Reforming
Reforming
Reforming
REFORMING
Disusun Oleh :
KELOMPOK IV
IKA WINDRIANTO K . H
21030110151038
NURMEILIA RAHMANIAR
21030110151073
DEVI SILVIANITA
21030110151092
21030110151108
RETNO AYU
21030110151122
ARFISTA NEVA
21030110151129
MARIFATUN HIKMAH
L2C309035
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini minyak bumi dan gas alam masih menjadi prioritas utama sebagai sumber
energi. Keberadaan minyak bumi di alam merupakan hasil pelapukan fosil-fosil tumbuhan dan
hewan pada zaman purba jutaan tahun silam. Organisme-organisme tersebut kemudian
dibusukkan oleh mikroorganisme dan kemudian terkubur dan terpendam dalam lapisan kulit
bumi. Dengan tekanan dan suhu yang tinggi, maka setelah jutaan tahun lamanya, material
tersebut berubah menjadi minyak yang terkumpul dalam pori-pori batu kapur atau batu pasir.
Oleh karena pori-pori batu kapur bersifat kapiler, maka dengan prinsip kapilaritas, minyak bumi
yang terbentuk tersebut perlahan-lahan bergerak ke atas. Ketika gerakan tersebut terhalang oleh
batuan yang tidak berpori, maka terjadilah penumpukan minyak dalam batuan tersebut.
Itu sebabnya minyak bumi disebut sebagai petroleum (yang dalam bahasa Latin, petrus =
batu dan oleum = minyak). Pada daerah lapisan bawah tanah yang tak berpori tersebut dikenal
dengan nama antiklinal atau cekungan. Daerah cekungan ini terdiri dari beberapa lapisan, lapisan
yang paling bawah berupa air, lapisan di atasnya berisi minyak, sedang di atas minyak bumi
tersebut terdapat rongga yang berisi gas alam. Jika cekungan mengandung minyak bumi dalam
jumlah besar, maka pengambilan dilakukan dengan jalan pengeboran.
Di Indonesia, sumber minyak bumi terdapat di daerah-daerah Aceh, Sumatra Utara, Riau,
Irian Jaya, Kalimantan, dan sebagian ada di pulau Jawa, yaitu Cepu dan beberapa daerah lain.
Biasanya kandungan minyak bumi ini ada pada 3 4 km di bawah permukaan tanah. Untuk itu
proses pengambilannya dengan menggunakan sumur-sumur bor yang sengaja dibuat. Beberapa
di antaranya karena sumber minyak bumi ada di dasar laut, maka pengeboran dilakukan di laut.
Minyak mentah yang dihasilkan ditampung dalam kapal tanker atau dialirkan melalui pipa ke
stasiun tangki atau kilang minyak.
Minyak mentah atau yang biasa disebut dengan crude oil ini berbentuk cairan kental hitam
dan berbau kurang sedap, selain mengandung kotoran, juga mengandung mineral-mineral yang
larut dalam air. Minyak ini belum dapat digunakan untuk bahan bakar atau berbagai keperluan
lainnya, tetapi harus melalui pengolahan terlebih dahulu. Minyak mentah ini mengandung sekitar
500 jenis hidrokarbon dengan jumlah atom karbon 1 50. Pada prinsipnya pengolahan minyak
bumi dilakukan dengan dua langkah, yaitu desalting dan distilasi.
1.1 Desalting
Proses desalting merupakan proses penghilangan garam yang dilakukan dengan cara
mencampurkan minyak mentah dengan air, tujuannya adalah untuk melarutkan zat-zat
mineral yang larut dalam air. Pada proses ini juga ditambahkan asam dan basa dengan tujuan
untuk menghilangkan senyawa-senyawa selain hidrokarbon. Setelah melalui proses desalting,
maka selanjutnya minyak akan menjalani proses distilasi.
1.2 Distilasi
Minyak mentah yang telah melalui proses desalting kemudian diolah lebih lanjut dengan
proses distilasi bertingkat, yaitu cara pemisahan campuran berdasar perbedaan titik didih.
Fraksi-fraksi yang diperoleh dari proses distilasi bertingkat ini adalah campuran hidrokarbon
yang mendidih pada interval (range) suhu tertentu.
Fraksi-faksi yang didapatkan setelah proses distilasi selanjutnya diolah lebih lanjut dengan
proses reforming, polimerisasi, treating, dan blending.
1. Cracking
Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang besar menjadi
molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil.
2. Reforming
Reforming merupakan suatu cara pengubahan bentuk, yaitu dari rantai lurus menjadi
bercabang. Proses ini digunakan untuk meningkatkan mutu bensin.
4. Treating
Treating merupakan proses penghilangan kotoran pada minyak bumi.
5. Blending
Blending merupakan proses penambahan zat aditif.
BAB II
ISI
nafta
Furnace
Cooler
Gas
Kolom
Fraksina
si
Reformate
suhu
reforming,
semakin
tinggi
angka
oktan
produk
tetapi
yield
dari reformate relatif rendah. Sebagai contoh, bensin dengan angka oktan 35 saat
direformasi di 5150C (960F) menghasilkan 92,4% dari 56 oktan reformate; ketika reformasi di
5550C (10300F) menghasilkan 68,7% dari 83 oktan reformate. Namun, konversi yang tinggi tidak
selalu
efektif sebagai produksi coke dan produksi gas biasanya meningkat. Gas-gas yang
dihasilkan pada umumnya olefin dan proses yang diperlukan baik proses polimerisasi pemisahan
gas seperti C3 menjadi C4 gas untuk ditambahkan kembali ke sistem reformasi.
Gas-gas yang paling rentan terhadap konversi untuk produk cair adalah olefin dengan
tiga dan empat atom karbon. Ini adalah propylene (CH3 CH = CH2), yang berhubungan dengan
propana dalam fraksi C3, butilena (CH3 CH2 CH = CH2 atau CH3 CH CH =CH3) dan isobutilena [(CH3) 2C = CH2], yang berhubungan dengan butana (CH3 CH2 CH2.CH3), dan isobutana [(CH3) 2CH. CH3] dalam fraksi C4. fraksi C3 dan C4 yang dikenakan
untuk suhu dan tekanan digunakan dalam thermal reforming, mengalami reaksi kimia
yang menghasilkan
melalui termal reformer dalam campuran dengan nafta, proses ini disebut nafta-gas
reversion atau nafta polyforming.
Proses ini pada dasarnya sama tetapi berbeda dalam cara di mana gas dan
nafta dilewatkan melalui furnace pemanas. Dalam reversi gas, nafta dan aliran gas
melalui jalur terpisah di dalam furnace dan dipanaskan bebas satu sama lain. Sebelum
meninggalkan furnace, kedua saluran bergabung untuk membentuk bagian soaking section di
mana proses reforming, polimerisasi, dan reaksi lainnya berlangsung. Dalam reforming nafta,
gas C3 dan C4 dicampur dengan nafta dan mengalami pemanasan dalam furnace. Kecuali untuk
komponen gas dalam feedstock, kedua proses beroperasi dalam banyak cara yang sama seperti
termal reformaing dan menghasilkan produk sejenis.
Modifikasi dari proses termal reforming disebabkan masuknya gas hidrokarbon dengan
bahan baku dikenal sebagai pengembalian gas dan polyforming. Dengan demikian, gas olefin
dihasilkan oleh cracking dan reforming dapat dikonversi menjadi cairan mendidih pada rentang
bensin dengan pemanasan di bawah tekanan tinggi. Karena cairan yang dihasilkan memiliki
angka oktan tinggi, kemudian ditingkatkan kuantitas dan kualitas keseluruhan produksi bensin di
kilang minyak.
2.3 Catalytic Reforming
Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting bagi
suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama proses catalytic reforming
adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane number rendah menjadi komponen blending
mogas (motor gasoline) dengan bantuan katalis melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang
dijadikan umpan catalytic reforming harus di-treating terlebih dahulu di unit naphtha
hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal
yang merupakan racun berbahaya bagi katalis catalytic reformer yang tersusun dari platina.
Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hydrogen yang
sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen plant atau jika masih berlebih dapat
juga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired heater. Butane, by-product lainnya, sering
digunakan untuk mengatur vapor pressure gasoline pool.
2.3.1
naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi aromatic dari
naphthene dan paraffin. Kemudihan reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan
paraffin, naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic hydrocarbon
yang terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic reforming. Sebagian besar
napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini
merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk
diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah
menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi high severity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi
tetap saja berlangsung lambat dan efisien.
2.3.2
sangat terbantu oleh metal catalyst function dan temperatur reaksi tinggi serta tekanan
rendah.
3. Dehydrocyclization Paraffin
Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling
susah. Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan temperature tinggi.
Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk mendapatkan reaksi ini.
4. Hydrocracking
Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi isomerisasi ring dan
pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane dan paraffin dan area kandungan
acid dalam katalis yang diperlukan untuk reaksi catalytic reforming. Hydrocracking
paraffin relative cepat dan terjadi pada tekanan dan temperature tinggi. Penghilangan
paraffin melalui reaksi hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam
produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini tentu
mengkonsumsi hydrogen dan menghasilkan yield reformate yang lebih rendah.
5. Demetalization
Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada tahapan operasi catalytic
reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit catalytic reformate
semi-regenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis.
6. Dealkylation Aromatic
kesetimbangan dengan permukaan chloride dan kelompok hydroxyl. Terlalu banyak H 2O dalam
fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis keluar dan menyebabkan katalis menjadi
underchloride (fungsi acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan terlalu
banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang juga tidak baik untuk
katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).
2.3.4 Feed dan Produk Catalytic Reforming Unit
Feed unit catalytic reforming adalah heavy naphtha yang berasal dari unit naphtha
hydrotreating yang telah mengalami treating untuk menghilangkan impurities seperti sulfur,
nitrogen, oxygen, halida, dan metal yang merupakan racun bagi katalis catalytic reforming.
Boiling range umpan heavy naphtha antara 70 s/d 150 oC.
Produk unit catalytic reforming berupa high octane motor gasoline component (HOMC)
yang digunakan sebagai komponen blending motor gasoline. Produk unit catalytic reforming ini
mempunyai RONC > 95 dan bahkan dapat mencapai RONC 100. Produk lain adalah LPG dan
byproduct hydrogen. Produk LPG dikirim ke tangki produk (jika sudah memenuhi spesifikasi
produk LPG) atau dikirim ke unit Amine-LPG recovery terlebih dahulu. By product hydrogen
dikirim ke unit hydrotreater dan hydrogen plant.
2.3.5 Variabel Proses Catalytic Reforming Unit
Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi Catalytic Reforming adalah
sebagai berikut :
1. Catalyst Type
Tipe katalis berpengaruh terhadap operasi catalytic reforming terutama dalam hal
basic catalyst formulation (metal-acid loading), chloride level, platinum level, dan
activator level.
2. Temperatur Reaksi
Catalytic reformer reactor catalyst bed temperature merupakan parameter utama
yang digunakan untuk mengendalikan operasi agar produk dapat sesuai dengan
spesifikasi. Katalis catalytic reformer dapat beroperasi hingga temperatur yang cukup
tinggi, namun pada temperatur di atas 560 oC dapat menyebabkan reaksi thermal yang
akan mengurangi reformate dan hydrogen yield serta meningkatkan kecepatan
pembentukan coke pada permukaan katalis.
Temperatur reactor dapat didefinisikan menjadi 2 macam, yaitu :
Weighted Average Inlet Temperature (WAIT), yaitu total (fraksi berat katalis
dalam bed dikali temperature inlet bed).
Weighted Average Bed Temperature (WABT), yaitu total (fraksi berat katalis
dalam bed dikali rata-rata temperatur inlet dan outlet).
Dari kedua macam definisi tersebut di atas, WAIT paling sering digunakan dalam
perhitungan karena kemudahan perhitungan, walaupun WABT sebenarnya adalah ukuran
yang lebih baik dari kondisi reaksi dan temperatur katalis rata-rata.
3. Space Velocity
Space velocity merupakan ukuran jumlah naphtha yang diproses untuk jumlah
katalis yang tertentu selama waktu tertentu. Jika volume umpan naphtha per jam dan
volume katalis yang digunakan, istilah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space
Velocity (LHSV). Sedangkan jika berat umpan naphtha per jam dan berat katalis yang
digunakan, maka istilah yang digunakan adalah Weight Hourly Space Velocity (WHSV).
Satuannya sama, yaitu 1/jam
Semakin tinggi space velocity atau semakin rendah residence time, maka semakin
rendah octane number (RONC) produk atau semakin rendah jumlah reaksi yang terjadi
pada WAIT yang tetap. Jika space velocity naik, untuk mempertahankan RONC produk,
maka kompensasi yang dilakukan adalah dengan menaikkan temperatur reaktor.
4. Reactor Pressure
Sebenarnya lebih tepat mengatakan hydrogen partial pressure sebagai variabel
proses dibandingkan reactor pressure, namun untuk kemudahan penggunaan, maka
reactor pressure dapat digunakan sebagai variabel proses (hydrogen partial pressure =
purity hydrogen x tekanan reactor). Penyederhanaan ini dapat diterima karena hydrogen
yang ada dalam sistem merupakan produk samping reaksi sehingga juga tergantung
Setelah 4 sampai 16 jam pada siklus proses, katalis itu diregenerasi. Hal ini
dilakukan dengan membakar simpanan karbon dari katalis pada suhu 5650C (10500F)
melalui penambahan udara terlarut dengan gas buang melewati katalis. Udara juga
mengalami reoxidasi pengurangan katalis (9% molybdenum oksida pada pelet alumina
aktif) dan belerang dihilangkan dari katalis.
2. Moving-Bed
Hyperforming
Hyperforming adalah proses moving bed reforming yang menggunakan katalis
kobalt molibdat dengan silica-stabilized basis alumina. Dalam proses ini, katalis bergerak
ke bawah melalui reaktor oleh aliran gravitasi dan dikembalikan ke atas melalui teknik
solid conveying (hyperflow), yang menggerakkan katalis pada velocity rendah dan
dengan kehilangan atrisi minimum. Bahan baku (uap nafta) dan recycle aliran gas ke atas,
berlawanan dengan katalis, dan regenerasi katalis dicapai baik dalam garis external
vertikal lift atau vessel terpisah. Nafta Hyperforming (650C ke 2300C, 1500F untuk 4500F)
dapat meningkatkan komponen bahan bakar motor, di samping itu, sulfur dan nitrogen
removal dicapai. Light gas oil stock dapat digunakan untuk menghilangkan sulfur dan
nitrogen pada kondisi hidrogenasi ringan untuk produksi bahan bakar premium, solar, dan
middle distilasi. Kondisi operasi dalam reaktor adalah 400 psi dan 4250C hingga 4800C
(8000F hingga 9000F), suhu yang lebih tinggi digunakan untuk bahan baku nafta rantai
lurus; regenerasi katalis berlangsung pada 5100C (9500F) dan 415 psi. Nafta dipanaskan
difurnace kemudian masuk ke dalam reactor. Hasil dari reactor berupa reformate.
3. Fluid-Bed
Dalam proses katalitik reforming
regenerasi terjadi secara continue dengan pemisahan atau reactor terintegrasi yang
dilakukan untuk mempertahankan aktivitas katalis oleh coke dan penghilangan belerang.
Perengkahan atau nafta murni dibebankan dengan hydrogen yang direcycle menuju
reaktor. Molybdena (Mo2O3, 10,0%) pada katalis alumina, tidak mempengaruhi jumlah
arsenik, besi, nitrogen, atau belerang yang digunakan. Kondisi operasi dalam reaktor
tersebut
sekitar 200 sampai 300 psi dan 4800C sampai 9500C (9000F 9500F).
Fluidized-bed dioperasikan dengan temperature yang sangat baik dan mencegah over dan
under reforming operation, sehingga selektivitas lebih tinggi dalam kondisi yang
diperlukan untuk hasil yang lebih optimal dari produk yang diinginkan. Nafta dipanaskan
difurnace kemudian masuk ke dalam reactor. Hasil dari reactor berupa reformate.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik (rantai
karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang).Proses
reforming dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Thermal reforming
2. Catalytic Reforming
Reaksi reaksi yang terjadi pada Catalytic Reforming yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dehidrogenasi Naphthene
Isomerisasi Napthene dan Paraffin
Dehydrocyclization Paraffin
Hydrocracking
Demetalization
Dealkylation Aromatic
1. Fixed-Bed
2. Moving-Bed
3. Fluid-Bed
DAFTAR PUSTAKA