmer Padalarang menunjukkan beberapa parameter di atas baku mutu, yaitu untuk kualitas udara bebas (ambient), kualitas udara di lingkungan kerja, kualitas udara emisi cerobong, kualitas emisi sumber bergerak dan pemeriksaan kesehatan pekerja dan masyarakat sekitar industri.
Tahun 2003, hasil pengukuran kualitas udara ambient pada 15 titik (2 kali pengukuran) menunjukkan beberapa parameter di atas baku mutu yaitu dustfall antara lain di lokasi Jl. Bojongsoang-Buahbatu, Kopo-Sayati, Jl Padalarang-Cimareme, Alun-alun Majalaya, Zone Industri Cisirung-Dayeuhkolot, partikulat (debu) di lokasi antara lain Jl. KopoSayati, Alun-alun Majalaya, TPA Leuwigajah dan Zone Industri Majalaya serta CO (Karbon Monoksida) di lokasi Jl. Kopo-Sayati dan Jl Padalarang-Cimareme.
II -52
Subang
Sumedang
Batujajar Cimahi Ujungberung Rancaekek
Dayeuhkolot
Gn Wayang
Sebaran Industri
IPAL
terpadu
Garut
: Sangat buruk (DO < 2 ppm) : Buruk (2<DO<3 ppm) : Baik (DO>3 ppm)
II -53
2.9.4 Sub Fungsi Konservasi Sumber Daya Alam Upaya konservasi Sumber Daya Alam di Kabupaten Bandung khususnya bidang kehutanan dan konservasi tanah dilakukan melalui program Rehabilitasi Lahan Kritis dan Konservasi Tanah. Sampai saat ini, luas lahan kritis di luar kawasan hutan di Kabupaten Bandung tercatat sebanyak 32.919,15 Ha yang berlokasi di 36 Kecamatan dan Kecamatan Pangalengan tercatat memiliki luas lahan kritis terbesar yaitu 2.534,70 Ha. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan antara lain berupa kegiatan vegetatif yaitu hutan rakyat, kebun rakyat, kebun pekarangan, rehab teras dan UP-UPSA; dan kegiatan sipil teknis yaitu pembuatan sumur resapan, dam penahan, gully plug, pagar hidup, kebun pekarangan, perlindungan tebing sungai serta sarana jalan dan saluran. Selain itu dilaksanakan pula kegiatan pembinaan, penyuluhan, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat oleh para Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL). Sampai dengan tahun 2004 tercatat luas hutan rakyat menjadi 17.725 ha. Upaya konservasi lainnya yang telah dilakukan antara lain adalah di bidang keanekaragaman hayati berupa studi pelestarian puyuh gonggong, sosialisasi PP 17 dan PP no 18 tahun 1999 tentang Pengawetan dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar yang dilaksanakan pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 dilaksanakan pendataan bidang keanekaragaman hayati, tata air, waduk, situ, danau dan DPS. Permasalahan yang dihadapi antara lain adalah belum optimalnya upaya konservasi SDA yang dilakukan pemerintah yang ditandai oleh masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya alam dan belum optimalnya kemitraan yang dilakukan Pemerintah dengan masyarakat.
2.9.5 Sub Fungsi Tata Ruang dan Pertanahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2001 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 1 tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung tahun 2001 2010. Dalam perda tersebut ditetapkan antara lain pasal 26 tentang kawasan lindung, pasal 28 tentang kawasan budidaya pertanian dan pasal 30 tentang kawasan budidaya non pertanian, yang diantaranya :
II -54
1. Kawasan Lindung a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; dengan luas wilayah 48.917 ha. b. Kawasan perlindungan setempat. c. Kawasan hutan suaka alam, dengan luas wilayah 2.269 ha. d. Kawasan hutan pelestarian alam/THR, dengan luas wilayah 1.284 ha. e. Kawasan rawan bencana. f. Kawasan perairan, dengan luas wilayah 7.613 ha.
2. Kawasan Budidaya Pertanian, dengan luas wilayah 182.014 ha meliputi; a. Kawasan hutan produksi, dengan luas wilayah 24.943 ha. b. Kawasan hutan rakyat, dengan luas wilayah 5.375 ha. c. Kawasan pangan lahan basah, dengan luas wilayah 57.200 ha. d. Kawasan pangan lahan kering, dengan luas wilayah 39.805 ha. e. Kawasan tanaman tahunan/perkebunan, dengan luas wilayah 53.975 ha. f. Kawasan perikanan, dengan luas wilayah 391 ha.
g. Kawasan peternakan/besar, dengan luas wilayah 324 ha. 3. Kawasan Budidaya Non Pertanian, dengan luas wilayah 44.999 ha meliputi; a. Kawasan pertambangan, dengan luas wilayah 62 ha. b. Kawasan/Zona Industri, dengan luas wilayah 9.385 ha yang terbagi dalam zona: 1) Zona Leuwigajah (sudah masuk dalam Kota Cimahi) kecuali Margaasih seluas 55 ha; 2) Zona Majalaya yang meliputi Kecamatan Majalaya seluas 403 ha, Kecamatan Ciparay seluas 5 ha, Kecamatan Paseh seluas 60 ha, dan Kecamatan Solokanjeruk seluas 2 ha; 3) Zona Rancaekek yang meliputi Kecamatan Rancaekek seluas 252 ha dan Kecamatan Cileunyi seluas 71 ha; 4) Zona Cisiung yang meliputi Kecamatan Dayeuhkolot seluas 495 ha; 5) Zona Padalarang yang meliputi Kecamatan Padalarang seluas 600 ha;
II -55
6) Zona Baleendah yang meliputi Kecamatan Baleendah seluas 137 ha dan Kecamatan Bojongsoang seluas 23 ha; 7) Zona Banjaran yang meliputi Kecamatan Banjaran seluas 46 ha, Kecamatan Pameungpeuk seluas 96 ha, dan Kecamatan Arjasari seluas 237 ha; 8) Zona Cimareme yang meliputi Kecamatan Batujajar seluas 360 ha, Kecamatan Ngamprah seluas 118 ha, dan Kecamatan Cililin seluas 100 ha; 9) Zona Katapang yang meliputi Kecamatan Katapang seluas 155 ha dan Kecamatan Soreang seluas 50 ha; 10) Zona Cikancung yang meliputi Kecamatan Cikancung seluas 418 ha dan Kecamatan Cicalengka seluas 121 ha. c. Kawasan pariwisata, terbagi kedalam Satuan Kawasan Wisata diantaranya : 1) SKW Maribaya, 2) SKW Lembang, 3) SKW Tangkuban Parahu, 4) SKW Ciburuy, 5) SKW Saguling, 6) SKW Situpatenggang, 7) SKW Pangalengan, 8) SKW Ujungberung. d. Kawasan permukiman, dengan luas wilayah 28.719 ha, untuk kawasan permukiman perkotaan seluas 4.542 ha. e. Kawasan tertentu (pembentukan kota baru), diperuntukan bagi pembentukan kota baru Tegalluar seluas 3.500 ha, meliputi Kecamatan Bojong-Soang 639 ha, Kecamatan Cileunyi 442 ha, Kecamatan Rancaekek 1.026 ha, Kecamatan Solokan Jeruk 903 ha, dan 500 ha untuk pembuatan waduk reservoar.
Sistem perkotaan di dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung diarahkan berdasarkan fungsi masing-masing hirarki dan fungsi masingmasing kota. Sistem perkotaan di Kabupaten Bandung dibagi menjadi 4 (empat) hirarki yaitu : Hirarki I. Kota-kota yang secara fisik cenderung menyatu dengan Kota Bandung dan diarahkan menjadi bagian dari sistem pelayanan Kota Bandung, yaitu sebagian wilayah
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah
II -56
Kecamatan
Parongpong,
Kecamatan
Margaasih,
Margahayu,
Dayeuhkolot,
Hirarki II. Kota-kota yang diarahkan menjadi kota menengah yang mandiri sebagai sembrani tandingan (counter magnet) Kota Bandung dan menjadi pengembangan pusat regional, terdiri atas Kota Soreang (meliputi sebagian wilayah Kecamatan Soreang dan Katapang), Majalaya (meliputi sebagian wilayah Kecamatan Majalaya, Ibun dan Paseh) dan Padalarang (meliputi sebagian wilayah Kecamatan Padalarang, Ngamprah dan Batujajar).
Hirarki III. Kota-kota satelit yang mengemban peran khusus dalam sistem Metropolitan Bandung atau kota-kota yang akan mengalami pertumbuhan cukup pesat. Kota-kota yang dipacu pertumbuhannya untuk menerima limpahan pertumbuhan Kota Bandung dikategorikan Hirarki III-A yaitu kota Cicalengka (termasuk sebagian wilayah Kecamatan Cikancung), Ciparay, Banjaran (termasuk Kecamatan Pameungpeuk), Lembang, dan Cililin. Kota-kota Hirarki III-B meliputi Kota Pangalengan, Ciwidey (sebagian wilayah Kecamatan Ciwidey dan Pasirjambu), Rajamandala (Cipatat), Cikalongwetan dan Cisarua.
Hirarki
IV.
Ibukota
Kecamatan
yang
diarahkan
berfungsi
sebagai
pusat
pelayanan/pengembangan pedesaan, yaitu Cipeundeuy, Sindangkerta, Gununghalu, Cipongkor, Rancabali, Pacet dan Kertasari.
Kota-kota hirarki I berperan sebagai penunjang rembesan pertumbuhan Kota Bandung sehingga diharapkan dapat mengurangi tekanan invasi pertumbuhan ke kawasan-kawasan persawahan subur sebagai sabuk hijau yang mengelilingi dan memisahkan Kota Bandung dengan kota-kota kecil di sebelah selatan. Kota-kota hirarki IV berperan sebagai pusat pelayanan terdepan dalam rangka pengembangan perdesaan.
II -57
Kota Padalarang Kota Majalaya Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Cicalengka Ciparay Banjaran Lembang Cililin Pangalengan Ciwidey Cikalongwetan Rajamandala Cisarua Cipeundeuy Sindangkerta Gununghalu Cipongkor Rancabali Pacet Kertasari
III
IV
Permasalahan sub fungsi Tata Ruang adalah meningkatnya kegiatan perkotaan di Kabupaten Bandung belum sepenuhnya disertai oleh penyediaan instrumen perencanaan tata ruang detail yang memadai sehingga membawa konsekuensi tersendiri pada pembangunan sub fungsi Tata Ruang. Rendahnya efektivitas penataan ruang dipengaruhi oleh faktor antara lain belum optimalnya kualitas dan kuantitas produk Rencana Tata Ruang serta penegakan hukum yang masih lemah. Selama tahun 2001 s/d 2004 perkembangan penyediaan dokumen tata ruang adalah sebagai berikut : Pada tahun 2001 dilaksanakan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Soreang, Rancaekek dan Cileunyi. Pada tahun 2002, Lembang. Pada tahun 2003, dilaksanakan pengesahan RDTRK Soreang, Rancaekek dan Cileunyi. Pada tahun 2004 dilaksanakan review RDTRK Banjaran, Pangalengan dan Ciwidey. dilaksanakan penyusunan RDTRK Majalaya, Ciparay dan
II -58
Selain itu, untuk menunjang peningkatan kualitas penataan ruang telah dilakukan penyediaan peta digital dan peta garis yaitu peta digital dan peta garis skala 1 : 5.000 seluas 3.500 ha pada tahun 2001, 12.300 ha pada tahun 2002, 19.500 ha pada tahun 2003, dan 4.210 ha pada tahun 2004. Permasalahan Sub Fungsi Tata Ruang dan Pertanahan terutama pada masalah : 1. Belum optimalnya perencanaan tata ruang, yaitu belum sepenuhnya rencana tata ruang dapat dijadikan acuan pembangunan wilayah dan kota 2. Belum optimalnya pemanfaatan ruang, yaitu belum sepenuhnya rencana tata ruang telah diimplementasikan dalam wujud pemanfaatan ruang, seperti rencana pembangunan Tegalluar, rencana pengembangan pusat-pusat wilayah dsb. 3. Belum optimalnya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama pengendalian pemanfaatan/ penggunaan lahan budidaya di kawasan lindung. 4. Perubahan tata guna lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
2.10 Fungsi Ketertiban dan Keamanan 2.10.1 Pembinaan Hukum Pada sub fungsi pembinaan hukum hasil-hasil yang telah dicapai sampai dengan tahun 2004 adalah : Pada tahun 2001 diterbitkan produk hukum berupa Perda 29 buah, Keputusan Bupati 853 buah, Instruksi Bupati 6 buah, penyelesaian perkara hukum sebanyak 11 kasus. Pada tahun 2002 diterbitkan produk hukum berupa Perda 18 buah, Keputusan Bupati 1.092 buah, Instruksi Bupati 2 buah, surat perjanjian 27 buah serta penyelesaian perkara hukum sebanyak 7 kasus. Pada tahun 2003 diterbitkan produk hukum berupa Perda 11 buah, Keputusan Bupati 545 buah, Instruksi Bupati 1 buah, surat perjanjian 29 buah, serta penyelesaian perkara hukum sebanyak 7 kasus; operasi penegakan hukum melalui razia gabungan terhadap Pekerja Seks Komersial; dan operasi penertiban dan penegakan Peraturan daerah yang berhubungan dengan perijinan perusahaan; serta sosialisasi Peraturan Daerah ke 15 kecamatan. Surat Perjanjian 29 buah serta
II -59
Pada tahun 2004 diterbitkan produk hukum berupa Perda 4 buah, Keputusan Bupati 264 buah, Instruksi Bupati 1 buah, surat perjanjian 6 buah, dan penyelesian perkara hukum sebanyak 3 kasus; operasi penertiban dan penegakan Peraturan Daerah ke perusahaan; pembinaan keluarga sadar hukum di wilayah Kabupaten Bandung; serta sosialisasi Peraturan daerah ke 4 kecamatan. Permasalahan yang dihadapi dalam sub fungsi pembinaan hukum adalah belum optimalnya upaya penegakan supremasi hukum yang ditandai masih banyaknya pelanggaran terhadap Perda dan aturan hukum lainnya, belum optimalnya sosialisasi produk hukum dan bantuan hukum terhadap kasus hukum yang cenderung meningkat, dan belum optimalnya upaya pembaharuan dan penyusunan produk-produk hukum yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat.
II -60
II -61
1983
54,000 1983-1993 1993-2002 1983-2002 34,000 Perubahan Lahan (Ha)
14,000
-6,000
-26,000
-46,000 Danau/Waduk Fasum Lahan Terbuka Pertanian/Saw ah Tegalan Perkebunan Semak/Rumput Sub Urban Belukar Industri Hutan Urban
Penggunaan Lahan
Jenis Tutupan Lahan
2002
1983-1993 (%)
-18 105 618 45 52 -15
1993-2002 (%)
-44 62 35 93 22 -47
1983-2002 (%)
-54 233 868 181 86 -55
II -62
2.10.2 Sub Fungsi Ketertiban, Keamanan dan Hukum Lainnya Pada Sub Fungsi Ketentraman dan Ketertiban serta Penegakkan Perda sampai dengan Tahun 2004 adalah : Pada tahun 2001 dilakukan upaya penertiban/pengamanan PKL 12 kali, unjuk rasa 22 kali, tawuran 7 kali, perjudian 5 kali, PGOT 5 kali, prostitusi 1 kali, penertiban perijinan perusahaan 12 kali dan penertiban pasar 1 kali. Pada tahun 2002 dilakukan upaya penertiban/pengamanan Warung liar/PKL 16
kali, unjuk ras 19 kali, Pam Asset Pemda 12 kali, perjudian 2 kali, PGOT 4 kali, prostitusi 5 kali, penertiban perijinan perusahaan 16 kali, penertiban reklame 2 kali dan penertiban pasar 3 kali. Pada tahun 2003 dilakukan upaya penertiban/pengamanan Warung liar/PKL 20 kali, unjuk ras 12 kali, perjudian 5 kali, PGOT 5 kali, Prostitusi 5 kali, penertiban perijinan perusahaan 16 kali, penertiban reklame 3 kali, penertiban pasar 2 kali, Pam Aset Pemkab 12 kali, Pam LPJ Bupati 1 kali, Pam Gerakan Disiplin Daerah 3 kali, penertiban minuman beralkohol ( Miras ) 2 kali. Pada tahun 2004 dilakukan upaya penertiban/pengamanan Warung liar/PKL 22 kali, unjuk rasa 15 kali, perjudian 28 kali, PGOT 20 kali, prostitusi 12 kali, penertiban pasar 3 kali, Pam Aset Pemkab 12 kali, Pam LPJ Bupati 1 kali, Pam Gerakan Disiplin Daerah 5 kali, penertiban minuman beralkohol (miras) 12 kali, penertiban/penegakan kependudukan/KTP 10 kali dan Pam Bencana Alam 12 kali. Pada Sub Fungsi Tramtibum dan Penegakan Perda dengan dilaksanakannya pelatihan keterampilan pelaksanaan Kader Sat Pol PP sebanyak 150 orang anggota.
2.11.
Pencapaian Indikator Makro Sosial Indikator makro sosial yang dijadikan penilaian bagi keberhasilan pembangunan
antara lain adalah Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Harapan Hidup (AHH), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Rasio Ketergantungan, Angka Melek Huruf (AMH), dan Tingkat Partisipasi Sekolah.
II -63
2.11.1. Laju Pertumbuhan Penduduk LPP Kabupaten Bandung dalam kurun waktu 2003-2004 tercatat sebesar 3,19%. LPP tersebut dilihat dari jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2004 yaitu sebanyak 4.145.967 jiwa (terdiri dari laki-laki 2.087.556 jiwa dan perempuan 2.058.411 jiwa) dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2003 yaitu sebanyak 4.017.582 jiwa (terdiri dari laki-laki 2.053.675 jiwa dan perempuan 1.963.907 jiwa). Gambar 2.9
4,145,967 4,017,582
2,087,556 2,058,411 2,053,675 1,963,907
2003 2004
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
LPP Kabupaten Bandung tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan LPP Jawa Barat yang pada tahun 2004 tercatat sebesar 2,64%. Dengan demikian, perlu dicermati langkah-langkah untuk mengantisipasi LPP tersebut baik dari program Kependudukan/KB dan Ketenagakerjaan.
2.11.2 Angka Harapan Hidup (AHH) Pencapaian AHH tahun 2004 adalah sebesar 65,85 tahun (dari proyeksi sebesar 66,15 tahun), mengalami peningkatan jika dibandingkan AHH tahun 2003 sebesar 65,4 tahun. Kecamatan yang memiliki AHH tertinggi adalah Kecamatan Ibun sebesar 67,45 tahun dan yang terendah adalah Kecamatan Cipongkor sebesar 56,6 tahun.
II -64
2003
2004
Tahun
Gambar 2.10
2.11.3 Angka Kematian Bayi (AKB) Angka Kematian Bayi menunjukkan banyaknya kematian bayi berumur di bawah satu tahun per 1000 kelahiran. Semakin kecil AKB maka semakin sedikit pula bayi yang meninggal di bawah satu tahun. Realisasi AKB tahun 2004 tercatat sebesar 46,37 jiwa per 1000 kelahiran hidup (dari proyeksi sebesar 43,50) yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan AKB tahun 2003 sebesar 47,7. Kecamatan yang memiliki AKB tertinggi adalah Kecamatan Cipongkor yang mencapai 72,96 dan yang terendah adalah Kecamatan Parongpong dengan AKB sebesar 39,25.
Tahun
Gambar 2.11 AKB dipengaruhi oleh faktor antara lain gizi ibu hamil, penolong pertama kelahiran bayi, gizi, imunisasi ibu, dan ANC ( Antenatal Care ). Menurut data Suseda,
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah
II -65
pada tahun 2004 sebanyak 59,10% kelahiran bayi ditolong oleh tenaga medis, 38,96% oleh dukun, dan 1,94% ditolong oleh famili/lainnya. Angka pertolongan yang tinggi oleh dukun banyak dijumpai antara lain di Kecamatan Rancabali, Rongga, dan Cipongkor. Dengan melihat kondisi tersebut dan jika dikaitkan dengan pencapaian AKB rata-rata Jawa Barat yang pada tahun 2003 telah mencapai 43,83, kiranya perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk dapat mengejar ketertinggalan tersebut.
Gambar 2.12
2.11.4.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu angka yang menunjukkan tingkat penduduk yang aktif secara ekonomi atau angkatan kerja, diperoleh dengan membagi besarnya angkatan kerja (penduduk usia kerja yang bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan) dengan jumlah penduduk usia kerja. Data Suseda menunjukkan TPAK Kabupaten Bandung tahun 2004 tercatat
sebesar 52,84%, yang mengalami sedikit kenaikan bila dibandingkan dengan TPAK tahun 2003 sebesar 51,03 %. Dari perspektif jender, TPAK perempuan di Kabupaten Bandung yang mencapai 30,79 % relatif jauh tertinggal jika dibandingkan TPAK penduduk laki-laki yang mencapai 74,66%. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan karena sebagian besar perempuan usia produktif masih berada pada posisi sebagai ibu rumah tangga.
II -66
Grafik 2.5 ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK)
53.00% 52.50% 52.00% 51.50% 51.00% 50.50% 50.00% 2003 2004 51.03% TPAK 52.84%
Gambar 2.13
2.11.5.
Rasio ketergantungan merupakan perbandingan antara jumlah penduduk berusia 0 -14 tahun ditambah penduduk berusia di atas 65 tahun dengan jumlah penduduk berusia 15-64 tahun. Angka tersebut menunjukkan beban yang harus ditanggung oleh golongan penduduk umur produktif. Data Suseda menunjukkan angka beban ketergantungan tahun 2004 tercatat 52,48 % yang mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2003 yaitu 55,84%. Hal ini menunjukan pada tahun 2004 terdapat penurunan beban yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif. Jika dikaitkan dengan keberhasilan di sektor Kesehatan, yang dapat
meningkatkan Angka Harapan Hidup masyarakat Kabupaten maka akan berdampak pada bertambahnya penduduk usia tua yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap rasio ketergantungan. Dengan demikian Pemerintah Kabupaten perlu mengantisipasi agar penduduk usia lanjut tersebut tidak menjadi beban bagi penduduk usia produktif.
II -67
Gambar 2.14
2.11.6 Angka Melek Huruf (AMH) AMH Kabupaten Bandung tahun 2004 tercatat 98,23% (dari proyeksi sebesar 97,40 %) dan mengalami peningkatan jika dibandingkan AMH tahun 2003 sebesar 97,5%. Dengan pencapaian AMH tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Bandung sudah memiliki kemampuan membaca dan menulis serta hanya sekitar 1,77% penduduk atau sekitar 73.384 jiwa yang belum bisa membaca dan menulis. Apabila dibandingkan antara AMH pada penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan terlihat bahwa penduduk perempuan lebih banyak yang mengalami buta huruf dibandingkan penduduk laki-laki. AMH pada penduduk laki-laki tercatat sekitar 99 % dan pada perempuan sekitar 97,58%.
Tahun
Gambar 2.15
II -68
2.11.7.
Pencapaian Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SD, SLTP, SMU dan PT tahun 2003 dan 2004 untuk berbagai level pendidikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.19 Pencapaian APM Kabupaten Bandung Tahun 2003 dan 2004
No
1 2 3 4
Tingkat
SD/MIS SLTP/MTS SMA/MA Perguruan Tinggi
Proyeksi (%)
Berdasarkan pencapaian tingkat partisipasi sekolah tersebut, tercatat Rata-rata Lama Sekolah (RLS) masyarakat Kabupaten Bandung tahun 2004 adalah 8,03 tahun yang mengalami peningkatan jika dibandingkan RLS tahun 2003 sebesar 7,65 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Kabupaten Bandung telah mengenyam pendidikan sekitar 8 tahun.
2.12. Indek Pembangunan Manusia (IPM) Berdasarkan capaian AHH, AMH, RLS dan pendapatan per kapita tahun 2004 telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan Indek Pembangunan Manusia (IPM). Walaupun pencapaian belum sesuai proyeksi, realisasi IPM tahun 2004 sebesar 68,52 mengalami peningkatan jika dibandingkan IPM tahun 2003 sebesar 67,5. Proyeksi dan capaian dari komponen-komponen IPM tahun 2003 dan 2004 dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut : Tabel 2.20 Pencapaian Komponen IPM Kabupaten Bandung Tahun 2003-2004 dan Capaian Jawa Barat 2004
No 1 2 3 4 Komponen Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Daya Beli (Rp) IPM Proyeksi 2003
65,46 thn
Proyeksi 2004
66,15 thn
Realisasi Jawa Barat 2004 65.34 thn 93.96% 7.37 thn 554.570 68.36
Dari semua komponen IPM, dalam kurun waktu 2003 2004 hanya komponen AHH yang belum dapat memenuhi proyeksi sehingga berpengaruh terhadap pencapaian sesuai proyeksi. Dengan demikian, diharapkan komponen AHH tersebut
II -69
perlu mendapat perhatian untuk penajaman kebijakan di tahun mendatang. Apabila dikaitkan dengan target IPM Propinsi Jawa Barat tahun 2010 sebesar 80 maka diperlukan upaya yang serius dari Pemerintah Kabupaten Bandung melalui penajaman program-program prioritas untuk dapat mencapai angka tersebut.
Gambar 2.16 Pencapaian IPM tiap kecamatan di kabupaten dapat dilihat pada tabel 2.21 dan proyeksi IPM Kabupaten hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.22
II -70
Tabel 2.21 Pencapaian IPM di Tiap Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 2004
NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KECAMATAN CILEUNYI MARGAHAYU DAYEUH KOLOT RANCA EKEK IBUN LEMBANG BALEENDAH BOJONG SOANG PAMEUNGPEUK Komponen IPM AHH (thn) 67,05 65,05 65,25 66,65 67,45 65,85 65,15 63,80 65,40 65,20 66,65 65,75 64,85 65,65 63,35 66,95 67,35 66,00 65,25 65,55 65,15 65,65 62,40 64,90 65,00 66,05 64,85 65,75 62,45 64,05 61,65 64,35 61,45 63,55 62,95 63,55 64,10 63,70 64,05 62,05 60,95 61,55 57,35 56,60 60,25 AMH (%) 99,76 99,83 99,05 97,10 98,43 99,55 99,71 98,51 97,86 98,49 99,22 98,61 98,02 98,60 99,69 98,43 97,95 98,59 99,12 96,93 98,70 96,83 99,81 99,73 99,53 98,61 93,89 94,43 98,53 97,29 98,70 97,63 98,96 97,00 95,77 98,60 98,82 93,29 92,37 96,54 99,22 96,78 97,84 99,34 91,72 RLS (thn) 9,30 10,58 9,51 9,23 7,88 7,80 8,62 10,36 9,03 8,60 9,21 7,71 8,94 8,61 8,85 8,07 7,91 7,83 7,49 7,15 7,91 7,58 8,20 8,32 8,11 6,98 8,79 6,50 8,63 7,65 7,35 6,95 9,25 8,14 6,94 6,81 6,85 8,00 7,02 6,39 7,56 6,60 7,53 6,02 5,51 PPP (ribu Rp) 545,87 540,37 550,63 544,10 535,39 546,59 538,83 540,25 536,47 541,90 529,00 541,02 536,58 530,55 540,45 531,19 523,14 530,47 533,23 533,44 528,60 533,51 540,56 525,27 525,64 527,54 534,92 533,61 529,10 522,26 538,10 526,14 529,88 523,25 539,00 523,01 519,73 521,06 529,68 529,37 524,64 534,11 543,10 526,24 517,62 IPM 71,28 70,51 70,20 69,63 69,15 69,11 68,99 68,98 68,65 68,92 68,81 68,69 68,65 68,57 68,39 68,37 68,25 68,22 67,86 67,72 67,69 67,64 67,52 67,29 67,20 67,17 67,11 66,32 66,31 66,08 66,03 65,93 65,88 65,71 65,65 65,55 65,24 65,17 64,66 64,40 64,34 64,16 64,00 61,39 60,80
10 CIPARAY 11 MARGAASIH 12 CILENGKRANG 13 CIMENYAN 14 NAGREG 15 KATAPANG 16 MAJALAYA 17 PARONGPONG 18 CIMAUNG 19 SOREANG 20 CANGKUANG 21 PANGALENGAN 22 BANJARAN 23 PADALARANG 24 CIHAMPELAS 25 CILILIN 26 PASIR JAMBU 27 ARJASARI 28 CIKALONG WETAN 29 CICALENGKA 30 CIPEUNDEUY 31 SOLOKAN JERUK 32 RANCABALI 33 NGAMPRAH 34 BATUJAJAR 35 CIPATAT 36 CIWIDEY 37 SINDANG KERTA 38 CISARUA 39 PASEH 40 KERTASARI 41 PACET 42 GUNUNGHALU 43 CIKANCUNG 44 CIPONGKOR 45 RONGGA
II -71
ANGKA HARAPAN HIDUP ( TAHUN ) INDEKS ANGKA MELEK HURUF ( %) INDEKS RATA - RATA LAMA SEKOLAH ( TAHUN) INDEKS INDEKS PENDIDIKAN KEMAMPUAN DAYA BELI ( X.Rp.1000) INDEKS ANGKA KEMATIAN BAYI (PER 1000 KELAHIRAN) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
60.40
56.19
51.97
47.74
43.50
39.25
36.58
34.22
32.47
30.85
29.57
64.17
65.07
66.03
67.26
68.29
69.42
70.48
71.53
72.59
73.64
74.70
Proyeksi dihitung berdasarkan hasil Suseda 20012003 Sumber Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung
II -72
Dilihat secara makro, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bandung pada tahun 2004 masih berada pada angka 68,52 (realisasi), sedikit diatas IPM Jawa Barat yaitu sebesar 68,36. Hingga tahun 2010 diharapkan IPM Kabupaten Bandung akan mencapai atau bahkan lebih besar dari proyeksi sebesar 74,70 yang akan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pembangunan di berbagai fungsi dan sub fungsi pembangunan.
2.13 Isu Strategis Kabupaten Bandung Berdasar kondisi dan proyeksi mendatang Kabupaten Bandung 2010, Isu strategis yang merupakan gambaran umum permasalahan yang dihadapi Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut : 1. Resistensi nilai-nilai religius, sosial dan budaya sebagai akibat dari derasnya arus perubahan dan globalisasi, munculnya berbagai penyakit masyarakat, menurunnya kepekaan dan solidaritas sosial, serta berkurangnya kesadaran dan citra budaya Sunda dalam kehidupan masyarakat. 2. Kualitas pendidikan masih relatif rendah disebabkan antara lain belum tercapainya target RLS, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayananan pendidikan, persebaran dan kesejahteraan tenaga pendidik yang belum memadai. 3. kualitas pelayanan kesehatan, kesadaran hidup bersih dan sehat, serta kualitas kesehatan lingkungan yang masih relatif rendah. 4. Jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi yang disebabkan oleh tingginya tingkat pengangguran, rendahnya tingkat pendapatan dan tingginya LPP. 5. Koordinasi, integrasi, simplikasi, sinkronisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, dan belum optimalnya aplikasi konsep pembangunan partisipatif. 6. Kualitas pelayanan publik belum optimal disebabkan antara lain oleh terbatasnya kualitas sumberdaya manusia aparatur, kinerja birokrasi, SPM, dan sarana prasarana yang belum memadai. 7. Masih rendahnya keterpaduan pemanfaatan ruang kota, seperti terminal, pasar dan sistim transportasi sehingga menyebabkan kesemrawutan kota dan kemacetan lalu lintas. 8. Menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan ditandai dengan meningkatnya pencemaran air dan udara serta masalah lingkungan lainnya seperti banjir dan
II -73
longsor, yang disebabkan oleh rendahnya kesadaran, perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan, aktivitas pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, rendahnya efektivitas penataan ruang dan lemahnya pengawasan dan
infrastruktur perdesaan, pemanfaatan ruang kawasan pedesaan, lemahnya kelembagaan desa dan belum teralokasikannya sumber keuangan desa secara memadai.
2.14 Konfigurasi Isu Startegis dan Kerangka Intervensi Pembangunan Dari kesembilan isu strategis di atas dilakukan analisis untuk melihat keterkaitan antar isu dan posisinya dalam kerangka intervensi pembangunan. Untuk melihat konfigurasi dari kesembilan isu strategis tersebut dilakukan pengelompokan isu-isu strategis ke dalam beberapa kelompok isu yang terkait dengan bidang-bidang pembangunan sebagai berikut: o Kelompok 1: Isu-isu terkait dengan perbaikan kualitas pemerintahan. Isu-isu pada kelompok ini terkait dengan pembenahan internal Kabupaten Bandung. Pembenahan ini dilakukan di semua lini pemerintahan, mulai dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa antara lain dengan peningkatan Standar Pelayanan Minimal (SPM), penataan kelembagaan maupun pemekaran wilayah. o Kelompok 2: Isu-isu terkait dengan penyediaan pelayanan umum dasar bagi masyarakat. Isu-isu dalam kelompok ini terkait dengan pelaksanaan fungsi/peran pemerintah sebagai public servant (pelayan publik). Isu-isu dalam kelompok ini terkait dengan kepentingan masyarakat yang harus dipenuhi pemerintah, yang terkait langsung dengan tujuan pembangunan. o Kelompok 3: Isu-isu terkait dengan perbaikan kondisi fisik keruangan kabupaten. Isu-isu dalam kelompok ini terkait dengan menurunnya daya dukung lingkungan dan sediaan infrastruktur dasar (jalan, perumahan, TPA, IPAL, dll) o Kelompok 4: Isu-isu terkait dengan perbaikan aspek sosial. Isu yang termasuk dalam kelompok ini terkait dengan modal sosial yang terancam oleh faktor eksternal, juga adanya kegagalan internal
II -74
Keempat kelompok isu tersebut kemudian diletakkan dalam suatu konfigurasi permasalahan untuk melihat keterkaitan antar kelompok isu dan posisinya dalam kerangka intervensi pembangunan yang akan dilakukan. Gambar di bawah ini menjelaskan konfigurasi permasalahan tersebut.
K e lo m p o k 1 : PEM ER IN T A H A N
IS U 5 : < K in e r ja b iro k r a s i m a s ih re n d ah >
ISU 4: J u m la h penduduk m is k in m a s ih r e la t if t in g g i
IS U 2 : K u a lit a s p e n d id ik a n m a s ih r e la t if ren d a h
K e lo m p o k 4 : M O D A L S O SIA L
IS U 1 : R e s is t e n s i n ila in ila i r e lig iu s , s o s ia l d a n budaya
K e lo m p o k 3 : FISIK K E R U A N G A N
IS U 7 : k e s e m ra w u ta n k o ta d a n k e m a c e t a n la lu lin t a s ISU 8: M en u ru n n y a daya dukung d a n k u a lit a s lin g k u n g a n
Gambar di atas menunjukkan hubungan antar kelompok isu dimana isu pada kelompok pertama (pemerintahan) dianggap memberi dampak pada terjadinya permasalahan pada kelompok isu kedua (pelayanan dasar untuk warga), kelompok isu ketiga (fisik keruangan), dan kelompok isu keempat (modal sosial). Sementara itu, kelompok isu keempat (modal sosial) dianggap sebagai dampak dari berbagai masalah yang terjadi pada semua kelompok isu.
II -75
3.1 V i s i Berdasarkan potensi, permasalahan dan peluang yang dimiliki Kabupaten Bandung dengan memperhatikan nilai-nilai visi daerah, aspirasi dan dinamika yang berkembang pada masa kepemimpinan tahun 2000-2005, visi yang kami kedepankan adalah
Kertaraharja,
melalui
Akselerasi
Pembangunan
Partisipatif
yang
Berbasis Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan, dengan Berorientasi Pada Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa
Makna dari Visi tersebut : Repeh Rapih Kertaraharja adalah tujuan yang ingin dicapai yaitu suatu kondisi masyarakat Kabupaten Bandung yang hidup dalam keadaan aman, tertib, tenteram, damai, sejahtera dan senantiasa berada dalam lindungan, bimbingan dan rahmat Allah SWT. Akselerasi pembangunan atau percepatan pembangunan adalah segala upaya yang dilakukan untuk membuat proses pembangunan lebih cepat, sehingga manfaatannya dapat segera dirasakan oleh masyarakat. Percepatan pembangunan tersebut mengandung maksud menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi cepatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di Kabupaten Bandung. Partisipatif merupakan pendekatan yang diterapkan dalam upaya pencapaian tujuan, dengan pengertian bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sangat luas untuk berperan aktif dalam keseluruhan proses pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Sesuai dengan paradigma
kepemerintahan yang baik bahwa kedudukan masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai subjek yang turut menentukan arah pembangunan sesuai dengan prakarsa,
III-1
Religius mengandung pengertian bahwa nilai-nilai, norma, semangat dan kaidah agama, khususnya Islam yang diyakini dan dianut serta menjadi karakter dan identitas mayoritas Kabupaten Bandung, harus menjiwai, mewarnai, menjadi ruh dan pedoman seluruh aktivitas kehidupan, termasuk penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan, dengan tetap menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan hidup beragama. Kultural mengandung pengertian bahwa nilai-nilai budaya Sunda yang baik, melekat dan menjadi jati diri masyarakat Kabupaten Bandung, harus tumbuh dan berkembang seiring dengan laju pembangunan, serta menjadi perekat keselarasan dan stabilitas sosial. Pengembangan budaya Sunda tersebut dilakukan dengan tetap menghargai pluralitas kehidupan masyarakat secara proporsional. Berwawasan Lingkungan mengandung pengertian dan kepedulian yang tinggi terhadap keseimbangan alam dan kelestarian lingkungan yang didasari oleh kesadaran akan fungsi strategis lingkungan terhadap keberlangsungan hidup manusia. Daya dukung dan kualitas lingkungan harus menjadi acuan utama segala aktifitas pembangunan, agar tercipta tatanan kehidupan yang seimbang, nyaman, dan berkelanjutan. Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa mengandung pengertian, bahwa pembangunan di Kabupaten Bandung harus memberikan perhatian yang besar dan sungguhsungguh terhadap pengembangan desa, peningkatan kualitas kinerja
pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Desa yang dalam susunan pemerintahan merupakan unit pemerintahan terendah adalah ujung tombak pembangunan daerah dan lokus yang menjadi muara seluruh aktifitas pembangunan.
3.2 M i s i Untuk mewujudkan visi diatas, dirumuskan 8 ( delapan ) misi sebagai berikut : 1. Mewujudkan Kepemerintahan yang baik; 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tenteram dan Dinamis; 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia; 4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat; 5. Mamantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa; 6. Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda; 7. Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan; 8. Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa.
III-2
3.2.1 Misi 1 : Mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik Kepemerintahan yang baik atau populer dengan istilah good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang bersifat konstruktif diantara tiga domain utama, yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat yang memiliki karakteristik, efisien, efektif, partisipatif berlandasakan hukum, adil, demokratis, transparan, responsif, berorientasi konsesus, kesetaraan, akuntabel dan memiliki visi strategik. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tidak semata-mata
disandarkan kepada pemerintah saja tetapi merupakan sinergitas dari peran pemerintah, sektor swasta dan masyarakat secara proporsional dan bertanggung jawab. Proporsional dalam hal ini mengandung pengertian bahwa setiap domain pemerintahan melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki berdasarkan tuntutan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bertanggung jawab mengandung pengertian bahwa pelaksanaan peran dan fungsi setiap domain
pemerintahan harus dapat dipertanggungjawabkan secara objektif berdasarkan prinsipprinsip kepemerintahan yang baik. Dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik, sistem dan manajemen
pemerintahan perlu dimantapkan antara lain dengan melakukan penataan wilayah dalam rangka mengefektifkan rentang kendali pengelolaan pemerintahan. Selain itu faktor lain yang sangat menentukan dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik adalah peran kepemimpinan yang demokratis, egaliter dan mampu mengedepankan keteladanan. Kepemimpinan harus dilandasi oleh kesadaran mengambil peran dan tanggung jawab untuk membangun demi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. kesadaran akan peran dan tanggung jawab tersebut bukan semata-mata merupakan tuntutan organisasi tetapi harus diyakini sebagai amanah dari allah swt. sebagaimana firmannya dalam al-quran surah al-baqarah ayat 30 yang artinya : sesungguhnya aku akan
III-3
pertanggungjawaban kepemimpinan ini ditegaskan lebih lanjut dalam sebuah hadist, bahwasannya rasulullah muhammad saw bertsabda : setiap kamu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. dalam praktek kehidupan, termasuk kepemimpinan di dalamnya,
rasulullah saw patut dijadikan sebagai tauladan. allah swt berfirman dalam al-quran surah al-ahzab ayat 21, yang artinya sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu
suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi mereka yang mengharapkan ridho allah, kedatangan hari akhir dan mereka banyak menyebut nama allah.
secara garis besar terdapat 4 ( empat ) karakter kepemimpinan rasulullah saw yang harus kita teladani dalam berbagai lingkup kepemimpinan, termasuk kepemimpinan pemerintahan di dalamnya, yaitu : pertama : siddiq ( benar ) : yaitu komitmen terhadap kebenaran.segala langkah yang ditempuh seorang pemimpin harus harus berpijak pada kebenaran, berada dalam kebenaran dan menuju kebenaran. kebenaran inilah yang harus menjadi landasan strategi kebijakan serta acuan utama seluruh aktivitas pemerintahan dan pembangunan. kedua : tabligh ( menyampaikan ): seorang pemimpin harus mampu mengkomunikasikan berbagai programnya dengan baik kepada masyarakat serta mampu mendengar, memperhatikan dan menyikapi dengan segera apa yang menjadi aspirasi masyarakatnya agar kebijakannya senantiasa berorientasi pada kepentingan masyarakat yang dipimpinnya. ketiga : amanah ( jujur ) : seorang pemimpin harus berlaku jujur dan adil disertai dengan keikhlasan dan ketawakalan dalam mengemban amanah kepemimpinannya. sekecil apapun yang menjadi hak rakyat, harus mampu dipenuhinya sebagaimana seharusnya. selain itu, apa yang diucapkannya harus dapat dibuktikan dengan perbuatan yang nyata. keempat : fathonah ( cerdas) : yaitu memiliki kapasitas intelektual yang tinggi serta memiliki semangat untuk menjadikan berbagai fenomena kehidupan sebagai
pelajaran yang sangat berharga. kepemimpinan bukan semata-mata kekuasaan tetapi merupakan kapasitas intelektual yang dikonsepsikan dan dipraktekan dalam berbagai kebijakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang dipimpinnya.
III-4
3.2.2 Misi 2: Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tentram dan Dinamis. Keamanan, ketertiban dan ketentraman merupakan kondisi yang diharapkan masyarakat agar dapat melangsungkan kehidupan dengan tenang dan damai, dan merupakan jaminan bagi terselenggaranya pembangunan untuk mewujudkan harapan dan cita-cita bersama. Kondisi yang aman, tertib dan tenteram akan terwujud apabila terdapat kesadaran kolektif dan komitmen dari seluruh stakeholder pembangunan terhadap berbagai ketentuan yang telah disepakati bersama, yang direalisasikan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan hukum. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan faktor yan sangat penting dalam rangka mewujudkan Kabupaten Bandung yang Repeh Rapih Kertaraharja. Oleh karena itu, penegakan hukum harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan adil dengan perlakukan yang sama terhadap semua orang tanpa diskriminasi. Selain itu, faktor penting bagi terpeliharanya stabilitas kehidupan yang aman,
tertib, tenteram dan dinamis adalah adanya rasa saling percaya dan harmoni dari seluruh stakeholder pembangunan. Dinamika pemerintahan, pembangunan dan kehidupan masyarakat bergerak selaras dengan tuntutan perubahan kehendak dan kebutuhan masyarakat berdasar asas demokrasi yang bertanggung jawab, disertai dengan rasa kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh komponen pembangunan.
3.2.3 Misi 3: Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Untuk mendorong terciptanya masyarakat maju dan mandiri agar mampu menjadi subjek pembangunan dalam kerangka otonomi daerah dan isu globalisasi, perlu terus dilakukan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas meliputi pemantapan moral dan mental, peningkatan kemampuan intelektual, keahlian, derajat kesehatan, kemandirian dan kepercayaan diri yang akan bermuara pada peningkatan produktifitas masyarakat. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dimaksud, disertai dengan perhatian yang lebih besar pada pemberdayaan perempuan agar memiliki kesetaraan
III-5
peran dan fungi dalam ruang pembangunan serta pemberdayaan generasi muda agar pada masa yang akan datang mampu mengambil peran dalam pembangunan. 3.2.4 Misi 4: Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat Kemiskinan yang menjadi permasalahan utama pembangunan, didefinisikan sebagai ketidakmampuan mesyarakat dalam memenuhi standar minimum kebutuhan hidupnya. Masalah kemiskinan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya tidak adanya pendapatan, tidak adanya kesempatan atau peluang usaha dan tidak adanya kemampuan usaha. Penilaian kemiskinan dengan permasalahan sosial merupakan siklus masalah yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya.Selain itu, kemiskinan juga akan berpengaruh terhadap keyakinan teologis yang dapat mengakibatkan kekufuran. Oleh karena itu, upaya-upaya pengentasan kemiskinan harus terus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras agar masyarakat dapat hidup layak dan menjalani kehidupannya dengan baik. Kabupaten Bandung merupakan daerah yang memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi terutama pada sektor pertanian dan industri. Sehingga paradigma pembangunan ekonomi di Kabupaten Bandung harus dititikberatkan pada keselarasan pengembangan pertanian yang kuat dengan industri yang maju yang bertumpu pada pengembangan potensi sumber daya lokal. Selain itu, pengembangan potensi ekonomi daerah juga harus membuka ruang bagi terciptanya demokrasi ekonomi yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan. Apabila potensi tersebut dikelola dan dikembangkan dengan baik, akan mampu meningkatkan kemampuan usaha masyarakat, membuka peluang usaha dan
diminimalisir yang berarti juga akan berpengaruh pada berkurangnya masalah sosial dan semakin mantapnya keyakinan teologis masyarakat.
3.2.5 Misi 5: Mewujudkan Kesalehan Sosial Berlandasan Iman dan Taqwa Untuk mewujudkan masyarakat yang Repeh Rapih Kertaraharja di tengah tengah masyarakat Kabupaten Bandung yang sangat religius, konsep iman dan taqwa sebagai muatan utama masyarakat beragama harus menjadi landasan pokok yang harus dikedepankan.
III-6
Keimanan dan ketaqwaan adalah landasan moral dan etika yang tidak hanya memiliki muatan spiritual, tetapi juga muatan sosial, sehingga pada prakteknya tidak saja ditunjukan dengan ketaatan ritual individu, tetapi juga harus diaplikasikan dalam kehidupan sosial, sehingga tercipta kesalehan kolektif untuk merajut kehidupan bersama. Kesalehan sosial sebagai perwujudkan sifat masyarakat bertaqwa merupakan kesatuan utuh dari pengetahuan, sikap serta nilai-nilai yang mempengaruhi cara berfikir dan bertindak. Dalam perspektif agama, keimanan dan ketaqwaan yang terlefleksikan dalam kesalehan sosial merupakan syarat mutlak bagi tercapainya kesejahteraan.
3.2.6 Misi 6: Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda Budaya merupakan salah satu sumber nilai yang menunjukan jati diri, identitas dan kepribadian suatu kominitas masyarakat. Budaya juga dapat menjadi benteng pertahanan yang sangat efektif untuk menghadapi dampak negatif derasnya arus perubahan. Pada sisi lain, budaya juga merupakan modal utama pembangunan untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan hidup manusia. Budaya Sunda yang sangat kaya dengan nilai-nilai merupakan falsafah hidup yang sangat menentukan sikap dan karakter masyarakat Sunda, agar masyarakat Sunda dapat mengambil peran sentral dalam pembangunan, perlu digali dan dikembangkan nilai-nilai budaya yang baik untuk memotivasi potensi masyarakat.Kinerja pemerintahan dan kehidupan masyarakat harus dilandasi oleh semangat silih asih, silih asah dan silih
wanoh, wiwaha tur wijaksana harus dikembangkan sebagai bagian dari jati diri
kesundaan. Selain, khazanah kebudayaan Sunda yang sangat beragam dapat dijadikan sumber produktifitas yang khas bagi masyarakat dan menjadi kebanggaan daerah.
III-7
3.2.7 Misi 7: Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan Pembanguanan adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik. Konsekuesi logis dari sebuah pembangunan adalah penggunaan berbagai sumber daya, baik sumber daya manusia, dana, teknologi maupun sumber daya alam. Pembangunan yang mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan akan mengakibatkan menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan, yang akhirnya akan berakibat pada kerusakan alam dan bencana yang akan melanda manusia. Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh aktifitas pembangunan harus dilandasi oleh tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomis, diterima secara sosial dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, demi keberlangsungan kehidupan manusia dan
terselenggaranya pembangunan yang berkelanjutan, diperlukan perhatian dan kepedulian yang sangat besar terhadap keseimbangan lingkungan dan kelestarian sumber daya alam.
3.2.8 Misi 8: Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa Sebagian besar masyarakat Kabupaten Bandung bertempat tinggal di pedesaan dicirikan antara lain dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya produktifitas tenaga kerja, rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan, masih tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya kualitas lingkungan permukiman. Oleh pembangunan karena harus itu, dalam rangka pada pencapaian upaya kesejahteraan masyarakat, kinerja
dititikberatkan
untuk
meningkatkan
pembangunan desa. Peningkatan kinerja pembangunan desa harus berorientasi pada penguatan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan desa, pengembangan kapasitas keuangan desa, pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan partisipasi pembangunan, peningkatan ekonomi pedesaan dan pembangunan kawasan
III-8
pedesaan. Desa sebagai unit wilayah terkecil harus menjadi fokus utama dan muara dari seluruh aktifitas pembangunan daerah.
3.3. Prioritas Daerah Di dalam pembangunan, manusia mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting. Pada satu sisi, manusia adalah subjek pembangunan yang bertindak
sebagai pelaku ( stakeholders ), pada sisi yang lain, manusia juga merupakan sasaran yang harus menikmati hasilhasil pembangunan. Oleh karena itu, segala aktifitas pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Bandung pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kualitas manusia (human development). Sehubungan dengan pemikiran tersebut, pada hakekatnya perencanaan strategis pembangunan Kabupaten Bandung diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan kebutuhan dasar manusia yang semuanya bermuara pada Indeks Pembangunan Manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indikator keberhasilan pembangunan yang merupakan gabungan komposit dari tiga komponen pokok, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Berdasarkan pada kondisi, permasalahan, potensi dan peluang yang dimiliki Kabupaten Bandung, dengan tetap memandang semua bidang pembangunan dalam kedudukan yang penting, ditetapkan prioritas pembangunan sebagai berikut : 1. Peningkatan pemahaman nilai-nilai luhur agama dan budaya serta penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan. 2. Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas melalui
peningkatan kualitas pelayanan pendidikan, peningkatan kualitas dan kesejahteraan tenaga kependidikan, peningkatan sarana/prasarana pendidikan dan penuntasan wajar dikdas 9 tahun. 3. Peningkatan perekonomian daerah, melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat (UMKM), revitalisasi pertanian, pengembangan industri manufaktur dan
pengembangan iklim usaha yang kondusif. 4. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat, melalui peningkatan kesadaran budaya sehat, peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
III-9
5. Peningkatan ketersediaan dan kualitas infrastruktur sebagai upaya mendukung percepatan pembangunan, peningkatan keterpaduan pemanfaatan ruang kota dan pusat pertumbuhan, peningkatan gairah investasi serta aktivitas ekonomi lainnya. 6. Peningkatan kualitas, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta pencegahan dini terhadap bencana. 7. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan profesionalisme, efektifitas dan efisiensi kinerja birokrasi, serta peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan. 8. Peningkatan optimalisasi pengawasan dan penegakan hukum berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia dan prinsip keadilan. 9. Peningkatan kinerja pembangunan desa, melalui peningkatan kapasitas pemerintahan desa, peningkatan keberdayaan masyarakat desa, pengembangan ekonomi dan pembangunan kawasan perdesaan, serta pengembangan alokasi dana desa (ADD).
3.3.1. Bidang Prioritas Pembangunan Sejalan dengan prioritas daerah diatas, pelaksanaan pembangunan periode 20052010 dititikberatkan pada tiga bidang pokok yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi (daya beli masyarakat).
III-10
kematian bayi (AKB) dari 39,25 per 1000 kelahiran menjadi 29,57 per 1000 kelahiran pada tahun 2010. Selain sasaran kuantitatif tersebut, juga diharapkan trwujudnya budaya hidup sehat yang dilandasi oleh kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan.
keberdayaan ekonomi masyarakat, dengan sasaran kuantitatif meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat dari Rp.539.880,- pada tahun 2005 menjadi Rp.567.680,- pada tahun 2010. Pemberdayaan ekonomi masyarakat diupayakan melalui perhatian dan perlakuan yang dapat memenuhi aspek penggalian potensi dan kemampuan penciptaan iklim yang kondusif dan perlindungan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
3.3.2 Kerangka Relasi Antara Misi dengan Intervensi Kebijakan Pembangunan Konfigurasi isu strategis seperti yang diulas pada Bab II kemudian diletakkan ke dalam kerangka intervensi pembangunan yang akhirnya akan berimplikasi pada pengelompokan misi. Hubungan Antara Konfigurasi Permasalahan Dengan Kerangka Intervensi Kebijakan Jangka Menengah
KARAKTERISTIK INTERVENSI KONFIGURASI PERMASALAHAN KERANGKA INTERVENSI
Kelompok 1: PEMERINTAHAN
AKSELERASI PEMBANGUNAN
FAKTOR PENUNJANG
Dari gambar kita bisa interpretasikan bahwa: kapasitas pemerintahan yang baik akan berdampak pada kemampuannya dalam menyediakan pelayanan kepada
masyarakat, baik pelayanan dasar maupun penunjang, yang akhirnya diharapkan akan berkontribusi terhadap peningkatan modal sosial berupa ketahanan masyarakat pada
III-11
pengaruh global dan menguatnya nilai religius dan kultural dalam kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Bandung.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas, diperlukan tiga jenis intervensi yaitu: Perbaikan Tata Pemerintahan yang mencakup: o o Misi 1. Mewujudkan Kepemerintahan yang baik (sistem dan pelaku) Misi 8. Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa (otonomi desa)
Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya: o Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan) o o Misi 4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat. Misi 7. Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan;
Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal o Misi 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tenteram dan Dinamis; o o Misi 5. Mamantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa; Misi 6. Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda; Berdasarkan kerangka pikir pada gambar diatas, intervensi pembangunan jangka
menengah dikelompokkan ke dalam tiga kelompok intervensi yaitu: Kelompok Intervensi Perbaikan sistem dan pelaku (pemerintah) Kelompok Intervensi Akselerasi pembangunan Kelompok Intervensi Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal Dari ketiga karakteristik tersebut harus dijalankan secara proporsional berdasarkan prioritas intervensinya. Prioritas tersebut harus ditentukan secara rasional berdasarkan prinsip berikut ini: Tidak mungkin sumberdaya publik hanya dialokasikan pada penguatan internal. Namun penguatan harus dilakukan segera pada awal pembangunan agar proses pembangunan berikutnya bertumpu pada dasar yang kuat. Ini karena tidak mungkin
pelayanan publik berjalan baik bila sistem dan pelakunya masih belum siap.
Intervensi pembangunan harus dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan pembangunan yang sedang dihadapi oleh pemerintah terutama masalah yang
III-12
sifatnya mendasar yang menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhinya seperti ketersediaan infrastruktur, pelayanan pendidikan, dan pelayanan kesehatan.
Keberhasilan pembangunan akan sangat ditentukan oleh sejauhmana intervensi pada wilayah ini mendapat perhatian dan penanganan yang baik. Keberadaan Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal (faktor penunjang) dalam proses pembangunan merupakan bagian penting tetapi kedudukannya berada dibawah Kelompok Intervensi lainnya karena sifatnya yang tidak terkait langsung dengan permasalahan pembangunan. Dengan demikian urutan prioritas Kelompok Intervensi adalah: Urutan 1: Kelompok Intervensi Akselerasi Pembangunan Urutan 2: Kelompok Intervensi Perbaikan Sistem dan Pelaku Urutan 3: Kelompok Intervensi Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa masing-masing Kelompok Intervensi ini adalah merupakan kumpulan dari misi-misi dari Bupati terpilih. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis di atas kita telah memperoleh pula urutan prioritas isu. Yaitu: Urutan 1: Kelompok Intervensi Akselerasi Pembangunan Yang terdiri dari 3 Misi yaitu: o Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan) o o Misi 4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat. Misi 7. Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan;
Urutan 2: Kelompok Intervensi Perbaikan Sistem dan Pelaku Yang terdiri dari 2 Misi yaitu: o o Misi 1. Mewujudkan Kepemerintahan yang baik (sistem dan pelaku) Misi 8. Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa (otonomi desa)
Urutan 3: Kelompok Intervensi Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal Yang terdiri dari 3 Misi yaitu: o Misi 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tenteram dan Dinamis; o o Misi 5. Mamantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa; Misi 6. Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda;
III-13
dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dengan memberikan penekanan terhadap penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efisien, efektif dan ekonomis. Strategi adalah cara mencapai tujuan dan sasaran yang merupakan rencana yang mencakup upaya-upaya menyeluruh dan terintegrasi untuk mengoperasionalkan tujuan dan sasaran melalui penetapan kebijakan dan program. Kebijakan adalah keputusan yang sifatnya mendasar untuk dipergunakan sebagai landasan bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Strategi
pembangunan Kabupaten Bandung dapat dikategorikan ke dalam tiga Strategi Pokok yaitu: 1. Mewujudkan Good Governance dan Clean Goverment 2. Akselerasi peningkatan IPM dengan prioritas penataan regulasi dan fokus anggaran pada bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat. 3. Meningkatkan pembangunan yang berfokus di desa. Program adalah langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan yang merupakan penjabaran dari kebijakan. Untuk memberikan gambaran yang jelas dan sederhana
sehingga dapat dilihat benang merah dari seluruh strata rencana strategis ini, maka misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan dan program secara lengkap ditampilkan dalam bentuk matriks pada lampiran.
IV - 1
4.1 STRATEGI UMUM PENCAPAIAN MISI Sebagaimana dijelaskan pada Bab sebelumnya bahwa masing-masing Kelompok Intervensi ini adalah merupakan kumpulan dari misi-misi dari Bupati terpilih. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis di atas kita telah memperoleh pula urutan prioritas isu. Yaitu: Urutan 1: Kelompok Intervensi Akselerasi Pembangunan Yang terdiri dari 3 Misi yaitu: o Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan) o o Misi 4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat. Misi 7. Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan;
Urutan 2: Kelompok Intervensi Perbaikan Sistem dan Pelaku Yang terdiri dari 2 Misi yaitu: o o Misi 1. Mewujudkan Kepemerintahan yang baik (sistem dan pelaku) Misi 8. Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa (otonomi desa)
Urutan 3: Kelompok Intervensi Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal Yang terdiri dari 3 Misi yaitu: o Misi 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tenteram dan Dinamis; o o Misi 5. Mamantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa; Misi 6. Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda;
4.2
4.2.1 STRATEGI MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Misi ini dijabarkan dalam 3 (tiga) tujuan, yaitu: 1. Terwujudnya Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan Yang Berkualitas, dengan Sasaran: Meningkatnya pemerataan akses layanan pendidikan; Meningkatnya kualitas pendidikan yang ditandai dengan meningkatnya Indeks Pendidikan sebesar 86,40 pada tahun 2010;
IV - 2
Meningkatnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan; Meningkatnya efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan; Meningkatnya capaian angka partisipasi sekolah (APM) dan rata-rata lama sekolah (RLS) pada tahun 2010 sebesar 9,03 tahun serta AMH sebesar 99,50%; Meningkatnya kepedulian dan partisipasi masyarakat serta dunia usaha terhadap dunia pendidikan.
2. Terwujudnya Peningkatan Derajat kesehatan Masyarakat; dengan Sasaran: Meningkatnya angka harapan hidup (AHH) menjadi sebesar 70,50 tahun pada tahun 2010; Menurunnya angka kematian ibu dan bayi menjadi sebesar 29,57 per 1000 kelahiran pada tahun 2010; Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita; Meningkatnya kualitas dan kuantitas sistem dan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat; Meningkatnya kesadaran budaya hidup bersih dan sehat; Terkendalinya penyebaran dan distribusi obat-obatan, makanan, dan alat kesehatan, serta menurunnya penyalahgunaan obat-obat-obatan terlarang.
3. Terwujudnya Peningkatan Keberdayaan Perempuan, Generasi Muda dan Olah Raga; dengan Sasaran: Terjaminnya keadilan gender dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan; Menurunnya kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dengan laki-laki; Meningkatnya potensi generasi muda dalam kewirausahaan, kepeloporan dan kepemimpinan; Meningkatnya ketersediaan media aktivitas dan kreativitas generasi muda; Meningkatnya partisipasi generasi muda dalam pembangunan; Meningkatnya kebugaran jasmani masyarakat dan prestasi olah raga; Meningkatnya dukungan sarana dan prasarana olah raga bagi masyarakat; Meningkatnya kualitas manajemen olah raga.
IV - 3
Strategi meningkatkan kualitas sumber daya manusia dilakukan dengan: 1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas. 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. 3. Memberdayakan sumber daya perempuan dalam seluruh aspek kehidupan. 4. Meningkatkan keberdayaan generasi muda dan olah raga.
4.2.2 STRATEGI
MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN
SOSIAL
EKONOMI
MASYARAKAT Misi meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat ini dijabarkan ke dalam 5 (lima) tujuan, yaitu : 1. Terwujudnya Peningkatan Perlindungan dan kesejahteraan Sosial, dengan Sasaran: Meningkatnya aksesibilitas penyandang masalah kesejahteraan sosial terhadap pelayanan sosial dasar; Meningkatnya kemampuan dan kepedulian sosial masyarakat secara melembaga dan berkesinambungan; Meningkatnya ketahanan sosial individu, keluarga dan masyarakat; Meningkatnya keberdayaan penyandang cacat dan perlindungan anak; Berkurangnya penyakit sosial dan penyandang masalah sosial; Tersedianya bantuan sosial yang optimal; Meningkatnya kemampuan penanganan bencana alam dan sosial.
2. Terwujudnya Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan, dengan Sasaran: Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berusaha dan meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat sebesar Rp.567.680 pada tahun 2010; Meningkatnya kesempatan berusaha; Meningkatnya pendapatan masyarakat; Meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap pendidikan dan kesehatan
3. Terwujudnya Peningkatan Perekonomian Daerah, dengan Sasaran: Meningkatnya investasi di daerah; Meningkatnya daya saing industri manufaktur;
IV - 4
Meningkatnya produktivitas pertanian dan posisi tawar produk pertanian; Meningkatnya pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah; Meningkatnya pengelolaan BUMD; Meningkatnya akses pemasaran produk daerah; Berkembangnya kemitraan usaha dan manajemen promosi produk daerah; Meningkatnya kualitas dan kuantitas komoditas unggulan daerah; Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar bagi kegiatan ekonomi daerah; Berkembangnya sentra-sentra produk unggulan daerah.
4. Terwujudnya Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan, dengan Sasaran: Menurunnya tingkat pengangguran; Tersedianya informasi pasar kerja; Meningkatnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja; Meningkatnya perlindungan tenaga kerja.
5. Terkendalinya Pertumbuhan Penduduk dan Terwujudnya Peningkatan Kualitas Keluarga, dengan Sasaran: Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP); Meningkatnya tertib administrasi kependudukan; Menurunnya perkawinan usia dini; Terkendalinya mobilitas dan persebaran penduduk; Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembangnya anak.
Strategi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dilakukan dengan: Meningkatkan keberdayaan sosial masyarakat; Meningkatkan keberdayaan ekonomi masyarakat.
4.2.3 STRATEGI
MEMELIHARA
KESEIMBANGAN
LINGKUNGAN
DAN
IV - 5
1. Terpeliharanya
Keseimbangan
Alam,
Daya
Dukung
dan
Kualitas
Lingkungan; dengan Sasaran: Meningkatnya kesadaran masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya akan fungsi strategis lingkungan; Meningkatnya upaya konservasi hutan dan rehabilitasi lahan; Meningkatnya pengendalian dan penanggulangan pencemaran lingkungan; Meningkatnya penegakan hukum lingkungan; Meningkatnya pengelolaan dan pelayananan limbah; Menurunnya pencemaran air dan udara.
2. Terwujudnya Keserasian Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Dalam Suatu sistem Pembangunan Yang berkelanjutan, dengan Program: Meningkatnya manajemen penataan ruang yang efektif; Meningkatnya percepatan pembangunan di wilayah pertumbuhan; Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan antara perkotaan dan perdesaan; Terkendalinya pertumbuhan wilayah perkotaan; Meningkatnya pembangunan; Terwujudnya sistem pemanfaatan tanah yang efisien dan efektif. sinergistas dan keterpaduan kebijakan dan program
Strategi memelihara keseimbangan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan: 1. Meningkatkan manajemen pengelolaan lingkungan; 2. Meningkatkan penegakan hukum untuk mengurangi perusakan dan pencemaran lingkungan; 3. Meningkatkan efektivitas tata ruang wilayah; 4. Meningkatkan percepatan pembangunan yang berkelanjutan.
4.3
4.3.1 STRATEGI MEWUJUDKAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK Misi mewujudkan kepemerintahan yang baik dijabarkan ke dalam 3 (tiga) tujuan, yaitu :
IV - 6
1. Terwujudnya Efisiensi dan Efektivitas Penyelenggaran Pemerintahan; dengan Sasaran: Meningkatnya kualitas sumber daya aparatur secara dinamis dan berkelanjutan; Terwujudnya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, transparan, profesional, responsif dan akuntabel; Menurunnya praktek KKN dimulai dari tataran top manajemen; Meningkatnya kualitas pelayanan publik; Terwujudnya konsistensi hukum daerah yang selaras dengan peraturan perundang-undangan di atasnya; Terwujudnya manajemen pengelolaan keuangan daerah yang mantap;
2. Terwujudnya Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Kebijakan Publik; dengan Sasaran: Meningkatnya pemahaman dan kepedulian tentang peran, hak dan kewajiban serta tanggung jawab masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan; Meningkatnya akses informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; Terwujudnya sistem dan manajemen partisipatif yang legitimate; Meningkatnya peran dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
3. Terwujudnya Sinergitas Interaksi Antara Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat; dengan Sasaran: Meningkatnya intensitas komunikasi antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat; Meningkatnya kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap pemerintah; Terwujudnya kerjasama dan keterpaduan fungsi dan peran antara eksekutif, legislatif, yudikatif, dunia usaha dan masyarakat secara proposional dan bertanggung jawab; Strategi mewujudkan kepemerintahan yang baik dilakukan dengan: 1. Memantapkan kinerja kepemimpinan yang demokratis, egaliter dan mengedepankan keteladanan;
IV - 7
2. Meningkatkan kualitas kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); 3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan sektor swasta dalam penyelenggaraan pembangunan; 4. Mensinergikan interaksi konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik secara transparan, partisipatif dan akuntabel.
4.3.2 STRATEGI MENINGKATKAN KINERJA PEMBANGUNAN DESA Misi ini dijabarkan ke dalam 3 (tiga) tujuan, yaitu: 1. Terwujudnya Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa dan Keberdayaan masyarakat Desa; dengan Sasaran: Terwujudnya sistem dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik; Meningkatkan kemandirian desa berdasarkan otonomi yang dimilikinya; Berkembangnya kehidupan politik yang demokratis di perdesaan; Meningkatnya akses kontrol dan partisipasi elemen masyarakat dalam
2. Terwujudnya Peningkatan Kapasitas Pemberdayaan Ekonomi Perdesaan; dengan Sasaran: Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengembangkan potensi sumber daya lokal perdesaan; Meningkatnya ketersedian sarana dan prasarana ekonomi perdesaan; Meningkatnya kemampuan lembaga ekonomi perdesaan; Meningkatnya potensi unggulan desa; Berkembangnya layanan jasa keuangan/permodalan; Meningkatnya ketersedian akses pemasaran bagi produk perdesaan; Meningkatnya peran dan kontribusi kawasan perdesaan sebagai basis
pertumbuhan daerah; Terciptanya perluasan lapangan kerja di perdesaan; Berkurangnya penduduk miskin di perdesaan.
IV - 8
Strategi meningkatkan kinerja pembangunan desa dilakukan dengan: 1. Meningkatkan keberdayaan desa dan masyarakat desa dalam pembangunan. 2. Mengembangkan potensi ekonomi perdesaan; 3. Meningkatkan alokasi dan distribusi pembangunan keperdesaan.
4.4
4.4.1 MEMELIHARA STABILITAS KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG AMAN, TERTIB, TENTRAM DAN DINAMIS Misi memelihara stabilitas kehidupan masyarakat yang aman, tertib, tentram dan dinamis dijabarkan ke dalam 3 (tiga) tujuan, yaitu: 1. Terpeliharanya keamanan, Ketertiban dan Ketentraman Masyarakat; dengan Sasaran: Mantapnya peran pemerintah sebagai fasilitator dan mediator yang kredibel dan adil dalam mejaga dan memelihara keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat; Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan; Terciptanya ketahanan masyarakat secara optimal dan terpadu.
2. Terwujudnya Peningkatan Kesadaran dan Ketaatan dan Ketaatan Hukum; dengan Sasaran: Meningkatnya kesadaran, ketaatan dan kepatuhan hukum masyarakat, dunia usaha dan aparatur pemerintah; Meningkatnya penegakan hukum serta perlindungan HAM di daerah.
3. Terwujudnya Sasaran:
Pengembangan
Kehidupan
Yang
Demokratis,
dengan
Meningkatnya kesadaran politik masyarakat; Terciptanya tatanan politik yang demokratis yang menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban politik masyarakat;
IV - 9
Strategi memelihara stabilitas kehidupan masyarakat yang aman, tertib, tentram dan dinamis dilakukan dengan: 1. Memantapkan stabilitas keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat; 2. Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum; 3. Memantapkan budaya politik yang demokratis;
4.4.2 STRATEGI MEWUJUDKAN KESALEHAN SOSIAL BERLANDASKAN IMAN DAN TAQWA Misi ini dijabarkan ke dalam 3 (tiga) tujuan, yaitu : 1. Terwujudnya Peningkatan Kualitas Iman dan Taqwa, dengan Sasaran: Meningkatnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama setiap individu, keluarga, masyarakat dan penyelenggara pemerintahan; Meningkatnya ketahanan moral dan mental masyarakat untuk membentengi diri dari krisis nilai sebagai dampak negatif perubahan dan pembangunan. 2. Terwujudnya Peningkatan Kualitas Kehidupan Sosial dan Pengembangan Potensi Umat, dengan Sasaran: Meningkatnya penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial dan budaya; Terwujudnya solidaritas dan harmonisasi sosial; Terwujudnya keteladanan dan kepedulian sosial; Meningkatnya peran dan fungsi lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan dalam pembangunan; Terwujudnya sinergitas potensi umat.
3. Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayanan Beragama, dengan Sasaran: Meningkatnya kualitas pendidikan agama pada semua jalur, jenis, jenjang pendidikan; Meningkatnya kualitas penataan, pengelolaan dan pengembangan sarana prasarana keagamaan; Meningkatnya kualitas manajemen pelayanan ibadah.
IV - 10
Strategi mewujudkan kesalehan sosial berlandaskan iman dan taqwa dilakukan dengan: 1. Mentransformasikan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam segala aspek kehidupan, termasuk aktivitas pemerintahan dan pembangunan. 2. Memberdayakan potensi untuk melalui optimalisasi peran dan fungsi lembaga keagamaan. 3. Meningkatkan kualitas pelayanan kehidupan beragama.
4.4.3 STRATEGI MENGGALI DAN MENUMBUHKEMBANGKAN BUDAYA SUNDA Misi ini dijabarkan ke dalam 3 (tiga) tujuan, yaitu: 1. Terwujudnya Peningkatan Kesadaran dan Kecintaan masyarakat terhadap Budaya Sunda, dengan Sasaran: Meningkatnya apresiasi dan pengembangan nilai budaya sunda; Meningkatnya pengenalan dan kecintaan terhadap budaya sunda.
2. Terwujudnya Pengembangan dan Pelestarian Kekayaan Budaya Sunda, dengan Sasaran: Meningkatnya pengembangan dan pelestarian seni dan budaya sunda; Meningkatnya penerapan nilai budaya sunda dalam kehidupan sehari-hari; Berkembangnya produk budaya sunda; Berkembangnya media dan sarana apresiasi budaya sunda; Meningkatnya pengelolaan keragaman budaya.
3. Terwujudnya Ketahanan Budaya Masyarakat, dengan Sasaran: Meningkatnya kesadaran terhadap nilai-nilai luhur budaya sunda; Menurunnya resistensi nilai budaya; Meningkatnya kepercayaan diri dan kokohnya jati diri sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya sunda; Meningkatnya peranan budaya sunda dalam memperkokoh budya nasional.
Strategi menggali dan menumbuhkembangkan budaya sunda dilakukan dengan: Meningkatkan pengenalan dan menanamkan kecintaan terhadap budaya sunda sejak dini mulai dari tingkat keluarga/rumah tangga dan tingkat pendidikan dasar.
IV - 11
Reaktualisasi nilai-nilai budaya sunda sebagai salah satu dasar etika sosial dalam kehidupan berpemerintahan dan bermasyarakat; Meningkatkan sarana pengembangan dan pelestarian keragaman budaya.
IV - 12
Keuangan daerah pada prinsipnya merupakan hak yang harus dikembalikan kepada masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung melalui program
pembangunan. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan daerah semaksimal mungkin harus diupayakan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pendapatan adalah batas minimal yang harus dicapai oleh pemerintah daerah sebagai sumber pendanaan pembangunan. 2. Penetapan terget pendapatan harus didasarkan pada data potensi yang akurat dengan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. 3. Belanja adalah batas maksimal yang dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mendukung terlaksananya program-program pembangunan. 4. Pembiayaan adalah partisipasi pemerintah daerah dalam investasi di daerah yang bersifat produktif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik dan kontribusi pendapatan asli daerah. 5. Hubungan anggaran dengan program pembangunan harus didasarkan pada paradigma money follow the program, sehingga diharapkan dapat melahirkan program yang berhasil guna dengan penggunaan anggaran yang rasional, efektif dan efisien. 6. Secara bertahap harus terwujud keseimbangan antara penggunaan anggaran yang bersifat rutin dengan anggaran yang bersifat pembangunan. 7. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945, alokasi anggaran untuk pendidikan secara bertahap harus meningkat mendekati 20% (dua puluh persen) dari jumlah anggaran. 8. Pelaksanaan anggaran dilakukan secara transparan dan akuntabel. menghasilkan produktifitas yang dapat dirasakan manfaatnya oleh
V-1
5.1
Arah Pengelolaan Keuangan Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. Pendapatan Daerah; b. Belanja Daerah; dan c. Pembiayaan Daerah Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
5.1.1 Pendapatan Daerah Penerimaan pendapatan daerah menurut undang-undang nomor 32 tahun 2004. Pasal 157 dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kabupaten Bandung pasal 20 (1) terdiri dari: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Yaitu : a) Hasil Pajak Daerah. Pajak Hotel. Pajak Restoran. Pajak Hiburan. Pajak Reklame. Pajak Penerangan Jalan. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Gol. C. Pajak Parkir.
V-2
Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Penggantian Biaya Cetak KTP. Penggantian Biaya Cetak Akte Catatan Sipil. Pelayanan Pemakaman. Parkir di Tepi Jalan Umum. Pelayanan Pasar. Pengujian Kendaraan Bermotor. Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran. Fatwa Pengarahan Rencana Pemanfaatan Lokasi. Ijin Pemanfaatan Tanah. Ijin Pemanfaatan Hutan. Jasa Usaha Pemakaian Kekayaan Daerah. Perijinan Perdagangan. Jasa Usaha Terminal. Perijinan Industri. Jasa Ijin Usaha Kebudayaan dan Pariwisata. Jasa Usaha Penyedotan Kakus. Jasa Usaha RPH. Pemeriksaan Hewan Ternak, Hasil Ternak, dan Hasil Ikutannya. Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan OR. Izin Pembuangan Limbah Cair. Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha Daerah. Ijin Mendirikan Bangunan. Ijin Gangguan. Perijinan Transportasi. Ijin Pelayanan Ketenagakerjaan. Perijinan Penyelenggaraan Koperasi.
c) Bagian Laba Usaha Daerah. PDAM Bank Pembangunan Daerah. Perusahaan Daerah Tanah dan Bangunan. Bank Karya Produksi Desa.
V-3
Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan. Penerimaan Jasa Giro. Penerimaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Penerimaan Lainnya. Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan. Penerimaan Ganti Rugi atas Kekayaan Daerah (TP/TGR).
2. Dana Perimbangan, Terdiri atas : a) Dana Bagi Hasil. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. 1. Bagi Hasil Pajak. a. Pajak Bumi dan Bangunan. b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. c. Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Termasuk PPh 21). 2. Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam. a. Iuran Provisi Sumber Daya Alam. b. Iuran Tetap/Landrent. c. Iuran Eksploitasi (Royalti). d. Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan. e. Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan. f. Penerimaan dari Sektor Minyak Bumi. g. Penerimaan dari Sektor Pertambangan Gas Alam. b) Dana Alokasi Umum (DAU). c) Dana Alokasi Khusus. d) Dana Perimbangan dari Propinsi. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah. Bantuan Keuangan dari Propinsi. Penerimaan Pemanfaatan Hutan.
V-4
5.1.2 Perkiraan Pendapatan Daerah Perkiraan pendapatan daerah akan memberi gambaran tentang pendapatan daerah dari tahun 2006 sampai tahun 2011. Untuk memprediksi pendapatan daerah lima tahun kedepan diperlukan suatu data pendukung yang salah satunya adalah data PDRB. Pertumbuhan PDRB Harga Konstan Kabupaten Bandung rata-rata setelah krisis 1999-2004 sebesar 2,13 %/tahun. Perkiraan PDRB Kabupaten Bandung dilakukan dengan memperhatikan Nilai PDRB Konstan tahun 1995-2004. Proyeksi dilakukan dengan model regresi linear dengan mencari persamaan regresi masing-masing sektor. (persamaan regresi terlampir).
Nilai PDRB
V-5
Tabel 5.1 Proyeksi PDRB Kabupaten Bandung Hingga Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan
Sektor Primer Tahun Pertanian Pertambangan dan Galian 50,328.90 53,958.38 56,588.25 54,199.64 54,443.99 55,261.33 58,242.50 61,861.99 64,449.29 69,332.61 70765.978 72485.88333 74205.78867 75925.694 77645.59933 79365.50467 81085.41 Industri Pengolahan 3,375,561.66 3,903,837.05 4,251,370.61 3,119,647.28 3,299,592.73 3,553,687.73 3,021,491.76 3,164,564.07 3,310,766.93 3,465,607.77 3610245.355 3758100.444 3905955.533 4053810.622 4201665.711 4349520.8 4497375.889 Listrik dan Gas 259,963.11 306,637.80 334,963.16 304,837.71 325,030.90 330,496.63 328,785.89 346,780.90 358,075.51 377,300.82 379037.3207 388446.4257 397855.5307 407264.6358 416673.7408 426082.8458 435491.9508 Bangunan & Konstruksi 361,209.68 398,709.32 419,812.10 230,083.91 215,900.38 211,307.23 185,534.48 196,954.92 210,190.29 220,755.95 218014.549 222369.874 226725.199 231080.524 235435.849 239791.174 244146.499 Sektor Sekunder Sektor Tertier
Perdagangan, Hotel dan Restoran 955,037.72 1,015,564.57 1,063,016.35 935,491.82 986,209.03 1,018,580.02 896,051.16 940,430.15 998,942.53 1,051,230.57 1102676.255 1155081.316 1207486.377 1259891.438 1312296.499 1364701.56 1417106.621
Pengankutan dan Komunikasi 274,174.81 294,465.50 304,687.52 300,037.91 316,922.65 336,034.24 324,520.08 343,438.41 362,388.84 385,560.94 393723.89 404416.32 415108.75 425801.18 436493.61 447186.05 457878.48
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
874,862.96 864,015.73 753,960.52 671,743.96 690,148.71 703,990.67 696,777.20 725,312.10 743,941.58 791,064.16 804509.01 821897.15 839285.28 856673.42 874061.55 891449.69 908837.82
193,010.64 203,572.72 217,579.48 171,955.55 162,570.59 165,596.48 150,593.44 158,195.56 169,273.01 190,839.43 191317.1566 195887.8969 200458.6371 205029.3774 209600.1177 214170.858 218741.5983
453,536.53 472,381.64 481,738.93 472,797.32 479,546.22 493,919.59 463,742.12 491,233.63 537,455.97 556,894.26 563497.8318 572106.4448 580715.0578 589323.6708 597932.2839 606540.8969 615149.5099
6,797,686.01 7,513,142.71 7,883,716.92 6,260,795.10 6,530,365.20 6,868,873.92 6,125,738.63 6,428,771.73 6,755,483.95 7,108,586.51 7,333,787.35 7,590,791.75 7,847,796.16 8,104,800.56 8,361,804.97 8,618,809.37 8,875,813.78
V-6
Selain data PDRB diatas, diperlukan pula data-data pendukung seperti data pendapatan historis Kabupaten Bandung seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 5.2 Anggaran Pendapatan Kabupaten Bandung Tahun 2002- 2006
No A 1 2 3 4 B 5 6 7 8 C Uraian Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang syah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Keuangan dari Propinsi Lain-lain Pendapatan yang syah JUMLAH 2002 75,697,694,000.00 37,012,000,000.00 30,241,874,000.00 1,333,000,000.00 7,110,820,000.00 749,185,646,000.00 94,395,646,000.00 654,790,000,000.00 5,719,367,000.00 830,602,707,000.00 2003 91,237,447,500.00 38,240,500,000.00 37,962,840,500.00 4,114,853,000.00 10,919,254,000.00 849,188,205,000.00 76,036,597,000.00 726,240,000,000.00 1,000,000,000.00 45,911,608,000.00 61,115,000,000.00 1,001,540,652,500.00 2004 119,976,004,500.00 46,190,000,000.00 43,318,739,500.00 6,347,000,000.00 24,120,265,000.00 929,927,890,500.00 81,658,935,500.00 757,290,000,000.00 1,000,000,000.00 89,978,955,000.00 62,140,000,000.00 1,112,043,895,000.00 2005 136,331,798,000.00 52,310,000,000.00 49,093,000,000.00 12,610,200,000.00 22,318,598,000.00 988,505,816,000.00 80,572,500,000.00 802,830,000,000.00 4,000,000,000.00 101,103,316,000.00 60,668,410,000.00 1,185,506,024,000.00 2006 123,761,275,000.00 53,833,575,000.00 37,884,637,000.00 16,344,000,000.00 15,699,063,000.00 1,375,938,263,000.00 87,177,118,000.00 1,168,636,000,000.00 18,080,000,000.00 102,045,145,000.00 11,749,000,000.00 1,511,448,538,000.00
V-7
Tahun
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
PAD
Perimbangan
Pendapatan Daerah
V-8
A.
Pendapatan Asli Daerah Berdasar pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, selain unsur PAD yang telah disebut di atas, pasal 6(2) menjelaskan tentang lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yaitu penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan komisi, potongan, atau pun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. Perkiraan PAD untuk hingga tahun 2011 diperoleh menggunakan metode taksiran sederhana, dengan mengasumsikan kenaikan PAD setiap tahunnya tetap, juga realisasi pencapaian PAD Kabupaten Bandung. Perkiraan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung Tahun 2007-2011 dapat dilihat pada tabel 5.4
V-9
V-10
Rupiah
100,000,000,000 50,000,000,000 0
2002
2004
2006 Tahun
2008
2010
Pajak Daerah
Retribusi
Laba Usaha
Lain-lain
PAD
Hasil perhitungan tersebut, berdasarkan asumsi bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan daerah berjalan dengan baik. B. Dana Perimbangan Dana perimbangan merupakan alokasi dana yang diperoleh dari pemerintah maupun provinsi yang diperoleh dari bagi hasil pajak provinsi maupun pusat yang dipungut di wilayah Kabupaten Bandung berdasarkan formulasi pembagian yang telah ditetapkan maupun dari dana pemerataan. Unsur-unsur dana perimbangan terdiri atas: Bagi hasil pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Perimbangan dari Provinsi. Perkiraan perolehan dana perimbangan hingga Tahun 2011 disini juga menggunakan metode taksiran sederhana, dengan asumsi kenaikan dana
perimbangan tiap tahunnya tetap, begitu juga pencapaian realisasinya. Lebih jelasnya perkembangan dana perimbangan tersebut adalah sebagai berikut :
V-11
Tabel 5.5 PERKIRAAN DANA PERIMBANGAN KABUPATEN BANDUNG HINGGA TAHUN 2011
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 94,395,646,000 76,036,597,000 81,658,935,500 80,572,500,000 87,177,118,000 86,046,401,968 84,930,351,696 83,828,776,966 82,741,490,023 81,668,305,552 Dana Alokasi Umum 654,790,000,000 726,240,000,000 757,290,000,000 802,830,000,000 1,168,636,000,000 1,251,223,077,078 1,339,646,552,572 1,434,318,882,617 1,535,681,671,469 1,644,207,731,396 Dana Alokasi Khusus 1,000,000,000 1,000,000,000 4,000,000,000 18,080,000,000 19,888,000,000 21,876,800,000 24,064,480,000 26,470,928,000 29,118,020,800 Keuangan dari Propinsi 45,911,608,000 89,978,955,000 101,103,316,000 102,045,145,000 114,661,284,310 128,837,193,770 144,765,712,319 162,663,520,137 182,774,086,209 Pertumbuhan (%)
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Perimbangan 749,185,646,000 849,188,205,000 929,927,890,500 988,505,816,000 1,375,938,263,000 1,471,818,763,356 1,575,290,898,039 1,686,977,851,902 1,807,557,609,630 1,937,768,143,957
V-12
2002
2004
2006 Tahun
2008
2010
Bagi Hasil
Alokasi Umum
Alokasi Khusus
Propinsi
Perhitungan tersebut disumsikan variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan tersebut berjalan normal baik pada pembagian pajak, DAU maupun DAK.
C.
Lain-Lain Pendapatan yang Sah Pendapatan lain-lain yang sah yang merupakan dana
kontingensi/penyeimbang dari pemerintah, yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, besaran dana tersebut sangat fluktuatif sesuai dengan realisasi aktual tahun anggaran berjalan. Karena sifatnya sebagai dana kontingensi, maka sulit untuk membuat proyek atau perkiraan item anggaran pendapatan ini. Oleh sebab itu perkiraan besaran nominal pendapatan lain-lain pada perkiraan pendapatan ini hanya merupakan selisih dari total pendapatan dan perkiraan item pendapatan diluar pendapatan lain-lain. Lebih jelasnya perkiraan pendapatan lain-lain pemerintah Kabupaten Bandung hingga tahun Tahun 2011 adalah sebagai berikut :
V-13
Tabel 5.6 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG HINGGA TAHUN 2006
Lain-lain Pendapatan yang syah 5,719,367,000 61,115,000,000 62,140,000,000 60,668,410,000 11,749,000,000
Pendapatan lain-lain yang sah hingga tahun 2011 tidak diproyeksikan karena variabel pendukungnya tidak tetap. Proyeksi pendapatan Kabupaten Bandung hingga tahun 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.7 Proyeksi Pendapatan Kabupaten Bandung Hingga Tahun 2011
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006*) 2007 2008 2009 2010 2011 PAD 75.697.694.000 91.237.447.500 119.976.004.500 136.331.798.000 123.761.275.000 131.109.639.895 142.853.834.549 158.702.742.459 178.802.728.196 203.667.230.556 Perimbangan 749.185.646.000 849.188.205.000 929.927.890.500 988.505.816.000 1.375.938.263.000 1.471.818.763.356 1.575.290.898.039 1.686.977.851.902 1.807.557.609.630 1.937.768.143.957 20,58 11,03 6,61 27,49 6,83 7,14 7,37 7,57 7,76 Pertumbuhan PAD dan Perimbangan (%) Pendapatan Lain-Lain yang Sah 5.719.367.000 61.115.000.000 62.140.000.000 60.669.410.000 11.749.000.000 Pendapatan 830.602.707.000 1.001.540.662.500 1.112.043.895.000 1.185.506.024.000 1.511.448.538.000 1.602.928.403.251 1.718.144.732.588 1.845.680.594.362 1.986.360.337.826 2.141.435.374.512
Keterangan : *) Angka merupakan target tahun 2006 Sumber : Hasil analisis 2006
PAD
Perimbangan
Lain-lain
Pendapatan
V-14
D.
Analisa Kemampuan Pinjaman daerah Analisa kemampuan pinjaman daerah dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dalam menentukan rencana pinjaman baru, dengan cara membandingkan antara jumlah pendapatan daerah terhadap seluruh besaran kewajiban pinjaman dan biaya lainnya setiap tahun anggaran. Rumus yang digunakan adalah dengan menentukan DSCR (Debt Service
DSCR =
Y C
C = Besaran kewajiban pinjaman ditambah biaya lainnya Y = Pendapatan Daerah; didapat dari rumus berikut: Y = P + M OM P M = Pendapatan Asli Daerah = Pajak Daerah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan SDA, dan bagian daerah lainnya OM = Belanja Operasi dan Pemeliharaan, serta Belanja Modal yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindarkan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. DSCR > 2,5 ; Daerah dapat melakukan pinjaman baru; DSRC = 2,5 ; Daerah dapat melakukan pinjaman baru, dengan syarat untuk proyek/kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan (cost recovery); DSCR < 2,5 ; Daerah tidak dapat melakukan pinjaman baru. Analisa DSCR untuk Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut: BELANJA OP DAN MODAL TAHUN ANGGARAN 2005* (OM)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 SKPD Disdik Dinkes Dispertan Disnakan Dinkesos DKCKB Kimtawil DPU Disnaker Diskop BLKD
RSD Majalaya 219.000.000 1.065.675.000 5.094.134.000 125.000.000 84.313.000 85.000.000 166.000.000 2.440.000.000 307.394.000 95.950.000 252.105.000 87.000.000 67.000.000 85.000.000
OP APARAT
MODAL APARAT
OP PUBLIK
20.020.135.000 12.890.440.000 4.599.710.000 1.986.074.000 1.965.250.000 5.163.957.000 3.885.520.000 85.154.160.000 1.330.875.000 1.028.413.000 870.996.000 6.513.674.000 6.281.640.000
MODAL PUBLIk
2.766.800.000
Jumlah
22.786.935.000 21.793.009.000 4.804.450.000 3.349.594.000 2.236.250.000 5.382.957.000 38.968.576.000 101.380.282.000 1.455.875.000 1.197.726.000 1.036.996.000
8.902.569.000
21.790.000 1.044.415.000 186.000.000 31.577.381.000 10.824.594.000
433.318.000 2.850.000.000
6.946.992.000 9.131.640.000
13 RSD Soreang
V-15
MODAL APARAT
149.931.000 104.170.000 127.500.000 42.500.000
OP PUBLIK
MODAL PUBLIk
85.000.000
Jumlah
404.931.000 2.302.215.000
3.203.360.000
1.549.312.000 4.507.697.000 592.646.000 233.031.443.000
* = Belanja OP dan Modal yang Menunjang Langsung terhadap Akselerasi Pembangunan Sumber : APBD Perubahan Tahun 2005
Jumlah 312.725.904.021 * = Pendapatan Daerah diluar Bantuan dari Pusat maupun Provinsi Sumber : DPRD Kab. Bandung
DSCR =
5.2
ARAH PENGELOLAAN BELANJA DAERAH Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
BAB V Arah Kebijakan Keuangan Daerah
V-16
Klasifikasi belanja menurut jenis belanja sesuai PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah terdiri dari : a. belanja pegawai; b. belanja barang dan jasa; c. belanja modal; d. bunga; e. subsidi; f. hibah;
g. bantuan sosial; h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan i. belanja tak terduga.
5.3
KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN Dalam rangka mewujudkan Visi Bupati Kabupaten Bandung hingga tahun
2010 diperlukan kerangka kebijakan umum pembiayaan pembangunan untuk memprioritaskan program-program pembangunan Kabupaten Bandung. Secara umum Misi Pemerintah Kabupaten Bandung hingga tahun 2010 dapat dikelompokkan menjadi 3 kerangka intervensi pembangunan, yaitu : 1. Upaya Perbaikan Tata Pemerintahan 2. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur
pendukungnya 3. Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal Mengingat terbatasnya anggaran pembangunan daerah serta kemampuan sumberdaya pembangunan dalam mewujudkan program-program pembangunan, diperlukan upaya strategi pengurutan atau pembobotan prioritas program
pembangunan daerah. Upaya pembobotan kerangka intervensi dilakukan dengan memperhatikan : 1. Visi dan Misi Bupati 2. Prioritas pembangunan 3. Isue Strategis Pembangunan Daerah 4. Alokasi Anggaran pembangunan tahun-tahun sebelumnya 5. Kebijakan pembangunan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten seperti upaya peningkatan IPM, pendidikan 9 tahun dengan anggaran 20 % dari biaya pembangunan dan lain-lain.
V-17
Kerangka Intervensi Upaya Perbaikan Tata Pemerintahan memeiliki alokasi APBD yang cukup tinggi pada awal periode pembangunan karena merupakan landasan utama untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dalam upaya peningkatan pelayanan publik dan akselerasi pembangunan. Upaya perbaikan tata pemerintahan setiap tahun alokasinya terus menurun karena diasumsikan setiap tahun telah terjadi perbaikan pelayanan pemerintahan yang baik, sehingga dengan bertahap
pembangunan tata pemerintahan dikurangi bobotnya. Kerangka Intervensi Upaya Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya memiliki alokasi APBD relatif sedang dalam awal pembangunan dan untuk selanjutnya terus meningkat dalam upaya terus terjadinya peningkatan pelayanan publik. Kerangka Intervensi Upaya Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal memiliki alokasi rendah karena karakter tersebut sudah terbentuk dalam masyarakat dan masyarakat diharapkan lebih aktif melakukan dan pemerintah memfasilitasi untuk memeliharanya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, arahan alokasi bobot alokasi pembiayaan pembangunan tiap kerangka intervensi dapat dilihat pada tabel dan diagram di bawah.
V-18
TAHUN 1 KERANGKA INTERVENSI Perbaikan Tata Pemerintahan Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal % APBD 52.94% 41.18% 5.88% 100.00%
V-19
Perkiraan belanja untuk setiap misi dan kebijakan pembangunan dilakukan dengan membobotkan kepentingan tiap misi dan prioritas pembangunan untuk setiap kelompok intervensi pembangunan. Bobot tiap misi pembangunan adalah sebagai berikut : (Lihat Tabel ......)
V-20
Bobot Alokasi Kebijakan Pembangunan Tiap Misi Pembangunan untuk Intervensi Perbaikan Tata Pemerintahan
KATEGORI INTERVENSI Perbaikan Tata Pemerintahan Misi 1. Mewujudkan Kepemerintahan yang baik (sistem dan pelaku) 1. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur 2. Kebijakan Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan Daerah 3. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 4. Kebijakan Peningkatan Kapasitas Keuangan Daerah 5. Kebijakan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat dan Sektor Swasta Dalam Pembangunan 6. Kebijakan Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi pembangunan 1. Kebijakan Meningkatkan Kapasitas Pemerintahan Desa dan Ketahanan Masyarakat Desa 2. Kebijakan Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi Perdesaan 3. Kebijakan Meningkatkan Pembangunan Kawasan Perdesaan KEBIJAKAN TAHUN 1 % APBD 52.941% 6.156% 6.156% 11.081% 8.618% TAHUN 2 % APBD 43.750% 5.208% 5.208% 9.375% 6.250% TAHUN 3 % APBD 23.077% 1.099% 1.099% 5.495% 2.198% TAHUN 4 % APBD 16.667% 1.282% 1.282% 0.000% 1.282% TAHUN 5 % APBD 9.091% 0.758% 0.758% 0.000% 0.758%
1.231%
1.042%
1.099%
1.282%
0.758%
1.231%
1.042%
1.099%
1.282%
0.758%
11.081%
9.375%
4.396%
3.846%
2.273%
0.000% 7.387%
0.000% 6.250%
1.099% 5.495%
1.282% 5.128%
0.758% 2.273%
V-21
Tabel Bobot Alokasi Kebijakan Pembangunan Tiap Misi Pembangunan untuk Intervensi Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya
KATEGORI INTERVENSI Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur pendukungnya Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan) KEBIJAKAN TAHUN 1 % APBD 41.176% 1. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pendidikan 2. Kebijakan Peningkatan Kapasitas Kesadaran Hidup Sehat dan Kualitas Kesehatan Masyarakat 3. Kebijakan Pemantapan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender 4. Kebijakan Peningkatan Keberdayan Generasi Muda dan Olah Raga 1. Kebijakan Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial 2. Kebijakan Peningkatan Potensi Perekonomian Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan 3. Kebijakan Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan 4. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk dan Peningkatan kualitas Keluarga TAHUN 2 % APBD 50.000% TAHUN 3 % APBD 69.231% TAHUN 4 % APBD 75.000% TAHUN 5 % APBD 81.818%
10.016% 10.016%
11.538% 11.538%
15.577% 15.577%
17.308% 17.308%
18.881% 18.881%
1.113%
1.282%
1.731%
0.000%
0.000%
1.113%
1.282%
1.731%
1.923%
2.098%
1.113%
1.282%
1.731%
1.923%
2.098%
V-22
1. Kebijakan Meningkatkan daya Dukung dan Kualitas Lingkungan 2. Kebijakan Menyerasikan Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Dalam Sistem Tata Ruang Yang Terpadu 3. Kebijakan Percepatan Pembangunan Yang berkelanjutan
1.113%
2.564%
5.192%
5.769%
6.294%
3.339%
5.128%
6.923%
7.692%
8.392%
1.113%
1.282%
1.731%
1.923%
2.098%
Tabel Bobot Alokasi Kebijakan Pembangunan Tiap Misi Pembangunan untuk Intervensi Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal
KATEGORI INTERVENSI Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal Misi 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tenteram dan Dinamis; 1. Kebijakan Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Ancaman Instabilitas Kehidupan Masyarakat 2. Kebijakan Penegakan Supremasi Hukum dan Perlindungan HAM 3. Kebijakan Peningkatan Kesadaran Politik Masyarakat dan Pengembangan Tatanan Kehidupan Politik yang Dermokratis Misi 5. Mamantapkan Kesalehan Sosial Berlandaskan Iman dan Taqwa; 1. Kebijakan Peningkatan Intensitas Pembinaan Agama dan Kehidupan Keagamaan KEBIJAKAN TAHUN 1 % APBD 5.882% TAHUN 2 % APBD 6.250% TAHUN 3 % APBD 7.692% TAHUN 4 % APBD 8.333% TAHUN 5 % APBD 9.091%
0.588% 0.588%
0.625% 0.625%
0.769% 0.769%
0.833% 0.833%
0.909% 0.909%
0.588%
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
0.588%
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
V-23
2. Kebijakan Penerapan Nilai-nilai Keimanan dan Ketaqwaan Dalam Kehidupan Sosial 3. Kebijakan Pengembangan Potensi Umat 4. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pelayanan Kehidupan Beragama Misi 6. Menggali dan Menumbuh kembangkan Budaya Sunda; 1. Kebijakan Peningkatan Kesadaran dan Kecintaan Terhadap Budaya Sunda 2. Kebijakan Pengembangan dan Pelestarian Budaya Sunda 3. Kebijakan Pemantapan Ketahanan Budaya Masyarakat
0.588%
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
0.588% 0.588%
0.625% 0.625%
0.769% 0.769%
0.833% 0.833%
0.909% 0.909%
V-24
Pagu indikatif tiap program pembangunan dilakukan dengan menggunakan metoda bobot tiap program dikaitkan dengan visi, misi, kebijakan serta akselerasi pembangunan. Pagu indikatif untuk tiap program pembangunan dituangkan dalam Bab VII.
5.4 5.4.1
Identifikasi Bentuk Bentuk Sumber Pendapatan Baru Pengembangan Sektor Tertier Laju Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator pencapaian keberhasilan
suatu pembangunan dan menjadi salah satu pertimbangan para investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu potensi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan daerah, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk pembangunan manusia dan kesejahteraan masyarakat. Dari hasil Proyeksi pada table 5.1 dapat diambil kesimpulan bahwa sektor tersier mempunyai trend laju pertumbuhan yang paling baik dibanding sektor lain, artinya sektor tersier merupakan potensi sumber pendapatan daerah kabupaten Bandung yang masih bisa dioptimalkan. Sektor tersier merupakan penyumbang pendapatan daerah melalui : 1. 2. 3. Pajak Ijin Mendirikan Bangunan. Penerimaan dari Sektor Pertambangan Gas Alam. Bagian Laba Usaha Daerah. Bank Pembangunan Daerah. Perusahaan Daerah Tanah dan Bangunan. Bank Karya Produksi Desa. 6. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). 7. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). 8. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Dari beberapa bentuk sumber pendapatan diatas, ada sebagian yang berfungsi sebagai pengendalian pembangunan diantaranya: IMB yang memerlukan pengkajian lebih lanjut dan mendalam dalam pengembangannya agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. Sedangkan yang lainnya merupakan potensi yang bisa langsung dikembangkan oleh pemerintah daerah walaupun penerimaannya dalam bentuk bagi hasil.
V-25
Berdasarkan analisis terhadap LPE per Sektor dan gambaran umum kondisi Kabupaten Bandung dapat disimpulkan bahwa sektor tersier (perdagangan dan jasa) merupakan sektor potensial. Panas Bumi dan Bangunan/konstruksi (Properti) merupakan sektor ekonomi yang memiliki nilai jual tinggi karena tingginya permintaan pasar. Panas bumi merupakan sumber daya alam yang dimiliki kabupaten Bandung, sedangkan properti merupakan kebutuhan primer manusia yang akan semakin tinggi permintaannya seiring dengan tingginya laju Pertumbuhan Penduduk dan sempitnya lahan, akibatnya pembangunan properti mulai bergeser dari perkotaan ke wilayah sekitarnya (perbatasan). Lokasi Kabupaten Bandung yang mengelilingi wilayah Kota Bandung akan menjadi tujuan utama para investor di bidang properti untuk memperluas pembangunannya ke Kabupaten Bandung.
5.4.2
Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal adalah pengembangan ekonomi setempat
dengan menggunakan sumberdaya dan faktor-faktor produksi lokal. Pengembangan ekonomi lokal dapat memberikan efek multiplier perekonomian setempat dan dapat mendorong penyerapan tenaga kerja lokal. Terdapat beberapa potensi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Bandung, diantaranya : Sektor Agrobisnis (Pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan) Sektor Pariwisata Sektor industri kecil Sektor Energi (Panas Bumi) Beberapa aktivitas Perekonomian Lokal yang Potensial untuk dapat
Domestik
V-26
Terdapat
beberapa
lembaga
yang
dapat
membantu
mendorong
pengembangan ekonomi lokal, diantaranya : LUEP BUMDES KUBE KOPERASI dan UKM USAHA POLA SYARIAH BMT Dll
5.4.3
Pengembangan Agribisnis Secara luas telah diakui, bahwa pertanian merupakan sektor tangguh
pendukung pembangunan sektor industri. Pengalaman pada saat krisis ekonomi yang lalu membuktikan, sektor agribisnis pertanian tetap mampu mempunyai peran dan memberikan kontribusinya terhadap terhadap devisa negara, keuntungan bagi
sipengelola,
bertahan
goncangan
ekonomi
nasional,
peningkatan
pendapatan petani, peningkatan nilai tambah komoditi pertanian, penyerapan tenaga kerja, serta penyediaan barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Bahkan kegiatan agribisnis pertanian ini mampu meraup keuntungan memadai dan menciptakan iklim kondusif yang sangat diperlukan untuk peningkatan perekonomian nasional pada sektor lain. Sebenarnya, ketangguhan tersebut disebabkan oleh karakterisitik dan keunggulan dari agribisnis itu sendiri. Usaha agribisnis umumnya mengutamakan penggunaan bahan baku lokal yang banyak tersedia di dalam negeri dan sesedikit mungkin menggunakan komponen impor. Teknologi dan keterampilan kegiatan agribisnis pertanian pada umumnya dapat dikuasai oleh para pelaku usaha serta dapat dikembangkan secara mudah sesuai kebutuhan. Pembangunan pertanian kedepan harus merupakan upaya pengembangan yang utuh dan menyeluruh pada semua aspek ekonomi, yang didalamnya terkait
BAB V Arah Kebijakan Keuangan Daerah
V-27
subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya, subsistem agribisnis hilir, serta subsistem jasa penunjang agribisnis pertanian. Ini berarti bahwa di dalam pembangunan ekonomi nasional mendatang, sektor agribisnis pertanian tidak lagi hanya sekedar ditempatkan sebagai pendukung atau pelengkap.
V-28
Kebijakan adalah keputusan yang sifatnya mendasar untuk dipergunakan sebagai landasan bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Program adalah langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan penjabaran dari kebijakan. yang merupakan
6.1 Kebijakan untuk Mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik (Misi 1) Kepemerintahan yang baik atau populer dengan istilah good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang bersifat konstruktif diantara tiga domain utama, yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat yang memiliki karakteristik, efisien, efektif, partisipatif berlandasakan hukum, adil, demokratis, transparan, responsif, berorientasi konsesus, kesetaraan, akuntabel dan memiliki visi strategik. Dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik, peran kepemimpinan merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selain pemantapan sistem dan manajemen kepemerintahan juga perlu dimantapkan kepemimpinan yang demokratis, egaliter dan mampu
mengedepankan keteladanan. Kebijakan umum dan program yang diperlukan untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik perlu ditunjang kebijakan : A. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur; dengan Program: 1) Peningkatan moral, disiplin, budaya dan etos kerja aparatur; 2) Peningkatan kapabilitas dan kompetensi aparatur melalui pendidikan umum, diklat struktural dan teknis fungsional; 3) Peningkatan semangat dan jiwa kewirausahaan; 4) Penataan sistem dan manajemen kepegawaian daerah; 5) Peningkatan motivasi kerja melalui intensifikasi reward dan punishmen; 6) Pengembangan mental model yang kreatif dan inovatif; 7) Peningkatan kapabilitas kepemimpinan pemerintahan dengan mengedepankan keteladanan;
VI-1
B.
Kebijakan
Peningkatan
Kualitas
Penyelenggaraan
Administrasi
Pemerintahan Daerah; dengan Program: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; Peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan; Penataan peraturan perundang-undangan daerah; Pengembangan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah; Peningkatan pengawasan fungsional dan pengawasan melekat; Peningkatan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi; Pembinaan dan pengelolaan pertanahan; Optimalisasi pendelegasian kewenangan dari kabupaten ke Kecamatan, Kelurahan dan Desa; 9) Peningkatan hubungan antar lembaga pemerintahan;
10) Pengembangan evaluasi kebijakan. C. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, dengan Program: 1) 2) 3) D. Intensifikasi standar pelayanan minimal (SPM); Deregulasi dan debirokratisasi pelayanan publik; Penataan wilayah;
Kebijakan Peningkatan Kapasitas Keuangan Daerah, dengan Program: 1) Optimalisasi pendapatan asli daerah melalui intensifikasi retribusi dan pajak daerah; 2) 3) 4) Peningkatan efisiensi dan efektivitas pembiayaan daerah; Perimbangan keuangan antara pemerintah kabupaten dan desa; Optimalisasi kinerja Badan Usaha Milik Daerah;
E.
Kebijakan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat dan Sektor Swasta Dalam Pembangunan, dengan Program: 1) Pengembangan manajemen partisipatif; 2) Pengembangan sistem pengawasan masyarakat; 3) Penataan tugas pembantuan kepada desa; 4) Pemberdayaan lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lembaga kemasyarakatan lainnnya;
VI-2
F.
Kebijakan
Pengembangan
Sistem
Informasi
dan
Komunikasi
pembangunan, dengan Program: 1) Peningkatan transparasi program-program pembangunan; 2) Pengembangan manajemen informasi dan komunikasi; 3) Pengembangan kemitraan dengan media massa;
6.2 Kebijakan untuk Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tentram Dan Dinamis (Misi 2) Keamanan, ketertiban dan ketentraman merupakan kondisi yang diharapkan masyarakat agar dapat melangsungkan kehidupan dengan tenang dan damai, dan merupakan jaminan bagi terselenggaranya pembangunan untuk mewujudkan harapan dan cita-cita bersama. Kondisi yang aman, tertib dan tenteram akan terwujud apabila terdapat kesadaran kolektif dan komitmen dari seluruh stakeholder pembangunan terhadap berbagai ketentuan yang telah disepakati bersama, yang direalisasikan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan hukum. Terpeliharanya stabilitas kehidupan yang aman, tertib, tenteram dan dinamis perlu didukung dengan adanya rasa saling percaya dan harmoni dari seluruh stakeholder pembangunan. Hal tersebut perlu didukung dengan kebijakan umum sebagai berikut : A. Kebijakan Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Ancaman Instabilitas Kehidupan Masyarakat; dengan Program: 1) Peningkatan rasa saling percaya antar komponen masyarakat, dan antara masyarakat dengan pemerintah; 2) 3) Pembinaan kesatuan dan persatuan masyarakat; Peningkatan kemampuan deteksi dini terhadap kemungkinan ancaman gangguan Kamtibmas; 4) Pemamtapan pemerintah sebagai fasilitator dan mediator penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan; 5) 6) B. Peningkatan kualitas SDM Kamtramtib; Peningkatan kesadaran budaya tertib.
Kebijakan Penegakan Supremasi Hukum dan Perlindungan HAM, melalui Program: 1) 2) Peningkatan kesadaran hukum aparatur dan masyarakat; Penerapan hukum secara konsekwen;
VI-3
3) 4) 5) 6) 7) 8) C.
Sosialisasi, bantuan dan perlindungan hukum; Pengembangan sistem jaringan informasi dan dukumentasi hukum; Pengembangan produk hukum daerah; Perlindungan Hak Azasi Manusia di daerah; Pemberdayaan aparatur dalam penegakan hukum; Pemantapan koordinasi antar penegak hukum;
Kebijakan Peningkatan Kesadaran Politik Masyarakat dan Pengembangan Tatanan Kehidupan Politik yang Dermokratis; dengan Program 1) 2) Peningkatan pendidikan politik masyarakat; Peningkatan kesadaran politik masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara; 3) 4) 5) Pengembangan kebebasan berpendapat dan berorganisasi; Fasilitasi kegiatan politik di daerah; Perlindungan hak politik masyarakat.
6.3 Kebijakan untuk mendukung Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (Misi 3) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia meliputi pemantapan moral dan mental, peningkatan kemampuan intelektual, keahlian, derajat kesehatan, kemandirian dan kepercayaan diri yang akan bermuara pada peningkatan produktifitas masyarakat. Upaya tersebut perlu didukung dengan kebijakan dan program : A. Kejakan Peningkatan Kualitas Pendidikan, dengan Program: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Peningkatan pelayanan pendidikan; Pengembangan Partisipasi Masyarakat dan dunia usaha terhadap pendidikan; Pengkayaan muatan lokal kebudayaan daerah dan keagamaan; Pemantapan Wajar Dikdas 9 tahun; Peningkatan dan pembinaan lembaga pendidikan non formal dan kejuruan; Peningkatan kualitas tenaga kependidikan; Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan; Pengembangan manajemen sekolah; Peningkatan kesejahteraan guru;
10) Pengembangan tingkat partisipasi sekolah; 11) Peningkatan rata-rata lama sekolah (RLS); 12) Pengembangan pendidikan anak dini usia.
VI-4
B.
Kebijakan Peningkatan Kapasitas Kesadaran Hidup Sehat dan Kualitas Kesehatan Masyarakat , dengan Program: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat; Peningkatan budaya hidup bersih, sehat dan berkualitas; Penanggulangan penyakit; Perbaikan gizi; Perlindungan ibu, anak dan reproduksi; Pembinaan, pengawasan dan pengendalian obat-obatan, makanan dan minuman, peralatan kesehatan dan kosmetika; 7) 8) 9) Pengembangan kesehatan lingkungan; Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan; Pengembangan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan;
10) Pengembangan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. C. Kebijakan Pemantapan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender, dengan Program: 1) 2) 3) Peningkatan keberdayaan perempuan; Perlindungan dan advokasi hak-hak perempuan; Peningkatan ruang partisipasi perempuan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. D. Kebijakan Peningkatan Keberdayan Generasi Muda dan Olah Raga, dengan Program: 1) Pemberdayan potensi generasi muda dalam kewirausahaan, kepemimpinan dan kepeloporan; 2) Pengembangan media aktivitas dan kreativitas generasi muda dalam pembangunan; 3) Peningkatan ruang partisipasi generasi muda dalam pembangunan; 4) Pemantapan ketahanan moral dan mental generasi muda; 5) Pemasyarakatan olah raga; 6) Perningkatan prestasi olah raga; 7) Peningkatan sarana dan prasarana olah raga masyarakat; 8) Pembinaan dan peningkatan manajemen olah raga; 9) Pengembangan kawasan olah raga terpadu Si Jalak Harupat.
VI-5
6.4 Kebijakan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat (Misi 4) Kemiskinan yang menjadi permasalahan utama pembangunan, didefinisikan sebagai ketidakmampuan mesyarakat dalam memenuhi standar minimum kebutuhan hidupnya. Masalah kemiskinan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya tidak adanya pendapatan, tidak adanya kesempatan atau peluang usaha dan tidak adanya kemampuan usaha. Kebijakan untuk menanggulagi masalah kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat perlu ditunjang dengan : A. Kebijakan Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Soaial, dengan Program: 1) 2) 3) 4) 5) Peningkatan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabiltasi sosial; Pengembangan sistem perlindungan sosial; Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial; Advokasi dan perlindungan hak-hak anak; Pemberdayaan anak terlantar, penyandang cacat, lansia dan penyandang tuna sosial; 6) 7) 8) 9) Penanggulangan bencana dan pengungsi; Penaganan masalah-masalah sosial; Peningkatan ketahanan sosial, individu, keluarga dan masyarakat; Penanggulangan peyalahgunaan NAPZA;
10) Bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial. B. Kebijakan Peningkatan Potensi Perekonomian Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan, dengan Program: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Pengamanan ketersedian pangan; Peningkatan distribusi pangan; Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil; Diversivikasi pangan; Pencegahan serta penanggulangan masalah pangan; Pengembangan agribisnis; Revitalisasi pertanian, pertenakan dan perikanan; Pengembangan sentra-sentra-sentra unggulan pada kawasan andalan, seperti sentra tekstil, sentra agribisnis, sentra konveksi, Meet Bussines Centre (Pusat Perdagangan Daging Terpadu); 9) Peningkatan sarana dan prasarana perdagangan;
VI-6
10) Pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah; 11) Pengembangan industri manufaktur; 12) Pengembangan semangat dan jiwa kewirausahaan; 13) Pengembangan badan usaha milik daerah (BUMD); 14) Pengembangan ekonomi syariah; 15) Pengembangan sistem dan kemampuan manajemen usaha; 16) Peningkatan promosi dan pengembangan iklim investasi; 17) Pengembangan akses terhadap sumber daya produktif, terutama permodalan; 18) Peningkatan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin; 19) Pengembangan keparawisataan. C. Kebijakan Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan, dengan Program: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Perluasan dan pengembangan kesempatan kerja; Peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; Perlindungan dan pengembangan ketenagakerjaan; Peneningkatan partisipasi angkatan kerja; Pemantapan hubungan industrial; Penyelesaian masalah-masalah ketenagakerjaan.
D. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk dan Peningkatan kualitas Keluarga, dengan Program: 1) 2) 3) 4) 5) Keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; Peningkatan ketahanan dan pemberdayaan keluarga; Penataan administrasi kependudukan; Peningkatan pelayanan kependudukan dan transmigrasi; Pengendalian urbanisasi.
6.5 Kebijakan untuk Mewujudkan Kesalehan Sosial Berlandasan Iman dan Taqwa Keimanan dan ketaqwaan adalah landasan moral dan etika yang tidak hanya memiliki muatan spiritual, tetapi juga muatan sosial, sehingga pada prakteknya tidak saja ditunjukan dengan ketaatan ritual individu, tetapi juga harus diaplikasikan dalam kehidupan sosial, sehingga tercipta kesalehan kolektif untuk merajut kehidupan bersama. Kesalehan sosial sebagai perwujudkan sifat masyarakat bertaqwa merupakan kesatuan utuh dari pengetahuan, sikap serta nilai-nilai yang mempengaruhi cara berfikir dan bertindak. Dalam perspektif agama, keimanan dan ketaqwaan yang terlefleksikan
VI-7
dalam kesalehan sosial merupakan syarat mutlak bagi tercapainya kesejahteraan. Kebijakan untuk mendukung misi tersebut diantaranya : A. Kebijakan Peningkatan Intensitas Pembinaan Agama dan Kehidupan Keagamaan, dengan Program: 1) Optimalisasi peran dan fungsi lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; 2) Peningkatan bimbingan agama bagi aparatur pemerintah dan masyarakat; 3) Peningkatan pendidikan agama pada kurikulum pendidikan umum; 4) Peningkatan kerukunan hidup beragama; 5) Pencegahan penyebaran agama tertentu bagi masyarakat yang telah beragama; 6) Pengembangan kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat dan aparatur pemerintah; 7) Penataan pakaian dinas sesuai dengan nilai-nilai agama; 8) Peningkatan intensitas komunikasi dan kerjasama pemerintah dengan lembaga keagamaan; 9) Pengembangan TPA/TKA. B. Kebijakan Penerapan Nilai-nilai Keimanan dan Ketaqwaan Dalam
Kehidupan Sosial, dengan Program: 1) Peningkatan penerapan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam aktivitas pemerintahan dan pembangunan; 2) Peningkatan harmonisasi sosial; 3) Pengembangan ekonomi syariah; 4) Pengembangan etika sosial berbasis nilai-nilai agama; 5) Pengembangan keteladanan dalam kepemimpinan; 6) Peningkatan transparasi dan kejujuran berpemerintahan; C. Kebijakan Pengembangan Potensi Umat, dengan Program: 1) Peningkatan persatuan dan kesatuan umat; 2) Pengembangan manajemen potensi umat; 3) Optimalisasi zakat, infaq dan sadaqah; 4) Pengembangan ekonomi melalui lembaga keagamaan; 5) Pemberdayaan ormas keagamaan.
VI-8
D. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pelayanan Kehidupan Beragama, dengan Program: 1) Pengembangan sarana dan prasarana keagamaan; 2) Peningkatan manajemen pengeloalaan ZIS; 3) Peningkatan pelayanan ibadah haji. 6.6 Kebijakan untuk Mendukung Upaya Menggali dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda (Misi 6) Budaya Sunda yang sangat kaya dengan nilai-nilai merupakan falsafah hidup yang sangat menentukan sikap dan karakter masyarakat Sunda, agar masyarakat Sunda dapat mengambil peran sentral dalam pembangunan, perlu digali dan dikembangkan nilai-nilai budaya yang baik untuk memotivasi potensi masyarakat. Selain, khazanah kebudayaan Sunda yang sangat beragam dapat dijadikan sumber produktifitas yang khas bagi masyarakat dan menjadi kebanggaan daerah. Kebijakan dan program yang diperlukan untuk mewujudkan misi tersebut adalah : A. Kebijakan Peningkatan Kesadaran dan Kecintaan Terhadap Budaya Sunda, dengan Program: 1) 2) 3) Penggalian nilai-nilai budaya sunda; Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan sunda; Penanaman nilai budaya sunda pada anak dini usia dan generasi muda. Budaya Sunda, dengan
1) Peningkatan sarana dan prasarana seni dan budaya, seperti tersedianya gedung kesenian; 2) Peningkatan muatan lokal budaya sunda dalam kurikulum pendidikan; 3) Peningkatan keberdayaan lembaga seni dan budaya; 4) Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha bagi pengembangan budaya sunda; 5) Pengembangan bahasa sunda sebagai bahasa ibu daerah; C. Kebijakan Pemantapan Ketahana Budaya Masyarakat, dengan Program: 1) Pengembangan adat istiadat daerah; 2) Pelestarian asset budaya; 3) Pengembangan produk budaya; 4) Pengembangan ekonomi budaya.
VI-9
6.7 Kebijakan untuk Memelihara Keseimbangan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan (Misi 7) Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh aktifitas pembangunan harus dilandasi oleh tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomis, diterima secara sosial dan ramah lingkungan. Kebijakan dan program untuk mendukung hal tersebut dilakukan dengan : A. Kebijakan Meningkatkan daya Dukung dan Kualitas Lingkungan, dengan Program: 1) Peningkatan rehabilitasi lahan kritis dan konservasi alam; 2) Peningkatan kesadaran dan wawasan lingkungan; 3) Pengelolaan dan pendayagunaan limbah; 4) Penegakan hukum lingkungan; 5) Peningkatan peran serta masyarakat dan lembaga kemasyarakatan dalam usaha pelestarian lingkungan; 6) Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan; 7) Pengelolaan dan pendayagunaan sampah; 8) Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam. B. Kebijakan Menyerasikan Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Dalam Sistem Tata Ruang Yang Terpadu, dengan Program: 1) Pengembangan perencanaan tata ruang wilayah; 2) Pengembangan manajemen pertanahan; 3) Pengawasan dan pengendalian aktivitas pembangunan. C. Kebijakan Percepatan Pembangunan Yang berkelanjutan, dengan Program: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Pengembangan kawasan andalan dan kota mandiri; Pengembangan Jaringan prasarana dasar wilayah; Pembangunan jalan tol Soreang-Pasirkoja dan Gedebage- Majalaya; Pengembangan utilitas umum (pasar dan terminal); Pengembangan daerah ibu kota Soreang; Pengembangan dan penataan pusat-pusat pertumbuhan; Pengembangan sentra agribisnis. Pengembangan sentra tekstil; Pengembangan sentra konveksi;
VI-10
10) Pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air; 11) Pengembangan dan pengelolaan pertambangan dan energi; 12) Penataan iklim investasi yang kondusif. 6.8 Kebijakan untuk Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa (Misi 8) Dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat desa, pembangunan harus dititikberatkan pada upaya untuk meningkatkan kinerja pembangunan desa. Peningkatan kinerja pembangunan desa harus berorientasi pada penguatan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan desa, pengembangan kapasitas keuangan desa, pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan partisipasi pembangunan, peningkatan ekonomi pedesaan dan pembangunan kawasan pedesaan. Desa sebagai unit wilayah terkecil harus menjadi fokus utama dan muara dari seluruh aktifitas pembangunan daerah. Kebijakan dan program untuk mendukung hal tersebut dilakukan dengan : A. Kebijakan Meningkatkan Kapasitas Pemerintahan Desa dan Ketahanan Masyarakat Desa, dengan Program: 1) 2) 3) 4) Pembinaan dan penguatan pemerintahan desa; Peningkatan kualitas perangkat desa; Pengembangan tugas pembantuan kepada desa; Pengembangan alokasi dana desa (ADD) dan pengelolaan sumber keuangan desa; 5) 6) 7) Peningkatan sarana dan prasarana desa; Pemberdayaan kelembagan masyarakat (BPD, LKMD, RW, RT dan lain-lain); Pemberdayaan kelompok massyarakat desa; Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi Perdesaan, dengan
B. Kebijakan Program:
1) Pengembangan pasar desa; 2) Pengembangan produk unggulan desa, melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal; 3) Pengembangan badan usaha milik desa (BUMDES); 4) Pengembangan akses pemasaran produk desa; 5) Pengembangan lembaga dan jasa keuangan desa.
VI-11
C. Kebijakan Program:
Meningkatkan
Pembangunan
Kawasan
Perdesaan,
dengan
1) Peningkatan infra struktur perdesaan; 2) Pengembangan utilitas perdesaan; 3) Penataan fungsi ruang kawasan perdesaan.
VI-12
Program pembangunan daerah lima tahun kedepan dituangkan dalam matriks program lima tahunan dan program tahunan. Matriks ini digunakan untuk menyusun Renstra-SKPD dan Rencana Kerja tahunan SKPD sesuai dengan fungsi dan sub fungsi serta memperhatikan sumber daya yang tersedia. Dalam matriks tersebut dijabarkan kebijakan, program, indikator keluaran, fungsi dan sub fungsi pembangunan serta alokasi proporsi indikatif APBD per program baik lima tahunan maupun tahunan. Dalam perkiraan besaran pagu indikatif setiap program lima tahunan dan tahunan harus memperhatikan perkiraan belanja daerah yang merupakan kebutuhan dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan kepentingan pembangunan. Jika dilihat dari jenis belanjanya, belanja daerah secara garis besar terbagi menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung adalah belanjabelanja yang timbul sebagai konsekwensi adanya program atau kegiatan pembangunan yang dibutuhkan dalam kurun satu tahun anggaran, artinya besaran belanja tersebut mengikuti jenis dan banyaknya jumlah kegiatan secara berbanding lurus. Sedangkan belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan, artinya belanja ini merupakan belanja kebutuhan minimal untuk operasional pemerintahan. Belanja ini timbul secara periodik dalam rangka koordinasi pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dan digunakan bersama-sama (common cost) untuk melaksanakan program dan kegiatan setiap unit. Karena sifat belanja langsung diatas, maka untuk memperoleh perkiraan belanja untuk tiap program, pemerintah daerah terlebih dahulu harus menyisihkan anggaran untuk belanja tidak langsung yang terdiri dari belanja gaji pegawai/personalia, belanja modal, Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan (BHBK) dan Biaya tak Terduga.
VII-1
1. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur 1 1) Peningkatan moral, disiplin, budaya dan etos kerja aparatur; Terwujudnya budaya kerja aparatur yang berdisiplin, bermoral, profesional, produktif dan bertanggungjawab Terbentuknya aparatur yang profesional sesuai dengan Tupoksi Pelayanan Umum Pelayanan Umum 0.42453% APBD Kabupaten
2) Peningkatan kapabilitas dan kompetensi aparatur melalui pendidikan umum, diklat struktural dan teknis fungsional; 3) Peningkatan semangat dan jiwa kewirausahaan; 4) Penataan sistem dan manajemen kepegawaian daerah; 5) Peningkatan motivasi kerja melalui intensifikasi reward dan punishmen; 6) Pengembangan mental model yang kreatif dan inovatif;
Pendidikan
Pendidikan Kedinasan
0.37678%
APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
Terselenggaranya sistem kepegawaian yang berdasar pada aturan perundangundangan. Terselenggaranya sistem reward dan punishment
Pelayanan Umum
0.34622%
APBD Kabupaten
0.34096%
APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.33714%
APBD Kabupaten
0.34860%
APBD Kabupaten
VII-2
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 7
Keterangan
2. Kebijakan Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan Daerah 1 1) Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; Tertatanya fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan supaya lebih memadai,efektif, proporsional, ramping dan kaya fungsi serta responsif Tersedianya sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik 1.Terwujudnya harmonisasi peraturan daerah dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi 2.Tersedianya regulasi sesuai kebutuhan daerah Terselenggaranya proses penyelenggaraan kinerja instansi pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Terselenggaranya evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil pengawasan yang independent, efektif, efisien dan transparan Pelayanan Umum Pelayanan Umum 0.25558% APBD Kabupaten
0.26999%
0.24533%
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.25974%
APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
0.27159%
APBD Kabupaten
VII-3
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 6
PROGRAM 6) Peningkatan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi; 7) Pembinaan dan pengelolaan pertanahan;
Indikator Keluaran Meningkatnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi hubungan kerja antar lembaga Terbentuknya tertib pertanahan
Keterangan
Pelayanan Umum
8) Optimalisasi pendelegasian kewenangan dari kabupaten ke Kecamatan, Kelurahan dan Desa; 9) Peningkatan hubungan antar lembaga pemerintahan; 10) Pengembangan evaluasi kebijakan.
Pelayanan Umum
0.23572%
APBD Kabupaten
0.27608%
APBD Kabupaten
10
Terjalinnya harmonisasi antar lembaga pemerintahan baik secara vertikal maupun horizontal Tersusunnya langkah-langkah sistematis evaluasi lebijakan
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.23604%
APBD Kabupaten
0.23060%
APBD Kabupaten
1.Terbentuknya Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada tiap SKPD 2.Tingginya tingkat kepuasan masyarakat terhadap Pelayanan Publik Terbentuknya sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan publik yang mudah dan sederhana
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
1.48804%
APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
1.48035%
APBD Kabupaten
VII-4
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 3
Indikator Keluaran 1. Terwujudnya pemekaran Kabupaten Bandung. 2. Terbangunnya pilar batas daerah Kabupaten Bandung 3.Terpeliharanya tugu batas Kabupaten/Kota dan gapura Kabupaten 4.Terbangunnya tugu batas kecamatan 5.Tersedianya produk hukum mengenai penataan namanama jalan di ibukota Kabupaten Bandung 6.Terlaksananya penataan wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung yang berorientasi pada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan publik
Keterangan
4. Kebijakan Peningkatan Kapasitas Keuangan Daerah 1 1) Optimalisasi pendapatan asli daerah melalui intensifikasi retribusi dan pajak daerah; 1.Tersedianya dokumen datadata potensi restribusi dan pajak daerah 2.Bertambahnya sumber pendapatan asli daerah 3.Meningkatnya pendapatan asli daerah dari sumber restribusi dan pajak daerah 1.Terwujudnya rasionalitas anggaran 2.Terwujudnya keseimbangan antara serapan anggaran yang bersifat pembangunan Terwujudnya alokasi dana desa yang proporsional Pelayanan Umum Pelayanan Umum 0.84492% APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.79964%
APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.88425%
APBD Kabupaten
VII-5
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN
Indikator Keluaran
FUNGSI
SUB FUNGSI
Keterangan
1.Meningkatnya kontribusi pendapatan dari laba BUMD 2.Meningkatnya tingkat kepuasan hasil kerja BUMD
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.79844%
APBD Kabupaten
5. Kebijakan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat dan Sektor Swasta Dalam Pembangunan 1 1) Pengembangan manajemen partisipatif; Terbentunya sistem dan mekanisme yang mengatur pola partisipasi masyarakat terhadap pembangunan Terbentuknya fasilitasi sistem pengawasan masyarakat Meningkatnya kinerja dalam tugas pembantuan kepada desa Meningkatnya tugas dan fungsi LSM, organisasi profesi dan lembaga kemasyarakatan dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan Pelayanan Umum Pelayanan Umum 0.29033% APBD Kabupaten
2) Pengembangan sistem pengawasan masyarakat; 3) Penataan tugas pembantuan kepada desa; 4) Pemberdayaan lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lembaga kemasyarakatan lainnnya;
0.28090%
0.25132%
0.24287%
6. Kebijakan Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi pembangunan 1 1) Peningkatan transparasi programprogram pembangunan; Tersosialisasikannya program pembangunan kepada masyarakat Pelayanan Umum Pelayanan Umum Pemerintahan 0.38433% APBD Kabupaten
VII-6
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN
PROGRAM
Indikator Keluaran
FUNGSI
Keterangan
2) Pengembangan manajemen informasi dan komunikasi; 3) Pengembangan kemitraan dengan media massa;
Tertatanya sistem dan mekanisme pengelolaan informasi dan komunikasi Terjalinnya hubungan yang sinergis dan konstruktif dengan media massa
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.35660%
APBD Kabupaten
0.32449%
APBD Kabupaten
1. Kebijakan Meningkatkan Kapasitas Pemerintahan Desa dan Ketahanan Masyarakat Desa 1 Pembinaan dan penguatan pemerintahan desa; 1.Terdapatnya badan khusus yang menangani urusan desa 2.Tersedianya aparatur daerah yang memahami peraturan perundangundangan tentang desa 3.Terwujudnya sistem dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan desa baik 4.Tersedianya penyelenggaraan pemerintahan desa yang mampu melaksanakan tugas, fungsi serta kewenangan desa Pelayanan Umum Pelayanan Umum 0.80805% APBD Kabupaten
VII-7
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 2
Indikator Keluaran 1.Meningkatnya kualitas kerja aparat desa 2.Optimalnya kinerja perangkat desa dan pelayanan kepada masyarakat 3.Meningaktnya kesejahteraan perangkat desa 1.Terinventarisasinya kewenangan desa yang dapat dilaksanakan 2.Tertata dan terlaksananya tugas pembantuan desa 1.Terwujudnya pengalokasian dana desa2.Teroptimalisasinya penggunaan alokasi dana desa3.Terserapnya sumbersumber keuangan desa dan meningkatnya swadaya masyarakat 1.Tersedianya sarana dan prasarana desa 2.Terpenuhinya sarana dan prasarana seda sesuai kebutuhan 1.Terwujudnya partisipasi secara optimal lembaga desa dalam pembangunan 2.Meningkatnya pengetahuan (kualitas lembaga desa)
Keterangan
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.79038%
APBD Kabupaten
Pengembangan alokasi dana desa (ADD) dan pengelolaan sumber keuangan desa;
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.81599%
APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.79038%
APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
0.78773%
APBD Kabupaten
VII-8
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 7
Indikator Keluaran 1.Terbentuk dan terinventarisasinya kelompokkelompok masyarakat sesuai profesi 2.Dilibatkannya masyarakat/kelompok masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembangunan 3.Meningkatnya kemandirian kelompok masyarakat desa 4.Meningkatnya kesehatan reproduksi, kesejahteraan keluarga, pengembangan olah raga, kesenian, budaya dan lain-lain.
Keterangan
Ekonomi
Pengembangan produk unggulan desa, melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal; Pengembangan badan usaha milik desa (BUMDES); Pengembangan akses pemasaran produk desa;
Ekonomi
Perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM Perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM Perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM Perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM
0.15064%
APBD Kabupaten
0.14664%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.14347%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.13961%
APBD Kabupaten
VII-9
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 5
FUNGSI Ekonomi
Keterangan
3. Kebijakan Meningkatkan Pembangunan Kawasan Perdesaan 1 Peningkatan infra struktur perdesaan; Meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur perdesaan serta meningkatnya pengetahuan dan kemampuan teknis masyarakat desa 1.Tersedianya data fasilitas umum dan fasilitas sosial desa 2.Meningkatnya kemanfaatan dan daya guna fasilitas yang ada 1.tersusunya penataan fungsi ruang kawasan pedesaan dalam RDTR 2.Tertatanya fungsi kawasan perdesaan secara optimal Ekonomi Transportasi 1.78689% APBD Kabupaten
Pelayanan Umum
Pelayanan Umum
1.77900%
APBD Kabupaten
Lingkungan Hidup
1.48710%
APBD Kabupaten
VII-10
KATEGORI INTERVENSI Misi 3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (difokuskan pada masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan)
PROGRAM
Indikator Keluaran
FUNGSI
SUB FUNGSI
Keterangan
Terwujudnya peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas Meningkatnya partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pengembangan pendidikan Terwujudnya kurikulum pendidikan yang mengandung muatan lokal kebudayaan daerah dan keagamaan Terlaksananya pendidikan wajar dikdas 9 tahun bagi anak usia sekolah dari seluruhlapisan masyarakat terutama keluarga miskin Terselenggaranya pendidikan non formal dan kejuruan yang berorientasi kepada keahlian Meningkatnya kompetensi dan profesionalisme tenaga kependidikan Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
Pendidikan
Pengembangan Partisipasi Masyarakat dan dunia usaha terhadap pendidikan; Pengkayaan muatan lokal kebudayaan daerah dan keagamaan;
Pendidikan
Pendidikan
pelayanan bantuan terhadap pendidikan pelayanan bantuan terhadap pendidikan Pendidikan lainnya
1.40960%
APBD Kabupaten
1.29524%
APBD Kabupaten
1.27541%
APBD Kabupaten
Pendidikan
Pendidikan dasar
1.33142%
APBD Kabupaten
Peningkatan dan pembinaan lembaga pendidikan non formal dan kejuruan; Peningkatan kualitas tenaga kependidikan; Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan;
Pendidikan
Pendidikan nonformal dan informal Pendidikan lainnya pelayanan bantuan terhadap pendidikan
1.09221%
APBD Kabupaten
Pendidikan
1.24740%
Pendidikan
1.31158%
VII-11
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 8
PROGRAM Pengembangan manajemen sekolah; Peningkatan kesejahteraan guru; Pengembangan tingkat partisipasi sekolah; Peningkatan rata-rata lama sekolah (RLS);
Indikator Keluaran Terselenggaranya KBM berbasis MBS secara optimal Meningkatnya aktivitas guru dalam KBM Berkurangnya angka putus sekolah Terlaksananya pendidikan sejak dini usia dan meningkatnya RLS Terlaksananya pendidikan pra sekolah
FUNGSI Pendidikan
SUB FUNGSI Pendidikan lainnya Pendidikan lainnya Pendidikan lainnya Pendidikan dasar
Keterangan
Pendidikan
1.16339%
10
Pendidikan
1.33025%
11
Pendidikan
1.32675%
12
Pendidikan
1.27657%
APBD Kabupaten
2. Kebijakan Peningkatan Kapasitas Kesadaran Hidup Sehat dan Kualitas Kesehatan Masyarakat 1 Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat; Peningkatan budaya hidup bersih, sehat dan berkualitas; Meningkatnya tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam memelihara kesehatan Kesehatan Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat 1.53799% APBD Kabupaten
Kesehatan
1.63998%
APBD Kabupaten
VII-12
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 3
FUNGSI Kesehatan
SUB FUNGSI Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan perorangan keluarga berencana
Keterangan
Perbaikan gizi;
Meningkatnya status gizi masyarakat terutama balita dan bumil Meningkatnya status kesehatan ibu, anak dan pada masa reproduksi Terkendalinya penggunaan obat-obatan, makanan dan minuman, peralatan kesehatan dan kosmetika
Kesehatan
1.52575%
APBD Kabupaten
Kesehatan
1.53663%
APBD Kabupaten
Pembinaan, pengawasan dan pengendalian obatobatan, makanan dan minuman, peralatan kesehatan dan kosmetika; Pengembangan kesehatan lingkungan;
Kesehatan
1.30954%
APBD Kabupaten
1.Tersedianya dokumen perencanaan teknis dan data verifikasi sanitasi 2.Terlaksananya pembangunan prasarana dasar lingkungan pemukiman 3.Terlaksananya program prokasin dan terbangunannya sarana pengolahan dan sanitasi 4.Terbangunnya saluran drainase lingkungan perkotaan 5.Tersedianya dokumen perencanaan teknis dan outline plan drainase 6.Tersedianya dokumen perencanaan teknis dan masterplan drainase
Kesehatan
kesehatan lainnya
1.60327%
APBD Kabupaten
VII-13
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 8
PROGRAM Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan; Pengembangan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; Pengembangan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Indikator Keluaran Tersedianya sarana dan prasarana kesehatan yang memadai Tersedianya SDM tenaga kesehatan yang berkualitas dan sesuai kebutuhan 1.Tersedianya sistem jaringan pelayanan kesehatan bagi masyarakat 2.Meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat
FUNGSI Kesehatan
SUB FUNGSI Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat
Keterangan
Kesehatan
1.46592%
APBD Kabupaten
10
Kesehatan
1.44008%
APBD Kabupaten
Meningkatnya peran serta perempuan dalam proses pembangunan Teroptimalisasinya perlindungan dan advokasi hak perempuan
Perlindungan sosial
Pemberdayaan perempuan
0.24239%
APBD Kabupaten
Perlindungan sosial
Pemberdayaan perempuan
0.24684%
APBD Kabupaten
VII-14
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 3
PROGRAM Peningkatan ruang partisipasi perempuan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Keterangan
4. Kebijakan Peningkatan Keberdayan Generasi Muda dan Olah Raga 1 Pemberdayaan potensi generasi muda dalam kewirausahaan, kepemimpinan dan kepeloporan; Terbentuknya generasi muda yang memiliki jiwa wirausaha, jiwa kepemimpinan dan pelopor Pariwisata dan Budaya pembinaan kepemudaan dan olah raga 0.20764% APBD Kabupaten
0.17943%
APBD Kabupaten
Tersedianya kesempatan generasi muda untuk berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan
0.20595%
APBD Kabupaten
0.20200%
APBD Kabupaten
VII-15
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 5
SUB FUNGSI pembinaan kepemudaan dan olah raga pembinaan kepemudaan dan olah raga pembinaan kepemudaan dan olah raga pembinaan kepemudaan dan olah raga pembinaan kepemudaan dan olah raga
Keterangan
0.18112%
APBD Kabupaten
Peningkatan sarana dan prasarana olah raga masyarakat; Pembinaan dan peningkatan manajemen olah raga;
Tersedianya sarana dan prasarana olah raga masyarakat sesuai kebutuhan Terwujudnya sistem dan mekanisme keolahragaan yang berorientasi pada prestasi Terbangunnya kawasan olah raga terpadu Si Jalak Harupat.
0.17971%
APBD Kabupaten
0.17350%
APBD Kabupaten
0.18422%
APBD Kabupaten
1. Kebijakan Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial 1 Peningkatan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabiltasi sosial; 1.Meningkatnya kualitas pelayanan rehabilitasi sosial 2.Tersedianya sarana dan prasarana rehabilitasi sosial perlindungan sosial perlindungan sosial lainnya 0.15548% APBD Kabupaten
VII-16
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 2
Indikator Keluaran Tersedianya sistem dan managemen perlindungan sosial Meningkatnya peran dan fungsi lembaga kesejahteraan sosial Tersedianya lembaga advokasi perlindungan anak
Keterangan
perlindungan sosial
0.15377%
APBD Kabupaten
perlindungan sosial
0.15313%
APBD Kabupaten
Pemberdayaan anak terlantar, penyandang cacat, lansia dan penyandang tuna sosial;
Meningkatnya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan serta perlindungan anak terlantar, penyandang cacat, lansia dan penyandang tuna sosial
perlindungan sosial
0.15783%
APBD Kabupaten
penanggulangan bencana
0.15805%
APBD Kabupaten
Penaganan masalahmasalah sosial; Peningkatan ketahanan sosial, individu, keluarga dan masyarakat;
Tertanggulanginya masalahmasalah sosial Meningkatnya ketahanan sosial, individu, keluarga dan masyarakat
bantuan dan jaminan sosial Perlindungan dan pelayanan sosial anak-anak dan keluarga
0.16639%
0.21387%
VII-17
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 9
Indikator Keluaran menurunnya tingkat penggunaan obat-obatan terlarang Terwujudnya bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial
FUNGSI Kesehatan
SUB FUNGSI Obat dan perbekalan kesehatan bantuan dan jaminan sosial
Keterangan
10
perlindungan sosial
0.17772%
APBD Kabupaten
2. Kebijakan Peningkatan Potensi Perekonomian Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan 1 Pengamanan ketersedian pangan; Terpenuhinya kebutuhan pangan Ekonomi pertanian,kehuta nan, perikanan dan kelautan pertanian,kehuta nan, perikanan dan kelautan pertanian,kehuta nan, perikanan dan kelautan pertanian,kehuta nan, perikanan dan kelautan pertanian,kehuta nan, perikanan dan kelautan 0.70712% APBD Kabupaten
Tertatanya sistem pendistribusian pangan secara proporsional Meningkatnya hasil panen secara optimal dan terolah dengan baik Tersedianya keragaman pangan
Ekonomi
0.70797%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.72154%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.61725%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.66642%
APBD Kabupaten
VII-18
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 6
FUNGSI Ekonomi
Keterangan
Revitalisasi pertanian, pertenakan dan perikanan; Pengembangan sentrasentra unggulan pada kawasan andalan, seperti sentra tekstil, sentra agribisnis, sentra konveksi, Meat Bussines Centre (Pusat Perdagangan Daging Terpadu); Peningkatan sarana dan prasarana perdagangan;
Ekonomi
pertanian,kehuta nan, perikanan dan kelautan Perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM
0.92926%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.91739%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.85720%
APBD Kabupaten
10
Ekonomi
0.99540%
APBD Kabupaten
11
Ekonomi
0.89365%
APBD Kabupaten
VII-19
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 12
FUNGSI Ekonomi
Keterangan
13
Ekonomi
0.64608%
APBD Kabupaten
14
Ekonomi
0.95300%
APBD Kabupaten
15
Ekonomi
0.83685%
APBD Kabupaten
16
Meningkatnya investasi
Ekonomi
0.77071%
APBD Kabupaten
17
Ekonomi
0.83346%
APBD Kabupaten
VII-20
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 18
Keterangan
19
0.80378%
APBD Kabupaten
3. Kebijakan Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan 1 Perluasan dan pengembangan kesempatan kerja; Peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; Perlindungan dan pengembangan ketenagakerjaan; Peneningkatan partisipasi angkatan kerja; Pemantapan hubungan industrial; Terserapnya tenaga kerja secara optimal Ekonomi tenaga kerja 0.32276% APBD Kabupaten
Tersedianya tenaga kerja yang berkualitas dan produktif Terbentuknya lembagalembaga perlindungan tenaga kerja Menurunnya angka pengangguran
Ekonomi
tenaga kerja
0.30826%
APBD Kabupaten
Ekonomi
tenaga kerja
0.28457%
APBD Kabupaten
Ekonomi
tenaga kerja
0.28569%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.23552%
APBD Kabupaten
VII-21
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 6
FUNGSI Ekonomi
Keterangan
4. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk dan Peningkatan kualitas Keluarga 1 Keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; 1.Menurunnya laju pertumbuhan penduduk, 2.menurunnya tingkat angka kesakitan masa reproduksi Kesehatan keluarga berencana 0.42520% APBD Kabupaten
Peningkatan ketahanan dan pemberdayaan keluarga; Penataan administrasi kependudukan; Peningkatan pelayanan kependudukan dan transmigrasi;
Perlindungan sosial
0.38388%
APBD Kabupaten
Tertatanya sistem pencatatan kependudukan Menurunnya tingkat keluhan terhadap pelayanan kependudukan dan transmigrasi
0.25157%
0.29906%
Pengendalian urbanisasi.
Perlindungan sosial
0.32878%
APBD Kabupaten
VII-22
PROGRAM
Indikator Keluaran
FUNGSI
SUB FUNGSI
Keterangan
1.Meningkatnya keseimbangan lahan, daya dukung dan kualitas lingkungan 2.Teroptimalisasinya lahan kritis dan konservasi lahan Meningkatnya pemahaman masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi strategis lingkungan
Lingkungan hidup
0.53745%
APBD Kabupaten
Lingkungan hidup
0.58720%
APBD Kabupaten
Terkelolanya limbah domestik dan limbah industri beserta pemanfaatannya 1.Meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat dan aparat terhadap hukum lingkungan 2.Berfungsinya penegak hukum secara optimal
Lingkungan hidup
manajemen limbah
0.63957%
APBD Kabupaten
Lingkungan hidup
0.53680%
APBD Kabupaten
VII-23
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 5
PROGRAM Peningkatan peran serta masyarakat dan lembaga kemasyarakatan dalam usaha pelestarian lingkungan;
Indikator Keluaran 1.Terlaksananya KISS program Dibale dengan stakeholder terkait 2.Adanya peran aktif dari masyarakat dan lembaga kemastarakatan dalam melestarikan lingkungan
Keterangan
Lingkungan hidup
0.54007%
APBD Kabupaten
1.Tersedianya sistem pola dan mekanisme pengelolaan sampah terpadu 2.Tersedianya TPS dan TPA 3.Terlaksananya daur ulang dan pendayagunaan sampah
Lingkungan hidup
manajemen limbah
0.57804%
APBD Kabupaten
Lingkungan hidup
0.54858%
APBD Kabupaten
2. Kebijakan Menyerasikan Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Dalam Sistem Tata Ruang Yang Terpadu
VII-24
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 1
Indikator Keluaran Tersusunnya dokumen perencanaan, RDTR, penataan kawasan khusus dan pemetaan melalui KISS program 1. Tersedianya data-data pertanahan 2.Teroptimalisasinya pelaksanaan penertiban penggunaan tanah sesuai peruntukannya 3.Teroptimalisasinya administrasi pertanahan 4.Terfasilitasinya masalahmasalah pertanahan
Keterangan
Lingkungan hidup
2.04197%
APBD Kabupaten
1.Tersusunnya sistem pengawasan dan pengendalian pembangunan 2.Teroptimalisasinya pengendalian dan pengawasan pembangunan
Lingkungan hidup
2.25769%
APBD Kabupaten
VII-25
KATEGORI INTERVENSI
PROGRAM
Indikator Keluaran
FUNGSI
SUB FUNGSI
Keterangan
Pengembangan kawasan andalan dan kota mandiri; Pengembangan Jaringan prasarana dasar wilayah; Pembangunan jalan tol Soreang-Pasirkoja dan Gedebage- Majalaya; Pengembangan utilitas umum (pasar dan terminal);
Tersusunnya dokumen rencana terpadu, penetapan kawasan andalan dan kota mandiri Berkembangnya jaringan prasarana dasar wilayah (SRTPK) Terwujudnya pembangunan jalan tol pasir koja- soreang dan gedebage- majalaya 1.Tersedianya data verifikasi fasilitas umum, fasilitas sosial dan perumahan2.Tertata dan termanfaatkan sarana prasarana fasilitas umum
Lingkungan hidup
0.14081%
APBD Kabupaten
Lingkungan hidup
0.12801%
APBD Kabupaten
Lingkungan hidup
0.13781%
APBD Kabupaten
0.13560%
APBD Kabupaten
VII-26
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 5
Indikator Keluaran 1.Tersedianya dokumen perencanaan teknis terpadu 2.Tersedianya dokumen pra feasibility dan pra design 3.Eks terminal cingcin dan pengembangannya 4.Tertatanya pelaksanaan pembangunan untuk pengembangan kota soreang
Keterangan
1.Terwujudnya sarana dan prasarana fisik penunjang dinamisasi sektor ekonomi 2.Terlaksananya studi manajemen dan rekayasa lalulintas serta perhubungan
Ekonomi
Ekonomi lainnya
0.14255%
APBD Kabupaten
1.Teroptimalisasinya pengolahan hasil produksi 2.Tersedianya pusat penampungan dan pemasaran Tersedianya pusat produksi tekstil dan pemasaran
Ekonomi
0.14856%
APBD Kabupaten
Ekonomi
0.14713%
APBD Kabupaten
VII-27
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 9
FUNGSI Ekonomi
Keterangan
10
1.Tersedianya dokumen rencana induk penggunaan induk data verifikasi air baku, air bawah tanah 2.Terlaksananya pengembangan pengelolaan sumber daya air 3.Tersedianya sarana air bersih
Ekonomi
Pengairan
0.15994%
APBD Kabupaten
11
1.Tersedianya data sebaran bahan galian dan mineral 2.Tersedianya peta mitigasi, bencana geologi, potensi geothermal, listrik pedesaan, pembangkit listrik alternatif dan untuk keperluan sendiri beserta pengembangannya
Ekonomi
0.14413%
APBD Kabupaten
12
Ekonomi
0.13133%
APBD Kabupaten
VII-28
KATEGORI INTERVENSI Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal Misi 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tenteram dan Dinamis;
KEBIJAKAN
PROGRAM
Indikator Keluaran
FUNGSI
SUB FUNGSI
Keterangan
Peningkatan rasa saling percaya antar komponen masyarakat, dan antara masyarakat dengan pemerintah;
Terciptanya suasana yang kondusif dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan
0.13193%
APBD Kabupaten
Pembinaan kesatuan dan persatuan masyarakat; Peningkatan kemampuan deteksi dini terhadap kemungkinan ancaman gangguan Kamtibmas;
0.13000%
APBD Kabupaten
0.12583%
APBD Kabupaten
VII-29
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 4
PROGRAM Pemantapan pemerintah sebagai fasilitator dan mediator penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan;
Keterangan
ketertiban , keamanan dan hukum lainnya ketertiban , keamanan dan hukum lainnya
0.11846%
APBD Kabupaten
0.13481%
APBD Kabupaten
Peningkatan kesadaran hukum aparatur dan masyarakat; Penerapan hukum secara konsekwen;
Pembinaan hukum
0.10395%
APBD Kabupaten
0.09276%
APBD Kabupaten
VII-30
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 3
PROGRAM Sosialisasi, bantuan dan perlindungan hukum; Pengembangan sistem jaringan informasi dan dokumentasi hukum;
Indikator Keluaran Tercapainya peningkatan pengetahuan dan pemahaman hukum masyarakat 1.Tertatanya dokumentasi hukum yang tertib 2.Terciptanya sistem jaringan informasi yang tertib
Keterangan
Pembinaan hukum
0.09836%
APBD Kabupaten
1.Tersedianya peraturan daerah dan peraturan bupati sesuai kebutuhan 2.Tersusunnya kodifikasi bahan-bahan sosialisasi produk hukum pusat dan daerah
0.08977%
APBD Kabupaten
ketertiban , keamanan dan hukum lainnya ketertiban , keamanan dan hukum lainnya Pembinaan hukum
0.09289%
APBD Kabupaten
Pemberdayaan aparatur dalam penegakan hukum; Pemantapan koordinasi antar penegak hukum;
Meningkatnya kapasitas dan kapabilitas aparatur dalam penegakan hukum Terjalinnya kerjasama sinergis antar penegak hukum
0.09849%
APBD Kabupaten
0.09328%
APBD Kabupaten
VII-31
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 3. Kebijakan Peningkatan Kesadaran Politik Masyarakat dan Pengembangan Tatanan Kehidupan Politik yang Dermokratis
PROGRAM
Indikator Keluaran
FUNGSI
SUB FUNGSI
Keterangan
Peningkatan pendidikan politik masyarakat; Peningkatan kesadaran politik masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara;
Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap politik Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan berpolitik
ketertiban , keamanan dan hukum lainnya ketertiban , keamanan dan hukum lainnya
0.15155%
APBD Kabupaten
0.15810%
APBD Kabupaten
Meningkatnya peran serta masyarakat dalam menyampaikan aspirasi Terwujudnya kehidupan politik yang demokratis
Pembinaan hukum
0.15459%
APBD Kabupaten
ketertiban , keamanan dan hukum lainnya ketertiban , keamanan dan hukum lainnya
0.14827%
APBD Kabupaten
0.15132%
APBD Kabupaten
VII-32
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN
PROGRAM
Indikator Keluaran
FUNGSI
SUB FUNGSI
Keterangan
Optimalisasi peran dan fungsi lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;
1.Meningkatnya kualitas keberfungsian lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan 2.Terlaksananya KISS program Dibale/ kec dengan stakeholder terkait 3.Meningkatnya ketahanan moral dan mental masyarakat 4.Meningkatnya peran dan fungsi kelembagaan sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan
Perlindungan sosial
0.10428%
APBD Kabupaten
VII-33
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 2
Indikator Keluaran 1.Meningkatnya kualitas kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat dan aparatur nagara 2.Terwujudnya peningkatan kualitas iman dan takwa 3.meningkatnya bimbingan agama bagi aparatur pemerintah dan masyarakat 4.Meningkatnya penarapan nilai agama dalam kehidupan
FUNGSI Pendidikan
Keterangan
adanya penambahan jam pelajaran agama pada kurikulum mulai sekolah dasar sampai menengah
Pendidikan
pendidikan keagamaan
0.08872%
APBD Kabupaten
Meningkatnya kerukunan hidup beragama, inter ummat beragama dan antar umat beragama
Perlindungan sosial
0.09892%
APBD Kabupaten
Perlindungan sosial
0.06759%
APBD Kabupaten
VII-34
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 6
PROGRAM Pengembangan kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat dan aparatur pemerintah; Penataan pakaian dinas sesuai dengan nilai-nilai agama;
Indikator Keluaran Terwujudnya kegiatan keagamaan yang terpadu antara pemerintah daerah dengan masyarakat
Keterangan
Meningkatnya kesadaran aparat untuk memakai pakaian dinas sesuai dengan nilai-nilai agama
Pelayanan Umum
lembaga eksekutif, dan legislatif keuangan dan fiskal serta urusan bantuan luar negeri
0.06045%
APBD Kabupaten
1.Terwujudnya silaturahmi antara pemerintah dengan lembaga keagamaan 2.Meningkatnya intensitas FKUU di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa
Pelayanan Umum
Pelayanan umum
0.07148%
APBD Kabupaten
Pengembangan TPA/TKA.
1.Meningkatnya jumlah TPA dan TKA baru 2.Meningkatnya manajemen pengelolaan TPA dan TKA 3.Meningkatnya kualitas pendidikan dan pengajaran untuk siswa TPA dan TK 4.Meningkatnya kesejahteraan pengelola TPA dan TKA
Pendidikan
0.07443%
APBD Kabupaten
VII-35
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN
PROGRAM
Indikator Keluaran
FUNGSI
SUB FUNGSI
Keterangan
Peningkatan penerapan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam aktivitas pemerintahan dan pembangunan; Peningkatan harmonisasi sosial; Pengembangan ekonomi syariah;
Pendidikan
Pendidikan keagamaan
0.11512%
APBD Kabupaten
Terwujudnya kehidupan sosial yang agamis harmonis 1.Terbentuknya lembagalembaga ekonomi syariah2.Terbentuknya tenaga profesional yang mengelola lembaga perbankan maupun non perbankan syariah3.Adanya sosialisasi tentang pengembangan ekonomi syariah4.Adanya pemahaman masyarakat tentang ekonomi syariah
Penyuluhan dan bimbingan sosial Perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM
0.12943%
0.12087%
VII-36
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 4
PROGRAM Pengembangan etika sosial berbasis nilai-nilai agama; Pengembangan keteladanan dalam kepemimpinan; Peningkatan transparasi dan kejujuran berpemerintahan;
Keterangan
Kesejahteraan sosial
0.13830%
APBD Kabupaten
Kesejahteraan sosial
0.13830%
APBD Kabupaten
3. Kebijakan Pengembangan Potensi Umat 1 Peningkatan persatuan dan kesatuan umat; 1.Terwujudnya kebersamaan umat 2.Kokohnya ketahanan moral dan mental umat Kesejahteraan sosial Penyuluhan dan bimbingan sosial 0.14003% APBD Kabupaten
1.Terinventarisasinya potensi umat 2.Tersedianya sistem dan mekanisme serta pola pengembangan potensi umat
Kesejahteraan sosial
0.17197%
APBD Kabupaten
VII-37
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 3
Indikator Keluaran 1.Adanya kesadaran untuk mengeluarkan ZIS 2.Terwujudnya pemanfaatan ZIS bagi kepentingan umat
Keterangan
1.Terwujudnya pemahaman tentang pengembangan ekonomi di lembaga keagamaan 2.Terbentuknya lembagalembaga ekonomi yang mengayomi kepentingan umat
Kesejahteraan sosial
0.17675%
APBD Kabupaten
Kesejahteraan sosial
0.13658%
APBD Kabupaten
VII-38
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 1
Indikator Keluaran 1.Tersedianya sarana dan prasarana keagamaan yang memadai sebagai tempat untuk beribadah dan aktivitas umat 2.Tumbuh suburnya aktivitas keagamaan yang berorientasi pada kesadaran umat untuk beragama dan bernegara
Keterangan
1.Adanya lembaga permanen yang mengelola ZIS 2.Terwujudnya pemahaman tentang pengelola ZIS melalui sosialisasi dan penataran caloan pengelola ZIS supaya lebih profesional
Kesejahteraan sosial
0.25904%
APBD Kabupaten
Kesejahteraan sosial
0.23041%
APBD Kabupaten
VII-39
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 1
SUB FUNGSI Pengembangan pariwisata dan budaya Pengembangan pariwisata dan budaya
Keterangan
1.Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap budaya sunda 2.Meningkatnya kreatifitas masyarakat terhadap pengembangan budaya sunda
0.25787%
APBD Kabupaten
Penanaman nilai budaya sunda pada anak dini usia dan generasi muda.
1.Meningkatnya pemahaman nilai budaya sunda pada anak usia dini dan generasi muda2.Meningkatnya kesadaran dan kecintaan generasi muda terhadap budaya sunda
0.24677%
APBD Kabupaten
Peningkatan sarana dan prasarana seni dan budaya, seperti tersedianya gedung kesenian;
0.15053%
APBD Kabupaten
VII-40
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 2
Indikator Keluaran Terakomodirnya muatan lokal budaya sunda dalam kurikulum pendidikan
FUNGSI Pendidikan
Keterangan
Peningkatan keberdayaan lembaga seni dan budaya; Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha bagi pengembangan budaya sunda;
Meningkatnya peran dan fungsi lembaga seni dan budaya Meningkatnya partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pengembangan budaya sunda
0.14880%
APBD Kabupaten
0.15053%
APBD Kabupaten
1.Ditetapkannya bahasa sunda sebagai bahasa ibu daerah 2.Meningkatnya penggunaan bahasa sunda sebagai bahasa sehari hari baik kegiatan formal maupun informal
0.14803%
APBD Kabupaten
VII-41
KATEGORI INTERVENSI
KEBIJAKAN 1
Indikator Keluaran Terpeliharanya adat-istiadat daerah dalam kehidupan sehari-hari 1.Tersedianya data aset budaya yang perlu dilestarikan 2.Terpeliharanya aset budaya 1.Tergalinya nilai nilai budaya2.Tersosialisasikannya budaya melalui manajemen pemasaran yang terbuka
SUB FUNGSI Pengembangan pariwisata dan budaya Pengembangan pariwisata dan budaya Pengembangan pariwisata dan budaya
Keterangan
0.17927%
APBD Kabupaten
0.19508%
APBD Kabupaten
1.Teraksesnya produk budaya lokal ke tingkat nasional maupun internasional 2.Adanya sistem informasi terpadu tentang peta budaya 3.Terbentuknya pusat pasar seni
0.20153%
APBD Kabupaten
100.00000%
VII-42
0.908%
0.768%
0.162%
0.189%
0.112%
3 4 5
6 7
0.919%
0.778%
0.164%
0.191%
0.113%
2. Kebijakan Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan Daerah 1 2 3 1) Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; 2) Peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan; 3) Penataan peraturan perundangundangan daerah;
6.156%
5.208%
1.099%
1.282%
0.758%
VII-43
7 8
9 10
3. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 1 2 3 1) Intensifikasi standar pelayanan minimal (SPM); 2) Deregulasi dan debirokratisasi pelayanan publik; 3) Penataan wilayah;
4. Kebijakan Peningkatan Kapasitas Keuangan Daerah 1 1) Optimalisasi pendapatan asli daerah melalui intensifikasi retribusi dan pajak daerah; 2) Peningkatan efisiensi dan efektivitas pembiayaan daerah; 3) Perimbangan keuangan antara pemerintah kabupaten dan desa; 4) Optimalisasi kinerja Badan Usaha Milik Daerah;
8.618%
6.250%
2.198%
1.282%
0.758%
2 3 4
VII-44
1.231%
1.042%
1.099%
1.282%
0.758%
0.281%
0.237%
0.250%
0.292%
0.173%
6. Kebijakan Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi pembangunan 1 2 3 1) Peningkatan transparasi program-program pembangunan; 2) Pengembangan manajemen informasi dan komunikasi; 3) Pengembangan kemitraan dengan media massa;
1.231%
1.042%
1.099%
1.282%
0.758%
11.081%
9.375%
4.396%
3.846%
2.273%
Pembinaan dan penguatan pemerintahan desa; Peningkatan kualitas perangkat desa; Pengembangan tugas pembantuan kepada desa; Pengembangan alokasi dana desa (ADD) dan pengelolaan
VII-45
0.000% Pengembangan pasar desa; Pengembangan produk unggulan desa, melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal; Pengembangan badan usaha milik desa (BUMDES); Pengembangan akses pemasaran produk desa; Pengembangan lembaga dan jasa keuangan desa. 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000%
3 4 5
7.387% Peningkatan infra struktur perdesaan; Pengembangan utilitas perdesaan; Penataan fungsi ruang kawasan perdesaan.
6.250%
5.495%
5.128%
2.273%
41.176%
50.000%
69.231%
75.000%
81.818%
VII-46
10.016%
11.538%
15.577%
17.308%
18.881%
1 2
4 5
6 7 8 9 10 11 12
Peningkatan pelayanan pendidikan; Pengembangan Partisipasi Masyarakat dan dunia usaha terhadap pendidikan; Pengkayaan muatan lokal kebudayaan daerah dan keagamaan; Pemantapan Wajar Dikdas 9 tahun; Peningkatan dan pembinaan lembaga pendidikan non formal dan kejuruan; Peningkatan kualitas tenaga kependidikan; Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan; Pengembangan manajemen sekolah; Peningkatan kesejahteraan guru; Pengembangan tingkat partisipasi sekolah; Peningkatan rata-rata lama sekolah (RLS); Pengembangan pendidikan anak dini usia.
0.929% 0.854%
1.070% 0.983%
1.445% 1.328%
1.605% 1.475%
1.751% 1.609%
0.841% 0.878% 0.720% 0.822% 0.864% 0.749% 0.767% 0.877% 0.874% 0.841%
0.968% 1.011% 0.829% 0.947% 0.996% 0.863% 0.883% 1.010% 1.007% 0.969%
1.307% 1.365% 1.120% 1.279% 1.344% 1.165% 1.193% 1.364% 1.360% 1.309%
1.453% 1.516% 1.244% 1.421% 1.494% 1.294% 1.325% 1.515% 1.511% 1.454%
1.585% 1.654% 1.357% 1.550% 1.630% 1.412% 1.445% 1.653% 1.648% 1.586%
2. Kebijakan Peningkatan Kapasitas Kesadaran Hidup Sehat dan Kualitas Kesehatan Masyarakat 1 2 Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat; Peningkatan budaya hidup bersih, sehat dan berkualitas;
10.016%
11.538%
15.577%
17.308%
18.881%
1.014% 1.081%
1.168% 1.245%
1.577% 1.681%
1.752% 1.868%
1.911% 2.038%
VII-47
0.863%
0.994%
1.342%
1.491%
1.627%
7 8 9 10
3. Kebijakan Pemantapan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender 1 2 3 Peningkatan keberdayaan perempuan; Perlindungan dan advokasi hakhak perempuan; Peningkatan ruang partisipasi perempuan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
1.113%
1.282%
1.731%
0.000%
0.000%
0.355% 0.361%
0.409% 0.416%
0.552% 0.562%
0.000% 0.000%
0.000% 0.000%
0.397%
0.457%
0.617%
0.000%
0.000%
1.113% Pemberdayaan potensi generasi muda dalam kewirausahaan, kepemimpinan dan kepeloporan;
1.282%
1.731%
1.923%
2.098%
0.137%
0.158%
0.213%
0.236%
0.258%
VII-48
0.118%
0.136%
0.184%
0.204%
0.223%
4 5 6 7 8 9
1. Kebijakan Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial 1 Peningkatan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabiltasi sosial; Pengembangan sistem perlindungan sosial; Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial; Advokasi dan perlindungan hakhak anak; Pemberdayaan anak terlantar, penyandang cacat, lansia dan penyandang tuna sosial; Penanggulangan bencana dan pengungsi; Penaganan masalah-masalah sosial; Peningkatan ketahanan sosial, individu, keluarga dan masyarakat; Penanggulangan peyalahgunaan NAPZA;
1.113%
1.282%
1.731%
1.923%
2.098%
2 3 4 5
6 7 8 9
VII-49
2. Kebijakan Peningkatan Potensi Perekonomian Daerah dan Penanggulangan Kemiskinan 1 2 3 4 5 6 7 8 Pengamanan ketersedian pangan; Peningkatan distribusi pingan; Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil; Diversifikasi pangan; Pencegahan serta penanggulangan masalah pangan; Pengembangan agribisnis; Revitalisasi pertanian, pertenakan dan perikanan; Pengembangan sentra-sentrasentra unggulan pada kawasan andalan, seperti sentra tekstil, sentra agribisnis, sentra konveksi, Meat Bussines Centre (Pusat Perdagangan Daging Terpadu); Peningkatan sarana dan prasarana perdagangan; Pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah; Pengembangan industri manufaktur; Pengembangan semangat dan jiwa kewirausahaan; Pengembangan badan usaha milik daerah (BUMD); Pengembangan ekonomi syariah; Pengembangan sistem dan kemampuan manajemen usaha; Peningkatan promosi dan pengembangan iklim investasi;
10.016%
11.538%
15.577%
17.308%
18.881%
0.605%
0.697%
0.940%
1.045%
1.140%
9 10 11 12 13 14 15 16
VII-50
18 19
3. Kebijakan Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan 1 2 3 4 5 6 Perluasan dan pengembangan kesempatan kerja; Peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; Perlindungan dan pengembangan ketenagakerjaan; Peneningkatan partisipasi angkatan kerja; Pemantapan hubungan industrial; Penyelesaian masalah-masalah ketenagakerjaan.
1.113%
1.282%
1.731%
1.923%
2.098%
Keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; Peningkatan ketahanan dan pemberdayaan keluarga; Penataan administrasi kependudukan; Peningkatan pelayanan kependudukan dan transmigrasi; Pengendalian urbanisasi.
VII-51
1.113%
2.564%
5.192%
5.769%
6.294%
6 7 8
2. Kebijakan Menyerasikan Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Dalam Sistem Tata Ruang Yang Terpadu 1 2 3 Pengembangan perencanaan tata ruang wilayah; Pengembangan manajemen pertanahan; Pengawasan dan pengendalian aktivitas pembangunan.
3.339%
5.128%
6.923%
7.692%
8.392%
1.282% 0.107%
1.731% 0.144%
1.923% 0.160%
2.098% 0.175%
VII-52
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemeliharaan karakter dan kearifan lokal Misi 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat yang Aman, Tertib, Tenteram dan Dinamis;
5.882% 1. Kebijakan Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Ancaman Instabilitas Kehidupan Masyarakat Peningkatan rasa saling percaya antar komponen masyarakat, dan antara masyarakat dengan pemerintah; Pembinaan kesatuan dan persatuan masyarakat; Peningkatan kemampuan deteksi dini terhadap kemungkinan ancaman gangguan Kamtibmas; Pemantapan pemerintah sebagai fasilitator dan mediator penyelesaian masalah sosial
6.250%
7.692%
8.333%
9.091%
0.588%
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
0.102%
0.108%
0.133%
0.144%
0.157%
2 3
0.100% 0.097%
0.106% 0.103%
0.131% 0.127%
0.142% 0.137%
0.155% 0.150%
0.095%
0.100%
0.124%
0.134%
0.146%
VII-53
5 6
0.091% 0.104%
0.097% 0.110%
0.119% 0.136%
0.129% 0.147%
0.141% 0.160%
0.588% Peningkatan kesadaran hukum aparatur dan masyarakat; Penerapan hukum secara konsekwen; Sosialisasi, bantuan dan perlindungan hukum; Pengembangan sistem jaringan informasi dan dokumentasi hukum; Pengembangan produk hukum daerah; Perlindungan Hak Azasi Manusia di daerah; Pemberdayaan aparatur dalam penegakan hukum; Pemantapan koordinasi antar penegak hukum; 0.080% 0.071% 0.073% 0.076% 0.069% 0.072% 0.076% 0.072%
5 6 7 8
3. Kebijakan Peningkatan Kesadaran Politik Masyarakat dan Pengembangan Tatanan Kehidupan Politik yang Dermokratis 1 2
0.588%
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
Peningkatan pendidikan politik masyarakat; Peningkatan kesadaran politik masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara;
0.117%
0.124%
0.153%
0.165%
0.180%
0.122%
0.129%
0.159%
0.172%
0.188%
VII-54
1. Kebijakan Peningkatan Intensitas Pembinaan Agama dan Kehidupan Keagamaan 1 Optimalisasi peran dan fungsi lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; Peningkatan bimbingan agama bagi aparatur pemerintah dan masyarakat; Peningkatan pendidikan agama pada kurikulum pendidikan umum; Peningkatan kerukunan hidup beragama; Pencegahan penyebaran agama tertentu bagi masyarakat yang telah beragama; Pengembangan kegiatankegiatan keagamaan masyarakat dan aparatur pemerintah; Penataan pakaian dinas sesuai dengan nilai-nilai agama; Peningkatan intensitas komunikasi dan kerjasama pemerintah dengan lembaga keagamaan; Pengembangan TPA/TKA.
0.588%
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
0.080%
0.085%
0.105%
0.114%
0.124%
3 4 5
0.064% 0.047%
0.068% 0.049%
0.084% 0.061%
0.091% 0.066%
0.099% 0.072%
7 8
0.055% 0.057%
0.058% 0.061%
0.072% 0.075%
0.078% 0.081%
0.085% 0.089%
0.588% Peningkatan penerapan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam aktivitas pemerintahan dan
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
0.089%
0.094%
0.116%
0.126%
0.137%
VII-55
2 3 4 5 6
Peningkatan harmonisasi sosial; Pengembangan ekonomi syariah; Pengembangan etika sosial berbasis nilai-nilai agama; Pengembangan keteladanan dalam kepemimpinan; Peningkatan transparasi dan kejujuran berpemerintahan;
3. Kebijakan Pengembangan Potensi Umat 1 2 3 4 5 Peningkatan persatuan dan kesatuan umat; Pengembangan manajemen potensi umat; Optimalisasi zakat, infaq dan sadaqah; Pengembangan ekonomi mulai lembaga keagamaan; Pemberdayaan ormas keagamaan.
4. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pelayanan Kehidupan Beragama 1 2 3 Pengembangan sarana dan prasarana keagamaan; Peningkatan manajemen pengeloalaan ZIS; Peningkatan pelayanan ibadah haji.
0.588%
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
VII-56
0.588% Penggalian nilai-nilai budaya sunda; Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan sunda; Penanaman nilai budaya sunda pada anak dini usia dan generasi muda.
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
0.200% 0.199%
0.212% 0.211%
0.261% 0.260%
0.283% 0.281%
0.308% 0.307%
0.190%
0.202%
0.249%
0.269%
0.294%
2. Kebijakan Pengembangan dan Pelestarian Budaya Sunda 1 Peningkatan sarana dan prasarana seni dan budaya, seperti tersedianya gedung kesenian; Peningkatan muatan lokal budaya sunda dalam kurikulum pendidikan; Peningkatan keberdayaan lembaga seni dan budaya; Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha bagi pengembangan budaya sunda; Pengembangan bahasa sunda sebagai bahasa ibu daerah;
0.588%
0.625%
0.769%
0.833%
0.909%
0.116%
0.123%
0.152%
0.164%
0.179%
3 4
3. Kebijakan Pemantapan Ketahana Budaya Masyarakat 1 2 3 4 Pengembangan adat istiadat daerah; Pelestarian asset budaya; Pengembangan produk budaya; Pengembangan ekonomi budaya.
VII-57
VII-1
8.2. KAIDAH PELAKSANAAN RPJM Daerah Kabupaten Bandung ini merupakan penjabaran dari Visi dan Misi yang telah dibuat oleh Bupati terpilih tahun 2005 2010, yang merupakan : 1. Pedoman bagi SKPD dalam menyusun Renstra-SKPD. SKPD Kabupaten Bandung dalam menyusun Renstra-SKPD diharuskan untuk berpedoman kepada RPJMD Kabupaten Bandung. Hal tersebut disebabkan agar program-program yang direncanakan dalam Renstra-SKPD dapat terintegrasi dengan baik dengan RPJMD yang sudah dibuat, sehingga diharapkan visi dan misi pada tahun 2010 tersebut dapat tercapai dengan maksimal
2. RPJMD Kabupaten Bandung ini akan digunakan dalam penyusunan RKPD Kabupaten Bandung. Dalam penyusunan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) Kabupaten Bandung yang jangka waktunya selama 1 tahun, dalam penyusunannya diharuskan
berpedoman RPJMD Kabupaten Bandung. Hal tersebut dikarenakan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah tersebut dapat mendukung tercapainya tujuan dan sdasaran yang telah ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten Bandung.
VIII - 1
3. Penguatan peran para stakeholder/pelaku dalam pelaksanaan RPJM Daerah. Penyusunan RPJMD Kabupaten Bandung ini merupakan proses penguatan peran para stakeholder/pelaku dalam pelaksanaan RPJMD Kabupaten Bandung hal ini
dikarenakan dalam proses penyusunannya benar-benar menampung inspirasi para stakeholder yang terdapat di Kabupaten Bandung melalui MUSRENBANG Jangka Menengah yang telah diselenggarakan, sehingga semua stakeholder tersebut dalam pelaksanaannya dapat mensukseskan program yang telah disepakati.
4. RPJMD Kabupaten Bandung merupakan dasar evaluasi dalam laporan pelaksanaan atas kinerja lima tahunan dan tahunan. RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2005 2010 merupakan indikator dalam proses evaluasi laporan pelaksanaan atas kinerja lima tahunan dan tahunan, sehingga dapat meminimalisir pelaksanaan kegiatan yang menyimpang dari visi dan misi tahun 2010.
VIII - 2