Teori Belajar Humanistik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

A.

Akar Gerakan Humanistik


Secara etimologis, istilah humanisme terkait erat dengan kata Latin humus
yang berarti tanah atau bumi. Istilah ini kemudian berkembang menjadi homo
yang berarti manusia (makhluk bumi) dan humanus yang lebih menunjukan sifat
membumi dan manusiswi. Perspektif etimologis dan historis dalam
memahami makna kata humanisme menunjukkan bahwa inti persoalan adalah
manusia. Artinya, bagaimana membentuk manusia menjadi lebih manusiawi.
Frederick Edwards (1989) dalam artikelnya yang berjudul What is
Humanism? menjelaskan bahwa salah satu cara menelaah pengertian humanistik
adalah dengan melakukan pendekatan dari sisi historis dan sisi humanisme
sebagai aliran dalam filsafat. Dari sisi historis, humanisme berarti suatu gerakan
intelektual yang untuk pertama kalinya muncul di Italia pada paruh kedua abad
ke-14 Masehi. Sedangkan dari sisi humanisme sebagai aliran dalam filsafat yang
menjunjung tinggi nilai dan mertabat manusia sedemikian rupa, sehingga manusia
menempati posisi yang sangat sentral dan penting, baik dalam perenungan
teoretik-filsafati maupun dalam praktik hidup sehari-hari (Abidin 2006:39).
Adanya gerakan humanistik berawal dari berlakunya praktik pendidikan di
sekolah yang diarahkan oleh pendidik (direct instructtion). Praktik pendidikan
direct instruction adalah praktik pendidikan yang menitikberatkan pada
peningkatan pengetahuan dan keterapilan peserta didik. Beberapa pelopor gerakan
humanistik seperti Neill, John Holt, Jonathan Kozol, dan Paul Goodman
beranggapan bahwa praktik pendidikan pada saat itu tidak terdapat kesesuaian
antara apa yang mereka pelajari dengan apa yang mereka amati ketika belajar di
sekolah. Oleh karena itu lah, timbul rasa ketidakpuasan sehingga dibentuklah
gerakan pendidikan baru dengan berbagai sebutan seperti romantisme, sistem
pendidikan alternatif, dan pendidikan humanistik.
Perkembangan praktik pendidikan humanistik di Amerika Serikat pada
tahun 1960an dipelopori oleh tokoh psikologi seperti Abraham Moslow dan Carls
Rogers. Praktik pendidikan humanistik merupakan praktik pendidikan yang fokus
utamanya adalah hasil pendidikan yang bersifat afektif, belajar tentang cara-cara
belajar (learning how to learn), dan meningkatkan kreativitas dan kemampuan
peserta didik.
Menurut John Deway, pendidikan yang menyediakan bahan belajar
spesifik dan diorganisir secara ketat, penggunaan metode pembelajaran yang
sistematis, memotivasi peserta didik, pengelolaan kelas, dan asesmen kemajuan
belajar peserta didik yang dilakukan oleh pendidik akan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilah peserta didik, namun tidak akan mampu
menumumbuhkembangkan kepekaan anak (objective education), belajar tentang
cara-cara belajar, dan meningkatkan kretivitas dan potensi anak. Teori belajar
humanistik menitikberatkan pada kepercayaan bahwa setiap individu memiliki
sifat-sifat kebajikan yang berasal dari dalam dan bersifat realistik. Sifat-sifat
tersebutlah yang akan terus berkembang dalam kehidupan setiap anak.

Hasil belajar menurut teori humanistik adalah kemampuan peserta didik


mengambil tanggung jawab dalam menentukan apa yang dipelajari dan menjadi
individu yang mampu mengarahkan diri sendiri (self-directing). Selain itu,
pendekatan yang dilakukan pada teori humanistk memandang pentingnya
penekatanan pendidikan di bidang kreativitas, minat terhadap seni, dan hasrat
ingin tahu. Namun pendekatan humanistik kurang menekankan pada kurikulum
standar, perencanaan pembelajaran, ujian, sertifikasi pendidik, dan kewajiban
hadir di sekolah.
Dalam praktiknya, pendekatan humanistik mempersyaratkan mengubah
status pendidik dari individu yang lebih mengetahui dan trampil segalanya
menjadi individu dengan tingkat yang sama dengan peserta didik. Pada
pendekantaan humanistik, sistem pendidikan berpusat pada peserta didik.
Pembelajaran merupakan wahana bagi peserta didik untuk melakukan aktualisasi
diri, sehingga pendidik harus mengorganisir kelas agar peserta didik dapat
melakukan kontak dengan peristiwa-peristiwa yang bermakna. Harapannya,
dengan adanya kelas tersebut, peserta didik memiliki keinginan untuk terus
belajar, ingin tumbuh, berupaya menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi
dirinya, memiliki harapan untuk menguasainya, dan ingin untuk menciptakan
sesuatu.
Penerapan teori humanistik dalam dunia pendidikan memiliki makna yang
lebih bagi peserta didik karena teori humanistik memelihara kebebasan peserta
didik unyuk tumbuh dan melindungi peserta didik dari tekanan keluarga dan
perkembangan emosional. Dengan model pembalajaran yang berpusat pada
pesertad didik seperti pada teori humanistik, proses belajar memberi makna
tersendiri bagi peserta didik. Namun, kekurangan danri teori humanistik adalah
hasil belajar yang sukar dispesifikasi dalam bentuk perilaku dan sukar diukur,
sebab pendekatan humanistik kurang menekankan pengetahuan dan keterampilan,
sebaliknya lebih menekankan pada hasil belajar yang lebih bersifat profesional.
B. Pandangan Abraham Maslow
Abraham Masslow adalah tokoh gerakan psikologi humanistik di Amerika.
Kontribusi Abraham Maslow yang telah diberikan adalah motivasi, aktualisasi
diri, dan pengalaman puncak yang memiliki dampak terhadap kegiatan belajar.
Teori motivasi manusia yang disampaikan Maslow didasarkan pada
hierarki kebituhan. Kebutuhan pada tingkat paling rendah adalah kebutuhan fisik
(physicoligical needs), kebutuhan akan rasa aman (safty neeeds), kebutuhan
menjadi milik dan dicintai (sense of belongings and love), kebutuhan penghargaan
(esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs).
1. Kebutuhan-kebutuhan Fisiologis (physiological needs)
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, paling kuat, dan
paling jelas dari antara sekian kebutuhan manusia adalah kebutuhannya untuk
mempertahankan hidupnya sendiri secara fisik. Contoh kebutuhan fisiologis
adalah kebutuhan akan makan dan minum, kebutuhan akan tempat berteduh,

kebutuhan akan tidur, dan kebutuhan akan oksigen. Maslow berpendapat


bahwa kebutuhan-kebutuhan fisiologis ini memiliki pengaruh yang kuat
terhadap tingkah laku manusia, sejauh kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi atau terpuaskan.
Ketika kebutuhan dalsar seorang individu dapat terpenuhi atau terpuaskan
dengan segera, kebutuhan-kebutuhan yang lain yang lebih tinggi akan muncul
dan kebutuhan-kebutuhan ini lah yang akan mendominasi individu dan
menggantikan kebutuhan fisiologis yang telah terpuaskan. Kondisi inilah
yang dimaksud dengan kebutuhan-kebutuhan mannusia yang diatus secara
hierarkis menurut Maslow. Menurutnya, manusia adalah binatang yang
berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna. Begitu suatu
hasrat berhasil dipuaskan, maka segera muncul hasrat lain sebagai gantinya.
2. Kebutuhan akan Rasa Aman
Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan akan jaminan-jaminan,
stabilitas, perlindungan, ketertiban, bebas dari rasa takut dan kecemasan.
Maslow percaya bahwa sedikit banyak seseorang membutuhkan sesuatu yang
bersifat rutin dan dapat diramalkan sampai pada batas-batas tertentu.
Ketidakpastian atau kebebasan tanpa batas sulit dipertahankan, sehingga
dapat menimbulkan rasa cemas dan tidak aman. Hampir setiap individu
memiliki kecenderungan untuk menyukai kebebasan yang memiliki batas
daripada jika mereka dibiarkan sama sekali. Menurut Maslow, kebebasan
yang ada batasnya sangat diperlukan untuk penyesuaian diri yang lebih baik.
Maslow berpendapat bahwa seseorang yang tidak aman memiliki
kebutuhan akan tereraturan dan stabilitas secara berlebihan, serta akan
berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing, yang tidak
diharapkannya. Orang-orang yang sehat juga menginginkan keteraturan dan
stabilitas, tetapi tidak berlebihan sebgaimana yang terjadi pada orang yang
neurotik. Mereka juga menaruh minat pada hal-hal baru dan misterius serta
tak terduga.
3. Kebutuhan akan Rasa memiliki dan Kasih Sayang
Kebutuhan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki akan muncul jika
kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi. Menurut
Maslow, cinta pada konteks ini tidak dapat disamakan dengan seks, yang
semata-mata dipandang untuk memenuhi kebutuhan fisiologis. Carl Rogers
berpendapat bahwa cinta merupakan keadaan dimengerti secara mendalam
dan diterima dengan sepenuh hati.
Bagi Maslow, cinta menyangkut hubungan yang sehat dan penuh kasih
mesra antara dua orang, termasuk sikap percaya, dan tidak ada rasa takut.
Tanpa adanya cinta pada diri seseorang, pertumbuhan serta perkembangan
seorang individu dapat terhambat. Kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang
memberi dan cinta yang menerima. Setiap orang harus memahami cinta serta

mempu menciptakan, mengajarkan, dan meramalkannya. Sebab, tanpa adanya


cinta, dunia ini akan hanyut dalam gelombang permusuhan dan kebencian.
4. Kebutuhan akan Penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan muncul setelah kebutuhan akan
mencintai dan memiliki terpenuhi. Maslow membagi kebutuhan akan
penghargaan menjadi dua, yaitu penghargaan terhadap diri sendiri dan
penghargaan dari orang lain. Penghargaan terhadap diri sendiri meliputi
kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi diri, penguasaan, kecukupan,
dan prestasi. Sedangkan penghargaan dari orang lain meliputi prestise,
pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, atau keberhasilan dalam
masyarakat.
Seseorang yang memiliki cukup harga diri, akan lebih percaya diri,
merasa yakin dan aman akan diri sendiri, merasa lebih mampu, dan tentunya
akan lebih produktif. Sebaliknya jka harga dirinya kurang, maka seseorang
akan diliputi rasa rendah diri dan tidak berdaya yang selanjutnya dapat
menimbulkan rasa putus asa serta tingkah laku neurotik. Harga diri yang
paling sehat akan tumbuh dari penghargaan yang wajar dari orang lain. Oleh
karena itu, agar memiliki perasaan harga diri sejati, seseorang harus
mengetahui dirinya sendiri dengan baik, dan mampu menilai secara objektif
kelebihan serta kelemahan yang dimiliki.
5. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan akan aktulisasi diri merupakan kebutuhan dasar manusia
yang paling tinggi, menurut hierarki kebutuhan yang telah disusun oleh
Maslow. Sehinngga dalam pencapaiannya, keempat kebutuhan sebelumnya
harus terpenuhi dahulu. Pendapat Maslow yang menyebutkan bahwa setiap
orang harus berkembang secara optimal sesuai dengan kemapuannya sesuai
dengan pendapat Carl Rogers yang mengatakan bahwa setiap individu
memiliki suatu dorongan yang bersifat fundamental untuk memelihara,
mengaktualisasikan, dan mengembangkan semua segi yang dimilikinya.
Kecenderungan ini merupakan bawaan sejak lahir dan meliputi komponenkomponen pertumbuhan, baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Ketika
individu semakin bertambah besar, maka diri mulai berkembang. Pada saat
itu juga tekanan aktualisasi beralih dari segi fisiologis menuju segi psikologis.
Bentuk tubuh dan fungsinya telah mencapai tingkat perkembangan dewasa,
sehingga perkembangan selanjutnya berpusat pada kepribadian.
Dari urauan di atas dapat disimpulkan bahwa aktualisasi diri
merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dengan mengembangkan sifatsifat serta potensi individu sesuai dengan keunikannya untuk menjadi
indibidu yang lebih baik.
Ciri-ciri Orang yang Mengaktuakusasikan Diri

1) Mengamati Realitas Secara Efisien


Orang-orang yang mengaktulisasikan dirinya mengamati objek-objek dan orangorang disekitarnya secara objektif. Orang yang mengaktualisasikan diri memiliki
kemampuan pengamatan di atas rata-rata dalam hal menilai orang secara tepat.
Karena

presepsinya

yang

tajam

dan

objektif,

maka

orang-orang

yang

mengaktualisasikan diri lebih tegas dan lebih memiliki pengertian yang lebih jelas
tentang yang benar dan yang salah.
2) Penerimaan Umum Atas Kodrat Orang Lain dan Diri Sendiri
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri mampu menerima diri sendiri, baik
dengan segala kelebihan serte kekurangan yang dimiliki tanpa keluhan sehingga
mereka tidak perlu menjdadi orang lain atau memalsukan dir mereka.
3) Spontanitas, Kesederhanaan, dan Kewajaran
laku orang yang mengaktualisasikan diri sangat terbuka tanpa kepura-puraan.
Mereka

tidak

harus

menyembuyikan

emosi-emosi

mereka,

tetai

dapat

memperlihatkan emosi-emosi tersebut dengan jujur. Namun, dalam penyampaiannya


tetap memperhatikan perasaan orang lain.
4) Apresiasi yang Senantiasa Segar
Pengaktualisasi diri senantiasa menghargai pengalaman-pengalaman tertentu dengan
peresaan yang sama sperti saat dia mengalami hal tersebut untuk pertama kalinya.
Dengan demikian, mereka dapat berterima kasih terhadap apa yang mereka miliki.
5) Kreativitas
Kreativitas merupakan ciri universal pada semua otrang yang mengaktualisasikan
diri. Kreativitas tidak selalu berorientasi pada hasil berupa karya seni, tetapi lebih
banyak dikaitkan dengan flesibelitas, spontanitas, keberanian, berani membuat
kesalahan,

keterbukaan,

dan

kerendahan

hati.

Krativitas

orang

yang

mengaktualisasikan diri dapat disamakan seperti anak-anak sebelum mereka


mengenal rasa takut akan cemoohan orang lain, yaitu mampu melihat berbagai
perkara secara segar tanpa prasangka. Sehingga, kreativitas dalam konteks ini
memiliki definisi sebagai suatu sikap, suatu ungkapan kesehatan, psikologis, dan
lebih merupakan cara bagai mana seseorangf mengamati dan bereaksi terhadap dunia
bukan mengenai hasil suatu karya.

Anda mungkin juga menyukai