06 - 224diagnosis Dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis
06 - 224diagnosis Dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis
06 - 224diagnosis Dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis
ABSTRAK
Meningitis bakterialis (MB) adalah kegawatdaruratan neurologik yang mengancam jiwa yang memerlukan diagnosis dan terapi yang cepat.
Penanganan MB memerlukan pendekatan interdisipliner. Penegakan diagnosis MB kadang sulit jika hanya mengandalkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) harus diinterpretasikan secara hati-hati. Pemahaman karakter pasien sangat
dibutuhkan untuk memberikan antibiotik empirik yang tepat.
Kata kunci: Meningitis bakterialis, diagnosis, cairan serebrospinal, tatalaksana
ABSTRACT
Bacterial meningitis is a life-threatening neurologic emergency that needs rapid diagnosis and treatment. Management of bacterial
meningitis needs interdisciplinary approach. The diagnosis of bacterial meningitis can sometimes be difficult when relying only on history
and physical examination. Cerebrospinal fluid (CSF) examination results must be interpreted carefully. To provide appropriate empiric
antibiotics therapy, understanding of patients characteristic is essential. Gogor Meisadona, Anne Dina Soebroto, Riwanti Estiasari.
Diagnosis and Management of Bacterial Meningitis.
Keywords: Bacterial meningitis, diagnosis, cerebrospinal fluid, management
PENDAHULUAN
Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi
meningen, terutama araknoid dan piamater,
yang terjadi karena invasi bakteri ke
dalam ruang subaraknoid. Pada MB, terjadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan
serebrospinal (CSS). Biasanya proses
inflamasi tidak terbatas hanya di meningen,
tapi juga mengenai parenkim otak
(meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis),
bahkan bisa menyebar ke medula spinalis.
Kerusakan neuron, terutama pada struktur
hipokampus, diduga sebagai penyebab
potensial defisit neuropsikologik persisten
pada pasien yang sembuh dari meningitis
bakterial.1
Kasus MB terdistribusi di seluruh belahan
bumi. Di negara dengan empat musim, MB
lebih banyak terjadi di musim dingin dan
awal musim semi. MB lebih banyak terjadi
pada pria. Insiden MB adalah 2-6/100.000
per tahun dengan puncak kejadian pada
kelompok bayi, remaja, dan lansia. Tingkat
Alamat korespondensi
dewasa
imunokompeten,
email: [email protected]
15
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Penyebab umum MB berdasarkan usia dan faktor risiko1
Neonatus (usia <3 bulan)
S. pneumonia; N. meningitidis
Fraktur kranium/pasca-bedah
saraf
Kebocoran CSS
Kehamilan
Listeria monocytogenes
Imunodefisiensi
16
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2 Perbandingan karakter CSS pada jenis meningitis yang berbeda1
Normal
Bakterial
Viral
TB
Fungal
Makroskopik
Jernih, tak
berwarna
Keruh
Jernih/opalescent
Jernih/opalescent
Jernih
Tekanan
Normal
Meningkat
Normal atau
meningkat
Meningkat
Normal atau
meningkat
Sel
0-5/mm3
100-60.000/mm3
5-100/mm3
5-1000/mm3
20-500/mm3
Neutrofil
Tak ada
>80%
<50%
<50%
<50%
Glukosa
Normal
Rendah (<50%
glukosa darah)
Rendah (<80%
glukosa darah)
Protein
<0,4 g/L
>0,4-0,9 g/L
1-5 g/L
0,5-5 g/L
Gram negatif;
kultur positif 2550%
Lainnya
1-5 g/L
Kecurigaan MB
Defisit neurologik fokal, riwayat kejang, riwayat penyakit neurologis dengan massa intrakranial
Tidak
Ya
Dexamethasone + terapi
antibiotik empirik
Dexamethasone + terapi
antibiotik empirik
Pungsi lumbal
Dexamethasone + terapi
antibiotik spesifik
Gambar 1 Algoritma tatalaksana meningitis bakterial (diadaptasi dari Tunkel dkk)6
17
TINJAUAN PUSTAKA
ditunda.4
Etiologi tersering
Pilihan antibiotik
Neonatus
Streptococcus grup B, L.
monocytogenes, E. coli
N. meningitidis, S. pneumonia, H.
influenzae
S. pneumonia, N. meningitidis
S. pneumonia, L. monocytogenes,
bakteri gram negatif
Kondisi immunocompromised
S. pneumonia, N. meningitidis, L.
monocytogenes, S. aureus, Salmonella
spp, basil gram negatif aerob
(termasuk P. aeruginosa)
Terapi standard
Kloramfenikol; sefepim
N. meningitidis
S. pneumoniae
Vankomisin; meropenem
Enterobacteriaceae
P. aeruginosa
Meropenem; piperisilin
L. monocytogenes
Trimetoprim/sulfametoksazol
S. agalactiae
Vankomisin
Vankomisin
Linezolid; daptomisin
S. epidermidis
Vankomisin
18
Terapi alternative
Ampisilin
Profilaksis
Individu yang mengalami kontak dengan
pasien meningitis meningokokal harus diberi
antibiotik profilaksis. Pilihan antibiotik yang
biasa diberikan adalah ciprofloxacin 500 mg
dosis tunggal atau rifampicin 2 x 600 mg
selama 2 hari. Profilaksis tidak dibutuhkan
jika durasi sejak penemuan kasus meningitis
meningokokal sudah lebih dari 2 minggu.
Imunisasi S. pneumoniae, H. influenza dan N.
meningitidis diketahui menurunkan insiden
meningitis secara bermakna.7
PROGNOSIS
MB yang tidak diobati biasanya berakhir
fatal. Meningitis pneumokokal memiliki
tingkat fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%.1
Pada sekitar 30% pasien yang bertahan
hidup, terdapat sekuel defisit neurologik
seperti gangguan pendengaran dan defisit
neurologik fokal lain. Individu yang memiliki faktor risiko prognosis buruk adalah
pasien immunocompromised, usia di atas 65
tahun, gangguan kesadaran, jumlah leukosit
CSS yang rendah, dan infeksi pneumokokus.11 Gangguan fungsi kognitif terjadi
pada sekitar 27% pasien yang mampu
bertahan dari MB.4
Terapi kortikosteroid jangka panjang
Terapi kortikosteroid sistemik digunakan
secara luas untuk mengobati gangguan
autoimun atau inflamasi. Penggunaan
kortikosteroid jangka panjang (terutama
dalam dosis tinggi) berhubungan dengan
efek samping serius pada berbagai sistem
fisiologik tubuh, termasuk sistem imun. Efek
samping tersebut sebenarnya dapat diminimalisasi dengan cara memantau kondisi
pasien secara seksama dan menggunakan
jenis kortikosteroid dengan potensi dan
dosis serendah mungkin.12
Kortikosteroid menekan fungsi imun normal
dengan menurunkan ekspresi limfosit T,
monosit, makrofag, eosinofil, mastosit, dan
sel endotelial. Supresi sitokin bukan satusatunya efek kortikosteroid pada respons
imun dan antiinflamasi normal. Kortikosteroid
juga dipercaya mengeksitasi produksi sitokin
antiinflamasi TGF- (Transforming Growth
Factor-). Kortikosteroid juga mengganggu
ekspresi molekul pengikat pada antigenprecenting cell serta menginduksi apoptosis
TINJAUAN PUSTAKA
pada limfosit T matur dan monosit.12,13
Pengguna kortikosteroid jangka panjang
rentan terhadap infeksi karena kortikosteroid
dapat menghambat kerja sistem imun
normal dan menekan proses inflamasi. Gejala
infeksi pada pengguna kortikosteroid jangka
panjang dapat menunjukkan gejala yang
tidak khas karena adanya inhibisi pelepasan
sitokin dan reduksi respons inflamasi.14
Untuk mencegah infeksi oportunistik pada
pengguna kortikosteroid jangka panjang,
beberapa pakar menganjurkan memulai
terapi kortikosteroid dengan dosis dan potensi
serendah mungkin tanpa mengabaikan
efikasi.14 Sebelum memulai terapi kortiko-
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ropper AH, Brown RH. Adam and Victors principles of neurology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.
2.
Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon S. Neurology: A queen square textbook. London: Blackwell Publishing; 2009.
3.
Shay K. Infectious complications of dental and periodontal diseases in elderly populations. Clinical Infectious Diseases 2002;34:1215-23.
4.
Van De Beek D, De Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EFM. Community-acquired bacterial meningitis in adults. N Eng J Med. 2006;354:44-53.
5.
Brouwer M, Van De Beek D, Thwaites G. Dilemmas in the diagnosis of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1684-92.
6.
Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL, Kaufman BA, Roos KL. Practice guidelines for management of bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004;39:1267-84.
7.
Van De Beek D, Brouwer M, Thwaites G. Advances in treatment of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1693-702.
8.
Bhimraj A. Acute community-acquired bacterial meningitis in adults: An evidence-based review. Clev Clin J of Med. 2012;79:393-400.
9.
10. Van De Beek D, Farrar J, Gans J, Mai NTH, Tuan PQ, Zwinderman AH. Adjunctive dexamethasone in bacterial meningitis: A meta-analysis of individual patient data. Lancet Neurol.
2010;9:254-63.
11. Fernandes D, Pereira J, Silvestre J, Bento L. Acute bacterial meningitis in the intensive care unit and risk factors for clinical outcomes: Retrospective study. J Crit Care 2014;29:347-50.
12. Singh N, Rieder MJ, Tucker MJ. Mechanisms of glucocorticoid-mediated antiinflammatory and immunosuppresive action. Paed Perinatal Drug Ther. 2004;6:107-15.
13. Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilmans the pharmacological basis of therapeutics. 11th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.
14. Liu D, Ahmet A, Ward L, Krishnamoorthy P, Mandelcorn ED, Leigh R, et al. A practical guide to the monitoring and management of the complications of systemic corticosteroid therapy.
Allergy, Asthma & Clinical Immunology 2013;9:1-25.
15. Hsu D, Katelaris C. Long-term management of patients taking immunosuppresive drugs. Aust Prescr. 2009;32:68-71.
16. Saag KG, Teng GG, Patkar NM, Anuntiyo J, Finney C, Curtis JR. American college of rheumatology 2008 recommendations for the use of nonbiologic and biologic disease-modifying
antirheumatic drugs in rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum. 2008;59:762-84.
19