DM, Hiper, Hipo

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi
internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara
langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk
mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Sistem hormon merupakan sistem untuk
mengirim pesan keseluruh tubuh, namun pesan tidak dihantarkan melewati saraf. Sistem hormon
tersusun dari jaringan kelenjar-kelenjar di seluruh tubuh.
Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari
sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan
yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh. Nutrisi sangat penting bagi tubuh manusia. System
endokrin dan nutrisi sama-sama mempunyai pengaruh yang penting bagi tubuh.
Beberapa penyakit system endokrin yang dibahas dalam laporan ini adalah Diabetes
mellitus, Thyrotoxicosis, Cretinism, Addisons disease, Chusing syndrome,
Hiperparathyroidism, Hipoparathyroidism, Gigantism, dan Dwarfism. Sedangkan penyakit
akibat dari gangguan nutrisi yang dibahas adalah malnutrisi, keracunan logam, dan gangguan
pada system reproduksi meliputi BBLR dan preeklamsia.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam penyakit system endokrin beserta etiologi, gejala klnis,
pathogenesis, pemeriksaan, manifestasi oral dan penatalaksanaan di kedokteran gigi dari
penyakit tersebut?
2. Apa saja macam-macam penyakit gangguan nutrisi beserta etiologi, gejala klnis,
patogenesis, pemeriksaan, manifestasi oral dan penatalaksanaan di kedokteran gigi dari
penyakit tersebut?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam penyakit pada system endokrin serta memahami
etiologi, gejala klnis, pathogenesis, pemeriksaan, manifestasi oral dan penatalaksanaan di
kedokteran gigi dari penyakit tersebut.
2. Untuk mengetahui macam-macam gangguan nutrisi serta memahami etiologi, gejala
klnis, pathogenesis, pemeriksaan, manifestasi oral dan penatalaksanaan di kedokteran
gigi dari penyakit tersebut.


















Mapping




KELAINAN ENDOKRIN
Diagnosa Utama : DIABETES MELITUS
DD :
- CHUSING SYNDROME












PEMERIKSAAN
PENUNJANG
ETIOLOGI
GAMBARAN KLINIS
KLINIS
SISTEMIK INTRA ORAL
Penatalaksanaan di Kedokteran Gigi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi
organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke
berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu
tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar
keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin. Sistem endokrin terdiri dari
sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya
adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah.
Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ
tubuh.
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hyperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Akibat gangguan
hormonal tersebut dapat menimbulkan komplikasi pada mata seperti katarak ,ginjal (nefropati)
,saraf dan pembuluh darah. Ada dua type DM ,yang pertama adalah yang tergantung dengan
insulin ,type ini biasanya disebabkan karena destruksi dari sel beta langerhans akibat proses auto
imun. Sedangkan type yang kedua adalah DM yang tidak tergantung pada insulin akibat dari
kegagalan relatif sel beta langerhans. Penyakit diabetes mellitus (DM)-yang dikenal masyarakat
sebagai penyakit gula atau kencing manis-terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan
kadar gula (glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak berfungsi
baik. Biasanya akan terdapat gejala banyak buang air kecil ,terutama pada malam hari ,sehingga
penderita akan berulang kali bangun sebelum pagi hanya untuk ke kamar kecil. Selain itu juga
akan merasa cepat lapar dan akan merasa lapar lagi walau belum beberapa lama. Merasa haus
walau belum beberapa lama minum . Gejala lain yang sering juga dikeluhkan adalah sering
kesemutan gatal ,mata kabur sehingga cepat ganti kacamata , disfungsi ereksi ,gatal-gatal pada
vulva vagina. Banyak makan tapi badan menjadi kurus ,orang gemuk dengan cepat menjadi
kurus. Gejala biasanya akan terdapat gejala banyak buang air kecil ,terutama pada malam hari
,sehingga penderita akan berulang kali bangun sebelum pagi hanya untuk ke kamar kecil. Selain
itu juga akan merasa cepat lapar dan akan merasa lapar lagi walau belum beberapa lama. Merasa
haus walau belum beberapa lama kamu minum . Gejala lain yang sering juga dikeluhkan adalah
sering kesemutan gatal ,mata kabur sehingga cepat gati kacamata , disfungsi ereksi ,gatal-gatal
pada vulva vagina. Banyak makan tapi badan menjadi kurus ,orang gemuk dengan cepat
menjadi kurus.
Tirotoksikosis merupakan keadaan klinis manifestasi kelebihan hormon tiroid yang
ditandai dengan peningkatan aktivitas simpatis, misalnya jantung menjadi berdebar-debar,
gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. Tirotoksikosis
dapat terjadi meskipun tanpa pembesaran kelenjar tiroid. Penyebab utama tirotoksikosis ialah
Penyakit Graves, Adenoma Toksik, Struma Multinodosa Toksik (Penyakit Plummer), Tiroiditis,
serta penyebab lain yang relatif jarang. Tiroktosikosis merupakan suatu keadaan di mana
didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis
dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang
merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Hipertiroidisme (Hyperthyrodism) adalah
keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan sehingga menghasilkan
hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah. Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi
kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid
akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan
keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambamn kadar HT dan TSH
yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme
akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan TRH yang
berlebihan.
Hipotiroid merupakan suatu keadaan klinik yang ditandai dengan menurunnya sekresi
dari salah satu atau kedua hormontiroid yang terjadi akibat berbagai kelainan struktur dan
fungsional. Keadaan ini merupakan suatu gangguan kelenjar endokrin yang biasanya terjadi
sejak janin maupun pada masa kanak-kanak. Salah satu akibat dari kurangnya hormone tiroid
dalam tubuh dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat dengan perawakan pendek (cebol)
atau disebut kretinisme. Penyebab paling sering dari kekurangan hormone tiroid adalah akibat
kurangyna bahan baku pembuat. Bahan baku terpenting untuk produksi hormone tiroid adalah
yodium. Kretinisme dapat terjadi bila kekurangan berat unsur yodium terjadi selama masa
kehamilan hingga tiga tahun pertama kehidupan bayi.hormon tiroid bekerja sebagai penentu
utama laju metabolic tubuh keseluruhan, pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta fungsi
saraf. Sebenarnya gangguan pertumbuhan timbul karena kadar tiroid yang rendah mempengaruhi
produksi hormon pertumbuhan, hanya saja ditambah gangguan lain terutama pada susunan saraf
pusat dan saraf perifer. Bila kekurangan hormone tiroid terjadi sejak janin, maka gejalanya
adalah retardasi mental (IQ rendah).
Penyakit addison bisa terjadi pada umur berapa pun dan terjadi pada pria maupun wanita
secara berimbang. Pada 70% dari orang dengan penyakit addison, penyebab secara persis tidak
diketahui, tetapi kelenjar adrenalin yang dipengaruhi oleh reaksi autoimun pada sistem antibodi
menyerang dan menghancurkan kulit luar adrenal. Pada 30% lainnya, kelenjar adrenalin
dihancurkan oleh kanker, infeksi seperti tbc, atau penyakit lain yangterindidentifikasi. Pada bayi
dan anak, penyakit addison mungkin disebabkan oleh kelainan genetik kelenjar adrenalin.
Kekurangan adrenal sekunder adalah masa yang diberikan pada penyakit yang menyerupai
penyakit addison. Pada penyakit ini, kelenjar adrenalin kurang aktif karena kelenjar di bawah
otak tidak merangsang mereka, bukan karena kelenjar adrenalin sudah hancur atau dengan cara
lain langsung gagal.
Sindrom cushing adalah penyakit yang disebabkan kelebihan hormon kortisol. Nama
penyakit ini diambil dari harvey cushing, seorang ahli bedah yang pertama kali
mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini ditimbulkan ketika kelenjar
adrenal pada tubuh terlalu banyak memproduksi hormon kortisol. Penyakit ini juga dapat muncul
akibat seseorang terlalu banyak mengkonsumsi obat yang yang mengandung kortikosteroid, yang
biasanya digunakan untuk berbagai pengobatan penyakit yang akut.
Malnutrisi dapat terjadi oleh karena kekurangan gizi (undernutrisi) maupun karena
kelebihan gizi (overnutrisi). Keduanya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan
tubuh dan asupan zat gizi esensial. Perkembangan malnutrisi melalui 4 tahapan yaitu Perubahan
kadar zat gizi dalam darah dan jaringan, Perubahan kadar enzim , Kelainan fungsi pada organ
dan jaringan tubuh , dan Timbulnya gejala-gejala penyakit dan kematian.

Pada usia yang lebih tua, kebutuhan akan zat gizi lebih rendah, tetapi kemampuan untuk
menyerap zat gizipun sering menurun. Oleh karena itu, resiko kekurangan gizi pada masa ini
adalah lebih besar dan juga pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah. Untuk menilai
status gizi seseorang, ditanyakan tentang makanan dan masalah kesehatan, dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium tertentu. Pada pemeriksaan darah dilakukan
pengukuran kadar zat gizi dan bahan-bahan yang tergantung kepada kadar zat gizi (misalnya
hemoglogbin, hormon tiroid dan transferin). Jika zat makanan tidak dapat diberikan melalui
mulut, bisa diberikan melalui sebuah selang yang dimasukkan kedalam saluran pencernaan
(nutrisi enteral) atau secara intravena (nutrisi parenteral). Kedua cara tersebut bisa digunakan
untuk memberikan makanan kepada orang-orang yang tidak mau atau tidak dapat makan, atau
tidak dapat mencerna dan menyerap zat makanan.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir. Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang
lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.
Kondisi preeklampsia sangat kompleks dan sangat besar pengaruhnya pada ibu maupun
janin. Gejalanya dapat dikenali melalui pemeriksaan kehamilan yang rutin. Kendati tak jarang si
ibu merasa dirinya sehat-sehat saja. Adanya preeklampsia bisa diketahui dengan pasti, setelah
pada pemeriksaan didapatkan hipertensi, bengkak, dan protein dalam urin. Preeklampsia
biasanya muncul pada trimester ketiga kehamilan. Tapi bisa juga muncul pada trimester kedua.
Bentuk nonkompulsif dari gangguan ini terjadi pada sekitar 7 persen kehamilan. Gangguan ini
bisa terjadi sangat ringan atau parah. Secara klinis, gejala-gejalanya ditandai oleh penemuan
tekanan darah yang tinggi ataupun peningkatan tekanan darah dari biasanya. Itu merupakan hal
penting untuk menentukan seorang ibu hamil mengalami preeklampsia atau tidak. Sebagai
patokan digunakan batasan tekanan darah lebih dari 130/90 mmHg. Bengkak dapat mudah
dikenali di daerah kaki dan tungkai. Pada keadaan yang lebih berat didapatkan bengkak di
seluruh tubuh. Pembengkakan ini terjadi akibat pembuluh kapiler bocor, sehingga air yang
merupakan bagian dari sel merembes keluar dan masuk ke dalam jaringan tubuh dan tertimbun di
bagian tersebut. Terdapat kadar protein tinggi dalam urin karena gangguan pada ginjal. Gejala
preeklampsia ringan menunjukkan angka kadar protein urin lebih tinggi dari 500 mg per 24 jam.
Yang parah dapat mencapai angka 5 gram dalam 24 jam. Pengeluaran urin pun kurang dari 400
ml per 24 jam. Serta kenaikan berat badan lebih dari 1,36 kg setiap minggu selama trimester
kedua, dan lebih dari 0,45 setiap minggu pada trimester ketiga.















BAB III
PEMBAHASAN


Penyakit Sistem Endokrin
3.1 Diabetes Melitus
3.1.1 Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk diabetes mellitus,
yaitu tipe 1, tipe 2, dan diabetes gestasional (terjadi selama kehamilan)
- Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 dulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM,
"diabetes yang bergantung pada insulin"), atau diabetes anak-anak, dicirikan
dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans
pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat
diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa
menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita
diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini
mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas
tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan
pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor
pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling
awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic
ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga).
Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian
insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24
jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta
dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup,
perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan
dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat
mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter
menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah. seperti "frequent hypoglycemic
events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak
nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.
Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan
secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang
rendah, yang disebut hypoglycemia, dapat menyebabkan kejang atau seringnya
kehilangan kesadaran.
- Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 dulu disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus
(NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") terjadi karena
kombinasi dari "kecacatan dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap
insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya defek respon
jaringan terhadap insulin)yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada
tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas
terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam
darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatas dengan berbagai cara dan Obat
Anti Diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi
insulinpun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada
beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya
resistensi ini, namun obesitas sentral (fat concentrated around the waist in relation
to abdominal organs, not it seems, subcutaneous fat) diketahui sebagai faktor
predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, mungkin dalam kaitan dengan
pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi
glukosa. abdominal gemuk Adalah terutama aktip hormonally. Kegendutan
ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan mendiagnose dengan
jenis 2 kencing manis. Lain faktor boleh meliputi mengeram dan sejarah keluarga,
walaupun di dekade yang ter]akhir [itu] telah terus meningkat mulai untuk
mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 boleh pergi tak ketahuan bertahun-tahun dalam suatu pasien
[sebelum/di depan] hasil diagnosa [sebagai/ketika] gejala yang kelihatan adalah
secara khas lembut atau yang tidak ada,, tanpa ketoacidotic, dan dapat sporadis..
Bagaimanapun, kesulitan yang menjengkelkan dapat diakibatkan oleh jenis tak
ketahuan 2 kencing manis, termasuk kegagalan yang berkenaan dengan ginjal,
penyakit yang vaskuler ( termasuk penyakit nadi/jalan utama serangan jantung),
visi merusakkan, dan lain lain
Diabetes Tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik
(biasanya peningkatan), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan
lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon
insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di
sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito
abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan
lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin
adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di
kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin
( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang
glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (
e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g.,
thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah
diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal.
Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam
banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan
pengobatan.
- Gestational Diabetes Mellitus
Gestational diabetes mellitus (GDM) melibatkan kombinasi dari kemampuan
reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2
kencing manis di beberapa pengakuan. Terjadi selama kehamilan dan dapat
sembuh setelah melahirkan. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau
ibu, dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
GDM terjadi di sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan
secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan
permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi
menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak
lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Resiko Fetal/Neonatal yang dihubungkan dengan GDM meliputi keanehan sejak
lahir seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan
[sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-
hal janin boleh menghalangi sindrom kesusahan dan produksi surfactant penyebab
hal-hal janin yang berhubung pernapasan. Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan
oleh pembinasaan sel darah yang merah. Di kasus yang menjengkelkan, perinatal
kematian boleh terjadi, paling umum sebagai hasil kelimpahan placental yang
lemah/miskin dalam kaitan dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler.
Induksi/Pelantikan mungkin ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian
Cesarean mungkin dilakukan jika ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu
ditingkatkan risiko dari luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia,
seperti bahu dystocia.

3.1.2 Etiologi
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi
umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor
herediter memegang peranan penting.
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille
Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia
(meningkatnya kadar gula darah).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena
itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya
mempunyai peranan dalam terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon
autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002)
b. Diabetes Tipe 2
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset
melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM
sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan
banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas
tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah
reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat
dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang
besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal.
Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan
diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah
dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah
kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan
berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat
keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah
(Brunner & Suddart, 2002)
3.1.3 Patogenesis
- Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe ini terjadi akibat destruksi auto imun sel beta. Bentuk diabetes
tipe 1 yang parah dan memerlukan insulin biasanya terjadi pada anak-anak,
tetapi penyakit autoimun ini juga dapat bermanifestasi pada orang dewasa
dalam bentuk yang lebih ringan. Terdapat tiga mekanisme yang saling terkait
yang berperan dalam destruksi sel islet : kerentanan genetik, autoimunitas, dan
gangguan lingkungan. 1) Kerentanan genetik berkaitan dengan alel spesifik
kompleks histokompatibilitas mayor ( MHC) kelas II dan lokus genetik lain
yang menyababkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitas
terhadap sel beta islet 2) reaksi autoimun timbul secara spontan atau dipicu 3)
suatu kejadian di lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi
imunogenik. Diabetes muncul setelah sebagian besar sel beta rusak.

PREDISPOSISI GENETIK

Gen-gen terkait HLA
dan lokus genetik lain


GANGGUAN LINGKUNGAN





SERANGAN AUTOIMUN





- Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Dua defek metabolik yang menandai diabetes tipe 2 adalah gangguan sekresi
insulin pada sel beta dan ketidakmampuan jaringan perifer berespon terhadap
insulin ( resistensi insulin)
Gangguan sekresi insulin pada sel beta
Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berat
dibandingkan dengan diabetes tipe 1. Pada kenyataannya, pada wal perjalanan
penyakit, kadar insulin bahkan mungkin meningkat untuk mengkompensasi
resistansi insulin. Pada kasus yang jarang, mutasi di reseptor insulin
menimbulkan resistensi insulin yang parah.

Interaksi virus: mimikri /
molekular
Destruksi sel beta
Diabetes Tipe 1










PREDISPOSISI GENETIK LINGKUNGAN
-


DEFEK SEL BETA PRIMER RESISTENSI INSULIN JARINGAN PERIFER








DEFEK GENETIK MULTIPEL KEGEMUKAN
Gangguan sekresi insulin Kurangnya pemanfaatan glukosa
hiperglikemi
Kelelahan sel beta





3.1.4 Pemeriksaan
1. Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena :
o <100>
o 100 - 200 = belum pasti DM
o >200 = DM
Darah kapiler :
o <80>
o 80 - 100 = belum pasti DM
o > 200 = DM
2. Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena :
o <110>
o 110 - 120 = belum pasti DM
o > 120 = DM
Darah kapiler :
o <90>
o 90 - 110 = belum pasti DM
o > 110 = DM
DIABETES TIPE 2
3. Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring diagnosis DM (mg/dl).

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

3.1.5 Manifestasi klinis dan Manifestasi intraoral
Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi
atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat
dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi
sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus
teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum
(polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi
rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak
makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel
akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan
penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)
Manifestasi Intraoral
- Oral diabetik pada ludah
akibat angiopati dan neuropati diabetik pada diabetes mellitus akan terjadi
xerostomia, yang beperan pada tingginya karies dan periodontitis pada diabetes
mellitus teregulasi jelek.
- Oral diabetik pada lidah
akibat neuropati penderita mengeluh lidahnya tidak terasa atau tebal, kadang
kering seperti terbakar.
- Oral diabetik pad periodontium
menurut Askandar dkk (1988) 75% penderita diabetes mellitus terjadi
peningkatan angka kesakitan dan keparahan penyakit periodontal.
- Oral diabetik pada mukosa mulut
adanya xerostomia (mulut kering), mukosa pipi dan lidah terasa terbakar,
mukosa mulut membenggkak, hiperkemia dan nyeri.
Infeksi jamur kandida albicans yang merupakan mikroorganisme komensal di
dalam rongga mulut,disebut kandidosis / kandidiasis.timbulnya kandidosis ini
disebabkan oleh karena adanya hiperglikemia yang menyebabkan kadar
glukosa saliva meningkat dan xerostomia, yang membuat suasana yang baik
untuk pertumbuhan jamur. Perlu jadi perhatian bagi dokter gigi apabila
menjumpai penderita dengan oral kandidosis penyakit periodontal, perlu
dipertimbangkan untuk di periksa kadar glukosa darahnya dan apabila
ditemukan hiperglikemia perlu dipertimbangkan adanya diabetes melitus.
Selanjutnya diperlukan kerja sama diagnosis dan perawatan dengan sejawat
spesialis penykit dalam, untuk mendapatkan hasil perawatan yang baik dengan
tujuan meningkatkan kualitas hidup bagi penderita diabetes mellitus.
- Pengaruh infeksi rongga mulut terhadap diabetes mellitus
akibat infeksi gigi dan mulut yang berlangsung secara kronis akan penyulit
kondisi diabetes mellitus. Infeksi ronng mulut yang belanjut dan kambuhan
akan menyulitkan regulasi diabetes mellitus(sulit menurunkan kadar glukosa
darah).adanya infeksi akan berpengaruh pada sel radang untuk melepaskan
mediator yang menyebabkan resistensi insulin,akibatnya pada penderita
diabetes dengan infeksi kronis kadar glukosa darahnya sulit diturunkan.

3.1.6 Penatalaksanaan di Kedokteran Gigi
Petunjuk umum
1. Terapi diabetes mellitus harus adekuat
2. Hindari stress, jangan membuat perjanjian atau tindakan perawatan yang
terlalu lama. Bila perlu gunakan penenang.
3. Pemilihan Antibiotika : ada tiga antibiotika yang menunjukkan kepekaan
yang tinggi ; SAS, yaitu golongan Sefalosporin, Aminoglikosida dan
Sulbensin. Pada penderita diabetes melitus dengan kadar glukosa lebih dari
250 mg/dl perlu antibiotik dosis tinggi, karena faal lekositnya terganggu
Petunjuk Khusus
Dalam menghadapi penderita diabetes melitus perlu dibedakan 3 golongan:
Resiko rendah : kdg < 200 mg/dl
Dapat dilakukan tindakan operasi dengan memperhatikan penggunaan
adrenalin serendah mungkin. Dapat dilakukan perawatan restoransi dan
rehabilitas, tindakan bedah sederhana, sedang dan rumit
Resiko sedang : kdg 200-300 mg/dl
Apabila tidak terlalu penting semua tunggu sampai menjadi resiko rendah
sesudah penundaan 1-2 minggu. Tindakan rehabilitas dan restorasi dapat
dilakukan seperti merawat penderita biasa, apabila mendesak tindakan bedah
sederhana dan sedang dilaksanakn dengan regulasi diabetes melitus setelah
berkonsultasi dengan dokter/dokter ahli, sedang tindakan boleh rumit
dianjurkan rawat inap.
Resiko tinggi : kdg >300 mg/dl

Hal yang perlu diperhatikan bagi dokter gigi dalam menghadapi penderita mellitus dengan
oral diabetik
1. DM termasuk golongan resiko rendah (glukosa darah kurang dari 200 mg/dl)
2. Penggunaan anesthesi lokal (untuk mempermudah persiapan ),
3. Penggunaan adrenalin (vasokontriktor) dan desinfektan ( yang bekrosis ) dengan dosis
yang serendah mungkin
4. Laksanakan tindakan se-steril mungkin,
5. Trauma akibat tindakan seminal mungkin,
6. Ekstraksi gigi bertahap (1-2 gigi setiap tahap )
7. Jahitan dengan benang yang tidak bisa diserap agar tidak timbul pendarahan dan dry
socket,
8. Berikan antibiotika pilihan,bila perlu berikan antibiotika 3-5 hari sebelumnya,
9. Bila luka operasi cukup luas, gunakan insulin (untuk regulasi dan penyembuhan luka)
sampai 2 minggu setelah sembuh,
10. Berikan vitamin golongan B komplek dalam dosis tinggi

3.6 Hiperparathyroidisme
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh
kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal
yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu
hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau
tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang
berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi
yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan
meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon
paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari
hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon
paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence
Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat
membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan
kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak
walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat. (www.endocrine.com)
b. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:
1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma
atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan
kelainan endokrin lainny
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui.
Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin
neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan.
Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe
hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini..
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari
kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada 15 % pasien
semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.
c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh
hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma
paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2%
kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat
empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh
pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia
paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia
tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat
kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami
pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan
utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan
mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya
mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer,
karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid
dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi
format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia
yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan
dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH
terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi
kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium
dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang
selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga
hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang
dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. (
Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi
adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena
peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada
pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung
bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara
fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini
tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi
PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang
dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan
kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat
mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul
pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago
(khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme
kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ.

d. Manifestasi Klinik
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat
terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan
otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini
berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis
dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga
keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem
saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf
dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan
dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat
dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi),
obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi
akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa
benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami
nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri
ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan badan.
Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor
risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada
hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal.
(Brunner & Suddath, 2001)
e. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level
kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain
dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon
paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan
dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia
lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik
karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan
pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-
x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran
dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah
urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu
ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus
telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi
kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid..
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan
penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan,
tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya
kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan
kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan
keadaan tulang dan resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan
fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan
palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh
direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R.
Taylor, 2005, 783)
Laboratorium:
1) Kalsium serum meninggi
2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5) Foto Rontgen:
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
o Cystic-cystic dalam tulang
o Trabeculae di tulang


f. Komplikasi
1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) batu ginjal
4) hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6) osteitis fibrosa cystica
g. Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah
tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun
demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium
serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan
pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya
hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu
ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti
bahwa minuman ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk
melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia.
Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme
primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan
menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil
tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia,
kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi
kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan
melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian
pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan
pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien
dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika
pasien juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet
protein yang khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan
pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai
dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang
merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.

3.7 Hipoparathyroidisme
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang
tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi
paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
(www.endocrine.com)
b. Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada
anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
2) Hipomagnesemia.
3) Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
c. Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan
fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum
meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid
karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama
adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar
paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang
berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak
anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah
yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini
sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien
tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah
operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat
segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk:
(1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar
50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2)
pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik
hormon terganggu.

d. Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut
menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi
spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk
melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa,
kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua
belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup
bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan
tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta
kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium.
Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)
e. Pemeriksaan Diagnostik
Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif.
Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan
akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara
tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior
telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata..
Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri
dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya
hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar
dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3. Fosfatase alkali normal atau rendah
4. Foto Rontgen:
a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
5. Density dari tulang bisa bertambah
6. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
f. Komplikasi
1) Kalsium serum menurun
2) Fosfat serum meninggi
g. Penatalaksanaan
Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-
2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia.
Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera
dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera
menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti
pentobarbital dapat dapat diberikan.
Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi
hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens
reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi
hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan
pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus
memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba,
cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan.
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar
kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun
susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis
makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu
dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang
tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan
sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan
sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus
gastrointestinal.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau
Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3)
biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal.

Anda mungkin juga menyukai