Digital 20295657 S Dianur Hikmawati

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 159

UNIVERSITAS INDONESIA

EVALUASI EFEKTIVITAS PROGRAM PELATIHAN


SERVI CE EXCELLENCE DI RUMAH SAKIT JANTUNG DAN
PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
TAHUN 2012



SKRIPSI



DIANUR HIKMAWATI
NPM: 0806335851




PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK 2012
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012



UNIVERSITAS INDONESIA

EVALUASI EFEKTIVITAS PROGRAM PELATIHAN
SERVI CE EXCELLENCE DI RUMAH SAKIT JANTUNG DAN
PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
TAHUN 2012


SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat


DIANUR HIKMAWATI
NPM: 0806335851




PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK 2012
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.


Nama : Dianur Hikmawati
NPM : 0806335851
Tanda Tangan :
Tanggal : 26 April 2012
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dianur Hikmawati
Alamat : Jalan Bambu II No. 11 RT 002/ 06, Srengseng,
Kembangan, Jakarta Barat
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 22 September 1990
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan
1. SD Negeri 06 Srengseng Jakarta Tahun 1996-2002
2. SMP Negeri 207 Jakarta Tahun 2002-2005
3. SMA Negeri 78 Jakarta Tahun 2005-2008
4. FKM UI Peminatan Manajemen Rumah Sakit Tahun 2008-2012
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence
di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012.
Penelitian skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan di program Sarjana Kesehatan Masyarakat peminatan Manajemen
Rumah Sakit. Selain untuk memenuhi syarat tersebut, peneliti berharap skripsi ini
dapat menambah ilmu dan wawasan yang bermanfaat kepada peneliti dan
pembaca. Peneliti menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat lebih baik lagi.
Berbagai hambatan dan kesulitan terjadi selama penelitian skripsi ini.
Namun kehadirannya peneliti sadari sebagai pemacu semangat agar lebih baik lagi
sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri dan masyarakat luas
yang membaca skripsi ini. Berbagai hambatan dan kesulitan tersebut peneliti
lewati dengan dukungan dan bantuan baik tenaga, waktu, serta pikiran dari
berbagai pihak. Adapun ucapan terima kasih peneliti berikan kepada :
1. Allah SWT atas nikmat, karunia, dan kesempatan yang telah diberikan
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Orangtua tercinta, Drs. H.M. Sholahi, MM dan Hj. Nur Anisah, S.Ag. Terima
kasih telah mendoakan serta memberikan bimbingan, nasehat, dukungan, dan
kepercayaan kepada peneliti selama menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito M.Sc., Ph.D selaku
Pembimbing Akademik. Terima kasih atas waktu, saran dan kritik yang telah
diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Ibu R.A. Zawiah, SKM, MM selaku pembimbing lapangan. Terima kasih
sudah memberikan informasi dan membimbing peneliti mengenai kondisi di
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
5. Bapak Prof. dr. Anhari Achadi, SKM, DSC selaku penguji dalam sidang
skripsi peneliti. Terima kasih atas saran dan kritik yang telah diberikan kepada
peneliti.
6. Kakak dan Adik, Vidya El Fitrika Fathniyah dan Ihdal Hakam Wicaksana.
Terimakasih atas dukungannya baik moril maupun materil.
7. Teman seperjuangan, yaitu Hafiati Pracitasari, Muti Rowahani, Qurrotu Ainy,
Uswatun Hasanah, Affan Al Khafiz, dll. Terima kasih telah menyemangati dan
berbagi banyak informasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.
8. Seluruh Staf di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, untuk Mas
Deka Hardiyan, Pak Kasro, Bu Tri, Bu Ning, Bu Ola, terima kasih atas
informasi dan bantuan yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih juga telah menerima kehadiran peneliti dengan baik.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Pihak manajemen,
direksi, dan karyawan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita,
sekretariat AKK FKM UI, teman lama dan semuanya. Terima kasih atas kerja
sama, dukungan, dan bantuannya.
Peneliti berharap dan berdoa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
kepada peneliti. Peneliti sangat berterima kasih atas bantuan dari berbagai pihak
yang telah memungkinkan terwujudnya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi pembaca dan semua pihak.


Depok, 26 April 2012
Peneliti



Dianur Hikmawati
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
ABSTRAK

Nama : Dianur Hikmawati
Program Studi : Sarjana Kesehatan Masyarakat
Judul : Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence
di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta Tahun 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas Pelatihan Service
Excellence bagi pegawai di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita tahun 2012. Penelitian dilakukan terhadap pegawai yang telah mengikuti
Pelatihan Service Excellence di tahun 2010 sebanyak 50 orang dan juga terhadap
30 pasien. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner,
observasi, wawancara, dan telaah data sekunder yang terkait dengan pelatihan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross-
sectional. Kerangka konsep penelitian ini terdiri dari variabel independen
(evaluasi pada tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat perilaku, tingkat hasil)
dan variabel dependen (efektivitas pelatihan). Dari hasil penelitian, diperoleh
bahwa gambaran evaluasi pelatihan pada keempat level menunjukkan hasil yang
baik. Namun, evaluasi pada tingkat perilaku menunjukkan hasil yang negatif
dengan kategori implementasi perilaku yang belum memenuhi standar layanan
prima sebesar 53,3%. Dari hasil uji Chi Square, diperoleh bahwa variabel yang
berhubungan dengan efektivitas pelatihan adalah tingkat hasil (level result).
Peneliti menyarankan agar pihak manajemen lebih aktif melakukan evaluasi pasca
pelatihan secara berkala dan berkesinambungan.

Kata Kunci: Evaluasi, Pelatihan, Evaluasi Pelatihan, Efektivitas Pelatihan, Service
Excellence


xvi + 122 hlm, 9 gambar, 7 lamp

Daftar Acuan : 42 (2002-2012)
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
ABSTRACT


Name : Dianur Hikmawati
Study Program : Bachelor Degree of Public Health
Title : Evaluation of Service Excellence Training
Effectiveness at the Harapan Kita Cardiac and
Blood Vessel Hospital Jakarta, Year 2012

This study aims to evaluate of the Service Excellence Training effectiveness for
employees at the at the Harapan Kita Cardiac and Blood Vessel Hospital Jakarta,
Year 2012. This research was conducted on 50 employees who have attended on
Service Excellence Training in 2010 and also 30 patients. Data were collected
from questionnare, observation, interviewing, and trainings database analysis.
This study is descriptive analytic with cross-sectional design. Conceptual
framework of this study consists of the independent variables (evaluation on the
reaction level, learning level, behaviour level, result level) and the dependent
variable (training effectiveness). From the research, found that on the fourth level
of training evaluation showed good results. However, the evaluation at behavioral
level showed negative result with the behavioral implementation category that
does not meet the standards of excellent service at 53.3%. From the results of Chi
Square test, obtained that the variables related to the effectiveness of training is
the result level. Researcher suggests the management to evaluate this training
periodically and continuously.


Keyword: Evaluation, Training, Training Evaluation, Training Effectiveness,
Service Excellence


xvi + 122 pages, 9 pictures, 7 appendixs

References : 42 (2002-2012)

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
DAFTAR ISI


Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 7
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 7
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 7
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 8
1.5.1 Manfaat bagi RSJPD Harapan Kita Jakarta ............................................ 8
1.5.2 Manfaat bagi Peneliti .............................................................................. 8
1.5.3 Manfaat bagi Institusi Pendidikan ........................................................... 8
1.5.4 Manfaat bagi Peneliti Lain ...................................................................... 8
1.6 Ruang Lingkup ................................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pelatihan ........................................................................................... 10
2.2 Fungsi dan Tujuan Pelatihan .......................................................................... 10
2.2.1 Fungsi Pelatihan .................................................................................... 10
2.2.2 Tujuan Pelatihan .................................................................................... 11
2.3 Analisis Kebutuhan Pelatihan ........................................................................ 11
2.4 Unsur-unsur Program Pelatihan ..................................................................... 12
2.4.1 Peserta Pelatihan ................................................................................... 12
2.4.2 Pelatih (Instruktur) ................................................................................ 13
2.4.3 Lamanya Pelatihan ................................................................................ 14
2.4.4 Materi Pelatihan .................................................................................... 14
2.4.5 Metode Pelatihan .................................................................................. 15
2.5 Pelaksanaan Pelatihan .................................................................................... 18
2.6 Tahap Pengelolaan Pelatihan ......................................................................... 18
2.7 Evaluasi Pelatihan .......................................................................................... 19
2.7.1 Definisi Evaluasi Pelatihan ................................................................... 20
2.7.2 Fungsi Evaluasi Pelatihan ..................................................................... 20
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
2.7.3 Tujuan dan Alasan Evaluasi Pelatihan .................................................. 21
2.7.4 Model Evaluasi Pelatihan ...................................................................... 21
2.7.4.1 Model Evaluasi Empat Level Kirkpatrick ............................... 22
2.7.4.2 Model Evaluasi ROTI .............................................................. 24
2.7.4.3 Model Evaluasi Formative and Summative ............................. 25
2.7.4.4 Model Evaluasi CIPP ............................................................... 26
2.7.4.5 Model Evaluasi IPO ................................................................. 27
2.7.4.6 Model Evaluasi TVS ................................................................ 27
2.8 Pelaksanaan Evaluasi ................................................................................... 28
2.9 Efektivitas Pelatihan ..................................................................................... 29
2.10 Service Excellence ........................................................................................ 30
2.10.1 Pentingnya Service Excellence terhadap Pelanggan ......................... 31
2.10.2 Tujuan Service Excellence ................................................................ 31
2.10.3 Konsep Service Excellence ................................................................ 32

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1 Kerangka Teori ............................................................................................... 34
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................................... 37
3.3 Definisi Operasional ....................................................................................... 38

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ............................................................................................ 41
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................................... 41
4.3 Populasi dan Sampel ...................................................................................... 41
4.3.1 Populasi ................................................................................................. 41
4.3.2 Sampel ................................................................................................... 42
4.4 Cara Pengumpulan Data ................................................................................. 44
4.4.1 Data Primer ........................................................................................... 44
4.4.2 Data Sekunder ....................................................................................... 45
4.5 Instrumen Penelitian ....................................................................................... 46
4.6 Uji Instrumen Penelitian ................................................................................ 46
4.6.1 Uji Validitas .......................................................................................... 46
4.6.2 Uji Reliabilitas ...................................................................................... 47
4.7 Pengolahan Data ............................................................................................. 47
4.8 Analisis Data .................................................................................................. 48
4.8.1 Analisis Univariat .................................................................................. 48
4.8.2 Analisis Bivariat .................................................................................... 48

BAB V GAMBARAN UMUM RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
HARAPAN KITA (RSJPDHK)
5.1 Sejarah Singkat RSJPDHK ............................................................................ 50
5.2 Visi, Misi, Tujuan, Motto, dan Logo RSJPDHK ........................................... 51
5.2.1 Visi RSJPDHK ...................................................................................... 51
5.2.2 Misi RSJPDHK ..................................................................................... 51
5.2.3 Tujuan RSJPDHK ................................................................................. 51
5.2.4 Motto RSJPDHK ................................................................................... 51
5.2.5 Logo RSJPDHK .................................................................................... 51
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
5.3 Tugas Pokok dan Fungsi RSJPDHK .............................................................. 52
5.3.1 Tugas Pokok Rumah Sakit .................................................................. 52
5.3.2 Fungsi Rumah Sakit ............................................................................ 52
5.4 Nilai Budaya Kerja RSJPDHK ...................................................................... 53
5.5 Struktur Organisasi RSJPDHK ....................................................................... 54
5.6 Komponen Input RSJPDHK ........................................................................... 56
5.6.1 Man (Sumber Daya Manusia) ............................................................. 56
5.6.2 Money (Anggaran) .............................................................................. 56
5.6.3 Material and Machine (Sarana Fisik dan Peralatan) ........................... 57
5.7 Komponen Proses RSJPDHK ........................................................................ 58
5.7.1 Pelayanan Rawat Jalan ........................................................................ 58
5.7.2 Pelayanan Rawat Inap ......................................................................... 59
5.7.3 Pelayanan Pemeriksaan Diagnostik Non Invasif ................................. 59
5.7.4 Pelayanan Pemeriksaan Diagnostik Invasif dan INB .......................... 61
5.7.5 Pelayanan Gawat Darurat .................................................................... 61
5.7.6 Pelayanan Bedah Jantung .................................................................... 61
5.7.7 Pelayanan Kardiologi Nuklir dan MSCT Jantung ............................... 62
5.7.8 Pelayanan Patologi Klinik dan Bank Darah ......................................... 62
5.7.9 Pelayanan Radiologi dan MSCT Scan ................................................. 62
5.7.10 Pelayanan Farmasi dan Apotek ............................................................ 63
5.7.11 Pelayanan Prevensi dan Rehabilitasi .................................................... 63
5.8 Komponen Output RSJPDHK ....................................................................... 63
5.8.1 Pelayanan Rawat Inap ........................................................................... 63
5.8.2 Pelayanan Rawat Jalan .......................................................................... 66
5.8.3 Penunjang Pelayanan ............................................................................ 67

BAB VI HASIL PENELITIAN
6.1 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 68
6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ......................................................................... 68
6.3 Uji Normalitas Data ....................................................................................... 71
6.4 Analisis Univariat ........................................................................................... 72
6.4.1 Karakteristik Responden ........................................................................ 72
6.4.2 Hasil Analisis Univariat ........................................................................ 73
6.4.2.1 Evaluasi pada Tingkat Reaksi (Level Reaction) ....................... 74
6.4.2.2 Evaluasi pada Tingkat Pembelajaran (Level Learning) ............ 77
6.4.2.3 Evaluasi pada Tingkat Perilaku (Level Behaviour) .................. 79
6.4.2.4 Evaluasi pada Tingkat Hasil (Level Result) .............................. 84
6.4.2.5 Efektivitas Pelatihan ................................................................. 87
6.4.3 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Terhadap Variabel Evaluasi ............ 90
6.5 Analisis Bivariat ............................................................................................. 91
6.5.1 Hubungan antara Tingkat Reaksi dengan Efektivitas Pelatihan ........... 91
6.5.2 Hubungan antara Tingkat Pembelajaran dengan Efektivitas Pelatihan 93
6.5.3 Hubungan antara Tingkat Perilaku dengan Efektivitas Pelatihan ......... 94
6.5.4 Hubungan antara Tingkat Hasil dengan Efektivitas Pelatihan ............. 95
6.5.5 Rekapitulasi Hubungan Variabel Evaluasi dengan Efektivitas............. 96



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB VII PEMBAHASAN
7.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 98
7.2 Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................................... 99
7.2.1 Evaluasi pada Tingkat Reaksi dan Efektivitas Pelatihan ...................... 99
7.2.2 Evaluasi pada Tingkat Pembelajaran dan Efektivitas Pelatihan .......... 103
7.2.3 Evaluasi pada Tingkat Perilaku dan Efektivitas Pelatihan .................. 107
7.2.4 Evaluasi pada Tingkat Hasil dan Efektivitas Pelatihan ....................... 111
7.2.5 Efektivitas Pelatihan ............................................................................ 113

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan .................................................................................................. 116
8.2 Saran ............................................................................................................. 117

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 119
LAMPIRAN
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
DAFTAR TABEL


Halaman
Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Complaint Pasien Terhadap Pelayanan
Pegawai RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
(RSJPDHK) Tahun 2011 ...................................................................... 4
Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian .................................................................. 43
Tabel 5.1 Jumlah Pegawai RSJPDHK Tahun 2009-2011 ................................... 56
Tabel 5.2 Pelayanan Rawat Inap RSJPDHK Tahun 2007-2011 ......................... 64
Tabel 5.3 Pelayanan Rawat Jalan RSJPDHK Tahun 2009-2010 ........................ 66
Tabel 5.4 Penunjang Pelayanan RSJPDHK Tahun 2009-2010 .......................... 67
Tabel 6.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Evaluasi
Efektivitas Pelatihan Service Excellence di RSJPDHK ...................... 69
Tabel 6.2 Hasil Uji Normalitas Data terhadap Kelima Variabel ....................... 72
Tabel 6.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSJPDHK
Tahun 2012 ......................................................................................... 73
Tabel 6.4 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat
Reaksi pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 .................................... 75
Tabel 6.5 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat
Pembelajaran pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ......................... 77
Tabel 6.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat
Perilaku pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 .................................. 80
Tabel 6.7 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat
Hasil pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ....................................... 84
Tabel 6.8 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Efektivitas
Pelatihan pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ................................ 87
Tabel 6.9 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Persepsi Responden
terhadap Variabel Tingkat Reaksi, Tingkat Pembelajaran,
Tingkat Perilaku, Tingkat Hasil, dan Efektivitas Pelatihan ................ 91
Tabel 6.10 Hasil Uji Chi Square Hubungan antara Tingkat Reaksi
dengan Efektivitas Pelatihan ............................................................... 92
Tabel 6.11 Hasil Uji Chi Square Hubungan antara Tingkat Pembelajaran
dengan Efektivitas Pelatihan ............................................................... 93
Tabel 6.12 Hasil Uji Chi Square Hubungan antara Tingkat Perilaku
dengan Efektivitas Pelatihan ............................................................... 94
Tabel 6.13 Hasil Uji Chi Square Hubungan antara Tingkat Hasil
dengan Efektivitas Pelatihan ............................................................... 95
Tabel 6.14 Rekapitulasi Hubungan Variabel Independen dengan
dengan Dependen ................................................................................ 97

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
DAFTAR GAMBAR


Halaman
Gambar 2.1 The Needs Assessment Process ........................................................ 12
Gambar 2.3 Tahap Pengelolaan Pelatihan ........................................................... 19
Gambar 3.1 Kerangka Teori ................................................................................. 36
Gambar 3.2 Kerangka Konsep ............................................................................ 37
Gambar 6.1 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat
Reaksi pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ................................. 76
Gambar 6.2 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat
Pembelajaran pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ...................... 79
Gambar 6.3 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat
Perilaku pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ............................... 82
Gambar 6.4 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat
Hasil pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 .................................... 86
Gambar 6.5 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Efektivitas
Pelatihan pada Pegawai RSJPDHK Tahun 2012 ............................. 90

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta Tahun 2011
Lampiran 2 Daftar Peserta Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2010
Lampiran 3 Kuesioner untuk Pegawai RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta Tahun 2012
Lampiran 4 Kuesioner untuk Pasien RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita Jakarta Tahun 2012
Lampiran 5 Pedoman Observasi
Lampiran 6 Pedoman Telaah Data Sekunder
Lampiran 7 Hal-hal yang Ditanyakan dalam Wawancara Tidak Terstruktur
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi ini, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam bidang kesehatan, membuat kesadaran masyarakat akan arti pentingnya
kesehatan semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa
layanan kesehatan sejalan dengan peningkatan jumlah rumah sakit di berbagai
wilayah Indonesia. Dalam beberapa tahun belakangan ini, industri rumah sakit
Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Pada tahun 2003,
terdapat 1234 rumah sakit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan di tahun
2008 mengalami peningkatan sebesar 1320 rumah sakit (Azhary, 2009). Data
tersebut menunjukkan bahwa terdapat kenaikan jumlah rumah sakit dari tahun ke
tahun. Perkembangan jumlah rumah sakit tersebut membuat persaingan tersendiri
bagi para pengelola rumah sakit dalam memberikan kualitas layanan yang terbaik.
Salah satu unsur yang berpengaruh terhadap keberhasilan upaya rumah sakit
dalam meningkatkan pelayanan yang berkualitas adalah sumber daya manusia.
Menurut Notoatmodjo (2009), sumber daya manusia merupakan faktor
terpenting yang mendukung tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan
efisien, terutama peranannya dalam setiap usaha penyelenggaraan kerja sama dan
tanggung jawab organisasi. Rumah sakit dengan sumber daya manusia yang
berkualitas dan unggul akan menghasilkan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan harapan kebutuhan maupun kepuasan masyarakat. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia diperlukan sebuah program pelatihan
yang efektif sehingga mampu meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat
kerja, dan mendongkrak potensi organisasi (Kaswan, 2011).
Noe (2002) dalam bukunya yang berjudul Employee Training and
Development menyatakan bahwa pelatihan adalah usaha terencana yang
dilakukan oleh perusahaan dalam memfasilitasi karyawannya untuk mempelajari
pekerjaan yang berhubungan dengan kompetensi. Pelatihan juga merupakan salah
satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan
di luar sistem pengembangan sumber daya manusia yang berlaku dalam waktu
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada
teori (Sastradipoera, 2006). Tiap proses pelatihan harus terarah dan terus menerus
untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi
(Hamalik, 2005). Suatu pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan
tersebut dapat mencapai tujuan organisasi, meningkatkan kemampuan sumber
daya, memuaskan konsumen atau dapat meningkatkan proses-proses internal
(Bramley dalam Detty, dkk, 2009).
Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan layanan kesehatan dan
semakin banyak munculnya rumah sakit yang juga menjanjikan pelayanan yang
berkualitas, maka RS Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita yang merupakan
Pusat Jantung Nasional, dituntut melaksanakan kegiatan pelayanan secara optimal
agar dapat bersaing dengan rumah sakit lainnya. RS Jantung dan Pembuluh Darah
(RSJPD) Harapan Kita mengemban tugas menjadi World Class Hospital yang
senantiasa mengacu pada perkembangan rumah sakit dan perkembangan ilmu
kardiologi di dunia, regional ataupun internasional (SK Menteri Kesehatan No.
1102/Men-Kes/SK/IX/2007). Adanya perkembangan dan kemajuan dari berbagai
aspek, mendorong RSJPD Harapan Kita untuk dapat memberikan kualitas
pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat yaitu dengan melakukan
pelayanan prima (service excellence). Definisi pelayanan prima mengandung tiga
hal pokok, yaitu adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian
kepada pelanggan, upaya melayani dengan tindakan yang terbaik dan ada tujuan
untuk memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu
(Majid, 2011)
Untuk mencapai tingkat pelayanan yang prima, maka pihak rumah sakit
harus mampu melayani pasien secara memuaskan, baik dengan keterampilan yang
dimiliki oleh karyawan (kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan,
tanggung jawab) maupun dengan memaksimalkan fasilitas-fasilitas penunjang
yang mampu menimbulkan kenyamanan bagi pasien. Oleh karena itu, sehubungan
dengan tuntutan pelanggan yang semakin meningkat terhadap kualitas pelayanan
prima rumah sakit dan sejalan dengan misi yang telah dicanangkan, RSJPD
Harapan Kita memiliki komitmen dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui program pendidikan dan pelatihan sehingga terdapat peningkatan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku personel di dalam menjalankan tugasnya
(Noe, 2002). Program pendidikan dan pelatihan yang dimaksud dalam hal ini
adalah Program Pelatihan Service Excellence.
Pelatihan Service Excellence dilakukan cukup rutin setiap tahunnya yang
diselenggarakan oleh Divisi Pendidikan dan Pelatihan RSJPD Harapan Kita.
Pelatihan Service Excellence ini ditujukan bagi pegawai rumah sakit, baik medis
maupun non-medis, yang bertugas melayani pasien maupun pengunjung rumah
sakit secara langsung. Pelatihan Service Excellence bagi pegawai RSJPD Harapan
Kita pada dasarnya bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
kerja pada pegawai agar mampu untuk melaksanakan pelayanan prima terhadap
pelanggan rumah sakit, mengembangkan SDM agar menjadi pegawai yang
profesional, produktif, dan memiliki komitmen yang tinggi, serta
mengembangkan budaya pelayanan prima di lingkungan rumah sakit
(Tuapattimain, 2007). Melalui penyelenggaraan program Pelatihan Service
Excellence di RSJPD Harapan Kita juga diharapkan agar para pegawai mampu
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja dalam memberikan
pelayanan prima kepada pasien melalui proses belajar.
Namun di sisi lain, peneliti menemukan fakta bahwa walaupun program
pelatihan Service Excellence sudah diselenggarakan cukup rutin setiap tahunnya,
belum seutuhnya membawa perubahan serta peningkatan sikap kerja para pegawai
RSJPD Harapan Kita pada saat memberikan pelayanan kepada pasien maupun
pengunjung RSJPD Harapan Kita lainnya. Para pengunjung RSJPD Harapan Kita
masih ada yang mengeluhkan mengenai kualitas pelayanan, kecepatan, dan
keramahan pegawai RSJPD Harapan Kita. Hal ini dapat dilihat dari rekapitulasi
data complaint di Seksi Pelayanan Pelanggan RSJPD Harapan Kita Tahun 2011.
Data tersebut menunjukkan fakta bahwa masih terdapat beberapa keluhan
pelanggan rumah sakit terhadap sikap pegawai saat melayani mereka. Adapun
rekapitulasi data complaint pasien rumah sakit dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Complaint Pasien terhadap Pelayanan Pegawai
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2011
N
o
Komponen
Bulan
Jml
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des
1. Pelayanan RS 36 34 42 39 31 37 24 33 32 52 29 30 419
2. Sarana
Prasarana 10 19 26 22 18 21 18 22 17 23 19 3 218
3. Tenaga
Medis 7 15 10 11 9 5 14 6 7 8 2 10 104
4. Administrasi 0 0 0 0 1 1 0 0 2 2 0 32 38
5. Peraturan 0 1 1 1 5 2 8 0 4 3 3 4 32
6. Biaya 0 0 1 1 1 2 1 0 1 0 0 0 7
Total 53 69 80 74 65 68 65 61 63 88 53 79 818
(Sumber Data: Sub Seksi Pelayanan Pelanggan RSJPDHK, 2011)

Dari tabel 1.1 dapat terlihat bahwa jumlah pasien yang komplain terhadap
pelayanan rumah sakit cukup besar. Adanya keluhan pasien dan pengunjung
rumah sakit terhadap komponen pelayanan, menandakan bahwa pelayanan yang
diberikan belum mampu memberikan kepuasan terhadap pasien. Kepuasan pasien
akan tercapai apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan
pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien atau keluarganya, adanya
perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap
memprioritaskan kebutuhan pasien.
Suatu pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan tersebut dapat
mencapai tujuan organisasi, meningkatkan kemampuan sumber daya, memuaskan
pelanggan dan dapat meningkatkan proses-proses internal (Bramley dalam Detty,
dkk, 2009). Adanya keluhan atau complaint pengunjung rumah sakit terhadap
sikap pegawai rumah sakit yang berdampak pada kepuasan pasien, menjadi
indikator bahwa tujuan program Pelatihan Service Excellence belum sepenuhnya
efektif membawa perubahan yang signifikan terhadap sikap pegawai dalam
memberikan pelayanan prima pasca mengikuti pelatihan. Hal ini diperkuat, dari
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tuapattimain (2007) mengenai
pelatihan Service Excellence bagi pegawai non-medis di RSJPD Harapan Kita.
Dari penelitian tersebut, menemukan fakta bahwa sikap/perilaku pegawai non
medis di RSJPD Harapan Kita belum maksimal dicerminkan melalui rasa
tanggung jawab, kesadaran, loyalitas, dedikasi, dan pengabdiannya di dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pasca mengikuti Program Pelatihan
Service Excellence.
Efektivitas atau keberhasilan suatu program pelatihan di dalam
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pegawai tergantung pada isi
dan metode pelatihan, pemilihan trainer, motivasi peserta, dan pembelajaran
(Wang & Drewry dalam Rashid (2010)). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Ooi, et al (2007), faktor yang paling berkontribusi terhadap pencapaian efektivitas
pelatihan adalah kompetensi trainer dan metode pelatihan. Hal ini juga diperkuat
oleh penelitian yang dilakukan oleh Haslinda, et al (2009) bahwa kompetensi
instruktur dan jenis pelatihan merupakan faktor yang signifikan berkontribusi
terhadap efektivitas pelatihan.
Guna mengetahui apakah pelaksanaan program Pelatihan Service
Excellence efektif bagi peningkatan kemampuan sumber daya, pencapaian tujuan
organisasi, peningkatan proses internal dan pemuasan konsumen, maka dilakukan
evaluasi pasca pelatihan tersebut. Kirkpatrick (2005) menyatakan bahwa evaluasi
merupakan penentuan efektivitas suatu program pelatihan. Evaluasi juga
dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pelatihan kerja yang diselenggarakan
(Mangkunegara, 2005). Untuk mendapatkan suatu sistem pelatihan yang tepat
guna dan memenuhi tuntutan organisasi, setiap pelatihan senantiasa dilakukan
evaluasi.
Meski demikian, berbagai kegiatan pelatihan tidak jarang telah menjadi
aktivitas rutin dari kegiatan suatu organisasi. Esensi dan tujuan awal dari pelatihan
telah terbiaskan oleh berbagai kondisi yang mengiringi pelaksanaan dari pelatihan
tersebut sedangkan penilaian terhadap keberhasilan pelatihan perlu dilakukan
secara sistematis dan tepat sasaran. Titik lemah dalam penyelenggaraan pelatihan
seringkali ada pada tahap evaluasi, karena evaluasi yang dilakukan tidak
mencakup evaluasi terhadap dampak pelatihan. Adanya job description yang
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
terlihat tumpang tindih antara Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian (SDM)
dan Divisi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) RSJPD Harapan Kita terhadap
proses pelaksanaan evaluasi juga membuat kegiatan evaluasi menjadi tidak
maksimal. Hal ini dikarenakan sebenarnya kedua unit tersebut sudah memiliki
tugas, pokok, dan fungsinya masing-masing. Hanya saja, terdapat job description
yang sama sehingga belum diketahui secara jelas mengenai siapa yang
bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan kegiatan evaluasi pelatihan. Hal
tersebut memberikan dampak terhadap pelaksanaan kegiatan evaluasi itu sendiri
dimana evaluasi belum dilakukan secara rutin dan berkala akibat belum
diketahuinya secara pasti siapa yang bertanggung jawab terhadap evaluasi
pelatihan. Akibatnya, umpan balik yang diperoleh tidak lengkap sehingga tahap
perencanaan pada siklus berikutnya tidak mendapat informasi tentang
keberhasilan pelatihan yang telah diselenggarakan. Masih belum maksimalnya
kegiatan evaluasi pelatihan akan berdampak sangat serius bagi perbaikan dan
pengembangan pelatihan di masa yang akan datang (Anggraini, 2003).
Oleh karena itu, setelah melihat dari latar belakang yang telah dijabarkan
sebelumnya dan dengan adanya ketertarikan peneliti dalam hal pelatihan dan
pengembangan SDM, peneliti ingin melakukan penelitian yang membahas
mengenai Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2012.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, walaupun
program pelatihan Service Excellence sudah diselenggarakan cukup rutin setiap
tahunnya, belum seutuhnya membawa perubahan serta peningkatan sikap kerja
para pegawai RSJPD Harapan Kita pada saat memberikan pelayanan kepada
pasien maupun pengunjung RSJPD Harapan Kita lainnya. Para pengunjung
RSJPD Harapan Kita masih ada yang mengeluhkan mengenai profesionalisme,
kecepatan, dan keramahan pegawai RSJPD Harapan Kita yang tergambar dari
rekapitulasi data complaint di Seksi Pelayanan Pelanggan RSJPD Harapan Kita
Tahun 2011. Selain itu, penyelenggaraan evaluasi pelatihan yang masih tumpang
tindih dan belum berjalan secara berkala membuat tahapan evaluasi belum
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
optimal. Oleh karena itu, guna mengetahui apakah pelaksanaan program Pelatihan
Service Excellence efektif bagi peningkatan kemampuan sumber daya, pencapaian
tujuan organisasi, peningkatan proses internal dan pemuasan konsumen, peneliti
ingin menganalisis mengenai Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Service
Excellence di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun
2012.

1.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang akan dikaji adalah sebagai berikut.
a. Bagaimanakah evaluasi efektivitas program Pelatihan Service Excellence di
RSJPD Harapan Kita tahun 2012?
b. Bagaimanakah gambaran evaluasi Pelatihan Service Excellence pada tingkat
reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat perilaku
(behaviour level), dan tingkat hasil (result level) bagi pegawai RSJPD Harapan
Kita tahun 2012?
c. Bagaimanakah gambaran efektivitas program Pelatihan Service Excellence
bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012?
d. Bagaimanakah hubungan antara evaluasi Pelatihan Service Excellence pada
tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat
perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level) dengan efektivitas
pelatihan bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012?

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengevaluasi efektivitas program pelatihan Service Excellence di RSJPD
Harapan Kita tahun 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran evaluasi Pelatihan Service Excellence pada
tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level),
tingkat perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level) bagi
pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
b. Mengetahui gambaran efektivitas program Pelatihan Service Excellence
bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun 2012.
c. Mengetahui hubungan antara evaluasi Pelatihan Service Excellence
pada tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning
level), tingkat perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level)
dengan efektivitas pelatihan bagi pegawai RSJPD Harapan Kita tahun
2012

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi RSJPD Harapan Kita
Pihak rumah sakit mendapatkan input berupa informasi mengenai evaluasi
efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di RSJPD Harapan
Kita tahun 2012. Dengan demikian, dapat menjadi bahan masukan dan juga
telaah bagi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dalam
peningkatan kualitas dan efektivitas program pelatihan sehingga mampu
membawa perubahan serta peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku, dan
keterampilan bagi seluruh pegawai.

1.5.2 Bagi Peneliti
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan
pemahaman konsepsional dalam mengetahui evaluasi efektivitas suatu
program pelatihan
b. Peneliti mendapat jawaban yang teruji secara sistematis terhadap lingkup
permasalahan yang diteliti

1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah data dan kepustakaan yang
berhubungan dengan program pelatihan bagi SDM di institusi rumah sakit
serta menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas Pelatihan Service
Excellence bagi pegawai di RSJPD Harapan Kita tahun 2012. Penelitian ini
dilakukan karena walaupun program pelatihan Service Excellence sudah
diselenggarakan cukup rutin setiap tahunnya, beberapa pengunjung RSJPD
Harapan Kita mengeluhkan profesionalisme, kecepatan, dan keramahan pegawai
rumah sakit yang terlihat dari rekapitulasi data complaint di Seksi Pelayanan
Pelanggan RSJPD Harapan Kita Tahun 2011. Hal tersebut menjadi indikator
bahwa tujuan program Pelatihan Service Excellence belum sepenuhnya efektif
membawa perubahan yang signifikan terhadap sikap pegawai dalam memberikan
pelayanan prima pasca mengikuti pelatihan. Selain itu, penyelenggaraan evaluasi
pelatihan yang masih tumpang tindih dan belum berjalan secara berkala membuat
tahapan evaluasi belum optimal.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif, yang
bersifat deskriptif analitik. Namun untuk mempertajam hasil dan menambah
informasi maka dilakukan wawancara tidak terstruktur dengan responden, pihak
Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian (SDM), dan pihak Divisi Pendidikan
Pelatihan, serta melakukan observasi langsung terhadap tata cara pemberian
layanan prima (service excellence) yang dilakukan beberapa pegawai terhadap
pasien atau pengunjung rumah sakit. Desain penelitian ini adalah desain penelitian
cross-sectional.
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
pegawai RSJPD Harapan Kita yang telah mengikuti program Pelatihan Service
Excellence di tahun 2010. Penyebaran kuesioner ditujukan kepada pegawai
RSJPD Harapan Kita guna mengetahui gambaran evaluasi pelatihan pada tingkat
reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), dan tingkat hasil
(result level) serta mengetahui efektivitas program pelatihan. Selain itu,
penyebaran kuesioner juga ditujukan kepada pasien dan pengunjung RSJPD
Harapan Kita guna mengetahui gambaran evaluasi pelatihan pada tingkat perilaku
(behaviour level) yaitu gambaran pelayanan prima (service excellence) yang
dilakukan oleh pegawai rumah sakit. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari
2012 bertempat di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pelatihan
Pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
karyawan yang meliputi pengubahan sikap sehingga karyawan dapat melakukan
pekerjaannya lebih efektif (Kaswan, 2011). Pelatihan merupakan usaha untuk
memperbaiki kinerja pegawai pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggung jawabnya (Gomes, 2003). Sastradipoera (2006) juga mendefinisikan
mengenai konsep pelatihan sebagai salah satu bentuk proses pembelajaran yang
berhubungan dengan upaya pengubahan tingkah laku sumber daya manusia agar
tingkah laku itu sesuai dan memadai untuk kebutuhan dan tujuan tertentu.

2.2 Fungsi dan Tujuan Pelatihan
2.2.1 Fungsi Pelatihan
Pelatihan sebagai suatu proses pendidikan mempunyai sejumlah fungsi
yang strategis bagi sumber daya manusia di lingkungan industri. Sastradipoera
(2006) menjabarkan fungsi strategis pelatihan yang meliputi fungsi edukatif,
fungsi pembinaan, fungsi marketing sosial, dan fungsi administratif. Berikut ini
merupakan penjabaran dari keempat fungsi pelatihan tersebut.
a. Fungsi Edukatif
Pelatihan berfungsi untuk mempersiapkan sejumlah tenaga menjadi tenaga
terdidik dan terlatih yang mempunyai kemampuan profesional, dan kompetensi
yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan jabatan
b. Fungsi pembinaan
Pelatihan berfungsi sebagai suatu proses untuk membina dedikasi, loyalitas,
disiplin, mental, dan semangat korps agar bermanfaat bagi dirinya sebagai
warga sosial di dalam organisasi industri
c. Fungsi marketing sosial
Pelatihan berfungsi untuk menyampaikan, mengkomunikasikan, dan
menyebarluaskan misi industri kepada masyarakat

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
d. Fungsi administratif
Hasil pendidikan dalam bentuk pelatihan akan menjadi data yang akan
melengkapi data sumber daya manusia, khususnya yang berkaitan dengan
pribadi dan kompetensi para karyawan yang kelak dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pertimbangan bagi pimpinan industri untuk membuat keputusan,
termasuk promosi, mutasi, rotasi, karir, kaderisasi kepemimpinan, dan
kompensasi

2.2.2 Tujuan Pelatihan
Secara umum, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan dan membina
tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan
dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas, kemampuan
melaksanakan dedikasi dan kemampuan berdisiplin yang baik (Hamalik, 2005).
Selain itu, pelatihan berfungsi untuk meningkatkan produktivitas kerja,
meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan ketepatan perencanaan sumber daya
manusia, meningkatkan sikap moral dan semangat kerja, meningkatkan
rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal, meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja, dan meningkatkan perkembangan pegawai
(Mangkunegara, 2005).

2.3 Analisis Kebutuhan Pelatihan
Analisis atau penilaian kebutuhan pelatihan adalah suatu investigasi
sistematik mengenai deskripsi kinerja untuk menggambarkan kesenjangan,
menetapkan mengapa itu terjadi, dan memutuskan apakah pelatihan merupakan
solusi potensial (Atmodiwirio, 2005). Penilaian kebutuhan bertujuan untuk
mengidentifikasi kebutuhan atau tuntutan kinerja di dalam organisasi agar
membantu mengarahkan sumber daya kepada wilayah yang amat membutuhkan,
yang amat erat dengan penacapaian sasaran dan tujuan organisasi, peningkatan
produktivitas, dan penyediaan produk dan jasa yang berkualitas (Miller dan
Osinski (2002) dalam Kaswan (2011)).
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Analisis kebutuhan pelatihan terdiri dari tiga tingkat, yaitu tingkat
organisasi, tingkat individu, dan tingkat pekerjaan (Kaswan, 2011). Penilaian
kebutuhan itu sendiri digambarkan oleh (Noe, 2002) dalam bagan berikut ini.















Gambar 2.1 The Needs Assessment Process (Noe, 2002)
Sumber: Raymond A. Noe, 2002, Employee Training and Development. New York: McGraww Hill
Companies.

2.4 Unsur-unsur Program Pelatihan
Program pelatihan merupakan suatu pegangan yang penting dalam rangka
pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan. Program tidak hanya memberikan acuan,
melainkan juga menjadi patokan untuk mengukur keberhasilan kegiatan pelatihan
(Hamalik, 2005). Unsur-unsur program pelatihan menurut Hamalik (2005)
meliputi peserta pelatihan, pelatih (instruktur), lamanya pelatihan, bahan latihan,
dan metode pelatihan.

2.4.1 Peserta Pelatihan
Salah satu hal yang penting dalam suatu pelatihan adalah menentukan
siapa yang menjadi peserta pelatihan tersebut karena peserta akan sangat
Organizational Analysis
- Strategic direction
- Support of managers
and peers for training
activities
- Training resources
Do we want to devote time
and money for training?
Person Analysis
Person Characteristics:
- Input
- Output
- Consequences
- Feedback
Task Analysis or Develop
a Competency Model:
- Work activity (task)
- Knowledge, skill,
ability, personal
capability
(competency),
conditions under
which tasks are
performed
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
menentukan format pelatihan (Hamalik, 2005). Para peserta pelatihan adalah
individu-individu yang akan membawa apa yang diperoleh dalam pelatihan ke
dalam pekerjaan mereka sehari-hari sehingga akan memiliki dampak pada
perusahaan. Penetapan calon peserta erat kaitannya dengan keberhasilan proses
pelatihan, yang pada gilirannya turut menentukan efektivitas pekerjaan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang
baik, berdasarkan kriteria, antara lain:
- Akademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian
- Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan
ditempatkan pada pekerjaan tertentu
- Pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah diperoleh dalam pekerjaan
- Motivasi dan minat, yang bersangkutan terhadap pekerjaannya
- Pribadi, menyangkut aspek moral, moril, dan sifat-sifat yang diperlukan untuk
pekerjaan tersebut
- Intelektual, tingkat berpikir, dan pengetahuan, diketahui melalui seleksi

2.4.2 Pelatih (Instruktur)
Dalam pelaksanaan program pelatihan, peran pelatih mendominasi dalam
penyampaian materi pelatihan. Untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan
program pelatihan, dibutuhkan seorang pelatih yang memiliki kualifikasi yang
baik. Kriteria utama yang dibutuhkan seorang pelatih menurut (Atmodiwirio,
2005) adalah:
- Menguasai materi yang diajarkan
- Terampil mengajar secara sistematik, efektif, dan efisien
- Mampu menggunakan metode dan media yang relevan dengan tujuan
instruksional umum dan tujuan instruksional khusus mata pelajarannya
Selain itu beberapa perilaku dan kualitas yang perlu dimiliki oleh seorang
pelatih atau widyaswara yaitu sikap terbuka, mau menerima saran, tepat waktu,
memiliki keterampilan mendengar, berpengetahuan yang luas, keterampilan
berbicara, organisatoris, kreatif, non direktif (tidak memerintah), penampilan yang
rapi, tidak bertindak sebagai bos, fleksibel, sabar, praktis, menghargai peserta,
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
berani jujur, mempunyai rasa humor, ramah dan adil, mendorong peserta, suportif,
mampu berimprovisasi, dan menghargai pendapat (Atmodiwirio, 2005).

2.4.3 Lamanya Pelatihan
Menurut Hamalik (2005), lamanya masa pelaksanaan pelatihan
berdasarkan pertimbangan tentang:
- Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelajari dalam pelatihan tersebut
lebih banyak dan lebih bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh
mengakibatkan lebih lama diperlukan latihan
- Kemampuan belajar peserta dalam mengikuti kegiaan pelatihan. Kelompok
peserta yang kurang mampu belajar tentu memerlukan waktu latihan yang lebih
lama
- Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media
pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan
dapat mengurangi lamanya pelatihan tersebut

2.4.4 Materi Pelatihan
Materi pelatihan merupakan faktor terpenting di dalam pelaksanaan
pelatihan. Materi pelatihan disiapkan secara tertulis agar mudah dipelajari oleh
para peserta. Persiapan materi pelatihan perlu memperhatikan faktor-faktor tujuan
pelatihan, tingkatan peserta pelatihan, harapan lembaga penyelenggara pelatihan,
dan lamanya pelatihan. Untuk melengkapi materi pelatihan, perlu disediakan
sejumlah referensi terpilih yang relevan dengan pokok bahasan yang diajarkan
(Hamalik, 2005).
Materi pelatihan yang baik harus selalu diperbaharui sesuai dengan
kondisi yang ada supaya isi (content) dari pelatihan benar-benar sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan si partisipan. Hal yang mendasar untuk diketahui
dalam menentukan materi yang akan dirancang dalam sebuah program pelatihan
adalah apakah materi yang akan diberikan merupakan suatu hal yang bersifat
essential atau tidak. Jika termasuk hal yang bersifat essential, maka materi
tersebut harus dimasukkan dalam pelatihan. Jika hal ini sudah ditentukan, maka
selanjutnya baru dipilih topik-topik penting yang perlu diajarkan dalam pelatihan,
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
bagaimana mengajarkannya dan hal-hal apa saja yang perlu dijelaskan lebih lanjut
supaya lebih memudahkan peserta pelatihan dalam memahami materi tersebut.

2.4.5 Metode Pelatihan
Metode yang digunakan dalam sebuah pelatihan berperan penting dalam
proses transfer pembelajaran kepada para peserta. Cascio (2006) dalam Kaswan
(2011) menyatakan bahwa untuk memilih metode pelatihan, pelatih (widyaiswara)
harus menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan karakteristik peserta
dengan tujuan sebagai berikut.
- Memotivasi peserta pelatihan meningkatkan kinerjanya
- Secara jelas menggambarkan keterampilan yang diharapkan
- Memberi kesempatan kepada peserta pelatihan berperan serta secara aktif
- Menyediakan kesempatan/ waktu untuk pratik
- Memberi umpan balik tepat waktu mengenai kinerja peserta pelatihan
- Memberi saran untuk penguatan pada saat peserta pelatihan belajar
- Terstruktur dari tugas sederhana sampai yang kompleks
- Bisa diadaptasi terhadap masalah-masalah spesifik
- Mendorong transfer yang positif dari pelatihan ke pekerjaan

Kaswan (2011) mengelompokkan metode pelatihan dalam tiga cara, yaitu
presentasi informasi, metode simulasi, dan pelatihan on-the job.
a. Teknik Presentasi Informasi
Metode presentasi informasi merujuk pada metode dimana peserta pelatihan
menjadi penerima informasi yang pasif. Informasi tersebut meliputi fakta atau
informasi, proses dan metode pemecahan masalah. Metode ini mencakup
ceramah/ kuliah, diskusi/ konferensi, kursus korespondensi/ pembelajaran jarak
jauh, media audiovisual, internet dan intranet, intelligent tutoring, dan
perkembangan program peningkatan organisasi yang sistematik dan berjangka
panjang



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
b. Metode Simulasi
- Studi Kasus
Studi kasus membanu peserta pelatihan mempelajari keterampilan analisis
dan pemecahan masalah dengan menyajikan cerita (kasus) mengenai
seseorang dalam organisasi yang menghadapi masalah atau keputusan.
Kasus didasarkan pada kejadian yang sebenarnya dan dapat berupa
peristiwa yang fiktif.
- Bermain Peran (Role Play)
Bermain peran merupakan persilangan antara studi kasus dan program
pengembangan sikap. Setiap orang diberi peran dalam suatu situasi
(seperti kasus) dan diminta memainkan peran dan bereaksi terhadap
rangsangan yang dikehendaki seseorang. Para pemain diberi informasi
latar belakang dan para pemain/ pemeran. Kesuksesan metode ini
tergantung pada kemampuan pemain memainkan peran yang ditugaskan
secara meyakinkan. Jika dilakukan dengan baik, bermain peran dapat
membantu manajer lebih menyadari tentang perasaan orang lain.
- Behaviour Modelling
Pendekatan behaviour modelling dimulai dengan mengidentifikasi 19
masalah interpersonal yang dihadapi karyawan, terutama manajer.
Pendekatan behaviour modelling merupakan salah satu teknik yang paling
efektif untuk mengajarkan keterampilan interpersonal. Tiap sesi pelatihan,
berfokus pada satu keterampilan interpersonal, seperti coaching
(pembinaan) atau mengkomunikasikan gagasan.
- Teknik In-Basket
Teknik In-Basket digunakan untuk melatih kandidat manajerial dengan
meminta mereka bertindak atas dasar aneka memo, laporan, dan surat
menyurat lain yang secara khusus ditemukan dalam keranjang manajer.
Peserta harus membuat prioritas terhadap item-item tersebut dan
menanggapinya dalam periode waktu yang terbatas. Dengan demikian,
sasaran teknik ini adalah menilai kemampuan peserta pelatihan
menetapkan prioritas, merencanakan, mengumpulkan informasi yang
relevan, dan membuat keputusan.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
c. Metode On-the J ob Training
On job training adalah suatu bentuk pembekalan yang dapat mempercepat
proses pemindahan pengetahuan dan pengalaman kerja atau transfer knowledge
dari para karyawan senior ke junior. Pelatihan ini langsung menerjunkan
pegawai baru bekerja sesuai dengan job description masing-masing di bawah
supervisi yang berpengalaman atau pengawasan karyawan senior di tempat
kerja. Metode pelatihan ini sangat ekonomis karena tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk pelatih training dan peserta latih tidak perlu menyediakan peralatan
dan ruang khusus untuk melakukan pelatihan. Beberapa metode pelatihan yang
termasuk on job training antara lain:
- Job instruction training
Job instruction training adalah pelatihan dimana ditentukan seseorang
bertindak sebagai pelatih untuk menginstruksikan bagaimana melakukan
pekerjaan tertentu dalam proses kerja.
- Coaching
Coaching adalah bentuk pelatihan dan pengembangan yang dilakukan di
tempat kerja oleh atasan dengan membimbing petugas melakukan
pekerjaan secara informal dan biasanya tidak terencana, misalnya
bagaimana melakukan pekerjaan, bagaimana memecahkan masalah.
- Job rotation
Job rotation adalah program yang direncanakan secara formal dengan cara
menugaskan karyawan pada beberapa pekerjaan yang berbeda dalam
bagian yang berbeda di organisasi untuk menambah pengetahuan
mengenai pekerjaan dalam organisasi.
- Apprenticeship (link and match)
Apprenticeship adalah pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran
di kelas dengan praktek di lapangan, yaitu setelah sejumlah teori diberikan
kepada peserta, peserta dibawa praktek ke lapangan.
- Penugasan Sementara
Penugasan sementara adalah penempatan karyawan pada posisi manajerial
atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu tertentu yang
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
ditetapkan. Karyawan terlibat dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah-masalah organisasional yang nyata.

2.5 Pelaksanaan Pelatihan
Menutut Atmodiwirio (2005), pelatihan dapat diadakan setelah melewati
tahap analisis kebutuhan pelatihan dan penyusunan program pelatihan. Selain itu,
dalam proses pelatihan harus mencakup prinsip pembelajaran (Learning
Principle), antara lain:
- Motivasi
Seseorang akan dapat banyak belajar atau dapat menerima materi dengan
optimal jika mempunyai motivasi yang tinggi.
- Partisipasi
Keterlibatan yang semakin aktif akan membuat motivasi semakin meningkat
pula sehingga dapat menerima materi pembelajaran dengan mudah.
- Relevan
Materi yang disampaikan harus relevan dan sesuai dengan bidang pekerjaannya
di tempat kerja.
- Personal approach
Pendekatan perseorangan sangat penting dilakukan karena setiap orang
mempunyai kemampuan dan cara belajar yang berbeda.
- Sistematis
Pembelajaran yang sistematis dilakukan agar materi yang disampaikan dapat
dimengerti dengan mudah.
- Feed back
Pemberian umpan balik dapat mempertinggi motivasi belajar.
- Transfer (aplikatif)
Perubahan ke arah perbaikan pada tempat kerja setelah pemberian materi
pembelajaran.

2.6 Tahap Pengelolaan Pelatihan
Menurut Sudjana (2007), setiap pengelolaan pelatihan mempunyai
komponen yang harus dipenuhi dalam upaya penyelenggaraannya, yang meliputi:
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
a. Identifikasi kebutuhan pelatihan
Tahap ini terdiri atas proses identifikasi kebutuhan pelatihan
b. Perencanaan dan perancangan pelatihan
Tahap ini terdiri atas perumusan tujuan pelatihan, penyusunan anggaran
pelatihan, dan penyusunan pedoman pelatihan
c. Pengembangan materi pelatihan
Tahap ini terdiri atas pemilihan instruktur pelatihan, penyusunan modul
pelatihan, dan ketersediaan alat bantu dan ruang pelatihan
d. Pelaksanaan pelatihan
Tahap ini terdiri atas pelaksanaan tes peserta pelatihan, proses
pembelajaran
e. Evaluasi pelatihan
Tahap ini terdiri atas evaluasi pelatihan tingkat reaksi, pembelajaran,
perilaku, dan hasil











Gambar 2.2 Tahap Pengelolaan Pelatihan (Sudjana, 2007)
Sumber: D. Sudjana, 2007, Sistem dan Manajemen Pelatihan: Teori dan Aplikasi. Bandung:
Alfabeta.

2.7 Evaluasi Pelatihan
Dalam manajemen SDM, terdapat beberapa fungsi dan fungsi evaluasi
merupakan salah satu di antaranya, selain perencanaan, pengorganisasi, dan
pelaksanaan. Program pelatihan sebagai salah satu strategi pengembangan SDM
Identifikasi Kebutuhan
Pelatihan
Perencanaan dan
Perancangan Pelatihan
Pengembangan Materi Pelaksanaan Pelatihan
Evaluasi Pelatihan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
yang memerlukan fungsi evaluasi efektivitas program yang bersangkutan
(Widoyoko, 2009).

2.7.1 Definisi Evaluasi Pelatihan
Evaluasi program pelatihan merupakan pengumpulan secara sistematis
terhadap informasi deskriptif dan penilaian yang diperlukan untuk membuat
keputusan pelatihan yang efektif terkait dengan seleksi, adopsi, nilai, dan
modifikasi aktivitas pembelajaran yang bervariasi (Werner dan Desimon, 2006
dalam Kaswan, 2011). Kaswan (2011) menjabarkan definisi tersebut menjadi tiga
poin penting yaitu, pertama, informasi deskriptif yang dimaksud memberikan
gambaran tentang apa yang sedang dan telah terjadi, sedangkan informasi
penilaian mengkomunikasikan pendapat atau kepercayaan tentang apa yang teah
terjadi. Kedua, penilaian meliputi pengumpulan informasi secara efektif menurut
rencana yang ditentukan sebelumnya untuk memastikan bahwa informasi itu
cocok dan bermanfaat. Terakhir, evaluasi dilakukan untuk membantu manajer,
karyawan dan profesional HRD membuat keputusan berdasarkan informasi
mengenai program dan metode. Misalnya, jika bagian dari program tersebut tidak
efektif, program tersebut perlu diperbaiki atau ditinggalkan; jika program tersebut
terbukti bernilai, program itu mungkin direplikasikan di bagian lain organisasi.
Brikerhoff dalam Widoyoko (2009), menjelaskan bahwa evaluasi
merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.
Menurut Brikerhoff, dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus
dilakukan, yaitu penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation),
penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation), pengumpulan informasi
(collecting information), analisis dan intepretasi informasi (analyzing and
interpreting), pembuatan laporan (reporting information), pengelolaan evaluasi
(managing evaluation) dan evaluasi untuk evaluasi.

2.7.2 Fungsi Evaluasi Pelatihan
Menurut Fauzi (2011), fungsi utama evaluasi adalah memberikan data
informasi yang benar mengenai pelaksanaan suatu pelatihan sehingga
penyelenggaraan pelatihan tersebut dapat mengambil keputusan yang tepat,
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
apakah pelatihan itu akan diteruskan, ditunda atau sama sekali tidak dilaksanakan
lagi. Oleh karena itu, evaluasi pelatihan berfungsi sebagai suatu usaha untuk:
a. Menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan pelatihan
b. Menemukan faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pelatihan
c. Menemukan penyimpangan atau kekeliruan pelaksanaan pelatihan
d. Memperoleh bahan untuk penyusunan saran perbaikan, perubahan,
penghentian, atau perluasan pelatihan.

2.7.3 Tujuan dan Alasan Evaluasi Pelatihan
Evaluasi program pelatihan dapat memiliki beberapa tujuan dalam
organisasi. Menurut Phillips (dalam Kaswan, 2011), evaluasi dapat membantu:
a. Menentukan apakah program mencapai tujuannya
b. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program, yang dapat mengarah pada
perubahan, seperti yang dibutuhkan
c. Menentukan rasio biaya-keuntungan program pelatihan
d. Menentukan siapa yang seharusnya berpartisipasi dalam program pelatihan di
masa yang akan datang
e. Mengidentifikasi peserta mana yang paling mendapat manfaat atau yang paling
tidak mendapat manfaat dari program itu
f. Mengumpulkan data untuk membantu dalam membaasarkan program tersebut
di masa yang akan datang
g. Membangun database untuk membantu manajemen dalam mengambil
keputusan

2.7.4 Model Evaluasi Pelatihan
Sebuah model evaluasi menetapkan kriteria dan fokus penilaian. Karena
program pelatihan dapat dievaluasi dari sejumlah perspektif, amat penting merinci
sudut pandang mana yang akan dipertimbangkan. Banyak kerangka evaluasi yang
berbeda disarankan serta berbagai model evaluasi juga banyak dikembangkan oleh
para ahli yang dapat dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Pendekatan
evaluasi yang paling luas dan banyak digunakan di berbagai organisasi atau
perusahaan adalah Model Evaluasi Empat Level (Kirkpatrick, 2005). Alasan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
banyaknya penggunaan model ini adalah karena kesederhanannya dan
kemudahannya diaplikasikan (Detty, dkk, 2009). Model ini menyajikan adanya
empat tahap dalam mengevaluasi pelatihan (Kirkpatrick, 2005). Selain itu, dalam
tinjauan pustaka ini juga akan membahas sekilas beberapa model evaluasi yang
juga dikembangkan oleh pakar SDM lainnya seperti Model ROTI (Phillips, 2002),
Model Formative dan Summative Evaluation (Noe, 2002), Model CIPP
(Stufflebeam, 1993), Model Evaluasi IPO (Bushnell, 1990), dan Model Evaluasi
TVS (Fitz-Enz, 1994).

2.7.4.1 Model Evaluasi Empat Level Krikpatrick
Menurut Kirkpatrick (2005), evaluasi terhadap efektivitas program
pelatihan mencakup empat level evaluasi, yaitu sebagai berikut.
a. Reaction Level
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur
kepuasan peserta (customer satisfaction). Program pelatihan dianggap efektif
apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta
pelatihan sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih.
Dengan kata lain, peserta akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan
memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari
peserta yang menyenangkan. Sebaliknya, apabila peserta tidak merasa puas
terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi
untuk mengikuti kegiatan pelatihan lebih lanjut.
Kepuasan peserta pelatihan dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu
materi yang diberikan, fasilitas yang diberikan, strategi penyampaian materi
yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal
kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan.
b. Learning Level
Menurut Kirkpatrick (2005), learning can be defined as the extend to
which particiants change attitudes, improving knowledge, and/ or increas skill
as a result of attending the program. Ada tiga hal yang dapat pelatih ajarkan
dalam program pelatihan, yaitu pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.
Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, maupun peningkatan keterampilan.
Oleh karena itu, dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement)
berarti penentuan satu atau lebih hal yang terkait: a) pengetahuan apa yang
telah dipelajari?, b) sikap apa yang telah berubah?, c) keterampilan apa yang
telah dikembangkan atau diperbaiki?.
c. Behaviour Level
Evaluasi pada level ketiga ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap
pada level kedua. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada
perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pelatihan dilakukan sehingga
lebih bersifat iternal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada
perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ketempat kerja. Apakah
perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti pelatihan juga akan
diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja sehingga penilaian
tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi di
tempat kerja setelah peserta mengikuti program pelatihan. Dengan kata lain,
yang perlu dinilai adalah bagaimana peserta dapat mentransfer pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperoleh selama pelatihan untuk
diimplementasikan di tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan
perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level ketiga ini dapat
disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.
d. Result Level
Evaluasi hasil dalam level keempat ini difokuskan pada hasil akhir
(final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Yang
termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antaranya
adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan
kuantitas, terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turn-over dan kenaikan
keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja
maupun membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah
evaluasi terhadap impact program.



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
2.7.4.2 Model Evaluasi ROTI (Return on Training I nvestment)
Model ROTI yang dikembangkan oleh Jack Phillips (2002) dalam
Satriono, dkk (2007) merupakan level evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit
setelah pelatihan dilaksanakan. Kegunaan model ini bertujuan agar pihak
manajemen perusahaan melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal dan hanya
merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.
Sehingga dapat dilihat dengan menggunakan hitungan yang akurat keuntungan
yang dapat diperoleh setelah melaksanakan pelatihan, dan hal ini tentunya dapat
memberikan gambaran lebih luas, apabila ternyata dari hasil yang diperoleh
ditemukan bahwa pelatihan tersebut tidak memberikan keuntungan baik bagi
peserta maupun bagi perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa model evaluasi ini
merupakan tambahan dari model evaluasi Kirkpatrick yaitu adanya level ROTI
(Return On Training Investment), pada level ini ingin melihat keberhasilan dari
suatu program pelatihan dengan melihat dari Cost- Benefit-nya, sehingga
memerlukan data yang tidak sedikit dan harus akurat untuk menunjang hasil dari
evaluasi pelatihan yang valid.
Penerapan model evaluasi empat level dari Kirkpatrick dalam pelatihan
dapat diuraikan dengan persyaratan yang diperlukan sebagai berikut.
a. Level 1: Reaction
Evaluasi pelatihan di tingkat ini mengukur bagaimana reaksi kepuasan peserta
pelatihan terhadap program yang diikuti berdasarkan persepsi dan apa yang
dirasakan oleh peserta. Hal-hal yang diukur adalah materi pelatihan,
fasilitator, dan fasilitas pelatihan.
b. Level 2: Learning
Di tingkat ini diukur mengenai seberapa jauh dampak program pelatihan yang
diikuti peserta dalam hal peningkatan pengetahuan, keahlian, dan perilaku
mengenai suatu hal yang dipelajari dalam pelatihan. Biasanya data evaluasi
diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengukuran sebelum pelatihan
dan sesudah pelatihan dari setiap peserta.
c. Level 3: Application/ Behaviour
Di tingkat ini, evaluasi pelatihan dilakukan sebagai usaha untuk mengetahui
apakah keahlian, pengetahuan, atau sikap yang baru sebagai dampak dari
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
program pelatihan, benar-benar dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan di
dalam perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap
pencapaian sasaran kerja individu dan organisasi.
d. Level 4: Result/ Business Impact
Tingkat ini mengukur keberhasilan program pelatihan dari sudut pandang
bisnis dan organisasi. Bagaimana hasil pelatihan berpengaruh terhadap bisnis
atau lingkungan kerja/ bagian yang disebabkan karena adanya peningkatan
kinerja peserta pelatihan. Alat ukur yang biasa dipakai adalah kuantitas,
kualitas, waktu, habit, cost, dan customer satisfaction yang berhasil
ditingkatkan/ diturunkan oleh peserta pelatihan.
e. Level 5: ROTI (Return on Training Investment)
Pengukuran evaluasi pelatihan pada level 5, yaitu ROTI (Return on Training
Investment) dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi yang
telah dikeluarkan untuk program pelatihan.

2.7.4.3 Model Evaluasi Formative and Summative
Menurut Raymond A. Noe (2002), terdapat beberapa dampak yang
digunakan dalam pengukuran evaluasi pelatihan yaitu sebagai berikut.
a. Dampak Kognitif
Dampak kognitif digunakan untuk menentukan tingkat sejauh mana peserta
pelatihan mengetahui mengenai prinsip, fakta, teknik, prosedur, atau proses
yang ditekankan pada program pelatihan tersebut. Dampak ini mengukur
pengetahuan yang dipelajari oleh peserta pelatihan. Cara pengukuran yang
umumnya digunakan dalam dampak kognitif adalah tes tertulis. Dampak
kognitif ini meliputi kriteria Kirkpatrick tingkat 2, yaitu pembelajaran.
b. Dampak Keahlian Dasar
Dampak keahlian dasar digunakan untuk menilai tingkat teknik atau motor
skills dan perilaku. Dampak ini juga meliputi akuisisi atau pembelajaran
terhadap skill tertentu dan penggunaan skill tersebut di tempat kerja. Cara
pengukuran dampak keahlian dasar umumnya dilakukan dengan observasi atau
work sampling. Dampak keahlian dasar ini meliputi kriteria Kirkpatrick tingkat
2 dan tingkat 3, yaitu pembelajaran dan perilaku.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
c. Dampak Affective
Dalam dampak affective, diukur persepsi dan reaksi peserta pelatihan terhadap
program pelatihan, seperti fasilitas pelatihan, pelatih, dan isi atau materi
pelatihan. Cara pengukuran dampak ini umumya adalah dengan pengisisan
kuesioner oleh peserta pelatihan dan survey. Dampak evaluasi ini meliputi
kriteria Kirkpatrick tingkat 1, yaitu reaksi.
d. Hasil
Hasil digunakan untuk menentukan manfaat pelatihan terhadap perusahaan.
Dampak evaluasi ini meliputi kriteria Kirkpatrick tingkat 4, yaitu hasil.
e. Return on Investment (ROI)
ROI digunakan untuk membandingkan benefit pelatihan secara moneter
dengan biaya pelatihan. Maksud dari benefit adalah nilai yang diperoleh oleh
perusahaan dari program pelatihan.

2.7.4.4 Model Evaluasi CIPP
Konsep evaluasi model CIPP ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun
1993 sebagai hasil dari usahanya dalam mengevaluasi ESEA (The Elementary and
Secondary Education Act). Stufflebeam adalah ahli yang mengusulkan
pendekatan yang berorientasi pada pemegang keputusan (a decision oriented
approach structured) untuk menolong administrator membuat keputusan. Ia
merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh dan
menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan (Aman,
2009).
The CIPP approach is based on the view that the most important purpose of
evaluation is not to prove but to improve
Stufflebeam menawarkan konsep tersebut dengan pandangan bahwa
tujuan penting dari sebuah evaluasi adalah bukan untuk membuktikan sesuatu,
akan tetapi untuk memperbaikinya. Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam
berbagai bidang antara lain dalam bidang: Pendidikan, manajemen, perusahaan
dan sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik proyek, program, maupun
institusi. Dalam bidang pendidikan, Stufflebeam menggolongkan sistem
pendidikan menjadi 4 dimensi yaitu Context, Input, Process, dan Product. Hal
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
inilah yang menyebabkan model evaluasi yang ditawarkan bernama CIPP Model
yang merupakan singkatan dari keempat dimensi tersebut.
a. Context, yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan
dan strategi pelatihan yang akan dikembangkan dalam sistem yang
bersangkutan
b. Input, yaitu sarana/ modal/ bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk
tujuan pelatihan
c. Process, yaitu pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/ modal/ bahan di
dalam kegiatan nyata di lapangan
d. Product, yaitu hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir
pengembangan sistem pelatihan yang bersangkutan.

2.7.4.5 Model Evaluasi IPO
Bushnell (1990) dalam Eseryel (2002) mengevaluasi sebuah pelatihan
dengan menggunakan pendekatan sistem sebagai berikut.
a. Input, yaitu mengevaluasi indikator kinerja sistem seperti kualifikasi peserta,
ketersediaan bahan, kesesuaian pelatihan.
b. Process, yaitu meningkatkan perencaanaan, desain, pengembangan, dan
penyampaian program pelatihan.
c. Output, yaitu mengumpulkan data yang dihasilkan dari intervensi pelatihan.
d. Outcomes, yaitu hasil jangka panjang yang dikaitkan dengan peningkatan lini
bawah perusahaan, keuntungan, daya kompetisi, dan lainnya.

2.7.4.6 Model Evaluasi TVS (Training Validation System)
Model TVS (Training Validation System) yang dikembangkan oleh Fitz-
Enz (1994) dalam Eseryel (2002), juga dapat digunakan untuk melakukan
evaluasi pelatihan. Model TVS menggunakan indikator situation, intervention,
impact, dan value untuk menilai efektivitas dalam sebuah program pelatihan.
a. Situation, yaitu mengumpulkan data pra-pelatihan untuk memastikan level
kinerja saat ini di dalam organisasi dan mendefinisikan tingkat kinerja
mendatang yang dikehendaki.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
b. Intervention, yaitu mengidentifikasi alasan adanya kesenjangan antara kinerja
yang sekarang dengan yang diharapkan untuk mengetahui apakah pelatihan
merupakan solusi masalah.
c. Impact, yaitu mengevaluasi perbedaan antara data pra dan pasca pelatihan.
d. Value, yaitu mengukur perbedaan dalam kualitas, produktivitas, pelayanan,
atau penjualan yang semuanya dapat dinyatakan dalam bentuk uang.

2.8 Pelaksanaan Evaluasi
Menurut Fauzi (2010), evaluasi pelatihan dapat dilaksanakan melalui
beberapa langkah, yaitu penyusunan rencana evaluasi, pelaksanaan evaluasi, dan
tindak lanjut. Dalam pelaksanaan evaluasi ini perlu diperhatikan beberapa hal
berikut.
a. Evaluasi harus berorientasi kepada tujuan. Dalam hal ini tujuan penelitian
dapat dijadikan arah untuk melakukan evaluasi. Oleh karena itu, tujuan
pelatihan harus dirumuskan secara operasional sehingga dapat diamati dan
diukur pencapaiannya
b. Perlu ditetapkan kriteria/ indikator keberhasilan yang disusun berdasarkan
pencapaian ideal dari tujuan pelatihan. Gunanya agar tujuan operasioal dapat
diukur sehingga memudahkan pelaksanaan evaluasi
c. Menyeluruh dan berkesinambungan, artinya kegiatan evaluasi hendaknya
dilaksanakan terhadap seluruh komponen pelatihan terpadu dari sejak
perencanaan, persiapan, pelaksanaan, hasil dan dampak dari pelatihan serta
tindak lanjut
d. Menggunakan berbagai sumber informasi, metode dan pendekatan. Sumber
informasi untuk evaluasi pelatihan terdiri dari peserta, fasilitator,
penyelenggara, penyandang dana, pengguna hasil pelatihan. Di samping itu,
bila dianggap perlu, dapat digunakan sumber daya yang berasal dari pihak atau
lembaga yang relevan dengan pelatihan. Metode yang digunakan sangat
beragam dengan pendekatan kuantitatif ataupun kualitatif.



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
2.9 Efektivitas Pelatihan
Efektivitas dipandang tiga perspektif menurut Gibson (1988) dalam Fuad
(2011), meliputi efektivitas dari perspektif individu, efektivitas dari perspektif
kelompok, dan efektivitas dari perspektif organisasi. Hal ini mengandung arti
bahwa efektivitas memiliki tiga tingkatan yang merupakan satu kesatuan yang
saling melengkapi dimana efektivitas perspektif individu berada pada tingkat awal
untuk menuju efektif kelompok maupun efektif organisasi. Katzel, dalam Steers
(1980) (dalam Fuad, 2011) menyatakan bahwa efektivitas selalu diukur
berdasarkan prestasi, produktivitas, laba dan sebagainya.
Suatu pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan tersebut dapat
mencapai tujuan organisasi, meningkatkan kemampuan sumber daya, memuaskan
pelanggan dan dapat meningkatkan proses-proses internal (Bramley dalam Detty,
dkk, 2009). Program pelatihan terbukti efektif jika pelatihan tersebut mampu
meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat kerja, dan mendongkrak potensi
organisasi (Kaswan, 2011). Noe (2002) juga menambahkan bahwa pada
umumnya suatu program pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari pelatihan ini
dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan peserta. Manfaat bagi peserta
pelatihan dapat mencakup pembelajaran, keahlian dan perilaku baru. Sedangkan
manfaat bagi perusahaan dapat mencakup peningkatan penjualan dan peningkatan
konsumen.
Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang
efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut
dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan
hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut
dapat menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya,
keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri.
Efektivitas pelatihan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa hal.
Menurut Ooi,et al., 2007; Haslinda, et al., 2009, efektivitas pelatihan dipengaruhi
oleh kualitas trainer dan ketepatan metode pelatihan. Wang & Drewry dalam
Rashid (2010) juga menyatakan bahwa faktor kualitas isi pelatihan, motivasi
peserta, dan gaya pembelajaran juga berkontribusi terhadap tercapainya sebuah
pelatihan yang efektif bagi organisasi. Selain itu, Haslinda, et al (2009) dalam
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
penelitiannya yang berjudul The Effectiveness of Training in The Public Service
menyatakan bahwa komitmen dan dukungan manajemen, sikap peserta, dukungan
rekan kerja, kepemimpinan, analisis kebutuhan pelatihan, dan transfer pelatihan
juga berpengaruh terhadap pencapaian efektivitas program pelatihan.
Keefektifan pelatihan itu sendiri akan mempengaruhi kualitas kinerja
sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya sehingga efektif tidaknya
pelatihan dilihat dari dampak pelatihan bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.
Hal ini selaras dengan Henry Simamora (1994) dalam Fuad (2011) yang
mengukur keefektifan Diklat dapat dilihat dari 1) reaksi-reaksi bagaimana
perasaan partisipan terhadap program; 2) belajar- pengetahuan, keahlian, dan
sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari pelatihan; 3) perilaku perubahan-
perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pekerjaan: dan 4) hasil-
hasil dampak pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau
pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional.

2.10 Service Excellence (Pelayanan Prima)
Program pelayanan kepada pelanggan dengan bertitik tolak dari konsep
kepedulian konsumen terus dikembangkan sehingga sekarang ini program
pelayanan telah menjadi salah salah satu alat utama dalam melaksanakan strategi
pemasaran untuk memenangkan persaingan. Kepedulian kepada pelanggan dalam
manajemen modern telah dikembangkan menjadi suatu pola pelayanan terbaik
yang disebut layanan prima atau pelayanan prima.
Menurut Majid (2011), definisi pelayanan prima mengandung tiga hal
pokok, yaitu adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada
pelanggan, upaya melayani dengan tindakan yang terbaik dan ada tujuan untuk
memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu. Barata
(2003) juga berpendapat bahwa pelayanan prima adalah kepedulian pelanggan
dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan
kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya agar mereka selalu loyal kepada
perusahaan/ organisasi.


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
2.10.1 Pentingnya Service Excellence terhadap Pelanggan
Pelaksanaan layanan prima oleh perusahaan terhadap para pelanggan, baik
itu yang ditujukan untuk pelanggan intern maupun pelanggan ekstern mempunyai
peranan penting dalam bisnis karena kelangsungan perusahaan sangat tergantung
dari loyalitas para pelanggan kepada perusahaan. Demikian pula halnya bila
pelayanan prima ini dilakukan dalam organisasi non komersil maupun
pemerintah. Secara lebih rinci, pentingnya pelayanan prima di sebuah perusahaan
menurut Barata (2003) dapat dijelaskan berikut ini.
a. Pelayanan bagi pelanggan internal
Pelanggan internal adalah orang-orang yang terlibat dalam proses produksi
barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Pelanggan internal dituntut untuk
mampu mengembangkan budaya layanan prima di lingkungan internal. Mereka
harus saling memberikan fasilitas, baik kepada sesama karyawan, bawahan,
maupun atasan dengan tujuan untuk mendukung kelancaran proses produksi
barang dan atau pembentukan jasa sehingga dapat menunjang kelangsungan
perusahaan dalam rangka mewujudkan pelayanan prima bagi pelanggan
eksternal.
b. Pelayanan bagi pelanggan eksternal
Dengan memberikan pelayanan prima kepada pelanggan eksternal diharapkan
ada peningkatan loyalitas pelanggan eksternal terhadap perusahaan, sehingga
dari waktu ke waktu perusahaan akan mampu memelihara dan meningkatkan
penjualan barang atau jasa dan sekaligus dapat meraih keuntungan
sebagaimana yang diharapkan.

2.10.2 Tujuan Service Excellence
Menurut Rahmayanty (2010), tujuan dilakukan pelayanan prima (service
excellence) di sebuah perusahaan atau organisasi adalah sebagai berikut.
a. Mencegah pembelotan dan membangun kesetiaan pelanggan (customer
loyality)
b. Memberikan rasa puas dan kepercayaan pada konsumennya
c. Menjaga dan merawat (maintenance) agar pelanggan merasa diperhatikan dan
dipentingkan segala kebutuhan dan keinginannya
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
d. Mempertahankan pelanggan agar tetap loyal untuk menggunakan produk
barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan/ organisasi.

2.10.3 Konsep Service Excellence
Pada awalnya, konsep pelayanan prima timbul dari kreativitas pelaku
bisnis, yang kemudian diikuti oleh organisasi nirlaba dan instansi pemerintah
sehingga dewasa ini budaya pelayanan prima tidak lagi hanya milik dunia bisnis
tetapi milik semua orang (Barata, 2003). Keberhasilan dalam mengembangkan
dan melaksanakan pelayanan prima tidak terlepas dari kemampuan dalam
pemilihan konsep pendekatannya. Barata (2003) sendiri mengembangkan budaya
pelayanan prima yaitu dengan menyelaraskan faktor-faktor ability (kemampuan),
attitude (sikap), appearance (penampilan), attention (perhatian), action
(tindakan), dan communication (komunikasi).
a. Kemampuan (ability)
Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak
diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi
kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang
efektif, mengembangkan motivasi, dan menggunakan public relations sebagai
instrumen dalam membina hubungan ke dalam dan ke luar organisasi/
perusahaan.
b. Sikap (attitude)
Sikap adalah peilaku atau perangai yang harus ditonjolkan ketika menghadapi
pelanggan.
c. Penampilan (appearance)
Penampilan adalah penampilan seseorang, baik yang bersifat fisik dan non-
fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak
lain.
d. Perhatian (attention)
Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pelanggan baik yang berkaitan
dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun
pembahasan atas saran dan kritiknya.

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
e. Tindakan (action)
Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam
memberikan layanan kepada pelanggan.
f. Komunikasi (communication)
Komunikasi adalah proses pengiriman dan peneirmaan pesan atau berita
(informasi) antara dua orang atau lebih dengan cara yang efektif, sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami.


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN
DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori
Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki kinerja pegawai pada
suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya (Gomes, 2003).
Pelatihan diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja agar para karyawan dapat lebih optimal dalam
menjalankan fungsi dan tugas jabatannya sehari-hari (Noe, 2002). Menurut
Sudjana (2007), setiap pengelolaan pelatihan mempunyai komponen yang harus
dipenuhi dalam upaya penyelenggaraannya, yang meliputi tahap identifikasi
kebutuhan pelatihan, perencanaan dan perancangan pelatihan, pengembangan
materi pelatihan, pelaksanaan pelatihan, dan evaluasi pelatihan.
Suatu pelatihan dapat dikatakan efektif jika pelatihan tersebut dapat
meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat kerja, dan mendongkrak potensi
organisasi (Kaswan, 2011). Suatu pelatihan juga dapat dikatakan efektif jika hasil
dari pelatihan tersebut dapat mencapai tujuan organisasi, meningkatkan
kemampuan sumber daya, memuaskan konsumen atau dapat meningkatkan
proses-proses internal (Bramley dalam Detty, dkk, 2009). Noe (2002) juga
menambahkan bahwa suatu program pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari
pelatihan ini dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan peserta. Manfaat
bagi peserta pelatihan dapat mencakup pembelajaran, keahlian dan perilaku baru.
Sedangkan manfaat bagi perusahaan dapat mencakup peningkatan penjualan dan
peningkatan konsumen.
Efektivitas pelatihan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa hal.
Menurut Ooi,et al (2007), Haslinda, et al (2009), efektivitas pelatihan dipengaruhi
oleh kualitas trainer dan ketepatan metode pelatihan. Wang & Drewry dalam
Rashid (2010) juga menyatakan bahwa faktor kualitas isi pelatihan, motivasi
peserta, dan gaya pembelajaran juga berkontribusi terhadap tercapainya sebuah
pelatihan yang efektif bagi organisasi. Selain itu, Haslinda, et al (2009) dalam
penelitiannya yang berjudul The Effectiveness of Training in The Public Service
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
menyatakan bahwa komitmen dan dukungan manajemen, sikap peserta, dukungan
rekan kerja, kepemimpinan, analisis kebutuhan pelatihan, dan transfer pelatihan
juga berpengaruh terhadap pencapaian efektivitas program pelatihan.
Guna mengetahui apakah pelaksanaan program Pelatihan Service
Excellence efektif bagi peningkatan kemampuan sumber daya, pencapaian tujuan
organisasi, peningkatan proses internal dan pemuasan konsumen, maka dilakukan
evaluasi pasca pelatihan tersebut. Kirkpatrick (2005) menyatakan bahwa evaluasi
merupakan penentuan efektivitas suatu program pelatihan. Evaluasi juga
dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pelatihan kerja yang diselenggarakan
(Mangkunegara, 2005).
Berbagai model evaluasi banyak dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Kirkpatrick (2005)
mengemukakan model evaluasi efektivitas pelatihan melalui empat level, yaitu
tingkat reaksi (reaction level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat
perilaku (behaviour level), dan tingkat hasil (result level). Noe (2002)
menggunakan kriteria dampak untuk mengevaluasi sebuah pelatihan yang
mencakup dampak kognitif, dampak keahlian dasar, dampak affective, hasil, dan
Return on Investment (ROI). Phillips (2002) dalam Satriono (2007) juga
mengembangkan model evaluasi Kirkpatrick Empat Level dengan menambahkan
variabel Return on Investment (ROI). Stufflebeam (1993) dalam Aman (2009)
mengemukakan model evaluasi CIPP yang meliputi indikator Context, Input,
Process, Product. Bushnell (1990) dalam Eseryel (2002) juga mengemukakan
model evaluasi dengan pendekatan sistem atau yang lebih dikenal dengan model
IPO. Selain itu, Model TVS (Training Validation System) yang dikembangkan
oleh Fitz-Enz (1994) dalam Eseryel (2002), juga dapat digunakan untuk
melakukan evaluasi pelatihan. Model TVS menggunakan indikator situation,
intervention, impact, dan value untuk menilai efektivitas dalam sebuah program
pelatihan.
Untuk lebih jelasnya, model evaluasi pelatihan yang dikembangkan oleh
beberapa para ahli akan digambarkan pada bagan kerangka teori berikut ini.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012


























Gambar 3.1 Kerangka Teori
Efektivitas
Program
Pelatihan
Model Evaluasi Empat
Level (Kirkpatrick, 2005)
1. Tingkat Reaksi
2. Tingkat Pembelajaran
3. Tingkat Perilaku
4. Tingkat Hasil


Model ROTI (Phillips,
2002)
1. Level Reaction
2. Level Learning
3. Level Behaviour
4. Level Result
5. Level Return on Training
Investment (ROTI)


Model Formative dan
Summative Evaluation
(Noe, 2002)
1. Dampak Kognitif
2. Dampak Keahlian Dasar
3. Dampak Affective
4. Hasil
5. Return on Investment
(ROI)


Model Evaluasi CIPP
(Stufflebeam, 1993)
1. Context
2. Input
3. Process
4. Product



Model Evaluasi TVS (Fitz-
Enz, 1994)
1. Situation
2. Intervention
3. Impact
4. Value


Model Evaluasi IPO
(Bushnell,1990)
1. Input
2. Process
3. Output
4. Outcomes


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
3.2 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini tidak mencakup seluruh variabel
yang terdapat dalam teori-teori yang telah dijelaskan. Peneliti hanya mengambil
beberapa variabel yang disesuaikan dengan keadaan kondisi penyelenggaraan
program pelatihan Service Excellence di RSJPD Harapan Kita.
Adapun kerangka konsep yang dipilih mengacu pada model evaluasi
Empat Level Kirkpatrick (2005) yang telah banyak digunakan secara meluas.
Alasan banyaknya penggunaan model ini adalah karena kesederhanannya dan
kemudahannya diaplikasikan (Detty, dkk, 2009). Model ini menyajikan adanya
empat tahap dalam mengevaluasi pelatihan (Kirkpatrick, 2005). Selain itu,
beragam penelitian mengenai evaluasi pelatihan juga banyak menggunakan model
ini, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003), Detty, dkk
(2009), Haslinda, et., al (2009), Chang (2010), dan masih banyak lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti memfokuskan evaluasi efektivitas Pelatihan
Service Excellence dalam empat level sesuai dengan teori Model Evaluasi Empat
Level Kirkpatrick.
Pada kerangka konsep penelitian ini peneliti akan mengevaluasi program
Pelatihan Service Excellence dari aspek empat level, yaitu tingkat reaksi (reaction
level), tingkat pembelajaran (learning level), tingkat perilaku (behaviour level),
dan tingkat hasil (result level). Peneliti juga meneliti mengenai variabel efektivitas
pelatihan untuk melihat keefektifan program pelatihan dalam meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pegawai. Selain itu, peneliti juga ingin
melihat hubungan antara evaluasi pada empat level dengan variabel efektivitas
pelatihan. Berikut ini merupakan bagan kerangka konsep yang akan diteliti lebih
lanjut oleh peneliti.
Variabel Independen Variabel Dependen





- Tingkat Reaksi
- Tingkat Pembelajaran
- Tingkat Perilaku
- Tingkat Hasil
Efektivitas Program
Pelatihan Service
Excellence
Gambar 3.2
Kerangka Konsep
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
3.3 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Pengukuran
Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
1. Tingkat Reaksi Kepuasan pegawai
terhadap program
pelatihan Service
Excellence yang telah
diikuti, terutama mengenai
materi, fasilitator, metode
pelatihan, dan fasilitas
pendukung dimana
kepuasan tersebut akan
memunculkan reaksi dari
para peserta pelatihan
- Pengisian
Kuesioner

- Telaah Data
Sekunder
- Kuesioner


- Pedoman
Telaah
Data
Sekunder
Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor
kuesioner, akan didapatkan nilai median
yang ditetapkan sebagai cut off point.
Dengan demikian, hasil ukur
dikategorikan dengan cut off point
median:
1. Kepuasan pegawai rendah, bila <
nilai median
2. Kepuasan pegawai tinggi, bila
nilai median
2. Tingkat
Pembelajaran
Pembelajaran mengenai
pelatihan Service
Excellence yang dipahami
oleh pegawai RSJPDHK
- Pengisian
Kuesioner
- Kuesioner Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor
kuesioner, akan didapatkan nilai mean
yang ditetapkan sebagai cut off point.
Dengan demikian, hasil ukur
dikategorikan dengan cut off point mean:
1. Pembelajaran pegawai buruk, bila <
nilai mean
2. Pembelajaran pegawai baik, bila
nilai mean
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No Variabel Definisi
Pengukuran
Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
3. Tingkat Perilaku Implementasi perilaku
pasca pelatihan Service
Excellence bagi pegawai di
tempat kerja terkait dengan
pemberian layanan prima
terhadap pasien yang
meliputi kemampuan,
sikap, penampilan,
komunikasi, perhatian, dan
tindakan
- Pengisian
Kuesioner

- Observasi

- Wawancara
Tidak
Terstruktur
- Kuesioner


- Pedoman
Observasi
Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor post
test, akan didapatkan nilai mean yang
ditetapkan sebagai cut off point. Dengan
demikian, hasil ukur dikategorikan
dengan cut off point mean:
1. Implementasi perilaku di tempat
kerja buruk, bila < nilai mean
2. Implementasi perilaku di tempat
kerja baik, bila nilai mean
4. Tingkat Hasil Keberhasilan program
pelatihan Service
Excellence dari sudut
pandang organisasi yang
disebabkan karena adanya
peningkatan kinerja/
kompetensi peserta
pelatihan
- Pengisian
Kuesioner

- Telaah Data
Sekunder


- Wawancara
Tidak
Terstruktur
- Kuesioner


- Pedoman
Telaah
Data
Sekunder
Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor post
test, akan didapatkan nilai median yang
ditetapkan sebagai cut off point. Dengan
demikian, hasil ukur dikategorikan
dengan cut off point median:
1. Keberhasilan program buruk, bila <
nilai median
2. Keberhasilan program baik, bila
nilai median

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No Variabel Definisi
Pengukuran
Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
5. Efektivitas
Pelatihan
Persepsi pegawai
mengenai keefektifan
program pelatihan dalam
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap
kerja
- Pengisian
Kuesioner
- Wawancara
Tidak
Terstruktur
Kuesioner Ordinal Dari hasil penghitungan jumlah skor
kuesioner, akan didapatkan nilai median
yang ditetapkan sebagai cut off point.
Dengan demikian, hasil ukur
dikategorikan dengan cut off point
median:
1. Efektivitas Rendah, bila < nilai
median
2. Efektivitas Tinggi, bila nilai
median


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis evaluasi efektivitas
Pelatihan Service Excellence di RSJPD Harapan Kita tahun 2012. Penelitian ini
merupakan penelitian dengan metode kuantitatif, yang bersifat deskriptif analitik.
Namun untuk mempertajam hasil dan menambah informasi maka dilakukan
wawancara tidak terstruktur dengan beberapa responden yang terkait dengan
penelitian mengenai evaluasi pelatihan, serta melakukan observasi langsung
terhadap tata cara pemberian layanan prima (service excellence) yang dilakukan
pegawai terhadap pasien atau pengunjung rumah sakit. Desain penelitian yang
akan digunakan adalah cross-sectional, yaitu suatu desain penelitian untuk
mempelajari suatu dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dan
dengan suatu pendekatan, observasi ataupun dengan pengumpulan data pada saat
tertentu (point time approach) (Notoatmodjo, 2010).

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan selama bulan Februari 2012. Lokasi yang
dipilih untuk penelitian ini adalah RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta yang terletak di Jalan Letjend S.Parman Kav 87, Slipi, Jakarta Barat.

4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai RSJPD Harapan Kita
tahun 2012 yang mengikuti pelatihan Service Excellence di tahun 2010, yang
berjumlah 74 orang. Seluruh pegawai RSJPD Harapan Kita tersebut dijadikan
populasi dalam penelitian ini karena berhubungan dengan kegiatan peneliti yang
akan dilakukan.



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dipilih dengan melihat kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah
ditentukan oleh peneliti, meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Kriteria inklusi:
- Pegawai yang telah mengikuti Program Pelatihan Service Excellence di
Tahun 2010
- Pegawai yang bekerja aktif di RSJPD Harapan Kita tahun 2012
- Pegawai yang bekerja langsung melayani pasien dan pengunjung RSJPD
Harapan Kita
b. Kriteria eksklusi:
- Pegawai yang sedang mengambil cuti saat penelitian dilakukan
- Pegawai yang meninggal dunia atau sudah tidak aktif bekerja pada saat
penelitian dilakukan
Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi pegawai
yang mengikuti pelatihan Service Excellence dengan melihat kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah disebutkan sebelumnya. Populasi pada penelitian ini
berjumlah 74 pegawai, tingkat presisi yang diinginkan yaitu 10% dengan tingkat
kemaknaan 95%. Perhitungan besarnya sampel yang dibutuhkan, dihitung dengan
menggunakan rumus dari Lemeshow (dalam Suyatno, 2010) sebagai berikut :
n = Z
2
1 - /2
P (1 - P)N
d
2
(N-1) + Z
2
1 - /2
P (1 - P)
Keterangan :
n = jumlah sampel dibutuhkan
N = jumlah populasi (74 pegawai)
Z = tingkat kemaknaan atau standar deviasi normal (95%=1,96)
P = proporsi populasi. Peneliti menggunakan nilai proporsi 0,5 karena
proporsi populasi tidak diketahui (Notoatmodjo, 2010).
d = tingkat presisi (penyimpangan terhadap populasi) yang diinginkan
(10%=0,1)
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus sampel Lemeshow,
maka didapatkan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini
sebanyak 42 pegawai. Untuk menghindari missing data dan hal-hal lainnya, maka
jumlah sampel penelitian ditambah sebanyak 20% dari hasil perhitungan jumlah
sampel minimal sehingga menjadi 50 pegawai. Jumlah sampel keseluruhan
dikelompokkan lagi berdasarkan unit kerja sampel. Teknik ini dinamakan
stratified random sampling. Dengan teknik ini, peneliti mengelompokkan sampel
sesuai dengan unit kerja sampel. Hal ini dilakukan karena sampel bersifat
heterogen dan untuk mendapatkan sampel yang representatif. Pembagian sampel
berdasarkan unit kerja dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono (2007)
dalam Hutami, 2010):
n
2
= n x N
1

N
Keterangan:
n
2
= banyaknya sampel di tiap unit kerja
n = banyaknya populasi di tiap unit kerja
N = banyaknya populasi pegawai yang mengikuti pelatihan
N
1
= banyaknya sampel penelitian
Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian
No. Unit Kerja
Jumlah Pegawai yang
Mengikuti Pelatihan
Sampel yang
Diambil
1. Seksi Pelayanan Pelanggan 4 3
2. UPF Farmasi dan Apotik 4 3
3. UPF Patologi Klinik dan
Bank Darah
6 4
4. Unit Radiologi dan
Pencitraan
2 1
5. Sub Bagian Perbendaharaan 6 4
6. UPF Rekam Medis 7 5
7. UPF Rawat Inap Pav.
Sukaman dan Poli Eksekutif
31 21
8. UPF Gizi 5 3
9. Unit Echo dan Treadmill 8 5
10. Unit Bedah Dewasa 1 1
TOTAL 74 50
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Selain pegawai, sampel yang akan terlibat di dalam penelitian ini adalah
pasien atau pengunjung yang datang ke RSJPD Harapan Kita untuk mendapatkan
gambaran evaluasi pada tingkat perilaku, yaitu gambaran penerapan budaya
pelayanan prima yang diberikan oleh pegawai kepada pasien/pengunjung. Pasien
atau pengunjung yang masuk dalam sampel penelitian ini adalah mereka yang
dilayani secara langsung oleh pegawai medis dan non-medis yang telah mengikuti
pelatihan Service Excellence di tahun 2010.
Peneliti mengambil sampel pasien/ pengunjung rumah sakit secara random
ketika penelitian ini dilaksanakan, yaitu sebanyak 3 orang pasien/ pengunjung dari
masing-masing unit pelayanan yang berjumlah 10 unit pelayanan sehingga
didapatkan jumlah responden sebanyak 30 orang. Tiga orang pasien tersebut
diambil pada waktu awal pegawai mulai bekerja, pada waktu kunjungan teramai,
dan pada akhir menjelang jam pelayanan rumah sakit berakhir. Pasien/
pengunjung akan diberikan kuesioner dimana mereka memberikan persepsi
mengenai gambaran pemberian layanan prima (service excellence) yang dilakukan
oleh pegawai rumah sakit yang juga akan diobservasi oleh peneliti secara
langsung. Pegawai yang akan diobservasi dan diberikan penilaian oleh responden
berjumlah satu orang yang paling representatif dari masing-masing unit.
Pengambilan sampel pasien/ pengunjung rumah sakit dilakukan dari pagi
hari sekitar pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB. Selama pasien/
pengunjung rumah sakit mengisi kuesioner, peneliti selalu berada di dekat
mereka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi responden
untuk bertanya jika ada pertanyaan yang kurang jelas. Setelah responden selesai
mengisi kuesioner, peneliti meyakinkan kembali mengenai kelengkapan pengisian
jawaban. Jika ada pertanyaan yang belum terjawab, peneliti langsung meminta
responden untuk melengkapi jawaban tersebut.

4.4. Cara Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data yang dikumpulkan merupakan data primer melalui pengisian
kuesioner oleh responden, yaitu pegawai yang telah mengikuti pelatihan Service
Excellence serta pasien/ pengunjung RSJPD Harapan Kita. Kuesioner yang akan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
diisi oleh pegawai digunakan untuk mengetahui gambaran evaluasi pelatihan pada
tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat hasil, dan gambaran efektivitas
pelatihan berdasarkan persepsi pegawai. Sedangkan kuesioner yang akan diisi
oleh pasien/ pengunjung rumah sakit digunakan untuk mengetahui gambaran
evaluasi pada tingkat perilaku, yaitu gambaran pemberian layanan prima (service
excellence) yang dilakukan oleh pegawai medis dan non-medis berdasarkan
persepsi pasien/ pengunjung rumah sakit yang telah dilayani oleh pegawai
tersebut. Di dalam kuesioner, peneliti juga menggunakan instrument pertanyaan
yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada materi pelatihan mengenai
pelaksanaan service excellence di rumah sakit. Pertanyaan tersebut akan diisi oleh
pegawai yang telah mengikuti pelatihan Service Excellence guna mengetahui
tingkat pembelajaran yang telah dipahami oleh pegawai.
Kuesioner merupakan salah satu jenis instrumen dalam pengumpulan data
yang disampaikan kepada responden melalui sejumlah pertanyaan dan responden
mengisinya dengan memilih salah satu jawaban yang telah disediakan sesuai
dengan pendapatnya. Teknik ini dipilih karena responden dalam penelitian ini
adalah orang yang mengetahui keadaan dirinya sendiri, apa yang dinyatakan oleh
subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya, dan interpretasi antara
responden atas pertanyaan dalam kuesioner adalah benar.
Untuk mendukung data kuantitatif, peneliti juga melakukan observasi
secara langsung mengenai cara pemberian pelayanan prima oleh pegawai terhadap
pasien maupun pengunjung rumah sakit. Selain itu, peneliti juga melakukan
wawancara tidak terstruktur dengan responden yang terkait dengan penelitian ini,
yaitu pihak Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian (SDM), pihak Divisi
Pendidikan Pelatihan, dan beberapa peserta pelatihan.

4.4.2 Data Sekunder
Untuk data sekunder, diperoleh melalui penelaahan dokumen-dokumen
yang terkait dengan Divisi Diklat RSJPD Harapan Kita, pelaksanaan program
pelatihan Service Excellence, jumlah peserta, dan laporan pelaksanaan program
pelatihan Service Excellence di tahun 2010, jumlah complaint, angka kunjungan
rumah sakit, dan survey kepuasan pasien.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, pedoman observasi
yang berupa lembar checklist, dan pedoman telaah dokumen. Semua instrumen
tersebut dibuat oleh peneliti berdasarkan kerangka konsep dan definisi operasional
penelitian.
a. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan gambaran evaluasi efektivitas
Pelatihan Service Excellence pada variabel tingkat reaksi, tingkat
pembelajaran, tingkat perilaku, tingkat hasil dan gambaran efektivitas program
pelatihan. Beberapa pertanyaan kuesioner mengadopsi dari penelitian
sebelumnya mengenai evaluasi efektivitas pelatihan yang dilakukan oleh
Renita Anggraini pada tahun 2003 dan Veranike pada tahun 2010, yang
kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian.
Bentuk kuesioner menggunakan model skala Likert. Skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok
tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009). Dengan menggunakan skala Likert,
responden diberikan pilihan jawaban dari tingkatan yang positif sampai dengan
yang negatif. Pilihan jawaban tersebut meliputi Sangat Tidak Setuju (STS),
Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).
b. Lembar checklist dibuat oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran evaluasi
Pelatihan Service Excellence pada variabel tingkat perilaku. Lembar checklist
tersebut digunakan untuk mengamati tata cara pemberian layanan prima oleh
pegawai non-medis terhadap pasien maupun pengunjung RSJPD Harapan Kita.
c. Pedoman telaah dokumen dibuat berhubungan dengan metode diklat,
pelaksanaan, dan output pelatihan.

4.6 Uji Instrumen Penelitian
4.6.1 Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan
kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Hastono, 2007). Uji
validitas dilakukan terhadap setiap item pernyataan yang diajukan. Kuesioner uji
validitas diberikan kepada 20 orang responden, dalam hal ini responden yang
bukan merupakan sampel penelitian. Menurut Notoatmodjo (2010), agar diperoleh
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal maka sbeaiknya jumlah
responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang.
Untuk mengetahui validitas suatu instrumen kuesioner dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara membandingkan nilai hasil Corrected Item-Total
Correlation dengan nilai r tabel. Pernyataan dikatakan valid apabila nilai hasil
Corrected Item-Total Correlation lebih besar daripada nilai r tabel. Pernyataan
yang tidak valid dapat langsung dihilangkan, kemudian dilakukan uji validitas
kembali tanpa menyertakan pernyataan yang tidak valid tersebut.

4.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan tingkat konsistensi hasil
pengukuran bila dilakukan pengukuran dua kali (Sugiyono, 2009). Uji reliabilitas
dilakukan setelah setiap pertanyaan dalam alat ukur dinyatakan valid atau setelah
pernyataan yang tidak valid dihilangkan. Cara melakukan uji reliabilitas yaitu
dengan membandingkan nilai Cronbach Alpha dengan nilai standar yaitu 0,6. Bila
Cronbach Alpha 0,6, maka pernyataan tersebut dikatakan reliabel.

4.7 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data.
Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, ada empat tahapan
dalam pengolahan data yang harus dilalui sebagai berikut (Hastono, 2007).
a. Editing
Editing adalah kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner apakah
jawaban yang ada di kuesioner sudah:
- Lengkap : Semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
- Jelas : Jawaban pertanyaan apakah sudah cukup jelas terbaca
tulisannya
- Relevan : Jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaan
- Konsisten : Apakah ada beberapa pertanyaan yang berkaitan isi
jawabannya konsisten


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
b. Coding
Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentyuk huruf menjadi data
berbentuk angka/ bilangan
c. Processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang
sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-
entry data dari kuesioner ke paket program komputer. Paket program yang
digunakan adalah paket program SPSS for windows
d. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry
apakah ada kesalahan atau tidak.

4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat gambaran/ mendeskripsikan
karakteristik dari masing-masing variabel, baik variabel independen maupun
variabel dependen. Variabel diteliti melalui distribusi frekuensi dari masing-
masing variabel. Variabel data jenis kategorik disajikan dalam bentuk jumlah dan
persentase sedangkan variabel data jenis numerik disajikan dalam bentuk statistik
deskriptif yang terdiri dari nilai rata-rata (mean), nilai tengah (SD), 95%
Confident Interval (CI), nilai minimum, dan nilai maksiimum.

4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen yang dilakukan dengan uji chi
square. Uji chi square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
kategorik dengan variabel kategorik. Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan
variabel independen dengan variabel dependen dan apakah hubungan yang
dihasilkan bermakna, maka digunakan perbandingan nilai P (P value) dengan =
0,05. Apabila nilai P 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
dependen, sedangkan apabila nilai P > 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak
bermakna yang berarti tidak ada hubungan antara keduanya.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB V
GAMBARAN UMUM
RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

5.1. Sejarah Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita didirikan oleh
Yayasan Harapan Kita yang diketuai oleh (alm) Ibu Tien Soeharto di atas tanah
seluas 22.389 M
2
di Jalan S. Parman Kav. 87 Slipi, Jakarta Barat dan diresmikan
pada tanggal 9 November 1985. Rumah sakit ini berawal dari wacana yang
berkembang di kalangan dokter ahli jantung di Bagian Kardiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, di bawah pimpinan dr. Sukaman, Sp.JP (alm),
dan didukung sepenuhnya oleh Yayasan Jantung Indonesia dan Perhimpunan
Kardiologi Indonesia (PERKI).
Pada tanggal 27 Maret 1985, Yayasan Harapan Kita melalui Surat
Keputusan Nomor 02/1985 menyerahkan kepemilikan rumah sakit ini kepada
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan, tetapi pengelolaannya
diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita berdasarkan Surat Keputusan
No.57/Menkes/SK/II/1985. Pada tanggal 31 Juli 1997 Yayasan Harapan Kita
menyerahkan kembali pengelolaan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita kepada
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan selanjutnya melalui Peraturan
Pemerintah No.26 Tahun 2000, status Rumah Sakit Jantung Harapan Kita pun
berubah menjadi perusahaan jawatan di bawah naungan Kementerian BUMN.
Pada tanggal 13 Juni 2005, ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang
menyebutkan perubahan status rumah sakit yang semula berstatus perusahaa
jawatan (BUMN) menjadi Badan Layanan Umum (Pasal 37 ayat 2).
Pada tanggal 26 September SK-Men-Kes No.1102/Men-Kes/SK/X/2007
menetapkan RSJPDHK sebagai Pusat Jantung Nasional yang mempunyai tugas
menjadi World Class Hospital dan Pusat Pelayanan Kardiovaskuer berjenjang di
seluruh Indonesia. Di samping sebagai Pusat Jantung Nasional untuk rujukan
pelayanan kesehatan kardiovaskuler, BLU-RSJPDHK juga merupakan pusat
pendidian dan penelitian kardiovaskuler di Indonesia, bekerja sama dengan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dan beberapa fakultas
kedokteran lainnya di Indonesia.

5.2 Visi, Misi, Tujuan, Motto, dan Logo Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita
5.2.1 Visi
Visi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah
menjadi Institusi Kardiovaskuler terpercaya di Asia Pasifik.

5.2.2 Misi
Misi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah
Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian
kardiovaskular secara profesional dan ditopang oleh tatakelola korporasi
yang baik.

5.2.3 Tujuan
Tujuan dari kegiatan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita adalah:
a. Memberikan pelayanan kardiovaskular dengan standar internasional.
b. Mengelola fasilitas layanan kardiovaskular dan fasilitas lainnya secara
mandiri, efektif, transparan, dan berkeadilan.
c. Mendukung program pemerintah untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat di bidang pelayanan kardiovaskular.

5.2.4 Motto
Motto dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah Patient,
First! atau Pasien yang Utama.

5.2.5 Logo



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Logo RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita berupa simbol visual grafis
(gambar) jantung dan garis elips serta logotype bentuk huruf pusat jantung
nasional. Setiap detilnya memiliki arti tersendiri, yaitu:
a. Simbol-visual Jantung
Menggambarkan spesialisasi bidang jantung dan pembuluh darah.
b. Simbol-visual garis elips
Simbolisasi dari pusat dan melambangkan inovasi. Garis elips melingkari
jantung adalah gambaran peredaran darah dan mengesankan dinamisasi.
c. Logotipe, bentuk huruf utama Pusat Jantung Nasional
- Huruf Palatino, huruf Serif
- Huruf Palatino memberi kesan elegan dan keluwesan

5.3 Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita
5.3.1 Tugas Pokok Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes RI No.1682/MENKES/PER/XII/2005, RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) mempunyai tugas
menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara
serasi, terpadu, dan berkesinambungan melalui peningkatan kesehatan dan
pencegahan serta upaya rujukan. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor
1102/Men-Kes/SK/IX/2007 pada tanggal 26 September 2007, RSJPDHK
ditetapkan sebagai Pusat Jantung Nasional yang mempunyai tugas menjadi World
Class Hospital dan menerapkan layanan Kardiovaskuler berjenjang di seluruh
Indonesia. Berdasarkan SK Men-Kes No. 333/Men-Kes/SK/V/2009 Tanggal 7
Mei 2009, RSJPDHK ditetapkan sebagai Rumah Sakit Khusus Tipe A.

5.3.2 Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut.
a. Upaya pencegahan terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah.
b. Upaya pelayanan dan penyembuhan bagi pasien penyakit jantung dan
pembuluh darah.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
c. Upaya rehabilitasi terhadap pasien penyakit jantung dan pembuluh darah.
d. Upaya menjalankan pelayanan berjenjang melalui rujukan yang efektif.
e. Pengelolaan dan pembinaan sumber daya manusia.
f. Pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan dalam bidang ilmu
penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular).
g. Pelaksanaan urusan administrasi umum dan keuangan.

5.4 Nilai Budaya Kerja RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Berdasarkan wewenang serta lingkup tugas sebagai Rumah Sakit Badan
Layanan Umum, maka RSJPDHK dipandang perlu untuk merumuskan nilai-nilai
secara lebih rinci, tepat, dan jelas menjadi suatu kondensasi nilai, yaitu:
a. Leadership (Kepemimpinan): Menjadi role model di setiap aspek bisnis dalam
mengembangkan kepemimpinan tim di setiap jenjang organisasi, dalam kinerja
manajemen, dalam mendesain, membangun, dan mendukung layanan dalam
kekuatan basis keuangan yang tersedia.
b. Integrity (Integritas): Selalu menghormati apa yang telah dilakukan
berlandaskan standar etika tertinggi.
c. Team work (Kerjasama): Mendorong usaha bersama di setiap jenjang
organisasi yang melintasi fungsi untuk menghasilkan nilai terbaik melampaui
harapan customer.
d. Diversity (Keragaman): Keragaman keterampilan, kekuatan, dan perspektif
modal manusia akan mendorong peran serta aktif untuk menciptakan tempat
kerja bernuansa partisipatif dalam pengambilan keputusan mewujudkan visi.
e. Quality (Kualitas):Berusaha secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas
seluruh pelayanan dalam menghasilkan nilai bagi customer.
f. Customer satisfaction (Kepuasan pelanggan): Mengutamakan kepuasan
customer sebagai penentu utama keberhasilan, senantiasa berusaha untuk
mencapai kepuasan menyeluruh customer.
g. Good coorporate citizenship (Kenyamanan kerja): Menyediakan tempat
kerjayang aman, melindungi lingkungan, meningkatkan kesejahteraan
karyawan dan keluarganya, serta melibatkan peran serta masyarakat dalam
dukungan keuangan dan lain-lain.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
h. Commitment (Komitmen): Senantiasa meningkatkan komitmen untuk
memperoleh kepercayaan dari pemangku kepentingan.

5.5 Struktur Organisasi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Struktur Organisasi RSJPD Harapan Kita yang pertama kali tercantum
dalam SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 57/Menkes/SK/II/1985
tentang Tata Kerja Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Struktur ini hanya berlaku
hingga September 1994.
Selanjutnya, struktur RSJPD Harapan Kita diganti dengan yang baru
(bentuk dan format terdapat pada lampiran), hal ini ditandai dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Direksi Nomor OT.00.02.01.07.0071. Struktur
ini dibuat karena adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor
126 tahun 2000 tanggal 12 Desember 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang ditetapkan oleh
Presiden Abdurahman Wahid, sehingga strukturnya ikut berubah.
Adapun tugas pejabat pengelola BLU RSJPD Harapan Kita yang ditinjau
dari struktur organisasi adalah sebagai berikut.
a. Dewan Pengawas
Dewan pengawas RSJPD Harapan Kita mempunyai tugas dan tanggung jawab
yaitu melaksanakan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi dalam
melaksanakan kegiatan kepengurusan, termasuk pengawasan pelaksanaan
Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran RSJPD Harapan
Kita.
b. Direktur Utama
Direktur Utama RSJPD Harapan Kita mempunyai tugas dan wewenang yaitu
memimpin dan mengurus BLU, menguasai, memelihara, dan mengelola
kekayaan BLU, melaksanakan kebijakan pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
c. Direktorat Pelayanan
Direktorat Pelayanan dipimpin oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada Direktur Utama. Direktorat Pelayanan mempunyai
tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan medik, asuhan keperawatan,
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
keteknisian, pengendalian infeksi nosokomial serta melaksanakan pengelolaan
promosi dan pemasaran rumah sakit, pelayanan pelanggan dan pelayanan
bantuan caritas.
d. Direktorat Penunjang
Direktorat Penunjang dipimpin oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Direktorat Penunjang mempunyai
tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan penunjang berupa perencanaan,
pemeliharaan, pencatatan logistik dan inventarisasi sarana medik dan sarana
non medik pada seluruh Unit Pelaksana Fungsional serta melakukan bimbingan
dalam pelaksanaan kegiatan penunjang medik.
e. Direktorat Keuangan
Direktorat Keuangan dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Direktorat Keuangan
mempunyai tugas melakukan pengelolaan keuangan rumah sakit yang meliputi
penyusunan dan evaluasi anggaran, perbendaharaan dan mobilisasi dana serta
akuntansi dan verifikasi.
f. Direktorat Umum & SDM
Direktorat Umum dan Sumber Daya Manusia dipimpin oleh seorang Direktur
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
Direktorat Umum dan Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melakukan
penyusunan program kegiatan, koordinasi pelaksanaan kegiatan, pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Sekretariat dan Sumber Daya Manusia serta
Rumah Tangga.
g. Komite Medik dan Keperawatan
Komite Medik RSJPD Harapan Kita mempunyai tugas dan wewenang yaitu
memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal menyusun
standar pelayanan medik, pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan
medik, memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama tentang penerimaan
tenaga medik ataupun tenaga keperawatan atau keteknisian kardiovaskular
untuk bekerja di BLU-RSJPD Harapan Kita


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
5.6 Komponen Input RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
5.6.1 Man (Sumber Daya Manusia)
Tabel 5.1 Jumlah Pegawai RSJPDHK Tahun 2009-2011
No. Uraian
Tahun
2009 2010 2011
1 PNS 931 1054 1140
2 CPNS 146 119 156
3 Non-PNS 488 433 401
Total 1565 1606 1697
1 SMF 73 76 78
2 Perawat 667 674 734
3 Umum dan Penunjang 825 856 885
Total 1565 1606 1697
(Sumber: Sub Bagian Organisasi dan Kepegawaian RSJPD Harapan Kita, 2011)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Buku Laporan Tahunan RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2011, jumlah pegawai rumah sakit
berjumlah 1697 orang. Jumlah pegawai mengalami peningkatan sebanyak 132
orang dari tahun 2009 yang berjumlah 1565 orang. Peningkatan ini didapat dari
adanya proses rekruitmen untuk menjaring SDM yang berkualitas dan memiliki
kompetensi yang baik. Adapun sumber rekruitmen yang ada di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita yaitu formasi umum Pegawai Negeri Sipil yang
dilakukan oleh pihak Kementerian Kesehatan RI, rekruitmen eksternal yang
dilakukan oleh pihak rumah sakit, rekruitmen internal, pindahan instansi dari luar
rumah sakit, pengajuan CPNS sesuai formasi dari pihak rumah sakit yang
diusulkan ke Kementerian Kesehatan, dan lain-lain.

5.6.2 Money (Anggaran)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian SDM, Rumah
Tangga, dan Humas Protokoler RS Jantung dan Harapan Kita, rencana anggaran
biaya dan kebutuhan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tertuang
dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA) RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita. Penyusunan RBA dilakukan secara musyawarah bersama seluruh
dewan direksi, kepala bagian, kepala divisi, dan kepala UPF unit-unit pengguna
anggaran RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Adapun penyusunan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
RBA tersebut mengacu pada RBA pada tahun sebelumnya, proyeksi tahun
kedepan dan penyesuaian dengan tingkat inflasi sesuai penetapan yang ada.

5.6.3 Material and Machine (Sarana Fisik dan Peralatan)
Dalam rangka memberikan pelayanan terbaiknya, RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung untuk
pemberian asuhan keperawatan dan kelancaran sistem administrasinya.
Berdasarkan Laporan Tahunan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita,
2011), Rumah sakit ini dilengkapi dengan sarana medik dan non-medik, antara
lain sebagai berikut.
a. Memiliki peralatan medis yang canggih, seperti 5 unit cath lab, LVAD, IABP,
occluder, ICD, CRT, CRTD, 1 buah MSCT 64 slice, 1 unit gamma camera,
ECMO, 11 mesin echocardiography, mesin elektrofisiologi carto, holter
monitoring, CVVH, haemodialisis, peralatan gymnasium dan rehabilitasi,
monitor haemodinami non invasif yang lengkap, skill lab kardiovaskular
lengkap. Peralatan medis ini berfungsi untuk mendukung kegiatan pelayanan
dalam upaya proses penyembuhan pasien.
b. Memiliki sarana non medis yang canggih seperti pneumatictube dengan PTS
35 station, back up daya dengan UPS 5 unit generator, 3 unit chiller.
c. Kapasitas dan fasilitas layanan meliputi: 331 Tempat Tidur, (TT) 6 ruang
operasi (4 dewasa dan 2 anak), ruang ICU dewasa 12 TT dan ICU anak 13 TT
dengan sarana lengkap, ruang ICVCU 18 TT, intermediate medik 44 TT dan
intermediate surgical dewasa 19 TT dan intermediate anak 11 TT yang
terpisah, 5 ruang laboratorium kateterisasi, 25 ruang poliklinik, gymnasium dan
jogging track untuk rehabilitasi
d. Memiliki lokasi tempat yang strategis dalam kota dan bebas banjir. RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita terletak di Jalan S. Parman Kav. 87 Slipi,
Jakarta Barat, di pinggir jalan tol dalam kota sehingga lokasinya sangat mudah
diakses bagi para pengunjung.
e. Tersedianya fasilitas website yang sangat mendukung dikembangkannya
sistem informasi bagi masyarakat secara langsung dari luar. Website RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dapat diakses melalui alamat
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
www.pjnhk.go.id. Di dalam website ini tertera berbagai informasi mengenai
profil rumah sakit dan berbagai kegiatan pelayanan yang tersedia di rumah
sakit ini. Website ini juga berfungsi sebagai media promosi kepada masyarakat
luas agar senantiasa menjaga kesehatan jantung dengan pola hidup dan pola
makan yang sehat.
f. Tersedianya fasilitas penginapan keluarga pasien (wisma) yang mampu
memberikan kontribusi pendapatan. Fasilitas penginapan bernama Wisma
Bidakara yang terletak di belakang RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita.
g. RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dilengkapi dengan Kantin
Pujasera, ATM Center, mini market, dan juga sarana parkir yang memadai
yang dapat memberikan kemudahan di dalam mendapatkan fasilitas tersebut.

5.7 Komponen Proses RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Sifat kegiatan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah
sosial, mengutamakan profesionalisme dan etis, mengupayakan pengelolaan yang
ekonomis dan tidak semata-mata mencari untung dan harus berpihak pada rakyat.
Sejak 13 Juni 2005, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita berbadan
hukum Badan Layanan Umum (BLU), sesuai Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 23 Tahun 2005. Dengan demikian, RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen
Kesehatan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(PPK-BLU). Adapun jenis-jenis pelayanan yang terdapat di Rumah Sakit Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah sebagai berikut.

5.7.1 Pelayanan Rawat Jalan
Mampu memberikan pelayanan kesehatan jantung dan pembuluh darah
anak maupun dewasa melalui layanan konsultasi Poliklinik Umum Kardiologi
yang berada di Gedung Perawatan I lantai 1 atau Poliklinik Kardiologi Eksekutif
yang terletak di Gedung Pavilliun Sukaman lantai 1, dan evaluasi tindakan medis
seperti tindakan non invasif, tindakan invasif dan lain-lain.

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
5.7.2 Pelayanan Rawat Inap
- Unit Perawatan Intensif
Merupakan pelayanan intensif yang diberikan kepada pasien yang
mengalami gangguan kardiovaskuler yang bersifat akut dan kegawatan.
Tersedia dua jenis unit intensif, yaitu ICU (Intensif Care Unit) pasca operasi
jantung dan pembuluh darah baik ICU pasca bedah jantung Anak yang terletak
di Gedung Perawatan II lantai 8 maupun ICU pasca bedah jantung Dewasa
yang terletak di Gedung Perawatan I lantai 2, serta CVCU (Cardio Vascular
Care Unit) untuk pasien jantung dan pembuluh darah yang memerlukan
pengawasan ketat on bedah seperti UAP (Unstable Angina Pectoris), IMA,
Edema Paru, Syok Kardiogenik, dan lain-lain.
- Unit Perawatan Intermediate (IW)
Merupakan unit perawatan semi intensif yang diberikan bagi pasien
dengan gangguan kardiovaskuler yang sudah mulai stabil namun masih
memerlukan pengawasan cukup ketat. Tersedia dua jenis unit intermediate,
yaitu: Intermediate Bedah dan Intermediate Non Bedah (Medikal). Ruang
Intermediate Bedah diperuntukkan bagi semua pasien operasi jantung yang
sudah mulai stabil (pindahan dari Unit Perawatan Intensif) sedangkan
Intermediate Non Bedah diperuntukkan bagi semua pasien yang tidak
dioperasi.
- Unit Perawatan Biasa
Merupakan unit perawatan pasien dengan gangguan kardiovaskuler
yang sudah lebih stabil atau bukan dalam kondisi kegawatan atau akut. Kondisi
jantung pasien yang dirawat di unit rawat ini dipantau dan pada setiap ruang
perawatan disediakan fasilitas penanganan medis yang dapat digunakan
sewaktu-waktu bila pasien tiba-tiba jatuh dalam situasi kegawatan
kardiovaskuler.

5.7.3 Pelayanan Pemeriksaan Diagnostik Non Invasif
Pelayanan pemeriksaan diagnostik non invasif merupakan salah satu
pemeriksaan untuk menentukan diagnose secara non invasive. Pemeriksaan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
diagnostik jantung dan pembuluh darah non-invasif yang tersedia di RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita meliputi sebagai berikut.
a. Pemeriksaan Vaskuler
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui adanya gangguan dan/atau penyakit
vaskuler (pembuluh darah) di seluruh tubuh, seperti penyumbatan,
penyempitan, pengerasan, pembesaran, robekan dan kebocoran pada pembuluh
darah. Jenis-jenis pemeriksaan vaskuler ini berbeda sesuai dengan tempat
pemeriksaan pembuluh darahnya.
b. Echokardiografi
Pemeriksaan untuk menilai struktur anatomi jantung dan pembuluh darah,
fungsi kardiovaskuler, derajat kelainan serta mengevaluasi hasil operasi
jantung maupun hasil terapi medis.
c. Echokardiografi Doppler
Jenis pemeriksaan ini digunakan untuk menilai aliran darah dalam jantung
maupun pembuluh darah sehingga dapat mendeteksi adanya penyakit jantung.
d. Dobutamine Stress Echocardiography (DSE)
Merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan infus
Dobutamine pada pasien-pasien yang diduga memiliki penyakit jantung
koroner namun tidak terdeteksi dengan menggunakan alat treadmill.
Pemeriksaan DSE juga dapat digunakan untuk melihat viabilitas otot jantung
dengan memantau gangguan gerakan otot jantung.
e. Trans Esofageal Echokardiografi (TEE)
Suatu pemeriksaan echokardiografi dengan memasukkan transducer endoscopy
melewati mulut sampai ke esofagus untuk mendeteksi kelainan pada katup
jantung dapat dideteksi tanpa kateterisasi.
f. Treadmill Test
Suatu bentuk pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
maksimal kerja jantung pada saat melakukan aktifitas.
g. Cardio Pulmonary Exercise Test.
Tes terhadap fungsi jantung dan paru-paru dengan menggunakan peralatan
khusus.

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
h. Holter dan Blood Pressure Monitoring.
Sarana yang digunakan untuk memantau aktivitas listrik jantung selama 24 jam
terus menerus dan mendeteksi gangguan irama yang timbul sewaktu-waktu
serta dilengkapi dengan alat untuk memonitor tekanan darah.

5.7.4 Pelayanan Pemeriksaan Diagnostik Invasif dan Intervensi Non Bedah
Merupakan salah satu pemeriksaan untuk menentukan diagnosa secara
invasive pada kelainan jantung dan pembuluh darah seperti catheterisasi,
pengukuran tekanan intra kranial. Dikatakan invasive oleh karena prosedur yang
dilakukan untuk memeriksa jantung dengan memasukkan selang atau kateter kecil
melalui pembuluh darah. Dilaksanakan pula berbagai tindakan intervensi non
bedah seperti PTA, ASO, ADO, BMV, BPV, dan lain-lain.

5.7.5 Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat meliputi pelayanan untuk semua keadaaan
kegawatan yang memerlukan tindakan darurat selama 24 jam yang berkaitan
dengan upaya penyelamatan hidup seseorang kepada siapa saja yang memerlukan
pertolongan pertama pada situasi kegawatan jantung dan pembuluh darah
(Kardiovaskuler).

5.7.6 Pelayanan Bedah Jantung
Pelayanan Bedah Jantung dan Pembuluh Darah diberikan pada semua
pasien baik pasien anak maupun dewasa dengan permasalahan penyakit jantung
dan pembuluh darah dengan indikasi bedah korektif. Adapun prosedur operasi
yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Revaskularisasi (memperbaiki sirkulasi) pada pembuluh darah koroner atau
yang lebih dikenal dengan operasi Bypass Koroner (CABG). Kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi sangat kecil sehingga pasien dapat lebih
menghemat biaya perawatan di rumah sakit.
b. Bedah Katup untuk memulihkan fungsi-fungsi katup jantung.
c. Koreksi Kelainan Jantung Bawaan.
d. Operasi pada penyakit Aorta.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
e. Pembedahan pada pembuluh darah.

5.7.7 Pelayanan Kardiologi Nuklir dan MSCT Jantung
Pemeriksaan Kardiologi Nuklir merupakan pemeriksaan non-invasif yang
menggunakan gama kamera dengan alat radioaktif. Melalui pemeriksaan
Kardiologi Nuklir para dokter dapat mengkaji bentuk dan fungsi jantung antara
lain; aliran darah pada miokard jantung, mengevaluasi fungsi pompa jantung dan
melihat ukuran jantung serta lokasi jantung yang mengalami kerusakan/ gangguan
aliran. Jenis pemeriksaan Kardilogi Nuklir antara lain dengan metode exercise
stress test Dypiridamol/ adenosin Stress test, dan gated blood pool study, first past
study at rest dan exercise first pass study. MSCT jantung juga adalah pemeriksaan
anatomi jantung dan pembuluh darah jantung kadiovaskuer secara non invasif.

5.7.8 Pelayanan Patologi Klinik dan Bank Darah
Laboratorium patologi klinik RSJPDHK dapat melakukan memeriksaan
penunjang diagnostik kardiovaskular dan penunjang kardiovaskular meliputi:
kimia, imunologi, hematologi, mikrobiologi, sistem koagulasi enzim-enzim
khusus jantung, parameter spesifik gagal jantung dengan hasil yang cepat dan
akurat.

5.7.9 Pelayanan Radiologi dan MSCT Scan
Pelayanan radiologi adalah pelayanan penunjang diagnosis dengan
menggunakan peralatan X-Ray diagnostik yang modern sehingga dapa melakukan
berbagai pemeriksaan khususnya pemeriksaaan yang digunakan untuk
mendeteksi/ menegakkan diagnosa adanya penyakit jantung dan penyakit penyerta
lainnya. Dilakukan pula USG (untuk abdomen, thyroid, dll) serta MSCT non
kardiak. MSCT Scan mampu memberikan gambaran pembuluh jantung koroner
secara tajam dan sangat detail dan mampu memberikan gambaran pembuluh
jantung koroner secara tajam dan sangat detail dan mampu mengevaluasi koroner
bai ada pengapuran atau tidak. Mendeteksi adanya kelainan morfologi pembuluh
darah besar; mediastinal, abdominal dan perifer, bentuk-bentuk anuerisma
maupun stenosis pembuluh darah secara tajam dan akurat, dan kelainan-kelainan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
parenkhimal dari organ otak, organ paru di rongga toraks dan organ visceral.
Menganalisis dan menentukan informasi fungsional aliran darah dan kapabilitas
pengukuran perfusi baik di otak, jantung maupun ginjal serta hati. Mengukur
dengan jelas perubahan-perubahan fungsional organ-organ seperti aliran darah
regional baik di otak, paru, jantung serta organ lainnya seperti hati dan ginjal.
Menyajikan program visual endokopi dengan jelas fly through endoskopi.
Keunggulan waktu rotasi lebih cepat, waktu scanning lebih pendek, rekontruksi
pencitraan lebih cepat, resolusi tinggi.

5.7.10 Pelayanan Farmasi dan Apotek
Mampu melakukan pelayanan farmasi dan apotek dengan menyediakan
obat-obat khusus kardiovaskuler terlengkap dan terbuka bagi siapa saja selama 24
jam baik untuk rawat inap dan rawat jalan. Di samping mnyediakan obat
kardiovaskuler juga menjual berbagai peralatan kesehatan yang diperlukan,
seperti: tensimeter omron, alat untuk pemeriksaan kolesterol, alat untuk
pemeriksaan gula darah, kursi roda, dan lain-lain.

5.7.11 Pelayanan Prevensi dan Rehabilitasi
Mampu melakukan berbagai pelayanan rehabilitasi meliputi konsultasi
medis bagi pasien-pasien penderita penyakit jantung dan pembuluh darah
berkaitan dengan program latihan, treadmil tes, ergocycle test, monitoring
telemetri, program fase I-III, fisioterapi termasuk penanganan stroke, terapi
okupasi.

5.8 Komponen Output RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
5.8.1 Pelayanan Rawat Inap
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), kinerja pelayanan rumah sakit
dapat dilihat dari angka BOR (Bed Occupancy Rate), ALOS (Average Length of
Stay), TOI (Turn Over Internal), BTO (Bed Turn Over), GDR (Gross Death Rate)
dan NDR (Net Death Rate).
a. BOR adalah indikator yang menggambarkan tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur dalam satuan waktu tertentu (dapat dihitung per hari,
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
per bulan, per triwulan, dan per tahun). BOR ideal rumah sakit berkisar antara
60-85%.
b. ALOS adalah indikator tentang rata-rata lama rawat seorang pasien yang
menggambarkan tingkat efisiensi pelayanan dan mutu pelayanan. ALOS ideal
rumah sakit adalah berkisar antara 3-12 hari.
c. TOI merupakan gambaran efisiensi penggunaan tempat tidur dengan
menyajikan data tentang rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati hingga terisi
kembali ke saat berikutnya. TOI ideal rumah sakit adalah 1-3 hari.
d. BTO adalah indikator frekuensi pemakaian tempat tidur dalam jangka waktu
tertentu (biasanya 1 tahun). BTO ideal untuk 1 tempat tidur yang dipakai dalam
1 tahun adalah lebih dari 30 kali.
e. GDR adalah angka kematian umum tiap-tiap 1000 pasien keluar yang dipakai
untuk mengetahui mutu pelayanan dan perawatan rumah sakit. Angka GDR
ideal yaitu tidak lebih dari 45/1000 pasien.
f. NDR adalah angka kematian lebih dari 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 pasien keluar. Nilai NDR ideal adalah 25/1000 pasien.

Adapun kinerja pelayanan rawat inap RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita (RSJPDHK) dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel
berikut
Tabel 5.2 Pelayanan Rawat Inap RSJPDHK Tahun 2007-2011
Indikator
Kinerja
Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah TT 290 290 325 331 331
BOR (%) 73,11 72,63 68,54 64,31 66,7
AVLOS (hari) 7,39 7,36 7,10 6,93 6,66
TOI (hari) 2,72 2,77 3,29 3,88 3,36
BTO (kali) 36,07 36,13 34,93 33,54 36,2
NDR 30,21 26,44 27,66 30,54 26,54
GDR 43,78 39,61 39,29 43,42 38,64
(Sumber: Rekam Medis RSJPD Harapan Kita, 2012)
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Berdasarkan Tabel 5.2, dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja
pelayanan unit rawat inap RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita sudah
memenuhi standar ideal yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Rata-
rata BOR RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita selama 5 tahun terakhir,
dari tahun 2007-2011 adalah 69,06% dengan BOR tertinggi terjadi pada tahun
2007 yang mencapai 73,11%. Namun, dalam 5 tahun terakhir terjadi penurunan
yang bertahap dan cukup drastis hingga akhirnya pada tahun 2010 angka BOR
pada tahun 2010 adalah 64,31%. Berdasarkan wawancara dengan bagian rekam
medis, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal di antaranya tarif yang cukup
mahal, kurangnya promosi kepada masyarakat luas, dan hal-hal lain yang perlu
diteliti dan dikaji ulang lebih jauh oleh pihak rumah sakit.
Angka ALOS pun terlihat stabil yaitu rata-rata 7 hari tetapi menurun setiap
tahunnya dalam 5 tahun terakhir namun tetap masih dalam standar ideal rumah
sakit. Angka ALOS tersebut menggambarkan tingkat efisiensi mutu pelayanan RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang cukup baik. Rata-rata TOI RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita adalah 3 hari serta masih berada pada
angka ideal rumah sakit. BTO berkisar antara 36,2 kali 33,54 kali dan juga
masih dalam standar ideal rumah sakit, yaitu lebih dari 30 kali. Angka GDR
berkisar antara 38-43 per 1000 pasien, tidak melebihi dari 45 per 1000 pasien,
artinya masih ideal sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Begitupun
dengan NDR, angka tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu 30 per 1000 pasien,
namun angka ini masih ideal.

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
5.8.2 Pelayanan Rawat Jalan
Tabel 5.3 Pelayanan Rawat Jalan RSJPDHK Tahun 2009-2010
Uraian
Tahun
Naik/Turun
(%)
RBA Penc.
Target
Tahun
2010
2009 2010
Peningkatan
Sesuai RBA
2010

Poliklinik
Rawat
Jalan
94886 101798 7,28 5% 99630 102,18
Penunjang
Kardiologi
5716 6119 7,05 5% 6002 101,95
Pav. Eks
Sukaman
31690 31020 (2,11) 2% 32324 95,97
DNI 25051 26489 5,74 5% 26304 100,71
DI dan
INB
6579 6525 (0,82) 5% 6927 94,20
UGD 9634 10188 5,75 10% 10597 96,14
Prev dan
Rehab
45041 40013 (11,16) 10% 49545 80,76
Vaskuler 4482 4634 3,39 15% 5154 89,91
Bedah
Jantung
1904 2155 13,18 10% 2094 102,89
Radiologi 32219 34036 5,67 5% 33830 100,64
Kardiologi
Nuklir
1317 1349 2,43 5% 1383 97,55
(Sumber: Laporan Tahunan RSJPD Harapan Kita, 2010)

Dari Tabel 5.3, dapat terlihat bahwa peningkatan angka kunjungan di
poliklinik rawat jalan penunjang kardiologi DNI, UGD, vaskuler, bedah jantung,
radiologi, dan kardiologi nuklir pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa
rumah sakit telah melakukan upaya yang maksimal di dalam memberikan
pelayanan kepada pasien sehingga meningkatkan angka kunjungan pasien.
Dengan peningkatan jumlah angka kunjungan, tentu saja akan berdampak pada
peningkatan pendapatan rumah sakit. Namun, di sisi lain, terdapat penurunan
angka kunjungan yang cukup signifikan di paviliun sukaman, DI & INB, dan
Prevensi & Rehabilitasi. Hal ini merupakan sebuah evaluasi agar rumah sakit
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
mengkaji dan meneliti terhadap unit terkait untuk mengetahui penyebab
menurunnya angka kunjungan pasien di unit tersebut.

5.8.3 Penunjang Pelayanan
Tabel 5.4 Penunjang Pelayanan RSJPDHK Tahun 2009-2010
Uraian
Tahun Naik/ Turun
(%) 2009 2010
Patologi Klinik dan B.
Darah
933884 1034826 10,81
Gizi 372982 386647 3,66
Sterilisasi 485124 515453 6,25
Farmasi dan Apotik 2810735 3447165 2,64
(Sumber: Laporan Tahunan RSJPD Harapan Kita, 2010)

Dari Tabel 2.4, terdapat peningkatan angka kunjungan di seluruh unit
penunjang pelayanan di tahun 2010. Peningkatan angka kunjungan terdapat di
bagian patologi klinik dan bank darah, gizi, sterilisasi, farmasi dan apotik. Hal ini
merupakan sebuah pencapaian yang baik yang diperoleh rumah sakit. Diharapkan,
ke depannya rumah sakit tetap konsisten mengedepankan pasien dan berorientasi
terhadap kebutuhan pasien serta memberikan pelayanan yang berkualitas.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB VI
HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil penelitian dengan pendekatan
kuantitatif mengenai evaluasi efektivitas pelatihan service excellence di RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Untuk dapat memahami hasil
penelitian ini, diharapkan para pembaca berhati-hati dalam membaca hasil
penelitian ini dikarenakan tingkat bias yang cukup tinggi karena adanya persepsi
dan penilaian terhadap diri sendiri (self assessment) yang dilakukan oleh
responden terhadap variabel tingkat hasil dan variabel efektivitas pelatihan.

6.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi
pegawai di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dilakukan selama
bulan Februari tahun 2012 di 10 unit pelayanan rumah sakit. Penelitian dimulai
dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner kepada 20 orang dari 2
jenis responden, yaitu 20 orang dari golongan pegawai dan 20 orang dari
golongan pasien/ pengunjung rumah sakit. Setelah semua pernyataan dalam
kuesioner dinyatakan valid, maka kuesioner didistribusikan kepada 50 orang
pegawai rumah sakit yang pernah mengikuti Pelatihan Service Excellence guna
menilai variabel tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat hasil, dan efektivitas
pelatihan. Selain itu, kuesioner juga didistribusikan kepada 30 orang pasien yang
representatif yang tersebar di 10 unit pelayanan untuk menilai variabel tingkat
perilaku.

6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan terhadap setiap item pernyataan yang diajukan.
Kuesioner uji validitas diberikan kepada 20 orang responden, dalam hal ini
responden yang bukan merupakan sampel penelitian. Dengan sampel 20
responden, maka didapat df= n-2=18. Pada tingkat kemaknaan 5% dengan df=18
didapat angka r tabel = 0,444. Suatu pernyataan dikatakan valid apabila r hasil
lebih besar daripada r tabel. Dari total 67 pernyataan kuesioner baik untuk
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
pegawai maupun untuk pengunjung/pasien rumah sakit yang diuji validitaskan,
sebanyak 17 pernyataan tidak valid. Berikut ini merupakan tabel hasil uji validitas
dan reliabilitas kuesioner yang disebarkan kepada 20 orang pegawai dan pasien/
pengunjung rumah sakit.

Tabel 6.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Evaluasi Efektivitas
Pelatihan Service Excellencedi RSJPD Harapan Kita
No Variabel
Jumlah
Pertanyaan
Sebelum
Jumlah
Pertanyaan
Sesudah
Nilai
Cronbach
Alpha
1 Tingkat Reaksi 12 8 0,888
2 Tingkat Pembelajaran 12 9 0,847
3 Tingkat Perilaku 16 11 0,878
4 Tingkat Hasil 12 8 0,870
5 Efektivitas Pelatihan 15 14 0,941

Variabel tingkat reaksi terdiri dari 12 pernyataan, 4 diantaranya dinyatakan
tidak valid, yaitu pada pernyataan nomor 1 yang berbunyi Materi pelatihan
sesuai dengan tujuan pelatihan dengan nilai r= 0,238, pernyataan nomor 2 yang
berbunyi Fasilitas pelatihan yang ada mendukung kenyamanan pada saat
menjalani pelatihan dengan nilai r=0,199, pernyataan nomor 3 yang berbunyi
Materi dan isi pelatihan yang diberikan dapat memenuhi peningkatan daya kerja
di lapangan dengan nilai r= -0,119, dan pernyataan nomor 7 yang berbunyi
Metode yang digunakan sesuai dengan isi, materi, dan tujuan pelatihan dengan
nilai r= 0,408. Setelah pernyataan yang tidak valid dibuang, lalu dilakukan uji
reliabilitas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,888
yang menunjukkan bahwa variabel tingkat reaksi reliabel.
Pada variabel tingkat pembelajaran, terdiri dari 12 pertanyaan, 3 di
antaranya tidak valid, yaitu pada pertanyaan nomor 5 yang berbunyi Yang bukan
merupakan bentuk komunikasi non-verbal? dengan nilai r= 0,429, pertanyaan
nomor 9 yang berbunyi Kualitas pelayanan yang diharapkan pelanggan
meliputi? dengan nilai r= -0,130, dan pertanyaan nomor 12 yang berbunyi Di
bawah ini yang bukan merupakan konsep dimensi layanan prima adalah? dengan
nilai r= -0,026. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid ini kemudian dibuang,
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
lalu dilakukan uji reliabilitas kuesioner. Nilai Cronbach Alpha yang diperoleh
sebesar 0,847 yang menunjukkan bahwa variabel tingkat pembelajaran reliabel.
Variabel tingkat perilaku terdiri dari 16 pernyataan, 5 di antaranya
dinyatakan tidak valid, yaitu pada pernyataan nomor 1 yang berbunyi Pegawai
menunjukkan penampilan yang bersih dan rapi dengan nilai r= 0,268, pernyataan
nomor 5 yang berbunyi Sikap pegawai yang baik akan meningkatkan citra positif
rumah sakit di mata pelanggan dengan nilai r=0,177, pernyataan nomor 7 yang
berbunyi Mimik/ raut muka pada saat melayani responden terlihat kurang ramah
dan bersahabat di tengah waktu kunjungan teramai dengan nilai r= 0,214,
pernyataan nomor 14 yang berbunyi Pegawai mampu menjawab informasi yang
Anda tanyakan secara singkat dan jelas dengan nilai r= 0,097. dan pernyataan
nomor 15 yang berbunyi Kecepatan dan ketepatan waktu pelayanan yang
dilakukan pegawai sudah baik dengan nilai r= 0,307. Pernyataan yang tidak valid
kemudian peneliti hapus dan dilakukan uji reliabilitas. Nilai Cronbach Alpha yang
diperoleh sebesar 0,878 yang menunjukkan variabel tingkat perilaku reliabel.
Variabel tingkat hasil terdiri dari 12 pernyataan, 4 diantaranya dinyatakan
tidak valid, yaitu pada pernyataan nomor 3 yang berbunyi Dalam melaksanakan
pekerjaan, responden jarang melakukan kesalahan dengan nilai r= 0,265,
pernyataan nomor 4 yang berbunyi Dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi
beban organisasi dapat dicapai tanpa pemborosan sumber daya dengan nilai
r=0,088, pernyataan nomor 11 yang berbunyi Pasien/ pengunjung rumah sakit
selalu puas atas pemberian layanan yang responden lakukan dengan nilai r=
0,437, dan pernyataan nomor 12 yang berbunyi Tidak ada satupun pasien/
pengunjung yang mengeluh tentang responden dan marah-marah terhadap
responden dengan nilai r= 0,233. Setelah pernyataan yang tidak valid dibuang,
lalu dilakukan uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach
Alpha sebesar 0,870 yang menunjukkan bahwa variabel tingkat hasil reliabel.
Pada variabel efektivitas pelatihan, terdapat satu pernyataan yang
dinyatakan tidak valid, yaitu pernyataan nomor 9 yang berbunyi Keterampilan
responden dalam memberikan layanan prima meningkat pasca pelatihan. Nilai r
hasil pernyataan ini sebesar 0,341. Setelah pernyataan yang tidak valid dibuang,
lalu dilakukan uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Alpha sebesar 0,941 yang menunjukkan bahwa variabel efektivitas pelatihan
reliabel.

6.3 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data digunakan untuk melakukan pengujian data apakah
data tersebut berdistribusi normal atau tidak (Sarwono, 2012). Uji normalitas
dilakukan dengan cara memasukkan semua variabel independen dan variabel
dependen ke dalam program penghitungan statistik. Uji yang digunakan untuk
mengetahui normalitas data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan nilai
Skewness dan standar error serta grafik histogram dan kurve normal. Suatu
variabel akan dinyatakan memiliki bentuk data yang terdistribusi secara normal
apabila bentuk kurve menyerupai bel shape dan jika nilai Skewness dibagi standar
erorrnya menghasilkan angka 2 (Hastono, 2007).
Setelah uji normalitas data dilakukan, diperoleh hasil yang menunjukan
bahwa variabel tingkat perilaku dan variabel tingkat pembelajaran memiliki
bentuk data yang terdistribusi secara normal dengan masing-masing nilai
Skewness dibagi Standar Errornya sebesar 0,941 dan -0,154 serta bentuk kurve
kedua variabel tersebut menyerupai bel shape. Sedangkan variabel lainnya, yaitu
tingkat reaksi, tingkat hasil, dan efektivitas pelatihan memiliki bentuk data yang
terdistribusi secara tidak normal karena nilai Skewness dibagi dengan Standar
Error > 2, yaitu masing-masing sebesar 4,484 untuk variabel tingkat reaksi dan
2,264 untuk variabel tingkat hasil, serta 2,813 untuk variabel efektivitas pelatihan.
Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil uji normalitas data terhadap
5 variabel yang akan diteliti.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Tabel 6.2 Hasil Uji Normalitas Data terhadap 5 Variabel
No Variabel
Nilai
Skewness
Nilai SE of
Skewness
Skewness
SE
Jenis
Distribusi
Data
Cut off
Point
1 Tingkat Reaksi 1,511 0,337 4,484 Tidak Normal Median
2 Tingkat
Pembelajaran
-0,052 0,337 -0,154 Normal Mean
3 Tingkat Perilaku 0,402 0,427 0,941 Normal Mean
4 Tingkat Hasil 0,763 0,337 2,264 Tidak Normal Median
5 Efektivitas
Pelatihan
0,948 0,337 2,813 Tidak Normal Median


6.4 Analisis Univariat
Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-
masing variabel yang diteliti. Pada analisis univariat ini akan diketahui jumlah
responden berdasarkan karakteristik demografinya, seperti umur, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, status pekerjaan, lama bekerja, dan alasan memilih berobat.
Selain itu, analisis univariat ini akan menggambarkan distribusi frekuensi variabel
independen (tingkat reaksi, tingkat pembelajaran, tingkat perilaku, dan tingkat
hasil) dan variabel dependen (efektivitas pelatihan). Pada setiap variabel yang
berbentuk pertanyaan terbuka dan memiliki lebih dari dua kategori, dilakukan
pengkodingan ulang dengan mengacu kepada nilai mean atau nilai median.

6.4.1 Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, terdapat 6 karakteristik individu yang ditanyakan
kepada responden (pegawai dan pengunjung/pasien rumah sakit), yaitu umur,
jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan, lama bekerja, dan alasan
memilih berobat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana distribusi
frekuensi dari karakteristik individu yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Adapun karakteristik responden dapat ditunjukkan pada tabel 6.3 berikut ini.


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Tabel 6.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012
Komponen
Pegawai (n=50) Pasien (n=30)
n % n %
Umur
< 40 tahun
40 tahun

35
15

70%
30%

15
15

50%
50%
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan

9
41

18%
82%

10
20

33,3%
66,7%
Pendidikan Terakhir
Rendah (SD, SMP, SMA)
Tinggi (Diploma, S1, S2)

8
42

16%
84%

13
17

43,3%
56,7%
Status Pekerjaan
PNS
Pensiunan
Swasta
Ibu Rumah Tangga
Lainnya

-
-
-
-
-

-
-
-
-
-

3
4
8
7
8

10%
13,3%
26,7%
23,3%
26,7%
Lama Bekerja
< 15 tahun
15 tahun

30
20

60%
40%

-
-

-
-
Alasan Memilih Berobat
Harga Murah
Pelayanan Baik
Asuransi/ Jaminan
Dekat dengan Rumah

-
-
-
-

-
-
-
-

8
16
2
4

26,7%
53,3%
6,7%
13,3%

Berdasarkan tabel 6.3, dapat diketahui distribusi frekuensi dari masing-
masing komponen. Pada komponen umur terlihat bahwa sebagian besar pegawai
RSJPD Harapan Kita berumur kurang dari 40 tahun sedangkan untuk umur
pasien/pengunjung rumah sakit terdistribusi merata. Individu yang menjadi
responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan jenis kelamin
perempuan, baik untuk responden pegawai maupun pasien/ pengunjung rumah
sakit. Tingkat pendidikan kedua jenis responden pun sebagian besar tergolong
tinggi, yaitu lebih banyak responden merupakan lulusan diploma, S1, dan S2.
Selain itu juga, sebagian besar pegawai di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Darah Harapan Kita masih tergolong pegawai baru dengan lama kerja yang
kurang dari 15 tahun. Untuk responden pasien/pengunjung rumah sakit, sebagian
besar alasan mereka untuk memilih berobat di RSJPD Harapan Kita adalah karena
pelayanan yang baik.

6.4.2 Hasil Analisis Univariat
Pada penelitian ini, terdapat 4 variabel independen dan 1 variabel
dependen yang diteliti. Dalam menentukan distribusi frekuensi dari kelima
variabel tersebut, peneliti menggunakan nilai mean atau median sebagai cut off
point-nya. Pada variabel yang memiliki bentuk data yang terdistribusi secara
normal, peneliti menggunakan nilai mean sebagai cut off point-nya. Sedangkan
pada variabel yang memiliki bentuk data yang terdistribusi secara tidak normal,
peneliti menggunakan nilai median sebagai cut off point-nya. Data yang telah
diperoleh selanjutnya dikategorikan menjadi 2 kategori dengan berdasarkan pada
cut off point yang telah ditentukan, yaitu menggunakan nilai mean atau nilai
median sebagai cut off point-nya.

6.4.2.1 Evaluasi pada Tingkat Reaksi (Reaction Level)
Pada variabel evaluasi pada tingkat reaksi, terdapat 8 butir pernyataan
yang diajukan oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat
responden mengenai tingkat kepuasan pegawai terhadap program pelatihan
Service Excellence yang telah diikuti, terutama mengenai materi, fasilitator,
metode pelatihan, dan fasilitas pendukung. Adapun distribusi frekuensi dari
jawaban responden mengenai kepuasan mereka terhadap program pelatihan
ditunjukkan pada tabel 6.4 berikut ini.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Tabel 6.4 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Reaksi
Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
No Pernyataan
STS TS S SS
n % N % n % n %
1 Fasilitator mampu menjelaskan serta
menyajikan materi secara jelas dan sistematis
0 0% 0 0% 37 74% 13 26%
2 Fasilitator memiliki wawasan yang luas
tentang materi yang disajikan dan memiliki
kemampuan yang baik dalam menjawab
setiap pertanyaan dari responden
0 0% 0 0% 34 68% 16 32%
3 Fasilitator selalu memberikan penguatan atau
reinforcement pada setiap peserta dan mampu
memotivasi responden untuk terus
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
peserta
0 0% 1 2% 35 70% 14 28%
4 Metode pelatihan yang digunakan sudah tepat
dan sesuai dengan karakteristik peserta
pelatihan
0 0% 2 4% 42 84% 6 12%
5 Metode pelatihan yang digunakan mampu
dipahami oleh responden dan mendukung
proses pembelajaran
0 0% 0 0% 40 80% 10 20%
6 Terdapat sarana alat bantu/ media
pembelajaran, seperti proyektor/ OHP,
laptop, printer
0 0% 3 6% 38 76% 9 18%
7 Materi pelatihan sesuai dengan harapan dan
bermanfaat bagi responden dalam
melaksanakan tugas
0 0% 1 2% 41 82% 8 16%
8 Fasilitas pelatihan yang tersedia menunjang
proses pembelajaran yang dibutuhkan
0 0% 1 2% 41 82% 8 16%

Berdasarkan tabel 6.4 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana
sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap pernyataan variabel tingkat
reaksi, yaitu tingkat kepuasan pegawai terhadap program pelatihan Service
Excellence yang telah diikuti, terutama mengenai materi, fasilitator, metode
pelatihan, dan fasilitas pendukung. Persentase terbesar terdapat pada pernyataan
nomor 4 yang berbunyi Metode pelatihan yang digunakan sudah tepat dan sesuai
dengan karakteristik peserta pelatihan yaitu sebesar 84%. Dari jawaban
responden tersebut dapat dilihat bahwa metode pelatihan yang diterapkan dapat
membantu peserta dalam memahami materi pembelajaran yang juga didukung
dengan hasil persentase sebesar 80% responden menyatakan bahwa metode
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
pelatihan yang digunakan mampu dipahami oleh respoden dan mendukung proses
pembelajaran. Di lain pihak, terlihat ketidakpuasan beberapa responden terhadap
ketersediaan alat bantu/ media pembelajaran yang terlihat pada pernyataan nomor
6 yang berbunyi Terdapat sarana alat bantu/ media pembelajaran, seperti
proyektor/ OHP, laptop, printer dengan perolehan angka sebesar 6% yaitu hanya
3 orang responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut.
Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel tingkat
reaksi ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu tingkat
kepuasan pegawai rendah dan tingkat kepuasan pegawai tinggi. Pengkategorian
ini dilakukan dengan menggunakan nilai median, yaitu 24 sebagai nilai cut off
point karena distribusi data pada variabel tingkat tinggi ini terdistribusi secara
tidak normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 24, maka termasuk dalam
kategori tingkat kepuasan pegawai rendah dan apabila bobot nilai yang diperoleh
24, maka termasuk dalam kategori tingkat kepuasan pegawai tinggi. Berikut ini
adalah diagram pie distribusi frekuensi responden terhadap variabel tingkat reaksi.

Gambar 6.1 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat
Reaksi Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012

Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian
variabel evaluasi pada tingkat reaksi yaitu tingkat kepuasan pegawai terhadap
program pelatihan Service Excellence menurut penilaian responden memberikan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
hasil yang positif dengan kategori tingkat kepuasan tinggi sebesar 90%. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa hampir semua peserta pelatihan Service
Excellence merasa puas terhadap penyelenggaran program pelatihan, mulai materi
pelatihan, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung.

6.4.2.2 Evaluasi pada Tingkat Pembelajaran (Learning Level)
Pada variabel tingkat pembelajaran, terdapat 9 butir pernyataan yang
diajukan oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden
mengenai tingkat pembelajaran/ pemahaman mengenai pelatihan Service
Excellence yang dipahami oleh pegawai RSJPD Harapan Kita. Adapun distribusi
frekuensi dari jawaban responden mengenai pemahaman pembelajaran mereka
terhadap materi program pelatihan ditunjukkan pada tabel 6.5 berikut ini.

Tabel 6.5 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat
Pembelajaran Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
No Pertanyaan
Jawaban Benar Jawaban Salah
n % n %
1 Dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau pengunjung
rumah sakit, pegawai dituntut untuk memahami dasar
pelayanan. Dasar pelayanan terpenting yang harus dipahami
ketika berhadapan dengan pelanggan mencakup aspek 3P, yang
meliputi?
36 72% 14 28%
2 Dari beberapa pernyataan yang ada, yang merupakan konteks
yang paling sesuai dengan pelayanan prima (service excellence)
adalah?
31 62% 19 38%
3 Dari pilihan (a) attention, (b) attitude and behaviour, (c) self
appearance, (d) positive action, (e) knowledge and skill, (f) self
assessment, (g) customer oriented, dan (h) good governance,
manakah yang merupakan dimensi layanan prima (service
excellence)?
14 28% 36 72%
4 Dalam berpenampilan, pegawai harus memakai pakaian rapi
dan bersih, make up yang tidak terlalu mencolok, dan lainnya.
Dalam dimensi layanan prima, faktor penampilan termasuk
dalam kategori
40 80% 10 20%
5 Dalam berkomunikasi, hal-hal yang paling penting untuk
diperhatikan adalah?
27 54% 23 46%


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No Pertanyaan
Jawaban Benar Jawaban Salah
n % n %
6 Ketika Anda berkomunikasi melalui media telepon, faktor
manakah yang memegang peranan penting pada saat Anda
berbicara dengan lawan bicara Anda?
21 42% 29 58%
7 Dalam berinteraksi, kesan pertama yang terlihat dan dirasakan
oleh pelanggan yang perlu diperhatikan oleh pegawai selaku
pemberi layanan dan informasi adalah
38 76% 12 24%
8 Faktor manakah yang dapat menghambat terwujudnya
pelayanan prima di rumah sakit?
37 74% 13 26%
9 Pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan
untuk menunjang program layanan prima termasuk dalam
dimensi?
41 82% 9 18%

Berdasarkan tabel 6.5 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana
sebagian besar responden mampu menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti
mengenai variabel tingkat pembelajaran, yaitu pertanyaan yang terkait dengan
pemahaman peserta pelatihan terhadap materi pelatihan Service Excellence.
Persentase terbesar terdapat pada pertanyaan nomor 9 yang berbunyi
Pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang
program layanan prima termasuk dalam dimensi? yaitu sebesar 82%. Selain itu,
sebesar 80% peserta juga mampu menjawab dan mengklasifikasikan aspek
penampilan (appearance) ke dalam kategori dimensi layanan prima. Di lain pihak,
terlihat beberapa responden belum mampu menjawab pertanyaan yang diajukan
peneliti, yang terlihat pada pertanyaan nomor 3 yang berbunyi Dari pilihan (a)
attention, (b) attitude and behaviour, (c) self appearance, (d) positive action, (e)
knowledge and skill, (f) self assessment, (g) customer oriented, dan (h) good
governance, manakah yang merupakan dimensi layanan prima (service
excellence)? dengan perolehan angka sebesar 72% yaitu 36 orang responden
yang belum mampu menjawab pertanyaan tersebut.
Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel tingkat
pembelajaran ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu tingkat
pembelajaran pegawai buruk dan tingkat pembelajaran pegawai baik.
Pengkategorian ini dilakukan dengan menggunakan nilai mean, yaitu 5,7 sebagai
nilai cut off point karena distribusi data pada variabel tingkat pembelajaran ini
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
terdistribusi secara normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 5,7, maka
termasuk dalam kategori tingkat pembelajaran pegawai buruk dan apabila bobot
nilai yang diperoleh 5,7, maka termasuk dalam kategori tingkat pembelajaran
pegawai baik. Berikut ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden
terhadap variabel tingkat pembelajaran.

Gambar 6.2 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat
Pembelajaran Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012

Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian
variabel tingkat pembelajaran yaitu tingkat pembelajaran/pemahaman peserta
pelatihan terhadap materi pelatihan Service Excellence menurut penilaian
responden memberikan hasil yang positif dengan kategori tingkat pembelajaran
yang cukup baik sebesar 58%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian
besar peserta pelatihan Service Excellence paham mengenai materi pelatihan
Service Excellence.

6.4.2.3 Evaluasi pada Tingkat Perilaku (Behaviour Level)
Pada variabel tingkat perilaku, terdapat 11 butir pernyataan yang diajukan
oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden mengenai
implementasi perilaku pasca pelatihan Service Excellence bagi pegawai di tempat
kerja terkait dengan pemberian layanan prima terhadap pasien yang meliputi
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
kemampuan, sikap, penampilan, komunikasi, perhatian, dan tindakan. Adapun
distribusi frekuensi dari jawaban responden mengenai implementasi perilaku
pasca pelatihan Service Excellence ditunjukkan pada tabel 6.6 berikut ini.

Tabel 6.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat
Perilaku Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
No Pernyataan
STS TS S SS
N % n % N % n %
1 Penampilan pegawai yang melayani
responden kurang dapat
merepresentatifkan (menggambarkan)
citra rumah sakit yang positif
4 13,3% 15 50% 10 33,3% 1 3,3%
2 Pegawai mampu bersikap ramah terhadap
responden walaupun mereka sedang
melayani banyak pengunjung selain
responden
0 0% 5 16,7% 15 50% 10 33,3%
3 Sikap yang diberikan pegawai sudah
sesuai dengan harapan dan keinginan
responden
0 0% 4 13,3% 21 70% 5 16,7%
4 Cara penyampaian informasi yang
dilakukan pegawai kepada responden
sangat jelas sehingga responden dapat
memahami informasi yang pegawai
sampaikan
0 0% 1 3,3% 20 66,7% 9 30%
5 Menurut responden, artikulasi, intonasi,
dan volume suara pegawai sangat jelas
pada saat melayani responden sehingga
responden dapat mendengarnya secara
jelas dan mudah memahami informasi
yang diberikan
0 0% 2 6,7% 20 66,7% 8 26,7%
6 Responden melihat bahwa pegawai
menunjukkan sikap perhatian yang baik
kepada responden sehingga responden
merasa dihargai dan dihormati
0 0% 4 13,3% 16 53,3% 10 33,3%
7 Pegawai mendengarkan dengan baik dan
bersungguh-sungguh pada saat responden
membutuhkan informasi
0 0% 5 16,7% 21 70% 4 13,3%
8 Responden melihat bahwa pegawai
tanggap dalam mengambil tindakan
untuk memenuhi kebutuhan responden
0 0% 4 13,3% 20 66,7% 6 20%


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No Pertanyaan
Jawaban Benar Jawaban Salah
N % n %
9 Pegawai kurang merespon dengan cepat
dalam melayani kebutuhan responden di
saat pegawai sedang melayani banyak
pengunjung selain responden
4 13,3% 18 60% 8 26,7% 0 0%
10 Apabila responden mengalami kesulitan
dalam pencarian informasi yang responden
butuhkan, pegawai dengan senang hari
melayani dan berusaha untuk membantu
responden untuk medapatkan informasi
tersebut
0 0% 3 10% 21 70% 6 20%
11 Responden melihat bahwa pegawai sangat
terampil di dalam melayani kebutuhan
responden
0 0% 2 6,7% 22 73,3% 6 20%

Berdasarkan tabel 6.6 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana
sebagian besar responden cenderung menyatakan setuju terhadap pernyataan
variabel tingkat perilaku, yaitu mengenai implementasi perilaku pasca pelatihan
Service Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian
layanan prima terhadap pasien yang meliputi kemampuan, sikap, penampilan,
komunikasi, perhatian, dan tindakan. Persentase terbesar terdapat pada pernyataan
nomor 11 yang berbunyi Responden melihat bahwa pegawai sangat terampil di
dalam melayani kebutuhan responden yaitu sebesar 73,3%. Selain itu, dari hasil
distribusi jawaban juga diperoleh persentase sebesar 70% responden menyatakan
bahwa Pegawai menunjukkan sikap perhatian yang cukup baik kepada pasien/
pengunjung rumah sakit yaitu dengan cara mereka mendengarkan secara baik-baik
dan bersungguh-sungguh pada saat pasien/ pengunjung rumah sakit membutuhkan
informasi. Di sisi lain, terdapat kecenderungan responden menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap kurangnya respon pegawai dalam melayani
responden sebagaimana yang terlihat pada pernyataan nomor 9 yang berbunyi
Pegawai kurang merespon dengan cepat dalam melayani kebutuhan responden di
saat pegawai sedang melayani banyak pengunjung selain responden dengan
perolehan angka sebesar 60% yaitu 18 orang responden yang menyatakan tidak
setuju terhadap pernyataan tersebut.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel tingkat
perilaku ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu
implementasi perilaku buruk dan implementasi perilaku baik. Pengkategorian ini
dilakukan dengan menggunakan nilai mean, yaitu 33,73 sebagai nilai cut off point
karena distribusi data pada variabel tingkat perilaku ini terdistribusi secara
normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 33,73, maka termasuk dalam
kategori implementasi perilaku pegawai buruk dan apabila bobot nilai yang
diperoleh 33,73, maka termasuk dalam kategori implementasi perilaku pegawai
baik. Berikut ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden terhadap
variabel tingkat perilaku.

Gambar 6.3 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat
Perilaku Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian
variabel tingkat perilaku yaitu implementasi perilaku pasca pelatihan Service
Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian layanan prima
terhadap pasien yang meliputi kemampuan, sikap, penampilan, komunikasi,
perhatian, dan tindakan menurut penilaian responden memberikan hasil yang
negatif dengan kategori implementasi perilaku pegawai buruk sebesar 53,3%.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peserta pelatihan Service Excellence
belum secara optimal menerapkan implementasi perilaku dengan baik pasca
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
diadakannya pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta.
Disisi lain, dari hasil observasi pada evaluasi tingkat perilaku pegawai
yang dilakukan terhadap kesepuluh pegawai dari masing-masing perwakilan
setiap unit didapatkan hasil bahwa pada dasarnya para pegawai sudah cukup baik
di dalam melaksanakan pola layanan prima (service excellence). Berikut ini
merupakan hasil observasi evaluasi tingkat perilaku pegawai terhadap enam aspek
dasar layanan prima.
1. Pada umumnya, penampilan pegawai terlihat cukup baik mulai dari saat awal
mereka memulai pekerjaan hingga akhir menyelesaikan pekerjaan mereka.
Para pegawai sadar bahwa penampilan faktor paling mendasar yang harus
dipersiapkan ketika sebelum melayani pasien/ pengunjung rumah sakit karena
menurut mereka dari faktor penampilan dapat merepresentatifkan citra rumah
sakit yang baik di depan para pelanggan rumah sakit.
2. Sikap yang ditunjukkan pegawai pada saat melayani pasien/ pengunjung rumah
sakit sudah sangat baik. Namun, hal ini berbanding jika pengamatan dilakukan
pada saat waktu kunjungan terpadat, dimana para pegawai terlihat kerepotan
melayani banyaknya pasien sedangkan jumlah pegawai yang melayani hanya
terbatas. Selain itu, beragamnya karakteristik pelanggan dan banyaknya
tuntutan ingin dilayani secara cepat oleh pegawai secara langsung dapat
berdampak pada sikap pegawai itu sendiri dalam melayani beragamnya pasien.
3. Komunikasi verbal yang diterapkan oleh pegawai sudah cukup baik dan sesuai
dengan indikator atau aspek-aspek komunikasi verbal yang ada di dalam
Service Excellence. Untuk komunikasi non-verbal juga sudah diterapkan
pegawai dengan sangat baik ketika berhadapan melayani pasien/ pengunjung
rumah sakit secara langsung. Mulai dari ekspresi mata, mulut, dan ekpresi
kepala terkoordinasi dengan baik sehingga menciptakan komunikasi non-
verbal yang baik.
4. Untuk aspek perhatian pegawai pada saat melayani pasien/ pengunjung rumah
sakit, sudah dilakukan pegawai dengan baik. Namun, pada saat melayani
pasien/ pengunjung rumah sakit, pandangan pegawai tidak selalu tertuju
kepada orang yang dilayani. Selain itu, karena banyaknya pasien yang dilayani,
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
terkadang para pegawai tidak mendengarkan secara baik-baik apa yang
dikatakan pasien/ pengunjung dan cenderung langsung menanyakan kebutuhan
mereka.
5. Tindakan yang sudah dilakukan pegawai dalam memberikan pelayanan prima
sudah tercermin dengan cukup baik yang dapat dilihat dari kesigapan mereka
di dalam melayani kebutuhan pelanggan.
6. Kemampuan yang dimiliki pegawai juga sudah cukup baik di dalam
menerapkan budaya layanan prima. Hanya saja untuk segi kecepatan waktu
dan ketepatan waktu di dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit masih
terdapat kekurangan. Hal ini karena RSJPD Harapan Kita sebagai pusat
rujukan nasional untuk penyakit jantung dikunjungi oleh banyaknya pasien
yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia setiap harinya sedangkan jumlah
personel yang ada terbatas jumlahnya sehingga berdampak pada lamanya
waktu pemberian layanan untuk melayani sejumlah pasien

6.4.2.4 Evaluasi pada Tingkat Hasil (Result Level)
Pada variabel tingkat hasil, terdapat 11 butir pernyataan yang diajukan
oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden mengenai
keberhasilan program pelatihan Service Excellence dari sudut pandang organisasi
yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja/ kompetensi peserta
pelatihan. Adapun distribusi frekuensi dari jawaban responden mengenai
keberhasilan program pelatihan Service Excellence ditunjukkan pada tabel 6.7
berikut ini.
Tabel 6.7 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Tingkat Hasil
Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
No Pernyataan
STS TS S SS
N % N % N % n %
1 Hasil pekerjaan yang dilaksanakan
senantiasa tercapai sesuai dengan kualitas
yang diinginkan
0 0% 1 2% 36 72% 13 26%
2 Kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan
responden pada umumnya tercapai sesuai
yang diinginkan oleh organisasi rumah
sakit dan juga pasien/ pengunjung RS
0 0% 0 0% 38 76% 12 24%
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No Pernyataan
STS TS S SS
N % N % N % n %
3 Pujian dan penghargaan yang dilakukan
atasan kepada responden atas hasil
pekerjaan responden akan mendorong
produktivitas
0 0% 2 4% 31 62% 17 34%
4 Dalam melaksanakan tugas, responden
senang meningkatkan hasil kerja
responden untuk kepentingan organisasi
rumah sakit
0 0% 1 2% 32 64% 17 34%
5 Terhadap hasil pekerjaan yang telah
dilakukan, responden selalu memperbaiki
hasil kerja responden
0 0% 1 2% 35 70% 14 28%
6 Responden selalu menyelesaikan
pekerjaan yang lebih cepat dari waktu
yang ditentukan
0 0% 8 16% 34 68% 8 16%
7 Dengan dipahaminya setiap pekerjaan
yang baik dan unggul akan mendukung
peningkatan produktivitas
0 0% 0 0% 30 60% 20 40%
8 Pada waktu jam istirahat, responden
senang memanfaatkan waktu untuk
mengerjakan pekerjaan yang harus
diselesaikan
0 0% 9 18% 33 66% 8 16%

Berdasarkan tabel 6.7 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana
sebagian besar responden cenderung menyatakan setuju terhadap pernyataan
variabel tingkat hasil, yaitu mengenai keberhasilan program pelatihan Service
Excellence dari sudut pandang organisasi yang disebabkan karena adanya
peningkatan kinerja/ kompetensi peserta pelatihan. Persentase terbesar terdapat
pada pernyataan nomor 2 yang berbunyi Kualitas hasil pekerjaan yang
dikerjakan responden pada umumnya tercapai sesuai yang diinginkan oleh
organisasi rumah sakit dan juga pasien/ pengunjung rumah sakit, yaitu sebesar
76%. Selain itu dari hasil distribusi jawaban responden juga didapatkan persentase
sebesar 72% yang menyatakan bahwa hasil pekerjaan yang dilaksanakan
senantiasa tercapai sesuai dengan kualitas yang diinginkan. Di sisi lain, terdapat
kecenderungan responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemanfaatan
waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana yang terlihat pada
pernyataan nomor 8 yang berbunyi Pada waktu jam istirahat, responden senang
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
memanfaatkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang harus diselesaikan
dengan perolehan angka sebesar 18% yaitu 9 orang responden yang menyatakan
tidak setuju terhadap pernyataan tersebut.
Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel tingkat
hasil ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu keberhasilan
program pelatihan buruk dan keberhasilan program baik. Pengkategorian ini
dilakukan dengan menggunakan nilai median, yaitu 25 sebagai nilai cut off point
karena distribusi data pada variabel tingkat hasil ini terdistribusi secara tidak
normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 25, maka termasuk dalam kategori
keberhasilan program pelatihan buruk dan apabila bobot nilai yang diperoleh
25, maka termasuk dalam kategori keberhasilan program pelatihan baik. Berikut
ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden terhadap variabel tingkat
hasil.


Gambar 6.4 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Tingkat
Hasil Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012

Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian
variabel tingkat hasil yaitu keberhasilan program pelatihan Service Excellence
dari sudut pandang organisasi yang disebabkan karena adanya peningkatan
kinerja/ kompetensi peserta pelatihan menurut penilaian responden memberikan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
hasil yang positif dengan kategori keberhasilan program pelatihan baik sebesar
52%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberhasilan program pelatihan
Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
cukup berdampak pada peningkatan kinerja serta kompetensi.

6.4.2.5 Efektivitas Pelatihan
Pada variabel efektivitas pelatihan, terdapat 14 butir pernyataan yang
diajukan oleh peneliti kepada responden untuk mengetahui pendapat responden
mengenai persepsi mereka terhadap keefektifan program pelatihan Service
Excellence dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja.
Adapun distribusi frekuensi dari jawaban responden mengenai efektivitas program
pelatihan Service Excellence ditunjukkan pada tabel 6.8 berikut ini.
Tabel 6.8 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Efektivitas
Pelatihan Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012
No Pernyataan
STS TS S SS
N % N % N % n %
1 Pengetahuan Responden terhadap tugas
dan pekerjaan meningkat setelah
mengikuti pelatihan
0 0% 0 0% 41 82% 9 18%
2 Pengetahuan Responden mengenai dasar-
dasar pelayanan di rumah sakit
meningkat setelah mengikuti pelatihan
0 0% 1 2% 42 84% 7 14%
3 Pengetahuan Responden mengenai
dimensi dan konsep layanan prima
meningkat setelah mengikuti pelatihan
sehingga mampu menerapkan pemberian
layanan prima dengan baik
0 0% 2 4% 42 84% 6 12%
4 Pengetahuan Responden dalam
mengenali kebutuhan , keinginan, dan
harapan pasien meningkat setelah
mengikuti pelatihan
0 0% 1 2% 43 86% 6 12%
5 Pengetahuan Responden meningkat
dalam menangani keluhan dan
kemarahan pasien/pengunjung rumah
sakit secara langsung (face to face)
maupun via telepon setelah mengikuti
pelatihan
0 0% 3 6% 36 72% 11 22%

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No Pernyataan
STS TS S SS
N % N % N % n %
6 Kecepatan waktu Responden dalam
melayani pasien meningkat pasca
pelatihan
0 0% 3 6% 43 86% 4 8%
7 Kesigapan Responden dalam melayani
pasien meningkat pasca pelatihan
0 0% 2 4% 40 80% 8 16%
8 Responden mampu menangani keluhan
pasien/ pengunjung rumah sakit secara
langsung (face to face) maupun via
telepon setelah mengikuti pelatihan
0 0% 2 4% 41 82% 7 14%
9 Responden tidak mengalami kesulitan
dalam melaksanakan pekerjaan
Responden dalam melayani pasien/
pengunjung rumah sakit pasca pelatihan
0 0% 5 10% 26 72% 9 18%
10 Responden mampu berpenampilan rapih
saat menghadapi pasien/ pengunjung
rumah sakit pasca pelatihan
0 0% 3 6% 37 74% 10 20%
11 Responden mampu bersikap ramah,
selalu tersenyum, dan memberikan salam
terhadap semua pasien/ pengunjung
rumah sakit pasca pelatihan
0 0% 3 6% 33 66% 14 28%
12 Responden mampu bersikap tenang dan
ramah dalam menangani pasien/
pengunjung yang marah-marah
terhadapnya
0 0% 2 4% 38 76% 10 20%
13 Responden mampu bersikap sopan dan
santun dalam melayani pasien/
pengunjung rumah sakit
0 0% 0 0% 38 76% 12 24%
14 Responden menyampaikan informasi
kepada pasien dengan baik,
menggunakan intonasi yang sesuai, dan
tidak terlalu cepat dalam berbicara
0 0% 1 2% 34 68% 15 30%

Berdasarkan tabel 6.8 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana
sebagian besar responden cenderung menyatakan setuju terhadap pernyataan
variabel efektivitas pelatihan, yaitu mengenai persepsi mereka terhadap
keefektifan program pelatihan Service Excellence dalam meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Persentase terbesar terdapat pada
pernyataan nomor 4 dan nomor 6 yang masing-masing berbunyi Pengetahuan
responden dalam mengenali kebutuhan , keinginan, dan harapan pasien meningkat
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
setelah mengikuti pelatihan dan Kecepatan waktu responden dalam melayani
pasien meningkat pasca pelatihan, yaitu sebesar 86%. Selain itu, dari distribusi
jawaban responden juga didapatkan persentase sebesar 82% pada pernyataan
nomor 8, yaitu Responden mampu menangani keluhan pasien/ pengunjung
rumah sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon setelah mengikuti
pelatihan. Di sisi lain, responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap salah
satu pernyataan yang diajukan peneliti sebagaimana yang terlihat pada pernyataan
nomor 9 yang berbunyi Responden tidak mengalami kesulitan dalam
melaksanakan pekerjaan Responden dalam melayani pasien/ pengunjung rumah
sakit pasca pelatihan dengan perolehan angka sebesar 10% yaitu 5 orang
responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut.
Untuk menentukan distribusi frekuensi responden pada variabel efektivitas
pelatihan ini, peneliti mengkategorikan data menjadi 2 kategori, yaitu efektivitas
program pelatihan rendah dan efektivitas program pelatihan tinggi.
Pengkategorian ini dilakukan dengan menggunakan nilai median, yaitu 42 sebagai
nilai cut off point karena distribusi data pada variabel efektivitas pelatihan ini
terdistribusi secara tidak normal. Apabila bobot nilai yang diperoleh < 42, maka
termasuk dalam kategori efektivitas program pelatihan rendah dan apabila bobot
nilai yang diperoleh 42, maka termasuk dalam kategori efektivitas program
pelatihan tinggi. Berikut ini adalah diagram pie distribusi frekuensi responden
terhadap variabel efektivitas pelatihan.


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

Gambar 6.5 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Variabel Efektivitas
Pelatihan Pada Pegawai RSJPD Harapan Kita Tahun 2012

Berdasarkan diagram pie di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian
variabel efektivitas pelatihan yaitu keefektifan program pelatihan Service
Excellence dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja
menurut penilaian responden memberikan hasil yang positif dengan kategori
efektivitas program pelatihan tinggi sebesar 84%. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan program pelatihan Service Excellence di RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta sangat efektif dalam meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pegawai pasca pelatihan.

6.4.3 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi terhadap Variabel Evaluasi Pelatihan
pada Tingkat Reaksi, Tingkat Pembelajaran, Tingkat Perilaku, Tingkat
Hasil, dan Efektivitas Pelatihan
Penelitian ini mencatat hasil pengukuran numerik mengenai persepsi
responden terhadap kelima variabel penelitian yang akan diteliti. Setelah pada
subbab sebelumnya dipaparkan secara lengkap, berikut ini rekapitulasi distribusi
frekuensi gambaran persepsi responden terhadap variabel tingkat reaksi, tingkat
pembelajaran, tingkat perilaku, tingkat hasil, dan efektivitas pelatihan.

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Tabel 6.9 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Persepsi Responden terhadap
Variabel Tingkat Reaksi, Tingkat Pembelajaran, Tingkat Perilaku, Tingkat
Hasil, dan Efektivitas Pelatihan
No. Variabel Kategori
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Variabel Independen
1 Tingkat
Reaksi
Kepuasan Tinggi
Kepuasan Rendah
45
5
90%
10%
2 Tingkat
Pembelajaran
Pembelajaran Baik
Pembelajaran Buruk
29
21
58%
42%
3 Tingkat
Perilaku
Implementasi Perilaku Baik
Implementasi Perilaku Buruk
14
16
46,7%
53,3%
4 Tingkat
Hasil
Keberhasilan Program Baik
Keberhasilan Program Buruk
26
24
52%
48%
Variabel Dependen
5 Efektivitas
Pelatihan
Efektivitas Pelatihan Tinggi
Efektivitas Pelatihan Rendah
42
8
84%
16%

6.5 Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat ini dilakukan uji hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen, yaitu keempat level evaluasi dengan
efektivitas pelatihan. Berikut ini adalah hasil analisis data penelitian yang
dilakukan dengan uji Chi Square mengenai hubungan antara keempat level
evaluasi pelatihan dengan efektivitas pelatihan di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta tahun 2012.

6.5.1 Hubungan antara Evaluasi pada Tingkat Reaksi dengan Efektivitas
Pelatihan
Untuk melihat ada tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel
independen tingkat reaksi dan variabel dependen efektivitas pelatihan, peneliti
melakukan skoring pengkategorian pada kedua variabel tersebut. Perolehan
kategori dari masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan analisis
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
hubungan menggunakan uji Chi Square. Adapun hasil perhitungan statistik
dengan uji Chi Square dari variabel tingkat reaksi dengan efektivitas pelatihan
ditunjukkan pada tabel 6.10 berikut ini.
Tabel 6.10 Hasil Uji Chi SquareHubungan antara Tingkat Reaksi dengan
Efektivitas Pelatihan
Variabel
Efektivitas Pelatihan
Jumlah P-value
Rendah Tinggi
Tingkat
Reaksi
Kepuasan Rendah n
%
0
0%
5
100%
5
100%
0,577
Kepuasan Tinggi n
%
8
17,8%
37
82,2%
45
100%
Jumlah
n
%
8
16%
42
84%
50
100%

Tabel 6.10 menunjukkan hasil analisis hubungan antara tingkat reaksi
dengan efektivitas pelatihan dengan menggunakan uji Chi Square. Dari tabel di
atas dapat diketahui tidak ditemukan responden (0%) yang tingkat kepuasan
terhadap program pelatihan rendah memiliki efektivitas pelatihan yang rendah
pula. Di samping itu, sebanyak 37 responden (82,2%) menyatakan tingkat
kepuasan mereka terhadap program pelatihan tinggi juga memiliki efektivitas
pelatihan Service Excellence yang tinggi dimana program pelatihan Service
Excellence efektif membawa perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
kerja mereka tinggi. Setelah dilakukan uji Chi Square diperoleh nilai p-value
sebesar 0,577. Hasil ini menunjukkan bahwa p> ( =0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat reaksi dengan efektivitas Program
Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.


6.5.2 Hubungan antara Evaluasi pada Tingkat Pembelajaran dengan
Efektivitas Pelatihan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Untuk melihat ada tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel
independen tingkat pembelajaran dan variabel dependen efektivitas pelatihan,
peneliti melakukan skoring pengkategorian pada kedua variabel tersebut.
Perolehan kategori dari masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan
analisis hubungan menggunakan uji Chi Square. Adapun hasil perhitungan
statistik dengan uji Chi Square dari variabel tingkat pembelajaran dengan
efektivitas pelatihan ditunjukkan pada tabel 6.11 berikut ini.
Tabel 6.11 Hasil Uji Chi SquareHubungan antara Tingkat Pembelajaran
dengan Efektivitas Pelatihan
Variabel
Efektivitas Pelatihan
Jumlah P-value
Rendah Tinggi
Tingkat
Pembelajaran
Pembelajaran
Buruk
n
%
2
9,5%
19
90,5%
21
100%
0,441
Pembelajaran
Baik
n
%
6
17,8%
23
82,2%
29
100%
Jumlah
n
%
8
16%
42
84%
50
100%

Tabel 6.11 menunjukkan hasil analisis hubungan antara tingkat
pembelajaran dengan efektivitas pelatihan dengan menggunakan uji Chi Square.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 2 responden (9,5%) yang
tingkat pembelajaran/pemahaman terhadap materi program pelatihan buruk
memiliki efektivitas pelatihan yang rendah pula. Di samping itu, sebanyak 23
responden (82,2%) menunjukkan bahwa tingkat pembelajaran/pemahaman
terhadap materi program pelatihan baik juga memiliki efektivitas pelatihan
Service Excellence yang tinggi dimana program pelatihan Service Excellence
efektif membawa perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja mereka
tinggi. Setelah dilakukan uji Chi Square diperoleh nilai p-value sebesar 0,441.
Hasil ini menunjukkan bahwa p> ( =0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pembelajaran dengan efektivitas Program Pelatihan Service
Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

6.5.3 Hubungan antara Evaluasi pada Tingkat Perilaku dengan Efektivitas
Pelatihan
Untuk melihat ada tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel
independen tingkat perilaku dan variabel dependen efektivitas pelatihan, peneliti
melakukan skoring pengkategorian pada kedua variabel tersebut. Perolehan
kategori dari masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan analisis
hubungan menggunakan uji Chi Square. Adapun hasil perhitungan statistik
dengan uji Chi Square dari variabel tingkat perilaku dengan efektivitas pelatihan
ditunjukkan pada tabel 6.12 berikut ini.
Tabel 6.12 Hasil Uji Chi SquareHubungan antara Tingkat Perilaku dengan
Efektivitas Pelatihan
Variabel
Efektivitas Pelatihan
Jumlah P-value
Rendah Tinggi
Tingkat
Perilaku
Implementasi
Perilaku Buruk
n
%
4
25%
12
75%
16
100%
0,336
Implementasi
Perilaku Baik
n
%
1
7,1%
13
92,9%
14
100%
Jumlah
n
%
5
16,7%
25
83,3%
30
100%

Tabel 6.12 menunjukkan hasil analisis hubungan antara tingkat perilaku
dengan efektivitas pelatihan dengan menggunakan uji Chi Square. Dari tabel di
atas dapat diketahui bahwa sebanyak 4 responden (25%) yang menyatakan bahwa
implementasi perilaku mengenai Service Excellence buruk memiliki efektivitas
pelatihan yang rendah pula. Di samping itu, sebanyak 13 responden (92,9%)
menunjukkan bahwa implementasi perilaku mengenai Service Excellence baik
juga memiliki efektivitas pelatihan Service Excellence yang tinggi dimana
program pelatihan Service Excellence efektif membawa perubahan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja mereka tinggi. Setelah dilakukan uji Chi Square
diperoleh nilai p-value sebesar 0,336. Hasil ini menunjukkan bahwa p> ( =0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat perilaku dengan efektivitas
Program Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita.

6.5.4 Hubungan antara Evaluasi pada Tingkat Hasil dengan Efektivitas
Pelatihan
Untuk melihat ada tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel
independen tingkat hasil dan variabel dependen efektivitas pelatihan, peneliti
melakukan skoring pengkategorian pada kedua variabel tersebut. Perolehan
kategori dari masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan analisis
hubungan menggunakan uji Chi Square. Adapun hasil perhitungan statistik
dengan uji Chi Square dari variabel tingkat hasil dengan efektivitas pelatihan
ditunjukkan pada tabel 6.13 berikut ini.
Tabel 6.13 Hasil Uji Chi SquareHubungan antara Tingkat Hasil dengan
Efektivitas Pelatihan
Variabel
Efektivitas Pelatihan
Jumlah P-value
Rendah Tinggi
Tingkat
Hasil
Keberhasilan
Program Buruk
n
%
7
29,2%
17
70,8%
24
100%
0,021
Keberhasilan
Program Baik
n
%
1
3,8%
25
96,2%
26
100%
Jumlah
n
%
8
16%
42
84%
50
100%

Tabel di atas menunjukkan hasil analisis hubungan antara tingkat hasil
dengan efektivitas pelatihan dengan menggunakan uji Chi Square. Dari tabel di
atas dapat diketahui bahwa sebanyak 7 responden (29,2%) yang menyatakan
bahwa keberhasilan program pelatihan Service Excellence buruk memiliki
efektivitas pelatihan yang rendah pula. Di samping itu, sebanyak 25 responden
(96,2%) menunjukkan bahwa keberhasilan program pelatihan Service Excellence
baik juga memiliki efektivitas pelatihan Service Excellence yang tinggi dimana
program pelatihan Service Excellence efektif membawa perubahan pengetahuan,
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
keterampilan, dan sikap kerja mereka tinggi. Setelah dilakukan uji Chi Square
diperoleh nilai p-value sebesar 0,021. Hasil ini menunjukkan bahwa p< ( =0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan atau ada
hubungan yang signifikan antara tingkat hasil dengan efektivitas Program
Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR=10,294 yang dapat diartikan bahwa
jika keberhasilan program Pelatihan Service Excellence terhadap peningkatan
kinerja/ kompetensi begawai buruk maka memiliki risiko 10,924 kali untuk
memberikan hasil efektivitas pelatihan yang rendah dimana program pelatihan
Service Excellence belum sepenuhnya efektif membawa perubahan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja pegawai di RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita.

6.5.5 Rekapitulasi Hubungan Variabel Evaluasi pada Tingkat Reaksi,
Pembelajaran, Perilaku, dan Hasil terhadap Efektivitas Program Pelatihan
Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta Tahun 2012
Berikut ini merupakan rekapitulasi distribusi keseluruhan analisis bivariat,
yakni uji Chi Square seluruh variabel independen dengan variabel dependen
mengenai evaluasi efektivitas Program Pelatihan Service Excellence di RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2012.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Tabel 6.14 Rekapitulasi Hubungan Variabel Independen dengan Dependen
No Variabel P Value Hubungan
1 Tingkat Reaksi dengan
Efektivitas Pelatihan
0,577 Tidak Ada Hubungan
2 Tingkat Pembelajaran dengan
Efektivitas Pelatihan
0,441 Tidak Ada Hubungan
3 Tingkat Perilaku dengan
Efektivitas Pelatihan
0,336 Tidak Ada Hubungan
4 Tingkat Hasil dengan
Efektivitas Pelatihan
0,021 Ada Hubungan

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hasil analisis bivariat
dengan uji Chi Square memperlihatkan hanya satu variabel independen yang
berhubungan dengan variabel dependen, yaitu pada variabel tingkat hasil dengan
efektivitas pelatihan. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value yang diperoleh kurang
dari nilai ( =0,05) yaitu sebesar 0,021 sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan atau ada hubungan yang signifikan antara
evaluasi pada tingkat hasil dengan efektivitas Program Pelatihan Service
Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB VII
PEMBAHASAN

7.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian ini terdapat beberapa
keterbatasan yang ditemukan selama mengadakan penelitian di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Beberapa keterbatasan tersebut adalah
sebagai berikut.
Dalam proses pelaksanaan penelitian ini, kuesioner penelitian dibagikan
secara langsung kepada responden pegawai yang ada di ruangan sesuai dengan
daftar nama peserta Pelatihan Service Excellence, untuk yang sedang tidak ada di
ruangan dititipkan pada penanggungjawab setiap bagian maupun bidang yang
telah ditunjuk Kepala Bagian atau Bidang terkait saat peneliti melakukan
perizinan sekaligus menyepakati berapa hari kuesioner harus ditinggal untuk
kemudian diambil kembali oleh peneliti. Kuesioner penelitian yang dibagikan
harus ditinggal karena para responden tidak bisa segera langsung mengisi jawaban
kuesioner karena kesibukan pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun
sebelumnya, peneliti menyampaikan maksud tujuan penelitian ini kepada Kepala
Bagian/ atasan langsung terlebih dahulu dan memberikan petunjuk mengenai
bagaimana pengisian kuesioner sehingga nantinya pihak atasan akan
menyampaikan langsung kepada responden yang akan mengisi kuesioner.
Perbandingan antara pengisian kuesioner yang diisi secara langsung oleh pegawai
pada saat didampingi oleh peneliti dengan yang tidak didampingi peneliti sebesar
19:31, dimana dengan proporsi tersebut mempengaruhi kualitas hasil penelitian
yang didapatkan.
Hal di atas menjadi kekurangan penelitian ini karena dalam pengisian
kuesioner oleh responden (dalam kondisi tidak diawasi peneliti) terdapat
kemungkinan sebagian responden membaca kuesioner dengan kurang serius
sehingga responden kurang memahami maksud setiap pertanyaan kemudian
mempengaruhi jawaban yang diberikan oleh responden. Kekurangan lain adalah
terdapat indikasi bias yakni responden sengaja memilih alternatif jawaban yang
terbaik yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
sehingga data yang diperoleh menjadi bias. Hal tersebut dapat disebabkan karena
adanya rasa takut dan khawatir jawaban yang diberikan responden akan
mempengaruhi penilaian kinerja oleh atasannya dan berdampak pada citranya
sebagai pegawai di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita walaupun
peneliti telah berusaha meyakinkan bahwa kerahasiaan jawaban responden akan
tetap terjaga. Namun, hal ini diatasi dengan membandingkan antara hasil yang
didapat dengan observasi peneliti disertai wawancara tidak terstruktur ketika saat
penelitian berlangsung.
Selain itu, keterbatasan dalam penelitian ini adalah rentang waktu antara
pelatihan dengan evaluasi terlalu lama karena evaluasi efektivitas pelatihan
dilakukan pada awal tahun 2012 sementara Pelatihan Service Excellence diadakan
pada tahun 2010. Padahal untuk mengukur efektivitas pelatihan menurut
Satriono,dkk (2007) dilakukan setahun setelah dilaksanakannya pelatihan. Hal ini
dikarenakan proses birokrasi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang
panjang yang harus dihadapi oleh peneliti sehingga baru dapat dilaksanakan
penelitiannya pada awal tahun 2012. Lamanya rentang waktu antara pelatihan dan
evaluasi efektivitas menyebabkan jawaban responden pada variabel Tingkat
Reaksi menjadi agak bias karena para pegawai rumah sakit kurang mengingat
jalannya pelatihan. Namun, hal ini peneliti atasi dengan wawancara tidak
terstruktur dengan pihak Divisi Pendidikan dan Pelatihan serta menelusuri data
sekunder mengenai Laporan Pelaksanaan Pelatihan Service Excellence.

7.2 Pembahasan Hasil Penelitian
7.2.1 Evaluasi Tingkat Reaksi dan Efektivitas Pelatihan
Evaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan
peserta (customer satisfaction) (Kirkpatrick, 2005). Pada dasarnya, evaluasi
pelatihan pada tingkat reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta
terhadap program pelatihan yang diikuti berdasarkan persepsi dan apa yang
dirasakan oleh peserta (Satriono, dkk, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner kepada 50 responden pegawai yang juga merupakan peserta Pelatihan
Service Excellence, diketahui bahwa tingkat reaksi (reaction) yaitu kepuasan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
pegawai terhadap program pelatihan Service Excellence menurut penilaian
responden memberikan hasil yang positif dengan kategori tingkat kepuasan tinggi
sebesar 90%. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa hampir semua peserta
pelatihan Service Excellence merasa puas terhadap penyelenggaraan program
pelatihan, mulai dari materi pelatihan, fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas
pendukung. Program pelatihan dianggap efektif apabila proses pelatihan dirasa
menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik
termotivasi untuk belajar dan berlatih. Peserta pelatihan akan termotivasi apabila
proses pelatihan berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan
memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya, apabila
peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka
tidak akan termotivasi untuk mengikuti proram pelatihan lebih lanjut. Menurut
Center Partner dalam Aman (2009) dalam artikelnya yang berjudul Implementing
the Kirkpatrick Evaluation Model Plus mengatakan bahwa the interest, attention
and motivation of the participants are critical to the success of any training
program. People learn better when they react positively to the learning
environment. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa keberhasilan proses
kegiatan pelatihan tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta
pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pelatihan. Orang akan belajar lebih
baik manakala mereka memberikan reaksi positif terhadap lingkungan belajar.
Di samping itu, berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan Kepala
UPF Rekam Medis yang juga merupakan salah satu peserta yang mengikuti
Pelatihan Service Excellence menyatakan bahwa memang pada umumnya hampir
dari seluruh peserta pelatihan puas dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan
Pelatihan Service Excellence. Hal ini dikarenakan mereka tertarik terhadap
penyelenggara/ fasilitator berasal dari pihak luar RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta, yaitu dari tim fasilitator Garuda Indonesia, dimana Garuda
Indonesia merupakan perusahaan ternama yang juga memiliki profesionalitas
yang baik di dalam mengadakan pelatihan (training) bagi perusahaan-perusahaan
di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa peserta pelatihan akan memiliki
interest dan kepuasan yang lebih tinggi apabila penyelenggara/ fasilitator berasal
dari luar pihak rumah sakit karena mereka akan cenderung jenuh apabila
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
fasilitatornya berasal dari dalam rumah sakit sehingga minat pegawai untuk
mengikuti pelatihan terkadang tidak ada. Hal ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Jeeyon Paek (2005) dimana ia juga menyatakan bahwa nilai dan
yang diterima oleh peserta pelatihan akan meningkat jika penyelenggaraannya
diadakan dari pihak eksternal institusi/ organisasi yang bersangkutan.
Jika dilihat secara lebih dalam, dari distribusi frekuensi jawaban responden
atas pertanyaan kuesioner yang diajukan peneliti juga diperoleh persentase sebesar
84% menyatakan bahwa metode pelatihan yang digunakan dalam Pelatihan
Service Excellence sudah tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan.
Dari jawaban responden tersebut dapat dikatakan bahwa metode pelatihan yang
diterapkan dapat membantu peserta dalam memahami materi pembelajaran yang
juga didukung dengan hasil persentase sebesar 80% responden menyatakan bahwa
metode pelatihan yang digunakan mampu dipahami oleh respoden dan
mendukung proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wang & Drewry dalam Rashid (2010) yang menyatakan bahwa keberhasilan
suatu program pelatihan di dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap pegawai tergantung pada isi dan metode pelatihan. Selain itu, metode
pelatihan juga berkontribusi terhadap pencapaian efektivitas pelatihan sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ooi, et al pada tahun 2007. Berdasarkan
penelusuran dari data laporan pelaksanaan Pelatihan Service Excellence dijelaskan
bahwa metode pelatihan yang digunakan untuk pegawai RSJPD Harapan Kita
meliputi ceramah dan tanya jawab, simulasi dan games, presentasi individu, saling
menilai dan role play (bermain peran). Hal ini sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Peraturan Kepala LAN Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan bagi Pengelola Diklat.
Dari rincian distribusi frekuensi jawaban responden atas pertanyaan
kuesioner yang diajukan peneliti juga diperoleh nilai persentase sebesar 6 % atau
hanya sekitar 3 dari 50 responden yang menyatakan bahwa sangat tidak setuju
dengan pernyataan mengenai tersedianya sarana alat bantu/ media pembelajaran,
seperti proyektor/ OHP, laptop, printer. Namun, hal ini tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada di lapangan. Peneliti menelurusi dari data Laporan
Pelaksanaan Pelatihan Service Excellence bahwa sarana alat bantu/ media
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
pembelajaran pada saat pelatihan lengkap untuk menunjang proses pembelajaran.
Alat pembelajaran yang dipakai meliputi white board, laptop, LCD, video
recorder, dan sound system. Dan menurut wawancara tidak terstruktur dengan
peserta pelatihan menyatakan bahwa pihak Garuda Indonesia menyelenggarakan
pelatihan dengan sangat baik, hingga termasuk alat bantu/ media pembelajarannya
sekalipun. Menurut peneliti, adanya 3 orang responden yang menyatakan sangat
tidak setuju disebabkan karena kurang seriusnya mereka dalam mengisi kuesioner
pada saat tidak diawasi oleh peneliti. Selain itu, lamanya waktu rentang evaluasi
efektivitas dengan pelaksanaan pelatihan menyebabkan jawaban responden bias
karena mereka perlu mengingat terlebih dahulu bagaimana proses pelaksanaan
pelatihan pada saat itu.
Berdasarkan hasil analisis bivariat mengenai hubungan tingkat reaksi
(level reaction) dan efektivitas pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan
Uji Chi Square, menunjukkan bahwa nilai p value > 0,05 (p= 0,577). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
reaksi (level reaction) dan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini bertolak belakang dengan teori
Kirkpatrick (2005) dan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini
(2003) dimana keduanya menyatakan bahwa evaluasi pada tingkat reaksi (level
reaction) berhubungan/ memiliki korelasi dengan efektivitas pelatihan. Namun,
Anggraini (2003) menyatakan bahwa walaupun terdapat hubungan, namun
hubungan tersebut tidak bersifat mutlak atau otomatis. Misalnya, reaksi yang baik
belum tentu menyebabkan hasil efektivitas pelatihan yang baik pula. Demikian
juga dengan seorang peserta yang dapat menerima materi pendidikan dan
pelatihan dengan hasil yang sangat baik, belum tentu dapat menerapkan hasil
pendidikan dan pelatihannya di tempat kerja dengan sangat baik pula.
Menurut peneliti, perbedaan hasil penelitian di RS Jantung Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta dengan penelitian sebelumnya dikarenakan masing-
masing peserta pelatihan di rumah sakit ini memiliki karakteristik yang berbeda-
beda. Begitu pula, dengan tingkat reaksi peserta dimana masing-masing peserta
memberikan kepuasan yang berbeda-beda terhadap penyelenggaraan program
Pelatihan Service Excellence. Tingkat kepuasan seseorang dalam menilai suatu hal
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
tergantung dari persepsi, harapan, dan ketertarikan dari orang tersebut
(Yuliarmi,dkk, 2007). Persepsi dan harapan peserta terhadap penyelenggaraan
program pelatihan juga dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan pada saat
mengikuti pelatihan serta membandingkan dengan pengalaman pelatihan
terdahulu yang pernah diikuti. Dengan persepsi, harapan, dan ketertarikan yang
berbeda, menimbulkan penilaian yang berbeda pula yang juga berdampak
langsung pada kepuasan masing-masing peserta sehingga pada akhirnya akan
berujung apakah kepuasan tersebut memberikan reaksi yang positif atau negatif
kembali lagi kepada masing-masing individu itu sendiri.
Selain itu, perbedaan juga dikarenakan bahwa uji statistik yang dilakukan
berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003) menggunakan uji
korelasi sedangkan peneliti menggunakan uji statistik Chi Square karena variabel
dalam penelitian ini bersifat kategorik. Selain itu, lamanya rentang waktu antara
pelaksanaan pelatihan dengan evaluasi efektivitas terutama untuk menilai
bagaimana penyelenggaraan program pelatihan, mulai dari materi pelatihan,
fasilitator, metode pelatihan, dan fasilitas pendukung membuat jawaban
responden menjadi bias.

7.2.2 Evaluasi Tingkat Pembelajaran dan Efektivitas Pelatihan
Konsep belajar menurut Kirkpatrick (2005), learning can be defined as the
extend to which participants change attitudes, improving knowledge, and/or
increase skill as a result of attending the program. Belajar dapat didefinisikan
sebagai perubahan sikap, perbaikan, pengetahuan, dan atau kenaikan keterampilan
peserta setelah selesai mengikuti program pelatihan. Peserta pelatihan dikatakan
telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan
pengetahuan, maupun peningkatan keterampilan (Aman, 2009). Evaluasi pada
tingkat pembelajaran berarti mengukur seberapa jauh dampak program pelatihan
yang diikuti peserta dalam hal peningkatan pengetahuan, keahlian, dan perilaku
mengenai suatu hal yang dipelajari dalam pelatihan (Satriono,dkk, 2007). Dalam
penelitian ini difokuskan pada seberapa jauh pengetahuan peserta dalam
memahami isi materi Pelatihan Service Excellence.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,
dapat dilihat bahwa tingkat pembelajaran (level learning)/ pemahaman peserta
pelatihan terhadap materi pelatihan Service Excellence menurut penilaian
responden memberikan hasil yang positif dengan kategori tingkat pembelajaran
yang cukup baik sebesar 58%. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa lebih
dari setengah dari total jumlah peserta pelatihan Service Excellence mampu
menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti dan paham mengenai materi
pelatihan Service Excellence. Melihat hasil tersebut, pengetahuan peserta dalam
memahami materi layanan prima diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas
kerja dan mengubah tingkah laku guna mendapatkan produktifitas yang tinggi.
Teori behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan oleh
Thorndike dan Skinner (Churohman, 2011), berpendapat bahwa pembelajaran
adalah berkaitan dengan perubahan tingkah laku dimana pengajaran dan
pembelajaran akan mempengaruhi segala perbuatan atau tingkah laku seseorang
sama ada baik atau sebaliknya sehingga dengan demikian tingkah laku seseorang
dapat diperhatikan dan diprediksi apakah mengarah ke hal positif atau negatif.
Untuk mengukur tingkat pembelajaran ini, peneliti menggunakan tes
tertulis yang diberikan kepada peserta pelatihan berisi serangkaian pertanyaan
seputar pelatihan Service Excellence yang diikuti. Peneliti menggunakan
pertanyaan dalam bentuk multiple choice. Dengan demikian diperoleh distribusi
frekuensi jawaban responden terhadap masing-masing pertanyaan. Dari hasil
penelitian, sebesar 82% peserta mampu menjawab pertanyaan dan
mengklasifikasikan aspek pengetahuan ke dalam dimensi layanan prima. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta mampu memahami bahwa aspek pengetahuan
merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki untuk menerapkan pola layanan
prima kepada pasien/ pengunjung rumah sakit. Selain itu, sebesar 80% peserta
juga mampu menjawab dan mengklasifikasikan aspek penampilan (appearance)
ke dalam kategori dimensi layanan prima. Peserta/ responden mampu memahami
bahwa hal paling mendasar yang harus dipersiapkan ketika menghadapi pasien/
pengunjung rumah sakit adalah faktor penampilan. Dalam pelaksanaan pelayanan
prima, sikap yang ditonjolkan oleh pegawai selaku pihak yang melayani harus
mencerminkan gerik dan perangai yang mampu menarik kesenangan pihak yang
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
dilayani. Untuk itu, tentu saja pegawai/ peserta harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk menjadi pribadi yang efektif, yang mampu mengubah diri
dalam menonjolkan sikap yang disenangi orang lain. Dalam hal ini, untuk
menunjang kemampuan dalam memberikan pelayanan, dibutuhkan tingkat
pembelajaran pegawai yang sangat baik untuk mendukung jalannya aktivitas
layanan prima.
Di sisi lain, peneliti mendapatkan distribusi jawaban responden sebesar
72% atau sebanyak 36 dari 50 responden belum mampu menjawab pertanyaan
yang diajukan peneliti mengenai apa sajakah yang termasuk dalam dimensi
Service Excellence (layanan prima) secara lengkap. Barata (2003) sendiri
mengembangkan budaya dimensi layanan prima mencakup aspek A6, yaitu
mengembangkan pelayanan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor Ability
(Kemampuan), Attitude (Sikap), Appearance (Penampilan), Attention (Perhatian),
Action (Tindakan), dan Accountability (Tanggung jawab). Menurut peneliti,
banyaknya responden yang tidak mampu menjawab pertanyaan mengenai dimensi
layanan prima secara lengkap dikarenakan beberapa faktor, di antaranya adalah
lamanya rentang waktu pelatihan dengan penelitian sehingga responden kurang
mengingat dengan baik tentang isi pelatihan layanan prima, kurang seriusnya
responden dalam menjawab pertanyaan kuesioner, serta ketidakpahaman dengan
pilihan jawaban yang menggunakan bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan
kemampuan dan tingkat pendidikan peserta berbeda-beda dalam menjawab
kuesioner yang diajukan peneliti.
Dari hasil analisis bivariat mengenai hubungan tingkat pembelajaran (level
learning) dan efektivitas pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi
Square, menunjukkan bahwa nilai p value > 0,05 (p= 0,441). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pembelajaran (level learning) dan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini tidak sesuai dengan
teori Kirkpatrick (2005) dan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini
(2003) dimana keduanya menyatakan bahwa evaluasi pada tingkat pembelajaran
(level learning) berhubungan/ memiliki korelasi dengan efektivitas pelatihan.
Namun hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Steensma dan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Groeneveld (2010) yang menyatakan bahwa hubungan antara level learning
dengan efektivitas pelatihan tidak saling mendukung. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Steensama, dkk (2010) didapatkan karena teknik pengambilan
sampel tidak dilakukan secara random sehingga setiap sampel tidak memiliki
peluang yang sama untuk menjadi objek dalam penelitian tersebut.
Perbedaan hasil penelitian di RS Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta dengan penelitian sebelumnya ini dikarenakan lamanya rentang waktu
antara pelaksanaan pelatihan dengan evaluasi efektivitas terutama untuk
mengingat materi mengenai dimensi layanan prima (Service Excellence) membuat
jawaban responden menjadi bias. Selain itu, tidak adanya hubungan antara tingkat
pembelajaran dengan efektivitas pelatihan di dalam meningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja disebabkan karena pada umumnya pembelajaran
mengenai layanan prima tidak hanya terpaku dari hasil pelatihan Service
Excellence saja, tetapi juga didapatkan dari sumber lain. Berdasarkan wawancara
tidak terstruktur dengan salah satu peserta pelatihan, pada dasarnya pembelajaran
yang didapatkan untuk mengetahui bagaimana pola pemberian layanan prima
ketika berhadapan dengan pasien/ pengunjung rumah sakit lebih karena adanya
pengalaman, kebiasaan/ rutinitas, serta diskusi dengan rekan seprofesi serta
bimbingan dari atasan. Mereka juga mengakui bahwa ilmu baru yang didapatkan
lebih sering diperoleh dari lapangan ketika mereka menghadapi situasi saat
bertemu dengan pasien dibandingkan apa yang didapatkan di dalam pelatihan. Di
sisi lain, kebiasan atau rutinitas pola kerja para pegawai menyebabkan aplikasi
ilmu tidak sepenuhnya diterapkan dalam pola kerja. Di samping itu, ada faktor
subjektivitas dalam penilaian responden membuat hasil menjadi subjektif
sehingga hasil menjadi bias. Menurut peneliti, semua hal tersebut yang
menyebabkan bahwa antara tingkat pembelajaran di dalam pelatihan tidak
berhubungan di dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja.
Selain itu, Anggraini (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa seorang
peserta yang dapat menerima materi pelajaran pada saat berlangsungnya
pendidikan dan pelatihan dengan hasil yang sangat bagi, belum tentu dapat
menerapkan hasil pendidikan dan pelatihannya di tempat tugas dengan sangat baik
pula.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
7.2.3 Evaluasi Tingkat Perilaku dan Efektivitas Pelatihan
Service Excellence (Pelayanan Prima) adalah pelayanan dengan standar
kualitas tinggi dan selalu mengikuti perkembangan kebutuhan pelanggan setiap
saat secara konsisten dan akurat (handal), berorientasi kepada kepuasan
pelanggan, selalu mengikuti perkembangan standar internasional/ ISO, dan
menerapkan manajemen mutu total (Rahmayanthy, 2010). Pelayanan prima di
rumah sakit sangat dibutuhkan guna memberikan kepuasan kepada pasien dan
pengunjung rumah sakit sehingga pada akhirnya akan berujung pada customer
loyality. Melalui penyelenggaran Pelatihan Service Excellence diharapkan para
pegawai mampu menerapkan budaya layanan prima secara optimal. Akan tetapi,
tidak mudah mengubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Pada
evaluasi tahap perilaku, peneliti akan menganalisis apakah peserta menggunakan
pengetahuan dan kemampuan pelayanan prima mereka dalam bekerja melayani
pasien berdasarkan apa yang mereka peroleh dan pelajari dari Pelatihan Service
Excellence
Pengukuran evaluasi pelatihan di tingkat/ level ketiga ini dilakukan untuk
mengetahui apakah keahlian, pengetahuan, atau sikap yang baru sebagai dampak
dari program-program pelatihan, benar-benar dimanfaatkan dan diaplikasikan di
dalam perilaku kerja sehari-hari (Satriono, dkk, 2007). Tujuan yang ingin dicapai
pada evaluasi tahap ini adalah guna memastikan bahwa pelatihan telah memberi
pengaruh yang positif terhadap pekerjaan mereka. Dalam penelitian ini, untuk
mengukur dan mengevaluasi tingkat perilaku, peneliti menggunakan 6 indikator
dimensi layanan prima sejalan yang dikemukakan Barata (2003) yang juga sesuai
dengan Modul Pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita, yang meliputi Ability (Kemampuan), Attitude (Sikap), Appearance
(Penampilan), Attention (Perhatian), Action (Tindakan), dan Accountability
(Tanggung jawab).
Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya
didapatkan bahwa persentase sebesar 53,3% menunjukkan bahwa implementasi
perilaku pasca pelatihan Service Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait
dengan pemberian layanan prima terhadap pasien yang meliputi kemampuan,
sikap, penampilan, komunikasi, perhatian, dan tindakan menurut penilaian
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
responden memberikan hasil yang negatif dengan kategori implementasi perilaku
pegawai buruk. Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun telah mengikuti pelatihan
Service Excellence, sebagian besar peserta/ pegawai masih belum melaksanakan
konsep pelayanan prima secara optimal.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti secara langsung terhadap
beberapa pegawai yang paling representatif dengan melihat 6 indikator Service
Excellence, ditemukan hasil bahwa sebenarnya para pegawai sudah cukup baik
dalam menerapkan budaya layanan prima ketika melayani pasien/ pengunjung
rumah sakit. Namun, ketika pada waktu jumlah pasien terbanyak, pegawai
memang terkadang terlihat kurang sabar dalam melayani pasien dan kurang cepat
dalam melayani pasien. Hal ini dikarenakan dengan jumlah SDM yang terbatas
sedangkan jumlah pasien/ pengunjung RS yang berkunjung tidak sebanding
sehingga meningkatkan beban kerja yang tinggi yang harus mereka hadapi. Di sisi
lain beragamnya pasien yang menuntut pelayanan secepat mungkin menimbulkan
persepsi yang berbeda mengenai penilaian mereka terhadap pola pemberian
layanan prima yang dilakukan pegawai. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
untuk mengubah perilaku sesuai dengan tujuan pelatihan memang suatu hal yang
tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Untuk itu, dalam hal ini, diperlukan
monitoring dari pihak evaluator diklat yang juga dibantu oleh kepala unit masing-
masing bidang untuk memantau sejauh manakah pengaruh positif pelatihan
membawa dampak terhadap perilaku pegawai di tempat kerja.
Jika melihat distribusi frekuensi responden terhadap setiap jawaban atas
pernyataan kuesioner yang diajukan peneliti, diperoleh persentase sebesar 73,3%
responden menyatakan setuju mengenai keterampilan pegawai di dalam melayani
kebutuhan responden. Hal tersebut menandakan bahwa walaupun dari hasil
kategorisasi yang menyatakan implementasi perilaku pegawai buruk, sebagian
besar pegawai yang juga merupakan peserta pelatihan juga telah memenuhi aspek
Ability (kemampuan) dalam dimensi layanan prima. Kemampuan dalam hal ini
adalah pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk
menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang
kerja yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif mengembangkan
motivasi, dan menggunakan public relations sebagai instrumen dalam membina
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
hubungan ke dalam dan ke luar organisasi/ perusahaan sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Barata (2003) dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar
Pelayanan Prima.
Dari hasil distribusi frekuensi juga diperoleh persentase sebesar 70%
responden menyatakan bahwa pegawai menunjukkan sikap perhatian yang cukup
baik kepada pasien/ pengunjung rumah sakit yaitu dengan cara mereka
mendengarkan secara baik-baik dan bersungguh-sungguh pada saat pasien/
pengunjung rumah sakit membutuhkan informasi. Selain itu, sikap perhatian juga
ditunjukkan pegawai yaitu pada saat apabila pasien/ pengunjung mengalami
kesulitan dalam pencarian informasi yang dibutuhkan, pegawai dengan senang
hati melayani dan berusaha untuk membantu untuk mendapatkan informasi
tersebut. Hasil tersebut menandakan bahwa pada dasarnya para pegawai selaku
pemberi layanan kesehatan memiliki kepedulian penuh terhadap pelanggan baik
yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan
maupun pemahaman atas saran dan kritiknya.
Di sisi lain, dari hasil distribusi frekuensi diperoleh persentase senilai
16,7% menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan bahwa pegawai mampu
bersikap ramah terhadap pasien/ pengunjung rumah sakit walaupun mereka
sedang melayani banyak pengunjung selain responden. Hal ini sesuai dengan hasil
observasi yang dilakukan secara langsung oleh peneliti bahwa tingkat keramahan
pegawai sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, apabila jumlah pasien/
pengunjung rumah sakit yang datang banyak sedangkan jumlah personel yang
melayani terbatas, menimbulkan tingkat stress yang cukup tinggi karena harus
dituntut untuk tetap dapat melayani semua pasien. Hal ini berbanding terbalik
pada saat observasi dilakukan pada waktu jumlah pasien/ pengunjung sedikit,
pegawai akan menunjukkan sikap ramahnya dengan baik pada saat setiap
melayani pasien. Selain itu, berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan
kepala unit pelayanan, sikap ramah pegawai tergantung kepribadian dan
karakteristik masing-masing
Berdasarkan hasil analisis bivariat mengenai hubungan tingkat perilaku
(level behavior) dan efektivitas pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan
Uji Chi Square, menunjukkan bahwa nilai p value > 0,05 (p= 0,336). Hasil
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
perilaku (level behavior) dan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini bertolak belakang
dengan teori Kirkpatrick dan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini
(2003) dimana keduanya menyatakan bahwa evaluasi pada tingkat perilaku (level
behavior) berhubungan/ memiliki korelasi dengan efektivitas pelatihan. Selain itu
hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Steensma dan
Groeneveld (2010) yang menyatakan bahwa hubungan antara level behavior
dengan efektivitas pelatihan saling mendukung.
Perbedaan hasil penelitian di RS Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta dengan penelitian sebelumnya ini dikarenakan bahwa peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja tidak berhubungan dengan perilaku
pegawai pasca pelatihan. Pada umumnya, perilaku kerja pegawai dalam
menerapkan budaya layanan prima ketika menghadapi pasien/ pengunjung rumah
sakit didapatkan karena adanya kebiasaan (habit) dari waktu ke waktu, bukan
hanya karena mendapatkan ilmu dari pelatihan saja. Mereka lebih sering
melakukan pekerjaan yang menjadi rutinitasnya berdasarkan pengalaman dan
bimbingan dari orang lain, baik oleh rekan teman sejawat maupun bimbingan
langsung dari pihak atasan. Selain itu, perilaku kerja mereka disesuaikan dengan
karakteristik pasien di lapangan sehingga terkadang konten materi Pelatihan
Service Excellence tidak diterapkan secara optimal. Hal inilah yang menurut
peneliti membuat antara tingkat perilaku pasca pelatihan tidak memiliki makna
yang signifikan terhadap efektivitas pelatihan, yaitu peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja.
Menurut Freud dalam Winardi (2004) menyatakan bahwa perubahan
perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, untuk mengubah perilaku pegawai pasca
pelatihan, pihak atasan perlu bekerja sama dengan jajaran top management
lainnya untuk lebih mengenali motif-motif atau kebutuhan apa yang diperlukan
para pegawai yang menyebabkan perilaku mereka berubah ke arah yang lebih
positif sehingga peningkatan kinerja yang akan mereka capai sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan organisasi. Misalnya, dengan pemberian penghargaan/
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
reward, peningkatan insentif, serta tunjangan kesejahteraan bagi para pegawai
sehingga mereka akan termotivasi untuk mengubah perilaku.
Di samping itu, diperlukan kegiatan controlling dimana para atasan dari
setiap unit berperan aktif untuk selalu memantau pekerjaan yang dilakukan oleh
pegawai sehingga apabila terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh pegawai,
atasan dapat mengetahuinya secara langsung. Dengan demikian, dampak dari
masalah yang akan ditemukan pada dapat diminimalisasi.

7.2.4 Evaluasi Tingkat Hasil dan Efektivitas Pelatihan
Evaluasi tingkat hasil dalam level keempat ini difokuskan pada hasil akhir
(final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Yang
termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antaranya
adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan
kuantitas, terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turn-over dan kenaikan
keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja
maupun membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi
terhadap impact program (Kirkpatrick, 2005).
Tingkat ini mengukur keberhasilan program pelatihan dari sudut pandang
bisnis dan organisasi. Bagaimana hasil pelatihan berpengaruh terhadap bisnis atau
lingkungan kerja/ bagian yang disebabkan karena adanya peningkatan kinerja
peserta pelatihan. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur tingkat hasil dengan
memfokuskan terhadap peningkatan kinerja yang dicapai oleh pegawai di tempat
kerja pasca diselenggarakannya program Pelatihan Service Excellence.
Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya
dapat dilihat bahwa variabel tingkat hasil yaitu keberhasilan program pelatihan
Service Excellence dari sudut pandang bisnis dan organisasi yang disebabkan
karena adanya peningkatan kinerja/ kompetensi peserta pelatihan menurut
penilaian responden memberikan hasil yang positif dengan kategori keberhasilan
program pelatihan baik sebesar 52%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
keberhasilan program pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta membawa perubahan tingkah laku atau peningkatan
kinerja serta kompetensi. Hal ini membuktikan bahwa tujuan dari pelaksanaan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
program Pelatihan Service Excellence berhasil meningkatkan kinerja dan
produktivitas pegawai yang sesuai dengan harapan, keinginan, dan kebutuhan
organisasi. Hal tersebut juga mengkondisikan sebenarnya bahwa secara umum
hasil peserta pelatihan terhadap penyelenggaraan pelatihan adalah baik.
Hendaknya penilaian positif peserta diklat tersebut tetap dijaga oleh pihak
penyelenggara untuk tetap dipertahankan bila perlu lebih ditingkatkan. Tingkat
hasil ini merupakan akumulasi dari ketiga level sebelumnya dimana mencakup
unsur-unsur yang berkaitan dengan kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan
pelatihan, pemahaman peserta terhadap materi pelatihan, serta implementasi dari
hasil pelatihan di tempat kerja (Steensma,et al., 2010).
Jika melihat distribusi frekuensi responden terhadap jawaban atas
pernyataan yang diajukan peneliti didapatkan persentase sebesar 76% menyatakan
bahwa kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan responden pada umumnya tercapai
sesuai yang diinginkan oleh organisasi rumah sakit dan juga pasien/ pengunjung
rumah sakit. Kualitas hasil pekerjaan yang baik menjadi indikator bahwa tujuan
diselenggarakannya Pelatihan Service Excellence telah tercapai dan bermanfaat
bagi kepentingan serta kebutuhan organisasi.
Di sisi lain, dari hasil distribusi frekuensi responden juga didapatkan
kecenderungan responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemanfaatan
waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan dengan perolehan angka sebesar
18% yaitu 9 orang responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan
tersebut. Hal ini dikarenakan beberapa pegawai memanfaatkan waktu istirahatnya
bukan untuk mengerjakan tugas-tugas yang belum selesai. Namun, jika mereka
dituntut oleh pihak atasan atau unit lain untuk segera menyelesaikan pekerjaan
mereka, mereka baru akan memanfaatkan waktu yang ada bahkan terkadang
mereka tidak istirahat.
Berdasarkan hasil analisis bivariat mengenai hubungan tingkat hasil (level
result) dan efektivitas pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi
Square, menunjukkan bahwa nilai p value < 0,05 (p= 0,021). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat hasil (level
result) dan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta. Hal ini sejalan dengan teori Kirkpatrick dan juga
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2003) dimana keduanya
menyatakan bahwa evaluasi pada tingkat hasil (level result) berhubungan/
memiliki korelasi dengan efektivitas pelatihan. Hal ini juga selaras yang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lumbanraja dan Nizma (2010) menyatakan bahwa
prestasi kerja merupakan dampak yang dihasilkan dari adanya pelatihan.

7.2.5 Efektivitas Pelatihan
Menurut Fuad (2011) efektivitas mengandung arti berorientasi kepada
hasil (tujuan) dan juga berorientasi kepada proses (kemampuan organisasi untuk
beradaptasi dan mempertahankan hidupnya). Jika dikaitkan dengan makna pada
suatu pelatihan yang efektif mengandung arti bahwa kemampuan organisasi
dalam melaksanakan program-programnya yang telah direncanakan secara
sistematis dalam upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai
dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif merupakan
pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat
melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil
yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya,
keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri (Noe, 2002). Kaswan
(2011) juga menyatakan bahwa program pelatihan dikatakan efektif apabila
mampu meningkatkan kinerja, memperbaiki semangat kerja, dan mendongkrak
potensi organisasi.
Dari hasil penelitian didapatkan distribusi jawaban responden yang
menyatakan bahwa sebesar 86% pengetahuan pegawai dalam mengenali
kebutuhan , keinginan, dan harapan pasien meningkat setelah mengikuti pelatihan
serta kecepatan waktu responden dalam melayani pasien meningkat pasca
pelatihan. Selain itu, dari distribusi jawaban responden juga didapatkan persentase
sebesar 82% yang menyatakan bahwa pegawai mampu menangani keluhan
pasien/ pengunjung rumah sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon
setelah mengikuti pelatihan. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya
penyelenggaraan Pelatihan Service Excellence terbukti efektif di dalam
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sikap pegawai pada saat
menerapkan budaya layanan prima terhadap pasien.
Berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan penanggung jawab
pelaksanaan diklat RSJPD Harapan Kita, sebenarnya pengetahuan mengenai
budaya layanan prima sudah didapatkan para pegawai sebelum mereka mengikuti
Pelatihan Service Excellence. Mereka memperoleh pengetahuan tersebut dari
lapangan, ketika secara langsung berhadapan dengan pasien/ pengunjung rumah
sakit. Selain itu adanya bimbingan dari pihak atasan dan diskusi dengan rekan
sejawat berdampak pada adanya peningkatan pengetahuan para pegawai. Adanya
Pelatihan Service Excellence meupakan bentuk penyegaran untuk me-review dan
menambah pengetahuan serta keterampilan mereka terhadap hal-hal yang harus
dilakukan guna terwujudnya budaya layanan prima. Dengan demikian, akumulasi
dari pengetahuan dan keterampilan, sebelum dan sesudah pelatihan meningkat
menjadi satu kesatuan dasar yang harus dimiliki para pegawai untuk mewujudkan
kepuasan pelanggan.
Di sisi lain, dari distribusi jawaban responden juga diperoleh hasil sebesar
10% yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukan
peneliti menganai para pegawai tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan
pekerjaan dalam melayani pasien/ pengunjung rumah sakit pasca pelatihan. Hal
ini menandakan bahwa di dalam menerapkan budaya layanan prima (Service
Excellence) para pegawai masih mengalami beberapa kendala. Hal ini terutama
dikarenakan beragamnya karakteristik dan kebutuhan pasien/ pengunjung rumah
sakit yang harus dilayani serta adanya tuntutan pasien yang ingin dilayani secepat
mungkin. Oleh karena itu, diharapkan para pegawai setelah mengikuti pelatihan
lebih dapat mengenali kebutuhan pasien secara cermat agar dapat melayani
seluruh pelanggan rumah sakit dengan optimal.
Menurut Alvarez, et. al (2004), efektivitas dari suatu pelatihan merupakan
pendekatan teoritikal untuk memahami hasil-hasil yang diperoleh akibat suatu
program pelatihan. Efektivitas pelatihan tidak hanya dilihat dari hasil pelatihan
yang dirasakan bagi individu ataupun organisasi. Efektivitas pelatihan
dipengaruhi oleh proses sebelum diselenggarakannya pelatihan, selama
penyelenggaraan pelatihan hingga sesudah pelatihan dilaksanakan. Dengan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
demikian langkah awal dalam proses penyelenggaraan pelatihan, yaitu analisis
kebutuhan pelatihan, yang merupakan salah satu faktor penting yang memberikan
kontribusi pertama terhadap efektivitas pelatihan (Salas & Cannon-Bowers,2001
dalam Alvarez et.al, 2004). Menurut peneliti, berangkat dari langkah inilah
kemudian baru dapat ditentukan metode pelatihan yang tepat, materi pelatihan,
partisipan, dan sebagainya. Pada akhirnya ketika mengevaluasi pelatihan
diketahui juga apakah tercapai tujuan-tujuan pelatihan serta ada atau tidak
manfaat bagi individu dan organisasi.


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
BAB VIII
KESIMPULAN

8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai evaluasi
efektivitas Pelatihan Service Excellence bagi pegawai di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta tahun 2012, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.
1. Secara umum, gambaran evaluasi pelatihan pada keempat level Model
Krikpatrick yang meliputi tingkat reaksi (level reaction), tingkat
pembelajaran (level learning), tingkat perilaku (level behaviour), dan
tingkat hasil (level result) hampir semuanya menunjukkan hasil yang
cukup baik. Namun, evaluasi pada tingkat perilaku (level behaviour),
menunjukkan bahwa implementasi perilaku pasca Pelatihan Service
Excellence bagi pegawai di tempat kerja terkait dengan pemberian layanan
prima terhadap pasien yang meliputi kemampuan, sikap, penampilan,
komunikasi, perhatian, dan tindakan menurut penilaian responden
memberikan hasil yang negatif dengan kategori implementasi perilaku
yang belum memenuhi standar pelayanan prima.
2. Pada pengukuran efektivitas pelatihan, dapat dapat dilihat bahwa
keefektifan program Pelatihan Service Excellence dalam meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja menurut penilaian responden
memberikan hasil yang positif dengan kategori efektivitas program
pelatihan tinggi sebesar 84%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan program pelatihan Service Excellence di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta sangat efektif dalam meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pegawai pasca pelatihan.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara evaluasi pada tingkat hasil
(level result) dengan efektivitas pelatihan Service Excellence di RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Sedangkan evaluasi
pelatihan pada tingkat reaksi (level reaction), tingkat pembelajaran (level
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
learning), dan tingkat perilaku (level behaviour) tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan variabel efektivitas Pelatihan Service Excellence.

8.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitan yang telah diperoleh, peneliti memberikan
beberapa saran yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan dan perbaikan
untuk pelaksanaan Pelatihan Service Excellence yang akan datang. Adapun saran
yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut.

8.2.1 Bagi Pihak Manajemen RSJPD Harapan Kita
1. Memperjelas jobdescription antara Sub Bagian Organisasi dan
Kepegawaian (SDM) dalam pembagian tugas pokok dan fungsi
manajemen pelatihan pegawai di rumah sakit, terutama terhadap
pelaksanaan evaluasi pelatihan
2. Melakukan evaluasi efektivitas pelatihan secara berkala dan
berkesinambungan oleh unit yang bertanggung jawab terhadap proses
penyelenggaraan pelatihan, dimulai dari evaluasi terhadap penyelenggara,
pelaksana, proses, dan evaluasi hasil pasca pelatihan.
3. Menindaklanjuti hasil evaluasi efektivitas pelatihan guna perbaikan dan
peningkatan penyelenggaraan program pelatihan bagi pegawai melalui
forum rapat evaluasi yang diadakan pasca pelaksanaan pelatihan.
4. Pihak unit yang bertanggung jawab atas evaluasi pelatihan bekerja sama
dengan seluruh kepala unit, baik kepala unit manajemen maupun
pelayanan, untuk melakukan monitoring (pemantauan) terhadap kinerja
pegawai secara berkala dan intensif untuk mengetahui apakah pelatihan
tersebut benar-benar berdampak terhadap peningkatan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan pegawai di tempat kerjanya
5. Pihak manajemen pelayanan membuat standar layanan prima yang baku
sebagai acuan dan disosialisasikan kepada seluruh pegawai yang
berhadapan langsung dengan pasien/ pengunjung rumah sakit.
6. Memberikan penghargaan/ reward kepada pegawai yang melaksanakan
service excellence sehingga mereka termotivasi untuk meningkatkan
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja saat menghadapi pasien/
pengunjung rumah sakit. Pihak manajemen dapat membuat program
employee of the month/ week yaitu pemberian penghargaan kepada
pegawai yang paling baik dalam bekerja serta mampu memberikan
kepuasan kepada pelanggan rumah sakit.

8.2.2 Bagi Peneliti Mendatang
1. Diharapkan peneliti yang akan datang dapat melakukan penelitian
mengenai evaluasi efektivitas pelatihan dengan cara mengukur aspek
pengetahuan, perilaku, dan kinerja pegawai sebelum dan sesudah pelatihan
sehingga perubahan pada ketiga aspek tersebut dapat terlihat lebih jelas..
2. Diharapkan peneliti yang akan datang juga mengukur evaluasi efektivitas
pelatihan dengan menggunakan dua kelompok pembanding, yaitu
membandingkan antara kelompok yang sudah mengikuti pelatihan dengan
kelompok yang belum mengikuti pelatihan.
3. Diharapkan peneliti yang akan datang dapat menghitung Return on
Investment (ROI) yaitu membandingkan benefit pelatihan secara moneter
dengan biaya pelatihan.

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA

Alvarez, Kaye, et al. (2004). An Integrated Model of Training Evaluation and
Effectiveness. Human Resource Development Review, Volume III, pg 385-
416.
Aman. (2009). Kajian Model-model Evaluasi Program Pendidikan. Laporan
Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
Anggraini, Renita. (2003). Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Pelatihan Diklatpim
Tingkat III dengan Pendekatan Kirkpatrick pada Departemen Perindustrian
dan Perdagangan Jakarta. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia.
Atmodiwirio, Soebagio. (2005). Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT Ardadizya
Jaya.
Azhary, M. Emil. (2009). Potret Bisnis Rumah Sakit Indonesia. Economic Review,
No.218.
Barata, Atep Adya. (2003). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Chang, Ya-Hui Elegance. (2010). An Empirical Study of Kirkpatricks Evaluation
Model in The Hospitality Industry. Disertasi. Florida: Florida International
University..
Churohman, Miftah. (2010). Teori Prinsip dan Konsep Pembelajaran.
http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/01/teori-prinsip-dan-konsep
pembelajaran/ (Jumat, 9 Maret 2012).
Detty, Regina, dkk. (2009). Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan Know Your
Customer and Money Laundering di Bank XYZ Bandung. Journal of
Management and Business Review, Volume VI, pg 20-34.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Eseryel, Deniz. (2002). Approaches to Evaluation of Training: Theory &
Practices. Journal of Educational Technology and Society. Volume VII,
Number 4.
Fauzi, Ikka Kartika A.. (2011). Mengelola Pelatihan Partisipatif. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Fuad. (2011). Konsep Pelatihan. http://fuadadman.com/wp-
content/uploads/2009/08/KONSEP-PELATIHAN.doc. (Sabtu, 3 Desember
2012).
Gomes, Faustino Cardoso. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Hamalik, Oemar. (2005). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan
Terpadu: Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Haslinda A. and Mahyuddin, M.Y. (2009). The Effectiveness of Training in The
Public Service. American Journal of Scientific Research, pg 39-51.
Hastono, Sutanto Priyo. (2007). Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM UI.
Hutami, Winda. (2010). Analisis faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Intention to Stay Perawat Pelaksana Rumah Sakit Karya Bhakti Bogor
Thaun 2010. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Kaswan. (2011). Pelatihan dan Pengembangan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Kirkpatrick, Donald L. and James D. Kirkpatrick. (2005). Evaluating Training
Programs. San Fransisco: Berret-Koehler Publisher Inc.
Laporan Tahunan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Tahun 2010.
Lumbanraja, Prihatin dan Cut Nizma. (2010). Pengaruh Pelatihan dan
Karakteristik Pekerjaan terhadap Prestasi Perawat di Badan Pelayanan
Kesehatan RSUD Langsa. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man
/article/viewFile/18172/18057 (Sabtu, 5 Februari 2012).
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Majid, Suharto Abdul. (2011). Customer Service dalam Bisnis Jasa Transportasi.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005). Manajemen Sumber Daya Perusahaan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mardjoeki. (2004). Studi Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia.
Noe, Raymond A. (2002). Employee Training and Development. New York:
McGraww Hill Companies.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ooi, Ai Yee, et al., (2007). The Determinants of Training Effectiveness in
Malaysian Organizations. International Journal of Business Research,
Paek, Jeeyon. (2005). A Study of Training Program Characteristics and Training
Effectiveness Among Organizations Receiving Services From External
Training Providers. Disertasi. Ohio: The Ohio State University.
Peraturan Kepala LAN Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) bagi Pengelola Diklat
(Management of Trainee/ MOT).
Rashid, Kartini Mat and Jusoff, Kamaruzaman. (2010). The Determinants of
Training Effectiveness in Malaysian Organizations. Interdisciplinary
Journal of Contemporary Research in Business, Vol II.
Rahmayanty, Nina. (2010), Manajemen Pelayanan Prima: Mencegah Pembelotan
dan Membangun Customer Loyality. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Satriono, Teguh dan Andree MKP. (2007). How to Measure 5 Levels of Training
Evaluation. Jakarta: Intellectual Capital Publishing.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
Sarwono, Jonathan. (2012). Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Sastradipoera, Komaruddin. (2006). Pengembangan dan Pelatihan, Suatu
Pendekatan Manajemen SDM. Bandung: Penerbit Kappa Sigma.
Simamora, Henry. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Sudjana, D. (2007). Sistem dan Manajemen Pelatihan: Teori dan Aplikasi.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Suyatno. (2010). Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan Masyarakat.
http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2010/05/MENGHITUNG-BESAR-
SAMPEL-PENELITIAN.pdf (Kamis. 24 November 2011).
Steensma, Herman and Karni Groeneveld. (2010). Evaluating a Training Using
the Four Levels Model. Journal of Workplace Learning, Vol 22, pg 319-
331.
Tuapattimain, Evelin Evone. (2007). Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Service
Excellence bagi Pegawai Non-Medis di RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta. Skripsi. Jakarta: Ilmu Administrasi STIA LAN.
Veranike, Wike Nur. (2010). Gambaran Evaluasi Pelatihan Kewaspadaan
Bencana di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2010. Skripsi. Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Widoyoko, Eko Putro. (2009). Evaluasi Program Pelatihan.
http://www.umpwr.ac.id/web/.../Evaluasi%20Program%20Pelatihan.pdf.
(Kamis, 22 Desember 2011).
Winardi, J.. (2004). Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.
Yuliarmi, Ni Nyoman dan Putu Riyasa. (2007). Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan PDAM Kota
Denpasar. Buletin Studi Ekonomi, Vol 12 Nomor 1 Tahun 2007.
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012







LAMPIRAN
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
KUESIONER UNTUK PEGAWAI
RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
JAKARTA TAHUN 2012


Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Bacalah pernyataan dengan teliti sebelum menjawab
2. Jawablah pernyataan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan pendapat pribadi
Saudara
3. Berilah tanda jawaban pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda.

I. BIODATA ANDA
Pertanyaan:
1) Nama* : _________________ (*data dirahasiakan)
2) Jenis Kelamin :
1. Laki-laki 2. Perempuan
3) Usia : ___________ tahun
4) Pendidikan Terakhir:
1. SD 3. SMA 5. Sarjana
2. SMP 4. Diploma 6. PascaSarjana
5) Lama bekerja : _________________ tahun
6) Unit Kerja : _________________
7) Jabatan : _________________
8) Status kepegawaian :
1. Tetap 2. Kontrak

II. EVALUASI PADA TINGKAT REAKSI (REACTI ON LEVEL)
Berilah tanda checklist () pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda
Keterangan Jawaban:
STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju

No. Pernyataan STS TS S SS
4 Fasilitator mampu menjelaskan serta menyajikan materi
secara jelas dan sistematis

5 Fasilitator memiliki wawasan yang luas tentang materi yang
disajikan dan memiliki kemampuan yang baik dalam
menjawab setiap pertanyaan dari responden



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No. Pernyataan STS TS S SS
6 Fasilitator selalu memberikan penguatan atau reinforcement
pada setiap peserta dan mampu memotivasi responden untuk
terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta

8 Metode pelatihan yang digunakan sudah tepat dan sesuai
dengan karakteristik peserta pelatihan

9 Metode pelatihan yang digunakan mampu dipahami oleh
responden dan mendukung proses pembelajaran

10 Terdapat sarana alat bantu/ media pembelajaran, seperti
proyektor/ OHP, laptop, printer

11 Materi pelatihan sesuai dengan harapan dan bermanfaat bagi
responden dalam melaksanakan tugas

12 Fasilitas pelatihan yang tersedia menunjang proses
pembelajaran yang dibutuhkan


III. EVALUASI PADA TINGKAT PEMBELAJARAN (LEARNI NG LEVEL)
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda paling benar
1. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau pengunjung rumah sakit, pegawai
dituntut untuk memahami dasar pelayanan. Dasar pelayanan terpenting yang harus
dipahami ketika berhadapan dengan pelanggan mencakup 3P, yaitu....
a. Penampilan, Pengetahuan, dan Penyampaian
b. Penampilan, Perbaikan, dan Profesionalitas
c. Pengetahuan, Penyampaian, dan Peningkatan
d. Pengetahuan, Penampilan, dan Peningkatan

2. Dari beberapa pernyataan di bawah ini, yang merupakan konteks yang paling sesuai
dengan pelayanan prima (service excellence) di rumah sakit adalah ......
a. Pelayanan yang diberikan oleh pegawai rumah sakit secara optimal guna memberikan
kepuasan dan memberikan kepercayaan kepada pasien
b. Pelayanan yang diberikan oleh pegawai rumah sakit kepada pasien dengan melihat
kebutuhan pasien, harapan pasien, dan keinginan pasien
c. Pelayanan yang dilakukan oleh pegawai rumah sakit secara optimal guna
meningkatkan daya saing dengan rumah sakit lainnya
d. Pelayanan yang diberikan kepada pasien secara maksimal, mulai dari pasien masuk,
menjalani perawatan, hingga pasien sembuh

3. (a). Attention (e). Knowledge and skill
(b). Attitude and behaviour (f). Self Assessment
(c). Self Appearance (g). Customer oriented
(d). Positive Action (h). Good governance
Dari pilihan di atas, manakah yang merupakan dimensi layanan prima (service excellence)
....
a. (a), (c), (d), (e) c. (c), (e), (f), (h)
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
b. (a), (b), (d), (f) d. (e), (f), (g), (h)

4. Penampilan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh pegawai
dalam menghadapi pelanggan. Dalam berpenampilan, pegawai harus memakai pakaian
rapi dan bersih, make up yang tidak terlalu mencolok, tidak ada kancing baju yang lepas,
dan lainnya. Dalam dimensi layanan prima, faktor penampilan termasuk dalam kategori....
a. Good Governance c. Self Appearance
b. Positive Action d. Attitude and behaviour

6. Dalam berkomunikasi, hal-hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah...
a. Kualitas suara c. Intonasi
b. Gerak bibir d. a dan b benar

7. Ketika Anda berkomunikasi melalui media telepon, faktor manakah yang memegang
peranan penting pada saat Anda berbicara dengan lawan bicara anda....
a. Kata-kata yang digunakan c. Penggunaan gaya bahasa
b. Kualitas vokal d. Kecepatan berbicara

8. Dalam berinteraksi, kesan pertama yang terlihat dan dirasakan oleh pelanggan yang perlu
diperhatikan oleh pegawai selaku pemberi layanan dan informasi adalah.....
a. Penampilan c. Penampilan
b. Sikap Tubuh dan Tutur Kata d. Semua Benar

10.Faktor manakah yang dapat menghambat terwujudnya pelayanan prima di
rumah sakit.....
a. Rendahnya kompetensi pegawai
b. Rendahnya kesadaran pegawai dalam melaksanakan layanan prima
c. Karakteristik pelanggan yang sulit ditebak
d. Kurangnya monitoring dari pihak atasan dalam memantau kinerja pegawai

11.Pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang
program layanan prima termasuk dalam dimensi..
a. Ability c. Attention
b. Attitude d. Accountability


IV. EVALUASI PADA TINGKAT HASIL (RESULT LEVEL)
Berilah tanda checklist () pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Hasil pekerjaan yang dilaksanakan senantiasa tercapai sesuai
dengan kualitas yang diinginkan


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No. Pernyataan STS TS S SS
2 Kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan responden pada
umumnya tercapai sesuai yang diinginkan oleh organisasi
rumah sakit dan juga pasien/ pengunjung rumah sakit

5 Pujian dan penghargaan yang dilakukan atasan kepada
responden atas hasil pekerjaan responden akan mendorong
produktivitas

6 Dalam melaksanakan tugas, responden senang meningkatkan
hasil kerja responden untuk kepentingan organisasi rumah sakit

7 Terhadap hasil pekerjaan yang telah dilakukan, responden
selalu memperbaiki hasil kerja responden

8 Responden selalu menyelesaikan pekerjaan yang lebih cepat
dari waktu yang ditentukan

9 Dengan dipahaminya setiap pekerjaan yang baik dan unggul
akan mendukung peningkatan produktivitas

10 Pada waktu jam istirahat, responden senang memanfaatkan
waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang harus diselesaikan



V. EFEKTIVITAS PELATIHAN SERVI CE EXCELLENCE
Berilah tanda checklist () pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Pengetahuan Responden terhadap tugas dan pekerjaan meningkat
setelah mengikuti pelatihan

2 Pengetahuan Responden mengenai dasar-dasar pelayanan di
rumah sakit meningkat setelah mengikuti pelatihan

3 Pengetahuan Responden mengenai dimensi dan konsep layanan
prima meningkat setelah mengikuti pelatihan sehingga mampu
menerapkan pemberian layanan prima dengan baik

4 Pengetahuan Responden dalam mengenali kebutuhan , keinginan,
dan harapan pasien meningkat setelah mengikuti pelatihan

5 Pengetahuan Responden meningkat dalam menangani keluhan dan
kemarahan pasien/pengunjung rumah sakit secara langsung (face
to face) maupun via telepon setelah mengikuti pelatihan

6 Kecepatan waktu Responden dalam melayani pasien meningkat
pasca pelatihan

7 Kesigapan Responden dalam melayani pasien meningkat pasca
pelatihan

8 Responden mampu menangani keluhan pasien/ pengunjung rumah
sakit secara langsung (face to face) maupun via telepon setelah
mengikuti pelatihan


Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No. Pernyataan STS TS S SS
10 Responden tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan
pekerjaan Responden dalam melayani pasien/ pengunjung rumah
sakit pasca pelatihan

11 Responden mampu berpenampilan rapih saat menghadapi pasien/
pengunjung rumah sakit pasca pelatihan

12 Responden mampu bersikap ramah, selalu tersenyum, dan
memberikan salam terhadap semua pasien/ pengunjung rumah
sakit pasca pelatihan

13 Responden mampu bersikap tenang dan ramah dalam menangani
pasien/ pengunjung yang marah-marah terhadapnya

14 Responden mampu bersikap sopan dan santun dalam melayani
pasien/ pengunjung rumah sakit

15 Responden menyampaikan informasi kepada pasien dengan baik,
menggunakan intonasi yang sesuai, dan tidak terlalu cepat dalam
berbicara



Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
KUESIONER UNTUK PASIEN
RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
JAKARTA TAHUN 2012

Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Bacalah pernyataan dengan teliti sebelum menjawab
2. Jawablah pernyataan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan pendapat pribadi
Anda
3. Berilah tanda jawaban pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda.

I. BIODATA RESPONDEN
Pertanyaan:
1) Jenis Kelamin :
1. Laki-laki 2. Perempuan
2) Usia : ___________ tahun
3) Pendidikan Terakhir:
1. SD 3. SMA 5. Sarjana
2. SMP 4. Diploma 6. PascaSarjana
4) Pekerjaan Saat Ini :
1. PNS/TNI 3. Swasta 5. Lainnya, sebutkan........
2. Pensiunan 4. Ibu Rumah Tangga
5) Alasan Memilih Berobat/ Berkunjung ke Rumah Sakit ini:
1. Harga Murah 3.Asuransi/ Jaminan 5. Lainnya, sebutkan........
2. Pelayanan Baik 4. Dekat dengan Rumah


II. EVALUASI PELATIHAN PADA TINGKAT PERILAKU (BEHAVI OUR LEVEL)
Berilah tanda checklist () pada pilihan yang sesuai dengan jawaban Anda
Keterangan Jawaban:
STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju


No. Pernyataan STS TS S SS
2 Penampilan pegawai yang melayani Anda kurang dapat
merepresentatifkan (menggambarkan) citra rumah sakit
yang positif

3 Pegawai mampu bersikap ramah terhadap Anda walaupun
mereka sedang melayani banyak pengunjung selain Anda

4 Sikap yang diberikan pegawai sudah sesuai dengan
harapan dan keinginan Anda

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No. Pernyataan STS TS S SS
6


Cara penyampaian informasi yang dilakukan pegawai
kepada Anda sangat jelas sehingga Anda dapat
memahami informasi yang pegawai sampaikan

8 Menurut Anda, artikulasi, intonasi, dan volume suara
pegawai sangat jelas pada saat melayani Anda sehingga
Anda dapat mendengarnya secara jelas dan mudah
memahami informasi yang diberikan

9 Anda melihat bahwa pegawai menunjukkan sikap
perhatian yang baik kepada Anda sehingga Anda merasa
dihargai dan dihormati

10 Pegawai mendengarkan dengan baik dan bersungguh-
sungguh pada saat Anda membutuhkan informasi

11 Anda melihat bahwa pegawai tanggap dalam mengambil
tindakan untuk memenuhi kebutuhan Anda

12 Pegawai kurang merespon dengan cepat dalam melayani
kebutuhan Anda di saat pegawai sedang melayani banyak
pengunjung selain Anda

13 Apabila Anda mengalami kesulitan dalam pencarian
informasi yang Anda butuhkan, pegawai dengan senang
hati melayani dan berusaha untuk membantu Anda untuk
mendapatkan informasi tersebut

16 Anda melihat bahwa pegawai sangat terampil di dalam
melayani kebutuhan anda


Kritik dan Saran
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
PEDOMAN OBSERVASI (PENGAMATAN)

1. Pengamatan Terkait dengan Pelatihan Service Excellence
No. Pengamatan
Hasil Pengamatan
Ya Tidak Keterangan
1 Silabus Peneliti tidak menemukan data
tertulis mengenai silabus pelatihan.
Hanya saja peneliti, menemukan
content materi yang akan diajarkan
di dalam laporan pelaksanaan
pelatihan yang dibuat oleh Garuda
Indonesia
2 Modul Pelatihan
3 Metode yang Digunakan
a. Ceramah
b. Demonstrasi
c. Role Play
d. Diskusi
e. Kerja Kelompok
f. Studi Kasus
g. FGD
















Dari penelusuran data sekunder
yang bersumber dari laporan
pelaksanaan pelatihan dan
berdasarkan wawancara dengan
pihak penyelenggara Divisi Diklat,
metode pelatihan yang digunakan
adalah ceramah dan tanya jawab,
simulasi dan games, presentasi
individu, saling menilai dan role
play (bermain peran)
4. Ketersediaan ruangan khusus
pelatihan

5. Ketersediaan Sarana:
a. Kursi
b. Meja
c. Lemari Buku
d. AC / Kipas Angin






6. Ketersediaan Alat Bantu
Pelatihan:
a. Komputer/ laptop
b. In focus / LCD
c. OHP
d. Layar OHP
e. Papan Tulis
f. ATK
g. Alat Kesehatan


















Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan peneliti dan didukung
dengan data sekunder, fasilitas
penunjang dan media pembelajaran
yang disediakan sudah sangat
lengkap. Untuk alat kesehatan
memang tidak disediakan, karena
jika ada peserta yang sedang dalam
kondisi tidak fit dapat segera
berobat ke poliklinik khusus
karyawan yang disediakan oleh
pihak RSJPD Harapan Kita
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
2. Pengamatan Terkait dengan Evaluasi pada Tingkat Perilaku (Behaviour Level)
No. Pengamatan
Perwakilan Pegawai dari Unit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Penampilan:
a. Pakaian rapi dan bersih
b. Pakaian tidak ada yang
berlubang
c. Tidak ada kancing pakaian
yang terlepas
d. Rambut rapi dan bersih (bagi
pegawai laki-laki, rambut
tidak menutupi telinga)
e. Kumis dirapikan dan janggut
dicukur/ dirapikan
f. Kuku dan jari-jari tangan
terlihat bersih
g. Make up tidak terlalu
mencolok
h. Tidak menggunakan perhiasan
berlebihan
i. Sepatu bersih




















































































































































































2. Sikap:
a. Senyum
b. Sapa
c. Salam
d. Sikap tubuh tegak
e. Sopan dan hormat
f. Antusiasme
g. Ekspresi wajah hangat









-




-
-






-
-









-
-
-



-








































3. Komunikasi Verbal:
a. Artikulasi
b. Volume suara
c. Intonasi
d. Bahasa formal
e. Tidak memotong pembicaraan
f. Gaya bicara pelan, jelas, dan
tidak monoton
g. Mendengarkan pelanggan
dengan aktif dan seksama





































































































Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No. Pengamatan
Perwakilan Pegawai dari Unit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Komunikasi Non-Verbal (Mimik
Muka):
a. Ekpresi Mata:
- Kontak mata secara
langsung dengan
pelanggan
- Kontak mata disertai
dengan senyuman
- Tatapan mata yang
bersahabat
- Mata tidak berkerut atau
tatapan kosong
b. Ekspresi Mulut:
- Mulut tersenyum
- Bibir tidak rapat
- Mulut tidak terbuka lebar
- Tidak menggigit bibir
c. Ekspresi Kepala:
- Posisi kepala tegak
- Kepala mengangguk
sebagai isyarat
menghormat atau
pesetujuan
- Tidak memegang kepala
dengan tangan






























-

-





























































































-






-












































































































4. Perhatian:
a. Bersikap ramah ketika
menerima pelanggan
b. Menanyakan maksud dan
tujuan pelanggan
c. Memberikan kesempatan
berbicara pada pelanggan
d. Ketika berbicara pandangan
mata tertuju pada pelanggan
e. Mendengarkan dengan baik
dan bersungguh-sungguh
f. Mencatat secara cermat dan
tepat
g. Berusaha memahami
kebutuhan pelanggan








































-

-

























-



-

-

-




















































































Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
No. Pengamatan
Perwakilan Pegawai dari Unit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
h. Menjelaskan informasi secara
rinci dan sistematis
i. Mengusahakan memenuhi
kebutuhan pelanggan




-








-





















5. Tindakan:
a. Sigap dalam menangani
pelanggan yang membutuhkan
informasi
b. Sigap dalam menangani
keluhan pelanggan
c. Sigap dalam menangani
amarah pelanggan

































-














































6. Kemampuan:
a. Mampu menjawab informasi
yang ditanyakan oleh
pelanggan secara singkat dan
jelas
b. Kecepatan waktu dalam
pelayanan
c. Ketepatan waktu dalam
pelayanan
d. Mampu mampu menangani
keluhan dari pasien/
pengunjung rumah sakit
secara langsung (face to face)
e. Mampu menangani
kemarahan pasien/
pengunjung rumah sakit
secara langsung (face to face)






















-

-











-

-


























-

-




























































































Unit yang Diobservasi
1 : Seksi Pelayanan Pelanggan
2 : UPF Farmasi dan Apotik
3 : UPF Patologi Klinik dan Bank Darah
4 : Unit Radiologi dan Pencitraan
5 : Sub Bagian Perbendaharaan
6 : UPF Rekam Medis
7 : UPF Rawat Inap Pav. Sukaman dan Poli Eksekutif
8 : UPF Gizi
9 : Unit Echo dan Treadmill
10 : Unit Bedah Dewasa
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

PEDOMAN TELAAH DATA SEKUNDER

No. Dokumen yang Ditelaah Keterangan
1. Laporan Pelaksanaan
Pelatihan Service Excellence
Tahun 2011
Mengetahui gambaran pelaksanaan pelatihan
Service Excellence di tahun 2010, mulai dari
penyelenggaraan, materi, fasilitator, metode
pelatihan, dan fasilitas pendukung
2. Rekapitulasi Peserta yang
Mengikuti Pelatihan Service
Excellence
Mengetahui jumlah peserta dan unit kerja yang
mengikuti pelatihan Service Excellence di tahun
2010
3. Modul/ Materi Pelatihan
Service Excellence
Mengetahui isi materi pelatihan Service
Excellence di tahun 2010 yang diikuti oleh
pegawai medis dan non-medis
4. Rekapitulasi jumlah
complaint pasien terhadap
pegawai rumah sakit RSJPD
Harapan Kita
Mengetahui jumlah keluhan pasien terhadap
pelayanan yang diberikan oleh pegawai RSJPD
Harapan Kita
5. Jumlah angka kunjungan
RSJPD Harapan Kita per
unit pelayanan
Mengetahui jumlah peningkatan/ penurunan angka
kunjungan pasien ke RSJPD Harapan Kita
6. Survey kepuasan pasien
RSJDP Harapan Kita
Mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap
layanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit
7 Indikator Kinerja RSJDP
Harapan Kita
Mengetahui indikator pencapaian kinerja RSJDP
Harapan Kita

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
HAL-HAL YANG DITANYAKAN DALAM
WAWANCARA TIDAK TERSTRUKTUR

1. Apakah anda setuju bahwa pelatihan Service Excellence merupakan bentuk penyegaran
pengetahuan ?
2. Apakah menurut anda sistem pengajaran pelatihan Service Excellence terarah dan lancar
?
3. Apakah menurut anda penerapan pengetahuan Service Excellence pada pelaksanaan
pekerjaan sudah sesuai ?
4. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence memberikan pengetahuan yang
mendalam kepada karyawan ?
5. Apakah menurut anda keahlian karyawan dirasakan meningkat dari sebelum pelatihan
Service Excellence ?
6. Apakah menurut anda ada peningkatan ketelitian pada karyawan setelah mengikuti
pelatihan Service Excellence ?
7. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence berpengaruh dengan semangat kerja
?
8. Apakah menurut anda hubungan kerja yang baik antara karyawan dan atasan dapat
terjadi dalam pelatihan Service Excellence ?
9. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence memberikan pemahaman yang
mendalam kepada para karyawan ?
10. Apakah menurut anda hubungan antar karyawan terjalin dalam pelatihan Service
Excellence ?
11. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence sangat berpengaruh dalam mengatasi
keluhan pelanggan ?
12. Apakah menurut anda pelatih memberikan materi pelatihan Service Excellence dengan
baik dan persuasif ?
13. Apakah menurut anda materi pelatihan Service Excellence menunjang pekerjaan yang
dilakukan ?
14. Apakah menurut anda media pelatihan yang disediakan oleh perusahaan sudah lengkap
dan memadai ?
15. Apakah menurut anda lingkungan pelatihan Service Excellence nyaman dan bersih ?
16. Apakah menurut anda waktu pelatihan tidak mengganggu jadwal kerja ?
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
17. Apakah menurut anda komitmen kerja terhadap perusahaan dapat timbul dari pelatihan
Service Excellence ?
18. Apakah menurut anda memberikan pelayanan kepada pelanggan menjadi lebih mudah
setelah mengikuti pelatihan Service Excellence ?
19. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence memotivasi displin dalam bekerja ?
20. Apakah menurut anda pelatihan Service Excellence dapat memicu prestasi kerja?
21. Apakah di rumah sakit ini terdapat standar layanan prima? kalau ada, apakah standar
tersebut sudah anda terapkan dengan baik pada saat melayani pasien/ pengunjung rumah
sakit?
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
DAFTAR PESERTA PELATIHAN SERVICE EXCELLENCE TAHUN 2010 KHUSUS PAV SUKAMAN DAN POLI EKSEKUTIF RSJPD HARAPAN KITA
N
o NAMA
NOPE
G UNIT KERJA LAMA
TGL
PELATIHAN JABATAN UNIT KERJA BARU
1
TINA MEINAWATI 1859 BIDANG MEDIK & KEPERAWATAN
12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
2
ATHENA PERMANA PUTRI 1861 BIDANG MEDIK & KEPERAWATAN
12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
3
FIRMA WAHYU EDIYANTO 1872 BIDANG MEDIK & KEPERAWATAN
12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
4
MAYSAROH 1356 GP.II LANTAI-5
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
5
NURUL SETIYOWATI 1422 GP.II LANTAI-6
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
6
SRI HASTUTY, AMd 1786 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF
12-14/02/2010
TEKNISI MEDIS UNIT ECHO DAN TREADMILL
7
NINA MARDIANA, S.Sos 191 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF
12-14/02/2010 KEPALA OPERASIONAL & SEKRETARIAT (Teknisi Medis Echo
(prwt) UNIT ECHO DAN TREADMILL
8
ZULVA SUSIYANTI 909 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF
12-14/02/2010
TEKNISI MEDIS ECHO (PERAWAT) UNIT ECHO DAN TREADMILL
9
RESTU ULFA ROSSITA 1787 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF
15-17/01/2010
TEKNISI MEDIS UNIT ECHO DAN TREADMILL
10
MILA NARFIANTI 1475 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF
15-17/01/2010
TEKNISI MEDIS ECHO (PERAWAT) UNIT ECHO DAN TREADMILL
11
ADE ENEH SUHAENI 273 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF
29-31/01/2010
TEKNISI MEDIS ECHO (PERAWAT) UNIT ECHO DAN TREADMILL
12
RISSA DAMAYANTHY 1788 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF
29-31/01/2010
TEKNISI MEDIS UNIT ECHO DAN TREADMILL
13
NURHAIDA 194 INSTALASI DIAGN. NON INVASIF
29-31/01/2010
TEKNISI MEDIS ECHO (PERAWAT) UNIT ECHO DAN TREADMILL
14
AI RIKA 1482 INSTALASI RAWAT JALAN
12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
15
UPI DYAH PALUPI 354 INSTALASI RAWAT JALAN
15-17/01/2010
KETUA REGU PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
16
RITA PUSPITASARI 1316 INSTALASI RAWAT JALAN
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
17
JUJU JUARIAH 1552 INSTALASI RAWAT JALAN
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
18
DESY SUSANTY 1540 INSTALASI RAWAT JALAN
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
19
ASEP SUPRIYADI 923 IW. DEWASA MEDIK
29-31/01/2010
STAF PELAYANAN REKAM MEDIS UPF REKAM MEDIS
20
SUSILAWATI 1566 NURSE TRAINEE/NEW ENTRY
29-31/01/2010
PERAWAT KAMAR BEDAH DEWASA UNIT BEDAH DEWASA
21
HARYANI RATNA DEWI 1651 NURSE TRAINEE/NEW ENTRY
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
22
SURAWATI.BR. TARIGAN, S. Kp 150 PAV. DR. SUKAMAN
12-14/02/2010 PENANGGUNG JAWAB RUANGAN LT.2, 3, 5 (PERAWAT
SUKAMAN)
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
23
ERNIDA IBRAHIM 287 PAV. DR. SUKAMAN
12-14/02/2010
KETUA REGU (PERAWAT PAV. SUKAMAN)
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
24
DIAS LINARTI 1167 PAV. DR. SUKAMAN
12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
25
JIHAND SHOFIA 1451 PAV. DR. SUKAMAN
12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
26
SULASTINI 1637 PAV. DR. SUKAMAN
12-14/02/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
27
ASWANDI 1165 PAV. DR. SUKAMAN
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
28
SEPTIANI 1181 PAV. DR. SUKAMAN
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
29
RODIAH 1099 PAV. DR. SUKAMAN
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
30
MERRY TIMORI 1095 PAV. DR. SUKAMAN
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
31
WIARSIH 394 PAV. DR. SUKAMAN
15-17/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
32
NENENG SITI FATONAH. S 912 PAV. DR. SUKAMAN
15-17/01/2010
KETUA REGU PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
33
MARISAI PURBA 253 PAV. DR. SUKAMAN
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
34
TRI ENDAH SEPTIYARTI 1002 PAV. DR. SUKAMAN
29-31/01/2010
KETUA REGU PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
35
ISRANI MIRADNININGSIH 1090 PAV. DR. SUKAMAN
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
36
NURFITRI UMANINGSIH 1414 PAV. DR. SUKAMAN
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
37
YUDIANTO 1457 PAV. DR. SUKAMAN
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
38
SITI SUARSIH 1102 PAV. DR. SUKAMAN
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
39
MULYANI 1096 PAV. DR. SUKAMAN
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
40
AYU NINGRUM 1728 PAV. DR. SUKAMAN
29-31/01/2010 PERAWAT UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
41
HARRY SANTYO 1040
SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 12-14/02/2010
KASIR (TANGGUNGJAWAB DISTRIBUSI KARTU PASIEN) SUB BAG PERBENDAHARAAN
42
PUTRI WULANDARI 1841
SUB.BAG. PERBENDAHARAAN 12-14/02/2010
STAF KEUANGAN SUB BAG PERBENDAHARAAN
43
SETYO WIBUDI, SKM 986 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN
15-17/01/2010
KETUA REGU KASIR RAWAT JALAN SUB BAG PERBENDAHARAAN
44
HADI NURHADI 1128 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN
15-17/01/2010
KASIR SUB BAG PERBENDAHARAAN
45
FATMA MEULAWATI 6010 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN
29-31/01/2010
STAF ADMINISTRASI POLIKLINIK PAV SUKAMAN
UPF RAWAT INAP PAV SUKAMAN DAN POLI
EKSEKUTIF
46
ABUBAKAR 1134 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN
29-31/01/2010
KASIR SUB BAG PERBENDAHARAAN
47
ALIA SAGITA 7005 SUB.BAG. PERBENDAHARAAN
29-31/01/2010
KASIR SUB BAG PERBENDAHARAAN
48
SUDIMAN 614
SUB.BAG. YAN. PELANGGAN &
PROTOKOLER
12-14/02/2010
STAF INFORMASI FRONT LINER SEKSI PELAYANAN PELANGGAN
49
NOVERDA 452
SUB.BAG. YAN. PELANGGAN &
PROTOKOLER
15-17/01/2010
STAF INFORMASI FRONT LINER SEKSI PELAYANAN PELANGGAN
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
50
YATI NURHAYATI 1118
SUB.BAG. YAN. PELANGGAN &
PROTOKOLER
15-17/01/2010
STAF INFORMASI FRONT LINER SEKSI PELAYANAN PELANGGAN
51
DESY HERNITA 1831
SUB.BAG. YAN. PELANGGAN &
PROTOKOLER
29-31/01/2010
STAF INFORMASI FRONT LINER SEKSI PELAYANAN PELANGGAN
52
SRI WAHYUNI 1278 UPF FARMASI
12-14/02/2010
ASISTEN APOTEKER UPF FARMASI & APOTIK
53
RIMBAWANI 877 UPF GIZI
12-14/02/2010
PELAKSANA GIZI UPF GIZI
54
NURMASARI 7035 UPF GIZI
15-17/01/2010
PELAKSANA GIZI UPF GIZI
55
HASANUDDIN 7039 UPF GIZI
15-17/01/2010
PELAKSANA GIZI UPF GIZI
56
GITA ACHMALIA 7046 UPF GIZI
29-31/01/2010
PELAKSANA GIZI UPF GIZI
57
LIA SRIYULIAWATI 876 UPF GIZI
29-31/01/2010
PELAKSANA GIZI UPF GIZI
58
SITI NURMAYA DEWI 1465 UPF. APOTIK & KONSINYASI
12-14/02/2010
ASISTEN APOTEKER UPF FARMASI & APOTIK
59
IMELDA SIMANJUNTAK 1469 UPF. APOTIK & KONSINYASI
15-17/01/2010
ASISTEN APOTEKER UPF FARMASI & APOTIK
60
NITA FEBRIYANTI 1462 UPF. APOTIK & KONSINYASI
29-31/01/2010
ASISTEN APOTEKER UPF FARMASI & APOTIK
61
EKA DEWI ZOLA 804 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
12-14/02/2010
KEPALA SEKRETARIAT UPF (ANALIS) UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
62
HIRAWATI, AMAK 1513 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
12-14/02/2010
ANALIS UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
63
NOVITA PRAFIANTI, Amd.A.M 1152 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
12-14/02/2010
ANALIS UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
64
MUJI UTAMY 1280 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
15-17/01/2010
KOORD. ANALIS (KIMIA) UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
65
RINI PUJIHASTUTI 1509 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
15-17/01/2010
ANALIS UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
66
LELI DIANA VERONIKA 1580 UPF. PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
29-31/01/2010
ANALIS UPF PATOLOGI KLINIK & BANK DARAH
67
ARI DWI JAYANTI 1372
UPF. RADIOLOGI & KARD. NUKLIR 12-14/02/2010
RADIOGRAFER UNIT RADIOLOGI DAN PENCITRAAN (RADIOLOGI)
68
ARIANE 1734 UPF. RADIOLOGI & KARD. NUKLIR
15-17/01/2010
RADIOGRAFER UNIT RADIOLOGI DAN PENCITRAAN (RADIOLOGI)
69
MARDIANSYAH, AMd.AKK, SKM 1045 UPF. REKAM MEDIS
12-14/02/2010
STAF REKAM MEDIS (PENGOLAHAN DATA & LAPORAN) UPF REKAM MEDIS
70
ALEXTA NUGRAHA 944 UPF. REKAM MEDIS
12-14/02/2010
STAF PELAYANAN (DISTRIBUSI FILE) REKAM MEDIS UPF REKAM MEDIS
71
SRI SETIA UTAMI, AMd. PerKes,
SKM
352 UPF. REKAM MEDIS
12-14/02/2010
KEPALA UPF REKAM MEDIS UPF REKAM MEDIS
72
MINARSIH 442 UPF. REKAM MEDIS
15-17/01/2010
STAF REKAM MEDIS CODING/KONTROL DATA UPF REKAM MEDIS
73
NURUL SARI HIDAYAH,
AMd.PerKes
1736 UPF. REKAM MEDIS
15-17/01/2010
STAF PELAYANAN (DISTRIBUSI FILE) REKAM MEDIS UPF REKAM MEDIS
74
MEILANTORO, SKM 512 UPF. REKAM MEDIS
29-31/01/2010
PENANGGUNG JAWAB PENGOLAHAN DATA & LAPORAN UPF REKAM MEDIS

Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012
STRUKTUR ORGANISASI DAN KODE JABATAN
RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
















DIREKTUR UTAMA
(1)
DEWAN PENGAWAS
(0)
Satuan
Pemeriksaan Intern
(1.1)
Komite Medik, Etik,
dan Hukum
(1.2)
Sub Komite
Kedokteran
(1.2.1)
Sub Komite
Keperawatan
dan
keteknisan
(1.2.2)
Sub Satuan
Pengawasan
Mutu
Pelayanan
(1.1.2)
Sub Satuan
Pengawasan
Keuangan
(1.1.1)
DIR. PENUNJANG
(3)
DIR. PELAYANAN
(2)
Seksi
Pelayanan
Rawat Inap
(2.1.2)
Seksi
Pengendalian
Infeksi
Nosokomial
(2.1.3)
Seksi
Pemasaran
(2.2.1)
Seksi
Pelayanan
Pelanggan
(2.2.2)
Seksi
Pelayanan
Caritas
(2.2.3)
Seksi
Pelayanan
Rawat Jalan
(2.1.1)
Bid Promosi dan
Pemasaran
(2.2)
Bid Medik dan
Keperawatan
(2.1)
Seksi
Pemeliharaan
Sarana Medik
(3.1.2)
Seksi Logistik
dan
Inventarisasi
Sarana Medik
(3.1.3)
Seksi Perenc.
Pengadaan
Sarana Non
Medik (3.2.1)

Seksi
Pemeliharaan
Sarana Non
Medik (3.2.2)

Seksi Logistik
dan
Inventarisasi
Sarana Non
Medik (3.2.3)
Seksi Perenc.
Pengadaan
Sarana Medik
(3.1.1)
Bid Sarana Non
Medik
(3.2)
Bid Sarana Medik
(3.1)
Sub Bag Tata
Rekening
(5.1.2)
Sub Bag
Perbendaharaan
(5.1.3)
Sub Bag
Akuntansi
Keuangan
(5.2.1)
Sub Bag
Akuntansi
Manajemen
(5.2.2)

Sub Bag
Verifikasi dan
Pembukuan
(5.2.3)
Sub Bag
Anggaran
(5.1.1)
Bag Akuntasi
(5.2)
Bag Perbendaharaan
dan Mobilisasi Dana
(5.1)
Sub Bag Tata
Usaha
(4.1.2)
Sub Bag
Sistem
Informasi
Rumah Sakit
(4.1.3)
Sub Bag
Organisasi dan
Kepegawaian
(4.2.1)
Sub Bag
Humas dan
Protokoler
(4.2.2)
Sub Bag
Rumah Tangga
(4.2.3)
Sub Bag
Perenc.
Evaluasi dan
Laporan (4.1.1)
Bag SDM dan
Rumah Tangga
(4.2)
Bag Sekretariat
(4.1)
DIR. KEUANGAN
(5)
DIR. UMUM & SDM
(4)
Divisi
Kardiologi dan
Kedokteran
Vaskuler (1.5)
UNIT PELAYANAN FUNGSIONAL

Poliklinik Rawat Jalan (2.0.01) UPF ICU, Anestesi dan Perfusi (2.0.09) UPF Farmasi (3.0.01)

UPF Diag. Non Invasif dan Pencitraan (2.0.02) UPF Bedah Jantung dan IW Bedah Dewasa (2.0.10) UPF Apotik dan Konsinyasi (3.0.02)

UPF Diag. Invasif dan Intervensi Non Bedah (2.0.03) UPF Paviliun Eks. Sukaman (2.0.11) UPF Gizi (3.0.03)

UPF UGD, CVC, dan IW Dewasa (2.0.04) UPF Radiologi (2.0.12) UPF Rekam Medis (3.0.04)

UPF Rawat Inap GP II Lt 3, 4, 5, 6 (2.0.05) UPF Kardiologi Nuklir (2.0.13) UPF Sterilisasi Sentral dan Laundry (3.0.05)

UPF Kardiologi Anak dan IW Anak (2.0.06) UPF Penunjang Kardiologi (2.0.14) UPF Purchasing (3.0.06)

UPF Prevensi dan Rehabilitasi (2.0.07) UPF Patologi Klinik dan Bank Darah (2.0.15)

UPF Vaskuler (2.0.08)

U
Divisi
Pendidikan
dan Pelatihan
(1.3)
Divisi Penelitian
dan
Pengembangan
(1.4)
Evaluasi efektivitas..., Dianur Hikmawati, FKM UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai