Laporan Praktikum Kimia Pertanian 5
Laporan Praktikum Kimia Pertanian 5
Laporan Praktikum Kimia Pertanian 5
PROGRAM STUDI REKAYASA PERTANIAN SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013
PENENTUAN KADAR PROTEIN METODE LOWRY DARI SAMPEL TEMPE Rizki Arifani | 11412016
Abstrak Analisis kuantitatif biomelekul protein dilakukan dengan tujuan menentukan kadar protein pada tempe yang diuji. Penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan metode Lowry. Metode ini menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu fenol yang bereaksi dengan residu tirosin dan triptofan dalam protein. Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah tempe, tahu, telur ayam, susu murni, dan telur bebek. Pertama mempersiapkan sampel, sampel yang berbentuk padat dihancurkan kemudian ditambah air dan disaring, setelah dilakukan beberapa tahap didapatkan supernatan yang siap digunakan. Tahap kedua, yaitu pembuatan kurva standar yang berguna sebagai acuan dalam penghitungan kadar protein. Pembuatan kurva standar menghasilkan persamaan untuk menentukan kadar protein, dari percobaan didapatkan y = 1.1784x + 0.0075. Y menunjukkan absorbansi dan x menunjukkan konsentrasi. Terakhir pengukuran kadar protein dilakukan dengan spektrofotometer untuk mendapatkan absorbansi sampel. Absorbansi yang didapatkan dari pengukuran adalah 0.103, sehingga konsentrasi protein pada sampel tempe adalah 0.081 mg/ml, jika dibandingkan dengan sampel lain yaitu, absorbansi tahu 0.074, telur ayam 0.127, susu murni 0.143, telur bebek 0.081, dan sampel tempe berbeda 0.084. Kadar protein pada sampel lain adalah, tahu 0.056 mg/ml, telur ayam 0.101 mg/ml, susu murni 0.115 mg/ml, telur bebek 0.062 mg/ml, dan sampel tempe berbeda 0.081 mg/ml. Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa kadar protein yang paling tinggi ada pada susu murni. Kata kunci: protein, Lowry, absorbansi
Tujuan Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar protein pada sampel tempe dan membandingkan kadar protein pada sampel tempe dan sampel lain yaitu, tahu, telur ayam, susu murni, telur bebek, dan sampel tempe yang berbeda.
Pendahuluan Kata protein berasal dari kata yunani protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen seluler utama yang menyusun mahluk hidup. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukkan dan pertumbuhan tubuh. Protein tersusun atas karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen.
Struktur Protein :
H N H GUGUS AMINO R C H C OH GUGUS KARBONIL O
(Poedjiadi,1994) Protein berasal dari susunan asam amino. Asam amino ini terikat satu sama lainnya oleh ikatan peptida. Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dua yakni golongan protein sederhana dan golongan protein gabungan. Protein sederhana ialah protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam amino. Sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein dan bukan gugus bukan protein (Poedjiadi, 2006). Protein bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam dan basa. Daya larut protein berbeda di dalam air, asam, dan basa, ada yang mudah larut dan ada yang sukar larut. Semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti eter dan kloroform. Apabila protein dipanaskan atau ditambah etanol absolut, maka protein akan menggumpal (terkoagulasi). Penyebab terjadinya hal tersebut yaitu, etanol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein. Kelarutan protein di dalam suatu cairan, sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya (Jalip. 2008). Larutan protein akan mengendap jika mengalami reaksi dengan asam mineral pekat, seperti asam nitrat pekat, asam klorida, atau asam belerang pekat (Sudarmadjo, 2009). Kadar protein dapat ditentukan dengan metode Lowry. Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Reaksi yang terlibat adalah kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya (Sudarmanto 2008). Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Kristiani, 2010)
Metode 1.3.1 Persiapan Sampel Tempe ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dihancurkan menggunakan mortar. Ketika sampel sudah halus ditambahkan air sebanyak 15 ml, lalu disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 1600 rpm. Proses sentrifuse memisahkan supernatan dan endapan sampel, setelah proses sentrifuse selesai supernatant dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquades hingga 100 ml, kemudian dikocok. 1.3.2 Pembuatan Kurva Standar Larutan albumin standar dimasukkan kedalam 6 tabung reaksi dengan masing-masing secara berurutan 0.1 ml, 0.2 ml, 0.4 ml, 0.6 ml, 0.8 ml, dan 1.0 ml, kemudian ditambahkan aquades hingga volume 4 ml. Pada tabung reaksi lain dimasukkan aquades 4 ml sebagai blanko. Sebanyak 5ml reagen pembentuk kompleks ditambahkan pada masing-masing tabung, kemudian didiamkan selama 10 menit. Reagen Folin-Ciocalteu ditambahkan pada masingmasing tabung reaksi sebanyak 0.5 ml dan dihomogenkan dengan vortex. Larutan didiamkan selama 30 sampai 60 menit sampai terbentuk warna biru. Pada masing-masing larutan dilakukan pengukuran absorbansi dengan panjang gelombang 650 nm, kemudian dibuat kurva standar dari hasil absorbansi tersebut. 1.3.3 Analisis Kadar Protein Larutan sampel dimasukkan kedalam dua tabung reaksi, masing-masing 1 ml dan ditambahkan aquades hingga volume 4 ml. Reagen pembentuk kompleks ditambahkan sebanyak 5 ml, kemudian dibiarkan selama 10 menit pada suhu kamar. Masing-masing larutan ditambahkan reagen Folin-Ciocalteu, kemudian dibiarkan selama 30-60 menit hingga terbentuk warna biru. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 650 nm, lalu kadar protein dihitung dari kurva standar.
Hasil dan Pembahasan Penentuan kadar protein ini menggunakan tempe sebagai sampel. Pada sampel tempe ini sangat sulit untuk didapatkan filtratnya ketika proses filtrasi, hal ini dikarenakan larutan tempe sangat kental. Sulitnya proses filtrasi menyebabkan pembuatan larutan tempe diulangi dan larutan langsung disentrifuse untuk mendapatkan supernatannya. Supernatan adalah substansi hasil sentrifugasi yang memiliki bobot jenis yang lebih rendah. Posisi dari substansi ini berada pada lapisan atas dan warnanya lebih jernih (Lubis, 2010). Kurva standar merupakan standar dari sampel tertentu yang dapat digunakan sebagai acuan untuk sampel pada percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui. Terdapat dua metode untuk membuat kurva standar yakni metode grafik dan metode least square (Underwood, 1990). Pembuatan kurva standar menghasilkan nilai absorbansi sebagai berikut :
Tabel 1.2 Data kurva standar Tabung Stok Larutan (ml) 1 0 2 0.1 3 0.2 4 0.4 5 0.6 6 0.8 7 1
Ketika dibuat kedalam grafik hasilnya adalah, Grafik 1.1 Hasil pengukuran sampel protein
Grafik hasil pengamatan tidak benar-benar berbentuk linier, hal ini dapat terjadi karena terjadinya kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan spektrofotometer adalah serapan pelarut. Kesalahan kedua adalah serapan oleh kuvet. Kuvet yang biasa digunakan terbuat dari bahan gelas atau kuarsa. Kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kuvet gelas, namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Kesalahan ketiga adalah fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi yang sangat rendah atau sangat tinggi (Beran, 1996). Pengukuran nilai absorbansi tersebut menghasilkan persamaan garis: y = 1.1784x + 0.0075 dimana y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi. Pereaksi yang digunakan pada percobaan yaitu reagen Folin-Ciocalteu dan senyawa pembentuk kompleks. Reagen Folin-Ciocalteu terdiri atas kompleks Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat (Soeharsono, 2006). Senyawa kompleks terdiri dari Na2CO3, CuSO4.5H2O dan kalium natrium tartrat dalam aquades. Larutan Na2CO3 berfungsi sebagai
garam yang mengkordinasikan reaksi dalam suasana basa bersama NaOH. Larutan kalium natrium tartrat berfungsi mencegah terjadinya pengendapan kuprooksida dalam reagen Lowry B, sedangkan larutan CuSO4.5H2O berfungsi untuk mereduksi fosfotungstat-fosfomolibdat. Adapun reagen Lowry B untuk memberi suasana basa. Sehingga akan menghasilkan warna biru dimana intensitas warna ini bergantung kadar protein yang akan ditentukan. Pengukuran absorbansi larutan sampel dilakukan sebanyak dua kali, dan menghasilkan data pengukuran sebagai berikut:
Tabel 1.1 Hasil pengukuran sampel protein No Sampel Absorbansi 1 Absorbansi 2 1 Tempe 0.082 0.086 2 Tahu 0.077 0.072 3 Telur Ayam 0.135 0.12 4 Susu Murni 0.146 0.141 5 Telur Bebek 0.084 0.079 6 Tempe 0.104 0.102
Kandungan protein pada tempe pertama beda dengan kandungan protein tempe yang lain karena menggunakan sampel yang berbeda. Pengukuran menunjukkan kadar protein yang paling banyak ada pada susu murni. Kesimpulan Kadar ptotein pada sampel tempe adalah 0.064. Kadar protein pada tahu 0.056, telur ayam 0.101, susu murni 0.115, telur bebek 0.062, dan sampel tempe lain 0.081 Daftar Pustaka Beran, J.A. 1996. Chemistry in The Laboratory. Hoboken: John Willet & Sons. Jalip, I.S. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Jakarta : Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Kristiani. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia. Salatiga: UKSW Lubis, Fuan Nugraha, 2010, Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap, Skripsi, Teknik Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press Poedjiadi, Anna & Titin Supriyatin. 2006. Dasar-Dasar Biokimia edisi revisi. Jakarta: UI Press. Sudarmadjo, Danun. 2009 Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Fakultas Bioeko. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Sudarmanto, Arie. 2008. Penetapan kadar protein metode lowry. http://ariebs. Staff.ugm.ac.id/ Diakses pada 22 Oktober 2013 Pukul 19.25 WIB Suharsono. 2006. Biokimia I. Jakarta: UI Press. Underwood, A.L. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi ke Enam. Jakarta: Erlangga
Feedback