Kopi Fix Di Unggah
Kopi Fix Di Unggah
Kopi Fix Di Unggah
BAB I. AGRIBISNIS
1
Digital Repository Universitas Jember 2
dengan agroindustri yang dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil
pertanian. Terkait dengan iklim kondusif itu, perlu ditanggapi berbagai
kecenderungan-kecenderungan yang berimplikasi perlunya pergeseran peran dan
perilaku birokrasi, seperti mengurangi campur tangan pemerintah dalam
mekanisme ekonomi dan pasar, serta adanya dunia swasta yang mampu menjadi
lokomotif pertumbuhan perekonomian.
(ii). Permintaan
Dalam dunia pertanian dampak globalisasi ekonomi akan segera terlihat
pada sektor-sektor produksi dari berbagai komoditas pertanian. Jika kita ingin
terus meningkatkan kemampuan bersaing komoditas pertanian kita di pasar
internasional, maka mau tidak mau kita harus mampu menangkap setiap gejala
ataupun pergerakan yang terjadi pada pasar internasional tersebut. Jelas bahwa
kecenderungan peningkatan produksi komoditas primer di satu pihak, yang
disertai lambannya pertumbuhan permintaan, telah menimbulkan kelebihan
penawaran yang pada gilirannya akan semakin menajamkan persaingan antar
sesama negara produsen. Sementara itu negara-negara konsumen menjadi semakin
sadar akan kepentingannya dalam menghadapi negara produsen, sehingga sistem
produksi pertanian harus senantiasa dikelola dengan berorientasi pada permintaan
pasar.
Perubahan perilaku dan selera pasar yang semakin cepat sangat sulit untuk
diantisipasi dengan tepat oleh negara-negara produsen. Teknologi industri yang
semakin canggih semakin menuntut keefisienan ekonomi, keandalan kualitas,
disiplin serta profesionalisme dengan segala etika yang terkait dengannya.
Digital Repository Universitas Jember 7
(iii). Sumberdaya
Indonesia adalah negara yang sangat kaya sumberdaya alam. Masalahnya
adalah bagaimana mengelola, memanfaatkan secara optimal dan sekaligus
memperluas resource base dari sumberdaya alam dimaksud, sebagaimana
disyaratkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3. Secara hakiki,
upaya pembangunan yang sedang ditempuh pada saat ini dapat dilakukan dengan
mendayagunakan berbagai sumberdaya potensial yang tersedia di setiap wilayah
maupun yang dapat diusahakan dari luar wilayah yang bersangkutan. Diantara
sumberdaya potensial tersebut, ada yang berupa sumberdaya alam (natural
resources), sumberdaya manusia (human resources) serta sumberdaya buatan
(man-made resources).
Kesemua gambaran tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa potensi
sumberdaya pertanian memberikan kesempatan yang sangat luas untuk
mengembangkan prinsip-prinsip keunggulan kompetitif tanpa meninggalkan dua
prinsip penting yaitu (a) wawasan agroekosistem dan (b) wawasan
lokalita/wilayah/regional. Kedua wawasan tersebut pada dasarnya memberikan
arah agar kegiatan agribisnis selalu memperhatikan kondisi dan potensi
sumberdaya alam dan lingkungannya.
perbaikan dalam perolehan nilai tambah secara proporsional bagi setiap pelaku di
dalam rangkaian sistem tersebut.
Sarana pengembangan dan penyebaran serta adopsi iptek oleh sistem
agribisnis tidak cukup hanya dengan eksistensi lembaga perguruan tingggi dengan
litbang saja, tetapi juga memerlukan hadirnya secara menyeluruh di pedesaan
fasilitas belajar seperti adanya lembaga penyuluhan pertanian, sekolah-sekolah
kejuruan, berbagai kursus ketrampilan, serta juga lembaga konsultasi yang
tersebar dan bergerak melayani masyarakat petani/pedesaan
Berbagai tantangan, peluang, lingkungan strategis, permintaan/penawaran,
sumberdaya dan iptek, beserta iklim kondusif yang diciptakan oleh perangkat
kebijakan dan pengaturan adalah komponen fungsional/struktural dari perangkat
masyarakat ekonomi yang menjadi wadah dari proses transformasi pembentukan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai komponen tentunya
dia hanya akan berarti apabila berada dalam tatanan tertentu yang memberinya
posisi, aturan, daya, enersi, arah, takaran dan ukuran yang tepat, guna terwujudnya
transformasi menjadi luaran secara efisien dan menghasilkan nilai tambah yang
optimal. Ini berarti dibutuhkan suatu sistem yang tepat agar pembangunan
pertanian itu bisa menghantarkan pertanian kepada kondisi yang tangguh, maju
dan efisien. Sistem itulah yang disebut sistem agribisnis.
pengolahan dan niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat posisi
adu tawar (bargaining) dalam interaksi dengan mitra transaksi di pasar. Ikatan
keterkaitan fungsional dari kegiatan pra usahatani, budidaya, pasca panen,
pengolahan, pengawetan dan pengendalian mutu serta niaga perlu terwadahi
secara terpadu dalam suatu sistem agribisnis yang secara sinkron menjamin
kinerja dari masing-masing satuan sub proses itu menjadi pemberi nilai tambah
yang menguntungkan, baik bagi dirinya maupun bagi keseluruhan.
Wawasan swasembada dan wawasan agribisnis adalah dua wawasan yang
sekaligus harus diamalkan dalam pembangunan pertanian dewasa ini. Wawasan
agribisnis adalah cara pandang terhadap pertanian sebagai lapangan usaha dan
lapangan kerja yang menghasilkan barang dan jasa, untuk memenuhi permintaan
pasar, dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal secara
kompetitif. Dalam meraih nilai tambah itu agribisnis memandang ruang gerak dan
ruang hidupnya tidak terbatas kepada budidaya, tetapi juga usaha pada penyediaan
bahan, sarana, alsin dan jasa disektor hulu usahatani, serta pasca panen,
pengolahan, penanganan hasil, pemasaran dan lain-lain, di sektor hilirnya.
Pendeknya lapangan usaha pada usahatani maupun sektor pendukung dan
penunjangnya, baik yang di hulu maupun di hilir. Ditinjau dari sudut perilaku,
wawasan agribisnis tersebut diharapkan menimbulkan sikap dan motivasi yang
sesuai dari subyek pelaku pembangunan pertanian dalam menanggapi era
industrialisasi dan globalisasi yang semakin gencar.
Sistem agribisnis adalah perangkat masyarakat yang mewadahi proses
transformasi pembentukan nilai tambah dari rangkaian kegiatan yang terkait di
hulu dan hilir dari usahatani (budidaya). Dalam pengertian sistem, agribisnis
adalah subyek (pelaku) sosial yang mandiri dalam arti mempunyai kemampuan
berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yaitu kemampuan untuk eksis,
berkarya, berkembang, beradaptasi, berasosiasi dan lain-lain. Sebagai individu
pelaku sosial sistem agribisnis mempunyai daur hidup : lahir, tumbuh,
berkembang, berkarya, bermasyarakat, sakit bahkan berhak dan mati. Sebagai
individu dia lahir karena lingkungannya membutuhkan, yaitu ada tantangan,
peluang akan masalah tertentu yang tidak bisa ditangani dengan sistem serta
Digital Repository Universitas Jember 10
prasarana dan institusi pedesaan yang memadai merupakan faktor yang sangat
penting. Karena pengembangan prasarana dan institusi tersebut akan terkait erat
dengan kegiatan sektor lainnya, maka koordinasi sangat diperlukan.
Dalam sub sistem usahatani, kegiatan yang ditangani mencakup
pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka peningkatan produksi
pertanian, baik usahatani rakyat maupun usahatani berskala besar. Termasuk
dalam kegiatan sub sistem ini adalah perencanaan mengenai lokasi, komoditas,
teknologi, pola usahatani dan skala usahanya untuk mencapai tingkat produksi
yang optimal.
Dalam pada itu, sub sistem pengolahan hasil atau agroindustri mencakup
aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, serta mencakup keseluruhan
kegiatan mulai dari penanganan pasca panen komoditi pertanian yang dihasilkan
sampai pada tingkat pengolahan lanjut, selama bentuk, susunan, dan cita rasa
komoditi tersebut tidak berubah. Dengan demikian proses pengupasan, pem-
bersihan, pengekstrasian, penggilingan, pembekuan, dehidrasi, peningkatan mutu
dan pengepakan/pengemasan masuk dalam lingkup sistem pengolahan hasil,
sebagai komponen dari sistem agribisnis di pedesaan.
Sementara itu, sub sistem pemasaran hasil mencakup kegiatan distribusi
dan pemasaran usahatani hasil-hasil usahatani ataupun hasil olahannya, baik untuk
pasar dalam negeri maupun luar negeri. Untuk memungkinkan berkembangnya
sub sistem pemasaran hasil ini, maka berbagai kegiatan seperti pemantauan dan
pengembangan informasi pasar (market development, market promotion, dan
market inteligence) sangat penting untuk dilaksanakan.
Keempat sub sistem di atas hanya menjalankan fungsi dan peranannya
apabila berada dalam lingkungan hidup yang menyediakan berbagai sarana dan
fasilitas yang diperlukannya. Sumberdaya dan fasilitas yang harus tersedia dan
siap pakai di lokalita sistem agribisnis itu, diantaranya ada yang bersifat prasarana
publik yang keberadaannya harus ditangani oleh aparatur birokrasi pemerintahan.
Prasarana jalan, perhubungan, pengairan, pengendalian, pengamanan dan
konservasi menjadi syarat bagi lancarnya proses transformasi produktif yang
diselenggarakan dunia usaha dan masyarakat pedesaan.
Digital Repository Universitas Jember 12
Sistem Agribisnis
Instrumen Administrasi
Regulasi Agroindustri
Perlindungan
Informasi Stimulasi
Pasar Pelayanan Pasar
Pasar Bahan Penilaian
Modal
Tenaga Kerja
Usahatani
(Farm)
Pelancar
Agroniaga
Sumberdaya
Lingkungan dan
Prasarana
mekanik yang cakap sehingga mereka tidak tergantung pada cahaya matahari
untuk mengeringkan kopi tersebut.
Perdagangan kopi di pasar dunia saat ini dikuasai oleh kopi Arabika
dengan pangsa pasar lebih dari 75 persen, sedangkan sisanya diisi oleh kopi
Robusta. Kondisi ini mengakibatkan apabila terjadi perubahan volume
perdagangan kopi Arabika maka akan berdampak langsung terhadap permintaan
kopi Robusta. Kopi Arabika merupakan jenis kopi yang dihasilkan oleh negara-
negara di Amerika Latin terutama Brazil dan Colombia, sedangkan kopi Robusta
banyak dihasilkan oleh negara-negara yang berada di daerah tropis di kawasan
Asia Pasifik dan Afrika seperti Indonesia dan Vietnam. Herman (2003)
memberikan pernyataan mengenai hasil penelitiannya yang berjudul
“Membangkitkan Kembali Peran Komoditas Kopi bagi Perekonomian Indonesia”
yaitu bahwa tanaman kopi dibudidayakan oleh lebih dari 50 negara yang berada di
kawasan tropis membentang dari Amerika Tengah dan Selatan, Afrika hingga Asia
Pasifik.
Sebagai salah satu negara penghasil kopi, Indonesia memiliki peran penting
dalam kancah perkopian dunia. Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara produsen
utama kopi Robusta dunia dengan ekspor pada tahun 2005 sebesar 4,847 ribu karung
atau 17,25% dari ekspor kopi Robusta dunia. Namun beberapa tahun terakhir, yaitu
sejak tahun 1998 telah tergeser oleh Vietnam yang pada tahun 2005 pangsa pasar kopi
Robustanya telah mencapai lebih dari 50% dari perdagangan kopi Robusta dunia
sebesar 14.642 ribu karung. Semula Indonesia dikenal sebagai produsen kopi ketiga
terbesar dunia setelah Brazil dan Colombia. Namun saat ini Vietnam sudah mampu
menggeser posisi Indonesia, bahkan telah menempati posisi nomor dua setelah Brazil
dengan total produksi sebesar 12,5 juta karung atau memberi kontribusi sebesar
10,7% terhadap total produksi dunia (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006).
Posisi kopi Indonesia pada tahun 2005 dibandingkan dengan negara
produsen utama kopi, produksi dan volume ekspor menunjukkan peringkat kopi
Indonesia yang berbeda. Berdasarkan luas areal tanaman, kopi Indonesia berada
pada peringkat ke-2 setelah Brazil, berdasarkan produksi, kopi Indonesia berada
pada peringkat ke-4 setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia, sedangkan
Digital Repository Universitas Jember 31
berdasarkan volume ekspor kopi, Indonesia berada pada peringkat ke-4 setelah
Brazil, Vietnam dan Colombia, rincian selengkapnya sebagai berikut:
Tabel 2. Posisi Kopi Indonesia Dibandingkan Negara-Negara Produsen
Utama
Negara Luas Produksi Ekspor Posisi
Produsen Areal (ha) (ton) Kopi (ton) Indonesia
Brazil 2.366.000 2.179.270 1.410.801 Luas areal, No. 2
Indonesia 1.302.042 674.651 329.455 Produksi, No. 4
Colombia 560.000 682.580 574.935 Ekspor, No. 4
Vietnam 491.000 990.000 974.800
Ethiopia 280.000 260.000 134.446
India 328.000 275.000 140.613
Meksiko 743.840 310.861 116.626
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, Ditjen Perkebunan, 2005
Posisi kopi Indonesia berada pada peringkat keempat berdasarkan pada
tingkat produksinya. Pada periode sebelumnya, Indonesia pernah menempati
posisi ketiga setelah Vietnam dan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan
keluar dari posisi lima besar di kemudian hari apabila tidak segera dilakukan
langkah-langkah serta kebijakan-kebijakan yang tepat guna mendukung perkopian
Indonesia. Sejalan dengan tingkat produksi, ekspor kopi Indonesia juga berada
pada peringkat keempat di pasar dunia. Tingkat produksi dan tingkat ekspor yang
rendah tersebut sangat kontras sekali dengan luas lahan yang dimiliki Indonesia.
Luas lahan untuk tanaman kopi di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan
dengan negara-negara lainnya, utamanya negara pesaing terdekat yaitu Vietnam
dan Colombia, bahkan Indonesia menempati posisi kedua utuk luas areal yang
digunakan dalam pengusahaan kopi setelah Brazil. Kondisi tersebut perlu
dicermati lebih lanjut mengingat Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar
dalam pengembangan komoditas kopi ini.
Arifin dkk (2007) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Penawaran
Dan Permintaan Kopi Di Indonesia” menyatakan bahwa (1) Faktor -faktor yang
mempengaruhi produksi kopi di Indonesia yaitu harga kopi Indonesia dan
produksi kopi tahun sebelumnya. Sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhi
penawaran kopi adalah produksi kopi, stok kopi, dan jumlah import kopi. (2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kopi di Indonesia adalah
pendapatan penduduk dan jumlah penduduk, (3) Faktor-faktor yang
Digital Repository Universitas Jember 69
b. Hujan
Faktor hujan bisa dilihat dari curah hujannya dan waktu turunnya hujan.
Curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan
oleh tanaman, sedangkan waktu turunnya hujan akan berpengaruh terhadap proses
pembentukan bunga dan buah. Kopi golongan Robusta dan Arabika sangat peka
terhadap pengaruh ini. Kopi umumnya tumbuh optimum di daerah yang curah
hujannya 2000 – 3000 mm/tahun. Namun kopi masih tumbuh baik pada daerah
bercurah hujan 1300 – 2000 mm/tahun. Bahkan di daerah bercurah hujan 1000 –
1300 mm/tahun pun kopi masih mampu tumbuh baik, asalkan ada usaha untuk
mengatasi kekeringan, misalnya dengan memberi mulsa dan irigasi yang intensif.
c. Penyinaran
Tanaman kopi umumnya tidak menyukai sinar matahari langsung dalam
jumlah banyak, tetapi menghendaki sinar matahari yang teratur. Sengatan sinar
matahari langsung dalam jumlah banyak akan meningkatkan penguapan dari tanah
maupun daun, yang pada gilirannya dapat mengganggu keseimbangan proses
fotosintesa terutama pada musim kemarau. Selain itu juga berpengaruh terhadap
proses pembentukan kuncup bunga. Adanya sinar matahari yang cukup banyak
akan merangsang terbentuknya kuncup bunga. Itulah sebabnya apabila sepanjang
tahun tanaman kopi mendapatkan sengatan sinar matahari langsung secara terus-
menerus maka tanaman akan membentuk bunga sepanjang tahun pula. Akibatnya
pembungaan menjadi tidak teratur dan tanaman menghasilkan bunga melebihi
Digital Repository Universitas Jember 70
kemampuannya, sehingga hanya sedikit bunga yang berhasil menjadi buah. Buah
itu pun mutunya rendah. Tanaman kopi umumnya menghendaki sinar matahari
dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan. Pada
saat itu tanaman sedang bersiap-siap menghasilkan kuncup bunga sehingga perlu
dirangsang oleh sinar matahari.
d. Angin
Peranan angin adalah membantu berpindahnya serbuk sari bunga dari
tanaman kopi yang satu ke putik bunga kopi lain yang klon atau jenisnya berbeda
sehingga terjadi penyerbukan yang dapat menghasilkan buah.
e. Tanah
Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur, dan
kaya bahan organik. Untuk itu tanah disekitar tanaman harus sering ditambah
dengan pupuk organik agar sistem perakarannya tetap tumbuh baik dan dapat
mengambil unsur hara sebagaimana mestinya. Selain itu, kopi juga menghendaki
tanah yang agak masam, yaitu antara pH 4,5-6,5 untuk kopi robusta dan pH 5-6,5
untuk kopi arabika. Kurang dari angka tersebut kopi juga masih bisa tumbuh,
tetapi kurang bisa menyerap beberapa unsur hara sehingga kadang-kadang perlu
diberi kapur. Sebaliknya tanaman kopi tidak menghendaki tanah yang agak basa
(pH lebih dari 6,5) oleh karena itu pemberian kapur tidak boleh berlebihan.
f. Pemilihan Bibit
Pemilihan bibit merupakan langkah awal yang menentukan apakah
budidaya tanaman kopi akan berhasil atau tidak. Bibit yang akan ditanam harus
berasal dari klon/varietas unggul yang dianjurkan dengan tujuan agar tanaman
kopi yang ditanam nantinya dapat berproduksi dengan baik. Klon/varietas unggul
ini memiliki ciri-ciri dapat menghasilkan produksi yang tinggi dan kontinue, tahan
terhadap serangan hama penyakit serta menghasilkan kopi yang bermutu tinggi.
Beberapa varietas / klon yang selama ini dianggap unggul dan dianjurkan oleh
Direktorat Jenderal Perkebunan serta BPP antara lain adalah:
Digital Repository Universitas Jember 71
1. Jenis Robusta yang dibiakkan melalui setek atau sambungan untuk lahan yang
terletak pada ketinggian kurang dari 700 m dpl:
- skala besar : Klon BP 409, BP 358, SA 237, BP 234, BP 42, BP
288 khusus untuk dataran rendah (< 400 m dpl)
- skala kecil : Klon SA 13, Rbb BGn 300, Rob Bgn 371, Rob
Bgn 372, Mbl 3-04, SA 203, SA 333
- skala percobaan : Klon BP 436, BP 534, BP 397, BP 486
2. Jenis Robusta Hibrida untuk bibit semai:
- Klon BP 42 x BP 358
- Klon BP 42 x SA 24
- Klon BP 42 x SA 34
- Klon BP 368 x BP 369
3. Untuk Batang Bawah:
- Klon BP 42
- Klon SA 109
- Klon Rob Bgn 124-01
Bibit untuk budidaya kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu bibit generatif
dan bibit vegetatif. Bibit generatif (bibit semai) diperoleh dengan cara
menyemaikan benih. Bibit vegetatif diperoleh dengan cara membiakkan bagian
tanaman selain benih, misalnya bibit cangkokan, sambungan, okulasi, dan setek.
Dalam hal ini, dianjurkan untuk menggunakan bibit vegetatif terutama bibit
sambungan dan setek. Hal ini karena bibit tersebut memiliki beberapa kelebihan,
antara lain:
1. Cepat berbuah, terutama bibit setek.
2. Memiliki sifat sama dengan induknya sehingga dapat dipilih dari induk yang
bersifat unggul.
3. Bibit sambungan merupakan gabungan dari dua jenis kopi yang bersifat
unggul. Jenis pertama sebagai batang atas memiliki sifat unggul berproduksi
tinggi, tahan terhadap penyakit, dan menghasilkan buah yang berkualitas
tinggi. Jenis kedua sebagai batang bawah dipilih dari jenis yang sifat
perakarannya baik.
Digital Repository Universitas Jember 72
h. Penanaman Kopi
Penanaman kopi sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan atau pada
pertengahan bulan Nopember-Desember, agar pada musim kemarau berikutnya
tanaman kopi sudah cukup kuat menahan kekeringan. Sebetulnya penanaman juga
bisa dilakukan pada musim kemarau. Konsekuensinya kita harus rajin
menyiramnya agar tanaman tidak layu dan tenaga serta biaya yang dikeluarkan
akan semakin meningkat sehingga hal ini kurang menguntungkan. Untuk
pembuatan lubang tanam dibuat 3-6 bulan sebelum tanam. Hal ini dimaksudkan
untuk memperbaiki struktur tanah dan untuk membunuh bibit penyakit.
Jarak tanam yang dianjurkan oleh Dirjen Perkebunan adalah:
- Jarak tanam kopi golongan Robusta : 2,5 m x 2,5 m atau 2,75 m x 2,75 m
- Jarak tanam kopi golongan Arabika : 2,5 m x 2,5 m
Jarak tanam tersebut bisa sedikir berubah, dengan ketentuan semakin tinggi suatu
tempat dari permukaan air laut, jarak tanam akan semakin renggang. Semakin
rendah dari permukaan air laut, jarak tanamnya semakin rapat.
i. Pemupukan
Jenis pupuk yang sering digunakan untuk tanaman kopi adalah pupuk
buatan seperti Urea, TSP, dan KCl, serta pupuk organik seperti pupuk kandang
Digital Repository Universitas Jember 73
dan kompos. Pupuk buatan diberikan dua kali dalam satu tahun, yaitu pada awal
dan akhir musim hujan. Namun, jika tidak ada hujan maka 3-4 hari sesudah
pemupukan sebaiknya tanaman disiram dengan tujuan agar pupuk larut dalam air
dan mudah diserap oleh tanaman. Selain itu penyiraman juga dapat meningkatkan
jumlah air yang bisa diserap oleh tanaman sehingga jumlah hara yang terserap
juga semakin banyak. Dosis pemupukan dengan menggunakan pupuk buatan
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Dosis Pemupukan Tanaman Kopi/Pohon/Tahun
k. Pemangkasan
Pemangkasan yang cukup baik biasanya dilakukan pada awal atau akhir
musim hujan, setelah pemupukan. Hal ini dimaksudkan agar tanaman sudah
mempunyai simpanan makanan yang cukup sebelum dipangkas. Ada empat tahap
pemangkasan kopi, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, pemangkasan
produksi atau pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan cabang primer, dan
pemangkasan peremajaan. Mengenai pemangkasan tentang tanaman kopi untuk
lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
• Pemangkasan Pembentukan Tajuk
Pemangkasan pembentukan tajuk bertujuan untuk pembentukan kerangka
pohon sehingga tanaman tidak terlalu tinggi, serta menghasilkan cabang yang
kuat, letaknya teratur, arahnya menyebar dan produktif.
• Pemangkasan Pemeliharaan (Pemangkasan Produksi)
Pemangkasan pemeliharaan bertujuan untuk membuang cabang-cabang yang
tidak dikehendaki, cabang-cabang yang sakit, dan cabang-cabang yang sudah
tidak produktif.
• Pemangkasan Cabang Primer
Pemangkasan cabang primer bertujuan untuk merangsang terbentuknya
cabang sekunder dan mencegah jangan sampai cabang primer tumbuh terlalu
panjang (memayung) sehingga tanaman dapat menghasilkan buah yang
banyak dan kontinyu (ajeg).
• Pemangkasan Peremajaan
Pemangkasan peremajaan dilakukan terhadap tanaman yang sudah tua, tidak
produktif (produksi kurang dari 400 kg/ha/th) dan yang bentuk tajuknya
sudah tidak menentu. Pemangkasan ini bertujuan untuk mengganti tajuk
tanaman lama dengan tajuk baru yang masih muda dan produktif.
l. Panen
Tanaman kopi yang dirawat dengan baik biasanya sudah mulai
berproduksi pada umur 2,5-3 tahun, tergantung pada iklim dan jenisnya. Tanaman
Digital Repository Universitas Jember 75
kopi robusta biasanya sudah dapat berproduksi pada umur 2,5 tahun, sedang kopi
arabika pada umur 2,5-3 tahun. Di dataran rendah biasanya tanaman kopi lebih
cepat berbuah dibandingkan dengan di dataran tinggi. Jumlah buah kopi yang bisa
dipetik pada panen pertama hanya sedikit. Jumlah tersebut semakin meningkat
dari tahun ke tahun dan mulai mencapai puncaknya setelah berumur 7-9 tahun.
Pada umur 7-9 tahun ini produksi kopi rata-rata mencapai 5-15 kuintal kopi
beras/ha/tahun, tergantung pada jenisnya. Kopi robusta rata-rata bisa mencapai
9-15 kw/ha/tahun, bila kopi ini dikelola secara intensif, produksinya bisa
mencapai 20 kw/ha/tahun.
2. Pengolahan Kering
Urutan tahap pengolahan cara kering:
Sortasi gelondong Pengeringan Hulling (pengupasan kulit)
Digital Repository Universitas Jember 76
perhitungan biaya atau benefit. Dengan sensitivity analysis setiap kmungkinan itu
harus dicoba, yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini
perlu sekali, karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
menggantung banyak ketidakpastian tentang apa yang terjadi di waktu yang akan
datang. Ada 3 hal yang perlu diperhatikan, ialah (Kadariah, 1999):
a. Terdapatnya cost overrun, umpamanya kenaikan dalam biaya
konstruksi.
b. Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum,
umpamanya penurunan harga hasil produksi;
c. Mundunya waktu implementasi.
d. Khusus untuk proyek-proyek pertanian ada hal keempat yang perlu
mendapat perhatian, ialah kesalahan perkiraan hasil per Hektar.
Untuk menghitung nilai kedalam waktu saat ini (present value) maka
setiap elemen dari analisis (baik benefit maupun cost) harus didiskontokan sebagai
cerminan bahwa rupiah yang diperoleh saat ini mempunyai nilai lebih besar
dibandingkan dengan jumlah rupiah yang sama yang akan diterima atau
dibayarkan dikemudian hari. Atau dengan perkataan lain, rupiah yang diperoleh
saat ini bisa disimpan di bank dan memperoleh bunga, oleh karena itu rupiah yang
diperoleh saat ini lebih besar nilainya dari pada yang diperoleh di kemudian hari
yang tidak mendapatkan bunga. Karena terdiskonto, maka pencatatan benefit-cost
harus terekam dalam cash-flow dengan baik.
Secara umum, proyek pertanian (agriculture project) membutuhkan
perencanaan maupun evaluasi terhadap kemanfaatan atas dampak pemberlakuan
proyek. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakan suatu aliran dana investasi
proyek tersebut menguntungkan sehingga layak (feasible) diterapkan atau tidak.
Analisis kelayakan finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut
pandang petani sebagai pemilik. Analisis kelayakan finansial memperhitungkan
semua masukan dan keluaran yang didasarkan pada harga pasar domestik dan
suku bunga domestik. Analisis finansial diperhatikan didalamnya adalah dari segi
cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor
(gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai
sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu usaha.
Ilustrasi data merupakan bagaian dari hasil peneltian yang dilakukan
penulis dan beberapa tim pada tahun 2007/2008 di wilayah sentra di Jawa Timur.
Mengingat umur tanaman kopi responden di lapang cukup beragam, maka data
yang diperoleh merupakan cross section data, sehingga dipakai asumsi rata-umur
tanaman sebagai umur proyek pada tahun berjalan. Umur tanaman kopi di daerah
penelitian rata-rata berumur 16 tahun untuk sampai 19 tahun. Dengan demikian
analisis kelayakan finansial yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat evaluasi
dan perencanaan. Evaluasi dilakukan untuk tahun-tahun sebelumnya dan
perencanaan dilakukan untuk mengestimasi tahun-tahun berikutnya dari usahatani
kopi sampai umur proyek diperkirakan habis, yaitu 25 tahun. Dengan demikian,
present value diukur berdasarkan 2 metode, yaitu menggunakan compound factor
Digital Repository Universitas Jember 90
untuk mengukur nilai uang pada tahun-tahun sebelumnya dan discount factor
untuk mengukur nilai uang pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan harga input
output kopi pada analisis kelayakan finansial adalah harga yang berlaku, sehingga
memungkinkan untuk melihat perkembangan penerimaan akibat fluktuasi harga
kopi.
Kegiatan evaluasi dan perencanaan proyek pertanian dimaksudkan untuk
mengidentifikasi biaya dan benefit guna melihat keuntungan proyek investasi
tersebut. Penilaian analisis kelayakan usahatani kopi robusta, penting untuk
mengetahui keuntungan usahatani kopi robusta dan sebagai pengambilan
keputusan bagi petani, dalam membantu pelaksanaan pengembangan usaha lebih
lanjut. Suatu proyek investasi produksi kopi robusta perkebunan rakyat di Jawa
Timur dapat dilanjutkan apabila memenuhi syarat dari kriteria investasi. Kriteria
investasi ini meliputi (1) Net Present Value (NPV), (2) Net B/C rasio, (3) Gross
B/C rasio, (4) Internal Rate of Return (IRR) dan (5) Payback Periode (PP).
Usahatani kopi robusta di Jawa Timur dapat dikatakan menguntungkan untuk
diusahakan dan dikembangkan apabila dari kelima kriteria tersebut menunjukkan
nilai atau syarat tertentu. Pembahasan lebih lanjut kelayakan usahatani kopi
robusta perkebunan rakyat akan dicermati satu persatu sebagai berikut.
Lebih lanjut diketahui bahwa nilai NPV Kabupaten Malang sebesar Rp.
128.975.113,67 dan Kabupaten Jember sebesar Rp. 295.556.999,19 per Hektar.
Nilai tersebut berdasarkan perhitungan apabila petani hanya mengusahakan
komoditas kopi robusta saja di lahannya (monoculture). Akan tetapi, kenyataan
dilapangan banyak dijumpai lahan kopi robusta perkebunan rakyat yang
diusahakan secara tumpangsari dengan tanaman lain, yaitu nilam, lada, kelapa,
pisang dan alpukat.
Kedua wilayah usahatani kopi robusta tersebut memberikan nilai NPV
lebih dari 0, akan tetapi nilai bersih dari keuntungan kedua pola pengusahaan
tersebut tidak sama. Usahatani kopi robusta yang di wilayah Kabupaten Malang
mampu memberikan nilai keuntungan bersih sekarang yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai keuntungan bersih sekarang, di wilayah Kabupaten
Jember. Kondisi ini memberikan pengertian bahwa, usahatani kopi robusta
perkebunan rakyat di Kabupaten Jember memberikan keuntungan lebih besar
dibandingkan usahatani kopi robusta di Kabupaten Malang.
Berdasar nilai NPV, diketahui Kabupaten Jember mampu memberikan
tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Malang.
Perbedaan tingkat keuntungan bersih sekarang ini lebih disebabkan oleh seberapa
jauh petani kopi robusta mampu mengintensifkan, mengkonsistensikan, dan
kemampuan mengakses pasar dalam pengelolaan kopi robusta. Kabupaten Jember
memiliki tingkat intensifikasi dan konsistensi usahatani kopi lebih baik dibanding
Kabupaten Malang. Bila dilihat selisih NPV antara Kabupaten Malang dan
Kabupaten Jember, adalah Rp. 166.581.885,52. Kenyataannya, meski Kabupaten
Malang lebih mampu mengakses pasar lebih baik, karena di Kabupaten Malang
terdapat pasar kopi terbesar di Jawa Timur, yaitu di Kecamatan Dampit, namun
produktivitasnya jauh lebih rendah dari Kabupaten Jember. Sedangkan
produktivitas tanaman kopi robusta Kabupaten Jember lebih jauh tinggi, sehingga
memberikan keuntungan lebih baik. Produktivitas per Hektar lahan kopi robusta
perkebunan rakyat di dua wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.
Digital Repository Universitas Jember 93
bersifat pemeliharaan. Kondisi tersebut berlanjut sampai tahun ke-3 usia tanaman
kopi. Pada tahun ke-4, yaitu saat tanaman kopi mulai bisa dipanen, benefit mulai
meningkat, dan mulai tahun tersebut keadaan berangsur-asur berbalik, dimana
aliran dana (cash flow) menjadi positif.
Pada kedua gambar, dapat dilihat pada pertengahan proyek terdapat
lonjakan besar dari benefit usahatani kopi robusta perkebunan rakyat, lonjakan ini
terjadi pada saat tahun 1998. Saat itu, krisis menimpa beberapa negara Asia
seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina yang mengakibatkan nilai tukar mata
uang negara-negara di Asia anjlok. Pada saat itu permintaan negara konsumen
kopi seperti Eropa dan Amerika memberikan peluang bagi pelaku usaha kopi
untuk meraup keuntungan besar. Pada tahun tersebut harga kopi robusta kering
giling (ose) di daerah penelitian melonjak tajam pada kisaran Rp. 18.000/Kg. Hal
ini terjadi akibat permintaan pasar global relatif tinggi. Dengan demikian, petani
komoditas ekspor, khususnya kopi mendapatkan keuntungan yang tinggi.
Fluktuasi harga kopi domestik, dipengaruhi oleh harga kopi dunia seperti
yang diungkapkan oleh Herman (2004). Lonjakan harga kopi robusta yang sangat
tinggi pada tahun akhir tahun 1997 yang kemudian turun drastis diakhir tahun
1998, menandakan awal dimulainya sistem pasar bebas. Hal ini sesuai dengan
penelitian Renton (2003) dalam Hutabarat (2004), menyatakan bahwa, kejatuhan
harga kopi sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1997, akan tetapi tahun 2001
sampai tahun 2003 turunnya harga sangat drastis, sehingga petani dan pedagang
banyak mengalami kerugian. Kondisi tersebut sering dikenal dengan istilah krisis
perkopian dunia (coffee crisis).
Kondisi terburuk jatuhnya harga kopi ini tercermin pada titik ekstrim
penurunan net benefit tahun ke-12 pada, dengan demikian pernyataan Herman
(2003), terbukti bahwa fluktuasi harga kopi domestik dipengaruhi oleh harga kopi
dunia yang tercermin dari fluktuasi pendapatan di kedua tempat penelitian.
Namun ada sedikit perbedaaan di kedua tempat penelitian tersebut, dimana kopi
robusta perkebunan rakyat Kabupaten Jember lebih dapat bertahan dari kejatuhan
harga kopi karena produksi kopi yang tinggi. Sedangkan kopi robusta perkebunan
rakyat Kabupaten Malang kurang mampu bertahan dalam kondisi tersebut.
Digital Repository Universitas Jember 96
Lebih lanjut Renton (2003) mencatat ada empat faktor utama penyebab
jatuhnya harga kopi pada akhir tahun 1998, yaitu (a) restrukturisasi pasar
domestik dari pasar yang diatur ke pasar bebas, (b) tidak terjadi keseimbangan
pasar, dalam hal ini petani tidak memiliki modal dan para roaster mengambil
keuntungan yang berlimpah dari kondisi tersebut, (c) rendahnya mutu kopi, dan
(d) sentra pengembangan kopi robusta tidak melakukan diversifikasi terhadap
lahannya atau pengembangan wilayah sentra kopi hanya terfokus pada investasi
kopi robusta tanpa ada pola diversifikasi lahan, sehingga tidak ada alternatif
akibat kegagalan pemberdayaan sentra-sentra kopi robusta.
Tabel 11 Nilai B/C Ratio Per Hektar Kopi Robusta Perkebunan Rakyat pada Suku
Bunga Kredit Investasi 15,73%
Digital Repository Universitas Jember 97
1,36. Dengan demikian, efisiensi biaya investasi pada kopi robusta perkebunan
rakyat lebih tinggi bila di usahakan di Jawa Timur.
Lebih lanjut nilai Gross B/C ratio pada masing-masing wilayah,
menunjukkan nilai lebih besar dari 1, yaitu 1,63 untuk Kabupaten Malang, dan
2,41 untuk Kabupaten Jember. Nilai Net B/C ratio menggambarkan bahwa, untuk
wilayah Malang selama periode 25 tahun keuntungan bersih dari usahatani kopi
robusta perkebunan rakyat 1,63 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Sedangkan
Kabupaten Jember 2,41 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa, pengembangan kopi robusta perkebunan rakyat
menguntungkan di masing-masing wilayah sentra, karena memiliki tingkat
keuntungan lebih dari satu kali lipatnya. Artinya, keuntungan bersih yang diterima
petani mampu menutup keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama periode 25
tahun analisa.
Nilai Net B/C ratio dari kedua wilayah memiliki nilai yang berbeda, yaitu
usahatani kopi robusta perkebunan rakyat Kabupaten Malang lebih besar dalam
memberikan keuntungan pada petani. Kedua wilayah pengembangan kopi robusta
tersebut memberikan tingkat keefisienan dalam pengusahaan kopi robusta yang
berbeda. Penyebab utama dari kondisi ini adalah perbedaan produktivitas per
Hektar lahan kopi robusta perkebunan rakyat di Kabupaten Jember lebih tinggi
dibanding Kabupaten Malang.
Tabel tersebut juga menunjukkan besarnya nilai dari Net B/C ratio dan
Gross B/C ratio pada masing-masing wilayah sentra pengembangan kopi robusta.
Hasil perhitungan mengenai Net B/C yang diperoleh dari perbandingan antara
jumlah Net Present Value Benefit yang positif dengan Net Present Value Benefit
yang negatif. Dengan kata lain, Net B/C adalah rasio yang mencerminkan
pendapatan bersih dari petani kopi robusta perkebunan rakyat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai Net B/C usahatani kopi robusta perkebunan rakyat
untuk periode tahun ke 1 sampai dengan tahun ke 24 adalah lebih besar dari 1.
Net B/C ratio menunjukkan nilai lebih besar dari 1, yaitu sebesar 3,29.
Artinya, selama periode 25 tahun pengusahaan kopi robusta biaya yang
dikeluarkan untuk investasi (baik investasi tetap maupun investasi operasional)
Digital Repository Universitas Jember 119
S
Harga
D
Hd
Hp
S D
Q1d Qp Qd Kuantitas
Harga D S
Hp
Ha
S D
Q1a Qp Qa Kuantitas
Gambar 19. terlihat bahwa OQp adalah jumlah produksi yang dijual dan
akan dibeli oleh konsumen bila tidak diberlakukan harga atap (H a). Disini terlihat
bahwa Ha lebih rendah dari Hp. Bila tidak diberlakukan harga atap, maka
perbedaan Ha dengan Hp akan semakin tinggi. Bila diberlakukan harga atap, maka
jumlah produksi yang dijual adalah sebesar OQ 1a, pada saat itu harga pasar (H p)
melebihi harga dasar. Agar harga atap berfungsi pada posisi H p, maka pemerintah
perlu menjual stok sebesar QiaQa (Daniel, 2004).
Terdapat tiga kategori kebijakan makroekonomi yang mempengaruhi sektor
pertanian yaitu kebijakan fiskal dan moneter, kebijakan nilai tukar, dan kebijakan
harga faktor domestik, sumber daya alam dan tataguna lahan. Menurut Soetriono,
dkk (2003), aspek sumber daya dimasukkan dalam klasifikasi sumber daya
pertanian adalah aspek alam (tanah), modal, dan tenaga kerja, namun karena
perkembangan ilmu pengetahuan, dituntut adanya aspek lain yang dianggap
penting dalam pengelolaan sumber daya produksi tersebut yaitu aspek
manajemen. Hal itu perlu karena walaupun sumber daya yang tersedia jumlahnya
banyak, namun tanpa adanya kemampuan untuk mengelola dengan baik,
penggunaan sumber daya tersebut tidak akan lebih efisien.
Kebijakan nilai tukar secara langsung berpengaruh terhadap harga output
dan biaya produksi pertanian. Sebagian besar komoditas pertanian
diperdagangkan secara internasional dan sebagian besar negara mengimpor atau
Digital Repository Universitas Jember 121
a Eo
b E1
c
D Q
0 x y
Gambar 20. Kurva Keseimbangan Subsidi
yang digunakan, karena tidak ada kebijakan yang mengatur upah tenaga kerja
dalam usahatani kopi robusta. Adanya divergensi biaya tenaga kerja,
mencerminkan bahwa tenaga kerja tersebut memiliki opportunity cost untuk
bekerja di bidang lain yang ditetapkan berdasarkan asumsi world bank untuk
tenaga kerja pertanian di negara berkembang sebesar 87,5% dari upah privat
(World Bank, 1980).
Faktor domestik modal kerja dalam sistem usahatani kopi robusta
menunjukkan adanya divergensi positif, dimana modal kerja privat lebih tinggi
dari modal kerja yang seharusnya dikeluarkan dalam berusahatani. Pengaruh ini
disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat suku bunga modal kerja. Suku bunga
privat modal kerja yang dibayarkan pertahun sebesar 15,59% (Bank Komersil),
sedangkan suku bunga sosial untuk modal kerja pertahun hanya sebesar 7,57%
(BI). Suku bunga pinjaman yang diterima petani lebih tinggi dari suku bunga
sosial, karena adanya pemasukan sebagai keuntungan bagi pihak pemberi modal.
Biaya lahan dalam sistem usahatani kopi robusta menunjukkan adanya
divergensi negatif, dimana biaya lahan sosial lebih rendah dari biaya lahan yang
seharusnya dikeluarkan dalam berusahatani. Biaya lahan dalam matriks
merupakan biaya sewa lahan dan pajak tanah, karena keseluruhan lahan
merupakan kepemilikan dari petani. Pajak tanah dikeluarkan pada biaya lahan
sosial, karena pajak tidak dihitung sebagai biaya dalam perhitungan sosial. Biaya
sewa sosial lahan lebih rendah dibanding biaya sewa privat, hal ini dikarenakan
sewa lahan sosial diperoleh dengan menghitung nilai keuntungan sosial dari
komoditas alternatif terbaik sebelum dikurangi sewa lahan dibandingkan dengan
keuntungan privat kopi robusta perkebunan rakyat (Pearson et al, 2003), dimana
komoditas terbaik adalah tebu perkebunan rakyat. Divergensi positif biaya lahan
disebabkan karena biaya sosial lahan lebih rendah dari biaya privat lahan. Hal ini
dikarenakan oleh keuntungan sosial dari komoditas altenatif terbaik lebih besar
dibanding keuntungan privat kopi perkebunan rakyat, sehingga biaya sosial lahan
untuk tanaman kopi seharusnya lebih rendah dari harga privat, karena kopi tidak
memberikan keuntungan terbaik bagi petani dibanding tebu perkebunan rakyat.
Digital Repository Universitas Jember 145
banyak dipasarkan untuk kebutuhan ekspor, sedangkan mutu kopi yang kurang
bagus atau kurang memenuhi standart ekspor akan dilempar ke pasar domestik
untuk diolah untuk kebutuhan lokal.
Kebijakan penghapusan tarif menyebabkan kondisi di lapang justru
menjadi efisien, karena meskipun tanpa transfer kebijakan harga kopi domestik
masih jauh lebih rendah dari harga kopi di tingkat internasional. Dengan demikian
tanpa adanya proteksi output, kopi robusta domestik tetap bisa berkompetisi di
pasar dunia. Tidak adanya tarif juga membuat kopi robusta domestik memiliki
celah untuk menaikkan harga kopi domestik dalam perdagangan internasional.
Bila dilihat dari hasil koefisien NPCO diketahui pula bahwa petani kopi
robusta perkebunan rakyat di Kabupaten Malang mendapatkan harga yang jauh
lebih tinggi dibanding Kabupaten Jember. Hal ini dikarenakan Kabupaten Malang
lebih mampu mengakses pasar, mengingat di Kabupaten Malang terdapat pasar
kopi terbesar di Jawa Timur, yaitu Kecamatan Dampit. Kecamatan Dampit
merupakan tempat berkumpulnya para pedagang besar dan beberapa eksportir
kopi, sehingga petani kopi Kabupaten Malang dapat mengakses pasar lebih mudah
dengan harga lebih baik.
adalah positif. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas kopi robusta Indonesia
masih mempunyai daya saing yang kuat atau suplai domestik kopi robusta
Indonesia lebih besar daripada permintaan domestik kopi robusta.
Selanjutnya untuk mengetahui posisi daya saing kopi robusta Indonesia
apabila terjadi perubahan penurunan harga kopi robusta dunia sebesar 5%, 10%
dan 20% dapat dilihat dengan siklus produk Hiratsuka. Dalam hal ini masih
terdapat penggolongan negara-negara yang dianalisis, yaitu negara latercomer dan
forerunner. Dalam penelitan ini, negara latercomer adalah Vietnam sedangkan
negara forerunner adalah Indonesia.
Berikut dapat diketahui nilai ISP komoditas kopi robusta Indonesia
dibandingkan dengan Vietnam Pada Tabel 42.
Tabel 42. Nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Komoditas Kopi Robusta
Indonesia (Forerunner) dan Vietnam (Latercomer) Apabila Terjadi
Penurunan Harga Kopi Robusta Dunia Sebesar 5%, 10% dan 20%
Indeks Spesialisasi
No Tahun Perdagangan (ISP)
Indonesia Vietnam
1 2008 0,97 1,00
2 2008 (penurunan harga kopi robusta dunia 5%) 0,97 1,00
3 2008 (penurunan harga kopi robusta dunia 10%) 0,97 1,00
4 2008 (penurunan harga kopi robusta dunia 20%) 0,96 1,00
Sumber: Lampiran 14
Berdasarkan pada Tabel 42, maka dapat diketahui nilai ISP komoditas kopi
robusta untuk negara Indonesia (forerunner) dan Vietnam (latercomer) apabila
terjadi perubahan penurunan harga kopi robusta dunia sebesar 5%, 10% dan 20%.
Nilai ISP mengalami perubahan pada saat penurunan harga kopi robusta sebesar
20% menjadi 0,96. Diketahui nilai-nilai ISP kopi robusta Indonesia selalu positif.
Hal ini menunjukkan bahwa komoditas kopi robusta Indonesia masih mempunyai
daya saing yang kuat atau suplai domestik kopi robusta lebih besar daripada
permintaan domestik kopi robusta.
Demikian halnya pada negara Vietnam, perubahan penurunan harga kopi
robusta dunia sebesar 5%, 10% dan 20% tidak merubah nilai ISP. Nilai yang
diperoleh selalu positif bahkan nilainya tetap sebesar satu (1). Hal ini
Digital Repository Universitas Jember
1010101010
A. Model Struktural
Suatu model struktural adalah suatu sistem persamaan lengkap yang
menggambarkan struktur dari hubungan variabel-variabel ekonomi. Persamaan
struktural menyatakan variabel endogen sebagai fungsi dari variabel endogen
lainnya, variabel predetermined, dan variabel acak (bentuk gangguan). Sebagai
contoh sederhana dari model struktural adalah sebagai berikut:
Ct = 0 + 1Yt + U1t
It = 0 + 1Yt + 2Yt – 1 + U2t
Y t = Ct + I t + G t
Sistem persamaan diatas merupakan sistem persamaan yang lengkap
karena terdiri dari tiga persamaan dalam tiga variabel endogen (Ct, It, dan Yt).
Lebih jauh lagi Gaspersz (1991) menjelaskan bahwa model persamaan struktural
mengandung dua variabel predetermined yakni Gt (sebagai variabel eksogen) dan
Yt – 1 (sebagai variabel lag endogen). Koefisien dari persamaan struktural disebut
sebagai parameter struktural, yang secara umum dapat berupa propensitas,
elastisitas, atau parameter lain dalam teori ekonomi. Suatu parameter struktural
menyatakan pengaruh langsung dari setiap variabel penjelas terhadap variabel tak
bebas. Pengaruh tidak langsung hanya dapat dihitung melalui penyelesaian sistem
struktural, tetapi tidak melalui parameter struktural secara individual.
(K – M) ≥ (G – 1)
Keterangan:
G = jumlah persamaan (current endogeneous variables) dalam model
Digital Repository Universitas Jember
1212121212
DW T
h = 1 −
2 1 − T [Var ( β )]
Keterangan:
h = angka Durbin h statistik
T = jumlah pengamatan contoh
Var () = kuadrat dari standar error koefisien variabel lag endogen
DW = nilai statistik Durbin-Watson
Kriteria:
Pada taraf kepercayaan 95%, maka nilai kritis distribusi normal adalah 1,645.
Digital Repository Universitas Jember
1313131313
Statistik t-test
bj
t − test =
Sb j
Keterangan:
t-test = nilai t hitung
bj = koefisien regresi variabel ke-j
Digital Repository Universitas Jember
1414141414
B. Validasi Model
Validasi model dilakukan untuk melihat apakah model yang digunakan
memiliki daya prediksi yang baik, yaitu memberikan nilai-nilai prediksi dan
sesuai dengan fenomena-fenomena aktualnya. Validasi model pada persamaan
simultan lebih kompleks. Faktanya terdapat beberapa persamaan yang
memerlukan signifikansi statistik tinggi, sedangkan beberapa persamaan lainnya
tidak. MPE (Mean Percent Error) dan RMSPE (Root Mean Square Percentage
Error) merupakan ukuran deviasi variabel simulasi dari jalan waktu aktualnya,
namun ditunjukkan dalam persentase. Kedua indikator ini menggunakan
persentase error untuk menghindari kesalahan interpretasi akibat terjadinya saling
meniadakan (cancelling out) antara error yang besar positif dan negatif (Hariyati,
2003).
Dikemukakan oleh Pindyck dan Rubinfield (1981) bahwa U-Theil
merupakan statistik simulasi yang berhubungan dengan error simulasi yang juga
berguna untuk mengevaluasi simulasi historis. U M atau proporsi bias
mengindikasikan adanya gangguan secara sistematik, juga menunjukkan semakin
lebarnya penyimpangan antara rata-rata nilai simulasi dengan urutan nilai
aktualnya. Apabila diperoleh nilai proporsi bias yang besar maka diperlukan revisi
model. US atau proporsi varian mengindikasikan kemampuan model untuk
mereplika derajat variabilitas dalam variabel interest, apabila nilainya besar maka
diperlukan revisi pada model. Sedangkan UC atau proporsi kovarian menunjukkan
ukuran gangguan yang tidak sistematik, yang memunculkan kembali gangguan
tersisa setelah penyimpangan dari nilai rata-rata dan variabilitas rata-rata yang
dihitung. Distribusi Inequality yang ideal adalah UM = US = 0, dan UC = 1.
Keterangan:
MPE (Mean Percent Error): MPE = Mean Percent Error
RMSPE = Root Mean Square Percent
Error
s
Yt = nilai simulasi dasar
Yt a = nilai aktual observasi
T = jumlah periode simulasi
a = intersep
b = koefisien parameter
Digital Repository Universitas Jember
1515151515
1 T Yt s − Yt a
MPE = ∑
T t =1 Yt a
RMSPE (Root Mean Square Percent Error):
2
1 T Yt s − Yt a
RMSPE = ∑
T t =1 Yt a
Yt a = a + b Yt s + u
Kriteria:
MPE semakin mendekati 0 ; Terdapat error dalam model karena error bernilai
besar meniadakan error yang bernilai kecil
RMSPE < 20% ; persamaan dalam model telah sesuai untuk simulasi
RMSPE > 20% ; persamaan dalam model kurang sesuai untuk simulasi
Keterangan:
Statistik Inequality Coefficient: U = koefisien inequality
UM = proporsi bias
US = proporsi varian
1 T s
∑
T t =1
(
Yt − Yt a ) 2
UC = proporsi kovarian
U= Yt s = nilai simulasi dasar
1 T s
∑ Yt
T t =1
( ) 2
+
1 T a
∑ Yt
T t =1
( ) 2
Yt a
= nilai aktual observasi
T = jumlah periode simulasi
s
Y = nilai rata-rata simulasi dasar
a
Y = nilai rata-rata aktual observasi
σ s = standar deviasi nilai simulasi dasar
σ = standar deviasi nilai aktual observasi
Statistik Proportions of Inequality
U M
=
(Y s
−Y )
a 2
1
T
∑ Yt s − Yt a ( ) 2
US =
(σ s − σ a ) 2
1
T
∑ (
Yt s − Yt a ) 2
2(1 − ρ )σ sσ a
UC =
1
T
∑ (
Yt s − Yt a
2
)
Digital Repository Universitas Jember
1616161616
Kriteria:
U > 0 ; mempunyai proporsi ideal UM + US + UC = 1, dimana:
UM harus mendekati 0, jika menjauhi 0; terdapat error sistematik pada model
US harus mendekati 0, jika menjauhi 0; terdapat fluktuasi varian pada model
UC harus mendekati 1, jika mendekati 0 ; terdapat error yang bukan dari system
D. Simulasi Model
Simulasi dapat didefinisikan secara garis besar sebagai penurunan jalur
waktu dari model matematik. Dengan demikian simulasi berkaitan dengan
suatu proses penyelesaian secara matematik dari sekumpulan persamaan simultan.
(Gaspersz, 1991).
Peramalan melibatkan simulasi dari model kedepan melebihi waktu dari
periode estimasi itu sendiri. Perbedaan antara dua tipe peramalan dapat diketahui
dengan jelas. Bila periode estimasi tidak diperluas hanya sampai pada waktu
sekarang, atau memulai peramalan pada periode akhir estimasi dan diperluas
sampai sekarang, serta kemungkinan membandingkan hasil berdasarkan data
yang tersedia, maka tipe simulasi itu disebut peramalan ex post, yang sering
digunakan untuk melakukan test keakuratan peramalan dalam sebuah model.
Peramalan ex ante adalah peramalan yang dibangun dengan memulai simulasi
pada waktu sekarang dan diperluas hingga pada waktu di masa yang akan datang
(Pindyck dan Rubinfield, 1981).
(Peramalan)
Waktu, t
T1 Periode Estimasi
T2 T3
(Sekarang)
negara pelaku pasar dunia serta penetapan harga dunia. Terdapat keterkaitan atau
hubungan antara perilaku pasar dunia dan pasar domestic dimana perubahan
variabel pada pasar dunia akan berpengaruh pada pasar domestik dan begitu juga
sebaliknya.
Model ekonometrika yang digunakan terdiri dari 18 buah persamaan yaitu
16 buah persamaan struktural dan 2 buah persamaan identitas. Keterkaitan
persamaan-persamaan dalam model ekonometrika merupakan gambaran
keterkaitan secara simultan antara perilaku faktor permintaan kopi dan faktor
penawaran kopi Indonesia, faktor pembentukan harga, serta faktor-faktor lainnya
yang mempengaruhinya.Model ekonometrika dalam penelitian ini menggunakan
data runtut waktu (time series) dengan rentang waktu 26 tahun, yakni antara tahun
1980 hingga 2005. Pada periode penelitian terdapat tahun-tahun saat negara
Indonesia termasuk sedang dilanda krisis ekonomi, sehingga terdapat data-data
yang memiliki fluktuasi nilai yang cukup besar.
Secara keseluruhan model simultan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. API = a0 + a1PPID + a2PTEA + a3APIL
2. YPI = b0 + b1PFD + b2YPIL
3. QPPI = API*YPI
4. XPIINA = c0 + c1XPISIL + c2QPPI + c3XPINAM + c4QXWPI + c5EFIINA +
c6QMWPI
5. MPIINA = d0 + d1PWPID + d2DPI + d3POPINA + d4SDPIINA + d5XPIINA
6. DPI = e0 + e1PPID + e2QMWPI + e3INCM + e4PTEA + e5DPIL
7. PPID = f0 + f1XPIINA + f2SDPIINA + f3EFIINA + f4PWPID + f5PPIDL
8. SDPIINA= QPPI + STPIINA + MPIINA - XPIINA
9. PWPID = g0 + g1QPPW + g2PWPIDL
10. XPISIL = h0 + h1QPISIL + h2EFISIL + h3XPISILL
11. XPIGUA = i0 + i1QPIGUA + i2EFIGUA + i3QXWPI
12. XPINAM= j0 + j1QPINAM + j2EFINAM + j3XPINAML
13. XPICOL = k0 + k1QPICOL + k2QMWPI + k3PWPID + k4XPICOLL
14. MPIJER = l0 + l1EFIJER + l2PWPID + l3CONPIJER + l4MPIJERL
Digital Repository Universitas Jember
1919191919
(+) (+)
*Produktivitas (–) Harga pupuk *Ekspor Brasil (XPISIL)Nilai Tukar BrazilJumlah
Jumlah produksi kopi Brasil (QPISIL) (EFISIL)
produksi Vietnam (QPINAM)
(YPI) (PFD)
* Luas Areal
(+) (–)
(API) (+)
*Harga Kopi (+)
(+) * Ekspor kopi Indonesia(XPIINA)
(–)
(+) (PPID) (+) Nilai Tukar Vietnam (EFINAM)
(–) (+)
(+)
*Ekspor Vietnam (XPINAM)
Harga Teh (PTEA) (+) (+) (+)
* Produksi
(QPPI) (+) Nilai Tukar Indonesia (EFIINA)
* Jumlah impor kopi Indonesia (MPIINA) Jumlah ekspor dunia (QXWPI)
(+)
(+) (–) *Ekspor Guatemala (XPIGUA)
(+)
(–) (+)
*Ekspor Colombia (XPICOL)
Stok kopi (STPIINA)Penawaran kopi Indonesia (SDPIINA)*Impor Jerman (MPIJER)
(–)
(–) *Impor Italia (MPIITA) (+)
(–) (+)
Jumlah Produksi Guatemala (QPIGUA)
Jumlah Produksi Colombia (QPICOL)
*Impor Jepang (MPIPAN) (–) (+)
*Impor Perancis (MPICIS)
(+)
(–)
(K-M) ≥ Order
No Model K M G
(G-1) Condition
Over
1 Persamaan 1 (API/Luas Areal) 51 3 18 48≥17Identified
Persamaan 2 Over
2 (YPI/Produktivitas) 51 2 18 49≥17Identified
3 Persamaan 3 (identitas) 51 - 18 - -
Persamaan 4 (XPIINA/Ekspor Over
4 Indonesia) 51 6 18 45≥17Identified
Persamaan 5 (MPIINA/Impor Over
5 Indonesia) 51 5 18 46≥17Identified
Persamaan 6 (DPI/Permintaan Over
6 Indonesia) 51 5 18 46≥17Identified
Persamaan 7 (PPID/Harga Kopi Over
7 Dometik) 51 5 18 46≥17Identified
8 Persamaan 8 (identitas) 51 - 18 - -
Persamaan 9 (PWPID/Harga Over
9 kopi Dunia) 51 2 18 49≥17Identified
Persamaan 10 (XPISIL/Ekspor Over
10 Brasil) 51 3 18 48≥17Identified
Persamaan 11 Over
11 (XPIGUA/Ekspor Guatemala) 51 3 18 48≥17Identified
Persamaan 12 Over
12 (XPINAM/Ekspor Vietnam) 51 3 18 48≥17Identified
Persamaan 13 (XPICOL/Ekspor Over
13 Colombia) 51 4 18 47≥17Identified
Digital Repository Universitas Jember
2121212121
signifikan yang diindikasikan dengan nilai F hitung yang lebih kecil dari 0,05
(pada Sig-F).
Untuk melihat besarnya pengaruh variabel-variabel predetermined
terhadap masing-masing persamaan, maka dilihat dari nilai Ra 2. Variabel-variabel
predeterminan berpengaruh terhadap persamaan ekspor Brasil (XPISIL) sebesar
71,78% dan sebesar 28,22% dipengaruhi oleh variabel lain di luar persamaan.
Nilai Durbin Watson sebesar 2,066 dan nilai Durbin h sebesar -0,35 yang kurang
dari 1,645 dan berarti bahwa dalam persamaan ini terdapat gangguan serial
korelasi. Persamaan ekspor Vietnam (XPINAM) dipengaruhi oleh variabel-
variabel predeterminednya sebesar 97,63% dan sisanya sebesar 2,38%
dipengaruhi oleh variabel lain di luar persamaan. Nilai Durbin Watson
menunjukkan sebesar 2,72 dan nilai Durbin h sebesar -2,16 yang lebih kecil dari
1,645 dan dikatakan bahwa terdapat gangguan autokorelasi. Variabel-variabel
predetermined dalam persamaan ekspor Colombia (XPICOL) berpengaruh
sebesar 68,81% dan sisanya sebesar 31,19% dipengaruhi oleh variabel lain di luar
persamaan. Nilai Durbin Watson menunjukkan sebesar 1,96 dan nilai Durbin h
sebesar 0,14 yang lebih kecil dari 1,645 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat
gangguan autokorelasi.
Persamaan ekspor Guatemala (XPIGUA) tersebut memiliki nilai Ra2
sebesar 77,58%. Hal ini berarti variabel-variabel predetermined dalam persamaan
tersebut berpengaruh terhadap ekspor Guatemala sebesar 77,58% dan sebesar
22,42% dipengaruhi oleh variabel lain di luar persamaan. Variabel-variabel
predetermined dalam persamaan impor Amerika (MPIUSA) berpengaruh sebesar
39,61% dan selebihnya sebesar 60,4% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain
dalam model. Model ini memiliki variabel lag endogen, yakni impor kopi
Amerika pada tahun sebelumnya (MPIUSAL). Nilai Durbin Watson yang
dihasilkan sebesar 1.67 dan nilai Durbin h menujukkan bahwa nilai statistik
tersebut tidak dapat dihitung karena terdapat nilai negatif dalam akar kuadrat.
Gangguan serial korelasi dalam persamaan simultan memiliki identifikasi yang
sama dengan gangguan autokorelasi pada regresi, yakni adanya korelasi diantara
data observasi yang tersusun dalam rangkaian waktu (time series data).
Digital Repository Universitas Jember
2626262626
Tabel 45. Nilai Statistik Parameter Pendugaan dan Uji t pada Pasar Kopi
Domestik
Koefisien Standard
Variabel Regresi Error t-test Sig-t
API
Intercept a0 46280,26 87768,41 0,53 0,6035
PPID (Harga Kopi Domestik
/Rp/Ton) a1 0,029879* 0,01077 2,77 0,0114
PTEA (Harga Teh/Rp/Kg) a2 -0,61556 1,584,921 -0,39 0,7016
APIL (Luas areal sebelumnya/Ha) a3 0,869646* 0,154021 5,65 <,0001
YPI
Intercept b0 5,164,231 1,426,058 3,62 0,0015
PFD (Harga Pupuk/Rp/Ton) b1 -0,00018* 0,000062 -2,96 0,0072
YPIL
(Produktivitassebelumnya/Kg/Ha) b2 1,57E-01 2,24E-01 0,7 0,4925
XPIINA
Intercept c0 -179519 73983,91 -2,43 0,026
XPISIL (Ekspor Brasil/Ton) c1 -0,0259 0,033887 -0,76 0,4545
QPPI (Jumlah Produksi/Ton) c2 0,000644* 0,000106 6,1 <,0001
XPINAM (Ekspor Vietnam/Ton) c3 -0,11204 0,055816 -2,01 0,06
QXWPI (Ekspor Dunia/Ton) c4 0,004261 0,004441 0,96 0,3501
EFIINA (Nilai Tukar Rp/$) c5 2,478,608 4,041,099 0,61 0,5473
QMWPI (Impor Dunia/Ton) c6 0,056494* 0,017501 3,23 0,0047
MPIINA
Intercept d0 -17673,7 9,133,332 -1,94 0,068
PWPID (Harga Kopi Dunia/$) d1 -595,093 113,274 -0,53 0,6054
DPI (Permintaan Indonesia/Ton) d2 0,044227 0,064587 0,68 0,5018
POPINA (Populasi/000 jiwa) d3 0,122865* 0,048366 2,54 0,02
SDPIINA(Penawaran
Indonesia/Ton) d4 -2,00E-05 0,000067 -0,36 0,7251
XPIINA (Ekspor Indonesia/Ton) d5 1,32E-02 0,064771 0,2 0,8406
DPI
Intercept e0 330219,4 83222,72 3,97 0,0008
PPID (Harga Kopi
Domestik/Rp/Ton) e1 -0,00668 0,00472 -1,41 0,1734
QMWPI (Impor Dunia/Ton) e2 -0,04507* 0,017735 -2,54 0,0199
INCM (Pendapatan per
Kapita/Rp/Tahun) e3 0,042562 0,026307 1,62 0,1222
PTEA (Harga Teh/Rp/Kg) e4 -259,123 202,177 -1,28 0,2154
DPIL (Permintaan
sebelumnya/Ton) e5 -0,41726* 0,17783 -2,35 0,03
PPID
Intercept f0 -775487 1310700 -0,59 0,5611
Digital Repository Universitas Jember
2828282828
B. Produktivitas (YPI)
Digital Repository Universitas Jember
2929292929
C. Kenaikan 20%.
Selanjutnya pada kenaikan harga pupuk sebesar 20%, maka kemungkinan
produktivitas menurun semakin besar lagi, yakni dari 501,8 ha menjadi 485,6 ha
atau dapat dikatakan bahwa penurunannya sebesar 3,23%. Dengan semakin
menurunnya daya beli petani kopi terhadap pupuk, maka pemupukan yang terus-
menerus dikurangi tersebut pada akhirnya mengakibatkan produksi mengalami
penurunan pula sebesar 16.390.000 ton (4,07%). Dengan jumlah produksi yang
ikut menurun ini membuat penawaran kopi berada pada 3,86E+08 ton dari posisi
semula sebesar 4.02E+08 ton. Selisih penawaran yang terjadi adalah sebesar
16.370.000 ton atau sebesar 4,07%.
Ekspor juga terpengaruh dengan adanya penurunan produksi dan
penawaran tersebut. Posisi ekspor menurun sebesar 14.630 ton dari jumlah ekspor
sebelumnya yang sebesar 309.076 ton atau mengalami penurunan sebesar 4,73%.
Sedangkan pada impor justru mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat dari
2614,7 ton menjadi 4542,3 ton atau terjadi peningkatan sebesar 73,72%. Hal ini
dikarenakan permintaan yang meningkat sebesar 1.084 ton atau 1,34%. Harga
kopi domestik disini mengalami penurunan dari Rp.3.851.995 per ton menjadi
Rp.3.687.933 per tonnya dan selisih penurunan harga yang terjadi adalah sebesar
Rp.164.062,- per tonnya atau 4,26%.
D. Kenaikan 30%.
Hasil simulasi pada peningkatan harga pupuk sebesar 30% mengakibatkan
semakin menurunnya produktivitas kopi, yakni sebesar 25,4 Kg/ha (5,06%).
Dengan produktivitas yang semakin menurun, maka produksi juga mengalami
penurunan yakni sebesar 26.140.000 ton atau sebesar 6,49% dari posisi semula
sebesar 4,02E+08 ton. Produksi yang menurun ini bukan hanya dikarenakan
jumlah produktivitasnya, tetapi juga luasan areal yang mengalami penurunan pula
sebesar 4.169 ha.
Lebih jauh lagi, produksi yang menurun membuat penawaran kopi juga
mengalami penurunan sebesar 26.110.000 ton (6,49%). Turunnya produksi kopi
Digital Repository Universitas Jember
5151515151
tersebut juga mengakibatkan jumlah ekspor Indonesia bergerak turun dari 309.076
ton menjadi 288.164 ton. Penurunan ekspor sebesar 20.912 ton atau 6,77% ini
berkebalikan dengan impor kopi Indonesia yang meningkat sebesar 2032,4 ton
(77,73%).
Permintaan kopi Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 920,3 ton
dari permintaan sebelumnya sebesar 81.067,6 ton menjadi 81.987,9 ton.
Permintaan yang meningkat ini salah satu faktornya dipengaruhi oleh turunnya
harga kopi yang dalam hal ini mengalami penurunan sebesar Rp.139.557,- ton.
Hasil simulasi terhadap kebijakan harga pupuk tersebut menunjukkan
bahwa kondisi perkebunan rakyat di Indonesia sangat rentan terhadap adanya
perubahan dari segi input. Semakin tinggi kenaikan factor input yang dalam hal
ini diwakili oleh harga pupuk, maka semakin berkurang stabilitas keragaan kopi
domestic. Secara umum dapat disimpulkan bahwa subsidi pemerintah memang
masih diperlukan oleh kalangan petani kopi rakyat. Hal ini dapat membantu
sekaligus memotivasi untuk dapat meningkatkan kinerja perkopian Indonesia baik
dari segi kualitas maupun kuantitasnya untuk mendukung perekonomian nasional.
Namun demikian, kebijakan tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang saja,
tetapi juga perlu dilakukan keseimbangan-keseimbangan pada kebijakan-
kebijakan lainnya agar lebih baik seperti permodalan, pembinaan serta bantuan
teknologi.
6.9 Glosarry
1. Kopi dalam lingkup kajian ini merupakan produk hasil dari usaha perkebunan
dalam bentuk kering ose dalam satuan ton
2. Produksi kopi merupakan hasil panen kopi dalam bentuk kopi ose
3. Usahatani kopi adalah organisasi dari alam, tenaga, dan modal dengan luasan
tertentu yang bertujuan memproduksi kopi di lapangan pertanian
Digital Repository Universitas Jember
5252525252
4. Keragaan pasar kopi merupakan potret atau gambaran mengenai pasar kopi
yang ditinjau dari permintaan kopi, penawaran kopi, pembentukan harganya,
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
5. Kebijakan harga pupuk merupakan salah satu instrumen pemerintah untuk
meringankan beban petani dalam menurunkan biaya produksi demi
kesejahteraan petani. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah berupa Harga
Eceran Tertinggi (HET) yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian.
6. Harga kopi adalah adalah harga rata-rata kopi dari berbagai macam varietas
Indonesia dinyatakan dalam satuan rupiah per ton (Rp/Kg)
7. Harga kopi dunia yang dipakai dalam penelitian ini yaitu harga kopi dunia
rata-rata per tahun yang dinyatakan dalam satuan US Dollar per kilogram
(US$/Kg)
8. Nilai tukar valuta asing dalam lingkup penelitian ini merupakan rata-rata
dalam satu tahun nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika
Serikat dinyatakan dalam satuan rupiah per US Dollar (Rp/US$)
9. Penawaran kopi merupakan jumlah kopi yang ditawarkan untuk dikonsumsi
secara domestik maupun dunia pada tingkat harga dan jumlah tertentu
10. Permintaan kopi merupakan jumlah kopi yang diminta untuk dikonsumsi
secara domestik oleh Indonesia pada tingkat harga dan jumlah tertentu
11. Model ekonometrika dalam penelitian ini merupakan model yang
dipergunakan untuk melihat keragaan pasar kopi Indonesia dengan
membangun persamaan simultan
12. Identifikasi model merupakan tahapan untuk melihat apakah suatu persamaan
dalam model dapat didentifikasi, bertujuan untuk mengetahui apakah
persamaan tersebut dapat diselesaikan untuk diperoleh hasil pendugaan
parameternya
13. Metode pendugaan parameter dalam penelitian ini adalah teknik 2 SLS
dengan bantuan software komputer SAS/ETS ver 8.2
14. Validasi model dalam penelitian ini untuk melihat sejauh mana suatu model
dapat mewakili dunia nyata, sehingga simulasi terhadap model dapat menjadi
Digital Repository Universitas Jember
5353535353