Skripsi yang ditulis oleh Dianur Hikmawati ini mengevaluasi efektivitas program pelatihan Service Excellence bagi pegawai Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2012. Evaluasi dilakukan pada empat tingkatan yaitu tingkat reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Hasilnya menunjukkan evaluasi pada tiga tingkatan pertama baik, sedangkan tingkat perilaku belum memenuhi standar prima. Variabel yang berhubungan dengan efe
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
120 tayangan159 halaman
Skripsi yang ditulis oleh Dianur Hikmawati ini mengevaluasi efektivitas program pelatihan Service Excellence bagi pegawai Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2012. Evaluasi dilakukan pada empat tingkatan yaitu tingkat reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Hasilnya menunjukkan evaluasi pada tiga tingkatan pertama baik, sedangkan tingkat perilaku belum memenuhi standar prima. Variabel yang berhubungan dengan efe
Skripsi yang ditulis oleh Dianur Hikmawati ini mengevaluasi efektivitas program pelatihan Service Excellence bagi pegawai Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2012. Evaluasi dilakukan pada empat tingkatan yaitu tingkat reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Hasilnya menunjukkan evaluasi pada tiga tingkatan pertama baik, sedangkan tingkat perilaku belum memenuhi standar prima. Variabel yang berhubungan dengan efe
Skripsi yang ditulis oleh Dianur Hikmawati ini mengevaluasi efektivitas program pelatihan Service Excellence bagi pegawai Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2012. Evaluasi dilakukan pada empat tingkatan yaitu tingkat reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Hasilnya menunjukkan evaluasi pada tiga tingkatan pertama baik, sedangkan tingkat perilaku belum memenuhi standar prima. Variabel yang berhubungan dengan efe
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 159
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI EFEKTIVITAS PROGRAM PELATIHAN
SERVI CE EXCELLENCE DI RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 2012
SKRIPSI
DIANUR HIKMAWATI NPM: 0806335851
PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT DEPOK 2012 Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI EFEKTIVITAS PROGRAM PELATIHAN SERVI CE EXCELLENCE DI RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 2012
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
DIANUR HIKMAWATI NPM: 0806335851
PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT DEPOK 2012 Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Nama : Dianur Hikmawati Alamat : Jalan Bambu II No. 11 RT 002/ 06, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 22 September 1990 Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan 1. SD Negeri 06 Srengseng Jakarta Tahun 1996-2002 2. SMP Negeri 207 Jakarta Tahun 2002-2005 3. SMA Negeri 78 Jakarta Tahun 2005-2008 4. FKM UI Peminatan Manajemen Rumah Sakit Tahun 2008-2012 Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012. Penelitian skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program Sarjana Kesehatan Masyarakat peminatan Manajemen Rumah Sakit. Selain untuk memenuhi syarat tersebut, peneliti berharap skripsi ini dapat menambah ilmu dan wawasan yang bermanfaat kepada peneliti dan pembaca. Peneliti menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat lebih baik lagi. Berbagai hambatan dan kesulitan terjadi selama penelitian skripsi ini. Namun kehadirannya peneliti sadari sebagai pemacu semangat agar lebih baik lagi sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri dan masyarakat luas yang membaca skripsi ini. Berbagai hambatan dan kesulitan tersebut peneliti lewati dengan dukungan dan bantuan baik tenaga, waktu, serta pikiran dari berbagai pihak. Adapun ucapan terima kasih peneliti berikan kepada : 1. Allah SWT atas nikmat, karunia, dan kesempatan yang telah diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Orangtua tercinta, Drs. H.M. Sholahi, MM dan Hj. Nur Anisah, S.Ag. Terima kasih telah mendoakan serta memberikan bimbingan, nasehat, dukungan, dan kepercayaan kepada peneliti selama menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing Akademik. Terima kasih atas waktu, saran dan kritik yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Ibu R.A. Zawiah, SKM, MM selaku pembimbing lapangan. Terima kasih sudah memberikan informasi dan membimbing peneliti mengenai kondisi di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 5. Bapak Prof. dr. Anhari Achadi, SKM, DSC selaku penguji dalam sidang skripsi peneliti. Terima kasih atas saran dan kritik yang telah diberikan kepada peneliti. 6. Kakak dan Adik, Vidya El Fitrika Fathniyah dan Ihdal Hakam Wicaksana. Terimakasih atas dukungannya baik moril maupun materil. 7. Teman seperjuangan, yaitu Hafiati Pracitasari, Muti Rowahani, Qurrotu Ainy, Uswatun Hasanah, Affan Al Khafiz, dll. Terima kasih telah menyemangati dan berbagi banyak informasi dalam proses penyelesaian skripsi ini. 8. Seluruh Staf di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, untuk Mas Deka Hardiyan, Pak Kasro, Bu Tri, Bu Ning, Bu Ola, terima kasih atas informasi dan bantuan yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga telah menerima kehadiran peneliti dengan baik. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Pihak manajemen, direksi, dan karyawan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, sekretariat AKK FKM UI, teman lama dan semuanya. Terima kasih atas kerja sama, dukungan, dan bantuannya. Peneliti berharap dan berdoa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada peneliti. Peneliti sangat berterima kasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah memungkinkan terwujudnya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak.
Nama : Dianur Hikmawati Program Studi : Sarjana Kesehatan Masyarakat Judul : Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2012. Penelitian dilakukan terhadap pegawai yang telah mengikuti Pelatihan Service Excellence di tahun 2010 sebanyak 50 orang dan juga terhadap 30 pasien. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner, observasi, wawancara, dan telaah data sekunder yang terkait dengan pelatihan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross- sectional. Kerangka konsep penelitian ini terdiri dari variabel independen (evaluasi pada tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat perilaku, tingkat hasil) dan variabel dependen (efektivitas pelatihan). Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa gambaran evaluasi pelatihan pada keempat level menunjukkan hasil yang baik. Namun, evaluasi pada tingkat perilaku menunjukkan hasil yang negatif dengan kategori implementasi perilaku yang belum memenuhi standar layanan prima sebesar 53,3%. Dari hasil uji Chi Square, diperoleh bahwa variabel yang berhubungan dengan efektivitas pelatihan adalah tingkat hasil (level result). Peneliti menyarankan agar pihak manajemen lebih aktif melakukan evaluasi pasca pelatihan secara berkala dan berkesinambungan.
Kata Kunci: Evaluasi, Pelatihan, Evaluasi Pelatihan, Efektivitas Pelatihan, Service Excellence
Name : Dianur Hikmawati Study Program : Bachelor Degree of Public Health Title : Evaluation of Service Excellence Training Effectiveness at the Harapan Kita Cardiac and Blood Vessel Hospital Jakarta, Year 2012
This study aims to evaluate of the Service Excellence Training effectiveness for employees at the at the Harapan Kita Cardiac and Blood Vessel Hospital Jakarta, Year 2012. This research was conducted on 50 employees who have attended on Service Excellence Training in 2010 and also 30 patients. Data were collected from questionnare, observation, interviewing, and trainings database analysis. This study is descriptive analytic with cross-sectional design. Conceptual framework of this study consists of the independent variables (evaluation on the reaction level, learning level, behaviour level, result level) and the dependent variable (training effectiveness). From the research, found that on the fourth level of training evaluation showed good results. However, the evaluation at behavioral level showed negative result with the behavioral implementation category that does not meet the standards of excellent service at 53.3%. From the results of Chi Square test, obtained that the variables related to the effectiveness of training is the result level. Researcher suggests the management to evaluate this training periodically and continuously.
Keyword: Evaluation, Training, Training Evaluation, Training Effectiveness, Service Excellence
xvi + 122 pages, 9 pictures, 7 appendixs
References : 42 (2002-2012)
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................... viii ABSTRAK ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 6 1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 7 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 7 1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 7 1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 7 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 8 1.5.1 Manfaat bagi RSJPD Harapan Kita Jakarta ............................................ 8 1.5.2 Manfaat bagi Peneliti .............................................................................. 8 1.5.3 Manfaat bagi Institusi Pendidikan ........................................................... 8 1.5.4 Manfaat bagi Peneliti Lain ...................................................................... 8 1.6 Ruang Lingkup ................................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelatihan ........................................................................................... 10 2.2 Fungsi dan Tujuan Pelatihan .......................................................................... 10 2.2.1 Fungsi Pelatihan .................................................................................... 10 2.2.2 Tujuan Pelatihan .................................................................................... 11 2.3 Analisis Kebutuhan Pelatihan ........................................................................ 11 2.4 Unsur-unsur Program Pelatihan ..................................................................... 12 2.4.1 Peserta Pelatihan ................................................................................... 12 2.4.2 Pelatih (Instruktur) ................................................................................ 13 2.4.3 Lamanya Pelatihan ................................................................................ 14 2.4.4 Materi Pelatihan .................................................................................... 14 2.4.5 Metode Pelatihan .................................................................................. 15 2.5 Pelaksanaan Pelatihan .................................................................................... 18 2.6 Tahap Pengelolaan Pelatihan ......................................................................... 18 2.7 Evaluasi Pelatihan .......................................................................................... 19 2.7.1 Definisi Evaluasi Pelatihan ................................................................... 20 2.7.2 Fungsi Evaluasi Pelatihan ..................................................................... 20 Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 2.7.3 Tujuan dan Alasan Evaluasi Pelatihan .................................................. 21 2.7.4 Model Evaluasi Pelatihan ...................................................................... 21 2.7.4.1 Model Evaluasi Empat Level Kirkpatrick ............................... 22 2.7.4.2 Model Evaluasi ROTI .............................................................. 24 2.7.4.3 Model Evaluasi Formative and Summative ............................. 25 2.7.4.4 Model Evaluasi CIPP ............................................................... 26 2.7.4.5 Model Evaluasi IPO ................................................................. 27 2.7.4.6 Model Evaluasi TVS ................................................................ 27 2.8 Pelaksanaan Evaluasi ................................................................................... 28 2.9 Efektivitas Pelatihan ..................................................................................... 29 2.10 Service Excellence ........................................................................................ 30 2.10.1 Pentingnya Service Excellence terhadap Pelanggan ......................... 31 2.10.2 Tujuan Service Excellence ................................................................ 31 2.10.3 Konsep Service Excellence ................................................................ 32
BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori ............................................................................................... 34 3.2 Kerangka Konsep ........................................................................................... 37 3.3 Definisi Operasional ....................................................................................... 38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ............................................................................................ 41 4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................................... 41 4.3 Populasi dan Sampel ...................................................................................... 41 4.3.1 Populasi ................................................................................................. 41 4.3.2 Sampel ................................................................................................... 42 4.4 Cara Pengumpulan Data ................................................................................. 44 4.4.1 Data Primer ........................................................................................... 44 4.4.2 Data Sekunder ....................................................................................... 45 4.5 Instrumen Penelitian ....................................................................................... 46 4.6 Uji Instrumen Penelitian ................................................................................ 46 4.6.1 Uji Validitas .......................................................................................... 46 4.6.2 Uji Reliabilitas ...................................................................................... 47 4.7 Pengolahan Data ............................................................................................. 47 4.8 Analisis Data .................................................................................................. 48 4.8.1 Analisis Univariat .................................................................................. 48 4.8.2 Analisis Bivariat .................................................................................... 48
BAB V GAMBARAN UMUM RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA (RSJPDHK) 5.1 Sejarah Singkat RSJPDHK ............................................................................ 50 5.2 Visi, Misi, Tujuan, Motto, dan Logo RSJPDHK ........................................... 51 5.2.1 Visi RSJPDHK ...................................................................................... 51 5.2.2 Misi RSJPDHK ..................................................................................... 51 5.2.3 Tujuan RSJPDHK ................................................................................. 51 5.2.4 Motto RSJPDHK ................................................................................... 51 5.2.5 Logo RSJPDHK .................................................................................... 51 Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 5.3 Tugas Pokok dan Fungsi RSJPDHK .............................................................. 52 5.3.1 Tugas Pokok Rumah Sakit .................................................................. 52 5.3.2 Fungsi Rumah Sakit ............................................................................ 52 5.4 Nilai Budaya Kerja RSJPDHK ...................................................................... 53 5.5 Struktur Organisasi RSJPDHK ....................................................................... 54 5.6 Komponen Input RSJPDHK ........................................................................... 56 5.6.1 Man (Sumber Daya Manusia) ............................................................. 56 5.6.2 Money (Anggaran) .............................................................................. 56 5.6.3 Material and Machine (Sarana Fisik dan Peralatan) ........................... 57 5.7 Komponen Proses RSJPDHK ........................................................................ 58 5.7.1 Pelayanan Rawat Jalan ........................................................................ 58 5.7.2 Pelayanan Rawat Inap ......................................................................... 59 5.7.3 Pelayanan Pemeriksaan Diagnostik Non Invasif ................................. 59 5.7.4 Pelayanan Pemeriksaan Diagnostik Invasif dan INB .......................... 61 5.7.5 Pelayanan Gawat Darurat .................................................................... 61 5.7.6 Pelayanan Bedah Jantung .................................................................... 61 5.7.7 Pelayanan Kardiologi Nuklir dan MSCT Jantung ............................... 62 5.7.8 Pelayanan Patologi Klinik dan Bank Darah ......................................... 62 5.7.9 Pelayanan Radiologi dan MSCT Scan ................................................. 62 5.7.10 Pelayanan Farmasi dan Apotek ............................................................ 63 5.7.11 Pelayanan Prevensi dan Rehabilitasi .................................................... 63 5.8 Komponen Output RSJPDHK ....................................................................... 63 5.8.1 Pelayanan Rawat Inap ........................................................................... 63 5.8.2 Pelayanan Rawat Jalan .......................................................................... 66 5.8.3 Penunjang Pelayanan ............................................................................ 67
BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 68 6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ......................................................................... 68 6.3 Uji Normalitas Data ....................................................................................... 71 6.4 Analisis Univariat ........................................................................................... 72 6.4.1 Karakteristik Responden ........................................................................ 72 6.4.2 Hasil Analisis Univariat ........................................................................ 73 6.4.2.1 Evaluasi pada Tingkat Reaksi (Level Reaction) ....................... 74 6.4.2.2 Evaluasi pada Tingkat Pembelajaran (Level Learning) ............ 77 6.4.2.3 Evaluasi pada Tingkat Perilaku (Level Behaviour) .................. 79 6.4.2.4 Evaluasi pada Tingkat Hasil (Level Result) .............................. 84 6.4.2.5 Efektivitas Pelatihan ................................................................. 87 6.4.3 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Terhadap Variabel Evaluasi ............ 90 6.5 Analisis Bivariat ............................................................................................. 91 6.5.1 Hubungan antara Tingkat Reaksi dengan Efektivitas Pelatihan ........... 91 6.5.2 Hubungan antara Tingkat Pembelajaran dengan Efektivitas Pelatihan 93 6.5.3 Hubungan antara Tingkat Perilaku dengan Efektivitas Pelatihan ......... 94 6.5.4 Hubungan antara Tingkat Hasil dengan Efektivitas Pelatihan ............. 95 6.5.5 Rekapitulasi Hubungan Variabel Evaluasi dengan Efektivitas............. 96
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB VII PEMBAHASAN 7.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 98 7.2 Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................................... 99 7.2.1 Evaluasi pada Tingkat Reaksi dan Efektivitas Pelatihan ...................... 99 7.2.2 Evaluasi pada Tingkat Pembelajaran dan Efektivitas Pelatihan .......... 103 7.2.3 Evaluasi pada Tingkat Perilaku dan Efektivitas Pelatihan .................. 107 7.2.4 Evaluasi pada Tingkat Hasil dan Efektivitas Pelatihan ....................... 111 7.2.5 Efektivitas Pelatihan ............................................................................ 113
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan .................................................................................................. 116 8.2 Saran ............................................................................................................. 117
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 119 LAMPIRAN Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Complaint Pasien Terhadap Pelayanan Pegawai RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) Tahun 2011 ...................................................................... 4 Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian .................................................................. 43 Tabel 5.1 Jumlah Pegawai RSJPDHK Tahun 2009-2011 ................................... 56 Tabel 5.2 Pelayanan Rawat Inap RSJPDHK Tahun 2007-2011 ......................... 64 Tabel 5.3 Pelayanan Rawat Jalan RSJPDHK Tahun 2009-2010 ........................ 66 Tabel 5.4 Penunjang Pelayanan RSJPDHK Tahun 2009-2010 .......................... 67 Tabel 6.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Evaluasi Efektivitas Pelatihan Service Excellence di RSJPDHK ...................... 69 Tabel 6.2 Hasil Uji Normalitas Data terhadap Kelima Variabel ....................... 72 Tabel 6.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSJPDHK Tahun 2012 ......................................................................................... 73 Tabel 6.4 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Reaksi pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 .................................... 75 Tabel 6.5 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Pembelajaran pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ......................... 77 Tabel 6.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Perilaku pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 .................................. 80 Tabel 6.7 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Hasil pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ....................................... 84 Tabel 6.8 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Efektivitas Pelatihan pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ................................ 87 Tabel 6.9 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Persepsi Responden terhadap Variabel Tingkat Reaksi, Tingkat Pembelajaran, Tingkat Perilaku, Tingkat Hasil, dan Efektivitas Pelatihan ................ 91 Tabel 6.10 Hasil Uji Chi Square Hubungan antara Tingkat Reaksi dengan Efektivitas Pelatihan ............................................................... 92 Tabel 6.11 Hasil Uji Chi Square Hubungan antara Tingkat Pembelajaran dengan Efektivitas Pelatihan ............................................................... 93 Tabel 6.12 Hasil Uji Chi Square Hubungan antara Tingkat Perilaku dengan Efektivitas Pelatihan ............................................................... 94 Tabel 6.13 Hasil Uji Chi Square Hubungan antara Tingkat Hasil dengan Efektivitas Pelatihan ............................................................... 95 Tabel 6.14 Rekapitulasi Hubungan Variabel Independen dengan dengan Dependen ................................................................................ 97
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 The Needs Assessment Process ........................................................ 12 Gambar 2.3 Tahap Pengelolaan Pelatihan ........................................................... 19 Gambar 3.1 Kerangka Teori ................................................................................. 36 Gambar 3.2 Kerangka Konsep ............................................................................ 37 Gambar 6.1 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat Reaksi pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ................................. 76 Gambar 6.2 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat Pembelajaran pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ...................... 79 Gambar 6.3 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat Perilaku pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ............................... 82 Gambar 6.4 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat Hasil pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 .................................... 86 Gambar 6.5 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Efektivitas Pelatihan pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ............................. 90
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2011 Lampiran 2 Daftar Peserta Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2010 Lampiran 3 Kuesioner untuk Pegawai RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012 Lampiran 4 Kuesioner untuk Pasien RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012 Lampiran 5 Pedoman Observasi Lampiran 6 Pedoman Telaah Data Sekunder Lampiran 7 Hal-hal yang Ditanyakan dalam Wawancara Tidak Terstruktur Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan, membuat kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan sejalan dengan peningkatan jumlah rumah sakit di berbagai wilayah Indonesia. Dalam beberapa tahun belakangan ini, industri rumah sakit Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Pada tahun 2003, terdapat 1234 rumah sakit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan di tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 1320 rumah sakit (Azhary, 2009). Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat kenaikan jumlah rumah sakit dari tahun ke tahun. Perkembangan jumlah rumah sakit tersebut membuat persaingan tersendiri bagi para pengelola rumah sakit dalam memberikan kualitas layanan yang terbaik. Salah satu unsur yang berpengaruh terhadap keberhasilan upaya rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan yang berkualitas adalah sumber daya manusia. Menurut Notoatmodjo (2009), sumber daya manusia merupakan faktor terpenting yang mendukung tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien, terutama peranannya dalam setiap usaha penyelenggaraan kerja sama dan tanggung jawab organisasi. Rumah sakit dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul akan menghasilkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan kebutuhan maupun kepuasan masyarakat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia diperlukan sebuah program pelatihan yang efektif sehingga mampu meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat kerja, dan mendongkrak potensi organisasi (Kaswan, 2011). Noe (2002) dalam bukunya yang berjudul Employee Training and Development menyatakan bahwa pelatihan adalah usaha terencana yang dilakukan oleh perusahaan dalam memfasilitasi karyawannya untuk mempelajari pekerjaan yang berhubungan dengan kompetensi. Pelatihan juga merupakan salah satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pengembangan sumber daya manusia yang berlaku dalam waktu Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori (Sastradipoera, 2006). Tiap proses pelatihan harus terarah dan terus menerus untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi (Hamalik, 2005). Suatu pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan tersebut dapat mencapai tujuan organisasi, meningkatkan kemampuan sumber daya, memuaskan konsumen atau dapat meningkatkan proses-proses internal (Bramley dalam Detty, dkk, 2009). Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan layanan kesehatan dan semakin banyak munculnya rumah sakit yang juga menjanjikan pelayanan yang berkualitas, maka RS Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita yang merupakan Pusat Jantung Nasional, dituntut melaksanakan kegiatan pelayanan secara optimal agar dapat bersaing dengan rumah sakit lainnya. RS Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita mengemban tugas menjadi World Class Hospital yang senantiasa mengacu pada perkembangan rumah sakit dan perkembangan ilmu kardiologi di dunia, regional ataupun internasional (SK Menteri Kesehatan No. 1102/Men-Kes/SK/IX/2007). Adanya perkembangan dan kemajuan dari berbagai aspek, mendorong RSJPD Harapan Kita untuk dapat memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat yaitu dengan melakukan pelayanan prima (service excellence). Definisi pelayanan prima mengandung tiga hal pokok, yaitu adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, upaya melayani dengan tindakan yang terbaik dan ada tujuan untuk memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu (Majid, 2011) Untuk mencapai tingkat pelayanan yang prima, maka pihak rumah sakit harus mampu melayani pasien secara memuaskan, baik dengan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan (kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan, tanggung jawab) maupun dengan memaksimalkan fasilitas-fasilitas penunjang yang mampu menimbulkan kenyamanan bagi pasien. Oleh karena itu, sehubungan dengan tuntutan pelanggan yang semakin meningkat terhadap kualitas pelayanan prima rumah sakit dan sejalan dengan misi yang telah dicanangkan, RSJPD Harapan Kita memiliki komitmen dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan sehingga terdapat peningkatan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 pengetahuan, keterampilan, dan perilaku personel di dalam menjalankan tugasnya (Noe, 2002). Program pendidikan dan pelatihan yang dimaksud dalam hal ini adalah Program Pelatihan Service Excellence. Pelatihan Service Excellence dilakukan cukup rutin setiap tahunnya yang diselenggarakan oleh Divisi Pendidikan dan Pelatihan RSJPD Harapan Kita. Pelatihan Service Excellence ini ditujukan bagi pegawai rumah sakit, baik medis maupun non-medis, yang bertugas melayani pasien maupun pengunjung rumah sakit secara langsung. Pelatihan Service Excellence bagi pegawai RSJPD Harapan Kita pada dasarnya bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pada pegawai agar mampu untuk melaksanakan pelayanan prima terhadap pelanggan rumah sakit, mengembangkan SDM agar menjadi pegawai yang profesional, produktif, dan memiliki komitmen yang tinggi, serta mengembangkan budaya pelayanan prima di lingkungan rumah sakit (Tuapattimain, 2007). Melalui penyelenggaraan program Pelatihan Service Excellence di RSJPD Harapan Kita juga diharapkan agar para pegawai mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja dalam memberikan pelayanan prima kepada pasien melalui proses belajar. Namun di sisi lain, peneliti menemukan fakta bahwa walaupun program pelatihan Service Excellence sudah diselenggarakan cukup rutin setiap tahunnya, belum seutuhnya membawa perubahan serta peningkatan sikap kerja para pegawai RSJPD Harapan Kita pada saat memberikan pelayanan kepada pasien maupun pengunjung RSJPD Harapan Kita lainnya. Para pengunjung RSJPD Harapan Kita masih ada yang mengeluhkan mengenai kualitas pelayanan, kecepatan, dan keramahan pegawai RSJPD Harapan Kita. Hal ini dapat dilihat dari rekapitulasi data complaint di Seksi Pelayanan Pelanggan RSJPD Harapan Kita Tahun 2011. Data tersebut menunjukkan fakta bahwa masih terdapat beberapa keluhan pelanggan rumah sakit terhadap sikap pegawai saat melayani mereka. Adapun rekapitulasi data complaint pasien rumah sakit dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Complaint Pasien terhadap Pelayanan Pegawai RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2011 N o Komponen Bulan Jml Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des 1. Pelayanan RS 36 34 42 39 31 37 24 33 32 52 29 30 419 2. Sarana Prasarana 10 19 26 22 18 21 18 22 17 23 19 3 218 3. Tenaga Medis 7 15 10 11 9 5 14 6 7 8 2 10 104 4. Administrasi 0 0 0 0 1 1 0 0 2 2 0 32 38 5. Peraturan 0 1 1 1 5 2 8 0 4 3 3 4 32 6. Biaya 0 0 1 1 1 2 1 0 1 0 0 0 7 Total 53 69 80 74 65 68 65 61 63 88 53 79 818 (Sumber Data: Sub Seksi Pelayanan Pelanggan RSJPDHK, 2011)
Dari tabel 1.1 dapat terlihat bahwa jumlah pasien yang komplain terhadap pelayanan rumah sakit cukup besar. Adanya keluhan pasien dan pengunjung rumah sakit terhadap komponen pelayanan, menandakan bahwa pelayanan yang diberikan belum mampu memberikan kepuasan terhadap pasien. Kepuasan pasien akan tercapai apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien atau keluarganya, adanya perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap memprioritaskan kebutuhan pasien. Suatu pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan tersebut dapat mencapai tujuan organisasi, meningkatkan kemampuan sumber daya, memuaskan pelanggan dan dapat meningkatkan proses-proses internal (Bramley dalam Detty, dkk, 2009). Adanya keluhan atau complaint pengunjung rumah sakit terhadap sikap pegawai rumah sakit yang berdampak pada kepuasan pasien, menjadi indikator bahwa tujuan program Pelatihan Service Excellence belum sepenuhnya efektif membawa perubahan yang signifikan terhadap sikap pegawai dalam memberikan pelayanan prima pasca mengikuti pelatihan. Hal ini diperkuat, dari Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tuapattimain (2007) mengenai pelatihan Service Excellence bagi pegawai non-medis di RSJPD Harapan Kita. Dari penelitian tersebut, menemukan fakta bahwa sikap/perilaku pegawai non medis di RSJPD Harapan Kita belum maksimal dicerminkan melalui rasa tanggung jawab, kesadaran, loyalitas, dedikasi, dan pengabdiannya di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pasca mengikuti Program Pelatihan Service Excellence. Efektivitas atau keberhasilan suatu program pelatihan di dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pegawai tergantung pada isi dan metode pelatihan, pemilihan trainer, motivasi peserta, dan pembelajaran (Wang & Drewry dalam Rashid (2010)). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ooi, et al (2007), faktor yang paling berkontribusi terhadap pencapaian efektivitas pelatihan adalah kompetensi trainer dan metode pelatihan. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Haslinda, et al (2009) bahwa kompetensi instruktur dan jenis pelatihan merupakan faktor yang signifikan berkontribusi terhadap efektivitas pelatihan. Guna mengetahui apakah pelaksanaan program Pelatihan Service Excellence efektif bagi peningkatan kemampuan sumber daya, pencapaian tujuan organisasi, peningkatan proses internal dan pemuasan konsumen, maka dilakukan evaluasi pasca pelatihan tersebut. Kirkpatrick (2005) menyatakan bahwa evaluasi merupakan penentuan efektivitas suatu program pelatihan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pelatihan kerja yang diselenggarakan (Mangkunegara, 2005). Untuk mendapatkan suatu sistem pelatihan yang tepat guna dan memenuhi tuntutan organisasi, setiap pelatihan senantiasa dilakukan evaluasi. Meski demikian, berbagai kegiatan pelatihan tidak jarang telah menjadi aktivitas rutin dari kegiatan suatu organisasi. Esensi dan tujuan awal dari pelatihan telah terbiaskan oleh berbagai kondisi yang mengiringi pelaksanaan dari pelatihan tersebut sedangkan penilaian terhadap keberhasilan pelatihan perlu dilakukan secara sistematis dan tepat sasaran. Titik lemah dalam penyelenggaraan pelatihan seringkali ada pada tahap evaluasi, karena evaluasi yang dilakukan tidak mencakup evaluasi terhadap dampak pelatihan. Adanya job description yang Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 terlihat tumpang tindih antara Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian (SDM) dan Divisi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) RSJPD Harapan Kita terhadap proses pelaksanaan evaluasi juga membuat kegiatan evaluasi menjadi tidak maksimal. Hal ini dikarenakan sebenarnya kedua unit tersebut sudah memiliki tugas, pokok, dan fungsinya masing-masing. Hanya saja, terdapat job description yang sama sehingga belum diketahui secara jelas mengenai siapa yang bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan kegiatan evaluasi pelatihan. Hal tersebut memberikan dampak terhadap pelaksanaan kegiatan evaluasi itu sendiri dimana evaluasi belum dilakukan secara rutin dan berkala akibat belum diketahuinya secara pasti siapa yang bertanggung jawab terhadap evaluasi pelatihan. Akibatnya, umpan balik yang diperoleh tidak lengkap sehingga tahap perencanaan pada siklus berikutnya tidak mendapat informasi tentang keberhasilan pelatihan yang telah diselenggarakan. Masih belum maksimalnya kegiatan evaluasi pelatihan akan berdampak sangat serius bagi perbaikan dan pengembangan pelatihan di masa yang akan datang (Anggraini, 2003). Oleh karena itu, setelah melihat dari latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya dan dengan adanya ketertarikan peneliti dalam hal pelatihan dan pengembangan SDM, peneliti ingin melakukan penelitian yang membahas mengenai Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2012.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, walaupun program pelatihan Service Excellence sudah diselenggarakan cukup rutin setiap tahunnya, belum seutuhnya membawa perubahan serta peningkatan sikap kerja para pegawai RSJPD Harapan Kita pada saat memberikan pelayanan kepada pasien maupun pengunjung RSJPD Harapan Kita lainnya. Para pengunjung RSJPD Harapan Kita masih ada yang mengeluhkan mengenai profesionalisme, kecepatan, dan keramahan pegawai RSJPD Harapan Kita yang tergambar dari rekapitulasi data complaint di Seksi Pelayanan Pelanggan RSJPD Harapan Kita Tahun 2011. Selain itu, penyelenggaraan evaluasi pelatihan yang masih tumpang tindih dan belum berjalan secara berkala membuat tahapan evaluasi belum Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 optimal. Oleh karena itu, guna mengetahui apakah pelaksanaan program Pelatihan Service Excellence efektif bagi peningkatan kemampuan sumber daya, pencapaian tujuan organisasi, peningkatan proses internal dan pemuasan konsumen, peneliti ingin menganalisis mengenai Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2012.
1.3 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang akan dikaji adalah sebagai berikut. a. Bagaimanakah evaluasi efektivitas program Pelatihan Service Excellence di RSJPD Harapan Kita tahun 2012? b. Bagaimanakah gambaran evaluasi Pelatihan Service Excellence pada tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level) bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012? c. Bagaimanakah gambaran efektivitas program Pelatihan Service Excellence bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012? d. Bagaimanakah hubungan antara evaluasi Pelatihan Service Excellence pada tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level) dengan efektivitas pelatihan bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengevaluasi efektivitas program pelatihan Service Excellence di RSJPD Harapan Kita tahun 2012.
1.4.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran evaluasi Pelatihan Service Excellence pada tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level) bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012 Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 b. Mengetahui gambaran efektivitas program Pelatihan Service Excellence bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012. c. Mengetahui hubungan antara evaluasi Pelatihan Service Excellence pada tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level) dengan efektivitas pelatihan bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi RSJPD Harapan Kita Pihak rumah sakit mendapatkan input berupa informasi mengenai evaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di RSJPD Harapan Kita tahun 2012. Dengan demikian, dapat menjadi bahan masukan dan juga telaah bagi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dalam peningkatan kualitas dan efektivitas program pelatihan sehingga mampu membawa perubahan serta peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku, dan keterampilan bagi seluruh pegawai.
1.5.2 Bagi Peneliti a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan pemahaman konsepsional dalam mengetahui evaluasi efektivitas suatu program pelatihan b. Peneliti mendapat jawaban yang teruji secara sistematis terhadap lingkup permasalahan yang diteliti
1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah data dan kepustakaan yang berhubungan dengan program pelatihan bagi SDM di institusi rumah sakit serta menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di RSJPD Harapan Kita tahun 2012. Penelitian ini dilakukan karena walaupun program pelatihan Service Excellence sudah diselenggarakan cukup rutin setiap tahunnya, beberapa pengunjung RSJPD Harapan Kita mengeluhkan profesionalisme, kecepatan, dan keramahan pegawai rumah sakit yang terlihat dari rekapitulasi data complaint di Seksi Pelayanan Pelanggan RSJPD Harapan Kita Tahun 2011. Hal tersebut menjadi indikator bahwa tujuan program Pelatihan Service Excellence belum sepenuhnya efektif membawa perubahan yang signifikan terhadap sikap pegawai dalam memberikan pelayanan prima pasca mengikuti pelatihan. Selain itu, penyelenggaraan evaluasi pelatihan yang masih tumpang tindih dan belum berjalan secara berkala membuat tahapan evaluasi belum optimal. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif, yang bersifat deskriptif analitik. Namun untuk mempertajam hasil dan menambah informasi maka dilakukan wawancara tidak terstruktur dengan responden, pihak Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian (SDM), dan pihak Divisi Pendidikan Pelatihan, serta melakukan observasi langsung terhadap tata cara pemberian layanan prima (service excellence) yang dilakukan beberapa pegawai terhadap pasien atau pengunjung rumah sakit. Desain penelitian ini adalah desain penelitian cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada pegawai RSJPD Harapan Kita yang telah mengikuti program Pelatihan Service Excellence di tahun 2010. Penyebaran kuesioner ditujukan kepada pegawai RSJPD Harapan Kita guna mengetahui gambaran evaluasi pelatihan pada tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), dan tingkat hasil (result level) serta mengetahui efektivitas program pelatihan. Selain itu, penyebaran kuesioner juga ditujukan kepada pasien dan pengunjung RSJPD Harapan Kita guna mengetahui gambaran evaluasi pelatihan pada tingkat perilaku (behaviour level) yaitu gambaran pelayanan prima (service excellence) yang dilakukan oleh pegawai rumah sakit. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2012 bertempat di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pelatihan Pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan yang meliputi pengubahan sikap sehingga karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih efektif (Kaswan, 2011). Pelatihan merupakan usaha untuk memperbaiki kinerja pegawai pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya (Gomes, 2003). Sastradipoera (2006) juga mendefinisikan mengenai konsep pelatihan sebagai salah satu bentuk proses pembelajaran yang berhubungan dengan upaya pengubahan tingkah laku sumber daya manusia agar tingkah laku itu sesuai dan memadai untuk kebutuhan dan tujuan tertentu.
2.2 Fungsi dan Tujuan Pelatihan 2.2.1 Fungsi Pelatihan Pelatihan sebagai suatu proses pendidikan mempunyai sejumlah fungsi yang strategis bagi sumber daya manusia di lingkungan industri. Sastradipoera (2006) menjabarkan fungsi strategis pelatihan yang meliputi fungsi edukatif, fungsi pembinaan, fungsi marketing sosial, dan fungsi administratif. Berikut ini merupakan penjabaran dari keempat fungsi pelatihan tersebut. a. Fungsi Edukatif Pelatihan berfungsi untuk mempersiapkan sejumlah tenaga menjadi tenaga terdidik dan terlatih yang mempunyai kemampuan profesional, dan kompetensi yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan jabatan b. Fungsi pembinaan Pelatihan berfungsi sebagai suatu proses untuk membina dedikasi, loyalitas, disiplin, mental, dan semangat korps agar bermanfaat bagi dirinya sebagai warga sosial di dalam organisasi industri c. Fungsi marketing sosial Pelatihan berfungsi untuk menyampaikan, mengkomunikasikan, dan menyebarluaskan misi industri kepada masyarakat
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 d. Fungsi administratif Hasil pendidikan dalam bentuk pelatihan akan menjadi data yang akan melengkapi data sumber daya manusia, khususnya yang berkaitan dengan pribadi dan kompetensi para karyawan yang kelak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan industri untuk membuat keputusan, termasuk promosi, mutasi, rotasi, karir, kaderisasi kepemimpinan, dan kompensasi
2.2.2 Tujuan Pelatihan Secara umum, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan berdisiplin yang baik (Hamalik, 2005). Selain itu, pelatihan berfungsi untuk meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan ketepatan perencanaan sumber daya manusia, meningkatkan sikap moral dan semangat kerja, meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, dan meningkatkan perkembangan pegawai (Mangkunegara, 2005).
2.3 Analisis Kebutuhan Pelatihan Analisis atau penilaian kebutuhan pelatihan adalah suatu investigasi sistematik mengenai deskripsi kinerja untuk menggambarkan kesenjangan, menetapkan mengapa itu terjadi, dan memutuskan apakah pelatihan merupakan solusi potensial (Atmodiwirio, 2005). Penilaian kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan atau tuntutan kinerja di dalam organisasi agar membantu mengarahkan sumber daya kepada wilayah yang amat membutuhkan, yang amat erat dengan penacapaian sasaran dan tujuan organisasi, peningkatan produktivitas, dan penyediaan produk dan jasa yang berkualitas (Miller dan Osinski (2002) dalam Kaswan (2011)). Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Analisis kebutuhan pelatihan terdiri dari tiga tingkat, yaitu tingkat organisasi, tingkat individu, dan tingkat pekerjaan (Kaswan, 2011). Penilaian kebutuhan itu sendiri digambarkan oleh (Noe, 2002) dalam bagan berikut ini.
Gambar 2.1 The Needs Assessment Process (Noe, 2002) Sumber: Raymond A. Noe, 2002, Employee Training and Development. New York: McGraww Hill Companies.
2.4 Unsur-unsur Program Pelatihan Program pelatihan merupakan suatu pegangan yang penting dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan. Program tidak hanya memberikan acuan, melainkan juga menjadi patokan untuk mengukur keberhasilan kegiatan pelatihan (Hamalik, 2005). Unsur-unsur program pelatihan menurut Hamalik (2005) meliputi peserta pelatihan, pelatih (instruktur), lamanya pelatihan, bahan latihan, dan metode pelatihan.
2.4.1 Peserta Pelatihan Salah satu hal yang penting dalam suatu pelatihan adalah menentukan siapa yang menjadi peserta pelatihan tersebut karena peserta akan sangat Organizational Analysis - Strategic direction - Support of managers and peers for training activities - Training resources Do we want to devote time and money for training? Person Analysis Person Characteristics: - Input - Output - Consequences - Feedback Task Analysis or Develop a Competency Model: - Work activity (task) - Knowledge, skill, ability, personal capability (competency), conditions under which tasks are performed Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 menentukan format pelatihan (Hamalik, 2005). Para peserta pelatihan adalah individu-individu yang akan membawa apa yang diperoleh dalam pelatihan ke dalam pekerjaan mereka sehari-hari sehingga akan memiliki dampak pada perusahaan. Penetapan calon peserta erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada gilirannya turut menentukan efektivitas pekerjaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan kriteria, antara lain: - Akademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian - Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu - Pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah diperoleh dalam pekerjaan - Motivasi dan minat, yang bersangkutan terhadap pekerjaannya - Pribadi, menyangkut aspek moral, moril, dan sifat-sifat yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut - Intelektual, tingkat berpikir, dan pengetahuan, diketahui melalui seleksi
2.4.2 Pelatih (Instruktur) Dalam pelaksanaan program pelatihan, peran pelatih mendominasi dalam penyampaian materi pelatihan. Untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan program pelatihan, dibutuhkan seorang pelatih yang memiliki kualifikasi yang baik. Kriteria utama yang dibutuhkan seorang pelatih menurut (Atmodiwirio, 2005) adalah: - Menguasai materi yang diajarkan - Terampil mengajar secara sistematik, efektif, dan efisien - Mampu menggunakan metode dan media yang relevan dengan tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus mata pelajarannya Selain itu beberapa perilaku dan kualitas yang perlu dimiliki oleh seorang pelatih atau widyaswara yaitu sikap terbuka, mau menerima saran, tepat waktu, memiliki keterampilan mendengar, berpengetahuan yang luas, keterampilan berbicara, organisatoris, kreatif, non direktif (tidak memerintah), penampilan yang rapi, tidak bertindak sebagai bos, fleksibel, sabar, praktis, menghargai peserta, Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 berani jujur, mempunyai rasa humor, ramah dan adil, mendorong peserta, suportif, mampu berimprovisasi, dan menghargai pendapat (Atmodiwirio, 2005).
2.4.3 Lamanya Pelatihan Menurut Hamalik (2005), lamanya masa pelaksanaan pelatihan berdasarkan pertimbangan tentang: - Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelajari dalam pelatihan tersebut lebih banyak dan lebih bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih lama diperlukan latihan - Kemampuan belajar peserta dalam mengikuti kegiaan pelatihan. Kelompok peserta yang kurang mampu belajar tentu memerlukan waktu latihan yang lebih lama - Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan tersebut
2.4.4 Materi Pelatihan Materi pelatihan merupakan faktor terpenting di dalam pelaksanaan pelatihan. Materi pelatihan disiapkan secara tertulis agar mudah dipelajari oleh para peserta. Persiapan materi pelatihan perlu memperhatikan faktor-faktor tujuan pelatihan, tingkatan peserta pelatihan, harapan lembaga penyelenggara pelatihan, dan lamanya pelatihan. Untuk melengkapi materi pelatihan, perlu disediakan sejumlah referensi terpilih yang relevan dengan pokok bahasan yang diajarkan (Hamalik, 2005). Materi pelatihan yang baik harus selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada supaya isi (content) dari pelatihan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan si partisipan. Hal yang mendasar untuk diketahui dalam menentukan materi yang akan dirancang dalam sebuah program pelatihan adalah apakah materi yang akan diberikan merupakan suatu hal yang bersifat essential atau tidak. Jika termasuk hal yang bersifat essential, maka materi tersebut harus dimasukkan dalam pelatihan. Jika hal ini sudah ditentukan, maka selanjutnya baru dipilih topik-topik penting yang perlu diajarkan dalam pelatihan, Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 bagaimana mengajarkannya dan hal-hal apa saja yang perlu dijelaskan lebih lanjut supaya lebih memudahkan peserta pelatihan dalam memahami materi tersebut.
2.4.5 Metode Pelatihan Metode yang digunakan dalam sebuah pelatihan berperan penting dalam proses transfer pembelajaran kepada para peserta. Cascio (2006) dalam Kaswan (2011) menyatakan bahwa untuk memilih metode pelatihan, pelatih (widyaiswara) harus menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan karakteristik peserta dengan tujuan sebagai berikut. - Memotivasi peserta pelatihan meningkatkan kinerjanya - Secara jelas menggambarkan keterampilan yang diharapkan - Memberi kesempatan kepada peserta pelatihan berperan serta secara aktif - Menyediakan kesempatan/ waktu untuk pratik - Memberi umpan balik tepat waktu mengenai kinerja peserta pelatihan - Memberi saran untuk penguatan pada saat peserta pelatihan belajar - Terstruktur dari tugas sederhana sampai yang kompleks - Bisa diadaptasi terhadap masalah-masalah spesifik - Mendorong transfer yang positif dari pelatihan ke pekerjaan
Kaswan (2011) mengelompokkan metode pelatihan dalam tiga cara, yaitu presentasi informasi, metode simulasi, dan pelatihan on-the job. a. Teknik Presentasi Informasi Metode presentasi informasi merujuk pada metode dimana peserta pelatihan menjadi penerima informasi yang pasif. Informasi tersebut meliputi fakta atau informasi, proses dan metode pemecahan masalah. Metode ini mencakup ceramah/ kuliah, diskusi/ konferensi, kursus korespondensi/ pembelajaran jarak jauh, media audiovisual, internet dan intranet, intelligent tutoring, dan perkembangan program peningkatan organisasi yang sistematik dan berjangka panjang
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 b. Metode Simulasi - Studi Kasus Studi kasus membanu peserta pelatihan mempelajari keterampilan analisis dan pemecahan masalah dengan menyajikan cerita (kasus) mengenai seseorang dalam organisasi yang menghadapi masalah atau keputusan. Kasus didasarkan pada kejadian yang sebenarnya dan dapat berupa peristiwa yang fiktif. - Bermain Peran (Role Play) Bermain peran merupakan persilangan antara studi kasus dan program pengembangan sikap. Setiap orang diberi peran dalam suatu situasi (seperti kasus) dan diminta memainkan peran dan bereaksi terhadap rangsangan yang dikehendaki seseorang. Para pemain diberi informasi latar belakang dan para pemain/ pemeran. Kesuksesan metode ini tergantung pada kemampuan pemain memainkan peran yang ditugaskan secara meyakinkan. Jika dilakukan dengan baik, bermain peran dapat membantu manajer lebih menyadari tentang perasaan orang lain. - Behaviour Modelling Pendekatan behaviour modelling dimulai dengan mengidentifikasi 19 masalah interpersonal yang dihadapi karyawan, terutama manajer. Pendekatan behaviour modelling merupakan salah satu teknik yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan interpersonal. Tiap sesi pelatihan, berfokus pada satu keterampilan interpersonal, seperti coaching (pembinaan) atau mengkomunikasikan gagasan. - Teknik In-Basket Teknik In-Basket digunakan untuk melatih kandidat manajerial dengan meminta mereka bertindak atas dasar aneka memo, laporan, dan surat menyurat lain yang secara khusus ditemukan dalam keranjang manajer. Peserta harus membuat prioritas terhadap item-item tersebut dan menanggapinya dalam periode waktu yang terbatas. Dengan demikian, sasaran teknik ini adalah menilai kemampuan peserta pelatihan menetapkan prioritas, merencanakan, mengumpulkan informasi yang relevan, dan membuat keputusan. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 c. Metode On-the J ob Training On job training adalah suatu bentuk pembekalan yang dapat mempercepat proses pemindahan pengetahuan dan pengalaman kerja atau transfer knowledge dari para karyawan senior ke junior. Pelatihan ini langsung menerjunkan pegawai baru bekerja sesuai dengan job description masing-masing di bawah supervisi yang berpengalaman atau pengawasan karyawan senior di tempat kerja. Metode pelatihan ini sangat ekonomis karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pelatih training dan peserta latih tidak perlu menyediakan peralatan dan ruang khusus untuk melakukan pelatihan. Beberapa metode pelatihan yang termasuk on job training antara lain: - Job instruction training Job instruction training adalah pelatihan dimana ditentukan seseorang bertindak sebagai pelatih untuk menginstruksikan bagaimana melakukan pekerjaan tertentu dalam proses kerja. - Coaching Coaching adalah bentuk pelatihan dan pengembangan yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan dengan membimbing petugas melakukan pekerjaan secara informal dan biasanya tidak terencana, misalnya bagaimana melakukan pekerjaan, bagaimana memecahkan masalah. - Job rotation Job rotation adalah program yang direncanakan secara formal dengan cara menugaskan karyawan pada beberapa pekerjaan yang berbeda dalam bagian yang berbeda di organisasi untuk menambah pengetahuan mengenai pekerjaan dalam organisasi. - Apprenticeship (link and match) Apprenticeship adalah pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran di kelas dengan praktek di lapangan, yaitu setelah sejumlah teori diberikan kepada peserta, peserta dibawa praktek ke lapangan. - Penugasan Sementara Penugasan sementara adalah penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu tertentu yang Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 ditetapkan. Karyawan terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional yang nyata.
2.5 Pelaksanaan Pelatihan Menutut Atmodiwirio (2005), pelatihan dapat diadakan setelah melewati tahap analisis kebutuhan pelatihan dan penyusunan program pelatihan. Selain itu, dalam proses pelatihan harus mencakup prinsip pembelajaran (Learning Principle), antara lain: - Motivasi Seseorang akan dapat banyak belajar atau dapat menerima materi dengan optimal jika mempunyai motivasi yang tinggi. - Partisipasi Keterlibatan yang semakin aktif akan membuat motivasi semakin meningkat pula sehingga dapat menerima materi pembelajaran dengan mudah. - Relevan Materi yang disampaikan harus relevan dan sesuai dengan bidang pekerjaannya di tempat kerja. - Personal approach Pendekatan perseorangan sangat penting dilakukan karena setiap orang mempunyai kemampuan dan cara belajar yang berbeda. - Sistematis Pembelajaran yang sistematis dilakukan agar materi yang disampaikan dapat dimengerti dengan mudah. - Feed back Pemberian umpan balik dapat mempertinggi motivasi belajar. - Transfer (aplikatif) Perubahan ke arah perbaikan pada tempat kerja setelah pemberian materi pembelajaran.
2.6 Tahap Pengelolaan Pelatihan Menurut Sudjana (2007), setiap pengelolaan pelatihan mempunyai komponen yang harus dipenuhi dalam upaya penyelenggaraannya, yang meliputi: Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 a. Identifikasi kebutuhan pelatihan Tahap ini terdiri atas proses identifikasi kebutuhan pelatihan b. Perencanaan dan perancangan pelatihan Tahap ini terdiri atas perumusan tujuan pelatihan, penyusunan anggaran pelatihan, dan penyusunan pedoman pelatihan c. Pengembangan materi pelatihan Tahap ini terdiri atas pemilihan instruktur pelatihan, penyusunan modul pelatihan, dan ketersediaan alat bantu dan ruang pelatihan d. Pelaksanaan pelatihan Tahap ini terdiri atas pelaksanaan tes peserta pelatihan, proses pembelajaran e. Evaluasi pelatihan Tahap ini terdiri atas evaluasi pelatihan tingkat reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil
Gambar 2.2 Tahap Pengelolaan Pelatihan (Sudjana, 2007) Sumber: D. Sudjana, 2007, Sistem dan Manajemen Pelatihan: Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
2.7 Evaluasi Pelatihan Dalam manajemen SDM, terdapat beberapa fungsi dan fungsi evaluasi merupakan salah satu di antaranya, selain perencanaan, pengorganisasi, dan pelaksanaan. Program pelatihan sebagai salah satu strategi pengembangan SDM Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Perencanaan dan Perancangan Pelatihan Pengembangan Materi Pelaksanaan Pelatihan Evaluasi Pelatihan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 yang memerlukan fungsi evaluasi efektivitas program yang bersangkutan (Widoyoko, 2009).
2.7.1 Definisi Evaluasi Pelatihan Evaluasi program pelatihan merupakan pengumpulan secara sistematis terhadap informasi deskriptif dan penilaian yang diperlukan untuk membuat keputusan pelatihan yang efektif terkait dengan seleksi, adopsi, nilai, dan modifikasi aktivitas pembelajaran yang bervariasi (Werner dan Desimon, 2006 dalam Kaswan, 2011). Kaswan (2011) menjabarkan definisi tersebut menjadi tiga poin penting yaitu, pertama, informasi deskriptif yang dimaksud memberikan gambaran tentang apa yang sedang dan telah terjadi, sedangkan informasi penilaian mengkomunikasikan pendapat atau kepercayaan tentang apa yang teah terjadi. Kedua, penilaian meliputi pengumpulan informasi secara efektif menurut rencana yang ditentukan sebelumnya untuk memastikan bahwa informasi itu cocok dan bermanfaat. Terakhir, evaluasi dilakukan untuk membantu manajer, karyawan dan profesional HRD membuat keputusan berdasarkan informasi mengenai program dan metode. Misalnya, jika bagian dari program tersebut tidak efektif, program tersebut perlu diperbaiki atau ditinggalkan; jika program tersebut terbukti bernilai, program itu mungkin direplikasikan di bagian lain organisasi. Brikerhoff dalam Widoyoko (2009), menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Menurut Brikerhoff, dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation), penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation), pengumpulan informasi (collecting information), analisis dan intepretasi informasi (analyzing and interpreting), pembuatan laporan (reporting information), pengelolaan evaluasi (managing evaluation) dan evaluasi untuk evaluasi.
2.7.2 Fungsi Evaluasi Pelatihan Menurut Fauzi (2011), fungsi utama evaluasi adalah memberikan data informasi yang benar mengenai pelaksanaan suatu pelatihan sehingga penyelenggaraan pelatihan tersebut dapat mengambil keputusan yang tepat, Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 apakah pelatihan itu akan diteruskan, ditunda atau sama sekali tidak dilaksanakan lagi. Oleh karena itu, evaluasi pelatihan berfungsi sebagai suatu usaha untuk: a. Menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan pelatihan b. Menemukan faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pelatihan c. Menemukan penyimpangan atau kekeliruan pelaksanaan pelatihan d. Memperoleh bahan untuk penyusunan saran perbaikan, perubahan, penghentian, atau perluasan pelatihan.
2.7.3 Tujuan dan Alasan Evaluasi Pelatihan Evaluasi program pelatihan dapat memiliki beberapa tujuan dalam organisasi. Menurut Phillips (dalam Kaswan, 2011), evaluasi dapat membantu: a. Menentukan apakah program mencapai tujuannya b. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program, yang dapat mengarah pada perubahan, seperti yang dibutuhkan c. Menentukan rasio biaya-keuntungan program pelatihan d. Menentukan siapa yang seharusnya berpartisipasi dalam program pelatihan di masa yang akan datang e. Mengidentifikasi peserta mana yang paling mendapat manfaat atau yang paling tidak mendapat manfaat dari program itu f. Mengumpulkan data untuk membantu dalam membaasarkan program tersebut di masa yang akan datang g. Membangun database untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan
2.7.4 Model Evaluasi Pelatihan Sebuah model evaluasi menetapkan kriteria dan fokus penilaian. Karena program pelatihan dapat dievaluasi dari sejumlah perspektif, amat penting merinci sudut pandang mana yang akan dipertimbangkan. Banyak kerangka evaluasi yang berbeda disarankan serta berbagai model evaluasi juga banyak dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Pendekatan evaluasi yang paling luas dan banyak digunakan di berbagai organisasi atau perusahaan adalah Model Evaluasi Empat Level (Kirkpatrick, 2005). Alasan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 banyaknya penggunaan model ini adalah karena kesederhanannya dan kemudahannya diaplikasikan (Detty, dkk, 2009). Model ini menyajikan adanya empat tahap dalam mengevaluasi pelatihan (Kirkpatrick, 2005). Selain itu, dalam tinjauan pustaka ini juga akan membahas sekilas beberapa model evaluasi yang juga dikembangkan oleh pakar SDM lainnya seperti Model ROTI (Phillips, 2002), Model Formative dan Summative Evaluation (Noe, 2002), Model CIPP (Stufflebeam, 1993), Model Evaluasi IPO (Bushnell, 1990), dan Model Evaluasi TVS (Fitz-Enz, 1994).
2.7.4.1 Model Evaluasi Empat Level Krikpatrick Menurut Kirkpatrick (2005), evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan mencakup empat level evaluasi, yaitu sebagai berikut. a. Reaction Level Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Program pelatihan dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain, peserta akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya, apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pelatihan lebih lanjut. Kepuasan peserta pelatihan dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang diberikan, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. b. Learning Level Menurut Kirkpatrick (2005), learning can be defined as the extend to which particiants change attitudes, improving knowledge, and/ or increas skill as a result of attending the program. Ada tiga hal yang dapat pelatih ajarkan dalam program pelatihan, yaitu pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu, dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal yang terkait: a) pengetahuan apa yang telah dipelajari?, b) sikap apa yang telah berubah?, c) keterampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki?. c. Behaviour Level Evaluasi pada level ketiga ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level kedua. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pelatihan dilakukan sehingga lebih bersifat iternal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ketempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti pelatihan juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program pelatihan. Dengan kata lain, yang perlu dinilai adalah bagaimana peserta dapat mentransfer pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh selama pelatihan untuk diimplementasikan di tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level ketiga ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan. d. Result Level Evaluasi hasil dalam level keempat ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Yang termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas, terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turn-over dan kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 2.7.4.2 Model Evaluasi ROTI (Return on Training I nvestment) Model ROTI yang dikembangkan oleh Jack Phillips (2002) dalam Satriono, dkk (2007) merupakan level evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit setelah pelatihan dilaksanakan. Kegunaan model ini bertujuan agar pihak manajemen perusahaan melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi. Sehingga dapat dilihat dengan menggunakan hitungan yang akurat keuntungan yang dapat diperoleh setelah melaksanakan pelatihan, dan hal ini tentunya dapat memberikan gambaran lebih luas, apabila ternyata dari hasil yang diperoleh ditemukan bahwa pelatihan tersebut tidak memberikan keuntungan baik bagi peserta maupun bagi perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa model evaluasi ini merupakan tambahan dari model evaluasi Kirkpatrick yaitu adanya level ROTI (Return On Training Investment), pada level ini ingin melihat keberhasilan dari suatu program pelatihan dengan melihat dari Cost- Benefit-nya, sehingga memerlukan data yang tidak sedikit dan harus akurat untuk menunjang hasil dari evaluasi pelatihan yang valid. Penerapan model evaluasi empat level dari Kirkpatrick dalam pelatihan dapat diuraikan dengan persyaratan yang diperlukan sebagai berikut. a. Level 1: Reaction Evaluasi pelatihan di tingkat ini mengukur bagaimana reaksi kepuasan peserta pelatihan terhadap program yang diikuti berdasarkan persepsi dan apa yang dirasakan oleh peserta. Hal-hal yang diukur adalah materi pelatihan, fasilitator, dan fasilitas pelatihan. b. Level 2: Learning Di tingkat ini diukur mengenai seberapa jauh dampak program pelatihan yang diikuti peserta dalam hal peningkatan pengetahuan, keahlian, dan perilaku mengenai suatu hal yang dipelajari dalam pelatihan. Biasanya data evaluasi diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengukuran sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan dari setiap peserta. c. Level 3: Application/ Behaviour Di tingkat ini, evaluasi pelatihan dilakukan sebagai usaha untuk mengetahui apakah keahlian, pengetahuan, atau sikap yang baru sebagai dampak dari Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 program pelatihan, benar-benar dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan di dalam perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap pencapaian sasaran kerja individu dan organisasi. d. Level 4: Result/ Business Impact Tingkat ini mengukur keberhasilan program pelatihan dari sudut pandang bisnis dan organisasi. Bagaimana hasil pelatihan berpengaruh terhadap bisnis atau lingkungan kerja/ bagian yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja peserta pelatihan. Alat ukur yang biasa dipakai adalah kuantitas, kualitas, waktu, habit, cost, dan customer satisfaction yang berhasil ditingkatkan/ diturunkan oleh peserta pelatihan. e. Level 5: ROTI (Return on Training Investment) Pengukuran evaluasi pelatihan pada level 5, yaitu ROTI (Return on Training Investment) dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi yang telah dikeluarkan untuk program pelatihan.
2.7.4.3 Model Evaluasi Formative and Summative Menurut Raymond A. Noe (2002), terdapat beberapa dampak yang digunakan dalam pengukuran evaluasi pelatihan yaitu sebagai berikut. a. Dampak Kognitif Dampak kognitif digunakan untuk menentukan tingkat sejauh mana peserta pelatihan mengetahui mengenai prinsip, fakta, teknik, prosedur, atau proses yang ditekankan pada program pelatihan tersebut. Dampak ini mengukur pengetahuan yang dipelajari oleh peserta pelatihan. Cara pengukuran yang umumnya digunakan dalam dampak kognitif adalah tes tertulis. Dampak kognitif ini meliputi kriteria Kirkpatrick tingkat 2, yaitu pembelajaran. b. Dampak Keahlian Dasar Dampak keahlian dasar digunakan untuk menilai tingkat teknik atau motor skills dan perilaku. Dampak ini juga meliputi akuisisi atau pembelajaran terhadap skill tertentu dan penggunaan skill tersebut di tempat kerja. Cara pengukuran dampak keahlian dasar umumnya dilakukan dengan observasi atau work sampling. Dampak keahlian dasar ini meliputi kriteria Kirkpatrick tingkat 2 dan tingkat 3, yaitu pembelajaran dan perilaku. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 c. Dampak Affective Dalam dampak affective, diukur persepsi dan reaksi peserta pelatihan terhadap program pelatihan, seperti fasilitas pelatihan, pelatih, dan isi atau materi pelatihan. Cara pengukuran dampak ini umumya adalah dengan pengisisan kuesioner oleh peserta pelatihan dan survey. Dampak evaluasi ini meliputi kriteria Kirkpatrick tingkat 1, yaitu reaksi. d. Hasil Hasil digunakan untuk menentukan manfaat pelatihan terhadap perusahaan. Dampak evaluasi ini meliputi kriteria Kirkpatrick tingkat 4, yaitu hasil. e. Return on Investment (ROI) ROI digunakan untuk membandingkan benefit pelatihan secara moneter dengan biaya pelatihan. Maksud dari benefit adalah nilai yang diperoleh oleh perusahaan dari program pelatihan.
2.7.4.4 Model Evaluasi CIPP Konsep evaluasi model CIPP ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1993 sebagai hasil dari usahanya dalam mengevaluasi ESEA (The Elementary and Secondary Education Act). Stufflebeam adalah ahli yang mengusulkan pendekatan yang berorientasi pada pemegang keputusan (a decision oriented approach structured) untuk menolong administrator membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan (Aman, 2009). The CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but to improve Stufflebeam menawarkan konsep tersebut dengan pandangan bahwa tujuan penting dari sebuah evaluasi adalah bukan untuk membuktikan sesuatu, akan tetapi untuk memperbaikinya. Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang antara lain dalam bidang: Pendidikan, manajemen, perusahaan dan sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik proyek, program, maupun institusi. Dalam bidang pendidikan, Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan menjadi 4 dimensi yaitu Context, Input, Process, dan Product. Hal Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 inilah yang menyebabkan model evaluasi yang ditawarkan bernama CIPP Model yang merupakan singkatan dari keempat dimensi tersebut. a. Context, yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pelatihan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan b. Input, yaitu sarana/ modal/ bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk tujuan pelatihan c. Process, yaitu pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/ modal/ bahan di dalam kegiatan nyata di lapangan d. Product, yaitu hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem pelatihan yang bersangkutan.
2.7.4.5 Model Evaluasi IPO Bushnell (1990) dalam Eseryel (2002) mengevaluasi sebuah pelatihan dengan menggunakan pendekatan sistem sebagai berikut. a. Input, yaitu mengevaluasi indikator kinerja sistem seperti kualifikasi peserta, ketersediaan bahan, kesesuaian pelatihan. b. Process, yaitu meningkatkan perencaanaan, desain, pengembangan, dan penyampaian program pelatihan. c. Output, yaitu mengumpulkan data yang dihasilkan dari intervensi pelatihan. d. Outcomes, yaitu hasil jangka panjang yang dikaitkan dengan peningkatan lini bawah perusahaan, keuntungan, daya kompetisi, dan lainnya.
2.7.4.6 Model Evaluasi TVS (Training Validation System) Model TVS (Training Validation System) yang dikembangkan oleh Fitz- Enz (1994) dalam Eseryel (2002), juga dapat digunakan untuk melakukan evaluasi pelatihan. Model TVS menggunakan indikator situation, intervention, impact, dan value untuk menilai efektivitas dalam sebuah program pelatihan. a. Situation, yaitu mengumpulkan data pra-pelatihan untuk memastikan level kinerja saat ini di dalam organisasi dan mendefinisikan tingkat kinerja mendatang yang dikehendaki. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 b. Intervention, yaitu mengidentifikasi alasan adanya kesenjangan antara kinerja yang sekarang dengan yang diharapkan untuk mengetahui apakah pelatihan merupakan solusi masalah. c. Impact, yaitu mengevaluasi perbedaan antara data pra dan pasca pelatihan. d. Value, yaitu mengukur perbedaan dalam kualitas, produktivitas, pelayanan, atau penjualan yang semuanya dapat dinyatakan dalam bentuk uang.
2.8 Pelaksanaan Evaluasi Menurut Fauzi (2010), evaluasi pelatihan dapat dilaksanakan melalui beberapa langkah, yaitu penyusunan rencana evaluasi, pelaksanaan evaluasi, dan tindak lanjut. Dalam pelaksanaan evaluasi ini perlu diperhatikan beberapa hal berikut. a. Evaluasi harus berorientasi kepada tujuan. Dalam hal ini tujuan penelitian dapat dijadikan arah untuk melakukan evaluasi. Oleh karena itu, tujuan pelatihan harus dirumuskan secara operasional sehingga dapat diamati dan diukur pencapaiannya b. Perlu ditetapkan kriteria/ indikator keberhasilan yang disusun berdasarkan pencapaian ideal dari tujuan pelatihan. Gunanya agar tujuan operasioal dapat diukur sehingga memudahkan pelaksanaan evaluasi c. Menyeluruh dan berkesinambungan, artinya kegiatan evaluasi hendaknya dilaksanakan terhadap seluruh komponen pelatihan terpadu dari sejak perencanaan, persiapan, pelaksanaan, hasil dan dampak dari pelatihan serta tindak lanjut d. Menggunakan berbagai sumber informasi, metode dan pendekatan. Sumber informasi untuk evaluasi pelatihan terdiri dari peserta, fasilitator, penyelenggara, penyandang dana, pengguna hasil pelatihan. Di samping itu, bila dianggap perlu, dapat digunakan sumber daya yang berasal dari pihak atau lembaga yang relevan dengan pelatihan. Metode yang digunakan sangat beragam dengan pendekatan kuantitatif ataupun kualitatif.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 2.9 Efektivitas Pelatihan Efektivitas dipandang tiga perspektif menurut Gibson (1988) dalam Fuad (2011), meliputi efektivitas dari perspektif individu, efektivitas dari perspektif kelompok, dan efektivitas dari perspektif organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa efektivitas memiliki tiga tingkatan yang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dimana efektivitas perspektif individu berada pada tingkat awal untuk menuju efektif kelompok maupun efektif organisasi. Katzel, dalam Steers (1980) (dalam Fuad, 2011) menyatakan bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas, laba dan sebagainya. Suatu pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan tersebut dapat mencapai tujuan organisasi, meningkatkan kemampuan sumber daya, memuaskan pelanggan dan dapat meningkatkan proses-proses internal (Bramley dalam Detty, dkk, 2009). Program pelatihan terbukti efektif jika pelatihan tersebut mampu meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat kerja, dan mendongkrak potensi organisasi (Kaswan, 2011). Noe (2002) juga menambahkan bahwa pada umumnya suatu program pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan ini dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan peserta. Manfaat bagi peserta pelatihan dapat mencakup pembelajaran, keahlian dan perilaku baru. Sedangkan manfaat bagi perusahaan dapat mencakup peningkatan penjualan dan peningkatan konsumen. Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri. Efektivitas pelatihan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Ooi,et al., 2007; Haslinda, et al., 2009, efektivitas pelatihan dipengaruhi oleh kualitas trainer dan ketepatan metode pelatihan. Wang & Drewry dalam Rashid (2010) juga menyatakan bahwa faktor kualitas isi pelatihan, motivasi peserta, dan gaya pembelajaran juga berkontribusi terhadap tercapainya sebuah pelatihan yang efektif bagi organisasi. Selain itu, Haslinda, et al (2009) dalam Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 penelitiannya yang berjudul The Effectiveness of Training in The Public Service menyatakan bahwa komitmen dan dukungan manajemen, sikap peserta, dukungan rekan kerja, kepemimpinan, analisis kebutuhan pelatihan, dan transfer pelatihan juga berpengaruh terhadap pencapaian efektivitas program pelatihan. Keefektifan pelatihan itu sendiri akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat dari dampak pelatihan bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Hal ini selaras dengan Henry Simamora (1994) dalam Fuad (2011) yang mengukur keefektifan Diklat dapat dilihat dari 1) reaksi-reaksi bagaimana perasaan partisipan terhadap program; 2) belajar- pengetahuan, keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari pelatihan; 3) perilaku perubahan- perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pekerjaan: dan 4) hasil- hasil dampak pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional.
2.10 Service Excellence (Pelayanan Prima) Program pelayanan kepada pelanggan dengan bertitik tolak dari konsep kepedulian konsumen terus dikembangkan sehingga sekarang ini program pelayanan telah menjadi salah salah satu alat utama dalam melaksanakan strategi pemasaran untuk memenangkan persaingan. Kepedulian kepada pelanggan dalam manajemen modern telah dikembangkan menjadi suatu pola pelayanan terbaik yang disebut layanan prima atau pelayanan prima. Menurut Majid (2011), definisi pelayanan prima mengandung tiga hal pokok, yaitu adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, upaya melayani dengan tindakan yang terbaik dan ada tujuan untuk memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu. Barata (2003) juga berpendapat bahwa pelayanan prima adalah kepedulian pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya agar mereka selalu loyal kepada perusahaan/ organisasi.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 2.10.1 Pentingnya Service Excellence terhadap Pelanggan Pelaksanaan layanan prima oleh perusahaan terhadap para pelanggan, baik itu yang ditujukan untuk pelanggan intern maupun pelanggan ekstern mempunyai peranan penting dalam bisnis karena kelangsungan perusahaan sangat tergantung dari loyalitas para pelanggan kepada perusahaan. Demikian pula halnya bila pelayanan prima ini dilakukan dalam organisasi non komersil maupun pemerintah. Secara lebih rinci, pentingnya pelayanan prima di sebuah perusahaan menurut Barata (2003) dapat dijelaskan berikut ini. a. Pelayanan bagi pelanggan internal Pelanggan internal adalah orang-orang yang terlibat dalam proses produksi barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Pelanggan internal dituntut untuk mampu mengembangkan budaya layanan prima di lingkungan internal. Mereka harus saling memberikan fasilitas, baik kepada sesama karyawan, bawahan, maupun atasan dengan tujuan untuk mendukung kelancaran proses produksi barang dan atau pembentukan jasa sehingga dapat menunjang kelangsungan perusahaan dalam rangka mewujudkan pelayanan prima bagi pelanggan eksternal. b. Pelayanan bagi pelanggan eksternal Dengan memberikan pelayanan prima kepada pelanggan eksternal diharapkan ada peningkatan loyalitas pelanggan eksternal terhadap perusahaan, sehingga dari waktu ke waktu perusahaan akan mampu memelihara dan meningkatkan penjualan barang atau jasa dan sekaligus dapat meraih keuntungan sebagaimana yang diharapkan.
2.10.2 Tujuan Service Excellence Menurut Rahmayanty (2010), tujuan dilakukan pelayanan prima (service excellence) di sebuah perusahaan atau organisasi adalah sebagai berikut. a. Mencegah pembelotan dan membangun kesetiaan pelanggan (customer loyality) b. Memberikan rasa puas dan kepercayaan pada konsumennya c. Menjaga dan merawat (maintenance) agar pelanggan merasa diperhatikan dan dipentingkan segala kebutuhan dan keinginannya Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 d. Mempertahankan pelanggan agar tetap loyal untuk menggunakan produk barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan/ organisasi.
2.10.3 Konsep Service Excellence Pada awalnya, konsep pelayanan prima timbul dari kreativitas pelaku bisnis, yang kemudian diikuti oleh organisasi nirlaba dan instansi pemerintah sehingga dewasa ini budaya pelayanan prima tidak lagi hanya milik dunia bisnis tetapi milik semua orang (Barata, 2003). Keberhasilan dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima tidak terlepas dari kemampuan dalam pemilihan konsep pendekatannya. Barata (2003) sendiri mengembangkan budaya pelayanan prima yaitu dengan menyelaraskan faktor-faktor ability (kemampuan), attitude (sikap), appearance (penampilan), attention (perhatian), action (tindakan), dan communication (komunikasi). a. Kemampuan (ability) Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, dan menggunakan public relations sebagai instrumen dalam membina hubungan ke dalam dan ke luar organisasi/ perusahaan. b. Sikap (attitude) Sikap adalah peilaku atau perangai yang harus ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan. c. Penampilan (appearance) Penampilan adalah penampilan seseorang, baik yang bersifat fisik dan non- fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain. d. Perhatian (attention) Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pelanggan baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun pembahasan atas saran dan kritiknya.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 e. Tindakan (action) Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada pelanggan. f. Komunikasi (communication) Komunikasi adalah proses pengiriman dan peneirmaan pesan atau berita (informasi) antara dua orang atau lebih dengan cara yang efektif, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Teori Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki kinerja pegawai pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya (Gomes, 2003). Pelatihan diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja agar para karyawan dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsi dan tugas jabatannya sehari-hari (Noe, 2002). Menurut Sudjana (2007), setiap pengelolaan pelatihan mempunyai komponen yang harus dipenuhi dalam upaya penyelenggaraannya, yang meliputi tahap identifikasi kebutuhan pelatihan, perencanaan dan perancangan pelatihan, pengembangan materi pelatihan, pelaksanaan pelatihan, dan evaluasi pelatihan. Suatu pelatihan dapat dikatakan efektif jika pelatihan tersebut dapat meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat kerja, dan mendongkrak potensi organisasi (Kaswan, 2011). Suatu pelatihan juga dapat dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan tersebut dapat mencapai tujuan organisasi, meningkatkan kemampuan sumber daya, memuaskan konsumen atau dapat meningkatkan proses-proses internal (Bramley dalam Detty, dkk, 2009). Noe (2002) juga menambahkan bahwa suatu program pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan ini dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan peserta. Manfaat bagi peserta pelatihan dapat mencakup pembelajaran, keahlian dan perilaku baru. Sedangkan manfaat bagi perusahaan dapat mencakup peningkatan penjualan dan peningkatan konsumen. Efektivitas pelatihan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Ooi,et al (2007), Haslinda, et al (2009), efektivitas pelatihan dipengaruhi oleh kualitas trainer dan ketepatan metode pelatihan. Wang & Drewry dalam Rashid (2010) juga menyatakan bahwa faktor kualitas isi pelatihan, motivasi peserta, dan gaya pembelajaran juga berkontribusi terhadap tercapainya sebuah pelatihan yang efektif bagi organisasi. Selain itu, Haslinda, et al (2009) dalam penelitiannya yang berjudul The Effectiveness of Training in The Public Service Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 menyatakan bahwa komitmen dan dukungan manajemen, sikap peserta, dukungan rekan kerja, kepemimpinan, analisis kebutuhan pelatihan, dan transfer pelatihan juga berpengaruh terhadap pencapaian efektivitas program pelatihan. Guna mengetahui apakah pelaksanaan program Pelatihan Service Excellence efektif bagi peningkatan kemampuan sumber daya, pencapaian tujuan organisasi, peningkatan proses internal dan pemuasan konsumen, maka dilakukan evaluasi pasca pelatihan tersebut. Kirkpatrick (2005) menyatakan bahwa evaluasi merupakan penentuan efektivitas suatu program pelatihan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pelatihan kerja yang diselenggarakan (Mangkunegara, 2005). Berbagai model evaluasi banyak dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Kirkpatrick (2005) mengemukakan model evaluasi efektivitas pelatihan melalui empat level, yaitu tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level). Noe (2002) menggunakan kriteria dampak untuk mengevaluasi sebuah pelatihan yang mencakup dampak kognitif, dampak keahlian dasar, dampak affective, hasil, dan Return on Investment (ROI). Phillips (2002) dalam Satriono (2007) juga mengembangkan model evaluasi Kirkpatrick Empat Level dengan menambahkan variabel Return on Investment (ROI). Stufflebeam (1993) dalam Aman (2009) mengemukakan model evaluasi CIPP yang meliputi indikator Context, Input, Process, Product. Bushnell (1990) dalam Eseryel (2002) juga mengemukakan model evaluasi dengan pendekatan sistem atau yang lebih dikenal dengan model IPO. Selain itu, Model TVS (Training Validation System) yang dikembangkan oleh Fitz-Enz (1994) dalam Eseryel (2002), juga dapat digunakan untuk melakukan evaluasi pelatihan. Model TVS menggunakan indikator situation, intervention, impact, dan value untuk menilai efektivitas dalam sebuah program pelatihan. Untuk lebih jelasnya, model evaluasi pelatihan yang dikembangkan oleh beberapa para ahli akan digambarkan pada bagan kerangka teori berikut ini. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Gambar 3.1 Kerangka Teori Efektivitas Program Pelatihan Model Evaluasi Empat Level (Kirkpatrick, 2005) 1. Tingkat Reaksi 2. Tingkat Pembelajaran 3. Tingkat Perilaku 4. Tingkat Hasil
Model ROTI (Phillips, 2002) 1. Level Reaction 2. Level Learning 3. Level Behaviour 4. Level Result 5. Level Return on Training Investment (ROTI)
Model Formative dan Summative Evaluation (Noe, 2002) 1. Dampak Kognitif 2. Dampak Keahlian Dasar 3. Dampak Affective 4. Hasil 5. Return on Investment (ROI)
Model Evaluasi CIPP (Stufflebeam, 1993) 1. Context 2. Input 3. Process 4. Product
Model Evaluasi TVS (Fitz- Enz, 1994) 1. Situation 2. Intervention 3. Impact 4. Value
Model Evaluasi IPO (Bushnell,1990) 1. Input 2. Process 3. Output 4. Outcomes
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 3.2 Kerangka Konsep Kerangka konsep pada penelitian ini tidak mencakup seluruh variabel yang terdapat dalam teori-teori yang telah dijelaskan. Peneliti hanya mengambil beberapa variabel yang disesuaikan dengan keadaan kondisi penyelenggaraan program pelatihan Service Excellence di RSJPD Harapan Kita. Adapun kerangka konsep yang dipilih mengacu pada model evaluasi Empat Level Kirkpatrick (2005) yang telah banyak digunakan secara meluas. Alasan banyaknya penggunaan model ini adalah karena kesederhanannya dan kemudahannya diaplikasikan (Detty, dkk, 2009). Model ini menyajikan adanya empat tahap dalam mengevaluasi pelatihan (Kirkpatrick, 2005). Selain itu, beragam penelitian mengenai evaluasi pelatihan juga banyak menggunakan model ini, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003), Detty, dkk (2009), Haslinda, et., al (2009), Chang (2010), dan masih banyak lainnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memfokuskan evaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence dalam empat level sesuai dengan teori Model Evaluasi Empat Level Kirkpatrick. Pada kerangka konsep penelitian ini peneliti akan mengevaluasi program Pelatihan Service Excellence dari aspek empat level, yaitu tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level). Peneliti juga meneliti mengenai variabel efektivitas pelatihan untuk melihat keefektifan program pelatihan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pegawai. Selain itu, peneliti juga ingin melihat hubungan antara evaluasi pada empat level dengan variabel efektivitas pelatihan. Berikut ini merupakan bagan kerangka konsep yang akan diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Variabel Independen Variabel Dependen
- Tingkat Reaksi - Tingkat Pembelajaran - Tingkat Perilaku - Tingkat Hasil Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence Gambar 3.2 Kerangka Konsep Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 3.3 Definisi Operasional No Variabel Definisi Pengukuran Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur 1. Tingkat Reaksi Kepuasan pegawai terhadap program pelatihan Service Excellence yang telah diikuti, terutama mengenai materi, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung dimana kepuasan tersebut akan memunculkan reaksi dari para peserta pelatihan - Pengisian Kuesioner
- Telaah Data Sekunder - Kuesioner
- Pedoman Telaah Data Sekunder Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor kuesioner, akan didapatkan nilai median yang ditetapkan sebagai cut off point. Dengan demikian, hasil ukur dikategorikan dengan cut off point median: 1. Kepuasan pegawai rendah, bila < nilai median 2. Kepuasan pegawai tinggi, bila nilai median 2. Tingkat Pembelajaran Pembelajaran mengenai pelatihan Service Excellence yang dipahami oleh pegawai RSJPDHK - Pengisian Kuesioner - Kuesioner Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor kuesioner, akan didapatkan nilai mean yang ditetapkan sebagai cut off point. Dengan demikian, hasil ukur dikategorikan dengan cut off point mean: 1. Pembelajaran pegawai buruk, bila < nilai mean 2. Pembelajaran pegawai baik, bila nilai mean Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No Variabel Definisi Pengukuran Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur 3. Tingkat Perilaku Implementasi perilaku pasca pelatihan Service Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian layanan prima terhadap pasien yang meliputi kemampuan, sikap, penampilan, komunikasi, perhatian, dan tindakan - Pengisian Kuesioner
- Observasi
- Wawancara Tidak Terstruktur - Kuesioner
- Pedoman Observasi Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor post test, akan didapatkan nilai mean yang ditetapkan sebagai cut off point. Dengan demikian, hasil ukur dikategorikan dengan cut off point mean: 1. Implementasi perilaku di tempat kerja buruk, bila < nilai mean 2. Implementasi perilaku di tempat kerja baik, bila nilai mean 4. Tingkat Hasil Keberhasilan program pelatihan Service Excellence dari sudut pandang organisasi yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja/ kompetensi peserta pelatihan - Pengisian Kuesioner
- Telaah Data Sekunder
- Wawancara Tidak Terstruktur - Kuesioner
- Pedoman Telaah Data Sekunder Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor post test, akan didapatkan nilai median yang ditetapkan sebagai cut off point. Dengan demikian, hasil ukur dikategorikan dengan cut off point median: 1. Keberhasilan program buruk, bila < nilai median 2. Keberhasilan program baik, bila nilai median
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No Variabel Definisi Pengukuran Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur 5. Efektivitas Pelatihan Persepsi pegawai mengenai keefektifan program pelatihan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja - Pengisian Kuesioner - Wawancara Tidak Terstruktur Kuesioner Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor kuesioner, akan didapatkan nilai median yang ditetapkan sebagai cut off point. Dengan demikian, hasil ukur dikategorikan dengan cut off point median: 1. Efektivitas Rendah, bila < nilai median 2. Efektivitas Tinggi, bila nilai median
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis evaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence di RSJPD Harapan Kita tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif, yang bersifat deskriptif analitik. Namun untuk mempertajam hasil dan menambah informasi maka dilakukan wawancara tidak terstruktur dengan beberapa responden yang terkait dengan penelitian mengenai evaluasi pelatihan, serta melakukan observasi langsung terhadap tata cara pemberian layanan prima (service excellence) yang dilakukan pegawai terhadap pasien atau pengunjung rumah sakit. Desain penelitian yang akan digunakan adalah cross-sectional, yaitu suatu desain penelitian untuk mempelajari suatu dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dan dengan suatu pendekatan, observasi ataupun dengan pengumpulan data pada saat tertentu (point time approach) (Notoatmodjo, 2010).
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan selama bulan Februari 2012. Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang terletak di Jalan Letjend S.Parman Kav 87, Slipi, Jakarta Barat.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012 yang mengikuti pelatihan Service Excellence di tahun 2010, yang berjumlah 74 orang. Seluruh pegawai RSJPD Harapan Kita tersebut dijadikan populasi dalam penelitian ini karena berhubungan dengan kegiatan peneliti yang akan dilakukan.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 4.3.2 Sampel Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dipilih dengan melihat kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan oleh peneliti, meliputi hal-hal sebagai berikut. a. Kriteria inklusi: - Pegawai yang telah mengikuti Program Pelatihan Service Excellence di Tahun 2010 - Pegawai yang bekerja aktif di RSJPD Harapan Kita tahun 2012 - Pegawai yang bekerja langsung melayani pasien dan pengunjung RSJPD Harapan Kita b. Kriteria eksklusi: - Pegawai yang sedang mengambil cuti saat penelitian dilakukan - Pegawai yang meninggal dunia atau sudah tidak aktif bekerja pada saat penelitian dilakukan Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi pegawai yang mengikuti pelatihan Service Excellence dengan melihat kriteria inklusi dan eksklusi yang telah disebutkan sebelumnya. Populasi pada penelitian ini berjumlah 74 pegawai, tingkat presisi yang diinginkan yaitu 10% dengan tingkat kemaknaan 95%. Perhitungan besarnya sampel yang dibutuhkan, dihitung dengan menggunakan rumus dari Lemeshow (dalam Suyatno, 2010) sebagai berikut : n = Z 2 1 - /2 P (1 - P)N d 2 (N-1) + Z 2 1 - /2 P (1 - P) Keterangan : n = jumlah sampel dibutuhkan N = jumlah populasi (74 pegawai) Z = tingkat kemaknaan atau standar deviasi normal (95%=1,96) P = proporsi populasi. Peneliti menggunakan nilai proporsi 0,5 karena proporsi populasi tidak diketahui (Notoatmodjo, 2010). d = tingkat presisi (penyimpangan terhadap populasi) yang diinginkan (10%=0,1) Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus sampel Lemeshow, maka didapatkan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini sebanyak 42 pegawai. Untuk menghindari missing data dan hal-hal lainnya, maka jumlah sampel penelitian ditambah sebanyak 20% dari hasil perhitungan jumlah sampel minimal sehingga menjadi 50 pegawai. Jumlah sampel keseluruhan dikelompokkan lagi berdasarkan unit kerja sampel. Teknik ini dinamakan stratified random sampling. Dengan teknik ini, peneliti mengelompokkan sampel sesuai dengan unit kerja sampel. Hal ini dilakukan karena sampel bersifat heterogen dan untuk mendapatkan sampel yang representatif. Pembagian sampel berdasarkan unit kerja dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono (2007) dalam Hutami, 2010): n 2 = n x N 1
N Keterangan: n 2 = banyaknya sampel di tiap unit kerja n = banyaknya populasi di tiap unit kerja N = banyaknya populasi pegawai yang mengikuti pelatihan N 1 = banyaknya sampel penelitian Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian No. Unit Kerja Jumlah Pegawai yang Mengikuti Pelatihan Sampel yang Diambil 1. Seksi Pelayanan Pelanggan 4 3 2. UPF Farmasi dan Apotik 4 3 3. UPF Patologi Klinik dan Bank Darah 6 4 4. Unit Radiologi dan Pencitraan 2 1 5. Sub Bagian Perbendaharaan 6 4 6. UPF Rekam Medis 7 5 7. UPF Rawat Inap Pav. Sukaman dan Poli Eksekutif 31 21 8. UPF Gizi 5 3 9. Unit Echo dan Treadmill 8 5 10. Unit Bedah Dewasa 1 1 TOTAL 74 50 Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Selain pegawai, sampel yang akan terlibat di dalam penelitian ini adalah pasien atau pengunjung yang datang ke RSJPD Harapan Kita untuk mendapatkan gambaran evaluasi pada tingkat perilaku, yaitu gambaran penerapan budaya pelayanan prima yang diberikan oleh pegawai kepada pasien/pengunjung. Pasien atau pengunjung yang masuk dalam sampel penelitian ini adalah mereka yang dilayani secara langsung oleh pegawai medis dan non-medis yang telah mengikuti pelatihan Service Excellence di tahun 2010. Peneliti mengambil sampel pasien/ pengunjung rumah sakit secara random ketika penelitian ini dilaksanakan, yaitu sebanyak 3 orang pasien/ pengunjung dari masing-masing unit pelayanan yang berjumlah 10 unit pelayanan sehingga didapatkan jumlah responden sebanyak 30 orang. Tiga orang pasien tersebut diambil pada waktu awal pegawai mulai bekerja, pada waktu kunjungan teramai, dan pada akhir menjelang jam pelayanan rumah sakit berakhir. Pasien/ pengunjung akan diberikan kuesioner dimana mereka memberikan persepsi mengenai gambaran pemberian layanan prima (service excellence) yang dilakukan oleh pegawai rumah sakit yang juga akan diobservasi oleh peneliti secara langsung. Pegawai yang akan diobservasi dan diberikan penilaian oleh responden berjumlah satu orang yang paling representatif dari masing-masing unit. Pengambilan sampel pasien/ pengunjung rumah sakit dilakukan dari pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB. Selama pasien/ pengunjung rumah sakit mengisi kuesioner, peneliti selalu berada di dekat mereka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi responden untuk bertanya jika ada pertanyaan yang kurang jelas. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti meyakinkan kembali mengenai kelengkapan pengisian jawaban. Jika ada pertanyaan yang belum terjawab, peneliti langsung meminta responden untuk melengkapi jawaban tersebut.
4.4. Cara Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer Data yang dikumpulkan merupakan data primer melalui pengisian kuesioner oleh responden, yaitu pegawai yang telah mengikuti pelatihan Service Excellence serta pasien/ pengunjung RSJPD Harapan Kita. Kuesioner yang akan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 diisi oleh pegawai digunakan untuk mengetahui gambaran evaluasi pelatihan pada tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat hasil, dan gambaran efektivitas pelatihan berdasarkan persepsi pegawai. Sedangkan kuesioner yang akan diisi oleh pasien/ pengunjung rumah sakit digunakan untuk mengetahui gambaran evaluasi pada tingkat perilaku, yaitu gambaran pemberian layanan prima (service excellence) yang dilakukan oleh pegawai medis dan non-medis berdasarkan persepsi pasien/ pengunjung rumah sakit yang telah dilayani oleh pegawai tersebut. Di dalam kuesioner, peneliti juga menggunakan instrument pertanyaan yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada materi pelatihan mengenai pelaksanaan service excellence di rumah sakit. Pertanyaan tersebut akan diisi oleh pegawai yang telah mengikuti pelatihan Service Excellence guna mengetahui tingkat pembelajaran yang telah dipahami oleh pegawai. Kuesioner merupakan salah satu jenis instrumen dalam pengumpulan data yang disampaikan kepada responden melalui sejumlah pertanyaan dan responden mengisinya dengan memilih salah satu jawaban yang telah disediakan sesuai dengan pendapatnya. Teknik ini dipilih karena responden dalam penelitian ini adalah orang yang mengetahui keadaan dirinya sendiri, apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya, dan interpretasi antara responden atas pertanyaan dalam kuesioner adalah benar. Untuk mendukung data kuantitatif, peneliti juga melakukan observasi secara langsung mengenai cara pemberian pelayanan prima oleh pegawai terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara tidak terstruktur dengan responden yang terkait dengan penelitian ini, yaitu pihak Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian (SDM), pihak Divisi Pendidikan Pelatihan, dan beberapa peserta pelatihan.
4.4.2 Data Sekunder Untuk data sekunder, diperoleh melalui penelaahan dokumen-dokumen yang terkait dengan Divisi Diklat RSJPD Harapan Kita, pelaksanaan program pelatihan Service Excellence, jumlah peserta, dan laporan pelaksanaan program pelatihan Service Excellence di tahun 2010, jumlah complaint, angka kunjungan rumah sakit, dan survey kepuasan pasien. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, pedoman observasi yang berupa lembar checklist, dan pedoman telaah dokumen. Semua instrumen tersebut dibuat oleh peneliti berdasarkan kerangka konsep dan definisi operasional penelitian. a. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan gambaran evaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence pada variabel tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat perilaku, tingkat hasil dan gambaran efektivitas program pelatihan. Beberapa pertanyaan kuesioner mengadopsi dari penelitian sebelumnya mengenai evaluasi efektivitas pelatihan yang dilakukan oleh Renita Anggraini pada tahun 2003 dan Veranike pada tahun 2010, yang kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian. Bentuk kuesioner menggunakan model skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009). Dengan menggunakan skala Likert, responden diberikan pilihan jawaban dari tingkatan yang positif sampai dengan yang negatif. Pilihan jawaban tersebut meliputi Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). b. Lembar checklist dibuat oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran evaluasi Pelatihan Service Excellence pada variabel tingkat perilaku. Lembar checklist tersebut digunakan untuk mengamati tata cara pemberian layanan prima oleh pegawai non-medis terhadap pasien maupun pengunjung RSJPD Harapan Kita. c. Pedoman telaah dokumen dibuat berhubungan dengan metode diklat, pelaksanaan, dan output pelatihan.
4.6 Uji Instrumen Penelitian 4.6.1 Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Hastono, 2007). Uji validitas dilakukan terhadap setiap item pernyataan yang diajukan. Kuesioner uji validitas diberikan kepada 20 orang responden, dalam hal ini responden yang bukan merupakan sampel penelitian. Menurut Notoatmodjo (2010), agar diperoleh Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal maka sbeaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Untuk mengetahui validitas suatu instrumen kuesioner dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai hasil Corrected Item-Total Correlation dengan nilai r tabel. Pernyataan dikatakan valid apabila nilai hasil Corrected Item-Total Correlation lebih besar daripada nilai r tabel. Pernyataan yang tidak valid dapat langsung dihilangkan, kemudian dilakukan uji validitas kembali tanpa menyertakan pernyataan yang tidak valid tersebut.
4.6.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan tingkat konsistensi hasil pengukuran bila dilakukan pengukuran dua kali (Sugiyono, 2009). Uji reliabilitas dilakukan setelah setiap pertanyaan dalam alat ukur dinyatakan valid atau setelah pernyataan yang tidak valid dihilangkan. Cara melakukan uji reliabilitas yaitu dengan membandingkan nilai Cronbach Alpha dengan nilai standar yaitu 0,6. Bila Cronbach Alpha 0,6, maka pernyataan tersebut dikatakan reliabel.
4.7 Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui sebagai berikut (Hastono, 2007). a. Editing Editing adalah kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah: - Lengkap : Semua pertanyaan sudah terisi jawabannya - Jelas : Jawaban pertanyaan apakah sudah cukup jelas terbaca tulisannya - Relevan : Jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaan - Konsisten : Apakah ada beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawabannya konsisten
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 b. Coding Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentyuk huruf menjadi data berbentuk angka/ bilangan c. Processing Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng- entry data dari kuesioner ke paket program komputer. Paket program yang digunakan adalah paket program SPSS for windows d. Cleaning Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak.
4.8 Analisis Data 4.8.1 Analisis Univariat Analisis ini dilakukan untuk melihat gambaran/ mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen. Variabel diteliti melalui distribusi frekuensi dari masing- masing variabel. Variabel data jenis kategorik disajikan dalam bentuk jumlah dan persentase sedangkan variabel data jenis numerik disajikan dalam bentuk statistik deskriptif yang terdiri dari nilai rata-rata (mean), nilai tengah (SD), 95% Confident Interval (CI), nilai minimum, dan nilai maksiimum.
4.8.2 Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang dilakukan dengan uji chi square. Uji chi square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel kategorik dengan variabel kategorik. Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan variabel independen dengan variabel dependen dan apakah hubungan yang dihasilkan bermakna, maka digunakan perbandingan nilai P (P value) dengan = 0,05. Apabila nilai P 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna yang berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 dependen, sedangkan apabila nilai P > 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna yang berarti tidak ada hubungan antara keduanya. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB V GAMBARAN UMUM RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
5.1. Sejarah Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita didirikan oleh Yayasan Harapan Kita yang diketuai oleh (alm) Ibu Tien Soeharto di atas tanah seluas 22.389 M 2 di Jalan S. Parman Kav. 87 Slipi, Jakarta Barat dan diresmikan pada tanggal 9 November 1985. Rumah sakit ini berawal dari wacana yang berkembang di kalangan dokter ahli jantung di Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di bawah pimpinan dr. Sukaman, Sp.JP (alm), dan didukung sepenuhnya oleh Yayasan Jantung Indonesia dan Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PERKI). Pada tanggal 27 Maret 1985, Yayasan Harapan Kita melalui Surat Keputusan Nomor 02/1985 menyerahkan kepemilikan rumah sakit ini kepada pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan, tetapi pengelolaannya diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita berdasarkan Surat Keputusan No.57/Menkes/SK/II/1985. Pada tanggal 31 Juli 1997 Yayasan Harapan Kita menyerahkan kembali pengelolaan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita kepada Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2000, status Rumah Sakit Jantung Harapan Kita pun berubah menjadi perusahaan jawatan di bawah naungan Kementerian BUMN. Pada tanggal 13 Juni 2005, ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang menyebutkan perubahan status rumah sakit yang semula berstatus perusahaa jawatan (BUMN) menjadi Badan Layanan Umum (Pasal 37 ayat 2). Pada tanggal 26 September SK-Men-Kes No.1102/Men-Kes/SK/X/2007 menetapkan RSJPDHK sebagai Pusat Jantung Nasional yang mempunyai tugas menjadi World Class Hospital dan Pusat Pelayanan Kardiovaskuer berjenjang di seluruh Indonesia. Di samping sebagai Pusat Jantung Nasional untuk rujukan pelayanan kesehatan kardiovaskuler, BLU-RSJPDHK juga merupakan pusat pendidian dan penelitian kardiovaskuler di Indonesia, bekerja sama dengan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dan beberapa fakultas kedokteran lainnya di Indonesia.
5.2 Visi, Misi, Tujuan, Motto, dan Logo Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 5.2.1 Visi Visi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah menjadi Institusi Kardiovaskuler terpercaya di Asia Pasifik.
5.2.2 Misi Misi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian kardiovaskular secara profesional dan ditopang oleh tatakelola korporasi yang baik.
5.2.3 Tujuan Tujuan dari kegiatan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah: a. Memberikan pelayanan kardiovaskular dengan standar internasional. b. Mengelola fasilitas layanan kardiovaskular dan fasilitas lainnya secara mandiri, efektif, transparan, dan berkeadilan. c. Mendukung program pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di bidang pelayanan kardiovaskular.
5.2.4 Motto Motto dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah Patient, First! atau Pasien yang Utama.
5.2.5 Logo
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Logo RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita berupa simbol visual grafis (gambar) jantung dan garis elips serta logotype bentuk huruf pusat jantung nasional. Setiap detilnya memiliki arti tersendiri, yaitu: a. Simbol-visual Jantung Menggambarkan spesialisasi bidang jantung dan pembuluh darah. b. Simbol-visual garis elips Simbolisasi dari pusat dan melambangkan inovasi. Garis elips melingkari jantung adalah gambaran peredaran darah dan mengesankan dinamisasi. c. Logotipe, bentuk huruf utama Pusat Jantung Nasional - Huruf Palatino, huruf Serif - Huruf Palatino memberi kesan elegan dan keluwesan
5.3 Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 5.3.1 Tugas Pokok Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI No.1682/MENKES/PER/XII/2005, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) mempunyai tugas menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkesinambungan melalui peningkatan kesehatan dan pencegahan serta upaya rujukan. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor 1102/Men-Kes/SK/IX/2007 pada tanggal 26 September 2007, RSJPDHK ditetapkan sebagai Pusat Jantung Nasional yang mempunyai tugas menjadi World Class Hospital dan menerapkan layanan Kardiovaskuler berjenjang di seluruh Indonesia. Berdasarkan SK Men-Kes No. 333/Men-Kes/SK/V/2009 Tanggal 7 Mei 2009, RSJPDHK ditetapkan sebagai Rumah Sakit Khusus Tipe A.
5.3.2 Fungsi Rumah Sakit Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta memiliki beberapa fungsi sebagai berikut. a. Upaya pencegahan terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah. b. Upaya pelayanan dan penyembuhan bagi pasien penyakit jantung dan pembuluh darah. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 c. Upaya rehabilitasi terhadap pasien penyakit jantung dan pembuluh darah. d. Upaya menjalankan pelayanan berjenjang melalui rujukan yang efektif. e. Pengelolaan dan pembinaan sumber daya manusia. f. Pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan dalam bidang ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular). g. Pelaksanaan urusan administrasi umum dan keuangan.
5.4 Nilai Budaya Kerja RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Berdasarkan wewenang serta lingkup tugas sebagai Rumah Sakit Badan Layanan Umum, maka RSJPDHK dipandang perlu untuk merumuskan nilai-nilai secara lebih rinci, tepat, dan jelas menjadi suatu kondensasi nilai, yaitu: a. Leadership (Kepemimpinan): Menjadi role model di setiap aspek bisnis dalam mengembangkan kepemimpinan tim di setiap jenjang organisasi, dalam kinerja manajemen, dalam mendesain, membangun, dan mendukung layanan dalam kekuatan basis keuangan yang tersedia. b. Integrity (Integritas): Selalu menghormati apa yang telah dilakukan berlandaskan standar etika tertinggi. c. Team work (Kerjasama): Mendorong usaha bersama di setiap jenjang organisasi yang melintasi fungsi untuk menghasilkan nilai terbaik melampaui harapan customer. d. Diversity (Keragaman): Keragaman keterampilan, kekuatan, dan perspektif modal manusia akan mendorong peran serta aktif untuk menciptakan tempat kerja bernuansa partisipatif dalam pengambilan keputusan mewujudkan visi. e. Quality (Kualitas):Berusaha secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas seluruh pelayanan dalam menghasilkan nilai bagi customer. f. Customer satisfaction (Kepuasan pelanggan): Mengutamakan kepuasan customer sebagai penentu utama keberhasilan, senantiasa berusaha untuk mencapai kepuasan menyeluruh customer. g. Good coorporate citizenship (Kenyamanan kerja): Menyediakan tempat kerjayang aman, melindungi lingkungan, meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya, serta melibatkan peran serta masyarakat dalam dukungan keuangan dan lain-lain. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 h. Commitment (Komitmen): Senantiasa meningkatkan komitmen untuk memperoleh kepercayaan dari pemangku kepentingan.
5.5 Struktur Organisasi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Struktur Organisasi RSJPD Harapan Kita yang pertama kali tercantum dalam SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 57/Menkes/SK/II/1985 tentang Tata Kerja Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Struktur ini hanya berlaku hingga September 1994. Selanjutnya, struktur RSJPD Harapan Kita diganti dengan yang baru (bentuk dan format terdapat pada lampiran), hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Direksi Nomor OT.00.02.01.07.0071. Struktur ini dibuat karena adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 126 tahun 2000 tanggal 12 Desember 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang ditetapkan oleh Presiden Abdurahman Wahid, sehingga strukturnya ikut berubah. Adapun tugas pejabat pengelola BLU RSJPD Harapan Kita yang ditinjau dari struktur organisasi adalah sebagai berikut. a. Dewan Pengawas Dewan pengawas RSJPD Harapan Kita mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu melaksanakan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan kegiatan kepengurusan, termasuk pengawasan pelaksanaan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran RSJPD Harapan Kita. b. Direktur Utama Direktur Utama RSJPD Harapan Kita mempunyai tugas dan wewenang yaitu memimpin dan mengurus BLU, menguasai, memelihara, dan mengelola kekayaan BLU, melaksanakan kebijakan pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. c. Direktorat Pelayanan Direktorat Pelayanan dipimpin oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Utama. Direktorat Pelayanan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan medik, asuhan keperawatan, Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 keteknisian, pengendalian infeksi nosokomial serta melaksanakan pengelolaan promosi dan pemasaran rumah sakit, pelayanan pelanggan dan pelayanan bantuan caritas. d. Direktorat Penunjang Direktorat Penunjang dipimpin oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Direktorat Penunjang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan penunjang berupa perencanaan, pemeliharaan, pencatatan logistik dan inventarisasi sarana medik dan sarana non medik pada seluruh Unit Pelaksana Fungsional serta melakukan bimbingan dalam pelaksanaan kegiatan penunjang medik. e. Direktorat Keuangan Direktorat Keuangan dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Direktorat Keuangan mempunyai tugas melakukan pengelolaan keuangan rumah sakit yang meliputi penyusunan dan evaluasi anggaran, perbendaharaan dan mobilisasi dana serta akuntansi dan verifikasi. f. Direktorat Umum & SDM Direktorat Umum dan Sumber Daya Manusia dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Direktorat Umum dan Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melakukan penyusunan program kegiatan, koordinasi pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Sekretariat dan Sumber Daya Manusia serta Rumah Tangga. g. Komite Medik dan Keperawatan Komite Medik RSJPD Harapan Kita mempunyai tugas dan wewenang yaitu memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal menyusun standar pelayanan medik, pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan medik, memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama tentang penerimaan tenaga medik ataupun tenaga keperawatan atau keteknisian kardiovaskular untuk bekerja di BLU-RSJPD Harapan Kita
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 5.6 Komponen Input RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 5.6.1 Man (Sumber Daya Manusia) Tabel 5.1 Jumlah Pegawai RSJPDHK Tahun 2009-2011 No. Uraian Tahun 2009 2010 2011 1 PNS 931 1054 1140 2 CPNS 146 119 156 3 Non-PNS 488 433 401 Total 1565 1606 1697 1 SMF 73 76 78 2 Perawat 667 674 734 3 Umum dan Penunjang 825 856 885 Total 1565 1606 1697 (Sumber: Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian RSJPD Harapan Kita, 2011) Berdasarkan data yang diperoleh dari Buku Laporan Tahunan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2011, jumlah pegawai rumah sakit berjumlah 1697 orang. Jumlah pegawai mengalami peningkatan sebanyak 132 orang dari tahun 2009 yang berjumlah 1565 orang. Peningkatan ini didapat dari adanya proses rekruitmen untuk menjaring SDM yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang baik. Adapun sumber rekruitmen yang ada di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yaitu formasi umum Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan oleh pihak Kementerian Kesehatan RI, rekruitmen eksternal yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, rekruitmen internal, pindahan instansi dari luar rumah sakit, pengajuan CPNS sesuai formasi dari pihak rumah sakit yang diusulkan ke Kementerian Kesehatan, dan lain-lain.
5.6.2 Money (Anggaran) Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian SDM, Rumah Tangga, dan Humas Protokoler RS Jantung dan Harapan Kita, rencana anggaran biaya dan kebutuhan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tertuang dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA) RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Penyusunan RBA dilakukan secara musyawarah bersama seluruh dewan direksi, kepala bagian, kepala divisi, dan kepala UPF unit-unit pengguna anggaran RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Adapun penyusunan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 RBA tersebut mengacu pada RBA pada tahun sebelumnya, proyeksi tahun kedepan dan penyesuaian dengan tingkat inflasi sesuai penetapan yang ada.
5.6.3 Material and Machine (Sarana Fisik dan Peralatan) Dalam rangka memberikan pelayanan terbaiknya, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung untuk pemberian asuhan keperawatan dan kelancaran sistem administrasinya. Berdasarkan Laporan Tahunan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, 2011), Rumah sakit ini dilengkapi dengan sarana medik dan non-medik, antara lain sebagai berikut. a. Memiliki peralatan medis yang canggih, seperti 5 unit cath lab, LVAD, IABP, occluder, ICD, CRT, CRTD, 1 buah MSCT 64 slice, 1 unit gamma camera, ECMO, 11 mesin echocardiography, mesin elektrofisiologi carto, holter monitoring, CVVH, haemodialisis, peralatan gymnasium dan rehabilitasi, monitor haemodinami non invasif yang lengkap, skill lab kardiovaskular lengkap. Peralatan medis ini berfungsi untuk mendukung kegiatan pelayanan dalam upaya proses penyembuhan pasien. b. Memiliki sarana non medis yang canggih seperti pneumatictube dengan PTS 35 station, back up daya dengan UPS 5 unit generator, 3 unit chiller. c. Kapasitas dan fasilitas layanan meliputi: 331 Tempat Tidur, (TT) 6 ruang operasi (4 dewasa dan 2 anak), ruang ICU dewasa 12 TT dan ICU anak 13 TT dengan sarana lengkap, ruang ICVCU 18 TT, intermediate medik 44 TT dan intermediate surgical dewasa 19 TT dan intermediate anak 11 TT yang terpisah, 5 ruang laboratorium kateterisasi, 25 ruang poliklinik, gymnasium dan jogging track untuk rehabilitasi d. Memiliki lokasi tempat yang strategis dalam kota dan bebas banjir. RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita terletak di Jalan S. Parman Kav. 87 Slipi, Jakarta Barat, di pinggir jalan tol dalam kota sehingga lokasinya sangat mudah diakses bagi para pengunjung. e. Tersedianya fasilitas website yang sangat mendukung dikembangkannya sistem informasi bagi masyarakat secara langsung dari luar. Website RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dapat diakses melalui alamat Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 www.pjnhk.go.id. Di dalam website ini tertera berbagai informasi mengenai profil rumah sakit dan berbagai kegiatan pelayanan yang tersedia di rumah sakit ini. Website ini juga berfungsi sebagai media promosi kepada masyarakat luas agar senantiasa menjaga kesehatan jantung dengan pola hidup dan pola makan yang sehat. f. Tersedianya fasilitas penginapan keluarga pasien (wisma) yang mampu memberikan kontribusi pendapatan. Fasilitas penginapan bernama Wisma Bidakara yang terletak di belakang RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. g. RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dilengkapi dengan Kantin Pujasera, ATM Center, mini market, dan juga sarana parkir yang memadai yang dapat memberikan kemudahan di dalam mendapatkan fasilitas tersebut.
5.7 Komponen Proses RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Sifat kegiatan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah sosial, mengutamakan profesionalisme dan etis, mengupayakan pengelolaan yang ekonomis dan tidak semata-mata mencari untung dan harus berpihak pada rakyat. Sejak 13 Juni 2005, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita berbadan hukum Badan Layanan Umum (BLU), sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2005. Dengan demikian, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU). Adapun jenis-jenis pelayanan yang terdapat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah sebagai berikut.
5.7.1 Pelayanan Rawat Jalan Mampu memberikan pelayanan kesehatan jantung dan pembuluh darah anak maupun dewasa melalui layanan konsultasi Poliklinik Umum Kardiologi yang berada di Gedung Perawatan I lantai 1 atau Poliklinik Kardiologi Eksekutif yang terletak di Gedung Pavilliun Sukaman lantai 1, dan evaluasi tindakan medis seperti tindakan non invasif, tindakan invasif dan lain-lain.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 5.7.2 Pelayanan Rawat Inap - Unit Perawatan Intensif Merupakan pelayanan intensif yang diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan kardiovaskuler yang bersifat akut dan kegawatan. Tersedia dua jenis unit intensif, yaitu ICU (Intensif Care Unit) pasca operasi jantung dan pembuluh darah baik ICU pasca bedah jantung Anak yang terletak di Gedung Perawatan II lantai 8 maupun ICU pasca bedah jantung Dewasa yang terletak di Gedung Perawatan I lantai 2, serta CVCU (Cardio Vascular Care Unit) untuk pasien jantung dan pembuluh darah yang memerlukan pengawasan ketat on bedah seperti UAP (Unstable Angina Pectoris), IMA, Edema Paru, Syok Kardiogenik, dan lain-lain. - Unit Perawatan Intermediate (IW) Merupakan unit perawatan semi intensif yang diberikan bagi pasien dengan gangguan kardiovaskuler yang sudah mulai stabil namun masih memerlukan pengawasan cukup ketat. Tersedia dua jenis unit intermediate, yaitu: Intermediate Bedah dan Intermediate Non Bedah (Medikal). Ruang Intermediate Bedah diperuntukkan bagi semua pasien operasi jantung yang sudah mulai stabil (pindahan dari Unit Perawatan Intensif) sedangkan Intermediate Non Bedah diperuntukkan bagi semua pasien yang tidak dioperasi. - Unit Perawatan Biasa Merupakan unit perawatan pasien dengan gangguan kardiovaskuler yang sudah lebih stabil atau bukan dalam kondisi kegawatan atau akut. Kondisi jantung pasien yang dirawat di unit rawat ini dipantau dan pada setiap ruang perawatan disediakan fasilitas penanganan medis yang dapat digunakan sewaktu-waktu bila pasien tiba-tiba jatuh dalam situasi kegawatan kardiovaskuler.
5.7.3 Pelayanan Pemeriksaan Diagnostik Non Invasif Pelayanan pemeriksaan diagnostik non invasif merupakan salah satu pemeriksaan untuk menentukan diagnose secara non invasive. Pemeriksaan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 diagnostik jantung dan pembuluh darah non-invasif yang tersedia di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita meliputi sebagai berikut. a. Pemeriksaan Vaskuler Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui adanya gangguan dan/atau penyakit vaskuler (pembuluh darah) di seluruh tubuh, seperti penyumbatan, penyempitan, pengerasan, pembesaran, robekan dan kebocoran pada pembuluh darah. Jenis-jenis pemeriksaan vaskuler ini berbeda sesuai dengan tempat pemeriksaan pembuluh darahnya. b. Echokardiografi Pemeriksaan untuk menilai struktur anatomi jantung dan pembuluh darah, fungsi kardiovaskuler, derajat kelainan serta mengevaluasi hasil operasi jantung maupun hasil terapi medis. c. Echokardiografi Doppler Jenis pemeriksaan ini digunakan untuk menilai aliran darah dalam jantung maupun pembuluh darah sehingga dapat mendeteksi adanya penyakit jantung. d. Dobutamine Stress Echocardiography (DSE) Merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan infus Dobutamine pada pasien-pasien yang diduga memiliki penyakit jantung koroner namun tidak terdeteksi dengan menggunakan alat treadmill. Pemeriksaan DSE juga dapat digunakan untuk melihat viabilitas otot jantung dengan memantau gangguan gerakan otot jantung. e. Trans Esofageal Echokardiografi (TEE) Suatu pemeriksaan echokardiografi dengan memasukkan transducer endoscopy melewati mulut sampai ke esofagus untuk mendeteksi kelainan pada katup jantung dapat dideteksi tanpa kateterisasi. f. Treadmill Test Suatu bentuk pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui kemampuan maksimal kerja jantung pada saat melakukan aktifitas. g. Cardio Pulmonary Exercise Test. Tes terhadap fungsi jantung dan paru-paru dengan menggunakan peralatan khusus.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 h. Holter dan Blood Pressure Monitoring. Sarana yang digunakan untuk memantau aktivitas listrik jantung selama 24 jam terus menerus dan mendeteksi gangguan irama yang timbul sewaktu-waktu serta dilengkapi dengan alat untuk memonitor tekanan darah.
5.7.4 Pelayanan Pemeriksaan Diagnostik Invasif dan Intervensi Non Bedah Merupakan salah satu pemeriksaan untuk menentukan diagnosa secara invasive pada kelainan jantung dan pembuluh darah seperti catheterisasi, pengukuran tekanan intra kranial. Dikatakan invasive oleh karena prosedur yang dilakukan untuk memeriksa jantung dengan memasukkan selang atau kateter kecil melalui pembuluh darah. Dilaksanakan pula berbagai tindakan intervensi non bedah seperti PTA, ASO, ADO, BMV, BPV, dan lain-lain.
5.7.5 Pelayanan Gawat Darurat Pelayanan gawat darurat meliputi pelayanan untuk semua keadaaan kegawatan yang memerlukan tindakan darurat selama 24 jam yang berkaitan dengan upaya penyelamatan hidup seseorang kepada siapa saja yang memerlukan pertolongan pertama pada situasi kegawatan jantung dan pembuluh darah (Kardiovaskuler).
5.7.6 Pelayanan Bedah Jantung Pelayanan Bedah Jantung dan Pembuluh Darah diberikan pada semua pasien baik pasien anak maupun dewasa dengan permasalahan penyakit jantung dan pembuluh darah dengan indikasi bedah korektif. Adapun prosedur operasi yang dapat dilakukan, antara lain: a. Revaskularisasi (memperbaiki sirkulasi) pada pembuluh darah koroner atau yang lebih dikenal dengan operasi Bypass Koroner (CABG). Kemungkinan untuk terjadinya komplikasi sangat kecil sehingga pasien dapat lebih menghemat biaya perawatan di rumah sakit. b. Bedah Katup untuk memulihkan fungsi-fungsi katup jantung. c. Koreksi Kelainan Jantung Bawaan. d. Operasi pada penyakit Aorta. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 e. Pembedahan pada pembuluh darah.
5.7.7 Pelayanan Kardiologi Nuklir dan MSCT Jantung Pemeriksaan Kardiologi Nuklir merupakan pemeriksaan non-invasif yang menggunakan gama kamera dengan alat radioaktif. Melalui pemeriksaan Kardiologi Nuklir para dokter dapat mengkaji bentuk dan fungsi jantung antara lain; aliran darah pada miokard jantung, mengevaluasi fungsi pompa jantung dan melihat ukuran jantung serta lokasi jantung yang mengalami kerusakan/ gangguan aliran. Jenis pemeriksaan Kardilogi Nuklir antara lain dengan metode exercise stress test Dypiridamol/ adenosin Stress test, dan gated blood pool study, first past study at rest dan exercise first pass study. MSCT jantung juga adalah pemeriksaan anatomi jantung dan pembuluh darah jantung kadiovaskuer secara non invasif.
5.7.8 Pelayanan Patologi Klinik dan Bank Darah Laboratorium patologi klinik RSJPDHK dapat melakukan memeriksaan penunjang diagnostik kardiovaskular dan penunjang kardiovaskular meliputi: kimia, imunologi, hematologi, mikrobiologi, sistem koagulasi enzim-enzim khusus jantung, parameter spesifik gagal jantung dengan hasil yang cepat dan akurat.
5.7.9 Pelayanan Radiologi dan MSCT Scan Pelayanan radiologi adalah pelayanan penunjang diagnosis dengan menggunakan peralatan X-Ray diagnostik yang modern sehingga dapa melakukan berbagai pemeriksaan khususnya pemeriksaaan yang digunakan untuk mendeteksi/ menegakkan diagnosa adanya penyakit jantung dan penyakit penyerta lainnya. Dilakukan pula USG (untuk abdomen, thyroid, dll) serta MSCT non kardiak. MSCT Scan mampu memberikan gambaran pembuluh jantung koroner secara tajam dan sangat detail dan mampu memberikan gambaran pembuluh jantung koroner secara tajam dan sangat detail dan mampu mengevaluasi koroner bai ada pengapuran atau tidak. Mendeteksi adanya kelainan morfologi pembuluh darah besar; mediastinal, abdominal dan perifer, bentuk-bentuk anuerisma maupun stenosis pembuluh darah secara tajam dan akurat, dan kelainan-kelainan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 parenkhimal dari organ otak, organ paru di rongga toraks dan organ visceral. Menganalisis dan menentukan informasi fungsional aliran darah dan kapabilitas pengukuran perfusi baik di otak, jantung maupun ginjal serta hati. Mengukur dengan jelas perubahan-perubahan fungsional organ-organ seperti aliran darah regional baik di otak, paru, jantung serta organ lainnya seperti hati dan ginjal. Menyajikan program visual endokopi dengan jelas fly through endoskopi. Keunggulan waktu rotasi lebih cepat, waktu scanning lebih pendek, rekontruksi pencitraan lebih cepat, resolusi tinggi.
5.7.10 Pelayanan Farmasi dan Apotek Mampu melakukan pelayanan farmasi dan apotek dengan menyediakan obat-obat khusus kardiovaskuler terlengkap dan terbuka bagi siapa saja selama 24 jam baik untuk rawat inap dan rawat jalan. Di samping mnyediakan obat kardiovaskuler juga menjual berbagai peralatan kesehatan yang diperlukan, seperti: tensimeter omron, alat untuk pemeriksaan kolesterol, alat untuk pemeriksaan gula darah, kursi roda, dan lain-lain.
5.7.11 Pelayanan Prevensi dan Rehabilitasi Mampu melakukan berbagai pelayanan rehabilitasi meliputi konsultasi medis bagi pasien-pasien penderita penyakit jantung dan pembuluh darah berkaitan dengan program latihan, treadmil tes, ergocycle test, monitoring telemetri, program fase I-III, fisioterapi termasuk penanganan stroke, terapi okupasi.
5.8 Komponen Output RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 5.8.1 Pelayanan Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), kinerja pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari angka BOR (Bed Occupancy Rate), ALOS (Average Length of Stay), TOI (Turn Over Internal), BTO (Bed Turn Over), GDR (Gross Death Rate) dan NDR (Net Death Rate). a. BOR adalah indikator yang menggambarkan tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur dalam satuan waktu tertentu (dapat dihitung per hari, Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 per bulan, per triwulan, dan per tahun). BOR ideal rumah sakit berkisar antara 60-85%. b. ALOS adalah indikator tentang rata-rata lama rawat seorang pasien yang menggambarkan tingkat efisiensi pelayanan dan mutu pelayanan. ALOS ideal rumah sakit adalah berkisar antara 3-12 hari. c. TOI merupakan gambaran efisiensi penggunaan tempat tidur dengan menyajikan data tentang rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati hingga terisi kembali ke saat berikutnya. TOI ideal rumah sakit adalah 1-3 hari. d. BTO adalah indikator frekuensi pemakaian tempat tidur dalam jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun). BTO ideal untuk 1 tempat tidur yang dipakai dalam 1 tahun adalah lebih dari 30 kali. e. GDR adalah angka kematian umum tiap-tiap 1000 pasien keluar yang dipakai untuk mengetahui mutu pelayanan dan perawatan rumah sakit. Angka GDR ideal yaitu tidak lebih dari 45/1000 pasien. f. NDR adalah angka kematian lebih dari 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar. Nilai NDR ideal adalah 25/1000 pasien.
Adapun kinerja pelayanan rawat inap RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel berikut Tabel 5.2 Pelayanan Rawat Inap RSJPDHK Tahun 2007-2011 Indikator Kinerja Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah TT 290 290 325 331 331 BOR (%) 73,11 72,63 68,54 64,31 66,7 AVLOS (hari) 7,39 7,36 7,10 6,93 6,66 TOI (hari) 2,72 2,77 3,29 3,88 3,36 BTO (kali) 36,07 36,13 34,93 33,54 36,2 NDR 30,21 26,44 27,66 30,54 26,54 GDR 43,78 39,61 39,29 43,42 38,64 (Sumber: Rekam Medis RSJPD Harapan Kita, 2012) Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Berdasarkan Tabel 5.2, dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja pelayanan unit rawat inap RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita sudah memenuhi standar ideal yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Rata- rata BOR RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita selama 5 tahun terakhir, dari tahun 2007-2011 adalah 69,06% dengan BOR tertinggi terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 73,11%. Namun, dalam 5 tahun terakhir terjadi penurunan yang bertahap dan cukup drastis hingga akhirnya pada tahun 2010 angka BOR pada tahun 2010 adalah 64,31%. Berdasarkan wawancara dengan bagian rekam medis, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal di antaranya tarif yang cukup mahal, kurangnya promosi kepada masyarakat luas, dan hal-hal lain yang perlu diteliti dan dikaji ulang lebih jauh oleh pihak rumah sakit. Angka ALOS pun terlihat stabil yaitu rata-rata 7 hari tetapi menurun setiap tahunnya dalam 5 tahun terakhir namun tetap masih dalam standar ideal rumah sakit. Angka ALOS tersebut menggambarkan tingkat efisiensi mutu pelayanan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang cukup baik. Rata-rata TOI RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah 3 hari serta masih berada pada angka ideal rumah sakit. BTO berkisar antara 36,2 kali 33,54 kali dan juga masih dalam standar ideal rumah sakit, yaitu lebih dari 30 kali. Angka GDR berkisar antara 38-43 per 1000 pasien, tidak melebihi dari 45 per 1000 pasien, artinya masih ideal sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Begitupun dengan NDR, angka tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu 30 per 1000 pasien, namun angka ini masih ideal.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 5.8.2 Pelayanan Rawat Jalan Tabel 5.3 Pelayanan Rawat Jalan RSJPDHK Tahun 2009-2010 Uraian Tahun Naik/Turun (%) RBA Penc. Target Tahun 2010 2009 2010 Peningkatan Sesuai RBA 2010
Dari Tabel 5.3, dapat terlihat bahwa peningkatan angka kunjungan di poliklinik rawat jalan penunjang kardiologi DNI, UGD, vaskuler, bedah jantung, radiologi, dan kardiologi nuklir pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit telah melakukan upaya yang maksimal di dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga meningkatkan angka kunjungan pasien. Dengan peningkatan jumlah angka kunjungan, tentu saja akan berdampak pada peningkatan pendapatan rumah sakit. Namun, di sisi lain, terdapat penurunan angka kunjungan yang cukup signifikan di paviliun sukaman, DI & INB, dan Prevensi & Rehabilitasi. Hal ini merupakan sebuah evaluasi agar rumah sakit Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 mengkaji dan meneliti terhadap unit terkait untuk mengetahui penyebab menurunnya angka kunjungan pasien di unit tersebut.
5.8.3 Penunjang Pelayanan Tabel 5.4 Penunjang Pelayanan RSJPDHK Tahun 2009-2010 Uraian Tahun Naik/ Turun (%) 2009 2010 Patologi Klinik dan B. Darah 933884 1034826 10,81 Gizi 372982 386647 3,66 Sterilisasi 485124 515453 6,25 Farmasi dan Apotik 2810735 3447165 2,64 (Sumber: Laporan Tahunan RSJPD Harapan Kita, 2010)
Dari Tabel 2.4, terdapat peningkatan angka kunjungan di seluruh unit penunjang pelayanan di tahun 2010. Peningkatan angka kunjungan terdapat di bagian patologi klinik dan bank darah, gizi, sterilisasi, farmasi dan apotik. Hal ini merupakan sebuah pencapaian yang baik yang diperoleh rumah sakit. Diharapkan, ke depannya rumah sakit tetap konsisten mengedepankan pasien dan berorientasi terhadap kebutuhan pasien serta memberikan pelayanan yang berkualitas. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB VI HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil penelitian dengan pendekatan kuantitatif mengenai evaluasi efektivitas pelatihan service excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Untuk dapat memahami hasil penelitian ini, diharapkan para pembaca berhati-hati dalam membaca hasil penelitian ini dikarenakan tingkat bias yang cukup tinggi karena adanya persepsi dan penilaian terhadap diri sendiri (self assessment) yang dilakukan oleh responden terhadap variabel tingkat hasil dan variabel efektivitas pelatihan.
6.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai evaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dilakukan selama bulan Februari tahun 2012 di 10 unit pelayanan rumah sakit. Penelitian dimulai dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner kepada 20 orang dari 2 jenis responden, yaitu 20 orang dari golongan pegawai dan 20 orang dari golongan pasien/ pengunjung rumah sakit. Setelah semua pernyataan dalam kuesioner dinyatakan valid, maka kuesioner didistribusikan kepada 50 orang pegawai rumah sakit yang pernah mengikuti Pelatihan Service Excellence guna menilai variabel tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat hasil, dan efektivitas pelatihan. Selain itu, kuesioner juga didistribusikan kepada 30 orang pasien yang representatif yang tersebar di 10 unit pelayanan untuk menilai variabel tingkat perilaku.
6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dilakukan terhadap setiap item pernyataan yang diajukan. Kuesioner uji validitas diberikan kepada 20 orang responden, dalam hal ini responden yang bukan merupakan sampel penelitian. Dengan sampel 20 responden, maka didapat df= n-2=18. Pada tingkat kemaknaan 5% dengan df=18 didapat angka r tabel = 0,444. Suatu pernyataan dikatakan valid apabila r hasil lebih besar daripada r tabel. Dari total 67 pernyataan kuesioner baik untuk Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 pegawai maupun untuk pengunjung/pasien rumah sakit yang diuji validitaskan, sebanyak 17 pernyataan tidak valid. Berikut ini merupakan tabel hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner yang disebarkan kepada 20 orang pegawai dan pasien/ pengunjung rumah sakit.
Tabel 6.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Evaluasi Efektivitas Pelatihan Service Excellencedi RSJPD Harapan Kita No Variabel Jumlah Pertanyaan Sebelum Jumlah Pertanyaan Sesudah Nilai Cronbach Alpha 1 Tingkat Reaksi 12 8 0,888 2 Tingkat Pembelajaran 12 9 0,847 3 Tingkat Perilaku 16 11 0,878 4 Tingkat Hasil 12 8 0,870 5 Efektivitas Pelatihan 15 14 0,941
Variabel tingkat reaksi terdiri dari 12 pernyataan, 4 diantaranya dinyatakan tidak valid, yaitu pada pernyataan nomor 1 yang berbunyi Materi pelatihan sesuai dengan tujuan pelatihan dengan nilai r= 0,238, pernyataan nomor 2 yang berbunyi Fasilitas pelatihan yang ada mendukung kenyamanan pada saat menjalani pelatihan dengan nilai r=0,199, pernyataan nomor 3 yang berbunyi Materi dan isi pelatihan yang diberikan dapat memenuhi peningkatan daya kerja di lapangan dengan nilai r= -0,119, dan pernyataan nomor 7 yang berbunyi Metode yang digunakan sesuai dengan isi, materi, dan tujuan pelatihan dengan nilai r= 0,408. Setelah pernyataan yang tidak valid dibuang, lalu dilakukan uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,888 yang menunjukkan bahwa variabel tingkat reaksi reliabel. Pada variabel tingkat pembelajaran, terdiri dari 12 pertanyaan, 3 di antaranya tidak valid, yaitu pada pertanyaan nomor 5 yang berbunyi Yang bukan merupakan bentuk komunikasi non-verbal? dengan nilai r= 0,429, pertanyaan nomor 9 yang berbunyi Kualitas pelayanan yang diharapkan pelanggan meliputi? dengan nilai r= -0,130, dan pertanyaan nomor 12 yang berbunyi Di bawah ini yang bukan merupakan konsep dimensi layanan prima adalah? dengan nilai r= -0,026. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid ini kemudian dibuang, Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 lalu dilakukan uji reliabilitas kuesioner. Nilai Cronbach Alpha yang diperoleh sebesar 0,847 yang menunjukkan bahwa variabel tingkat pembelajaran reliabel. Variabel tingkat perilaku terdiri dari 16 pernyataan, 5 di antaranya dinyatakan tidak valid, yaitu pada pernyataan nomor 1 yang berbunyi Pegawai menunjukkan penampilan yang bersih dan rapi dengan nilai r= 0,268, pernyataan nomor 5 yang berbunyi Sikap pegawai yang baik akan meningkatkan citra positif rumah sakit di mata pelanggan dengan nilai r=0,177, pernyataan nomor 7 yang berbunyi Mimik/ raut muka pada saat melayani responden terlihat kurang ramah dan bersahabat di tengah waktu kunjungan teramai dengan nilai r= 0,214, pernyataan nomor 14 yang berbunyi Pegawai mampu menjawab informasi yang Anda tanyakan secara singkat dan jelas dengan nilai r= 0,097. dan pernyataan nomor 15 yang berbunyi Kecepatan dan ketepatan waktu pelayanan yang dilakukan pegawai sudah baik dengan nilai r= 0,307. Pernyataan yang tidak valid kemudian peneliti hapus dan dilakukan uji reliabilitas. Nilai Cronbach Alpha yang diperoleh sebesar 0,878 yang menunjukkan variabel tingkat perilaku reliabel. Variabel tingkat hasil terdiri dari 12 pernyataan, 4 diantaranya dinyatakan tidak valid, yaitu pada pernyataan nomor 3 yang berbunyi Dalam melaksanakan pekerjaan, responden jarang melakukan kesalahan dengan nilai r= 0,265, pernyataan nomor 4 yang berbunyi Dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi beban organisasi dapat dicapai tanpa pemborosan sumber daya dengan nilai r=0,088, pernyataan nomor 11 yang berbunyi Pasien/ pengunjung rumah sakit selalu puas atas pemberian layanan yang responden lakukan dengan nilai r= 0,437, dan pernyataan nomor 12 yang berbunyi Tidak ada satupun pasien/ pengunjung yang mengeluh tentang responden dan marah-marah terhadap responden dengan nilai r= 0,233. Setelah pernyataan yang tidak valid dibuang, lalu dilakukan uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,870 yang menunjukkan bahwa variabel tingkat hasil reliabel. Pada variabel efektivitas pelatihan, terdapat satu pernyataan yang dinyatakan tidak valid, yaitu pernyataan nomor 9 yang berbunyi Keterampilan responden dalam memberikan layanan prima meningkat pasca pelatihan. Nilai r hasil pernyataan ini sebesar 0,341. Setelah pernyataan yang tidak valid dibuang, lalu dilakukan uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Alpha sebesar 0,941 yang menunjukkan bahwa variabel efektivitas pelatihan reliabel.
6.3 Uji Normalitas Data Uji normalitas data digunakan untuk melakukan pengujian data apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak (Sarwono, 2012). Uji normalitas dilakukan dengan cara memasukkan semua variabel independen dan variabel dependen ke dalam program penghitungan statistik. Uji yang digunakan untuk mengetahui normalitas data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan nilai Skewness dan standar error serta grafik histogram dan kurve normal. Suatu variabel akan dinyatakan memiliki bentuk data yang terdistribusi secara normal apabila bentuk kurve menyerupai bel shape dan jika nilai Skewness dibagi standar erorrnya menghasilkan angka 2 (Hastono, 2007). Setelah uji normalitas data dilakukan, diperoleh hasil yang menunjukan bahwa variabel tingkat perilaku dan variabel tingkat pembelajaran memiliki bentuk data yang terdistribusi secara normal dengan masing-masing nilai Skewness dibagi Standar Errornya sebesar 0,941 dan -0,154 serta bentuk kurve kedua variabel tersebut menyerupai bel shape. Sedangkan variabel lainnya, yaitu tingkat reaksi, tingkat hasil, dan efektivitas pelatihan memiliki bentuk data yang terdistribusi secara tidak normal karena nilai Skewness dibagi dengan Standar Error > 2, yaitu masing-masing sebesar 4,484 untuk variabel tingkat reaksi dan 2,264 untuk variabel tingkat hasil, serta 2,813 untuk variabel efektivitas pelatihan. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil uji normalitas data terhadap 5 variabel yang akan diteliti. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Tabel 6.2 Hasil Uji Normalitas Data terhadap 5 Variabel No Variabel Nilai Skewness Nilai SE of Skewness Skewness SE Jenis Distribusi Data Cut off Point 1 Tingkat Reaksi 1,511 0,337 4,484 Tidak Normal Median 2 Tingkat Pembelajaran -0,052 0,337 -0,154 Normal Mean 3 Tingkat Perilaku 0,402 0,427 0,941 Normal Mean 4 Tingkat Hasil 0,763 0,337 2,264 Tidak Normal Median 5 Efektivitas Pelatihan 0,948 0,337 2,813 Tidak Normal Median
6.4 Analisis Univariat Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari masing- masing variabel yang diteliti. Pada analisis univariat ini akan diketahui jumlah responden berdasarkan karakteristik demografinya, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan, lama bekerja, dan alasan memilih berobat. Selain itu, analisis univariat ini akan menggambarkan distribusi frekuensi variabel independen (tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat perilaku, dan tingkat hasil) dan variabel dependen (efektivitas pelatihan). Pada setiap variabel yang berbentuk pertanyaan terbuka dan memiliki lebih dari dua kategori, dilakukan pengkodingan ulang dengan mengacu kepada nilai mean atau nilai median.
6.4.1 Karakteristik Responden Pada penelitian ini, terdapat 6 karakteristik individu yang ditanyakan kepada responden (pegawai dan pengunjung/pasien rumah sakit), yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan, lama bekerja, dan alasan memilih berobat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana distribusi frekuensi dari karakteristik individu yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Adapun karakteristik responden dapat ditunjukkan pada tabel 6.3 berikut ini.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Tabel 6.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012 Komponen Pegawai (n=50) Pasien (n=30) n % n % Umur < 40 tahun 40 tahun
35 15
70% 30%
15 15
50% 50% Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
9 41
18% 82%
10 20
33,3% 66,7% Pendidikan Terakhir Rendah (SD, SMP, SMA) Tinggi (Diploma, S1, S2)
8 42
16% 84%
13 17
43,3% 56,7% Status Pekerjaan PNS Pensiunan Swasta Ibu Rumah Tangga Lainnya
- - - - -
- - - - -
3 4 8 7 8
10% 13,3% 26,7% 23,3% 26,7% Lama Bekerja < 15 tahun 15 tahun
30 20
60% 40%
- -
- - Alasan Memilih Berobat Harga Murah Pelayanan Baik Asuransi/ Jaminan Dekat dengan Rumah
- - - -
- - - -
8 16 2 4
26,7% 53,3% 6,7% 13,3%
Berdasarkan tabel 6.3, dapat diketahui distribusi frekuensi dari masing- masing komponen. Pada komponen umur terlihat bahwa sebagian besar pegawai RSJPD Harapan Kita berumur kurang dari 40 tahun sedangkan untuk umur pasien/pengunjung rumah sakit terdistribusi merata. Individu yang menjadi responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan jenis kelamin perempuan, baik untuk responden pegawai maupun pasien/ pengunjung rumah sakit. Tingkat pendidikan kedua jenis responden pun sebagian besar tergolong tinggi, yaitu lebih banyak responden merupakan lulusan diploma, S1, dan S2. Selain itu juga, sebagian besar pegawai di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Darah Harapan Kita masih tergolong pegawai baru dengan lama kerja yang kurang dari 15 tahun. Untuk responden pasien/pengunjung rumah sakit, sebagian besar alasan mereka untuk memilih berobat di RSJPD Harapan Kita adalah karena pelayanan yang baik.
6.4.2 Hasil Analisis Univariat Pada penelitian ini, terdapat 4 variabel independen dan 1 variabel dependen yang diteliti. Dalam menentukan distribusi frekuensi dari kelima variabel tersebut, peneliti menggunakan nilai mean atau median sebagai cut off point-nya. Pada variabel yang memiliki bentuk data yang terdistribusi secara normal, peneliti menggunakan nilai mean sebagai cut off point-nya. Sedangkan pada variabel yang memiliki bentuk data yang terdistribusi secara tidak normal, peneliti menggunakan nilai median sebagai cut off point-nya. Data yang telah diperoleh selanjutnya dikategorikan menjadi 2 kategori dengan berdasarkan pada cut off point yang telah ditentukan, yaitu menggunakan nilai mean atau nilai median sebagai cut off point-nya.
6.4.2.1 Evaluasi pada Tingkat Reaksi (Reaction Level) Pada variabel evaluasi pada tingkat reaksi, terdapat 8 butir pernyataan yang diajukan oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden mengenai tingkat kepuasan pegawai terhadap program pelatihan Service Excellence yang telah diikuti, terutama mengenai materi, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung. Adapun distribusi frekuensi dari jawaban responden mengenai kepuasan mereka terhadap program pelatihan ditunjukkan pada tabel 6.4 berikut ini. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Tabel 6.4 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Reaksi Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012 No Pernyataan STS TS S SS n % N % n % n % 1 Fasilitator mampu menjelaskan serta menyajikan materi secara jelas dan sistematis 0 0% 0 0% 37 74% 13 26% 2 Fasilitator memiliki wawasan yang luas tentang materi yang disajikan dan memiliki kemampuan yang baik dalam menjawab setiap pertanyaan dari responden 0 0% 0 0% 34 68% 16 32% 3 Fasilitator selalu memberikan penguatan atau reinforcement pada setiap peserta dan mampu memotivasi responden untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta 0 0% 1 2% 35 70% 14 28% 4 Metode pelatihan yang digunakan sudah tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan 0 0% 2 4% 42 84% 6 12% 5 Metode pelatihan yang digunakan mampu dipahami oleh responden dan mendukung proses pembelajaran 0 0% 0 0% 40 80% 10 20% 6 Terdapat sarana alat bantu/ media pembelajaran, seperti proyektor/ OHP, laptop, printer 0 0% 3 6% 38 76% 9 18% 7 Materi pelatihan sesuai dengan harapan dan bermanfaat bagi responden dalam melaksanakan tugas 0 0% 1 2% 41 82% 8 16% 8 Fasilitas pelatihan yang tersedia menunjang proses pembelajaran yang dibutuhkan 0 0% 1 2% 41 82% 8 16%
Berdasarkan tabel 6.4 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap pernyataan variabel tingkat reaksi, yaitu tingkat kepuasan pegawai terhadap program pelatihan Service Excellence yang telah diikuti, terutama mengenai materi, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung. Persentase terbesar terdapat pada pernyataan nomor 4 yang berbunyi Metode pelatihan yang digunakan sudah tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan yaitu sebesar 84%. Dari jawaban responden tersebut dapat dilihat bahwa metode pelatihan yang diterapkan dapat membantu peserta dalam memahami materi pembelajaran yang juga didukung dengan hasil persentase sebesar 80% responden menyatakan bahwa metode Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 pelatihan yang digunakan mampu dipahami oleh respoden dan mendukung proses pembelajaran. Di lain pihak, terlihat ketidakpuasan beberapa responden terhadap ketersediaan alat bantu/ media pembelajaran yang terlihat pada pernyataan nomor 6 yang berbunyi Terdapat sarana alat bantu/ media pembelajaran, seperti proyektor/ OHP, laptop, printer dengan perolehan angka sebesar 6% yaitu hanya 3 orang responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel tingkat reaksi ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu tingkat kepuasan pegawai rendah dan tingkat kepuasan pegawai tinggi. Pengkategorian ini dilakukan dengan menggunakan nilai median, yaitu 24 sebagai nilai cut off point karena distribusi data pada variabel tingkat tinggi ini terdistribusi secara tidak normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 24, maka termasuk dalam kategori tingkat kepuasan pegawai rendah dan apabila bobot nilai yang diperoleh 24, maka termasuk dalam kategori tingkat kepuasan pegawai tinggi. Berikut ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden terhadap variabel tingkat reaksi.
Gambar 6.1 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat Reaksi Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian variabel evaluasi pada tingkat reaksi yaitu tingkat kepuasan pegawai terhadap program pelatihan Service Excellence menurut penilaian responden memberikan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 hasil yang positif dengan kategori tingkat kepuasan tinggi sebesar 90%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hampir semua peserta pelatihan Service Excellence merasa puas terhadap penyelenggaran program pelatihan, mulai materi pelatihan, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung.
6.4.2.2 Evaluasi pada Tingkat Pembelajaran (Learning Level) Pada variabel tingkat pembelajaran, terdapat 9 butir pernyataan yang diajukan oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden mengenai tingkat pembelajaran/ pemahaman mengenai pelatihan Service Excellence yang dipahami oleh pegawai RSJPD Harapan Kita. Adapun distribusi frekuensi dari jawaban responden mengenai pemahaman pembelajaran mereka terhadap materi program pelatihan ditunjukkan pada tabel 6.5 berikut ini.
Tabel 6.5 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Pembelajaran Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012 No Pertanyaan Jawaban Benar Jawaban Salah n % n % 1 Dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau pengunjung rumah sakit, pegawai dituntut untuk memahami dasar pelayanan. Dasar pelayanan terpenting yang harus dipahami ketika berhadapan dengan pelanggan mencakup aspek 3P, yang meliputi? 36 72% 14 28% 2 Dari beberapa pernyataan yang ada, yang merupakan konteks yang paling sesuai dengan pelayanan prima (service excellence) adalah? 31 62% 19 38% 3 Dari pilihan (a) attention, (b) attitude and behaviour, (c) self appearance, (d) positive action, (e) knowledge and skill, (f) self assessment, (g) customer oriented, dan (h) good governance, manakah yang merupakan dimensi layanan prima (service excellence)? 14 28% 36 72% 4 Dalam berpenampilan, pegawai harus memakai pakaian rapi dan bersih, make up yang tidak terlalu mencolok, dan lainnya. Dalam dimensi layanan prima, faktor penampilan termasuk dalam kategori 40 80% 10 20% 5 Dalam berkomunikasi, hal-hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah? 27 54% 23 46%
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No Pertanyaan Jawaban Benar Jawaban Salah n % n % 6 Ketika Anda berkomunikasi melalui media telepon, faktor manakah yang memegang peranan penting pada saat Anda berbicara dengan lawan bicara Anda? 21 42% 29 58% 7 Dalam berinteraksi, kesan pertama yang terlihat dan dirasakan oleh pelanggan yang perlu diperhatikan oleh pegawai selaku pemberi layanan dan informasi adalah 38 76% 12 24% 8 Faktor manakah yang dapat menghambat terwujudnya pelayanan prima di rumah sakit? 37 74% 13 26% 9 Pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima termasuk dalam dimensi? 41 82% 9 18%
Berdasarkan tabel 6.5 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana sebagian besar responden mampu menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti mengenai variabel tingkat pembelajaran, yaitu pertanyaan yang terkait dengan pemahaman peserta pelatihan terhadap materi pelatihan Service Excellence. Persentase terbesar terdapat pada pertanyaan nomor 9 yang berbunyi Pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima termasuk dalam dimensi? yaitu sebesar 82%. Selain itu, sebesar 80% peserta juga mampu menjawab dan mengklasifikasikan aspek penampilan (appearance) ke dalam kategori dimensi layanan prima. Di lain pihak, terlihat beberapa responden belum mampu menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti, yang terlihat pada pertanyaan nomor 3 yang berbunyi Dari pilihan (a) attention, (b) attitude and behaviour, (c) self appearance, (d) positive action, (e) knowledge and skill, (f) self assessment, (g) customer oriented, dan (h) good governance, manakah yang merupakan dimensi layanan prima (service excellence)? dengan perolehan angka sebesar 72% yaitu 36 orang responden yang belum mampu menjawab pertanyaan tersebut. Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel tingkat pembelajaran ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu tingkat pembelajaran pegawai buruk dan tingkat pembelajaran pegawai baik. Pengkategorian ini dilakukan dengan menggunakan nilai mean, yaitu 5,7 sebagai nilai cut off point karena distribusi data pada variabel tingkat pembelajaran ini Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 terdistribusi secara normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 5,7, maka termasuk dalam kategori tingkat pembelajaran pegawai buruk dan apabila bobot nilai yang diperoleh 5,7, maka termasuk dalam kategori tingkat pembelajaran pegawai baik. Berikut ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden terhadap variabel tingkat pembelajaran.
Gambar 6.2 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat Pembelajaran Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian variabel tingkat pembelajaran yaitu tingkat pembelajaran/pemahaman peserta pelatihan terhadap materi pelatihan Service Excellence menurut penilaian responden memberikan hasil yang positif dengan kategori tingkat pembelajaran yang cukup baik sebesar 58%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar peserta pelatihan Service Excellence paham mengenai materi pelatihan Service Excellence.
6.4.2.3 Evaluasi pada Tingkat Perilaku (Behaviour Level) Pada variabel tingkat perilaku, terdapat 11 butir pernyataan yang diajukan oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden mengenai implementasi perilaku pasca pelatihan Service Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian layanan prima terhadap pasien yang meliputi Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 kemampuan, sikap, penampilan, komunikasi, perhatian, dan tindakan. Adapun distribusi frekuensi dari jawaban responden mengenai implementasi perilaku pasca pelatihan Service Excellence ditunjukkan pada tabel 6.6 berikut ini.
Tabel 6.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Perilaku Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012 No Pernyataan STS TS S SS N % n % N % n % 1 Penampilan pegawai yang melayani responden kurang dapat merepresentatifkan (menggambarkan) citra rumah sakit yang positif 4 13,3% 15 50% 10 33,3% 1 3,3% 2 Pegawai mampu bersikap ramah terhadap responden walaupun mereka sedang melayani banyak pengunjung selain responden 0 0% 5 16,7% 15 50% 10 33,3% 3 Sikap yang diberikan pegawai sudah sesuai dengan harapan dan keinginan responden 0 0% 4 13,3% 21 70% 5 16,7% 4 Cara penyampaian informasi yang dilakukan pegawai kepada responden sangat jelas sehingga responden dapat memahami informasi yang pegawai sampaikan 0 0% 1 3,3% 20 66,7% 9 30% 5 Menurut responden, artikulasi, intonasi, dan volume suara pegawai sangat jelas pada saat melayani responden sehingga responden dapat mendengarnya secara jelas dan mudah memahami informasi yang diberikan 0 0% 2 6,7% 20 66,7% 8 26,7% 6 Responden melihat bahwa pegawai menunjukkan sikap perhatian yang baik kepada responden sehingga responden merasa dihargai dan dihormati 0 0% 4 13,3% 16 53,3% 10 33,3% 7 Pegawai mendengarkan dengan baik dan bersungguh-sungguh pada saat responden membutuhkan informasi 0 0% 5 16,7% 21 70% 4 13,3% 8 Responden melihat bahwa pegawai tanggap dalam mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhan responden 0 0% 4 13,3% 20 66,7% 6 20%
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No Pertanyaan Jawaban Benar Jawaban Salah N % n % 9 Pegawai kurang merespon dengan cepat dalam melayani kebutuhan responden di saat pegawai sedang melayani banyak pengunjung selain responden 4 13,3% 18 60% 8 26,7% 0 0% 10 Apabila responden mengalami kesulitan dalam pencarian informasi yang responden butuhkan, pegawai dengan senang hari melayani dan berusaha untuk membantu responden untuk medapatkan informasi tersebut 0 0% 3 10% 21 70% 6 20% 11 Responden melihat bahwa pegawai sangat terampil di dalam melayani kebutuhan responden 0 0% 2 6,7% 22 73,3% 6 20%
Berdasarkan tabel 6.6 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana sebagian besar responden cenderung menyatakan setuju terhadap pernyataan variabel tingkat perilaku, yaitu mengenai implementasi perilaku pasca pelatihan Service Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian layanan prima terhadap pasien yang meliputi kemampuan, sikap, penampilan, komunikasi, perhatian, dan tindakan. Persentase terbesar terdapat pada pernyataan nomor 11 yang berbunyi Responden melihat bahwa pegawai sangat terampil di dalam melayani kebutuhan responden yaitu sebesar 73,3%. Selain itu, dari hasil distribusi jawaban juga diperoleh persentase sebesar 70% responden menyatakan bahwa Pegawai menunjukkan sikap perhatian yang cukup baik kepada pasien/ pengunjung rumah sakit yaitu dengan cara mereka mendengarkan secara baik-baik dan bersungguh-sungguh pada saat pasien/ pengunjung rumah sakit membutuhkan informasi. Di sisi lain, terdapat kecenderungan responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kurangnya respon pegawai dalam melayani responden sebagaimana yang terlihat pada pernyataan nomor 9 yang berbunyi Pegawai kurang merespon dengan cepat dalam melayani kebutuhan responden di saat pegawai sedang melayani banyak pengunjung selain responden dengan perolehan angka sebesar 60% yaitu 18 orang responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel tingkat perilaku ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu implementasi perilaku buruk dan implementasi perilaku baik. Pengkategorian ini dilakukan dengan menggunakan nilai mean, yaitu 33,73 sebagai nilai cut off point karena distribusi data pada variabel tingkat perilaku ini terdistribusi secara normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 33,73, maka termasuk dalam kategori implementasi perilaku pegawai buruk dan apabila bobot nilai yang diperoleh 33,73, maka termasuk dalam kategori implementasi perilaku pegawai baik. Berikut ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden terhadap variabel tingkat perilaku.
Gambar 6.3 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat Perilaku Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012 Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian variabel tingkat perilaku yaitu implementasi perilaku pasca pelatihan Service Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian layanan prima terhadap pasien yang meliputi kemampuan, sikap, penampilan, komunikasi, perhatian, dan tindakan menurut penilaian responden memberikan hasil yang negatif dengan kategori implementasi perilaku pegawai buruk sebesar 53,3%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peserta pelatihan Service Excellence belum secara optimal menerapkan implementasi perilaku dengan baik pasca Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 diadakannya pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Disisi lain, dari hasil observasi pada evaluasi tingkat perilaku pegawai yang dilakukan terhadap kesepuluh pegawai dari masing-masing perwakilan setiap unit didapatkan hasil bahwa pada dasarnya para pegawai sudah cukup baik di dalam melaksanakan pola layanan prima (service excellence). Berikut ini merupakan hasil observasi evaluasi tingkat perilaku pegawai terhadap enam aspek dasar layanan prima. 1. Pada umumnya, penampilan pegawai terlihat cukup baik mulai dari saat awal mereka memulai pekerjaan hingga akhir menyelesaikan pekerjaan mereka. Para pegawai sadar bahwa penampilan faktor paling mendasar yang harus dipersiapkan ketika sebelum melayani pasien/ pengunjung rumah sakit karena menurut mereka dari faktor penampilan dapat merepresentatifkan citra rumah sakit yang baik di depan para pelanggan rumah sakit. 2. Sikap yang ditunjukkan pegawai pada saat melayani pasien/ pengunjung rumah sakit sudah sangat baik. Namun, hal ini berbanding jika pengamatan dilakukan pada saat waktu kunjungan terpadat, dimana para pegawai terlihat kerepotan melayani banyaknya pasien sedangkan jumlah pegawai yang melayani hanya terbatas. Selain itu, beragamnya karakteristik pelanggan dan banyaknya tuntutan ingin dilayani secara cepat oleh pegawai secara langsung dapat berdampak pada sikap pegawai itu sendiri dalam melayani beragamnya pasien. 3. Komunikasi verbal yang diterapkan oleh pegawai sudah cukup baik dan sesuai dengan indikator atau aspek-aspek komunikasi verbal yang ada di dalam Service Excellence. Untuk komunikasi non-verbal juga sudah diterapkan pegawai dengan sangat baik ketika berhadapan melayani pasien/ pengunjung rumah sakit secara langsung. Mulai dari ekspresi mata, mulut, dan ekpresi kepala terkoordinasi dengan baik sehingga menciptakan komunikasi non- verbal yang baik. 4. Untuk aspek perhatian pegawai pada saat melayani pasien/ pengunjung rumah sakit, sudah dilakukan pegawai dengan baik. Namun, pada saat melayani pasien/ pengunjung rumah sakit, pandangan pegawai tidak selalu tertuju kepada orang yang dilayani. Selain itu, karena banyaknya pasien yang dilayani, Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 terkadang para pegawai tidak mendengarkan secara baik-baik apa yang dikatakan pasien/ pengunjung dan cenderung langsung menanyakan kebutuhan mereka. 5. Tindakan yang sudah dilakukan pegawai dalam memberikan pelayanan prima sudah tercermin dengan cukup baik yang dapat dilihat dari kesigapan mereka di dalam melayani kebutuhan pelanggan. 6. Kemampuan yang dimiliki pegawai juga sudah cukup baik di dalam menerapkan budaya layanan prima. Hanya saja untuk segi kecepatan waktu dan ketepatan waktu di dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit masih terdapat kekurangan. Hal ini karena RSJPD Harapan Kita sebagai pusat rujukan nasional untuk penyakit jantung dikunjungi oleh banyaknya pasien yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia setiap harinya sedangkan jumlah personel yang ada terbatas jumlahnya sehingga berdampak pada lamanya waktu pemberian layanan untuk melayani sejumlah pasien
6.4.2.4 Evaluasi pada Tingkat Hasil (Result Level) Pada variabel tingkat hasil, terdapat 11 butir pernyataan yang diajukan oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden mengenai keberhasilan program pelatihan Service Excellence dari sudut pandang organisasi yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja/ kompetensi peserta pelatihan. Adapun distribusi frekuensi dari jawaban responden mengenai keberhasilan program pelatihan Service Excellence ditunjukkan pada tabel 6.7 berikut ini. Tabel 6.7 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Hasil Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012 No Pernyataan STS TS S SS N % N % N % n % 1 Hasil pekerjaan yang dilaksanakan senantiasa tercapai sesuai dengan kualitas yang diinginkan 0 0% 1 2% 36 72% 13 26% 2 Kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan responden pada umumnya tercapai sesuai yang diinginkan oleh organisasi rumah sakit dan juga pasien/ pengunjung RS 0 0% 0 0% 38 76% 12 24% Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No Pernyataan STS TS S SS N % N % N % n % 3 Pujian dan penghargaan yang dilakukan atasan kepada responden atas hasil pekerjaan responden akan mendorong produktivitas 0 0% 2 4% 31 62% 17 34% 4 Dalam melaksanakan tugas, responden senang meningkatkan hasil kerja responden untuk kepentingan organisasi rumah sakit 0 0% 1 2% 32 64% 17 34% 5 Terhadap hasil pekerjaan yang telah dilakukan, responden selalu memperbaiki hasil kerja responden 0 0% 1 2% 35 70% 14 28% 6 Responden selalu menyelesaikan pekerjaan yang lebih cepat dari waktu yang ditentukan 0 0% 8 16% 34 68% 8 16% 7 Dengan dipahaminya setiap pekerjaan yang baik dan unggul akan mendukung peningkatan produktivitas 0 0% 0 0% 30 60% 20 40% 8 Pada waktu jam istirahat, responden senang memanfaatkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang harus diselesaikan 0 0% 9 18% 33 66% 8 16%
Berdasarkan tabel 6.7 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana sebagian besar responden cenderung menyatakan setuju terhadap pernyataan variabel tingkat hasil, yaitu mengenai keberhasilan program pelatihan Service Excellence dari sudut pandang organisasi yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja/ kompetensi peserta pelatihan. Persentase terbesar terdapat pada pernyataan nomor 2 yang berbunyi Kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan responden pada umumnya tercapai sesuai yang diinginkan oleh organisasi rumah sakit dan juga pasien/ pengunjung rumah sakit, yaitu sebesar 76%. Selain itu dari hasil distribusi jawaban responden juga didapatkan persentase sebesar 72% yang menyatakan bahwa hasil pekerjaan yang dilaksanakan senantiasa tercapai sesuai dengan kualitas yang diinginkan. Di sisi lain, terdapat kecenderungan responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemanfaatan waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana yang terlihat pada pernyataan nomor 8 yang berbunyi Pada waktu jam istirahat, responden senang Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 memanfaatkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang harus diselesaikan dengan perolehan angka sebesar 18% yaitu 9 orang responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel tingkat hasil ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu keberhasilan program pelatihan buruk dan keberhasilan program baik. Pengkategorian ini dilakukan dengan menggunakan nilai median, yaitu 25 sebagai nilai cut off point karena distribusi data pada variabel tingkat hasil ini terdistribusi secara tidak normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 25, maka termasuk dalam kategori keberhasilan program pelatihan buruk dan apabila bobot nilai yang diperoleh 25, maka termasuk dalam kategori keberhasilan program pelatihan baik. Berikut ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden terhadap variabel tingkat hasil.
Gambar 6.4 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat Hasil Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian variabel tingkat hasil yaitu keberhasilan program pelatihan Service Excellence dari sudut pandang organisasi yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja/ kompetensi peserta pelatihan menurut penilaian responden memberikan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 hasil yang positif dengan kategori keberhasilan program pelatihan baik sebesar 52%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberhasilan program pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta cukup berdampak pada peningkatan kinerja serta kompetensi.
6.4.2.5 Efektivitas Pelatihan Pada variabel efektivitas pelatihan, terdapat 14 butir pernyataan yang diajukan oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden mengenai persepsi mereka terhadap keefektifan program pelatihan Service Excellence dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Adapun distribusi frekuensi dari jawaban responden mengenai efektivitas program pelatihan Service Excellence ditunjukkan pada tabel 6.8 berikut ini. Tabel 6.8 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Efektivitas Pelatihan Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012 No Pernyataan STS TS S SS N % N % N % n % 1 Pengetahuan Responden terhadap tugas dan pekerjaan meningkat setelah mengikuti pelatihan 0 0% 0 0% 41 82% 9 18% 2 Pengetahuan Responden mengenai dasar- dasar pelayanan di rumah sakit meningkat setelah mengikuti pelatihan 0 0% 1 2% 42 84% 7 14% 3 Pengetahuan Responden mengenai dimensi dan konsep layanan prima meningkat setelah mengikuti pelatihan sehingga mampu menerapkan pemberian layanan prima dengan baik 0 0% 2 4% 42 84% 6 12% 4 Pengetahuan Responden dalam mengenali kebutuhan , keinginan, dan harapan pasien meningkat setelah mengikuti pelatihan 0 0% 1 2% 43 86% 6 12% 5 Pengetahuan Responden meningkat dalam menangani keluhan dan kemarahan pasien/pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon setelah mengikuti pelatihan 0 0% 3 6% 36 72% 11 22%
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No Pernyataan STS TS S SS N % N % N % n % 6 Kecepatan waktu Responden dalam melayani pasien meningkat pasca pelatihan 0 0% 3 6% 43 86% 4 8% 7 Kesigapan Responden dalam melayani pasien meningkat pasca pelatihan 0 0% 2 4% 40 80% 8 16% 8 Responden mampu menangani keluhan pasien/ pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon setelah mengikuti pelatihan 0 0% 2 4% 41 82% 7 14% 9 Responden tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan Responden dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan 0 0% 5 10% 26 72% 9 18% 10 Responden mampu berpenampilan rapih saat menghadapi pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan 0 0% 3 6% 37 74% 10 20% 11 Responden mampu bersikap ramah, selalu tersenyum, dan memberikan salam terhadap semua pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan 0 0% 3 6% 33 66% 14 28% 12 Responden mampu bersikap tenang dan ramah dalam menangani pasien/ pengunjung yang marah-marah terhadapnya 0 0% 2 4% 38 76% 10 20% 13 Responden mampu bersikap sopan dan santun dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit 0 0% 0 0% 38 76% 12 24% 14 Responden menyampaikan informasi kepada pasien dengan baik, menggunakan intonasi yang sesuai, dan tidak terlalu cepat dalam berbicara 0 0% 1 2% 34 68% 15 30%
Berdasarkan tabel 6.8 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana sebagian besar responden cenderung menyatakan setuju terhadap pernyataan variabel efektivitas pelatihan, yaitu mengenai persepsi mereka terhadap keefektifan program pelatihan Service Excellence dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Persentase terbesar terdapat pada pernyataan nomor 4 dan nomor 6 yang masing-masing berbunyi Pengetahuan responden dalam mengenali kebutuhan , keinginan, dan harapan pasien meningkat Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 setelah mengikuti pelatihan dan Kecepatan waktu responden dalam melayani pasien meningkat pasca pelatihan, yaitu sebesar 86%. Selain itu, dari distribusi jawaban responden juga didapatkan persentase sebesar 82% pada pernyataan nomor 8, yaitu Responden mampu menangani keluhan pasien/ pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon setelah mengikuti pelatihan. Di sisi lain, responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap salah satu pernyataan yang diajukan peneliti sebagaimana yang terlihat pada pernyataan nomor 9 yang berbunyi Responden tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan Responden dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan dengan perolehan angka sebesar 10% yaitu 5 orang responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel efektivitas pelatihan ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu efektivitas program pelatihan rendah dan efektivitas program pelatihan tinggi. Pengkategorian ini dilakukan dengan menggunakan nilai median, yaitu 42 sebagai nilai cut off point karena distribusi data pada variabel efektivitas pelatihan ini terdistribusi secara tidak normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 42, maka termasuk dalam kategori efektivitas program pelatihan rendah dan apabila bobot nilai yang diperoleh 42, maka termasuk dalam kategori efektivitas program pelatihan tinggi. Berikut ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden terhadap variabel efektivitas pelatihan.
Gambar 6.5 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Efektivitas Pelatihan Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian variabel efektivitas pelatihan yaitu keefektifan program pelatihan Service Excellence dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja menurut penilaian responden memberikan hasil yang positif dengan kategori efektivitas program pelatihan tinggi sebesar 84%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pegawai pasca pelatihan.
6.4.3 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi terhadap Variabel Evaluasi Pelatihan pada Tingkat Reaksi, Tingkat Pembelajaran, Tingkat Perilaku, Tingkat Hasil, dan Efektivitas Pelatihan Penelitian ini mencatat hasil pengukuran numerik mengenai persepsi responden terhadap kelima variabel penelitian yang akan diteliti. Setelah pada subbab sebelumnya dipaparkan secara lengkap, berikut ini rekapitulasi distribusi frekuensi gambaran persepsi responden terhadap variabel tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat perilaku, tingkat hasil, dan efektivitas pelatihan.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Tabel 6.9 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Persepsi Responden terhadap Variabel Tingkat Reaksi, Tingkat Pembelajaran, Tingkat Perilaku, Tingkat Hasil, dan Efektivitas Pelatihan No. Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Variabel Independen 1 Tingkat Reaksi Kepuasan Tinggi Kepuasan Rendah 45 5 90% 10% 2 Tingkat Pembelajaran Pembelajaran Baik Pembelajaran Buruk 29 21 58% 42% 3 Tingkat Perilaku Implementasi Perilaku Baik Implementasi Perilaku Buruk 14 16 46,7% 53,3% 4 Tingkat Hasil Keberhasilan Program Baik Keberhasilan Program Buruk 26 24 52% 48% Variabel Dependen 5 Efektivitas Pelatihan Efektivitas Pelatihan Tinggi Efektivitas Pelatihan Rendah 42 8 84% 16%
6.5 Analisis Bivariat Pada analisis bivariat ini dilakukan uji hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, yaitu keempat level evaluasi dengan efektivitas pelatihan. Berikut ini adalah hasil analisis data penelitian yang dilakukan dengan uji Chi Square mengenai hubungan antara keempat level evaluasi pelatihan dengan efektivitas pelatihan di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta tahun 2012.
6.5.1 Hubungan antara Evaluasi pada Tingkat Reaksi dengan Efektivitas Pelatihan Untuk melihat ada tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel independen tingkat reaksi dan variabel dependen efektivitas pelatihan, peneliti melakukan skoring pengkategorian pada kedua variabel tersebut. Perolehan kategori dari masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan analisis Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 hubungan menggunakan uji Chi Square. Adapun hasil perhitungan statistik dengan uji Chi Square dari variabel tingkat reaksi dengan efektivitas pelatihan ditunjukkan pada tabel 6.10 berikut ini. Tabel 6.10 Hasil Uji Chi SquareHubungan antara Tingkat Reaksi dengan Efektivitas Pelatihan Variabel Efektivitas Pelatihan Jumlah P-value Rendah Tinggi Tingkat Reaksi Kepuasan Rendah n % 0 0% 5 100% 5 100% 0,577 Kepuasan Tinggi n % 8 17,8% 37 82,2% 45 100% Jumlah n % 8 16% 42 84% 50 100%
Tabel 6.10 menunjukkan hasil analisis hubungan antara tingkat reaksi dengan efektivitas pelatihan dengan menggunakan uji Chi Square. Dari tabel di atas dapat diketahui tidak ditemukan responden (0%) yang tingkat kepuasan terhadap program pelatihan rendah memiliki efektivitas pelatihan yang rendah pula. Di samping itu, sebanyak 37 responden (82,2%) menyatakan tingkat kepuasan mereka terhadap program pelatihan tinggi juga memiliki efektivitas pelatihan Service Excellence yang tinggi dimana program pelatihan Service Excellence efektif membawa perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja mereka tinggi. Setelah dilakukan uji Chi Square diperoleh nilai p-value sebesar 0,577. Hasil ini menunjukkan bahwa p> ( =0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat reaksi dengan efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
6.5.2 Hubungan antara Evaluasi pada Tingkat Pembelajaran dengan Efektivitas Pelatihan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Untuk melihat ada tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel independen tingkat pembelajaran dan variabel dependen efektivitas pelatihan, peneliti melakukan skoring pengkategorian pada kedua variabel tersebut. Perolehan kategori dari masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan analisis hubungan menggunakan uji Chi Square. Adapun hasil perhitungan statistik dengan uji Chi Square dari variabel tingkat pembelajaran dengan efektivitas pelatihan ditunjukkan pada tabel 6.11 berikut ini. Tabel 6.11 Hasil Uji Chi SquareHubungan antara Tingkat Pembelajaran dengan Efektivitas Pelatihan Variabel Efektivitas Pelatihan Jumlah P-value Rendah Tinggi Tingkat Pembelajaran Pembelajaran Buruk n % 2 9,5% 19 90,5% 21 100% 0,441 Pembelajaran Baik n % 6 17,8% 23 82,2% 29 100% Jumlah n % 8 16% 42 84% 50 100%
Tabel 6.11 menunjukkan hasil analisis hubungan antara tingkat pembelajaran dengan efektivitas pelatihan dengan menggunakan uji Chi Square. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 2 responden (9,5%) yang tingkat pembelajaran/pemahaman terhadap materi program pelatihan buruk memiliki efektivitas pelatihan yang rendah pula. Di samping itu, sebanyak 23 responden (82,2%) menunjukkan bahwa tingkat pembelajaran/pemahaman terhadap materi program pelatihan baik juga memiliki efektivitas pelatihan Service Excellence yang tinggi dimana program pelatihan Service Excellence efektif membawa perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja mereka tinggi. Setelah dilakukan uji Chi Square diperoleh nilai p-value sebesar 0,441. Hasil ini menunjukkan bahwa p> ( =0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pembelajaran dengan efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
6.5.3 Hubungan antara Evaluasi pada Tingkat Perilaku dengan Efektivitas Pelatihan Untuk melihat ada tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel independen tingkat perilaku dan variabel dependen efektivitas pelatihan, peneliti melakukan skoring pengkategorian pada kedua variabel tersebut. Perolehan kategori dari masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan analisis hubungan menggunakan uji Chi Square. Adapun hasil perhitungan statistik dengan uji Chi Square dari variabel tingkat perilaku dengan efektivitas pelatihan ditunjukkan pada tabel 6.12 berikut ini. Tabel 6.12 Hasil Uji Chi SquareHubungan antara Tingkat Perilaku dengan Efektivitas Pelatihan Variabel Efektivitas Pelatihan Jumlah P-value Rendah Tinggi Tingkat Perilaku Implementasi Perilaku Buruk n % 4 25% 12 75% 16 100% 0,336 Implementasi Perilaku Baik n % 1 7,1% 13 92,9% 14 100% Jumlah n % 5 16,7% 25 83,3% 30 100%
Tabel 6.12 menunjukkan hasil analisis hubungan antara tingkat perilaku dengan efektivitas pelatihan dengan menggunakan uji Chi Square. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 4 responden (25%) yang menyatakan bahwa implementasi perilaku mengenai Service Excellence buruk memiliki efektivitas pelatihan yang rendah pula. Di samping itu, sebanyak 13 responden (92,9%) menunjukkan bahwa implementasi perilaku mengenai Service Excellence baik juga memiliki efektivitas pelatihan Service Excellence yang tinggi dimana program pelatihan Service Excellence efektif membawa perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja mereka tinggi. Setelah dilakukan uji Chi Square diperoleh nilai p-value sebesar 0,336. Hasil ini menunjukkan bahwa p> ( =0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat perilaku dengan efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
6.5.4 Hubungan antara Evaluasi pada Tingkat Hasil dengan Efektivitas Pelatihan Untuk melihat ada tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel independen tingkat hasil dan variabel dependen efektivitas pelatihan, peneliti melakukan skoring pengkategorian pada kedua variabel tersebut. Perolehan kategori dari masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan analisis hubungan menggunakan uji Chi Square. Adapun hasil perhitungan statistik dengan uji Chi Square dari variabel tingkat hasil dengan efektivitas pelatihan ditunjukkan pada tabel 6.13 berikut ini. Tabel 6.13 Hasil Uji Chi SquareHubungan antara Tingkat Hasil dengan Efektivitas Pelatihan Variabel Efektivitas Pelatihan Jumlah P-value Rendah Tinggi Tingkat Hasil Keberhasilan Program Buruk n % 7 29,2% 17 70,8% 24 100% 0,021 Keberhasilan Program Baik n % 1 3,8% 25 96,2% 26 100% Jumlah n % 8 16% 42 84% 50 100%
Tabel di atas menunjukkan hasil analisis hubungan antara tingkat hasil dengan efektivitas pelatihan dengan menggunakan uji Chi Square. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 7 responden (29,2%) yang menyatakan bahwa keberhasilan program pelatihan Service Excellence buruk memiliki efektivitas pelatihan yang rendah pula. Di samping itu, sebanyak 25 responden (96,2%) menunjukkan bahwa keberhasilan program pelatihan Service Excellence baik juga memiliki efektivitas pelatihan Service Excellence yang tinggi dimana program pelatihan Service Excellence efektif membawa perubahan pengetahuan, Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 keterampilan, dan sikap kerja mereka tinggi. Setelah dilakukan uji Chi Square diperoleh nilai p-value sebesar 0,021. Hasil ini menunjukkan bahwa p< ( =0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan atau ada hubungan yang signifikan antara tingkat hasil dengan efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR=10,294 yang dapat diartikan bahwa jika keberhasilan program Pelatihan Service Excellence terhadap peningkatan kinerja/ kompetensi begawai buruk maka memiliki risiko 10,924 kali untuk memberikan hasil efektivitas pelatihan yang rendah dimana program pelatihan Service Excellence belum sepenuhnya efektif membawa perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pegawai di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
6.5.5 Rekapitulasi Hubungan Variabel Evaluasi pada Tingkat Reaksi, Pembelajaran, Perilaku, dan Hasil terhadap Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012 Berikut ini merupakan rekapitulasi distribusi keseluruhan analisis bivariat, yakni uji Chi Square seluruh variabel independen dengan variabel dependen mengenai evaluasi efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Tabel 6.14 Rekapitulasi Hubungan Variabel Independen dengan Dependen No Variabel P Value Hubungan 1 Tingkat Reaksi dengan Efektivitas Pelatihan 0,577 Tidak Ada Hubungan 2 Tingkat Pembelajaran dengan Efektivitas Pelatihan 0,441 Tidak Ada Hubungan 3 Tingkat Perilaku dengan Efektivitas Pelatihan 0,336 Tidak Ada Hubungan 4 Tingkat Hasil dengan Efektivitas Pelatihan 0,021 Ada Hubungan
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hasil analisis bivariat dengan uji Chi Square memperlihatkan hanya satu variabel independen yang berhubungan dengan variabel dependen, yaitu pada variabel tingkat hasil dengan efektivitas pelatihan. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value yang diperoleh kurang dari nilai ( =0,05) yaitu sebesar 0,021 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan atau ada hubungan yang signifikan antara evaluasi pada tingkat hasil dengan efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB VII PEMBAHASAN
7.1 Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang ditemukan selama mengadakan penelitian di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Beberapa keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut. Dalam proses pelaksanaan penelitian ini, kuesioner penelitian dibagikan secara langsung kepada responden pegawai yang ada di ruangan sesuai dengan daftar nama peserta Pelatihan Service Excellence, untuk yang sedang tidak ada di ruangan dititipkan pada penanggungjawab setiap bagian maupun bidang yang telah ditunjuk Kepala Bagian atau Bidang terkait saat peneliti melakukan perizinan sekaligus menyepakati berapa hari kuesioner harus ditinggal untuk kemudian diambil kembali oleh peneliti. Kuesioner penelitian yang dibagikan harus ditinggal karena para responden tidak bisa segera langsung mengisi jawaban kuesioner karena kesibukan pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun sebelumnya, peneliti menyampaikan maksud tujuan penelitian ini kepada Kepala Bagian/ atasan langsung terlebih dahulu dan memberikan petunjuk mengenai bagaimana pengisian kuesioner sehingga nantinya pihak atasan akan menyampaikan langsung kepada responden yang akan mengisi kuesioner. Perbandingan antara pengisian kuesioner yang diisi secara langsung oleh pegawai pada saat didampingi oleh peneliti dengan yang tidak didampingi peneliti sebesar 19:31, dimana dengan proporsi tersebut mempengaruhi kualitas hasil penelitian yang didapatkan. Hal di atas menjadi kekurangan penelitian ini karena dalam pengisian kuesioner oleh responden (dalam kondisi tidak diawasi peneliti) terdapat kemungkinan sebagian responden membaca kuesioner dengan kurang serius sehingga responden kurang memahami maksud setiap pertanyaan kemudian mempengaruhi jawaban yang diberikan oleh responden. Kekurangan lain adalah terdapat indikasi bias yakni responden sengaja memilih alternatif jawaban yang terbaik yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 sehingga data yang diperoleh menjadi bias. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya rasa takut dan khawatir jawaban yang diberikan responden akan mempengaruhi penilaian kinerja oleh atasannya dan berdampak pada citranya sebagai pegawai di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita walaupun peneliti telah berusaha meyakinkan bahwa kerahasiaan jawaban responden akan tetap terjaga. Namun, hal ini diatasi dengan membandingkan antara hasil yang didapat dengan observasi peneliti disertai wawancara tidak terstruktur ketika saat penelitian berlangsung. Selain itu, keterbatasan dalam penelitian ini adalah rentang waktu antara pelatihan dengan evaluasi terlalu lama karena evaluasi efektivitas pelatihan dilakukan pada awal tahun 2012 sementara Pelatihan Service Excellence diadakan pada tahun 2010. Padahal untuk mengukur efektivitas pelatihan menurut Satriono,dkk (2007) dilakukan setahun setelah dilaksanakannya pelatihan. Hal ini dikarenakan proses birokrasi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang panjang yang harus dihadapi oleh peneliti sehingga baru dapat dilaksanakan penelitiannya pada awal tahun 2012. Lamanya rentang waktu antara pelatihan dan evaluasi efektivitas menyebabkan jawaban responden pada variabel Tingkat Reaksi menjadi agak bias karena para pegawai rumah sakit kurang mengingat jalannya pelatihan. Namun, hal ini peneliti atasi dengan wawancara tidak terstruktur dengan pihak Divisi Pendidikan dan Pelatihan serta menelusuri data sekunder mengenai Laporan Pelaksanaan Pelatihan Service Excellence.
7.2 Pembahasan Hasil Penelitian 7.2.1 Evaluasi Tingkat Reaksi dan Efektivitas Pelatihan Evaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction) (Kirkpatrick, 2005). Pada dasarnya, evaluasi pelatihan pada tingkat reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta terhadap program pelatihan yang diikuti berdasarkan persepsi dan apa yang dirasakan oleh peserta (Satriono, dkk, 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 50 responden pegawai yang juga merupakan peserta Pelatihan Service Excellence, diketahui bahwa tingkat reaksi (reaction) yaitu kepuasan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 pegawai terhadap program pelatihan Service Excellence menurut penilaian responden memberikan hasil yang positif dengan kategori tingkat kepuasan tinggi sebesar 90%. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa hampir semua peserta pelatihan Service Excellence merasa puas terhadap penyelenggaraan program pelatihan, mulai dari materi pelatihan, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung. Program pelatihan dianggap efektif apabila proses pelatihan dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih. Peserta pelatihan akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya, apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti proram pelatihan lebih lanjut. Menurut Center Partner dalam Aman (2009) dalam artikelnya yang berjudul Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus mengatakan bahwa the interest, attention and motivation of the participants are critical to the success of any training program. People learn better when they react positively to the learning environment. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa keberhasilan proses kegiatan pelatihan tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pelatihan. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberikan reaksi positif terhadap lingkungan belajar. Di samping itu, berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan Kepala UPF Rekam Medis yang juga merupakan salah satu peserta yang mengikuti Pelatihan Service Excellence menyatakan bahwa memang pada umumnya hampir dari seluruh peserta pelatihan puas dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Pelatihan Service Excellence. Hal ini dikarenakan mereka tertarik terhadap penyelenggara/ fasilitator berasal dari pihak luar RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, yaitu dari tim fasilitator Garuda Indonesia, dimana Garuda Indonesia merupakan perusahaan ternama yang juga memiliki profesionalitas yang baik di dalam mengadakan pelatihan (training) bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa peserta pelatihan akan memiliki interest dan kepuasan yang lebih tinggi apabila penyelenggara/ fasilitator berasal dari luar pihak rumah sakit karena mereka akan cenderung jenuh apabila Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 fasilitatornya berasal dari dalam rumah sakit sehingga minat pegawai untuk mengikuti pelatihan terkadang tidak ada. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Jeeyon Paek (2005) dimana ia juga menyatakan bahwa nilai dan yang diterima oleh peserta pelatihan akan meningkat jika penyelenggaraannya diadakan dari pihak eksternal institusi/ organisasi yang bersangkutan. Jika dilihat secara lebih dalam, dari distribusi frekuensi jawaban responden atas pertanyaan kuesioner yang diajukan peneliti juga diperoleh persentase sebesar 84% menyatakan bahwa metode pelatihan yang digunakan dalam Pelatihan Service Excellence sudah tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan. Dari jawaban responden tersebut dapat dikatakan bahwa metode pelatihan yang diterapkan dapat membantu peserta dalam memahami materi pembelajaran yang juga didukung dengan hasil persentase sebesar 80% responden menyatakan bahwa metode pelatihan yang digunakan mampu dipahami oleh respoden dan mendukung proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang & Drewry dalam Rashid (2010) yang menyatakan bahwa keberhasilan suatu program pelatihan di dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pegawai tergantung pada isi dan metode pelatihan. Selain itu, metode pelatihan juga berkontribusi terhadap pencapaian efektivitas pelatihan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ooi, et al pada tahun 2007. Berdasarkan penelusuran dari data laporan pelaksanaan Pelatihan Service Excellence dijelaskan bahwa metode pelatihan yang digunakan untuk pegawai RSJPD Harapan Kita meliputi ceramah dan tanya jawab, simulasi dan games, presentasi individu, saling menilai dan role play (bermain peran). Hal ini sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Kepala LAN Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan bagi Pengelola Diklat. Dari rincian distribusi frekuensi jawaban responden atas pertanyaan kuesioner yang diajukan peneliti juga diperoleh nilai persentase sebesar 6 % atau hanya sekitar 3 dari 50 responden yang menyatakan bahwa sangat tidak setuju dengan pernyataan mengenai tersedianya sarana alat bantu/ media pembelajaran, seperti proyektor/ OHP, laptop, printer. Namun, hal ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Peneliti menelurusi dari data Laporan Pelaksanaan Pelatihan Service Excellence bahwa sarana alat bantu/ media Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 pembelajaran pada saat pelatihan lengkap untuk menunjang proses pembelajaran. Alat pembelajaran yang dipakai meliputi white board, laptop, LCD, video recorder, dan sound system. Dan menurut wawancara tidak terstruktur dengan peserta pelatihan menyatakan bahwa pihak Garuda Indonesia menyelenggarakan pelatihan dengan sangat baik, hingga termasuk alat bantu/ media pembelajarannya sekalipun. Menurut peneliti, adanya 3 orang responden yang menyatakan sangat tidak setuju disebabkan karena kurang seriusnya mereka dalam mengisi kuesioner pada saat tidak diawasi oleh peneliti. Selain itu, lamanya waktu rentang evaluasi efektivitas dengan pelaksanaan pelatihan menyebabkan jawaban responden bias karena mereka perlu mengingat terlebih dahulu bagaimana proses pelaksanaan pelatihan pada saat itu. Berdasarkan hasil analisis bivariat mengenai hubungan tingkat reaksi (level reaction) dan efektivitas pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Square, menunjukkan bahwa nilai p value > 0,05 (p= 0,577). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat reaksi (level reaction) dan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini bertolak belakang dengan teori Kirkpatrick (2005) dan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003) dimana keduanya menyatakan bahwa evaluasi pada tingkat reaksi (level reaction) berhubungan/ memiliki korelasi dengan efektivitas pelatihan. Namun, Anggraini (2003) menyatakan bahwa walaupun terdapat hubungan, namun hubungan tersebut tidak bersifat mutlak atau otomatis. Misalnya, reaksi yang baik belum tentu menyebabkan hasil efektivitas pelatihan yang baik pula. Demikian juga dengan seorang peserta yang dapat menerima materi pendidikan dan pelatihan dengan hasil yang sangat baik, belum tentu dapat menerapkan hasil pendidikan dan pelatihannya di tempat kerja dengan sangat baik pula. Menurut peneliti, perbedaan hasil penelitian di RS Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dengan penelitian sebelumnya dikarenakan masing- masing peserta pelatihan di rumah sakit ini memiliki karakteristik yang berbeda- beda. Begitu pula, dengan tingkat reaksi peserta dimana masing-masing peserta memberikan kepuasan yang berbeda-beda terhadap penyelenggaraan program Pelatihan Service Excellence. Tingkat kepuasan seseorang dalam menilai suatu hal Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 tergantung dari persepsi, harapan, dan ketertarikan dari orang tersebut (Yuliarmi,dkk, 2007). Persepsi dan harapan peserta terhadap penyelenggaraan program pelatihan juga dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan pada saat mengikuti pelatihan serta membandingkan dengan pengalaman pelatihan terdahulu yang pernah diikuti. Dengan persepsi, harapan, dan ketertarikan yang berbeda, menimbulkan penilaian yang berbeda pula yang juga berdampak langsung pada kepuasan masing-masing peserta sehingga pada akhirnya akan berujung apakah kepuasan tersebut memberikan reaksi yang positif atau negatif kembali lagi kepada masing-masing individu itu sendiri. Selain itu, perbedaan juga dikarenakan bahwa uji statistik yang dilakukan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003) menggunakan uji korelasi sedangkan peneliti menggunakan uji statistik Chi Square karena variabel dalam penelitian ini bersifat kategorik. Selain itu, lamanya rentang waktu antara pelaksanaan pelatihan dengan evaluasi efektivitas terutama untuk menilai bagaimana penyelenggaraan program pelatihan, mulai dari materi pelatihan, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung membuat jawaban responden menjadi bias.
7.2.2 Evaluasi Tingkat Pembelajaran dan Efektivitas Pelatihan Konsep belajar menurut Kirkpatrick (2005), learning can be defined as the extend to which participants change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the program. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan, pengetahuan, dan atau kenaikan keterampilan peserta setelah selesai mengikuti program pelatihan. Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, maupun peningkatan keterampilan (Aman, 2009). Evaluasi pada tingkat pembelajaran berarti mengukur seberapa jauh dampak program pelatihan yang diikuti peserta dalam hal peningkatan pengetahuan, keahlian, dan perilaku mengenai suatu hal yang dipelajari dalam pelatihan (Satriono,dkk, 2007). Dalam penelitian ini difokuskan pada seberapa jauh pengetahuan peserta dalam memahami isi materi Pelatihan Service Excellence. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat dilihat bahwa tingkat pembelajaran (level learning)/ pemahaman peserta pelatihan terhadap materi pelatihan Service Excellence menurut penilaian responden memberikan hasil yang positif dengan kategori tingkat pembelajaran yang cukup baik sebesar 58%. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa lebih dari setengah dari total jumlah peserta pelatihan Service Excellence mampu menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti dan paham mengenai materi pelatihan Service Excellence. Melihat hasil tersebut, pengetahuan peserta dalam memahami materi layanan prima diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas kerja dan mengubah tingkah laku guna mendapatkan produktifitas yang tinggi. Teori behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan oleh Thorndike dan Skinner (Churohman, 2011), berpendapat bahwa pembelajaran adalah berkaitan dengan perubahan tingkah laku dimana pengajaran dan pembelajaran akan mempengaruhi segala perbuatan atau tingkah laku seseorang sama ada baik atau sebaliknya sehingga dengan demikian tingkah laku seseorang dapat diperhatikan dan diprediksi apakah mengarah ke hal positif atau negatif. Untuk mengukur tingkat pembelajaran ini, peneliti menggunakan tes tertulis yang diberikan kepada peserta pelatihan berisi serangkaian pertanyaan seputar pelatihan Service Excellence yang diikuti. Peneliti menggunakan pertanyaan dalam bentuk multiple choice. Dengan demikian diperoleh distribusi frekuensi jawaban responden terhadap masing-masing pertanyaan. Dari hasil penelitian, sebesar 82% peserta mampu menjawab pertanyaan dan mengklasifikasikan aspek pengetahuan ke dalam dimensi layanan prima. Hal ini menunjukkan bahwa peserta mampu memahami bahwa aspek pengetahuan merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki untuk menerapkan pola layanan prima kepada pasien/ pengunjung rumah sakit. Selain itu, sebesar 80% peserta juga mampu menjawab dan mengklasifikasikan aspek penampilan (appearance) ke dalam kategori dimensi layanan prima. Peserta/ responden mampu memahami bahwa hal paling mendasar yang harus dipersiapkan ketika menghadapi pasien/ pengunjung rumah sakit adalah faktor penampilan. Dalam pelaksanaan pelayanan prima, sikap yang ditonjolkan oleh pegawai selaku pihak yang melayani harus mencerminkan gerik dan perangai yang mampu menarik kesenangan pihak yang Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 dilayani. Untuk itu, tentu saja pegawai/ peserta harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menjadi pribadi yang efektif, yang mampu mengubah diri dalam menonjolkan sikap yang disenangi orang lain. Dalam hal ini, untuk menunjang kemampuan dalam memberikan pelayanan, dibutuhkan tingkat pembelajaran pegawai yang sangat baik untuk mendukung jalannya aktivitas layanan prima. Di sisi lain, peneliti mendapatkan distribusi jawaban responden sebesar 72% atau sebanyak 36 dari 50 responden belum mampu menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti mengenai apa sajakah yang termasuk dalam dimensi Service Excellence (layanan prima) secara lengkap. Barata (2003) sendiri mengembangkan budaya dimensi layanan prima mencakup aspek A6, yaitu mengembangkan pelayanan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor Ability (Kemampuan), Attitude (Sikap), Appearance (Penampilan), Attention (Perhatian), Action (Tindakan), dan Accountability (Tanggung jawab). Menurut peneliti, banyaknya responden yang tidak mampu menjawab pertanyaan mengenai dimensi layanan prima secara lengkap dikarenakan beberapa faktor, di antaranya adalah lamanya rentang waktu pelatihan dengan penelitian sehingga responden kurang mengingat dengan baik tentang isi pelatihan layanan prima, kurang seriusnya responden dalam menjawab pertanyaan kuesioner, serta ketidakpahaman dengan pilihan jawaban yang menggunakan bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan kemampuan dan tingkat pendidikan peserta berbeda-beda dalam menjawab kuesioner yang diajukan peneliti. Dari hasil analisis bivariat mengenai hubungan tingkat pembelajaran (level learning) dan efektivitas pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Square, menunjukkan bahwa nilai p value > 0,05 (p= 0,441). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pembelajaran (level learning) dan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini tidak sesuai dengan teori Kirkpatrick (2005) dan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003) dimana keduanya menyatakan bahwa evaluasi pada tingkat pembelajaran (level learning) berhubungan/ memiliki korelasi dengan efektivitas pelatihan. Namun hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Steensma dan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Groeneveld (2010) yang menyatakan bahwa hubungan antara level learning dengan efektivitas pelatihan tidak saling mendukung. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Steensama, dkk (2010) didapatkan karena teknik pengambilan sampel tidak dilakukan secara random sehingga setiap sampel tidak memiliki peluang yang sama untuk menjadi objek dalam penelitian tersebut. Perbedaan hasil penelitian di RS Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dengan penelitian sebelumnya ini dikarenakan lamanya rentang waktu antara pelaksanaan pelatihan dengan evaluasi efektivitas terutama untuk mengingat materi mengenai dimensi layanan prima (Service Excellence) membuat jawaban responden menjadi bias. Selain itu, tidak adanya hubungan antara tingkat pembelajaran dengan efektivitas pelatihan di dalam meningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja disebabkan karena pada umumnya pembelajaran mengenai layanan prima tidak hanya terpaku dari hasil pelatihan Service Excellence saja, tetapi juga didapatkan dari sumber lain. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan salah satu peserta pelatihan, pada dasarnya pembelajaran yang didapatkan untuk mengetahui bagaimana pola pemberian layanan prima ketika berhadapan dengan pasien/ pengunjung rumah sakit lebih karena adanya pengalaman, kebiasaan/ rutinitas, serta diskusi dengan rekan seprofesi serta bimbingan dari atasan. Mereka juga mengakui bahwa ilmu baru yang didapatkan lebih sering diperoleh dari lapangan ketika mereka menghadapi situasi saat bertemu dengan pasien dibandingkan apa yang didapatkan di dalam pelatihan. Di sisi lain, kebiasan atau rutinitas pola kerja para pegawai menyebabkan aplikasi ilmu tidak sepenuhnya diterapkan dalam pola kerja. Di samping itu, ada faktor subjektivitas dalam penilaian responden membuat hasil menjadi subjektif sehingga hasil menjadi bias. Menurut peneliti, semua hal tersebut yang menyebabkan bahwa antara tingkat pembelajaran di dalam pelatihan tidak berhubungan di dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Selain itu, Anggraini (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa seorang peserta yang dapat menerima materi pelajaran pada saat berlangsungnya pendidikan dan pelatihan dengan hasil yang sangat bagi, belum tentu dapat menerapkan hasil pendidikan dan pelatihannya di tempat tugas dengan sangat baik pula. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 7.2.3 Evaluasi Tingkat Perilaku dan Efektivitas Pelatihan Service Excellence (Pelayanan Prima) adalah pelayanan dengan standar kualitas tinggi dan selalu mengikuti perkembangan kebutuhan pelanggan setiap saat secara konsisten dan akurat (handal), berorientasi kepada kepuasan pelanggan, selalu mengikuti perkembangan standar internasional/ ISO, dan menerapkan manajemen mutu total (Rahmayanthy, 2010). Pelayanan prima di rumah sakit sangat dibutuhkan guna memberikan kepuasan kepada pasien dan pengunjung rumah sakit sehingga pada akhirnya akan berujung pada customer loyality. Melalui penyelenggaran Pelatihan Service Excellence diharapkan para pegawai mampu menerapkan budaya layanan prima secara optimal. Akan tetapi, tidak mudah mengubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Pada evaluasi tahap perilaku, peneliti akan menganalisis apakah peserta menggunakan pengetahuan dan kemampuan pelayanan prima mereka dalam bekerja melayani pasien berdasarkan apa yang mereka peroleh dan pelajari dari Pelatihan Service Excellence Pengukuran evaluasi pelatihan di tingkat/ level ketiga ini dilakukan untuk mengetahui apakah keahlian, pengetahuan, atau sikap yang baru sebagai dampak dari program-program pelatihan, benar-benar dimanfaatkan dan diaplikasikan di dalam perilaku kerja sehari-hari (Satriono, dkk, 2007). Tujuan yang ingin dicapai pada evaluasi tahap ini adalah guna memastikan bahwa pelatihan telah memberi pengaruh yang positif terhadap pekerjaan mereka. Dalam penelitian ini, untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat perilaku, peneliti menggunakan 6 indikator dimensi layanan prima sejalan yang dikemukakan Barata (2003) yang juga sesuai dengan Modul Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, yang meliputi Ability (Kemampuan), Attitude (Sikap), Appearance (Penampilan), Attention (Perhatian), Action (Tindakan), dan Accountability (Tanggung jawab). Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya didapatkan bahwa persentase sebesar 53,3% menunjukkan bahwa implementasi perilaku pasca pelatihan Service Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian layanan prima terhadap pasien yang meliputi kemampuan, sikap, penampilan, komunikasi, perhatian, dan tindakan menurut penilaian Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 responden memberikan hasil yang negatif dengan kategori implementasi perilaku pegawai buruk. Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun telah mengikuti pelatihan Service Excellence, sebagian besar peserta/ pegawai masih belum melaksanakan konsep pelayanan prima secara optimal. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti secara langsung terhadap beberapa pegawai yang paling representatif dengan melihat 6 indikator Service Excellence, ditemukan hasil bahwa sebenarnya para pegawai sudah cukup baik dalam menerapkan budaya layanan prima ketika melayani pasien/ pengunjung rumah sakit. Namun, ketika pada waktu jumlah pasien terbanyak, pegawai memang terkadang terlihat kurang sabar dalam melayani pasien dan kurang cepat dalam melayani pasien. Hal ini dikarenakan dengan jumlah SDM yang terbatas sedangkan jumlah pasien/ pengunjung RS yang berkunjung tidak sebanding sehingga meningkatkan beban kerja yang tinggi yang harus mereka hadapi. Di sisi lain beragamnya pasien yang menuntut pelayanan secepat mungkin menimbulkan persepsi yang berbeda mengenai penilaian mereka terhadap pola pemberian layanan prima yang dilakukan pegawai. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mengubah perilaku sesuai dengan tujuan pelatihan memang suatu hal yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Untuk itu, dalam hal ini, diperlukan monitoring dari pihak evaluator diklat yang juga dibantu oleh kepala unit masing- masing bidang untuk memantau sejauh manakah pengaruh positif pelatihan membawa dampak terhadap perilaku pegawai di tempat kerja. Jika melihat distribusi frekuensi responden terhadap setiap jawaban atas pernyataan kuesioner yang diajukan peneliti, diperoleh persentase sebesar 73,3% responden menyatakan setuju mengenai keterampilan pegawai di dalam melayani kebutuhan responden. Hal tersebut menandakan bahwa walaupun dari hasil kategorisasi yang menyatakan implementasi perilaku pegawai buruk, sebagian besar pegawai yang juga merupakan peserta pelatihan juga telah memenuhi aspek Ability (kemampuan) dalam dimensi layanan prima. Kemampuan dalam hal ini adalah pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif mengembangkan motivasi, dan menggunakan public relations sebagai instrumen dalam membina Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 hubungan ke dalam dan ke luar organisasi/ perusahaan sejalan dengan yang dikemukakan oleh Barata (2003) dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Pelayanan Prima. Dari hasil distribusi frekuensi juga diperoleh persentase sebesar 70% responden menyatakan bahwa pegawai menunjukkan sikap perhatian yang cukup baik kepada pasien/ pengunjung rumah sakit yaitu dengan cara mereka mendengarkan secara baik-baik dan bersungguh-sungguh pada saat pasien/ pengunjung rumah sakit membutuhkan informasi. Selain itu, sikap perhatian juga ditunjukkan pegawai yaitu pada saat apabila pasien/ pengunjung mengalami kesulitan dalam pencarian informasi yang dibutuhkan, pegawai dengan senang hati melayani dan berusaha untuk membantu untuk mendapatkan informasi tersebut. Hasil tersebut menandakan bahwa pada dasarnya para pegawai selaku pemberi layanan kesehatan memiliki kepedulian penuh terhadap pelanggan baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan kritiknya. Di sisi lain, dari hasil distribusi frekuensi diperoleh persentase senilai 16,7% menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan bahwa pegawai mampu bersikap ramah terhadap pasien/ pengunjung rumah sakit walaupun mereka sedang melayani banyak pengunjung selain responden. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan secara langsung oleh peneliti bahwa tingkat keramahan pegawai sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, apabila jumlah pasien/ pengunjung rumah sakit yang datang banyak sedangkan jumlah personel yang melayani terbatas, menimbulkan tingkat stress yang cukup tinggi karena harus dituntut untuk tetap dapat melayani semua pasien. Hal ini berbanding terbalik pada saat observasi dilakukan pada waktu jumlah pasien/ pengunjung sedikit, pegawai akan menunjukkan sikap ramahnya dengan baik pada saat setiap melayani pasien. Selain itu, berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan kepala unit pelayanan, sikap ramah pegawai tergantung kepribadian dan karakteristik masing-masing Berdasarkan hasil analisis bivariat mengenai hubungan tingkat perilaku (level behavior) dan efektivitas pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Square, menunjukkan bahwa nilai p value > 0,05 (p= 0,336). Hasil Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat perilaku (level behavior) dan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini bertolak belakang dengan teori Kirkpatrick dan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003) dimana keduanya menyatakan bahwa evaluasi pada tingkat perilaku (level behavior) berhubungan/ memiliki korelasi dengan efektivitas pelatihan. Selain itu hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Steensma dan Groeneveld (2010) yang menyatakan bahwa hubungan antara level behavior dengan efektivitas pelatihan saling mendukung. Perbedaan hasil penelitian di RS Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dengan penelitian sebelumnya ini dikarenakan bahwa peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja tidak berhubungan dengan perilaku pegawai pasca pelatihan. Pada umumnya, perilaku kerja pegawai dalam menerapkan budaya layanan prima ketika menghadapi pasien/ pengunjung rumah sakit didapatkan karena adanya kebiasaan (habit) dari waktu ke waktu, bukan hanya karena mendapatkan ilmu dari pelatihan saja. Mereka lebih sering melakukan pekerjaan yang menjadi rutinitasnya berdasarkan pengalaman dan bimbingan dari orang lain, baik oleh rekan teman sejawat maupun bimbingan langsung dari pihak atasan. Selain itu, perilaku kerja mereka disesuaikan dengan karakteristik pasien di lapangan sehingga terkadang konten materi Pelatihan Service Excellence tidak diterapkan secara optimal. Hal inilah yang menurut peneliti membuat antara tingkat perilaku pasca pelatihan tidak memiliki makna yang signifikan terhadap efektivitas pelatihan, yaitu peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Menurut Freud dalam Winardi (2004) menyatakan bahwa perubahan perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, untuk mengubah perilaku pegawai pasca pelatihan, pihak atasan perlu bekerja sama dengan jajaran top management lainnya untuk lebih mengenali motif-motif atau kebutuhan apa yang diperlukan para pegawai yang menyebabkan perilaku mereka berubah ke arah yang lebih positif sehingga peningkatan kinerja yang akan mereka capai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan organisasi. Misalnya, dengan pemberian penghargaan/ Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 reward, peningkatan insentif, serta tunjangan kesejahteraan bagi para pegawai sehingga mereka akan termotivasi untuk mengubah perilaku. Di samping itu, diperlukan kegiatan controlling dimana para atasan dari setiap unit berperan aktif untuk selalu memantau pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai sehingga apabila terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh pegawai, atasan dapat mengetahuinya secara langsung. Dengan demikian, dampak dari masalah yang akan ditemukan pada dapat diminimalisasi.
7.2.4 Evaluasi Tingkat Hasil dan Efektivitas Pelatihan Evaluasi tingkat hasil dalam level keempat ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Yang termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas, terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turn-over dan kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program (Kirkpatrick, 2005). Tingkat ini mengukur keberhasilan program pelatihan dari sudut pandang bisnis dan organisasi. Bagaimana hasil pelatihan berpengaruh terhadap bisnis atau lingkungan kerja/ bagian yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja peserta pelatihan. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur tingkat hasil dengan memfokuskan terhadap peningkatan kinerja yang dicapai oleh pegawai di tempat kerja pasca diselenggarakannya program Pelatihan Service Excellence. Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya dapat dilihat bahwa variabel tingkat hasil yaitu keberhasilan program pelatihan Service Excellence dari sudut pandang bisnis dan organisasi yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja/ kompetensi peserta pelatihan menurut penilaian responden memberikan hasil yang positif dengan kategori keberhasilan program pelatihan baik sebesar 52%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberhasilan program pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta membawa perubahan tingkah laku atau peningkatan kinerja serta kompetensi. Hal ini membuktikan bahwa tujuan dari pelaksanaan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 program Pelatihan Service Excellence berhasil meningkatkan kinerja dan produktivitas pegawai yang sesuai dengan harapan, keinginan, dan kebutuhan organisasi. Hal tersebut juga mengkondisikan sebenarnya bahwa secara umum hasil peserta pelatihan terhadap penyelenggaraan pelatihan adalah baik. Hendaknya penilaian positif peserta diklat tersebut tetap dijaga oleh pihak penyelenggara untuk tetap dipertahankan bila perlu lebih ditingkatkan. Tingkat hasil ini merupakan akumulasi dari ketiga level sebelumnya dimana mencakup unsur-unsur yang berkaitan dengan kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan pelatihan, pemahaman peserta terhadap materi pelatihan, serta implementasi dari hasil pelatihan di tempat kerja (Steensma,et al., 2010). Jika melihat distribusi frekuensi responden terhadap jawaban atas pernyataan yang diajukan peneliti didapatkan persentase sebesar 76% menyatakan bahwa kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan responden pada umumnya tercapai sesuai yang diinginkan oleh organisasi rumah sakit dan juga pasien/ pengunjung rumah sakit. Kualitas hasil pekerjaan yang baik menjadi indikator bahwa tujuan diselenggarakannya Pelatihan Service Excellence telah tercapai dan bermanfaat bagi kepentingan serta kebutuhan organisasi. Di sisi lain, dari hasil distribusi frekuensi responden juga didapatkan kecenderungan responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemanfaatan waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan dengan perolehan angka sebesar 18% yaitu 9 orang responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Hal ini dikarenakan beberapa pegawai memanfaatkan waktu istirahatnya bukan untuk mengerjakan tugas-tugas yang belum selesai. Namun, jika mereka dituntut oleh pihak atasan atau unit lain untuk segera menyelesaikan pekerjaan mereka, mereka baru akan memanfaatkan waktu yang ada bahkan terkadang mereka tidak istirahat. Berdasarkan hasil analisis bivariat mengenai hubungan tingkat hasil (level result) dan efektivitas pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Square, menunjukkan bahwa nilai p value < 0,05 (p= 0,021). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat hasil (level result) dan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini sejalan dengan teori Kirkpatrick dan juga Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003) dimana keduanya menyatakan bahwa evaluasi pada tingkat hasil (level result) berhubungan/ memiliki korelasi dengan efektivitas pelatihan. Hal ini juga selaras yang dengan penelitian yang dilakukan oleh Lumbanraja dan Nizma (2010) menyatakan bahwa prestasi kerja merupakan dampak yang dihasilkan dari adanya pelatihan.
7.2.5 Efektivitas Pelatihan Menurut Fuad (2011) efektivitas mengandung arti berorientasi kepada hasil (tujuan) dan juga berorientasi kepada proses (kemampuan organisasi untuk beradaptasi dan mempertahankan hidupnya). Jika dikaitkan dengan makna pada suatu pelatihan yang efektif mengandung arti bahwa kemampuan organisasi dalam melaksanakan program-programnya yang telah direncanakan secara sistematis dalam upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri (Noe, 2002). Kaswan (2011) juga menyatakan bahwa program pelatihan dikatakan efektif apabila mampu meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat kerja, dan mendongkrak potensi organisasi. Dari hasil penelitian didapatkan distribusi jawaban responden yang menyatakan bahwa sebesar 86% pengetahuan pegawai dalam mengenali kebutuhan , keinginan, dan harapan pasien meningkat setelah mengikuti pelatihan serta kecepatan waktu responden dalam melayani pasien meningkat pasca pelatihan. Selain itu, dari distribusi jawaban responden juga didapatkan persentase sebesar 82% yang menyatakan bahwa pegawai mampu menangani keluhan pasien/ pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon setelah mengikuti pelatihan. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya penyelenggaraan Pelatihan Service Excellence terbukti efektif di dalam Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sikap pegawai pada saat menerapkan budaya layanan prima terhadap pasien. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan penanggung jawab pelaksanaan diklat RSJPD Harapan Kita, sebenarnya pengetahuan mengenai budaya layanan prima sudah didapatkan para pegawai sebelum mereka mengikuti Pelatihan Service Excellence. Mereka memperoleh pengetahuan tersebut dari lapangan, ketika secara langsung berhadapan dengan pasien/ pengunjung rumah sakit. Selain itu adanya bimbingan dari pihak atasan dan diskusi dengan rekan sejawat berdampak pada adanya peningkatan pengetahuan para pegawai. Adanya Pelatihan Service Excellence meupakan bentuk penyegaran untuk me-review dan menambah pengetahuan serta keterampilan mereka terhadap hal-hal yang harus dilakukan guna terwujudnya budaya layanan prima. Dengan demikian, akumulasi dari pengetahuan dan keterampilan, sebelum dan sesudah pelatihan meningkat menjadi satu kesatuan dasar yang harus dimiliki para pegawai untuk mewujudkan kepuasan pelanggan. Di sisi lain, dari distribusi jawaban responden juga diperoleh hasil sebesar 10% yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukan peneliti menganai para pegawai tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan. Hal ini menandakan bahwa di dalam menerapkan budaya layanan prima (Service Excellence) para pegawai masih mengalami beberapa kendala. Hal ini terutama dikarenakan beragamnya karakteristik dan kebutuhan pasien/ pengunjung rumah sakit yang harus dilayani serta adanya tuntutan pasien yang ingin dilayani secepat mungkin. Oleh karena itu, diharapkan para pegawai setelah mengikuti pelatihan lebih dapat mengenali kebutuhan pasien secara cermat agar dapat melayani seluruh pelanggan rumah sakit dengan optimal. Menurut Alvarez, et. al (2004), efektivitas dari suatu pelatihan merupakan pendekatan teoritikal untuk memahami hasil-hasil yang diperoleh akibat suatu program pelatihan. Efektivitas pelatihan tidak hanya dilihat dari hasil pelatihan yang dirasakan bagi individu ataupun organisasi. Efektivitas pelatihan dipengaruhi oleh proses sebelum diselenggarakannya pelatihan, selama penyelenggaraan pelatihan hingga sesudah pelatihan dilaksanakan. Dengan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 demikian langkah awal dalam proses penyelenggaraan pelatihan, yaitu analisis kebutuhan pelatihan, yang merupakan salah satu faktor penting yang memberikan kontribusi pertama terhadap efektivitas pelatihan (Salas & Cannon-Bowers,2001 dalam Alvarez et.al, 2004). Menurut peneliti, berangkat dari langkah inilah kemudian baru dapat ditentukan metode pelatihan yang tepat, materi pelatihan, partisipan, dan sebagainya. Pada akhirnya ketika mengevaluasi pelatihan diketahui juga apakah tercapai tujuan-tujuan pelatihan serta ada atau tidak manfaat bagi individu dan organisasi.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 BAB VIII KESIMPULAN
8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai evaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta tahun 2012, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara umum, gambaran evaluasi pelatihan pada keempat level Model Krikpatrick yang meliputi tingkat reaksi (level reaction), tingkat pembelajaran (level learning), tingkat perilaku (level behaviour), dan tingkat hasil (level result) hampir semuanya menunjukkan hasil yang cukup baik. Namun, evaluasi pada tingkat perilaku (level behaviour), menunjukkan bahwa implementasi perilaku pasca Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian layanan prima terhadap pasien yang meliputi kemampuan, sikap, penampilan, komunikasi, perhatian, dan tindakan menurut penilaian responden memberikan hasil yang negatif dengan kategori implementasi perilaku yang belum memenuhi standar pelayanan prima. 2. Pada pengukuran efektivitas pelatihan, dapat dapat dilihat bahwa keefektifan program Pelatihan Service Excellence dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja menurut penilaian responden memberikan hasil yang positif dengan kategori efektivitas program pelatihan tinggi sebesar 84%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pegawai pasca pelatihan. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara evaluasi pada tingkat hasil (level result) dengan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Sedangkan evaluasi pelatihan pada tingkat reaksi (level reaction), tingkat pembelajaran (level Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 learning), dan tingkat perilaku (level behaviour) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel efektivitas Pelatihan Service Excellence.
8.2 Saran Berdasarkan hasil penelitan yang telah diperoleh, peneliti memberikan beberapa saran yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan dan perbaikan untuk pelaksanaan Pelatihan Service Excellence yang akan datang. Adapun saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut.
8.2.1 Bagi Pihak Manajemen RSJPD Harapan Kita 1. Memperjelas jobdescription antara Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian (SDM) dalam pembagian tugas pokok dan fungsi manajemen pelatihan pegawai di rumah sakit, terutama terhadap pelaksanaan evaluasi pelatihan 2. Melakukan evaluasi efektivitas pelatihan secara berkala dan berkesinambungan oleh unit yang bertanggung jawab terhadap proses penyelenggaraan pelatihan, dimulai dari evaluasi terhadap penyelenggara, pelaksana, proses, dan evaluasi hasil pasca pelatihan. 3. Menindaklanjuti hasil evaluasi efektivitas pelatihan guna perbaikan dan peningkatan penyelenggaraan program pelatihan bagi pegawai melalui forum rapat evaluasi yang diadakan pasca pelaksanaan pelatihan. 4. Pihak unit yang bertanggung jawab atas evaluasi pelatihan bekerja sama dengan seluruh kepala unit, baik kepala unit manajemen maupun pelayanan, untuk melakukan monitoring (pemantauan) terhadap kinerja pegawai secara berkala dan intensif untuk mengetahui apakah pelatihan tersebut benar-benar berdampak terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pegawai di tempat kerjanya 5. Pihak manajemen pelayanan membuat standar layanan prima yang baku sebagai acuan dan disosialisasikan kepada seluruh pegawai yang berhadapan langsung dengan pasien/ pengunjung rumah sakit. 6. Memberikan penghargaan/ reward kepada pegawai yang melaksanakan service excellence sehingga mereka termotivasi untuk meningkatkan Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja saat menghadapi pasien/ pengunjung rumah sakit. Pihak manajemen dapat membuat program employee of the month/ week yaitu pemberian penghargaan kepada pegawai yang paling baik dalam bekerja serta mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan rumah sakit.
8.2.2 Bagi Peneliti Mendatang 1. Diharapkan peneliti yang akan datang dapat melakukan penelitian mengenai evaluasi efektivitas pelatihan dengan cara mengukur aspek pengetahuan, perilaku, dan kinerja pegawai sebelum dan sesudah pelatihan sehingga perubahan pada ketiga aspek tersebut dapat terlihat lebih jelas.. 2. Diharapkan peneliti yang akan datang juga mengukur evaluasi efektivitas pelatihan dengan menggunakan dua kelompok pembanding, yaitu membandingkan antara kelompok yang sudah mengikuti pelatihan dengan kelompok yang belum mengikuti pelatihan. 3. Diharapkan peneliti yang akan datang dapat menghitung Return on Investment (ROI) yaitu membandingkan benefit pelatihan secara moneter dengan biaya pelatihan.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, Kaye, et al. (2004). An Integrated Model of Training Evaluation and Effectiveness. Human Resource Development Review, Volume III, pg 385- 416. Aman. (2009). Kajian Model-model Evaluasi Program Pendidikan. Laporan Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Anggraini, Renita. (2003). Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Pelatihan Diklatpim Tingkat III dengan Pendekatan Kirkpatrick pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jakarta. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Atmodiwirio, Soebagio. (2005). Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT Ardadizya Jaya. Azhary, M. Emil. (2009). Potret Bisnis Rumah Sakit Indonesia. Economic Review, No.218. Barata, Atep Adya. (2003). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Chang, Ya-Hui Elegance. (2010). An Empirical Study of Kirkpatricks Evaluation Model in The Hospitality Industry. Disertasi. Florida: Florida International University.. Churohman, Miftah. (2010). Teori Prinsip dan Konsep Pembelajaran. http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/01/teori-prinsip-dan-konsep pembelajaran/ (Jumat, 9 Maret 2012). Detty, Regina, dkk. (2009). Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Know Your Customer and Money Laundering di Bank XYZ Bandung. Journal of Management and Business Review, Volume VI, pg 20-34. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Eseryel, Deniz. (2002). Approaches to Evaluation of Training: Theory & Practices. Journal of Educational Technology and Society. Volume VII, Number 4. Fauzi, Ikka Kartika A.. (2011). Mengelola Pelatihan Partisipatif. Bandung: Penerbit Alfabeta. Fuad. (2011). Konsep Pelatihan. http://fuadadman.com/wp- content/uploads/2009/08/KONSEP-PELATIHAN.doc. (Sabtu, 3 Desember 2012). Gomes, Faustino Cardoso. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hamalik, Oemar. (2005). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu: Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Haslinda A. and Mahyuddin, M.Y. (2009). The Effectiveness of Training in The Public Service. American Journal of Scientific Research, pg 39-51. Hastono, Sutanto Priyo. (2007). Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM UI. Hutami, Winda. (2010). Analisis faktor-faktor yang Berhubungan dengan Intention to Stay Perawat Pelaksana Rumah Sakit Karya Bhakti Bogor Thaun 2010. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Kaswan. (2011). Pelatihan dan Pengembangan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Kirkpatrick, Donald L. and James D. Kirkpatrick. (2005). Evaluating Training Programs. San Fransisco: Berret-Koehler Publisher Inc. Laporan Tahunan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2010. Lumbanraja, Prihatin dan Cut Nizma. (2010). Pengaruh Pelatihan dan Karakteristik Pekerjaan terhadap Prestasi Perawat di Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Langsa. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man /article/viewFile/18172/18057 (Sabtu, 5 Februari 2012). Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Majid, Suharto Abdul. (2011). Customer Service dalam Bisnis Jasa Transportasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005). Manajemen Sumber Daya Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mardjoeki. (2004). Studi Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Noe, Raymond A. (2002). Employee Training and Development. New York: McGraww Hill Companies. Notoatmodjo, Soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Ooi, Ai Yee, et al., (2007). The Determinants of Training Effectiveness in Malaysian Organizations. International Journal of Business Research, Paek, Jeeyon. (2005). A Study of Training Program Characteristics and Training Effectiveness Among Organizations Receiving Services From External Training Providers. Disertasi. Ohio: The Ohio State University. Peraturan Kepala LAN Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) bagi Pengelola Diklat (Management of Trainee/ MOT). Rashid, Kartini Mat and Jusoff, Kamaruzaman. (2010). The Determinants of Training Effectiveness in Malaysian Organizations. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol II. Rahmayanty, Nina. (2010), Manajemen Pelayanan Prima: Mencegah Pembelotan dan Membangun Customer Loyality. Yogyakarta: Graha Ilmu. Satriono, Teguh dan Andree MKP. (2007). How to Measure 5 Levels of Training Evaluation. Jakarta: Intellectual Capital Publishing. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 Sarwono, Jonathan. (2012). Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sastradipoera, Komaruddin. (2006). Pengembangan dan Pelatihan, Suatu Pendekatan Manajemen SDM. Bandung: Penerbit Kappa Sigma. Simamora, Henry. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Sudjana, D. (2007). Sistem dan Manajemen Pelatihan: Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suyatno. (2010). Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan Masyarakat. http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2010/05/MENGHITUNG-BESAR- SAMPEL-PENELITIAN.pdf (Kamis. 24 November 2011). Steensma, Herman and Karni Groeneveld. (2010). Evaluating a Training Using the Four Levels Model. Journal of Workplace Learning, Vol 22, pg 319- 331. Tuapattimain, Evelin Evone. (2007). Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Service Excellence bagi Pegawai Non-Medis di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Skripsi. Jakarta: Ilmu Administrasi STIA LAN. Veranike, Wike Nur. (2010). Gambaran Evaluasi Pelatihan Kewaspadaan Bencana di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2010. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Widoyoko, Eko Putro. (2009). Evaluasi Program Pelatihan. http://www.umpwr.ac.id/web/.../Evaluasi%20Program%20Pelatihan.pdf. (Kamis, 22 Desember 2011). Winardi, J.. (2004). Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Yuliarmi, Ni Nyoman dan Putu Riyasa. (2007). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar. Buletin Studi Ekonomi, Vol 12 Nomor 1 Tahun 2007. Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
LAMPIRAN Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 KUESIONER UNTUK PEGAWAI RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 2012
Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Bacalah pernyataan dengan teliti sebelum menjawab 2. Jawablah pernyataan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan pendapat pribadi Saudara 3. Berilah tanda jawaban pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda.
I. BIODATA ANDA Pertanyaan: 1) Nama* : _________________ (*data dirahasiakan) 2) Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 3) Usia : ___________ tahun 4) Pendidikan Terakhir: 1. SD 3. SMA 5. Sarjana 2. SMP 4. Diploma 6. PascaSarjana 5) Lama bekerja : _________________ tahun 6) Unit Kerja : _________________ 7) Jabatan : _________________ 8) Status kepegawaian : 1. Tetap 2. Kontrak
II. EVALUASI PADA TINGKAT REAKSI (REACTI ON LEVEL) Berilah tanda checklist () pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda Keterangan Jawaban: STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju SS = Sangat Setuju
No. Pernyataan STS TS S SS 4 Fasilitator mampu menjelaskan serta menyajikan materi secara jelas dan sistematis
5 Fasilitator memiliki wawasan yang luas tentang materi yang disajikan dan memiliki kemampuan yang baik dalam menjawab setiap pertanyaan dari responden
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No. Pernyataan STS TS S SS 6 Fasilitator selalu memberikan penguatan atau reinforcement pada setiap peserta dan mampu memotivasi responden untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta
8 Metode pelatihan yang digunakan sudah tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan
9 Metode pelatihan yang digunakan mampu dipahami oleh responden dan mendukung proses pembelajaran
10 Terdapat sarana alat bantu/ media pembelajaran, seperti proyektor/ OHP, laptop, printer
11 Materi pelatihan sesuai dengan harapan dan bermanfaat bagi responden dalam melaksanakan tugas
12 Fasilitas pelatihan yang tersedia menunjang proses pembelajaran yang dibutuhkan
III. EVALUASI PADA TINGKAT PEMBELAJARAN (LEARNI NG LEVEL) Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda paling benar 1. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau pengunjung rumah sakit, pegawai dituntut untuk memahami dasar pelayanan. Dasar pelayanan terpenting yang harus dipahami ketika berhadapan dengan pelanggan mencakup 3P, yaitu.... a. Penampilan, Pengetahuan, dan Penyampaian b. Penampilan, Perbaikan, dan Profesionalitas c. Pengetahuan, Penyampaian, dan Peningkatan d. Pengetahuan, Penampilan, dan Peningkatan
2. Dari beberapa pernyataan di bawah ini, yang merupakan konteks yang paling sesuai dengan pelayanan prima (service excellence) di rumah sakit adalah ...... a. Pelayanan yang diberikan oleh pegawai rumah sakit secara optimal guna memberikan kepuasan dan memberikan kepercayaan kepada pasien b. Pelayanan yang diberikan oleh pegawai rumah sakit kepada pasien dengan melihat kebutuhan pasien, harapan pasien, dan keinginan pasien c. Pelayanan yang dilakukan oleh pegawai rumah sakit secara optimal guna meningkatkan daya saing dengan rumah sakit lainnya d. Pelayanan yang diberikan kepada pasien secara maksimal, mulai dari pasien masuk, menjalani perawatan, hingga pasien sembuh
3. (a). Attention (e). Knowledge and skill (b). Attitude and behaviour (f). Self Assessment (c). Self Appearance (g). Customer oriented (d). Positive Action (h). Good governance Dari pilihan di atas, manakah yang merupakan dimensi layanan prima (service excellence) .... a. (a), (c), (d), (e) c. (c), (e), (f), (h) Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 b. (a), (b), (d), (f) d. (e), (f), (g), (h)
4. Penampilan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh pegawai dalam menghadapi pelanggan. Dalam berpenampilan, pegawai harus memakai pakaian rapi dan bersih, make up yang tidak terlalu mencolok, tidak ada kancing baju yang lepas, dan lainnya. Dalam dimensi layanan prima, faktor penampilan termasuk dalam kategori.... a. Good Governance c. Self Appearance b. Positive Action d. Attitude and behaviour
6. Dalam berkomunikasi, hal-hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah... a. Kualitas suara c. Intonasi b. Gerak bibir d. a dan b benar
7. Ketika Anda berkomunikasi melalui media telepon, faktor manakah yang memegang peranan penting pada saat Anda berbicara dengan lawan bicara anda.... a. Kata-kata yang digunakan c. Penggunaan gaya bahasa b. Kualitas vokal d. Kecepatan berbicara
8. Dalam berinteraksi, kesan pertama yang terlihat dan dirasakan oleh pelanggan yang perlu diperhatikan oleh pegawai selaku pemberi layanan dan informasi adalah..... a. Penampilan c. Penampilan b. Sikap Tubuh dan Tutur Kata d. Semua Benar
10.Faktor manakah yang dapat menghambat terwujudnya pelayanan prima di rumah sakit..... a. Rendahnya kompetensi pegawai b. Rendahnya kesadaran pegawai dalam melaksanakan layanan prima c. Karakteristik pelanggan yang sulit ditebak d. Kurangnya monitoring dari pihak atasan dalam memantau kinerja pegawai
11.Pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima termasuk dalam dimensi.. a. Ability c. Attention b. Attitude d. Accountability
IV. EVALUASI PADA TINGKAT HASIL (RESULT LEVEL) Berilah tanda checklist () pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda No. Pernyataan STS TS S SS 1 Hasil pekerjaan yang dilaksanakan senantiasa tercapai sesuai dengan kualitas yang diinginkan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No. Pernyataan STS TS S SS 2 Kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan responden pada umumnya tercapai sesuai yang diinginkan oleh organisasi rumah sakit dan juga pasien/ pengunjung rumah sakit
5 Pujian dan penghargaan yang dilakukan atasan kepada responden atas hasil pekerjaan responden akan mendorong produktivitas
6 Dalam melaksanakan tugas, responden senang meningkatkan hasil kerja responden untuk kepentingan organisasi rumah sakit
7 Terhadap hasil pekerjaan yang telah dilakukan, responden selalu memperbaiki hasil kerja responden
8 Responden selalu menyelesaikan pekerjaan yang lebih cepat dari waktu yang ditentukan
9 Dengan dipahaminya setiap pekerjaan yang baik dan unggul akan mendukung peningkatan produktivitas
10 Pada waktu jam istirahat, responden senang memanfaatkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang harus diselesaikan
V. EFEKTIVITAS PELATIHAN SERVI CE EXCELLENCE Berilah tanda checklist () pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda No. Pernyataan STS TS S SS 1 Pengetahuan Responden terhadap tugas dan pekerjaan meningkat setelah mengikuti pelatihan
2 Pengetahuan Responden mengenai dasar-dasar pelayanan di rumah sakit meningkat setelah mengikuti pelatihan
3 Pengetahuan Responden mengenai dimensi dan konsep layanan prima meningkat setelah mengikuti pelatihan sehingga mampu menerapkan pemberian layanan prima dengan baik
4 Pengetahuan Responden dalam mengenali kebutuhan , keinginan, dan harapan pasien meningkat setelah mengikuti pelatihan
5 Pengetahuan Responden meningkat dalam menangani keluhan dan kemarahan pasien/pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon setelah mengikuti pelatihan
6 Kecepatan waktu Responden dalam melayani pasien meningkat pasca pelatihan
7 Kesigapan Responden dalam melayani pasien meningkat pasca pelatihan
8 Responden mampu menangani keluhan pasien/ pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon setelah mengikuti pelatihan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No. Pernyataan STS TS S SS 10 Responden tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan Responden dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan
11 Responden mampu berpenampilan rapih saat menghadapi pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan
12 Responden mampu bersikap ramah, selalu tersenyum, dan memberikan salam terhadap semua pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan
13 Responden mampu bersikap tenang dan ramah dalam menangani pasien/ pengunjung yang marah-marah terhadapnya
14 Responden mampu bersikap sopan dan santun dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit
15 Responden menyampaikan informasi kepada pasien dengan baik, menggunakan intonasi yang sesuai, dan tidak terlalu cepat dalam berbicara
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 KUESIONER UNTUK PASIEN RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 2012
Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Bacalah pernyataan dengan teliti sebelum menjawab 2. Jawablah pernyataan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan pendapat pribadi Anda 3. Berilah tanda jawaban pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda.
I. BIODATA RESPONDEN Pertanyaan: 1) Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 2) Usia : ___________ tahun 3) Pendidikan Terakhir: 1. SD 3. SMA 5. Sarjana 2. SMP 4. Diploma 6. PascaSarjana 4) Pekerjaan Saat Ini : 1. PNS/TNI 3. Swasta 5. Lainnya, sebutkan........ 2. Pensiunan 4. Ibu Rumah Tangga 5) Alasan Memilih Berobat/ Berkunjung ke Rumah Sakit ini: 1. Harga Murah 3.Asuransi/ Jaminan 5. Lainnya, sebutkan........ 2. Pelayanan Baik 4. Dekat dengan Rumah
II. EVALUASI PELATIHAN PADA TINGKAT PERILAKU (BEHAVI OUR LEVEL) Berilah tanda checklist () pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda Keterangan Jawaban: STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju SS = Sangat Setuju
No. Pernyataan STS TS S SS 2 Penampilan pegawai yang melayani Anda kurang dapat merepresentatifkan (menggambarkan) citra rumah sakit yang positif
3 Pegawai mampu bersikap ramah terhadap Anda walaupun mereka sedang melayani banyak pengunjung selain Anda
4 Sikap yang diberikan pegawai sudah sesuai dengan harapan dan keinginan Anda
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No. Pernyataan STS TS S SS 6
Cara penyampaian informasi yang dilakukan pegawai kepada Anda sangat jelas sehingga Anda dapat memahami informasi yang pegawai sampaikan
8 Menurut Anda, artikulasi, intonasi, dan volume suara pegawai sangat jelas pada saat melayani Anda sehingga Anda dapat mendengarnya secara jelas dan mudah memahami informasi yang diberikan
9 Anda melihat bahwa pegawai menunjukkan sikap perhatian yang baik kepada Anda sehingga Anda merasa dihargai dan dihormati
10 Pegawai mendengarkan dengan baik dan bersungguh- sungguh pada saat Anda membutuhkan informasi
11 Anda melihat bahwa pegawai tanggap dalam mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhan Anda
12 Pegawai kurang merespon dengan cepat dalam melayani kebutuhan Anda di saat pegawai sedang melayani banyak pengunjung selain Anda
13 Apabila Anda mengalami kesulitan dalam pencarian informasi yang Anda butuhkan, pegawai dengan senang hati melayani dan berusaha untuk membantu Anda untuk mendapatkan informasi tersebut
16 Anda melihat bahwa pegawai sangat terampil di dalam melayani kebutuhan anda
1. Pengamatan Terkait dengan Pelatihan Service Excellence No. Pengamatan Hasil Pengamatan Ya Tidak Keterangan 1 Silabus Peneliti tidak menemukan data tertulis mengenai silabus pelatihan. Hanya saja peneliti, menemukan content materi yang akan diajarkan di dalam laporan pelaksanaan pelatihan yang dibuat oleh Garuda Indonesia 2 Modul Pelatihan 3 Metode yang Digunakan a. Ceramah b. Demonstrasi c. Role Play d. Diskusi e. Kerja Kelompok f. Studi Kasus g. FGD
Dari penelusuran data sekunder yang bersumber dari laporan pelaksanaan pelatihan dan berdasarkan wawancara dengan pihak penyelenggara Divisi Diklat, metode pelatihan yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab, simulasi dan games, presentasi individu, saling menilai dan role play (bermain peran) 4. Ketersediaan ruangan khusus pelatihan
5. Ketersediaan Sarana: a. Kursi b. Meja c. Lemari Buku d. AC / Kipas Angin
6. Ketersediaan Alat Bantu Pelatihan: a. Komputer/ laptop b. In focus / LCD c. OHP d. Layar OHP e. Papan Tulis f. ATK g. Alat Kesehatan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dan didukung dengan data sekunder, fasilitas penunjang dan media pembelajaran yang disediakan sudah sangat lengkap. Untuk alat kesehatan memang tidak disediakan, karena jika ada peserta yang sedang dalam kondisi tidak fit dapat segera berobat ke poliklinik khusus karyawan yang disediakan oleh pihak RSJPD Harapan Kita Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 2. Pengamatan Terkait dengan Evaluasi pada Tingkat Perilaku (Behaviour Level) No. Pengamatan Perwakilan Pegawai dari Unit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. Penampilan: a. Pakaian rapi dan bersih b. Pakaian tidak ada yang berlubang c. Tidak ada kancing pakaian yang terlepas d. Rambut rapi dan bersih (bagi pegawai laki-laki, rambut tidak menutupi telinga) e. Kumis dirapikan dan janggut dicukur/ dirapikan f. Kuku dan jari-jari tangan terlihat bersih g. Make up tidak terlalu mencolok h. Tidak menggunakan perhiasan berlebihan i. Sepatu bersih
2. Sikap: a. Senyum b. Sapa c. Salam d. Sikap tubuh tegak e. Sopan dan hormat f. Antusiasme g. Ekspresi wajah hangat
-
- -
- -
- - -
-
3. Komunikasi Verbal: a. Artikulasi b. Volume suara c. Intonasi d. Bahasa formal e. Tidak memotong pembicaraan f. Gaya bicara pelan, jelas, dan tidak monoton g. Mendengarkan pelanggan dengan aktif dan seksama
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No. Pengamatan Perwakilan Pegawai dari Unit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Komunikasi Non-Verbal (Mimik Muka): a. Ekpresi Mata: - Kontak mata secara langsung dengan pelanggan - Kontak mata disertai dengan senyuman - Tatapan mata yang bersahabat - Mata tidak berkerut atau tatapan kosong b. Ekspresi Mulut: - Mulut tersenyum - Bibir tidak rapat - Mulut tidak terbuka lebar - Tidak menggigit bibir c. Ekspresi Kepala: - Posisi kepala tegak - Kepala mengangguk sebagai isyarat menghormat atau pesetujuan - Tidak memegang kepala dengan tangan
-
-
-
-
4. Perhatian: a. Bersikap ramah ketika menerima pelanggan b. Menanyakan maksud dan tujuan pelanggan c. Memberikan kesempatan berbicara pada pelanggan d. Ketika berbicara pandangan mata tertuju pada pelanggan e. Mendengarkan dengan baik dan bersungguh-sungguh f. Mencatat secara cermat dan tepat g. Berusaha memahami kebutuhan pelanggan
-
-
-
-
-
-
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 No. Pengamatan Perwakilan Pegawai dari Unit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 h. Menjelaskan informasi secara rinci dan sistematis i. Mengusahakan memenuhi kebutuhan pelanggan
-
-
5. Tindakan: a. Sigap dalam menangani pelanggan yang membutuhkan informasi b. Sigap dalam menangani keluhan pelanggan c. Sigap dalam menangani amarah pelanggan
-
6. Kemampuan: a. Mampu menjawab informasi yang ditanyakan oleh pelanggan secara singkat dan jelas b. Kecepatan waktu dalam pelayanan c. Ketepatan waktu dalam pelayanan d. Mampu mampu menangani keluhan dari pasien/ pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face) e. Mampu menangani kemarahan pasien/ pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face)
-
-
-
-
-
-
Unit yang Diobservasi 1 : Seksi Pelayanan Pelanggan 2 : UPF Farmasi dan Apotik 3 : UPF Patologi Klinik dan Bank Darah 4 : Unit Radiologi dan Pencitraan 5 : Sub Bagian Perbendaharaan 6 : UPF Rekam Medis 7 : UPF Rawat Inap Pav. Sukaman dan Poli Eksekutif 8 : UPF Gizi 9 : Unit Echo dan Treadmill 10 : Unit Bedah Dewasa Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
PEDOMAN TELAAH DATA SEKUNDER
No. Dokumen yang Ditelaah Keterangan 1. Laporan Pelaksanaan Pelatihan Service Excellence Tahun 2011 Mengetahui gambaran pelaksanaan pelatihan Service Excellence di tahun 2010, mulai dari penyelenggaraan, materi, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung 2. Rekapitulasi Peserta yang Mengikuti Pelatihan Service Excellence Mengetahui jumlah peserta dan unit kerja yang mengikuti pelatihan Service Excellence di tahun 2010 3. Modul/ Materi Pelatihan Service Excellence Mengetahui isi materi pelatihan Service Excellence di tahun 2010 yang diikuti oleh pegawai medis dan non-medis 4. Rekapitulasi jumlah complaint pasien terhadap pegawai rumah sakit RSJPD Harapan Kita Mengetahui jumlah keluhan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh pegawai RSJPD Harapan Kita 5. Jumlah angka kunjungan RSJPD Harapan Kita per unit pelayanan Mengetahui jumlah peningkatan/ penurunan angka kunjungan pasien ke RSJPD Harapan Kita 6. Survey kepuasan pasien RSJDP Harapan Kita Mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap layanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit 7 Indikator Kinerja RSJDP Harapan Kita Mengetahui indikator pencapaian kinerja RSJDP Harapan Kita
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 HAL-HAL YANG DITANYAKAN DALAM WAWANCARA TIDAK TERSTRUKTUR
1. Apakah anda setuju bahwa pelatihan Service Excellence merupakan bentuk penyegaran pengetahuan ? 2. Apakah menurut anda sistem pengajaran pelatihan Service Excellence terarah dan lancar ? 3. Apakah menurut anda penerapan pengetahuan Service Excellence pada pelaksanaan pekerjaan sudah sesuai ? 4. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence memberikan pengetahuan yang mendalam kepada karyawan ? 5. Apakah menurut anda keahlian karyawan dirasakan meningkat dari sebelum pelatihan Service Excellence ? 6. Apakah menurut anda ada peningkatan ketelitian pada karyawan setelah mengikuti pelatihan Service Excellence ? 7. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence berpengaruh dengan semangat kerja ? 8. Apakah menurut anda hubungan kerja yang baik antara karyawan dan atasan dapat terjadi dalam pelatihan Service Excellence ? 9. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence memberikan pemahaman yang mendalam kepada para karyawan ? 10. Apakah menurut anda hubungan antar karyawan terjalin dalam pelatihan Service Excellence ? 11. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence sangat berpengaruh dalam mengatasi keluhan pelanggan ? 12. Apakah menurut anda pelatih memberikan materi pelatihan Service Excellence dengan baik dan persuasif ? 13. Apakah menurut anda materi pelatihan Service Excellence menunjang pekerjaan yang dilakukan ? 14. Apakah menurut anda media pelatihan yang disediakan oleh perusahaan sudah lengkap dan memadai ? 15. Apakah menurut anda lingkungan pelatihan Service Excellence nyaman dan bersih ? 16. Apakah menurut anda waktu pelatihan tidak mengganggu jadwal kerja ? Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 17. Apakah menurut anda komitmen kerja terhadap perusahaan dapat timbul dari pelatihan Service Excellence ? 18. Apakah menurut anda memberikan pelayanan kepada pelanggan menjadi lebih mudah setelah mengikuti pelatihan Service Excellence ? 19. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence memotivasi displin dalam bekerja ? 20. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence dapat memicu prestasi kerja? 21. Apakah di rumah sakit ini terdapat standar layanan prima? kalau ada, apakah standar tersebut sudah anda terapkan dengan baik pada saat melayani pasien/ pengunjung rumah sakit? Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 DAFTAR PESERTA PELATIHAN SERVICE EXCELLENCE TAHUN 2010 KHUSUS PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF RSJPD HARAPAN KITA N o NAMA NOPE G UNIT KERJA LAMA TGL PELATIHAN JABATAN UNIT KERJA BARU 1 TINA MEINAWATI 1859 BIDANG MEDIK & KEPERAWATAN 12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 2 ATHENA PERMANA PUTRI 1861 BIDANG MEDIK & KEPERAWATAN 12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 3 FIRMA WAHYU EDIYANTO 1872 BIDANG MEDIK & KEPERAWATAN 12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 4 MAYSAROH 1356 GP.II LANTAI-5 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 5 NURUL SETIYOWATI 1422 GP.II LANTAI-6 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 6 SRI HASTUTY, AMd 1786 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF 12-14/02/2010 TEKNISI MEDIS UNIT ECHO DAN TREADMILL 7 NINA MARDIANA, S.Sos 191 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF 12-14/02/2010 KEPALA OPERASIONAL & SEKRETARIAT (Teknisi Medis Echo (prwt) UNIT ECHO DAN TREADMILL 8 ZULVA SUSIYANTI 909 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF 12-14/02/2010 TEKNISI MEDIS ECHO (PERAWAT) UNIT ECHO DAN TREADMILL 9 RESTU ULFA ROSSITA 1787 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF 15-17/01/2010 TEKNISI MEDIS UNIT ECHO DAN TREADMILL 10 MILA NARFIANTI 1475 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF 15-17/01/2010 TEKNISI MEDIS ECHO (PERAWAT) UNIT ECHO DAN TREADMILL 11 ADE ENEH SUHAENI 273 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF 29-31/01/2010 TEKNISI MEDIS ECHO (PERAWAT) UNIT ECHO DAN TREADMILL 12 RISSA DAMAYANTHY 1788 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF 29-31/01/2010 TEKNISI MEDIS UNIT ECHO DAN TREADMILL 13 NURHAIDA 194 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF 29-31/01/2010 TEKNISI MEDIS ECHO (PERAWAT) UNIT ECHO DAN TREADMILL 14 AI RIKA 1482 INSTALASI RAWAT JALAN 12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 15 UPI DYAH PALUPI 354 INSTALASI RAWAT JALAN 15-17/01/2010 KETUA REGU PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 16 RITA PUSPITASARI 1316 INSTALASI RAWAT JALAN 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 17 JUJU JUARIAH 1552 INSTALASI RAWAT JALAN 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 18 DESY SUSANTY 1540 INSTALASI RAWAT JALAN 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 19 ASEP SUPRIYADI 923 IW. DEWASA MEDIK 29-31/01/2010 STAF PELAYANAN REKAM MEDIS UPF REKAM MEDIS 20 SUSILAWATI 1566 NURSE TRAINEE/NEW ENTRY 29-31/01/2010 PERAWAT KAMAR BEDAH DEWASA UNIT BEDAH DEWASA 21 HARYANI RATNA DEWI 1651 NURSE TRAINEE/NEW ENTRY 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 22 SURAWATI.BR. TARIGAN, S. Kp 150 PAV. DR. SUKAMAN 12-14/02/2010 PENANGGUNG JAWAB RUANGAN LT.2, 3, 5 (PERAWAT SUKAMAN) UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 23 ERNIDA IBRAHIM 287 PAV. DR. SUKAMAN 12-14/02/2010 KETUA REGU (PERAWAT PAV. SUKAMAN) UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 24 DIAS LINARTI 1167 PAV. DR. SUKAMAN 12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 25 JIHAND SHOFIA 1451 PAV. DR. SUKAMAN 12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 26 SULASTINI 1637 PAV. DR. SUKAMAN 12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 27 ASWANDI 1165 PAV. DR. SUKAMAN 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 28 SEPTIANI 1181 PAV. DR. SUKAMAN 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 29 RODIAH 1099 PAV. DR. SUKAMAN 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 30 MERRY TIMORI 1095 PAV. DR. SUKAMAN 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 31 WIARSIH 394 PAV. DR. SUKAMAN 15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 32 NENENG SITI FATONAH. S 912 PAV. DR. SUKAMAN 15-17/01/2010 KETUA REGU PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 33 MARISAI PURBA 253 PAV. DR. SUKAMAN 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 34 TRI ENDAH SEPTIYARTI 1002 PAV. DR. SUKAMAN 29-31/01/2010 KETUA REGU PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 35 ISRANI MIRADNININGSIH 1090 PAV. DR. SUKAMAN 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 36 NURFITRI UMANINGSIH 1414 PAV. DR. SUKAMAN 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 37 YUDIANTO 1457 PAV. DR. SUKAMAN 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 38 SITI SUARSIH 1102 PAV. DR. SUKAMAN 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 39 MULYANI 1096 PAV. DR. SUKAMAN 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 40 AYU NINGRUM 1728 PAV. DR. SUKAMAN 29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 41 HARRY SANTYO 1040 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 12-14/02/2010 KASIR (TANGGUNGJAWAB DISTRIBUSI KARTU PASIEN) SUB BAG PERBENDAHARAAN 42 PUTRI WULANDARI 1841 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 12-14/02/2010 STAF KEUANGAN SUB BAG PERBENDAHARAAN 43 SETYO WIBUDI, SKM 986 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 15-17/01/2010 KETUA REGU KASIR RAWAT JALAN SUB BAG PERBENDAHARAAN 44 HADI NURHADI 1128 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 15-17/01/2010 KASIR SUB BAG PERBENDAHARAAN 45 FATMA MEULAWATI 6010 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 29-31/01/2010 STAF ADMINISTRASI POLIKLINIK PAV SUKAMAN UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF 46 ABUBAKAR 1134 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 29-31/01/2010 KASIR SUB BAG PERBENDAHARAAN 47 ALIA SAGITA 7005 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 29-31/01/2010 KASIR SUB BAG PERBENDAHARAAN 48 SUDIMAN 614 SUB.BAG. YAN. PELANGGAN & PROTOKOLER 12-14/02/2010 STAF INFORMASI FRONT LINER SEKSI PELAYANAN PELANGGAN 49 NOVERDA 452 SUB.BAG. YAN. PELANGGAN & PROTOKOLER 15-17/01/2010 STAF INFORMASI FRONT LINER SEKSI PELAYANAN PELANGGAN Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 50 YATI NURHAYATI 1118 SUB.BAG. YAN. PELANGGAN & PROTOKOLER 15-17/01/2010 STAF INFORMASI FRONT LINER SEKSI PELAYANAN PELANGGAN 51 DESY HERNITA 1831 SUB.BAG. YAN. PELANGGAN & PROTOKOLER 29-31/01/2010 STAF INFORMASI FRONT LINER SEKSI PELAYANAN PELANGGAN 52 SRI WAHYUNI 1278 UPF FARMASI 12-14/02/2010 ASISTEN APOTEKER UPF FARMASI & APOTIK 53 RIMBAWANI 877 UPF GIZI 12-14/02/2010 PELAKSANA GIZI UPF GIZI 54 NURMASARI 7035 UPF GIZI 15-17/01/2010 PELAKSANA GIZI UPF GIZI 55 HASANUDDIN 7039 UPF GIZI 15-17/01/2010 PELAKSANA GIZI UPF GIZI 56 GITA ACHMALIA 7046 UPF GIZI 29-31/01/2010 PELAKSANA GIZI UPF GIZI 57 LIA SRIYULIAWATI 876 UPF GIZI 29-31/01/2010 PELAKSANA GIZI UPF GIZI 58 SITI NURMAYA DEWI 1465 UPF. APOTIK & KONSINYASI 12-14/02/2010 ASISTEN APOTEKER UPF FARMASI & APOTIK 59 IMELDA SIMANJUNTAK 1469 UPF. APOTIK & KONSINYASI 15-17/01/2010 ASISTEN APOTEKER UPF FARMASI & APOTIK 60 NITA FEBRIYANTI 1462 UPF. APOTIK & KONSINYASI 29-31/01/2010 ASISTEN APOTEKER UPF FARMASI & APOTIK 61 EKA DEWI ZOLA 804 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 12-14/02/2010 KEPALA SEKRETARIAT UPF (ANALIS) UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 62 HIRAWATI, AMAK 1513 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 12-14/02/2010 ANALIS UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 63 NOVITA PRAFIANTI, Amd.A.M 1152 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 12-14/02/2010 ANALIS UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 64 MUJI UTAMY 1280 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 15-17/01/2010 KOORD. ANALIS (KIMIA) UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 65 RINI PUJIHASTUTI 1509 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 15-17/01/2010 ANALIS UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 66 LELI DIANA VERONIKA 1580 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 29-31/01/2010 ANALIS UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH 67 ARI DWI JAYANTI 1372 UPF. RADIOLOGI & KARD. NUKLIR 12-14/02/2010 RADIOGRAFER UNIT RADIOLOGI DAN PENCITRAAN (RADIOLOGI) 68 ARIANE 1734 UPF. RADIOLOGI & KARD. NUKLIR 15-17/01/2010 RADIOGRAFER UNIT RADIOLOGI DAN PENCITRAAN (RADIOLOGI) 69 MARDIANSYAH, AMd.AKK, SKM 1045 UPF. REKAM MEDIS 12-14/02/2010 STAF REKAM MEDIS (PENGOLAHAN DATA & LAPORAN) UPF REKAM MEDIS 70 ALEXTA NUGRAHA 944 UPF. REKAM MEDIS 12-14/02/2010 STAF PELAYANAN (DISTRIBUSI FILE) REKAM MEDIS UPF REKAM MEDIS 71 SRI SETIA UTAMI, AMd. PerKes, SKM 352 UPF. REKAM MEDIS 12-14/02/2010 KEPALA UPF REKAM MEDIS UPF REKAM MEDIS 72 MINARSIH 442 UPF. REKAM MEDIS 15-17/01/2010 STAF REKAM MEDIS CODING/KONTROL DATA UPF REKAM MEDIS 73 NURUL SARI HIDAYAH, AMd.PerKes 1736 UPF. REKAM MEDIS 15-17/01/2010 STAF PELAYANAN (DISTRIBUSI FILE) REKAM MEDIS UPF REKAM MEDIS 74 MEILANTORO, SKM 512 UPF. REKAM MEDIS 29-31/01/2010 PENANGGUNG JAWAB PENGOLAHAN DATA & LAPORAN UPF REKAM MEDIS
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012 STRUKTUR ORGANISASI DAN KODE JABATAN RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
DIREKTUR UTAMA (1) DEWAN PENGAWAS (0) Satuan Pemeriksaan Intern (1.1) Komite Medik, Etik, dan Hukum (1.2) Sub Komite Kedokteran (1.2.1) Sub Komite Keperawatan dan keteknisan (1.2.2) Sub Satuan Pengawasan Mutu Pelayanan (1.1.2) Sub Satuan Pengawasan Keuangan (1.1.1) DIR. PENUNJANG (3) DIR. PELAYANAN (2) Seksi Pelayanan Rawat Inap (2.1.2) Seksi Pengendalian Infeksi Nosokomial (2.1.3) Seksi Pemasaran (2.2.1) Seksi Pelayanan Pelanggan (2.2.2) Seksi Pelayanan Caritas (2.2.3) Seksi Pelayanan Rawat Jalan (2.1.1) Bid Promosi dan Pemasaran (2.2) Bid Medik dan Keperawatan (2.1) Seksi Pemeliharaan Sarana Medik (3.1.2) Seksi Logistik dan Inventarisasi Sarana Medik (3.1.3) Seksi Perenc. Pengadaan Sarana Non Medik (3.2.1)
Seksi Pemeliharaan Sarana Non Medik (3.2.2)
Seksi Logistik dan Inventarisasi Sarana Non Medik (3.2.3) Seksi Perenc. Pengadaan Sarana Medik (3.1.1) Bid Sarana Non Medik (3.2) Bid Sarana Medik (3.1) Sub Bag Tata Rekening (5.1.2) Sub Bag Perbendaharaan (5.1.3) Sub Bag Akuntansi Keuangan (5.2.1) Sub Bag Akuntansi Manajemen (5.2.2)
Sub Bag Verifikasi dan Pembukuan (5.2.3) Sub Bag Anggaran (5.1.1) Bag Akuntasi (5.2) Bag Perbendaharaan dan Mobilisasi Dana (5.1) Sub Bag Tata Usaha (4.1.2) Sub Bag Sistem Informasi Rumah Sakit (4.1.3) Sub Bag Organisasi dan Kepegawaian (4.2.1) Sub Bag Humas dan Protokoler (4.2.2) Sub Bag Rumah Tangga (4.2.3) Sub Bag Perenc. Evaluasi dan Laporan (4.1.1) Bag SDM dan Rumah Tangga (4.2) Bag Sekretariat (4.1) DIR. KEUANGAN (5) DIR. UMUM & SDM (4) Divisi Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler (1.5) UNIT PELAYANAN FUNGSIONAL
Poliklinik Rawat Jalan (2.0.01) UPF ICU, Anestesi dan Perfusi (2.0.09) UPF Farmasi (3.0.01)
UPF Diag. Non Invasif dan Pencitraan (2.0.02) UPF Bedah Jantung dan IW Bedah Dewasa (2.0.10) UPF Apotik dan Konsinyasi (3.0.02)
UPF Diag. Invasif dan Intervensi Non Bedah (2.0.03) UPF Paviliun Eks. Sukaman (2.0.11) UPF Gizi (3.0.03)
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis