DBD Teori

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu melalui perilaku tertutup. Newcomb, salah seorang ahli psikologi mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap juga dapat dikatakan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan diri kepada sesuatu atau menyebabkan kita menolaknya. Sikap berfungsi menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, mengatur tingkah laku seseorang, mengatur perlakuan dan pernyataan kepribadian seseorang (Notoatmodjo 2007). Menurut Thurstone 1928 dan Likert 1932 (dalam Azwar 2011) sikap adalah suatu bentuk evaluasi, reaksi perasaan yang mendukung,

memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Sedangkan Menurut Secord & Backman 1964 (dalam Azwar 2011) sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu (Ramdhani, 2008). Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis/tidak statis (Widayatun, 2009). Diagram di bawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut.

Stimulus rangsangan

Proses stimulus

Reaksi tingkah laku (terbuka)

Sikap (tertutup)

Gambar 2.1 Proses terbentuknya sikap dan reaksi Sumber : Notoadmojo,(2007)

2.1.2 Komponen Pokok Sikap Menurut Allport 1954 (dalam Notoadmojo, 2007), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan

sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio. Azwar (2011) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu: 1. Komponen kognitif Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi

kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

2. Komponen afektif Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. 3. Komponen perilaku Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Afek Respon syaraf simpatik Pernyataan lisan tentang afek Stimuli (individu, situasi, isyu sosial, kelompok sosial, dan objek sikap lainnya). Sikap kognisi Respon perseptual Pernyataan lisan tentang keyakinan Perilaku Tindakan yang tampak Pernyataan lisan mengenai perilaku

Gambar 2.2 konsepsi Skematik Rosenberg & Hovland mengenai sikap (diadaptasi dari Fishbein & Ajzen, 1975 h. 340) Sumber : (Azwar, 2011).

10

2.1.3 Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (2007), tingkatan sikap terbagi menjadi 4 bagian utama, diantaranya adalah : 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau menerima dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap orang terhadap intervensi keperawatan dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramahceramah tentang intervensi keperawatan atau dengan kata lain orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko (Notoatmodjo, 2007).

11

2.1.4 Struktur dan Pembentukan Sikap Menurut Azwar (2011), sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (afektif), dan komponen konatif (conative). 1. Komponen Kognitif Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Mann 1969 (dalam Azwar 2011) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi,

kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat, kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu obyek. kepercayaan dapat terus berkembang. Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan. Pengalaman pribadi yang digeneralisasikan ini lalu terbentuk stereotype. Sikap yang didasari pola stereotype sangat sulit menerima perubahan. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat. Kadang-kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi

12

2. Komponen Afektif Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai suatu yang benar dan berlaku bagi obyek yang termaksud. 3. Komponen Konatif/perilaku Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan perilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap obyek. Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami Oleh individu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik. yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapi.

13

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Azwar (2011), menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi

pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,

kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. 1. Pengalaman pribadi Middlebrook (dalam Azwar, 2011) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, isteri atau suami, dan lain-lain.

14

3. Pengaruh Kebudayaan Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat

(reinforcement) yang kita alami (Hergenhan 1982 dalam Azwar, 2011). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah. 4. Media Massa Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep

15

moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap. 6. Faktor Emosional Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. Menurut Bimo Walgito 2001 (dalam Sunaryo, 2004) pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu : 1. Faktor internal Faktor ini berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini individu menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak.

16

2. Faktor eksternal Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung, misalnya individu dengan individu, individu dengan kelompok. Dapat juga bersifat tak langsung, yaitu melalui perantara, seperti : alat komunikasi dan media masa baik elektronik maupun nonelektronik. 2.1.6 Ciri-ciri Sikap Ciri-ciri sikap sebagaimana dikemukakan oleh para ahli, seperti Gerungan (1996), Abu Ahmadi (1999), Sarlito Wirawan Sarwono (2000). Bimo Walgito (2001) dalam Sunaryo (2004) pada intinya sama yaitu: 1. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnabilitiy) dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam berhubungan dengan objek. 2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap. 4. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan atau banyak objek. 5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

17

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan dengan pengetahuan. 2.1.7 Pembagian Sikap secara garis besar, sikap dapat dibedakan menjadi 2: 1. Sikap positif Sikap yang menunjukkan atau mempertahankan, menerima,

mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berbeda. 2. Sikap negatif Sikap yang menunjukkan, memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. (Niven, 2002 dalam Putra, 2009). 2.1.8 Pengukuran Sikap Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Oleh karena itu, masalah pengukuran sikap akan mendapat perhatian khusus dalam pembahasan kita. Beberapa karakteriktik dan dimensi sikap yaitu : 1. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang

18

yang setuju, mendukung atau memihak terhadap sustu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif. 2. Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. 3. Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. 4. Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif panjang. 5. Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitasnya, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Berikut adalah uraian mengenai beberapa diantara banyak metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan orang yaitu observasi perilaku, penanyaan langsung, pengungkapan langsung. Sax , 1980 (dalam Azwar, 2011).

19

2.1.9 Tipe Skala pengukuran sikap Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2010). Berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi, pendidikan dan sosial antara lain adalah : 1. Skala Likert Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: a. b. c. Sangat setuju Setuju Ragu-ragu a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang

20

d. e.

Tidak setuju Sangat tidak setuju

d. Tidak pernah

a. b. c. d.

Sangat posotif Positif Negatif Sangat negatif

a. Sangat baik b. Baik c. Tidak baik d. Sangat tidak baik

Tingkatan sikap dinilai dari hasil jawaban kuesioner dengan model skala likert yang dikategorikan menjadi sikap positif dan negatif. Agar perbandingan itu mempunyai arti haruslah dinyatakan dalam satuan deviasi standar kelompok itu sendiri yang berarti harus merubah skor individual menjadi skor standar. Salah satu skor standar yang biasanya digunakan dalam skala model likert adalh skor T, yaitu T = 50 + 10 { Keterangan: X : skor responden pada skala sikap yang hendak dirubah menjadi skor T = Mean skor kelompok s = deviasi standar kelompok

Untuk mengetahui sikap relatif lebih positif bila nilai T > mean T sedangakan pada sikap relatif negatif bila T mean T, yaitu sikap positif jika T skor > 50, sikap negatif jika T skor 50 (Azwar 2011). Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya : 1. Sangat Setuju/selalu/sangat positif diberi skor = 5

21

2. 3. 4. 5.

Setuju/sering/postif diberi skor Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor

= =

4 3

Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor = 2 Sangat tidak setuju/tidakpernah/diberi skor = 1

2. Skala Guttman Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapatkan jawaban yang tegas. diantaranya : ya dan tidak; benar-salah, dan lainlain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Jadi, kalau pada Skala Likert terdapat 1,2,3,4,5 interval, dari kata sangat setuju sampai sangat tidak setuju, maka pada Skala Guttman hanya ada dua interval yaitu setuju atau tidak setuju. Penelitian menggunakan Skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. 3. Semantic Differential Skala pengukuran yang berbentuk Semantic Differensial dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinu yang jawaban sangat positifnya terletak di bagian kanan garis, dan jawaban sangat negatif terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.

22

4. Rating Scale Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan Rating Scale, data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. 2.2 Konsep Dasar Keluarga 2.2.1 Definisi Keluarga Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) yang di kutip oleh Ali, Zaidin (2009), mengatakan bahwa keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdari atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya (1989) dalam Efendi, Nasrul (1998) mengatakan keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. 2.2.2 Struktur Keluarga Efendi, Nasrul (1998) Struktur keluarga terdiri dari bermacam macam, diantaranya adalah:

23

1. Patrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan ini disusun melalui jalur garis ayah. 2. Matrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. 3. Matrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. 4. Patrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami. 5. Keluarga kawinan : adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri. 2.2.3 Ciri Ciri Struktur Keluarga Menurut Anderson Carter dalam Efendi, Nasrul (1998) sebagai berikut: 1. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga. 2. Ada keterbatasan :setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing masing. 3. Ada perbedaan dan kekhususan: Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing masing

24

2.2.4 Tipe Keluarga Menurut Friedman dalam Ali, Zaidin (2009) membagi tipe keluarga sebagai berikut 1. Keluarga Inti (Nuclear family). Terdiri dari orang tua dan anak yang masih menjadi tanggungannya dan tinggal dalam satu rumah, terpisah dari sanak keluarga lainnya. 2. Keluarga Besar (Extended family). Satu keluarga yang terdiri dari satu atau dua keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah dan saling menunjang satu sama lain 3. Single perent family. Satu keluarga yang dikepalai oleh satu kepala dan hidup bersama anak-anak yang masih bergantung kepadanya. 4. Nuclear dyed. Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak, tinggal dalam satu rumah yang sama. 5. Blended family. Suatu keluarga yang terbentuk dari perkawinan pasangan, yang masing masing pernah menikah dan membawa anak hasil perkawinan terdahulu. 6. Three generation family. Keluarga yang terdiri dari tiga generasi, yaitu kakek, nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah. 7. Single adult living alone. Bentuk keluarga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa yang hidup dalam rumahnya. 8. Middel age atau elderly couple. Keluarga yang terdiri dari sapasang suami istri paruh baya. 2.2.5 Pemegang Kekuasan dalam Keluarga

25

Pemegang Kekuasan dalam Keluarga menurut Nasrul.(1998) adalah:

Effendi,

1. Patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dipihak ayah. 2. Matriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dipihak ibu. 3. Equalitarian, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu. 2.2.6 Peranan Keluarga, Effendi, Nasrul (1998): Peranan keluarga mengambarkan seperangkat prilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga adalah sebagai berikut: a. Peranan Ayah: Ayah sebagai suami dari istri dan anak anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. b. Peranan Ibu : sebagai istri dan ibu dari anak anaknya, ibu

mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak anaknya, pelindung dan sebagai

26

salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluargannya. c. Peranan Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental sosial dan spiritual. 2.2.7 Fungsi Keluarga, (Efendi, Nasrul: 1998): Ada beberapa fungsi yang dapat di jalankan keluarga sebagai berikut: 1. Fungsi Biologis a. b. c. d. Untuk meneruskan keturunan. Memelihara dan membesarkan anak. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Memelihara dan merawat anggota keluarga.

2. Fungsi Psikologis a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman. b. Memberikan perhataian diantara anggota keluarga. c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. d. Memberikan identitas keluarga. 3. Fungsi Sosialisasi a. Membina sosialisasi pada anak b. Membentuk norma norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak. c. Meneruskan nilai nilai budaya keluarga. 4. Fungsi Ekonomi

27

a. Mencari sumber-sumber penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya. 5. Fungsi Pendidikan a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,

keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilkinya. b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa. c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat tingkat perkembangannya.

2.2.8 Tugas-tugas Keluarga, Effendi, Nasrul (1998): 1. pemeliharan fisik keluarga dan para anggotanya. 2. pemeliharaan sumber sumber daya yang ada dalam kelurga. 3. Pembagaian tugas masing masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing masing. 4. Sosialisasi antar anggota keluarga. 5. Pengaturan jumlah anggota keluarga. 6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

28

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas. 8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

2.4 Konsep DHF 2.4.1 Definisi DHF Dengue haemorrhagic fever atau sering disebut demam berdarah dengue adalah penyakit yang ditemukan didaerah tropis, penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus

flavivirus, famili flaviviridae. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes ini hidup dan berkembang biak pada tempat tempat penampungan air bersih yang tidak berhubungan langsung dengan tanah seperti: bak mandi / Wc, minuman burung, air tempayan/gentong, kaleng dan ban bekas, dll. Perkembangan hidup nyamuk ini dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya, nyamuk jantan hidup dari sari bunga tumbuh tumbuhan. Kemampuan terbang berkisar antara 40 100 meter dari tempat berkembang biaknya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda benda yang tergantung yang ada didalam rumah, seperti gordyn, kelambu, baju/ pakaian dikamar yang gelap dan lembab (Addin, A 2009)

29

Demam dengue (dengue fever selanjutnya disingkat DD) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan remaja atau orang dewasa dengan tanda tanda klinis berupa demam, nyeri otot dan/ nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/ tanpa ruam, dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringan, dan petekie spontan. Demam berdarah dengue (atau dengue haemorragic fever selanjutnya disingkat DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome, selanjutnya disingkat DSS) ialah penyakit DBD yang disertai renjatan.(Mansjoer, Arif: 2008) 2.4.2 Etiologi Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal genus flavivirus, famili flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Infeksi dengan salah satu serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain, seseorang yang tinggal didaerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di indonesia. Di indonesia, pengamatan virus dengue yang yang dilakukan sejak tahun 1975 dibeberapa rumah sakit menunjukan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi

30

sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat (Soedarmo, 2008). 2.4.3 Patofisiologi Patofisologi DBD ditandai oleh perembesan plasma dan hemostatis yang abnormal. Perembesan plasma tampak dari peningkatan hematokrit yang berlangsung secara cepat, efusi pleura, asites hiponatremia dan penurunan volume plasma. Kehilangan plasma secara signifikan pada gilirannya dapat bermuara pada syok hipovolemik dan kematian. Gangguan hemostatis melibatkan perubahan vaskuler, torniquet test yang positif dan mudah mengalami memar, serta trombositopenia dan koagulopati. (Djunaedi, D: 2005) 2.4.4 Manifestasi klinis, Soedarmo (2008 a.Demam dengue (dengue fever) Masa tunas berkisar 3-5 hari(pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia,rasa

menggigil dan malaise. Dijumpai trias sindrom yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung sampai 3-4 hari ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdoment, menyebar keanggota gerak dan muka.

31

b. Demam berdarah dengue Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran (circulatory failure). Fenomena patifisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Perbedaan gejala antara DBD dengan DD tertera pada tabel dibawah ini. c. Sindrom dengue syok Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba tiba memburuk hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis peningkatan reaksi imunologis (the imunological enhancement hypotesis). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lambut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam face syok. Pasien sering mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok (Soedarmo: 2008).

32

Tabel 2.4: Perbedaan Gejala Klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (Soedarmo, 2008).

Demam Dengue

Gejala Klinis

Demam Dengue

Berdarah

++ Nyeri Kepala + +++ Muntah ++ + Mual + ++ Nyeri Otot + ++ Ruam Kulit + ++ Diare + + Batuk + + Pilek + ++ Limfadenopati + + Kejang + 0 Kesadaran Menurun ++ 0 Obstipasi + + Uji Tourniquit Positif ++ ++++ Petekie +++ 0 Perdarahan Saluran Cerna + ++ Hepatomegali +++ + Nyeri Perut +++ ++ Trombositopenia ++++ 0 Syok +++ Keterangan : (+): 25% (++): 50% (+++): 75% (++++): 100% Patokan diagnosis DBD (WHO, 1997 dalam soedarmo: 2008) berdasarkan gejala klinis: 1. Manifestasi perdarahan, minimal uji torniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan lain (petekie, purpura, ekimosis,epistaksis, perdarahan gusi,) hematemesis dan atau melena 2. Pembesaran hati 3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun ( 20 mmHg) tekanan darah menurun (tekanan sistolik 80 mmHg) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama

33

pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis disekitar mulut. Who (1975) dalam soedarmo (2008) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat yaitu: Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya

manifestasi Perdarahan adalah uji torniquet positif Derajat II : derajat satu I disertai perdarahan spontan dikulit

dan atau perdarahan lain. Derajat III : Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi

cepat dan lembut tekanan nadi menurun ( 20 mmHg) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis disekitar mulut. Derajat IV diukur. 2.4.5 Pemeriksaan Penunjang 1. Darah. pada demam dengue leukopenia pada hari ke-2 atau hari ke-3 Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan masih normal, masa perdarahan biasanya memanjang, dapat ditemukan penurunan faktor II,V,VII,IX dan XII. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatrimia, hipokloremia, : Nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat

SGOT, serum glutamik piruvat transaminase (SGPT), ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse alkali menurun. 2. Air seni. mungkin ditemukan albuminuria ringan.

34

3.

Sumsum tulang. Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke -10 sudah kembali normal untuk semua sistem

4.

Uji serologi a. Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum diambil pada masa akut dan konvalesen, yaitu uji pengikatan komplemen (PK), uji netralisasi (NT), dan uji dengue blot. Pada uji ini di cari kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. b. Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas anti bodinya, uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi dari kelas IgM. Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue

5. Isolasi virus, yang diperiksa adalah darah pasien dan jaringan (Mansjoer, Arif, 2008). 2.4.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan DD atau DBD tanpa penyulit adalah 1. Tirah baring 2. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5 2 liter dalam 24 jam (susu,air dengan gula, atau sirop) atau air tawar di tambah garam. 3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hipepireksia dapat diberi kompres antipiretik golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron dan jangan diberi asetosal karena bahaya perdarahan. 4. Antibiotik diberi bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi skunder. Pada pasien dengan tanda renjatan adalah:

35

1. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12 48 jam setelah renjatan diatasi. 2. Observasi keadaan umum, nadi tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam. Pada pasien DSS diberi cairan intravena yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma expander atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15 -29 ml/kg berat badan dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah rejatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi tranfusi darah (Mansjoer, Arif: 2008). 2.5 Pencegahan dan Pemberantasan Pencegahan dan Pemberantasan DHF seperti juga penyakit menular lainnya yaitu didasarkan atas pemutusan rantai penularan. Dalam hal DHF, komponen penularan terdiri dari virus Ae., Aegypti dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka pemberantasan ditujukan kapada manusia dan terutama pada vektornya. Pemberantasan Vektor pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar yamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang. Hal ini dapat dilakukan dengan: 1. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali, ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.2.

36

2.

Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.

3. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali. 4. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk seperti sampah kaleng, botol pecah, dan ember plastik 5. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah. 6. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun. 7. Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang dan ikan nila pada kolam atau bak mandi (Agung, 2009). Pada intinya Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut: 1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF. 2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.

37

3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu disekolah dan rumah sakit termasuk pula daerah penyangga disekitarnya. 4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi. Seperti yang telah diterangkan, pemberantasaan DHF didasarakan atas pemutusan rantai penularan yang dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: 1. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan Ae aegypti yang dapat dilakukan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah, cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan adalah : a. Menggunakan mosquito repllent dan insektisida dalam bentuk semprotan. b. Menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit. c. Memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak. d. Penderita DHF yang dirawat dirumah sakit diberikan tempat tidur dengan kelambu. 2. Pemberantasan vektor jangka panjang. Cara yang dilakukan harus terus menerus untuk meniadakan Ae.aegypti adalah dengan prinsip 3M (menutup, menguras dam mengubur), pembasmian sarang nyamuk dengan jalan membuang secara baik kaleng, botol ban dan semua yang mungkin dapat menjadi tempat nyamuk bersarang. Vas bunga satu minggu sekali ditukar airnya. Dinding bagian dalam bak

38

mandi dan tempat penyimpanan air lain digosok secara teratur pada saat permukaan air rendah untuk menyingkirkan telur nyamuk. Sebelum mengisi kembali, tempat penyimpanan air sebaiknya dikosongkan terlebih dahulu untuk menyingkirkan larva. Dan akhirnya penyuluhan kesehatan masyrakat. 3. Pemberantasan vektor dapat dibantu dengan menggunakan bahan kimia. Untuk menghemat biaya, usaha menggunkan bahan kimia seyogyanya dilaksanakan beberapa saat sebelum mulainya masa penularan yang diperkirakan saat yang cocok untuk keadaan di Indonesia ialah pada permualaan musim hujan atau segera sebelum mulainya musim hujan dengan memberikan prioritas utama pada daerah denagan kapadatan vektor tertinggi disertai riwayat adanya wabah DHF pada masa-masa yang lampau. Beberapa cara yang dapat dipakai ialah seperti dibawah ini: a. Membunuh larva dengan butir butir abate SG 1% pada tempat penyimpanan air dengan dosis 1 ppm (part per-milion), yaitu 10 gram untuk 100 liter air. Cara ini sebaiknya diulangi dalam jangka waktu 2 3 bulan. b. Melakukan foging dengan melation atau fenitrotion dalam dosis 438 gram/ ha; dilakukan dalam rumah dan disekitar rumah dengan menggunakan larutan 4% dalam solar atau minyak tanah.

39

Dengan adanya wabah usaha pemberantasan vektor jangka panjang perlu ditingkatkan sedangkan foging dilaksanakan sekurang kurangnya 2 kali dengan jarak antara 10 hari di rumah penderita dan 100 meter sekelilingnya, rumah sakit tempat penderita dirawat dan sekitarnya, sekolah penderita dan sekitarnya Latif, Abdul dkk (2005).

40

3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan suatu keterkaitan antar variabel (Nursalam, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengalaman pribadi Pengaruh orang lain dianggap penting Pengaruh Kebudayaan Media Massa Lembaga Pendidikan Lembaga Agama Faktor Emosional Sikap Keluarga dalam pencegahan DHF Komponen sikap 1. Afektif 2. Kognitif 3. Prilaku

yang

dan

BAIK

BURUK

Keterangan: : tidak diteliti : diteliti

Gambar 2.4: Kerangka Konsep Sikap Keluarga dalam pencegahan DHF di Dusun Tanggungan Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.

Anda mungkin juga menyukai