Analisa Kerusakan Jalan
Analisa Kerusakan Jalan
Analisa Kerusakan Jalan
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya jalan dimulai bersamaan dengan peradaban yang semakin
berkembang dimana jalan merupakan sarana perhubungan darat yang sangat berpengaruh
terhadap gerak laju pertumbuhan ekonomi, sosial masyarakat, serta untuk menunjang
aktivitas lainny. Jalan merupakan suatu konstruksi yang berfungsi sebagai prasarana
transportasi darat yangmemegang peran yang sangat penting dalam peradaban manusia.
Dengan adanya jalan yang baik dan memenuhi syarat akan memperlancar sisitim
transportasi barang, jasa dan manusia. Begitu pulang perkembangan jalan saling
berkaitan dengan perkembangan umat manusia yang mana perkembangan teknis jalan
seiring dengan perkembangan teknologi yangditemukan umat manusia.
Supaya jalan bisa berfungsi dengan baik dan optimal sesuai dengan fungsinya
utamanya, yaitu melayani arus lalu lintas maka jalan harus memenuhi syarat-syarat teknis
menurut fungsi, volume serta sifat lalu lintas. Untuk menjamin agar suatu jaringan jalan
dapat memberikan pelayanan sesuai dengan fungsinya, maka diperlukan pemeliharaan
dan penanganan kerusakan terhadap jalan tersebut agar dicapai umur pelayanan jalan
sesuai dengan umur rencana dan pada akhirnya dapat mengurangi kerusakan jalan yang
terjadi sehingga jalan dapat melayani arus lalulintas kendaraan dengan aman, nyaman
dan lancar.
Dengan pemeliharaan jalan terutama pada lapisan permukaannya maka keretakan
jalan dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan dan jalan tetap terbuka untuk lalu
lintas secara terus menerus sepanjang waktu yang merupakan kepentingan masyarakat
luas untuk melakukan segala jenis kegiatan sehingga perekonomian tetap berjalan dengan
lancar. Sehubungan dengan hal tersebut maka secara teknis jalur yang dihubungkan suatu
daerah kedaerah yang lainnya menjadi sangat penting. Pembangunan jaringan jalan baru
atau peningkatan jarinagn jalan lama perlu dibenahi dan ditingkatkan sehingga akan
memajukan perkembangan kehidupan lainnya, yang juga seiring dengan tuntutan
pertumbuhan arus lalu lintas yangn semakin padat.
Dengan semakin berkembanya perekonomia , perdangan dan pertambahan penduduk
yang cukup pesat maka hal ini mengakibatkan naiknya permintaan barang dan jasa
sekaligus sarana trasportasi darat guna memperlancar pergerakan lalu lintas yang cepat,
aman, dan efisien.
Agar perkembangan tersebut dapat seimbang mama diiringi dengan
perkembangan jalan yang layak dan emeadai yang berperan sebagai sarana aktivitas
penduduk untuk mengembangkan mengembangkan fungsi ekonomi, politik, sosial,
budaya dan pertahanan keamanan.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji pada tugas akhir ini adalah
1. Menganalisa/mengedintifikasi kerusakn jalan pada ruas jalan Kalimantan Batas
Kotas Banjarmasin Simpang Ling Aggang ( sta 0 + 000 6 + 350 ).
2. Mencari solusi untuk menggulangi macam-macam kerusakan pada ruas jalan jalan
Kalimantan Batas Kotas Banjarmasin Simpang Ling Aggang ( sta 0 + 000 6 +
350 ).
3. Menghitung biaya peatchingsebagian kerusakan jalan
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan tugas akhir ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis kerusakan jalan Kalimantan Batas Kotas Banjarmasin
Simpang Ling Aggang ( sta 0 + 000 6 + 350 ).
2. Untuk mengetahui cara penanggulangan kerusakan jalan Kalimantan Batas Kotas
Banjarmasin Simpang Ling Aggang ( sta 0 + 000 6 + 350 ).
3. Untuk mengetahui perhitungan biaya
1.4 Batasan masalah
Agar tujuan yang akan dicapai dapat terarah dan tidak keluar dari permasalahan
semula, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Wilayah studi adalah Kota Banjarmasin
2. Jumlah jaringan/ruas jalan yang digunakan sebanyak 1 ruas jalan sepanjang Sta 6 + 000
6 + 350
3. Skala prioritas yang digunakan adalah berdasarkan status jalan dan jumlah titik lubang
yang terdapat pada ruas jalan.
4. Cara penanggulangan dengan pekerjaan patching sesuai standar Bina marga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Perbaikan Jalan
Keterbatasan sumberdaya dalam penanganan kerusakan suatu ruas jalan
menentukan manajemen penanganan yang efektif, efisien dan terprogam secara periodik,
sehingga konstruksi dapat mencapai umur yang di rencanakan serta penggunaan sumber
daya yang tersedia dapat optimal. Keberhasilan suatu sistem manajemen penanganan
kerusakan jalan sangat tergantung pada proses evaluasi dari jenis kerusakan yang terjadi,
jenis perbaikan dan biaya yang dibutuhkan.
Faktor faktor yang mempengaruhi tahap evaluasi adalah pemeriksaan dan
analisis. Dengan pemeriksaan, data hasil pengamatan dapat digunakan sebagai acuan dan
langkah dalam analisis, sehingga didapat hasil analisis sesuai dengan yang diharapkan.
Informasi dari hasil analisis akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
menentukan tindakan penanganan secara tepat dan proporsional dengan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia.
Pada pemeriksaan penentuan variabel sangat berpengaruh, dalam hal ini adalah
luas dan jenis kerusakan yang mendetail, akan menetukan metode penanganan pada tiap
jenis kerusakan tersebut dan prioritas penanganannya.
Analisis dalam hal ini merupakan perhitungan berdasarkan kuantitas dari tiap
jeniskerusakan. Hasil analisis tersebut adalah prioritas penangana, jenis / metode
penanganan kerusakan serta kebutuhan sumber daya material . Untuk menetukan
prioritas penanganan kerusakan diperlukan penilaian kondisi perkerasan yang
dipengaruhi oleh luas dan jenis kerusakan juga luas segmen jalan yang ditinjau. Jenis
jenis penangana yang dilakukan berbeda beda untuk tiap jenis kerusakan, sehingga
penanganan pada tiap segmen yang ditinjau berbeda.
2.2 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Jalan
Air yang mengenangi atau masuk kedalam pori perkerasan jalan merupakan salah
satu faktor penyebab rusaknya jalan. Oleh karena itu bagian atas jalan diusahakan
memiliki sifat kadap air disamping adanya sistem drainase jalan yang memadai. Sifat
kedap air diperoleh dengan menggunakan bahan pengikat dan pengisi pori antara agregat
seperti aspal atau semen portland. Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan untuk
membentuklapisan atas, perkerasan jalan dibedakan menjadi perkerasan lentur (Flexible
pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, perkerasan
kaku (rigid pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan semen portland, dan
perkerasan komposit (composite pavement) yaitu perkerasan kaku yang dikombinasi
dengan perkerasan lentur, dapat perkerasan lentur diatas perkerasan akku atau perkerasan
kaku diatas perkerasan lentu. Disamping pengelompokan di atas, saat ini ada pula yang
mengelompokkan menjadi perkerasan lentur (Flexible pavement), perkerasan kaku (rigid
pavement), dan perkerasan semi kaku (semi rigid pavement).
Beban kendaraan yang dilimpahkan keperkerasan jalan melalui kontak roda
kendaraan dengan muka jalan terdiri atas berat kendaraan sebagai gaya vertikal, gaya
rem kendaraan sebagai gaya horizontal, dan gerakan roda kendaraan sebagai getaran.
Beban tersebut dilimpahkan melalui bidang kontak antara roda dan permukaan jalan lalu
didistribusikan kelapisan dibawahnya. Model pendistribusian beban dipengaruhi oleh
sifat kekakuan lapis penerima beban. Plat beton dengan nilai kekakuan tinggi,
mendistribusikan beban kendaraan pada bidang seluas pelat beton, sehingga beban
persatuan luas yang dilimpahkan ke lapisan dibawah pelat beton menjadi kecil.
Perkerasan lentur memiliki kekakuan yang lebih rendah sehingga beban yang
dilimpahkan ke lapisan bawahnya didistribusikan pada luas yang lebih sempit
Pada umunya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban
lalulintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan sistem
utilintas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan
dengan konstruksi bertahap. Keuntungan mengunakan perkerasan lentur adalah:
1. dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential settlement)
terbatas;
2. mudah diperbaiki;
3. tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kepan saja;
4. memiliki tahanan geser yang baik
5. warna perkerasan memberikan kesan tidak silau bagi pemakai jalan;
6. dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan terbatas atau
kurangnya data untuk perencanaan.
Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah :
1. tebal total struktur perkerasan lebih tebal dari pada perkerasan kaku;
2. kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan;
3. frekwensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan kaku;
4. tidak baik digunakan jika sering digenangi air;
5. membutuhkan agregat lebih banyak;
Struktur perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapis yang makin ke bawah memiliki
daya dukung yang semakin jelek. Jenis lapis perkerasan dan letaknya, yaitu:
1. lapis permukaan (surface course);
2. lapis pondasi bawah (base course);
3. lapis pondasi bawah (subbase course);
4. lapis tanah dasar (subgrade)
Perkerasan kaku
Perkerasan kaku cocok digunakan untuk jalan dengan volume lalulintas tinggi
yang didominasi oleh kendaraan berat, di sekitar pintu tol, jalan yang melayani
kendaraan berat yang melintas dengan kecepatan rendah, atau di daerah jalan keluar atau
jalan masuk ke jalan berkecepatan tinggi yang didominasi oleh kendaraan berat.
Keuntungan menggunakan perkerasan kaku adalah:
1. Umur pelayanan panjang dengan pemeliharaan yang sederhana;
2. Durabilitas baik;
3. Mampu bertahan pada banjir yang berulang, atau genangan air tanpa terjadinya
kerusakan yang berarti.
Kerugian menggunakan perkerasan kaku adalah:
1. Kekesatan jalan kurang baik sifat kekasaran permukaan dipengaruhi oleh proses
pelaksanaan;
2. Memberikan kesan silau bagi pemakai jalan;
3. Membutuhkan lapisan tanah dasar yang memiliki penurunan (settlement) yang
homogen agar pelat beton tidak retak. Untuk mengatasi hal ini sering kali di atas
permukaan tanah dasar diberi lapis pondasi bawah sebagai pembentuk lapisan
homogen.
Struktur perkerasan kaku terdiri dari pelat beton sebagai lapis permukaan, lapis
pondasi bawah sebagai lapis bantalan yang homogen, dan lapis tanah dasar tempat
struktur perkerasan diletakkan.
Struktur perkerasan lentur atau kaku, keduanya memiliki keuntungan dan
kerugian, oleh karena itu desainer perlu mempertimbangkan berbagai faktor dalam
pemilihan struktur perkerasan yang sesuai untuk satu proyek jalan.
2.3 Lapis Permukaan (Surface Course)
Lapis permukaan merupakan lapis paling atas dari struktur perkerasan jalan, yang fungsi
utamnya sebagai:
1. Lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisan harus
memiliki stabilitas tinggi selama masa pelayanan;
2. Lapis aus (wearing course) karena menerima gesekan dan getaran roda dari
kendaraan yang mengerem;
3. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatas lapis permukaan tidak
meresap ke lapisan di bawahnya yang berakibat rusaknya struktur perkerasan jalan;
4. Lapis yang menyebarkan beban kelapis pondasi.
Lapis permukaan perkerasan lentur menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga
menghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan memiliki daya tahan selama
masa pelayanan. Namun demikian, akibat kontak langsung dengan roda kendaraan,
hujan, dingin, dan panas, lapis paling atas cepat menjadi aus dan rusak, sehingga disebut
lapis aus. Lapis dibawah lapis aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat,
disebut lapis permukaan antara (binder course), berfungsi memikal beban lalulintas dan
mendistribusikannya ke lapis pondasi.
Dengan demikian lapis permukaan dapat dibedakan menjadi:
1. Lapis aus (wearing course), merupakan lapis permukaan yang kontak dengan roda
kendaraan dan perubahan cuaca.
2. Lapis permukaan antara (binder course), merupakan lapis permukaan yang terletak
dibawah lapis aus dan diatas lapis pondasi.
Berbagai jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia adalah:
1. Laburan aspal, merupakan lapis penutup yang tidak memiliki nilai struktur, terdiri
dari:
a. Laburan aspal satu lapis (burtu = surface dressing), terdiri dari lapis aspal yang
ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam dengan ukuran nominal
maksimum 13 mm. Burtu memiliki ketebalan maksimum 2 cm.
b. Laburan Aspal Dua Lapis (burda = surfece dressing), terdiri dari lapis aspal
ditaburi agregat, dikerjakan dua kali secara beruntun, dengan tebal padat
maksimum 3,5 cm. Lapis pertama burda adalah lapis burtu dan lapis keduanya
menggunakan agregat agregat penutupdengan ukuran maksimum 9,5 mm (3/8
inci).
1. Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir = Sand Sheet = SS),merupakan lapispenutup
permukaan jalan yang menggunakan agregat halus atau pasir atau campuran
keduanya, dicampur dengan aspal, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Ada
dua jenis latasir yaitu latasir kelas A dan latasir kelas B. Latasir kelas A dengan tebal
nominal minimum 15 mm, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum No.4,
sedangkan latasir kelas B dengan tebal nominal minimum 20 mm, menggunakan
agregat dengan ukuran maksimum 9,5 mm (3/8 inci). Latasir digunakan untuk
lalulintas ringan yaitu kurang dari 0,5 juta lintas sumbu standart (lss). Ketentuan
sifat campuran latasir seperti pada Tabel 2.1.
2. Lapis tipis beton Aspal (Lataston = Hot Rolled Sheet = HRS), merupakan lapis
permukaan yang menggunakan agregat bergradasi senjang dengan ukuran agregat
maksimum 19 mm (3/4 inci). Ada dua jenis lataston yang digunakan yaitu:
a. Lataston Lapis Aus, atau Hot Rolled Sheet Wearring Course = HRS-WC,
tebal nominal minimum 30 mm dengan tebal toleransi 4 mm.
b. Lataston Lapis Permukaan Antara, atau Hot Rolled Sheet Base Course =
HRS-BC, tebal nominal minimum 35 mm dengan tebal toleransi 4 mm
Tabel 2.1 Ketentuan Sifat Campuran
Indikator Sifat Campuran
Latasir
Kelas A & B
Jumlah tumbukan perbidang 50
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Min 3,0
Mak 6,0
Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 20
Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 75
Stabilitas Marshall (kg) Min 200
Kelelahan (mm)
Min 2
Mak 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min 80
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah
Perendaman selama 24 jam, 60
o
C pada VIM 7%
Min
80
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
HRS-WC memiliki agregat halus dan bahan pengisi (filler) lebih banyak dari HRS-BC.
Lataston sebaiknya digunakan untuk lalulintas kurang 1 juta lss selama umur rencana.
Ketentuan sifat campuran lataston seperti pada Tabel 2.2.
1. Lapis Beton Aspal (Laston = Aspal Concrete = AC), merupakan lapis permukaan
yang menggunakan agregat bergradasi baik. Laston sesuai digunakan untuk
lalulintas berat.
Tabel 2.2 Ketentuan Sifat Campuran Lataston
Sifat-sifat Campuran
Lataston
WC BC
Jumlah tumbukan per Bidang
75
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Min 3,0
Mak 6,0
Rongga antara agregat (VMA) (%)
Min
18 17
Rongga terisi aspal (VFA) (%)
Min
68
Stabilitas Marshall (kg)
Min
800
Kelelahan (mm)
Min
3
Marshall Quotient (kg/mm)
Min
250
Stabilitas marshall sisa (%) setelah
Min
80
perendaman selama 24 jam, 60C
Pada Min
VIM 7%
Min
Rongga dalam campuran (%) pada
Min
2
kepadatan membel (refusal)
Min
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
Ada dua jenis Laston yang digunakan sebagai lapis permukaan, yaitu:
a. Laston Lapis Aus, atau Asphalt Concrete Wearing Course = AC-WC menggunakan
agregat dengan ukuran maksimum 19 mm (3/4 inci) Lapis AC-WC bertebal nominal
minimum 40 mm dengan tebal toleransi 3 mm.
b. Laston Lapis Permukaan Antara, atau Asphalt Concrete Binder Course = AC-BC,
menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 25 mm (1 inci). Lapis AC-BC
bertebal nominal minimum 50 mm dengan tebal toleransi 4 mm.
Jika aspal yang digunakan untuk membuat AC menggunakan bahan aspal polimer, aspal
dimodifikasi dengan asbuton, aspal multigrade atau aspal padat Pen 60 atau Pen 40 yang
dicampur dengan asbuton butir maka lapis tersebut dinamakan Laston Modifikasi.
Ketentuan sifat campuran laston seperti pada Tabel 2.3 dan untuk campuran laston
modifikasi seperti pada Tabel 2.4.
Tabel 2.3 Ketentuan Sifat Campuran Laston
Sifat-sifat Campuran
Lataston
WC BC Base
Jumlah tumbukan per Bidang
75
112
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Min 3,5
Mak 5,5
Rongga antara agregat (VMA) (%)
Min
15 14
13
Rongga terisi aspal (VFA) (%)
Min
65 63
60
Stabilitas Marshall (kg)
Min
800
1500
Mak
-
-
Kelelahan (mm)
Min
3
5
Marshall Quotient (kg/mm)
Min
250
300
Stabilitas marshall sisa (%) setelah
Min
80 perendaman selama 24 jam, 60C Pada
Min
VIM 7%
Min
Rongga dalam campuran (%) pada
Min
2,5
kepadatan membel (refusal)
Min
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
Tabel 2.4 Ketentuan Sifat Campuran Laston Modifikasi
Sifat-sifat Campuran
Lataston
WC
Mod
BC
Mod
Base
Mod
Jumlah tumbukan per Bidang 75 112
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Min 3,5
Mak 5,5
Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall (kg)
Min 1000 1800
Mak - -
Kelelahan (mm) Min 3 5
Marshall Quotient (kg/mm) Min 300 350
Stabilitas marshall sisa (%) setelah Min
80 perendaman selama 24 jam, 60C Pada Min
VIM 7% Min
Rongga dalam campuran (%) pada Min
2,5
kepadatan membel (refusal) Min
Stabilitas Dinamis, lintasan / mm Min 2500
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
1. Lapis Penetrasi Macadam (Lapen) adalah lapis perkerasan yang terdiri dari agregat
pokok dan agregat pengunci bergradasi seragam. Setelah agregat pengunci dipadatkan
disemprotkan kemudian diberi agregat penutup dan dipadatkan. Lapen sesuai
digunakan untuk lalulintas ringan sampai dengan sedang. Ukuran maksimum agregat
pokok membedakan ketebalan dapat dipilih, yaitu:
a. Tebal 7 10 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran maksimum 75 mm
(3 inci).
b. Tebal 5 8 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran maksimum 62,5
mm (2,5 inci).
c. Tebal 4 5 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran maksimum 50 mm
(2 inci).
2. Lapis Asbuton Agregat (Lasbutag) adalah campuran antara agregat asbuton dan
peremaja yang dicampur, dihampar dan didapatkan secara dingin. Lapis Lasbutag
bertebal nominal minimum 40 mm dengan ukuran agregat maksimum adalah 19 mm
(3/4 inci). Ketentuan sifat campuran lasbutag seperti pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Ketentuan Sifat Campuran Lasbutag
Sifat Campuran Persyaratan
Derajat penguapan fraksi ringan:
- Campuran untuk pemeliharaan, % 25
- Campuran untuk pelapis, % 50
Jumlah tumbukan 2 x 75
Rongga dalam campuran (VIM), % 3,0 - 6,0
Rongga antara agregat (VMA), % Min. 16
Stabilitas pada temperatur ruang 25C, kg Min. 500
Kelelahan, mm 02-Apr
Stabilitas sisa, setelah 4 hari direndam dalam
Min. 75
air 25C, %
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
Ketika mentukan tebal setiap lapisan, perencanaan perlu memperhatikan tebal nominal
minimum dari jenislapis permukaan yang dipilih. Tabel 2.6 menunjukan tebal nominal
minimum dari berbagai jenis lapisan permukaan.
Tabel 2.6 Tebal Nominal Minimum Lapis Permukaan
Jenis Campuran Simbul
Tebal Nominal Toleransi
Minimum Tebal (mm)
(mm)
Latasir Kelas A SS-A 15
- Latasir Kelas B SS-B 20
Lataston
Lapis Aus HRS-WC 30
Lapis
HRS-BC 35 4 Permukaan
Antara
Laston
Lapis Aus AC-WC 40 3
Lapis
AC-BC 50 4 Permukaan
Antara
Lapis Pondasi AC-Base 60 5
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
2.3 Lapis Pondasi (Base Course)
Lapis perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan
dinakan lapis pondasi (base course). Jika tidak digunakan lapis pondasi bawah, maka
lapis pondasi diletakkan langsung diatas permukaan tanah dasar.
Lapis pondasi berfungsi sebagai:
1. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikal dari beban kendaraan dan
disebabkan ke lapis dibawahnya;
2. Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah;
3. Bantalan atau perletakan lapis permukaan.
Material yang digunakan untuk lapis pondasi adalah material yang cukup kuat dan awet
sesuai syarat teknik dalam spesifikasi pekerjaan. Lapis pondasi dapat dipilih lapis
berbutir tanpa pengikat atau lapis dengan aspal sebagai pengikat.
Berbagai jenis lapis pondasi yang umum digunakan di Indonesia adalah:
1. Laston lapis pondasi (Asphalt Concrete Base = AC-Base), adalah laston yang
digunakan untuk lapis pondasi, tebal nominal minimum 60 mm dengan tebal toleransi
5 mm. Agregat yang digunakan berkurang maksimum 37,5 mm (1,5 inci).
Ketentuan sifat campuran AC-Base seperti pada Tabel 2.3 dan untuk AC-Base
modifikasi seperti pada Tabel 2.4.
2. Lasbutag Lapis Pondasi adalah campuran antara agregat asbuton dan peremaja yang
dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Lapis Lasbutag Lapis Pondasi
bertebal nominal minimum 50 mm dengan ukuran agregat maksimum adalah 25 mm
(1 inci). Ketentuan sifat campuran lasbutog seperti pada Tabel 2.5.
3. Lapis Penetrasi Macadam (Lapen) seperti yang diuraikan pada Bab 2.1dapat pula
digunakan sebagai lapis pondasi, hanya saja tidak menggunakan agregat penutup.
4. Lapis Pondasi Agregat adalah Lapis pondasi dari butir agregat. Berdasarkan gradasi
lapis pondasi agregat dibedakan atas agregat kelas A dan agregat kelas B. Tebal
minimum setiap lapis minimum 2 kali ukuran agregat maksimum. Gradasi yang
digunakan untuk lapis pondasi kelas A dan B dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan
ketentuan sifat lapis pondasi agregat dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.7 Gradasi Lapis Pondasi Agregat
Ukuran saringan Persen berat yang lolos, % lolos
ASTM (mm) Kelas A Kelas B
3" 75
2'' 50 100
1 37,5 100 88 - 100
1'' 25,0 77 100 70 - 85
3/8'' 9,50 44 60 40 - 65
No.4 4,75 27 44 25 - 52
No.10 2,0 17 44 15 - 40
No.40 0,425 01-07-2017 Aug-20
No.200 0,075 02-08-2014 02-Aug
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
5. Lapis pondasi Tanah Semen adalah lapis yang dibuat dengan menggunakan tanah
pilihan yang diperoleh dari daerah setempat, yaitu tanah lempung dan tanah berbutir
seperti pasir dan kerikil kepasiran dengan plastisitas rendah. Bahan dicampur dengan
perbandingan semen dan air tertentu di lokasi atau terpusat hingga merata dan
memiliki daya dukung yang cukup sebagai lapis pondas. Ketentuan sifat campuran
setelah perawatan 7 hari di laboratorium seperti pada Tabel 2.9.
Tabel 2.8 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat
Sifat Kelas A Kelas B
Abrasi dari agregat kasar
mak. 40% mak. 40%
(SNI 03-2417-1990)
Indek plastis
mak. 6 mak. 6
(SNI-03-1990 dan SNI-03-1967-1990)
Hasil kali indek plastisitas dengan% lolos
mak. 25 --
saringan No.200
Batas cair
mak. 25 mak.25
(SNI-03-1967-1990)
Gumpalan lempung dan butiran-butiran
mudah
0% mak. 1%
pecah dalam agregat
(SNI-03-4141-1996)
CBR
min. 90% min. 65%
(SNI 03-1744-1989)
Perbandingan persen lolos # 200 dan #
40
mak. 2/3 mak. 2/3
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
Tabel 2.9 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Tanah Semen
Pengujian
Batas-batas
Sifat Metode
(setelah penguji
perawatan 7
hari)
Kuat tekan (UCS), kg/cm2 min. 20 SNI 03-6887-2002
CBR Laboratorium, % min. 180 SNI 03-1744-1989
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
6. Lapis Pondasi Agregat Semen (LFAS) adalah agregat kelas A, agregat kelas B, atau
agregat kelas C yang diberi campuran semen dan berfungsi sebagai lapis pondasi. Lapis
ini harus diletakkan di atas lapis pondasi bawah agregat kelas C. Ketentuan sifat
campuran setelah perawatan 7 hari di laboratorium seperta pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat Semen
Kuat Tekan Bebas
Lapis Pondasi Umur 7 Hari (kg/cm2)
Agregat Silinder Silinder
Semen (diameter 70 mm x tinggi (diameter 150 mm x tinggi
140) 300 mm)
Kelas A
45 75
Kelas B
35 55
Kelas C
30 35
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
2.4 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi dan tanah dasar dinamakan
lapis pondasi bawah (subbase)
Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai:
1. Bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban kendaraan
ke lapis tanah dasar. Lapis ini harus cukup stabil dan mempunyai CBR sama atau lebih
besar dari 20%, serta indekplastis (IP) sama atau lebih kecil dari 10%.
2. Effisiensi penggunaan material yang relatif murah, agar lapis diatasnya dapat dikurangi
tebalnya.
3. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi;
4. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancar sehubungan dengan
kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca,
atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda alat berat;
5. Lapis filter untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
pondasi. Untuk itu lapis pondasi bawah haruslah memenuhi syarat:
...........................................................................................................(2.1)
...........................................................................................................(2.1)
Dengan: D
15
= diameter butir pada persen lolos = 15%
Dengan: D
85
= diameter butir pada persen lolos = 85%
Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah lapis pondasi agregat
kelas C dengan gradasi seperti pada Tabel 2.11, dan ketentuan sifat campuran seperti pada
Tabel 2.12. Lapis pondasi agregat kelas C ini dapat pula digunakan sebagai lapis pondasi
tanpa penutup aspal.
2.5 Lapis Tanah Dasar (Subgrade/Roadbed)
Lapis tanah setebal 50 100 cm di atas mana diletrakkan lapis pondasi bawah
dan atau lapis pondasi dinamakan lapis tanah dasar atau subgrade.Mutu persiapan lapisan
lapis tanah dasar sebagai perletakan struktur perkerasan jalan sangat menentukan
ketahanan struktur dalam menerimabeban lalulintas selama masa pelayanan.
Tabel 2.11 Gradasi Lapis Pondasi Agregat Kelas C
Ukuran saringan
Persen berat yang lolos,
%
Lolos
ASTM (mm) Kelas C
3'' 75 100
2'' 50 75 - 100
1'' 37,5 60 - 90
1'' 25,0 45 - 78
3/8'' 9,50 25 - 55
No.4 4,75 13 - 45
No.10 2,0 8 - 46
No.40 0,425 7 - 23
No.200 0,075 5 - 15
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
Tabel 2.12 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat Kelas C
Sifat Kelas C
Abrasi dari agregat kasar (SNI 03-2417-1990)
mak. 40%
Indek Plastis (SNI-03-1966-1990 dan
4 - 9
SNI-03-1967-1990)
Batas Cair (SNI 03-1967-1990)
mak. 35
Gumpalan lempung dan butir - butir mudah pecah
mak. 1%
dalam agregat (SNI-03-1744-1996)
CBR (SNI 03-1744-1989)
mak. 15%
Perbandingan persen lolos # 200 dan # 40
Mak. 2/3
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
Berdasarkan elevasi muka tanah dimana struktur perkerasan jalan diletakkan, lapis tanah
dasar dibedakan yaitu:
1. lapis tanah dasar tanah asli adalah tanah dasar yang merupakan muka tanah asli di
lokasi jalan tersebut. Pada umumnya lapis tanah dasar ini disiapkan hanya dengan
membersihkan, dan memadatkan lapis atas setebal 30 50 cm dari muka tanah dimana
struktur perkerasan direncanakan akan diletakkan. Benda uji untuk menentukan daya
dukung tanah dasar diambil dari lokasi tersebut, setelah akar tanaman atau kotoran lain
disingkirkan.
2. lapis tanah dasar tanah urug atau tanah timbunan adalah lapis tanah dasar yang
lokasinya terletak di atas muka tanah asli. Pada pelaksanaan membuat lapis tanah dasar
tanah urug perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapkan. Benja uji untuk
menentukan daya du-kung tanah dasar diambil dari lokasi tanah untuk urugan.
3. lapis tanah dasar tanah galian adalah lapis tanha dasar yang lokasinya terletak dibawah
muka tanah asli. Dalam kelompok ini termasuk pula penggatian tanah asli setebal 50
100 cm akibat daya dukung tanah asli yang kurang baik. Pada pelaksanaan membuat
lapis tanah dasar tanah galian perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapkan.
Benda uji untuk menentukan daya dukung tanah dasar diambil dari elevasi lapis tanah
dasar.
Daya dukung dan ketahanan stuktur perkerasan jalan sangan ditentukan oleh daya
dukung tanah dasra. Masalah masalah yang sering ditemui terkait dengan lapis tanah
dasar adalah:
1. perubahan bentuk tetap dan rusaknya struktur perkerasan jalan secara menyeluruh;
2. sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memiliki sifat plastisitas tinggi.
Perubahan kadar air tanah dasar dapat berakibat terjadinya retak dan atau perubahan
bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada proses pemadatan tanah dasar sangat
menetukan kecepatan kerusakan yang mungkin terjadi.
3. perbedaan daya dukung tanah akibat perbedaan jenis tanah. Penelitian seksama akan
jenis dan sifat tanah dasar sepanjang jalan dapat mengurangi dampak akibat tidak
meratanya daya dukung tanah dasar.
4. kerbedaan penurunan (diffrential settlement) akibat terdapatnya lapis tanah lunak di
bawah lapis tanah dasar. Penyelidikan dan karakteristik lapisan tanah yang terletak
dibawah lapisan tanah dasar yang sangat membantu mengatasi masalah ini.
5. kondisi geologi yang dapat berakibat terjadinya patahan, geseran dari lempeng bumi
perlu diteliti dengan seksama terutama pada tahap penentuan trase jalan.
6. kondisi giologi sekitar trase pada lapisan tanah dasar diatas tanah galian perlu diteliti
dengan seksama, termasuk kestabilan lereng dan rembesan air yang mungkin terjadi
akibat dilakukannya galian. (Sukirman, 2010 : 9 - 30)
2.7 Jenis-Jenis Kerusakan Jalan
Sesuai Manual Pemeliharaan Jalan No: 03/MN/B/1983 kerusakan dikelompokkan
menjadi:
1. Retak (cracking)
2. Distorsi
3. Cacat permukaan
4. Pengausan
5. Kegemukan (bleeding)
6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas.
Pada umumnya kerusakan yang terjadi merupakan gabungan dari berbagai jenis kerusakan
sebagai akibat dari berbagai faktor yang saling terkait.
Retak
Retak yang terjadi pada permukaan jalan dibedakan atas:
1. Retak halus (hair cracks), yaitu retak dengann lebar celah lebih kecil atau sama dengan
3 mm. Retak rambut berkembang menjadi retak kulit buaya.
2. Retak kulit buaya (aligator cracks), yaitu retak dengan lebar celah lebih besar dari 3
mm yang saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai
kulit buaya.
3. Retak pinggir (edge cracks), yaitu retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang
yang mengarah kebahu dan terletak dekat bahu.
4. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint cracks), yaitu retak memanjang
yang terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasaan jalan.
5. Retak sambungan jalan (lane join cracks), yaitu retak memanjang yang terjadi pada
sambungan 2 lajur lalu lintas.
6. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), yaitu retak memanjang yang
terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan perlebaran.
7. Retak refleksi (reflection cracks), yaitu retak memanjang, melintang diagonal, atau
membentuk kotak sebagai gambar pola retakan dibawahnya.
8. Retak susut (shrinkage cracks), yaitu retak yang saling bersambungan membentuk
kotak-kotak besar dengan sudut yag tajam, akibat perubahan volume pada lapis
permukaan.
9. Retak slip (slippage cracks), yaitu retak yang bentuknya melengkung seperti sabit,
akibat kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dan lapis dibawahnya.Semua
retak harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi lapis tambah.
Distori
Distori atau atau perubahan bentuk disebabkan oleh lemahnya tanah dasar atau pemadatan
yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibata beban
lalulintas.
Berbagai jenis distorsi adalah:
1. Alur (rutting), terjadi pada lintasan roda kendaraan yang sejajar dengan sumbu jalan,
akibat terjadinya tambahan pemadatan akibat beban lalulintas. Alur dapat menjadi
tempat genangan air yang mengakibatkan timbulnya kerusakan yang lain.
2. Keriting (corrugation), alur yang terjadi dalam arah melintang jalan, akibatan
rendahnya stabilitas struktur perkerasan jalan.
3. Sungkur (solving), deformasi plastis yang terjadi setempat, biasanya ditempat
kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, atau tikungan tajam.
4. Amblas (grade depressions) terjadi setempat pada arus jalan. Amblas dapat dideteksi
dengan adanya genagan air setempat. Adanya amblas mempercepat terjadinya lubang
pada perkerasan jalan.
5. Jembul (upheaval), terjadi setempat pada ruas jalan,yang disebabkan adanya
pengembangan tanah dasar akibat adanya tanah ekkspansif.
Semua distoris harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi lapis tambahan.
Cacat Permukaan
Cacat permukaan biasanya merupakan rusak permukaan jalan akibat kimiawidan mekanis
material lapis permukaan.
Berbagai jenis cacat permukaan adalah:
1. Lubang (potholes), berupa mangkuk, berukuran variasi dari kecil sampai dengan besar.
Lubang menjadi tempat berkumpulnya air yang dapat meresap kelapis dibawahnya
yang menyebabkan kerusakan semakin parah
2. Pelepasan butir (raveling) lapis permukaan, akibat buruknya material yang digunakan,
adanya air yang terjebak, atau kurang baiknya pelaksanaan konstruksi.
3. Pengelupasan lapis permukaan (stipping), akibat kurang baiknya ikatan antara aspal
dengan agregat atau terlalu tipisnya lapis permukaan.
Semua cacat permukaan harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi lapis tambahan.
Pengausan (polished aggregate) yaitu permukaan jalan licin sehingga mudah terjadi slip
yang membahayakan lalulintas. Pengausan terjadi akibat ukuran, bentuk, dan jenis agregat
yang digunakan untuk lapis aus tidak memenuhi mutu yang disyaratkan.
Kegemukan
Kegemukan (bleeding) yaitu naik dan melelehnya aspal pada temperatur tinggi.
Kegemukan yang mengakibatkan jejak roda kendaraan pada permukaan jalan dan licin
disebabkan oleh penggunaan aspal yang terlalu banyak.Sukirman, (2010 : 182 185)
Gambar 1.1 Retak sambungan jalan
Gambar 2.2 Lubang (potholes)
Gambar 2.3 Retak kulit buaya (aligator cracks)
Gambar 2.4 Pelepasan butir
Gambar 2.5 Alur (rutting)
3.8 Penurunan pada bekas penanaman utilitas
Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depressions) yaitu
kerusakan yang terjadi akibat ditanamnya utilitas pada bagian perkerasan jalan dan tidak
dipadatkan kembali dengan baik. Hal ini dapat mengakibatkan distorsi pada permukaan
dan berlanjut dengan kerusakan lainnya.
Sebelum diberi lapis tambah, semua penurunan akibat penanaman utilitas ini harus
diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi lapisan tambahan (Sukirman, 2010 : 188)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Umum
Berdasarkan Undang Undang Repoblik Indonesia no. 13 Tahun 1980 tentang
jalan, bahwa suatu prasaranan penghubung dalam bentuk apapun yang meliputi segala
bagian jalan termasuk bangunan pelengkapnya semuanya diperuntukan bagi lalu lintas
baik yang menyangkut jalan tanah yang diperkeras dan jalur tanpa perkerasan.
Penggolongan jalan sesuai dengan pengawasannya meliputi beberapa bagian
antara lain:
1. Jalan Desa
Meliputi jalan jalan pada lingkungan pedesaan.
2. Jalan kabupaten / Kotamadya
Meliputi lingkungan kabupaten atau kotamadya yang bersangkutan
3. Jalan Provinsi.
Jalan yang melayani lingkungan provinsi yang dapat berfungsi menghubungkan
ibukota provinsi.
4. Jalan Nasional
Jalan yang menghubungkan ibukota-ibukota provinsi.
3.2. Diagram Alur
Metodologi penulisan secara umum dapat digambarkan dengan menganalisa jenis
kerusakan, kapasitas arus lalulintas, lingkungan sekitar dan geometrik jalan yang akan
menghasilkan prosentasi kerusakan jalan. Adapun proses analisa ini tergambar dalam diagram
berikut ini:
Gambar 3.1 Diagram Alur
Mulai
Data primer
Jenis jenis kerusakan
Data pengukuran Panjang, lebar
dan tebal kerusakan
Data Sekunder
Peta sketsa lokasi proyek
Gambar sketsa kerusakan
jalan
Analisa data
Jenis jenis kerusakan
Volume Kerusakan
Persentase Kerusakan
Selesai
Perhitungan Biaya
penanggulangan
3.3 Data Lalu lintas
Data yang sangat penting untuk perencanaan perkerasan jalan adalah data lalu lintas
kendaraan yang dapat diperoleh dari analisa pergerakan lalu lintas saat ini meliputi jenis
dan jumlah kendaraan yang melalui jalan tersebut
Salah satu penyebab kerusakan jalan adalah besarnya arus lalu lintas yang
menyebabkan beban menyamping dan tengangan geser, juga karena beban kendaraan yang
melalui jalan tersebut melebihi beban yang dapat dipikil oleh daya dukung normal dari
konstruksi jalan itu sendiri, Selain dari material lapis perkerasaan dan lapis penutup atau
kesalahan pada mix desing dan pelaksanaannya.
3.4 Metode pengambilan data
Dalam pengambilan data penulis melakukan observasi dan identifikasi, yang
melihat, mengamati dan mendata kerusakan jalan yang terjadi dilapangan secara langsung
serta mengukur luasan kerusakan tersebut.
Tindakan yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan, pengamatan dan
penangulangan kerusakan jalan adalah inspeksi untuk mendapatkan data data akurat
yang kuantitatif dalam pencatatan dan pengukuran kerusakan dilapangan.
Setiap kerusakan yang terjadi harus diukur baik panjang, lebar maupun diameternya
dengan menggunakan alat seperti meteran dan mistar.
Pencatatan dan pengukuran kerusakan jalan untuk beberapa kerusakan yang sering
terjadi meliputi :
Retak
- Pengukuran panjang retak dan lebar celah diukur dengan meteran / mistar
- Hasil dari pengukuran untuk panjang retak dinyatakan dalam meter (m) dan
untuk lebar celah dinyatakan dalam milimeter (mm).
Amblas atau penurunan
- Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran
- Hasil pengukuran untuk panjang dan lebar kerusakan dinyatakan dalam meter
(m) dan dalam penurunannya / amblas dinyakan dengan centimeter (cm)
Lubang
- Dinyatakan dalam jumlah lubang
- Pengukuran yang dilakukan dengan mencatat diameter lubang tersebut yang
dinyatakan dalam centimeter (cm)
- Keadaan tingkat kerusakan dari lubang itu perlu juga dicatat untuk memberikan
informasi tentang tingkat keparahan/ kerusakannhya.
Kegemukan
- Pengukuran dengan panjang dan lebarnya diukur dengan meteran
- Diukur dengan luasan (m
2
) pada permukaan yang terpengaruh
Pelepasan butir agregat
- Pengukuran panjang dan lebarnya diukur dengan meteran
- Diukur pada luas daerah yang terpengaruh dari pelepasan butiran