Dokumen tersebut membahas strategi revitalisasi pertanian Indonesia meliputi empat poin utama: (1) strategi ketahanan pangan dan pembiayaan pertanian, (2) peningkatan daya saing dan ekspor produk pertanian, (3) pengembangan komoditas baru, dan (4) hambatan-hambatan seperti kemiskinan petani dan menyempitnya lahan pertanian.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
380 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas strategi revitalisasi pertanian Indonesia meliputi empat poin utama: (1) strategi ketahanan pangan dan pembiayaan pertanian, (2) peningkatan daya saing dan ekspor produk pertanian, (3) pengembangan komoditas baru, dan (4) hambatan-hambatan seperti kemiskinan petani dan menyempitnya lahan pertanian.
Dokumen tersebut membahas strategi revitalisasi pertanian Indonesia meliputi empat poin utama: (1) strategi ketahanan pangan dan pembiayaan pertanian, (2) peningkatan daya saing dan ekspor produk pertanian, (3) pengembangan komoditas baru, dan (4) hambatan-hambatan seperti kemiskinan petani dan menyempitnya lahan pertanian.
Dokumen tersebut membahas strategi revitalisasi pertanian Indonesia meliputi empat poin utama: (1) strategi ketahanan pangan dan pembiayaan pertanian, (2) peningkatan daya saing dan ekspor produk pertanian, (3) pengembangan komoditas baru, dan (4) hambatan-hambatan seperti kemiskinan petani dan menyempitnya lahan pertanian.
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5
Tugas Mata Kuliah Pembangunan dan Kebijakan Pertanian
Nama : Azhar Gian Pradipta
Nim : A1C011077 1. Pengertian revitalisasi pertanian menurut 3 sudut pandang. Revitalisasi pertanian memiliki tiga pilar pengertian. Pertama, pengertian revitalisasi pertanian sebagai kesadaran akan pentingnya pertanian dalam arti vitalnya pertanian- bagi kehidupan bangsa dan rakyat Indoesia; kedua, revitalisasi pertanian sebagai bentuk rumusan harapan masa depan akan kondisi pertanian; serta ketiga, pengertian revitalisasi sebagai kebijakan dan strategi besar melakukan proses revitalisasi itu sendiri. Arti penting secara proporsional tidak dimaksudkan untuk menjadikan bidang dan sektor lain menjadi lebih tidak penting, tetapi justru menekankan keterkaitan, saling ketergantungan, dan sinergi. Arti penting pertanian juga dilihat secara konstektual sesuai perkembangan masyarakat. Pertanian tidak dipentingkan melulu karena pertimbangan masa lalu, tetapi terutama karena pemahaman atas kondisi saat ini dan antisipasi masa depan dalam masyarakat yang mengglobal, semakin modern, dan menghadapi persaingan yang semakin ketat. Revitalisasi pertanian juga diartikan sebagai usaha, proses dan kebijakan untuk menyegarkan kembali daya hidup pertanian, memberdayakan kemampuannya, membangun daya-saingnya, meningkatkan kinerjanya, serta menyejahterakan pelakunya, terutama petani, nelayan, dan petani hutan; sebagai bagian dari usaha untuk mensejahterakan seluruh rakyat. 2. Mengapa revitalisasi pertanian itu penting? Revitalisasi pertanian bukan dimaksudkan membangun pertanian at all cost dengan cara- cara yang top-down sentralistik; bukan pula orientasi proyek untuk menggalang dana; tetapi revitalisasi adalah menggalang komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir masyarakat melihat pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam yang sekedar hanya menghasilkan komoditas untuk dikonsumsi. Revitalisasi pertanian bila diterjemahkan secara sederhana adalah sebuah proses giving a new life, khususnya keluarga besar pertaniaan untuk memartabatkan diri sendiri, kelompok atau gabungan kelompok taninya, pebisnis, kelembagaan pertanian dan kelembagaan taninya, agar terwujud kesejahteraan kaum petani yang semakin baik berkualitas lagi. Revitalisasi pertanian mempunyai sasaran yang hendak dicapai: 1) Peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, 2) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha, 3) Ketahanan pangan, 4) Peningkatan daya saing pertanian, 5) Pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, 6) Menjalin mitra dengan masyarakat dan pengusaha sebagai investor, 7) Pembangunan daerah. Ketujuh sasaran tersebut pada dasarnya dapat disarikan sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan, menjamin ketahanan pangan nasional, serta mengkonservasi, merehabilitasi, dan melestarikan sumber daya alam. 3. Strategi revitalisasi pertanian. 1. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan Pokok-pokok kebijakan ketahanan pangan yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan jangka panjang yaitu; (a) Mengembangkan sistem pengaturan perdagangan pangan yang adil, (b) Melakukan pengendalian konversi lahan, (c) Meningkatkan produktivitas usaha pangan, (d) Peningkatan pengelolaan konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang, (e) Meningkatkan kutu dan keamanan pangan, (f) Melakukan antisipasi terhadap dinamika perubahan iklim dan sumberdaya air, (g) Meningkatkan pengelolaan pertumbuhan penduduk dan (h) Mengembangkan aliansi solidaritas masyarakat mengatasi masyarakat mengatasi kerawanan pangan. Langkah-langkah kebijakan operasional pembangunan ketahanan pangan nasional dilakukan dengan: (a) Pengembangan produksi dan ketersediaan pangan, melalui pemeliharaan dan peningkatan kapasitas produksi pangan nasional, peningkatan produksi pangan domestik meliputi volume, kualitas dan keragamannya, serta pengembangan teknologi; (b) Distribusi dan akses pangan melalui pemanfaatan wahana perdagangan internasional, dilaksanakan dengan menfasilitasi dan mengatur ekspor, impor pangan, yang berorientasi pasar dan berpihak pada keseimbangan kepentingan produsen maupun konsumen; serta peningkatan efesiensi sistem distribusi pangan; (c) Pengelolaan terhadap permintaan dan konsumsi pangan melalui pengembangan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang serta; peningkatan penghasilan dan daya beli masyarakat terhadap pangan. 2. Strategi dan Kebijakan Pembiayaan Pertanian Strategi yang ditempuh dalam rangka mengembangkan pembiayaan pertanian adalah sebagai berikut: (a) Menyempurnakan kebijaksanaan pembiayaan yang ada sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis terhadap sumber pembiayaan; (b) Mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh petani kecil di pedesaan; (c) Mengembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi UMKM agribisnis; (d) Mengembangkan pembiayaan pola bagi hasil/syariah untuk pembiayaan sektor pertanian; (e) Mengembangkan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga keuangan mikro (LKM) pedesaan untuk pembiayaan UMKM agribisnis; (f) Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit agribisnis yang mudah diakses oleh petani; (g) Mensosialisasikan sumber-sumber pembiayaan yang telah ada; (h) Meningkatkan kerja sama dengan lembaga keuangan dan negara donor di luar negeri untuk pengembangan pembiayaan agribisnis; dan (i) Meningkatkan partisipasi/memobilisasi dana masyarakat untuk pengembangan agribisnis. 3. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Ekspor Produk Pertanian Target ekspor komoditas pangan, perkebunan, dan peternakan tahun 2005 diharapkan dapat mencapai 7,8 miliar dollar AS. Nilai expor diharapkan tumbuh minimal 5 persen per tahun, sehingga tahun 2009 total ekspor dapat mencapai 12 miliar dollar AS. Strategi pengembangan ekspor yang perlu ditempuh adalah: a. Meningkatkan daya saing produksi dalam negeri melalui: (i) Pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian untuk mampu mengakses teknologi pengolahan hasil dan informasi pasar; (ii) Menumbuh kembangkan industri pengolahan hasil pertanian di perdesaan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah hasil pertanian, menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (iii) Meningkatkan volume, nilai dan keragaman produk ekspor baik segar maupun olahan; (iv) Penumbuhan kawasan agroindustri melalui Pelayanan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P3HP); (v) Pengembangan sarana dan prasarana pasar termasuk cold storage dan packing house; (vi) Harmonisasi tarif, pajak/pungutan ekspor & standardisasi mutu. b. Peningkatkan pangsa pasar ekspor melalui: (i) Pengembangan informasi pasar & market intelligence; (ii) Penguatan diplomasi, negosiasi dalam membuka pasar; (iii) Perluasan akses pasar melelui promosi dan pengembangan Free Trade Area (FTA); (iv) Peningkatan kerjasama internasional; (v) Peningkatan kemampuan negosiasi dan diplomasi (sekretariat WTO, training, magang), dan (vi) Sosialisasi hasil-hasil negosiasi & diplomasi. 4. Strategi Pengembangan Produk Pertanian Baru Untuk mempercepat peningkatan nilai tambah yang pada gilirannya akan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan pelakunya, maka strategi pengembangan komoditi pertanian harus difokuskan kepada produk hilir agroindustri. Mengingat besarnya investasi untuk mengembangkan produk hilir, maka komoditi yang akan dikembangkan produk hilirnya harus dipilih yang mempunyai nilai tambah besar, investasinya tidak terlalu besar, pasar produknya cukup luas, penguasaan sumberdaya manusia mencukupi dan tersedianya berbagai prasyarat normatif lain yang mampu dipenuhi. Untuk itu pengembangan komoditi akan diprioritaskan kepada komoditi sebagai berikut: (1) Padi; (2) Jagung; (3) Kedelai; (4) Pisang; (5) Jeruk; (6) Bawang merah; (7) Anggrek; (8) Kelapa Sawit; (9) Karet; (10) Kakao; (11) Kelapa; (12) Tebu; (13) Sapi; (14) Ayam. 4. Hambatan-hambatan revitalisasi pertanian. 1. Rendahnya kesejahteraan dan relatif tingginya tingkat kemiskinan petani. Sekitar 70-80 persen kelompok masyarakat ini termasuk golongan miskin dengan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan, yang masih tradisional dan bersifat subsisten. Minimnya akses terhadap informasi dan sumber permodalan, menyebabkan masyarakat petani/nelayan, dan masyarakat pesisir tidak dapat mengembangkan usahanya secara layak ekonomi. 2. Lahan pertanian yang semakin menyempit. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian, jumlah petani dalam kurun waktu 1983-2003 meningkat namun dengan jumlah lahan pertanian menurun, sehingga rata-rata pemilikan lahan per petani menyempit dari 1,30 ha menjadi 0,70 ha per petani. Dengan luasan lahan usaha tani seperti ini, meskipun produktivitas per luas lahan tinggi, namun tidak dapat memberikan pendapatan petani yang cukup untuk menghidupi rumah tangga dan pengembangan usaha mereka. Hal ini merupakan tantangan besar dalam rangka mengamankan produksi padi/beras dari dalam negeri untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan peningkatan daya saing komoditas pertanian. Lembaga pendukung untuk petani terutama lembaga penyuluhan pertanian sudah kurang berfungsi sehingga menurunkan efektivitas pembinaan, dukungan dan diseminasi teknologi dalam rangka meningkatkan penerapan teknologi dan efisiensi usaha petani. Selain itu, dengan berkembangnya otonomi daerah, semakin banyak peraturan daerah yang menghambat arus pemasaran komoditas, baik input produksi maupun output/hasil produksi. Kondisi ini kemudian membuat sistem pemasaran akan merugikan bagi petani produsen, karena berada pada posisi yang paling lemah. 3. Terbatasnya akses ke sumberdaya produktif, terutama akses terhadap sumber permodalan yang diiringi dengan rendahnya kualitas SDM. Dukungan kredit untuk usaha pertanian dalam mendukung kebutuhan modal petani dan nelayan masih terbatas. Kredit yang tersedia selama ini hanya dalam bentuk kredit ketahanan pangan (KKP) untuk produsen padi dan tebu. Sementara, jumlah kredit perbankan yang teralokasikan untuk usaha perikanan hanya sekitar 0,02 persen dari total kredit. Keterbatasan modal kurang mendorong petani untuk menerapkan teknologi baru dalam meningkatkan produktivitas, membatasi peningkatan nilai tambah, dan mengakibatkan ketergantungan pada penyediaan modal informal (pengijon). Akses petani dan nelayan terhadap prasarana dan sarana transportasi juga menghambat pemasaran produk pertanian dan perikanan sehingga menekan harga produk. Hal ini antara lain disebabkan oleh belum berpihaknya kebijakan ekonomi makro kepada petani dan lemahnya koordinasi antar lembaga. 4. Penguasaan teknologi masih rendah. Nilai tambah komoditas pada saat ini masih rendah karena pada umumnya ekspor dilakukan dalam bentuk segar (produk primer) dan olahan sederhana. Perkembangan industri hasil pertanian dan perikanan belum optimal, yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat utilisasi industri hasil pertanian. Peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui proses pengolahan memerlukan investasi dan teknologi pengolahan yang lebih modern. Kondisi ini diperberat oleh semakin tingginya persaingan produk dari luar negeri, baik yang masuk melalui jalur legal maupun ilegal. Perkembangan dalam tiga tahun terakhir, Indonesia sudah menjadi importir netto untuk komoditas tanaman bahan makanan, hasil ternak dan pakan ternak, beras, jagung, dan gula.