Artikel1 PDF
Artikel1 PDF
Artikel1 PDF
EDITOR
Ibnu Maryanto Hari Sutrisno
Ekologi Ternate/Ibnu Maryanto dan Hari Sutrisno (Editor). Jakarta: LIPI Press, 2011. xiii + 371 hlm.; 14,8 x 21 cm ISBN 978-979-799-609-3 1. Ekologi
2. Ternate
577
*Pusat Penelitian Biologi-LIPI Gedung Widyasatwaloka, Cibinong Science Center Jln. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 169111 Telp.: 021-8765056, 8765057
ii
DAFTAR ISI
Ucapan Terimakasih Kata Sambutan Kata Pengantar DAFTAR ISI GEOLOGI DAN IKLIM Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara: Dinamika Erupsi dan Potensi Ancaman Bahayanya Indyo Pratomo, Cecep Sulaeman, Estu Kriswati & Yasa Suparman Karakteristik Erupsi G Kie Besi dan Potensi Ancaman Bencananya Terhadap Lingkungan Kota Ternate: (Representasi dari karakter gunungapi aktif di Busur Gunungapi Halmahera) Estu Kriswati & Indyo Pratomo Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut-Atmosfer Periode Januari - Agustus 2010 di Provinsi Maluku Utara Dodo Gunawan FAUNA Kelimpahan dan Keragaman Kelelawar (Chiroptera) dan Mamalia Kecil di Pulau Ternate Sigit Wiantoro & Anang S Achmadi Keanekaragaman Mamalia Kecil di Pulau Moti Anang Setiawan Achmadi & Sigit Wiantoro Kajian Ekologi Burung di Hutan Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara Wahyu Widodo Komunitas Burung Pulau Moti Ternate Maluku Utara Eko Sulistyadi Keanekaragaman Herpetofauna di Pulau Ternate dan Moti, Maluku Utara Mumpuni
iii v vii xi
15
27
43
55
69
83
105
xi
Komunitas Keong Darat di Pulau Moti, Maluku Utara Heryanto Kajian keanekaragaman Ngengat (Insekta: Lepidoptera) di Gunung Gamalama, Ternate Hari Sutrisno Tinjauan Keanekaragaman dan Sebaran Kupu Ternate Djunijanti Peggie Efektifitas Trap Warna Terhadap Keberadaan Serangga Pada Pertanaman Budidaya Cabai di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan P Ternate Ternate Abdu Masud Eksplorasi Keragaman Serangga Coleoptera dan Lepidoptera di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Warsito Tantowijoyo & Giyanto FLORA Analisis Tutupan Lahan Kawasan Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Hetty IP Utaminingrum & Roemantyo Hutan mangrove di Pulau Moti Suhardjono & Ujang Hapid Keanekaragaman Anggrek di G Gamalama, Ternate Izu Andry Fijridiyanto & Sri Hartini Vegetasi Hutan Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Edi Mirmanto Keanekaragaman Jenis Pohon di Hutan Sekunder Pulau Moti, TernateMaluku Utara Razali Yusuf Keanekaragaman Tumbuhan Berkhasiat Obat di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Siti Sunarti Eksplorasi Tumbuhan di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Deden Girmansyah & Siti Sunarti
xii
121
133
145
159
167
187
199
219
227
237
251
267
MIKROBIOLOGI Drug Discovery Antibiotik Berbasis Biodiversitas Aktinomisetes Lokal Asal Ternate Arif Nurkanto Isolasi dan Identifikasi Kapang-Kapang Kontaminan Dari Biji Kenari Kering (Canarium ovatum) Nurhasanah &Sundari Mikroba Laut Penghidrolisis Senyawa Nitril di Sekitar Pulau Moti, Ternate Nunik Sulistinah & Rini Riffiani Isolasi dan Penapisan Bakteri Pendegradasi Dibenzothiophene, Phenanthrene dan Fluoranthene Asal Perairan Laut Sekitar Pulau MotiTernate Rini Riffiani & Nunik Sulistinah Penapisan dan Isolasi Bacillus Penghasil Amilase Dari Limbah Sagu (Metroxylon sagu Rottb) Deasy Liestianty1, Nurhasanah2 SOSIAL BUDAYA Membangun Ternate Bermodal Kekayaan Sosio-Historis Dhurorudin Mashad Analisis Struktural Terhadap Mitos Tujuh Putri Pada Kebudayaan Ternate, Maluku Utara Safrudin Amin 329
283
295
301
309
317
343
xiii
Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara: Dinamika Erupsi dan Potensi Ancaman Bahayanya
Indyo Pratomo*, Cecep Sulaeman **, Estu Kriswati** & Yasa Suparman **
* Pusat Survey Geologi, Badan Geologi, Dept. ESDM ** Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Dept. ESDM ABSTRACT Gamalama volcano (+ 1715 m) is an active volcano type A (recorded frequently erupted since 1600), located on the volcanic island of Ternate, North Maluku. In the history this volcano had recorded at least more than 60 eruptions. An active crater of Gamalama volcano develops in a depression zone (graben) with eruption points (craters) displacement pattern directed relatively northwest-southeast. Gamalama volcanic activities generally strongly related to local tectonic, as happened during the 2003 eruption. Keywords: G. Gamalama, tectonics and the dynamics of eruption
PENDAHULUAN G. Gamalama (+ 1715 m) terletak pada 01 o 48 LS dan 127o 19,5 BT, adalah sebuah gunungapi strato tipe A (pernah terjadi beberapa kali letusan sejak tahun 1600), berbentuk kerucut hampir sempurna. Gunungapi aktif ini berada 1690 m di atas kota Ternate mulai dari bibir pantai P. Ternate (Gambar 1). Sejarah kegiatan gunungapi Gamalama mencatat lebih dari 60 kali erupsi yang menghasilkan leleran lava dan piroklastika tetapi tidak semua produk erupsinya dapat terpetakan dengan baik. Sampai dengan tahun 1770 masa istirahatnya rata-rata lebih dari 10 tahun, tetapi sejak tahun 1771 sampai dengan tahun 1994 masa istirahatnya menjadi lebih singkat, yaitu antara 12 tahun. Letusan Gunung Gamalama pada umumnya berlangsung di kawah utama (sejak tahun 1538) dan hampir selalu
bersifat letusan magmatik dengan atau tanpa leleran lava. Awan panas letusan (aliran piroklastika) teramati pada letusan tahun 1988, 1991, 1993 dan 2003. Gogarten (1918) dan Kemmerling (1920), melaporkan terjadinya erupsi besar dari kawah G. Gamalama pada Februari 1840 yang memicu terjadinya lahar yang mengalir ke lereng timur hingga mencapai pantai antara Toeloko dan Batoe Angoes. Verbeek (1909) dan Verstappen (1964) melaporkan bahwa terdapat endapan lahar yang menutupi daerah yang sama pada tahun 1897. Kedua kejadian tersebut menghasilkan endapan lahar di tempat yang sama, dan dinyatakan dalam satuan yang sama yaitu satuan endapan lahar muda (Gm lm), tetapi terjadi dalam waktu yang berbeda, yaitu pada tahun 1840 dan 1897. Bronto dkk. (1982) melakukan pemetaan geologi Lembar Ternate, dengan sekala 1 : 100.000 1
Pratomo dkk.
Geo-Volkanologi G. Gamalama Evolusi G. Gamalama -G. Gamalama Tua ( Gt ), sisa tubuhnya menempati bagian tenggara dari selatan pulau Ternate, dengan puncak puncaknya Bukit Melayu (G. Kekau) memanjang dari timurlaut ke baratdaya. G. Gamalama Tua mempunyai relief topografi yang relative kasar (lereng yang curam dan lembah dalam) sebagai hasil proses erosi. Pada lereng selatan tubuh gunungapi tua ini terdapat bekas kawah maar Laguna, yang terbentuk oleh erupsi freatik pada akhir pra-sejarah. Diperkirakan kawah maar ini berhubungan dengan sistem magmatik dari pusat erupsi gunungapi Gamalama Muda - G. Gamalama Dewasa ( Gd ) menempati bagian barat pulau Ternate, mempunyai morfologi lereng yang curam (lebih halus dari Gamalam Tua), berbentuk bulan sabit terbuka ke arah timur, dengan puncaknya Bukit Keramat atau Bukit Mediena. -G. Gamalama Muda (Gm) terletak pada 01 o 48 LS dan 127o 19,5 BT, menempati bagian utara P.Ternate, dengan puncak tertingginya bernama G. Arfat atau Piek van Ternate (+1715 m). Tubuh gunungapi ini memiliki lereng curam, karena belum mengalami erosi lanjut, dan proses sedimentasi dari produk kegiatan kerucut aktif gunungapi muda ini masih berlangsung. Bentang alam gunungapi muda ini umumnya dibentuk oleh leleran lava yang berasal dari kawah aktif G. Gamalama Muda, yang berdiameter kurang-lebih 200 m. Di dalam kawah aktif ini banyak terdapat solfatara bersuhu tinggi ( > 100 C). 2
Kawah maar di pulau Tenate, mula jadi, sebaran dan karakteristiknya Pola sebaran kawah maar di daerah ini dan kawah aktif G. Gamalama, memperlihatkan kelurusan (lineament) dengan arah N 15 E memotong G. Gamalama. Kelurusan ini sejajar dengan rangkaian Kepulauan Halmahera, yaitu meliputi P. Ternate, P. Hiri dan P. Tidore. -Tolire Jaha, terletak pada lereng baratlaut G. Gamalam Muda, berukuran 500 x 700 m2, dengan kedalaman 80 m. -Tolire Kecil, terletak kurang lebih 250 m di sebelah utara Tolire Jaha, berukuran 150 x 300 m2, dengan kedalaman antara 5 10 m. Kedua kawah maar ini berisi air tawar, dengan tinggi permukaan air hampir sama dengan muka air laut, dan berair sepanjang tahun (Bronto dkk. 1982). Kondisi fisik bawah permukaan di kawasan puncak G. Gamalama Kondisi bawah permukaan serta penyebaran daerah-daerah lemah (tidak stabil) sebagai akibat kegiatan tektonik dan vulkanik di kawasan puncak Gunung Gamalama dapat berpengaruh terhadap perubahan karakter ancaman bahaya letusannya. Kawah Aktif dan Perpindahan Ttitik Erupsi Dalam sejarah kegiatan gunungapi Gamalama, tercatat lebih dari 60 kali erupsi yang menghasilkan leleran lava dan piroklastika yang dilaporkan dalam pustaka, tetapi tidak semua produk erupsinya dapat dipetakan dengan baik. Hingga tahun 1770 interval letusannya selalu panjang, rata-rata lebih dari
Gambar 1. Panorama G. Gamalama (+ 1715 m), dengan latar depan kota Ternate yang terletak di pantai pulau Ternate, Maluku Utara.
Gambar 2. Kawah aktif G. Gamalama (kawah Arfat), memperlihatkan sebaran solfatara dan fumarola bersuhu tinggi (sekitar 100o C)
10 tahun, tetapi sejak tahun 1771 sampai dengan tahun 1994 interval letusannya selalu pendek, dengan masa istirahat antara 12 tahun. Letusan Gunung Gamalama pada umumnya berlangsung di Kawah Utama dan hampir selalu magmatik, kecuali letusan yang terjadi dalam tahun 1907 terjadi di lereng timur (letusan samping) dan menghasilkan leleran lava Batu Angus hingga ke pantai. Letusan 1980 menghasilkan kawah baru, lokasinya sekitar 175 m dari kawah utama
ke arah timur laut. Secara umum terdapat kecenderungan adanya perpindahan titik letusan ke arah utara dari Kawah Utama, dengan orientasi baratlaut tenggara. Hasil analisa kualitatif terhadap Anomali Magnetik Residual Gunung Gamalama (Gambar 3) menunjukkan terdapatnya kelurusan-kelurusan struktur pada tubuh G. Gamalama yang merupakan sumber anomali yang dangkal. Oleh karenanya aktifitas Gunung Gamalama sangat dipengaruhi oleh aktifitas tektonik setempat. 3
Pratomo dkk.
Kawah aktif G. Gamalama tumbuh dalam suatu zona graben dengan arah relatif baratlaut-tenggara. Keberadaan Maar Tolire Besar dan Tolire Kecil yang merupakan danau yang terbentuk sebagai hasil dari erupsi samping, dikontrol oleh suatu kelurusan struktur yang memotong puncak G. Gamalama dengan arah relatif baratlaut-tenggara. Beberapa kejadian penting dalam sejarah erupsi G. Gamalama - Leleran lava 1737 dan 1763 Leleran lava tertua yang tercatat adalah aliran lava pada tahun 1737 ke arah timurlaut P. Ternate, mencapai pantai antara Kulaba dan Batuangus (Bronto dkk. 1982). Pada tahun 1763 dilaporkan telah terjadi erupsi besar yang
0.86
menghasilkan leleran lava ke arah utarabaratlaut (Gogarten 1918). -Maar 1775 dan lenyapnya Desa Soela Takomi Terjadi erupsi maar pada 5-7 September 1775, pada lokasi di sekitar Desa Soela Takomi, atau 1,5 km di sebelah baratdaya Desa Tokome. Erupsi ini didahului oleh beberapa kali gempa besar (dapat dirasakan oleh manusia) sampai dengan tanggal 5 September 1775, kemudian terjadi letusan uap (freatik) hingga beberapa jam sebelum fajar, disertai dengan suara gemuruh dan sinar terang hingga pagi hari tanggal 7 September 1775, setelah kejadian ini desa Soela Takomi tidak terlihat lagi bersama 141 orang penduduknya. Sebuah kawah besar yang berisi air terbentuk seperti
SULAMADAHA
2000 1500
SANGO
0.85
1000 500
0.84
0.83
TOLIRE BESAR
0 -500 -1000
LOTTO
0.82
0.81
PUNCAK G. GAMALAMA
BUKU BENDERA
-1500 -2000
0.8
-2500
PGA GAMALAMA
-3000
0.79
0
127.3
0.01
127.31
0.02
127.32
0.03
127.33
0.04
127.34 127.35 127.36 127.37 127.38 127.39
Gambar 3. Peta Anomali Magnetik Residual setelah dikontinuasi ke bidang datar pada 850 m di atas permukaan air laut (Suparman, 2008), menunjukkan bahwa terdapat kontras nilai magnetik yang cukup besar di bagian timur tenggara.
yang terlihat sekarang ini, disebabkan oleh proses erupsi freato-magmatik yang terjadi akibat interaksi antara intrusi magma dengan air tanah yang terjadi tepat di bawah permukaan Desa Soela Takomi (Bronto dkk. 1982). Keberadaan kawah-kawah maar Tolire Jaha dan Tolire kecil dicirikan oleh terdapatnya endapan endapan letusan freatik berupa breksi letusan dan endapan tumpuan dasar. -Endapan lahar 1840 dan 1897 Erupsi besar dari kawah G. Gamalama pada Februari 1840 memicu terjadinya lahar yang mengalir ke lereng timur, mencapai pantai antara Toeloko
dan Batoe Angoes (Gogarten 1918; Kemmerling 1920). Verbeek (1909) dan Verstappen (1964) melaporkan bahwa terdapat endapan lahar yang menutupi daerah yang sama pada tahun 1897. Kedua kejadian tersebut menghasilkan endapan lahar di tempat yang sama, dan dinyatakan dalam satuan yang sama yaitu satuan endapan lahar muda (Gm lm), tetapi terjadi dalam waktu yang berbeda, yaitu pada tahun 1840 dan 1897 (Bronto 1982). -Aliran lava dan lahar 1907 Erupsi yang terjadi pada tanggal 1720 Nopember 1907 menghasilkan leleran lava yang mencapai lereng G. Gamalama
Gambar 4. Peta topografi kawasan puncak G. Gamalama, dengan kawah aktif G. Arfat,, memperlihatkan sebaran solfatara dan fumarola (Kusumadinata 1979)
Pratomo dkk.
Gambar 5. Puncak G. Gamalama, terdiri dari timbunan rempah volkanik (piroklastik) hasil erupsi dari kawah aktif G. Arfat.
di atas Batangus, seperti dilaporkan oleh kapten kapal H.M. Edi, yang melihat aliran lava yang mencapai laut di lereng barat P. Ternate pada waktu yang sama (Gogarten 1918; Kemmerling 1920). Bronto dkk. (1982) menyatakan bahwa tidak dijumpai leleran lava yang terjadi pada masa sejarah, tetapi hanya endapan lahar muda dan masih lepas dan memang mencapai pantai barat, sehingga aliran lahar inilah yang dilaporkan oleh kapten kapal H.M. Edi sebagai aliran lava. -Erupsi 2003 Erupsi terjadi pada tanggal 31 Juli 2003. Pemantauan kegiatan gunungapi Gamalama dilakukan secara kontinu, dengan perangkat pemantau gempa (seismometer) dari Pos Pengamatan G. Gamalama di Ternate. Salah satu karakter dari G. Gamalama setiap kejadian letusannya selalu diawali oleh tanda-tanda atau gejala awal yang jelas, sehingga dapat dipantau proses dan perkembangannya, dan dapat memberikan peringatan dini kepada
masyrakat terhadap ancaman bahaya letusan gunungapi ini. Kronologi dan sebaran produk erupsi 2003 Sampai dengan 29 Juli 2003, keadaan (visual dan kegempaan) terpantau normal. Sejak 30 Juli hingga dini hari 31 Juli, terjadi peningkatan kegempaan secara mendadak, gempa volkanik meningkat tajam, tercatat 2 kali gempa volkanik A (dalam), kemudian disusul dengan munculnya gempa volkanik B (dangkal) sebanyak 16 kali, disusul denga letusan abu yang terjadi pada tanggal 31 Juli jam 07.36. Pukul 13.00 terjadi tremor, disusul kemudian oleh letusan abu dengan ketinggian mencapai 1000 m, pada pukul 14.30 WIT (Gambar 6). Letusan utama (paroksismal) terjadi pada pkl. 16.25, merupakan letusan magmatik, dengan ketinggian tiang asap letusan mencapai 2000 m, disertai oleh lontaran-lontaran material pijar dan awan panas letusan. Seluruh pulau Ternate tertutup endapan abu letusan antara 0,5 5 cm (Gambar 7).
Karakteristik Kegiatan G. Gamalama Tipe letusan G. Gamalama umumnya adalah tipe vulkano sampai stromboli, yaitu erupsi freato-magmatik sampai magmatik dengan lontaran-lontaran bom volkanik berstruktur kerak roti , terkadang diakhiri oleh adanya leleran lava. Sejak kegiatan tahun 1911 aliran lava tidak pernah terjadi lagi, tetapi awan panas letusan yang sebelumnya tidak pernah ada, teramati pada letusan 1988, 1991, dan 1993, mengalir mengikuti lembah ke arah timur. Erupsi tahun 2003 juga menghasilkan awan panas letusan. Beberapa catatan yang menunjukkan bahwa letusan G. Gamalama terjadi berkaitan dengan peningkatan aktifitas tektonik sebelumnya, seperti yang terjadi pada letusan 1980, yang didahului oleh
Gempa Tektonik Terasa beberapa hari sebelumnya. Letusan 1983 juga diawali oleh rentetan gempa tektonik, kemudian disusul oleh meningkatnya gempa-gempa vulkanik. Gempa-gempa tektonik juga berlangsung sejak Oktober 1991 mengawali proses letusan yang terjadi pada Januari 1992. Demikian juga dengan Letusan 1993 juga dipicu oleh gempa tektonik berkekuatan 5,8 pada skala Richter. Terbentuknya maar dalam tahun 1775 yang dikenal dengan nama Tolire Jaha juga didahului gempa tektonik. Pada umumnya gempabumi tektonik berkekuatan > 4 skala Richter berpeluang memicu kantong fluida menjadi aktif yang kemudian disusul oleh naiknya jumlah gempa-gempa vulkanik.
Gambar 6. Grafik jumlah gempa-gempa tektonik dan vulkanik yang mengawali proses letusan G. Gamalama pada tahun 2003, mencerminkan mikgrasi kegempaan dari kedalam menuju ke permukaan.
Pratomo dkk.
Potensi Ancaman Bencana Erupsi G. Gamanala Kegiatan gunungapi yang menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitarnya, adalah sangat tergantung daripada tipe letusan gunungapi tersebut. Kerusakan tersebut dapat diakibatkan antara lain oleh emisi gas volkanik, hempasan letusan ( explosive blasts ), longsoran tubuh gunungapi ( sector failure ), aliran piroklastika (piroclastic flows), lahar (mudflows), aliran lava, atau jatuahan piroklastik termasuk hujan abu (tephra). Besaran dan luasnya dampak erupsi ini tergantung dari karakteristik fisik dan kimiawi produk erupsi, durasi letusan, dan karakteristik lingkungan (flora-fauna) di sekitar gunungapi tersebut.
Kerusakan dan korban jiwa tercatat pernah terjadi akibat erupsi G. Gamalama antara lain adalah pada letusan tahun 1673, 1775, 1838 dan 1871. Bencana terbesar yang pernah terjadi adalah yang berkaitan dengan terbentuknya kawah maar Tolire Jaha dan Tolire Kecil pada tahun 1775, 141 jiwa terkubur bersama dengan lenyapnya desa Soela Takomi. Kawasan Rawan Bencana Letusan G. Gamalama dan implikasinya Kawasan rawan bencana gunungapi adalah kawasan yang teridentifikasi pernah terlanda atau berpotensi terancam bahaya letusan gunungapi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Gambar 7. Peta sebaran abu letusan G. Gamalam tahun 2003, dengan isopak ketebalan abu letusan (Witiri 2003), mencerminkan adanya pengaruh arah angin yang bertiup pada saat terjadi erupsi, dan sebaran endapan aliran piroklastika (warna merah) melalui lembahlembah yang berhubungan dengan kawasan puncak gunungapi ini.
Berdasarkan catatan sejarah erupsinya, letusan G. Gamalama pada umumnya bersifat magmatik, berupa semburan material pijar berukuran bongkah (bom), kerikil (lapili), pasir dan abu volkanik, baik disertai maupun tanpa leleran lava. Sepanjang catatan sejarah letusannya, letusan G. Gamalama tidak pernah disertai oleh awan panas letusan ( aliran piroklastika ), kecuali pada letusan tanggal 31 Juli 2003 (Wittiri 2003), sehingga ancaman bahaya primer letusan G. Gamalama yang akan datang mencantumkan adanya ancaman bahaya awan panas letusan. Bahaya primer dari letusan gunung api ini adalah berupa lontaran material magmatik pijar yang berukuran abu sampai bongkah, leleran lava dan awan panas letusan, sedangkan bahaya sekundernya adalah lahar hujan, yang biasanya terjadi setelah atau bersamaan dengan dengan proses letusan gunungapi ini (jika bertepatan dengan musim penghujan). Peta Kawasan Rawan Bencana G. Gamalama Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi adalah peta yang menunjukkan tingkat kerawanan bencana suatu kawasan apabila terjadi letusan gunungapi tersebut (Gambar 8). Peta ini diterbitkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bancana Geologi (Badan Geologi, Dept. ESDM), berisi penjelasan tentang definisi, pengertian, sifat-sifat teknis kegunungapian dan penerapan sosialnya, sebagai informasi dan masukan untuk menanggulangi bencana gunung api.
Di dalam peta dijelaskan tentang jenis dan sifat ancaman bahaya gunungapi, kawasan yang terancam, arah/ jalur penyelamatan diri, lokasi pengungsian dan pos penanggulangan bencana tersebut, sehingga mudah dipahami dan dipergunakan di lapangan. Kawasan Rawan Bencana Gunungapi dinyatakan dalam urutan angka (I, II, dan III), berdasarkan tingkat kerawanan yang paling rendah (I) hingga tingkat kerawanan yang tertinggi (III). Secara umum potensi kerawanan terhadap bencana letusan gunungapi dapat dibedakan berdasarkan ancaman yang ditimbulkan oleh aliran, longsoran, lontaran dan jatuhan material (piroklastika) yang berkaitan dengan kegiatan gunungapi, baik yang berkaitan dengan letusan maupun longsoran tubuh atau bagian kawah dari sebuah gunungapi. Potensi ancaman ini juga berkaitan dengan jarak dari pusat erupsi (kawah), bentang alam (morfologi) puncak, keadaan topografi (kelerengan) dan kualitas dan kuantitas produk erupsinya. Kawasan Rawan Bencana I (KRB-I) Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang terletak di sepanjang atau dekat lembah sungai yang berhulu di daerah puncak. Kawasan ini berpotensi terlanda banjir lahar, serta kemungkinan dapat pula terlanda perluasan sebaran awan panas atau leleran lava. Kawasan ini adalah rawan akan aliran lahar hujan, antara lain meliputi Kp. Dufa-dufa, Tabam, Tobu, Kulaba, Bula, Tabalolo, Takome, Loto dan Togofo. Kawasan yang juga harus waspada
Pratomo dkk.
terhadap perluasan aliran lahar adalah Taduma, Doropedu, Castela dan Toboko. Hujan abu dapat mengancam hampir seluruh kawasan di pulau ini, terutama dalam radius 3,5 km, dimana intensitasnya sangat tergantung pada kuantitas material yang dierupsikan oleh G. Gamalama, dan juga arah angin yang bertiup pada saat terjadi letusan. Kawasan Rawan Bencana II (KRBII) Kawasan ini merupakan perluasan dari KRB III, dimana kawasan ini berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran lava pijar, hujan abu lebat dan lahar. Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Kawasan yang terancam oleh bahaya aliran masa berupa awan panas, aliran lava, guguran batu pijar, hujan abu lebat dan aliran lahar, yang meliputi seluruh bagian puncak gunungapi ini, dan diperluas ke arah lereng bagian utara dan selatan, terutama bagian punggungan. Khusus untuk bahaya leleran lava dan awan panas, daerah yang terancam meliputi bagian utara (kawah terbuka ke arah utara) mulai dari Sulamandaha hingga bagian timurlaut yang berbatasan dengan Sungai Togorara. Alur sungai yang termasuk dalam kawasan ini adalah Sungai Togorara, Kolaba, Sosoma, Ruba, Kelawa, Tareba, Piatoe, Taduma dan Castela. Pemukiman yang mungkin terancam bahaya lahar antara lain adalah Kp. Tobu, Tofure, Kulaba, Bula, Tabalolo, Takome dan KpLoto. 2. Kawasan yang rawan terhadapa lontaran material letusan (batu pijar) dan 10
hujan abu lebat, meliputi bagian puncak hingga lereng gunungapi ini dalam radius 3,5 km dari pusat erupsi (kawah G. Arfat). Pemukiman yang termasuk dalam kawan ini adalah Kp. Foramajahi, Air Tege, Tongole, Buku Bandera dan Kp. Woka. Sedangkan kampung yang berbatasan dengan KRB I yang harus waspada terhadap lontaran material pijar adalah Kp. Sesa Besar, Laguna, Tobona, Sanoto Kecil, Sanoto Besar, Marikrubu dan Kp. Buku Komoro. Kawasan Rawan Bencana III (KRB III). Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang letaknya terdekat dengan pusat erupsi, karena sering terlanda awan panas, lontaran atau guguran batu pijar dan leleran lava. Kawasan ini meliputi daerah puncak, mulai dari pematang kawah tertua (G. Kekau atau Bukit Melayu) ke arah lereng utara, meliputi pematang kawa G. Mediana dan kerucut muda G. Arfat. Sebagian alur sungai utama yang termasuk dalam kawasan ini merupakan saluran material letusan yang bersifat fluida (menglir), meliputi Sungai Piatoe, Tareba, Takome, Sososma, Ruba, Kulaba dan Sungai Togorara. Daerah yang sangat rawan akan lontaran dan guguran batu pijar meliputi daerah puncak dalam radius lebih-kurang 2,5 km dari pusat eupsi (kawah G. Arfat). Di dalam kawasan ini tidak terdapat pemukiman penduduk. Mitigasi Bencana Gunungapi Upaya mitigasi bencana gunungapi dilakukan dengan memanfaatkan semua
Gambar 8. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Gamalama (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 1996), menampilkan jenis dan sifat ancaman bahaya gunungapi ini, kawasan yang terancam bahaya letusan, arah/jalur penyelamatan diri, lokasi pengungsian dan pos penanggulangan bencana.
informasi yang terdapat pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi dan melakukan penyuluhan, pelatihan dan pemantapan sistem peringatan dini, agar tujuan pengurangan resiko bencana tersebut dapat tercapai. Apabila terjadi peningkatan kegiatan G. Gamalama perlu diperhatikan informasi yang diberikan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, sambil menunggu instruksi dari Pemerintah Daerah Setempat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PEMBAHASAN Gempa tektonik dan letusan G. Gamalama Terdapat hubungan antara aktivitas tektonik (kegempaan) dengan letusan gunungapi, terutama pada beberapa gunungapi yang letaknya dekat dengan zona penunjaman. Pada beberapa kejadian, peningkatan kegiatan G. Gamalama didahului oleh terjadinya gempa tektonik yang terjadi beberapa waktu sebelumnya, seperti 11
Pratomo dkk.
yang terjadi pada tahun 1775, 1980, 1983, 1992, dan 1993 (Wittiri 2003). Terbentuknya kawah maar Tolire Jaha pada tahun 1775 didahului oleh gempa tektonik. Letusan 1980 dan 1983 didahului oleh Gempa Tektonik Terasa (dapat dirasakan oleh manusia) beberapa hari sebelumnya, disusul kemudian dengan meningkatnya gempa-gempa vulkanik. Letusan G. Gamalama pada bulan Januari 1992 didahului oleh rentetan gempa tektonik yang berlangsung sejak bulan Oktober 1991. Demikian juga dengan Letusan 1993 dipicu oleh Gempa Tektonik berkekuatan 5,8 pada skala Richter. Berdasarkan catatan kejadian di kawasan ini, pada umumnya gempa tektonik yang ber kekuatan > 4 sekala Richter berpeluang memicu kantung fluida (kantong magma) gunungapi ini, sehingga menjadi aktif dan kemudian disusul dengan naiknya jumlah gempa vulkanik, dengan atau tanpa diserta letusan G. Gamalama. Aliran lava, awan panas dan lahar Leleran lava terutama yang bersusunan basal dan andesit-basalan, umumnya berbongkah-bongkah, sesuai dengan tingkat kekentalannya (viscosity) pada kondisi kelerengan tertentu, dapat terjadi penumpukan (akumulasi) leleran lava yang telah membeku sebagian. Pada kondisi tertentu, dimana kelerengan di kawasan puncak cukup tinggi, kestabilan pada ujung tumpukan lava tersebut mulai terganggu akibat gaya gravitasi, maka akan terjadi longsoran atau guguran lava pijar yang dapat memicu terbentuknya 12
aliran awan panas guguran, seperti yang terjadi di G. Karangetang. Keterdapatan endapan awan panas (abu dan material halus lainnya) hasil erupsi tahun 2003 di kawasan puncak gunungapi ini memberikan kontribusi material halus (abu volkanik) yang berpotensi menambah fluiditas dan mobilitas lahar jika terjadi lahar hujan, sehingga akan meningkatkan potensi ancaman bahaya lahar. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat hubungan antara kegiatan tektonik dan aktivitas gunungapi, terutama pada beberapa gunungapi yang letaknya dekat dengan zona penunjaman. Dalam beberapa kejadian di G. Gamalama, kegiatan gunungapi ini meningkat terutama setelah terjadinya gempa-gempa tektonik dengan intensitas lebih dari 4 pada sekala Richter. Mengacu pada kejadian letusan pada bulan Juli 2003, dimana terjadi aliran awan panas (Gambar 7), maka untuk mengantisipasi letusan-letusan yang akan datang, perlu mewaspadai ancaman bahaya awan panas letusan (aliran piroklastika) terhadap penduduk di sekitar G. Gamalama. Reaktivasi struktur-aktif dan dampaknya terhadap kegiatan bekasbekas titik erupsi masa lalu (termasuk kawah-kawah maar), akibat dipicu oleh kegiatan tektonik (kegempaan) yang sering terjadi di kawasan ini, perlu diperhatikan dalam pemantauan kegiatan gunungapi ini, karena akan dapat menimbulkan ancaman baru bagi
kawasan tertentu (mengacu pada kejadian tahun 1775). DAFTAR PUSTAKA Bacharuddin, R, A. Martono, A. Djuhara. 1996. Peta Kawasan Rawan Bencana Gununuapi Gamalama, Ternate, Maluku . Direktorat Vulkanologi. Bronto, S., RD. Hadisantono, JP Lockwood. 1982. Peta Geologi Gunungapi Gamalama, Ternate, Maluku Utara. Sekala 1:25.000. Direktorat Vulkanologi. Kriswati, E. 2005. Pemantauan kegiatan G. Gamalama, Maluku Utara. September Oktober 2005. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Gogarten, KE. 1918. Die vulkane der Nordlichen Molukken, Zeitschr fur Vulkanol., Erganzungband 2: 292 p. Kemmerling GLL. 1920. Die Piek van Ternate, Natuurk. Tijdschr. Van Nederl. Ind. 80: 37-77
Kusumadinata, K. 1979. Data Dasar gunungapi Indonesia, Direktorat Vulkanologi,. 834 p Suparman, Y. 2008. Penyelidikan Geofisika Dengan Mengunakan Metoda Geomagnet Gunung Gamalama. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Tidak ditertibkan Verbeek, RDM. 1908. Molukken-verslag, Mijnw. Nederl. Oost-Indie Jaarb. 37: 147-152 Verstappen, HTh. 1964. Some volcanoes of Halmahera (Moluccas) and their geomorphological setting, Koninkl. Nederl. Aardrijks. Genoot. Tijdschr. 81: 302 Wittiri, SR. 2003. Gunungapi Indonesia yang meletus periode 19952003. Direkt. Vulkan. Dan Mitig. Bencana Geologi, 91 p.
13