Hakikat Manusia Dalam Praktek Pendidikan
Hakikat Manusia Dalam Praktek Pendidikan
Hakikat Manusia Dalam Praktek Pendidikan
A. Hakikat Manusia
Manusia merupakan ciptaan Allah SWT. yang paling istimewa, bila
dilihat dari sosok diri, serta beban dan tanggung jawab yang diamanat-
kan kepadanya. Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang
perbuatannya mampu mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak
Tuhan yang mampu menjadi sejarah (QS. 5:56), mendapat
kemenangan. Selain itu manusia adalah makhluk kosmis yang sangat
penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-
syarat yang diperlukan (Ismail Rajf i al-Faruqi, 1984 : 37). Syarat itu
menyatakan bahwa manusia sebagai kesatuan jiwa raga dalam
hubungan timbal balik dengan dunia dan antar sesamanya.
Di samping itu, ada unsur lain yang membuat dirinya dapat meng-
atasi pengaruh dunia sekitarnya serta problema dirinya, yaitu unsur
jasmani dan unsur rohani. Kedua unsur ini sebenarnya sudah
tampak pada berbagai makhluk lain yang diberi nama jiwa, atau soul,
anima dan psyche . Tetapi pada kedua unsur itu, manusia dianugerahi
nilai lebih, hingga kualitasnya berada di atas kemampuan yang
dimiliki makhluk-makhluk lain itu. Dengan bekal yang istimewa ini,
manusia mampu menopang keselamatan, keamanan, kesejahteraan,
dan kualitas hidupnya. Selain itu juga manusia merupakan makhluk
berperadaban yang mampu membuat sejarah generasinya.
Disisi lain, manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang
tertinggi (QS. 95:4) dengan sebaik-baik bentuk. Keistimewaan ini
menyebabkan manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di muka
bumi, yang kemudian dipercaya untuk memikul amanah berupa tugas
dalam menciptakan tata kehidupan yang bermoral di muka bumi.
(Syafi'i Ma'arif, 1995 : 9). Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk
2
para ahli didik barat, ya~tu sejak zaman Yunani kuno. Pendapat yang
umumnya dikenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin
tidaknya manusia dididik terangkum dalam tiga aliran filsafat
pendidikan. Aliranaliran tersebut adalah nativisme, empirisme, dan
kovergensi.
Menurut nativisme, manusia tidak perlu dididik, sebab
perkembangan manusia sepenuhnya oleh bakat yang secara alami
sudah ada pada dirinya. ditentukan Sedangkan menurut penganut
empirisme adalah sebaliknya. Perkembangan dan pertumbuhan
manusia sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya. Dengan de-
mikian aliran ini memandang pendidikan berperan penting dan
sangat menentukan arah perkembangan manusia (Jalaluddin dan Ali
Ahmad Zen, 1996:52).
Adapun aliran ketiga, yaitu konvergensi merupakan perpaduan
antara kedua pendapat tersebut. Menurut mereka memang manusia
memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi
itu hanya dapat berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta
bimbingan dari luar (lingkungan). Harus ada perpaduan antara faktor
dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan) . Perkembangan
seorang manusia tidak hanya ditentukan oleh kemampuan
potensi/ bakat yang dibawanya. Tanpa ada intervensi dari luar
(lingkungan) bakat/ potensi seseorang tak mungkin berkembang
dengan baik.
Lebih jauh Kohnstamm menambahnya dengan kemauan.
Dengan demikian menurutnya, kemampuan seseorang akan berjalan
dengan baik dan dapat dikembangkan secara maksimal, apabila
ada perpaduan antara faktor dasar (potensi), faktor ajar
(bimbingan) serta kesadaran dari individu itu sendiri untuk
mengembangkan dirinya. Jadi disamping faktor potensi bawaan dan
bimbingan dari lingkungan, untuk mengembangkan diri, seseorang
perlu didorong oleh motivasi intrinsik (dorongan dari dalam dirinya).
Ketiga aliran filsafat pendidikan Barat ini menampilkan dua
5
C . Kesimpulan
Daftar Pustaka