Fisiologi, Biomekanika Dan Postur Kerja
Fisiologi, Biomekanika Dan Postur Kerja
Fisiologi, Biomekanika Dan Postur Kerja
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kerja Fisik dan Konsumsi Energi1
Secara umum yang dimaksudkan dengan kerja fisik (physical work) adalah kerja
yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power).
Kerja fisik seringkali juga disebut sebagai manual operation dimana
performans kerja sepenuhnya tergantung
1.
Proses Metabolisme
II-2
II-3
tentang pengukuran energi fisik untuk kerja maka kedua metode ini yang paling
sering diaplikasikan. Untuk pengukuran denyut nadi/jantung, pengukuran
dilaksanakan pada saat sebelum siklus kerja dimulai, kemudian pada saat setiap
menit selama siklus kerja berlangsung dan tiga menit selama periode pemulihan
(recovery).
Sedangkan
untuk
pengukuran
oksigen
yang
dikonsumsikan
dipertimbangkan sebagai
maksimum energi
yang
dikonsumsikan untuk melaksanakan kerja fisik berat atau kasar secara terusmenerus. Nilai 5,2 kkal/menit dapat pula dikonversikan dalam bentuk konsumsi
oksigen :
5,2 Kkal/menit = 5,2/4,8 = 1,08 liter oksigen/menit
Tenaga atau daya :
5,2 kkal/menit = 5,2 x 4,2 KJ/menit = 21,84 KJ/menit
atau 21,48 x 1000/60 = 364 watt
Bilamana nilai metabolisme basal = 1,2 Kkal/menit, maka energi yang
dikonsumsikan untuk kerja fisik berat adalah (5,2-1,2=4,0 Kkal/menit). Nilai
kalori kerja 5,2 pada kondisi kerja standar ini akan menyebabkan jantung/nadi
II-4
berdetak sekitar 120 detik/menit. Nilai-nilai ini kemudian akan dipakai sebagai
tolok ukur yang akan menggambarkan kondisi kerja standar. Kepastian energi
yang mampu dihasilkan oleh seseorang juga akan dipengaruhi oleh faktor usia.
Disini kapasitas maksimum seorang pekerja adalah pada usia antara 2-30 tahun
(100%). Presentase kemampuan berdasarkan tingkat usia dapat dilihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1. Persentase Kemampuan Berdasarkan Tingkat Usia
Usia (Tahun)
20-30
40
50
60
65
2 Tri Lestari Kusuma Putri, Pengukuran Denyut Jantung 2010. Diakses dari
http://www .scribd. com/doc/42413648/Pengukuran-Denyut-Jantung. Pada Tanggal 25
Mei 2014 pukul 20.30 WIB.
II-5
II-6
Dari grafik dapat diambil kesimpulan bahwa detak jantung manusia akan
dipengaruhi oleh aktivitasnya, dan akan meningkat seiring dengan lamanya
pekerjaan
yang
dilakukan.
Untuk
menstabilkan
detak
jantung
dan
oleh
kemampuan
ototnya.
Manusia
bisa
bergerak
ataupun
menggerakan anggota tubuh karena adanya sistem otot yang tersebar diseluruh
tubuhnya (lebih dari 45% berat badan). Kemampuan otot untuk mengencang dan
mengerut inilah yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik.
Tenaga otot dari sorang pekerja laki-laki yang diperoleh akibat
mengencangnya otot maksimal bisa mencapai 4 kg per cm 2 luas penampang otot.
Dengan luas penampang otot sebesar 2 cm2, maka beban maksimum yang bisa
3 Devie Novitasari, Analisa Pemenuhan Kebutuhan Kalori Tenaga Kerja, diakses dari
http://eprints.uns.ac.id/7342/1/106432210200910481.pdf pada tanggal 31 Mei 2014
pukul 21.00.
4 Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja, (Surabaya: Guna Widya, 2008), hal. 277-280.
II-7
diangkat atau digerakkan sebesar 12 kg. Tenaga terbesar dalam hal ini diperoleh
pada saat otot mulai mengencang. Energi mekanis yang mengencangnya otot
disebabkan oleh cadangan energi kimiawi dari otot. Disini glukose yang diperoleh
dari zat makanan yang termasuk dan diolah dalam tubuh akan merupakan sumber
energi terpenting bagi bekerjanya otot selain oksigen yang dihirup dan diperlukan
bagi proses pembakaran (metabolisme). Aliran darah dalam hal ini akan berfungsi
sebagai sarana untuk mensuplai glukose dan oksigen ke sistem otot yang bekerja
dan membuang sisa-sisa pembakaran.
Agar penggunaan tenaga otot bisa optimal maka pengaturan cara kerjanya
otot harus diperhatikan dengan benar. Dalam hal ini kegiatan otot dapat dibedakan
dalam 2 hal, yaitu:
1.Kerja otot dinamik (berirama), dan
2. Kerja otot static (kerja bersikap/tetap)
Pada kerja dinamik, otot akan mengencang dan mengerut (mengendor)
secara bergantian atau berirama, sedangkan pada kerja statik atau bersikap disini
akan berada dalam posisi mengencang dalam waktu yang cukup lama.
Selama kerja dinamik berlangsung maka otot akan bekerja secara
bergantian, sesuai dengan irama tegang/kencang tekan da kendor seperti layaknya
kerja dari sebuah pompa yang membawa dampak kelancaran aliran darah.
Disini otot akan banyak sekali membawa/menerima glukosa dan O 2 pada saat
mengencang dan selanjutnya membuang metabolis (hasil pembakaran atau
metabolisme pada saat mengendor karena mekanisme mengencang dan
mengendornya otot terjadi secara bergantian, maka sirkulasi aliran darah + O 2 dan
metabolis akan berlangsung secara lancar. Sebaliknya yang terjadi dalam kerja
otot statik. Disni mengencang otot dalam waktu lama akan menyebabkan aliran
darah terganggu suplai glukose + O2 terhambat dan metabolis tidak bisa segera
terbuang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rasa sakit dan lelah pada otot.
2.3.
mengevaluasi dan menetapkan tata cara kerja yang harus diikuti. Suatu cara kerja
dibandingkan dengan cara kerja yang lain, dimana tolak ukur akan ditetapkan
II-8
berdasarkan pemakaian energi fisik yang paling minimal. Beberapa sikap dan/atau
cara kerja tertentu yang harus diselesaikan dengan posisi berdiri tegak, duduk,
jongkok, ataupun harus membungkukkan badan ternyata memerlukan konsumsi
energi fisik yang berbeda-beda. Dari penelitian fisiologis yang dilakukan terhadap
posisi kerja di sektor pertanian (cocok tanam) diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Kerja yang dilakukan dengan posisi badan harus membungkuk tanpa ada
penunjang badan akan mengkonsumsikan energi fisik sebesar 3 Kcal/menit.
Posisi seperti ini dilakukan pada saat orang akan menanam benih ataupun
2.
mencabut rumput.
Kerja yang dilakukan dengan posisi jongkok ataupun menekuk lutut dengan
berat badan sebagian ditunjang oleh satu tangan yang lain akan memerlukan
energi yang lebih kecil yaitu sekitar 2 Kcal/menit.
Dalam kasus pengukuran fisiologis kerja yang dilakukan terhadap
berbagai macam cara membawa beban akan memberikan hasil yang berbeda-beda
dalam hal konsumsi energi yang harus dipikul. Dalam penelitian ini, pengukuran
fisiologis dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen yang dihirup bilamana
orang yang harus membawa beban dalam jumlah yang sama dengan berbagai
macam cara. Cara membawa beban dari hasil penelitian adalah:
1. Metode Double Pack
Disni, beban dibawa dengan cara meletakkannya menempel di dekat dada dan
di bahu. Kebutuhan konsumsi oksigen dalam hal ini ternyata yang paling kecil
dibandingkan dengan cara lain. Bilamana kebutuhan O 2 dengan cara seperti ini
ditetapkan 100%, maka tolok ukur tersebut selanjutnya akan dipakai sebagai
referensi cara-cara lain untuk membawa beban yang sama.
2. Metode Head Pack
Cara Head Pack dilakukan dengan cara meletakkan beban di atas kepala.
Dalam kasus ini kebutuhan relatif untuk oksigen adalah sebesar 105%
dibandingkan dengan metode Double Pack.
3. Metode Yoke Pack
Di sini, beban diletakkan pada masing-masing ujung alat pemikul badan. Di
sini akan terjadi momen pada masing-masing ujung pikulan, sehingga
konsumsi relatif oksigen yang dibutuhkan juga lebih besar lagi yaitu sebesar
130%.
4. Metode Hands Pack
II-9
Dengan cara ini, beban akan dibawa dengan kedua tangan. Cara semacam ini
ternyata memberikan hasil yang paling buruk, dimana konsumsi relatif oksigen
sekitar 145%. Selain itu otot menjadi kaku dan tangan akan memikul beban
statis.
2.4.
Banyak definisi dari kelelahan, tetapi secara garis besarnya dapat dikatakan bahwa
kelelahan ini merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara
umum terjadi pada setiap individu, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan
aktivitasnya. Pada dasarnya pola ini ditimbulkan oleh dua hal, yaitu : akibat
kelelahan fisiologis (fisik atau kimia) dan kelelahan psikologi (mental atau
fungsionil); ini bisa bersifat obyektif (akibat perubahan performance) dan bisa
bersifat subyektif (akibat perubahan dalam perasaan dan kesadaran).
2.4.1 Pengertian Kelelahan
Yang dimaksud dengan kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul
karena adanya perubahan-perubahan fisiologis tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh
manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumir bahan bakar, dan
memberikan output berupa tenaga-tenaga yang berguna untuk melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya, ada 5 macam syarat dan sistem pernapasan.
Kerja fisik yang kontinu, berpengaruh terhadap mekanisme-mekanisme diatas,
baik secara sendiri-sendiri ataupun sekaligus.
2.4.2
II-10
sisa ini memperngaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga
menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.
Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui
peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti oleh reaksi kimia
(oksidasi glukosa) yang merubah glikogen tersebut menjadi tenaga, panas dan
asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses
untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari
pernapasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontinu ini
berarti, keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik, apabila kerja fisiknya tidak
terlalu berat. Pada dasarnya ini timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam
otot atau peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan
proses pemulihan.
Secara lebih jelas, terdapat tiga penyebab timbulnya kelelahan fisik, yaitu :
Pertama, oksidasi glucose dalam otot menimbulakan CO 2 saerolactic, phosphate
dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian
dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila dalam darah yang
kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan
zat-zat tersebut tidak seimbang dengan protes pengeluarannya, sehingga timbul
penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.
Kedua, karbohidrat yang didapat dari makanan dirubah menjadi glukosa dan
disimpan di hati dalam bentuk glukogin. Setiap 1 cm 3 darah normal akan
membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1
persen dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Karena bekerja, persediaan
glikogen dalam hati akan menipis, dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi
glikogen dalam hati tinggal 0,7 persen. Ketiga, dalam keadaan normal jumlah
udara yang masuk melalui pernapasan kira-kira 4 lt/menit, sedangkan dalam
keadaan kerja keras, dibutuhkan udara kira-kira 15 lt/menit. Ini berarti pada suatu
tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang
masuk melalui pernapasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi
maka kelelahan akan timbul, karena reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk
mengurangi asam laktat menjadi air (H 2O) dan CO2 agar dikeluarkan dari tubuh,
II-11
menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat
terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran darah).
2.4.3
Pengukuran Kelelahan
Pengukuran
kelelahan
belum
ada
metode
yang
tetap
dalam
II-12
gerakan. Waktu reaksi ini biasanya sangat cepat kira-kira 150-200 mili detik,
tetapi harga ini tidak mutlak dari rangsangan modaliti dan sifat rangsangan
tersebut (termasuk intensitas dan lamanya), juga umur dari subyek tersebut dan
perbedaan-perbedaan individu 11 lainnya.
2. Pengharapan
Waktu reaksi pada dasarnya terjadi karena subyek mengharapkan rangsangan.
Akan tetapi jika rangsangan itu jarang terjadi atau jika rangsangan itu tidak
diharapkan, maka perhatian kita akan bisa menanggapi rangsangan tersebut
perlu ditambah.
3. Waktu gerakan
Waktu untuk melakukan gerakan dalam topik berbeda-beda, tergantung jarak
dan macam gerakannya.
2.5.
Beban Kerja8
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan
sehari-hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh beban
tubuh, memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan dan melakukan pekerjaan.
Pekerjaan disatu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan dan peningkatan
prestasi, sehingga mencapai kehidupan yang produktif sebagai satu tujuan hidup.
Dipihak lain, bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya.
Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang
bersangkutan. Beban tersebut dapat berupa beban fisik maupun mental. Dari sudut
pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai
atau seimbang baik dalam kemampuan fisik, maupun kognitif, maupun
keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Kemampuan kerja seorang
tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari
8 Sarwo Widodo, Penentuan Lama Waktu Istirahat Berdasarkan Beban Kerja Dengan
Menggunakan Pendekatan Fisiologis, diakses dari
http://etd.eprints.ums.ac.id/1666/1/D600020064.pdf pada tanggal 31 Mei 2014 pukul
20.30.
II-13
tingkat ketrampilan, kesegaran jasmani, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang
bersangkutan.
2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Hubungan antara beban kerja dan kapsitas kerja dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang sangat kompleks, baik faktor internal maupun faktor eksternal
1. Beban Kerja Oleh Karena Faktor Eksternal
Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh
pekerja, meliputi:
a. Tugas-tugas (Task).
Meliputi tugas bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja,
kondisi lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut, beban yang diangkat.
Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi, tanggung jawab,
kompleksitas pekerjaan, emosi pekerja dan sebagainya.
b. Organisasi Kerja
Organisasi kerja meliputi lamanya waku kerja, waktu istirahat, shift kerja,
sistem kerja dan sebagainya.
c. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja ini dapat memberikan beban tambahan yang meliputi,
lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja
biologis dan lingkungan kerja psikologis.
2. Beban Kerja Oleh Karena Faktor Internal
Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat
adanya reaksi dari beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai stressor,
meliputi:
a. Faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi
kesehatan, dan sebagainya)
b. Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan
sebagainya)
2.5.2. Penilaian Beban Kerja Fisik
Penilaian beban kerja dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif,
yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.
II-14
2.5.2.1.
Konsumsi
Ventilasi
Suhu Rektal
Denyut
Beban Kerja
Oksigen
Paru (1/m)
(oC)
Jantung
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
Sangat Berat
Sekali
(1/min)
0,5 1,0
1,0 1,5
1,5 2,0
2,0 2,5
11 20
20 30
31 43
43 56
37,5
37,5 38,0
38,0 38,5
38,5 39,0
(denyut/min)
75 100
100 125
125 150
150 175
2,5 4,0
60 100
> 39
> 175
< 30
< 25,0
25,0 33,7
33,8 42,5
42,6 51,5
> 51,6
Umur (tahun)
30 - 39
40 - 49
< 25,0
< 25,0
25,0 30,1
25,0 26,4
30,2 39,1
26,5 35,4
39,2 48,0
35,5 45,5
> 48,1
> 45,1
> 50
25,0
25,0 33,7
33,8 43,0
> 43,1
Dimana:
E = Energi (Kkal/menit)
X = Kecepatan denyut jantung/nadi (denyut/menit)
2.5.2.2. Penilaian Beban Kerja Secara Tidak Langsung
X2
II-15
10 Denyut
60
WaktuP erhitungan
II-16
Klasifikasi % CVL
Tidak terjadi kelelahan
Diperlukan perbaikan
Kerja dalam waktu singkat
Diperlukan tindakan segera
Tidak diperbolehkan aktivitas
2.6.
II-17
terjadinya
kelelahan
yang
berakibat
kepada
penurunan
untuK<S
II-18
Rt
Rt
K / SI x T (K.S) /BM
2
T (K.S)
x1,11
K. BM
untukS<K<2S
untukK>2S
Dimana :
Rt
waktu istirahat
BM =
2.7.
Biomekanika
adalah
ilmu
mengenai
mekanika
dan
karakteristik
pergerakan dari tubuh manusia dan bagian-bagiannya. Chaffin dan Andersson (28)
mendefinisikan biomekanika sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang
mempelajari secara mendalam hubungan antara manusia, peralatannya, dan
stasiun kerjanya, dengan tujuan untuk menambah performansi kerja dan
meminimasi kemungkinan cedera musculoskeletal.
Sasaran utama dari biomekanika adalah mempelajari manusia dari segi
kemampuan-kemampuannya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan dan
ketelitian. Dengan kata lain, biomekanika merupakan ilmu yang membahas aspekaspek dari gerakan tubuh manusia dan kombinasi antara keilmuan mekanika,
antropometri, dan dasar ilmu kedokteran (biologi dan fisiologi).
Pada wilayah ilmu pengetahuan yang lain, biomekanika memperoleh
banyak masukan dari disiplin ilmu yang lain, baik itu dari segi metode analisis
10Black Vixion, Bab 2 Bio, diakses dari http://www.scribd.com/doc/190235134/bab-2bio pada tanggal 25 Mei 2014 pukul 22.00
II-19
dan hasilnya. Sebagai disiplin ilmu yang kompleks, berbagai macam elemen dari
lingkup biomekanika dapat ditampilkan menggunakan Gambar 2.1 di bawah ini:
II-20
garis keseimbangan sehingga dicapai performansi kerja yang tinggi dan risiko
kecelakaan yang minim.
Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima
oleh fisik akibat pelaksanaan kerja. Beban kerja fisik ini diterima oleh tubuh
akibat melaksanakan suatu aktivitas kerja. Prinsip dasar dalam ergonomi adalah
bagaimana agar tuntutan kerja lebih kecil dari kapasitas kerja sehingga perlu
diupayakan agar beban kerja fisik yang diterima oleh tubuh saat bekerja tidak
melebihi kapasitas fisik manusia (pekerja) yang bersangkutan.
Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya, merupakan makhluk
yang sangat kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari segi
ilmu saja. Maka dari itu, ergonomi membutuhkan disiplin ilmu yang
memfokuskan manusia dari segi kemampuan (performance), ketahanan fisik,
beban kerja yang diterimanya dan terlebih lagi memfokuskan manusia tersebut
dalam penyesuaian metode (cara) melakukan aktivitas kerja tersebut, dalam hal
ini, dirancang sebuah fasilitas atau benda kerja yang membantu aktivitas si
pekerja tersebut dalam melakukan beban kerja yang melibatkan kondisi fisik
tubuh, agar dicapainya performansi kerja yang maksimal tanpa terjadinya risiko
kecelakaan (meminimasi cedera kerja).
2.7.3. Ruang Lingkup Biomekanika
Biomekanika menggunakan konsep mekanika dan fisiologi untuk
menjelaskan gerakan pada berbagai macam bagian tubuh dan gaya yang bekerja
dalam aktivitas sehari-hari. Berdasarkan fisiologi, dalam rangka memenuhi tujuan
desain pekerjaan serta peralatan yang sesuai kebutuhan manusia, maka
biomekanika membahas karakteristik otot dan kerangka manusia terutama pada
dimensi dan kapasitasnya. Kerangka tubuh berfungsi menggambarkan dasar
bentuk tubuh, perlindungan organ vital, tempat melekatnya otot, mengganti sel-sel
yang telah rusak, dan memberikan sistem sambungan untuk gerak pengendali.
Otot adalah alat gerak aktif yang mempunyai kemampuan kontraksi dan relaksasi
(istirahat) yang mana analogi mekanismenya adalah seperti silinder pneumatik
aktivitas tunggal dengan sistem pegas.
II-21
2.8.
II-22
II-23
menyebarkan
informasi,
dan
melayani
permohonan
untuk
II-24
2.9.
maka
diperlukan
adanya
kontrol
atau
penanganan
secara
yang paling
utama ditujukan pada area atau lokasi pekerjaannya (work station design). Upayaupaya dalam perbaikan lokasi pekerjaan tersebut adalah:
II-25
Gambar 2.3. Hand Truck dan Lifting Truck Dalam Material Handling
Pemindahan bahan secara manual apabila tidak dilakukan secara
ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri. Kecelakaan industri
(industry accident) yang disebut sebagai Over exertion-lifting and carrying
yaitu kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh beban angkat yang berlebih.
Data mengenai insiden tersebut telah mencapai nilai rata-rata 18% dari seluruh
kecelakaan selama tahun 1982-1985 menurut data statistik tentang kompensasi
para pekerja di negara bagian New South Wales, Australia. Dari data kecelakaan
ini 93% diantaranya diakibatkan oleh strain (ketegangan dan rasa nyeri yang
berlebihan) sedangkan 5% lainnya pada hernia. Dari data tentang strain 61%
diantaranya berada pada bagian punggung.
II-26
II-27
Kebutuhan untuk mengangkat secara manual (tanpa alat) haruslah benarbenar diteliti secara ergonomis. Peneitian ini akan mengakibatkan adanya
standarisasi dalam aktivitas manusia.
Standar kemampuan angkat tersebut tidak hanya meliputi arah beban, akan
tetapi berisi pula tentang ketinggian dan jarak operator terhadap beban yang akan
diangkat. Akhirnya, pelatihan dalam mengangkat beban dan metode angkat
terbaik haruslah diimplementasikan.
Maka dari itu, diperlukan adanya penyelesaian secara teknis dalam
pemindahan material secara manual, yakni :
1. Pemindahan beban yang berat dari mesin ke mesin yang telah dirancang
menggunakan roller (ban berjalan)
2. Gunakan meja yang dapat digerakkan naik turun untuk menjaga agar bagian
permukaan dari meja kerja dapat langsung dipakai untuk memasukkan
lembaran logam ataupun benda kerja lainnya kedalam mesin.
3. Tempatkan benda kerja yang besar pada permukaan yang lebih tinggi dan
turunkan dengan bantuan gaya gravitasi
4. Berikan peralatan yang dapat mengangkat misalnya: pada ujung belakang
truk untuk memudahkan pengangkutan materiall dengan demikian tidak
diperlukan lagi alat angkut(crane)
5. Rancanglah overhead monorail dan hoist diutamakan yang menggunakan
power (tenaga) baik gerakan vertikal maupun horizontal.
6. Rancanglah Hoist atau Fork-truck yang dikeling pada permukaan
lantai,diutamakan yang menggunakan power.
7. Desainlah kotak (tempat benda kerja) dengan disertai pegangan yang
ergonomis sehingga mudah waktu mengangkat.
8. Aturlah peletakkan fasilitas sehingga semakin memudahkan metodologi
angkat benda pada ketinggian permukaan pinggang.
9. Berilah tanda atau angka pada beban sesuai dengan beratnya.
10. Siapkan trolley dan pengungkit (lever) untuk mengangkat ujung dari drum.
11. Bebaskan area kerja dari gerakan dan peletakkan material yang mengganggu
jalur (access) dari operator.
12. Hindarkan lantai kerja dari sesuatu yang dapat membuat licin sehingga akan
membahayakan operator pada saat memindahkan material.
13. Buatlah suatu ruang kerja yang cukup untuk gerakan dinamis bebas suatu
operator.
II-28
VM
= 1-0,03 |V-75|
DM
DM=0,82+
4,5
D
AM
AM
= 1-0,0032.A
Dari persamaan yang ditetapkan NIOSH tersebut, terdapat perbedaan
faktor pengali jarak vertikal untuk pekerja Indonesia, sehingga perlu penyesuaian
terhadap nilai perkiraan berat beban yang direkomendasikan untuk diangkat.
II-29
Adanya perbedaan ini karena faktor pengali vertikal sangat bergantung pada
antropometri ketinggian knuckle (jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tangan
dengan posisi lurus ke bawah). Perumusan faktor pengali vertikal yang dihasilkan
oleh NIOSH adalah :
VM = 1-0,03 |V-75|
2.11.
Ergonomi11
Ergonomi merupakan pertemuan berbagai disiplin ilmi seperti psikologi,
antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, fisika dan lain-lain.
Masing-masing disiplin tersebut berfungsi sebagai pemberi informasi yang akan
digunakan untuk merancang fasilitas kerja sedemikian rupa sehingga mencapai
kegunaan yang optimal.
2.12.
Postur Kerja
Pertimbangan-pertimbangan ergonomic yang berkaitan dengan postur
kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik
itu postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan
akan memerlukan postur kerja tertentu yang terkadang tidak menyenangkan.
Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada postur kerja yang
tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan
mengakibatkan pekerja cepat lelah, adanya keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat
produk bahkan cacat tubuh. Untuk menghindari postur kerja yang demikian,
pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal sebagai
berikut :
1. Mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan postur kerja
membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka
waktu yang lama.
2. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum.
11 Dina Meliana Pangaribuan, Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA Pada
Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan, diakses dari
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/11935/1/10E00380.pdf pada tanggal 1 Juni
2014 pukul 18.27.
II-30
3. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu
yang lama, dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam postur kerja
miring.
4. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level
siku yang normal.
Postur duduk memerlukan lebih sedikit energy dari pada berdiri, karena
hal ini dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator
yang bekerja dalam postur duduk memerlukan sedikit istirahat secara potensial
lebih produktif. Sedangkan postur berdiri merupakan sikap siaga baik fisik
maupun mental, sehingga aktifitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan
teliti. Berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energy yang dikeluarkan lebih
banyak 10-15% dibandingkan duduk.
2.13. OWAS, RULA, REBA, dan QEC12
2.13.1. OWAS (Ovako Working Postures Analysis System)
Metode OWAS telah diaplikasikan pada tahun tujuhpuluhan di perusahaan
besi baja di Finlandia. Institute of Occupational Health menganalisis postur
seluruh bagian tubuh dengan posisi duduk dan berdiri. Metode ini juga telah
digunakan untuk menganalisis postur di Indonesia, dengan menggunakan
OWASCA (OWAS Computer-Aided), yakni metode OWAS yang diintegrasikan
dengan komputer (Ojanen, et al, 2000). Analisis dilakukan pada seluruh bagian
tubuh pada posisi duduk dan berdiri. Input metode OWAS adalah sebagai berikut:
1.Data postur punggung
2. Data postur lengan.
3. Data postur kaki
4. Data berat beban yang diangkat.
Proses diawali dengan merekam aktivitas MMH menggunakan handicam.
Hasil rekaman digunakan untuk menganalisis postur yang dilakukan, yakni postur
punggung, lengan, kaki dan berat beban. Hasil analisis postur dalam bentuk kode
II-31
II-32
II-33
13 Dina Meliana Pangaribuan, Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA Pada
Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan, diakses dari
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/11935/1/10E00380.pdf pada tanggal 1 Juni
2014 pukul 18.27.
II-34
Penilaian postur kerja dengan metode QEC dilakukan dari dua sisi.
Penilaian pertama didasarkan kepada penialaian pengamat (Observers Assesment)
dengan mengisi Observers Assesment Checklist dan penilaian kedua didasarkan
kepada penilaian pekerja (Workers Assesment) dengan mengisi Workers
Assesment Checklist. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada bagian
belakang punggung (back), bahu/lengan (Shoulder/arm), pergelangan tangan
(hand/wrist), dan leher (neck).
Selanjutnya menghitung skor penelitian untuk masing-masing bagian
tubuh yang dinilai dengan table skor penilaian sebagai skor akhir QEC untuk
diwujudkan dalam empat tingkatan tindakan.
2.14.
Jurnal Internet
adalah
negara
II-35
MATLAB 7.6.0.
2.14.1.2.Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini tahap pertama yang dilakukan adalah observasi
untuk identifikasi permasalahan. Kemudian studi lapangan dan literatur untuk
menentukan
metode
yang
tepat
guna
mengatasi
permasalahan
tersebut.Pengukuran lingkungan kerja fisik, beban kerja dan postur kerja serta
ergonomi makro yang disimpulkan dari studi lapangan dan wawancara.
Setelah semua data terkumpul, langkah pertama dalam penelitian ini
adalah analisis beban kerja menggunakan %CVL, postur kerja dengan RULA dan
Makro ergonomi dengan MEAD. Dari hasil pengukuran dan analisis tersebut
dijadikan parameter input untuk simulasi model menggunakan Jaringan Syaraf
Tiruan (JST).
Langkah selanjutnya dalam penelitian ini adalah melakukan perancangan
jaringan berdasarkan trial and error untuk memperoleh jaringan/network terbaik
yang dijadikan sebagai dasar simulasi model.
Pengukuran beban kerja dilakukan dengan pengukuran denyut jantung
dan menggunakan media kuisioner. Kemudian dihitung %CVL untuk setiap
pekerja sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
II-36
Nama
Umur
DNI
DNK
DN Max
Nadi
(Denyut/
Kerja
/menit)
menit)
(Denyut/
/menit)
%CVL
Pujio
23
77,349
88,951
197
menit)
11,601
2
3
no
Dedik
Sugen
27
33
68,314
79,481
84,470
101,178
193
187
16,156
21,697
12,957
20,180
g
Suwa
35
70,597
88,221
185
17,624
15,405
5
6
n
Yance
Nana
35
37
79,344
68,874
100,923
104,731
185
183
21,579
35,884
20,424
31,435
7
8
ng
Ony
Katno
31
29
76,307
66,949
95,752
93,087
189
191
19,445
26,138
17,225
21,070
9,696
Dari Tabel 2.5. tersebut diketahui bahwa nanng memiliki %CVL lebih dari
30% sehingga perlu dilakukan perbaikan untuk mengurangi kelelahan dan
menurunkan kemungkinan terjadi cedera.
Desain
Jaringan
Syaraf
Tiruan
digunakan
untuk
memprediksi
Parameter
Sebaran Data
II-37
Postur Kerja
1-7
Kebisingan
66,2 dB-96,2 dB
Pencahayaan
Suhu
Beban Kerja
Lingkungan organisasi
Kemampuan Skill
Pekerja
Kelengkapan Fasilitas
Komunikasi
1-4
1-3
Koordinasi
Pengawasan dan
0-1
3
4
5
6
7
8
9
Ergonomi Mikro
Ergonomi Makro
10
Kontrol
Sebaran data untuk postur kerja adalah 1 7 hal ini didasarkan kepada
rentang nilai dari pengukuran postur kerja dengan menggunakan metode RULA,
sebaran data lingkungan kerja fisik (kebisingan, pencahayaan, dan suhu)
berdasarkan pengukuran aktual menggunakan alat ukur, sebaran data beban kerja
adalah antara 9,70% - 31,44% hal ini didasarkan dari perhitungan beban kerja
pada masing-masing pekerja dengan menggunakan metode %CVL.
2.14.1.3.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hanya satu pekerja (Nanang) yang memiliki nilai %CVL lebih dari 30% yaitu
sebesar 31% sehingga pekerja tersebut memerlukan perbaikan untuk
mengurangi tingkat kelelahan dan mengurangi kemungkinan cedera.
2. Hasil evaluasi postur kerja menggunakan metode RULA menunjukkan bahwa
dari keempat Departemen yang memiliki skor beban kerja tertinggi adalah pada
Departemen Finishing yaitu sebesar 8, yang harus segera dilakukan
penyelidikan lebih lanjut serta menerapkan perubahan.
3. Sebaran data kondisi lingkungan kerja menunjukkan bahwa departemen
sandblasting memiliki tingkat kebisingan tertinggi yaitu mencapai 98.5 dB,
Dampak dari kebisingan tersebut berbahaya jika terjadi berkelanjutan dengan
II-38
II-39
II-40
penduduk Malaysia. Proyek ini untuk menyelidiki efek mengangkat manual pada
biomekanis, fisiologis dan psikofisik pada penduduk Malaysia.
2.14.2.2.Metodologi
Konsep keselamatan dan kesehatan kerja telah berkembang sejak 1978
yang mana laporan pertama pada beberapa kesehatan terkait survei dan sesuai
jumlah asuransi yang dilakukan di Amerika Serikat diterbitkan. Manual
mengangkat telah diakui sebagai salah satu kontributor utama cedera di tempat
kerja. Operasi yang terkait dengan penanganan manual yang mencakup tindakan
mengangkat, menurunkan, membawa, mendorong, menarik, dan memegang
barang-barang. Cedera dalam pekerja selama angkat berat telah diakui sebagai
utama berkontribusi di tempat kerja. Cedera termasuk nyeri punggung rendah dan
masalah tulang belakang. Dalam metode pengamatan, tugas mengangkat
dievaluasi menggunakan empat pendekatan dasar dalam menetapkan standar
mengangkat yang epidemiologi, fisiologis, biomekanis dan psikofisik.
Penanganan cedera manual yang terjadi dalam kebanyakan lingkungan
kerja termasuk sektor industri seperti dalam aluminium industri, konstruksi,
pembuat
cetakan,
manufaktur,
pengolahan
makanan,
operasi
distribusi,
pergudangan, retail dan juga pekerja di pertanian, Restoran, sektor kesehatan dan
pengasuhan anak.
Berbagai postural analisis alat tersedia untuk menilai paparan pekerja
risiko dan berpotensi berbahaya tugas dalam workstation mereka. Alat penilaian
telah terbukti menjadi metode yang berharga untuk mengurangi penyakit akibat
kerja dan meningkatkan produktivitas dalam industri. Alat analisis postural
diklasifikasikan ke dalam metode pengamatan dan metode pengukuran langsung.
Metode penilaian resiko berbasis ergonomis yaitu penilaian ekstremitas bagian
tubuh atas (RULA), penilaian seluruh tubuh (REBA).
Institut Nasional untuk keselamatan dan kesehatan (NIOSH) telah
menerbitkan persamaan mengangkat direkomendasikan pada tahun 1981 dan versi
revisi pada tahun 1991. Ini adalah untuk menunjukkan batas mengangkat yang
aman dan telah menjadi alat yang berlaku dalam mengevaluasi risiko selama
II-41
II-42
2.14.2.3.Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan pelaksanaan revisi NIOSH mengangkat
persamaan sebagai alat metodologis untuk mengevaluasi keselamatan dan
kesehatan masalah tugas mengangkat bagi pekerja. Sistem alat yang diusulkan
idealnya dikembangkan terkait evaluasi dan validasi model mengangkat untuk
pekerja di Malaysia dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman sambil
menyelesaikan tugas-tugas mereka dan membandingkan rumus NIOSH.
Persamaan dirancang akan membantu untuk membantu orang-orang Malaysia
agar RWL dan LI diterima dan mencegah masalah berbahaya karena tugas
mengangkat mereka. Sistem alat akan mengusulkan saran untuk mengurangi
bahaya setelah menganalisis masing-masing tugas mengangkat untuk melindungi
para pekerja. Harapan dalam penelitian ini agar sistem alat baru untuk Malaysia
dapat berkontribusi untuk membantu pekerja dalam mengurangi masalah yang
terkait dengan daftar tugas.
2.14.3. Desain Analisis Postur Kerja dan Menggunakan Metode Rapid
Entire Body Assesment (RULA) Dalam Proses Produksi Di Pt.
Indana Cat16
2.14.3.1.Pendahuluan
Sikap kerja dapat mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas tenaga
kerja dalam melakukan pekerjaan manual. Dalam studi ini, metode RULA
digunakan untuk menentukan tingkat risiko cedera muskuloskeletal gangguan
(MSDs) dalam proses produksi di PT. Indana cat (terdiri dari pencampuran dan
kemasan langkah-langkah untuk cat berbasis air, cat pelarut, dan cat dasar
produksi), dan kemudian diberikan usulan perbaikan untuk mengurangi tingkat
risiko. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung
dan merekam video dari setiap elemen bekerja untuk menentukan beberapa
canggung postur-postur yang akan dinilai dengan menggunakan metode RULA.
16 Yongki Kusnandar Djiono, working posture analysis and design using RULA (Rapid
Upper Limb Assessment) Method in Production Process at PT. Indana Paint JITI. 2:2
(Oktober 2013), 1-11.
II-43
Tiga puluh canggung postur ditemukan, ada kerja 7 postur (23,3%) memiliki
risiko rendah tingkat, 11 bekerja postur (36.7%) memiliki tingkat risiko sedang
dan 12 bekerja postur (40%) memiliki tingkat risiko tinggi. Usulan perbaikan
yang diberikan adalah singkat pekerja-pekerja pada sesuai mengangkat teknik dan
metode kerja, menambahkan bantu mekanik untuk penanganan drum, dan bekerja
posisi ketinggian penyesuaian.
Manusia adalah salah satu komponen masukan yang diperlukan untuk
proses produksi dalam industri. Sampai saat ini penggunaan tenaga kerja manusia
dalam industri di Indonesia masih dominan, terutama untuk melakukan aktifitas
pekerjaan manual. Namun, fisik tubuh manusia memiliki keterbatasan
kemampuan dan bekerja. Satu faktor perlu dipertimbangkan dalam melakukan
pekerjaan manual adalah sikap yang dilakukan oleh para pekerja. Sikap kerja yang
baik dapat menunjukkan kerja yang aman, nyaman, dan produktif, sementara
canggung postur memiliki peningkatan risiko untuk menyebabkan sakit atau
cedera dalam sistem otot rangka yang disebut gangguan muskuloskeletal. Hal ini
disebabkan canggung postur kerja yang melibatkan bagian-bagian tubuh yang
menjalani signifikan penyimpangan dari normal posisi anatomi tubuh manusia,
seperti tubuh yang terlalu membungkuk, tangan mencapai terlalu jauh ke depan,
leher adalah memutar, dan sebagainya.
Ada banyak metode yang telah dikembangkan oleh ahli ergonomi untuk
menilai dan menganalisis risiko MSD postur kerja. Salah satu metode tersebut
adalah RULA yang diciptakan pada tahun 1993 oleh Dr Lynn McAtamney dan
Dr. Nigel Corlett dari University of Nottingham, UK. RULA adalah metode yang
sangat efektif untuk menilai tingkat risiko aktivitas didominasi oleh pergerakan
tungkai atas, seperti tangan, lengan, bahu, leher dan punggung (McAtamney dan
Corlett, 1993). Metode RULA memberikan penilaian yang lengkap dan detail
pada setiap bagian tubuh, ada kelompok (lengan atas, lengan bawah, pergelangan
tangan, memutar pergelangan tangan) dan Grup B (leher, batang, dan kaki), otot
penggunaan (statis atau berulang), andforce/beban (Hignett dan McAtamney,
2005). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dempsey, et.al. (2005),
II-44
metode RULA adalah yang paling banyak digunakan oleh ahli internasional yang
ergonomis karena prosedur yang tepat dan mudah digunakan.
Penelitian bekerja analisis postur menggunakan metode RULA telah secara
luas diterapkan di berbagai jenis tugas-tugas industri di Indonesia. Sartika (2010)
melakukan analisis bekerja postur menggunakan metode RULA dalam mendidih
operator minyak sawit dan mengusulkan sikap kerja yang lebih baik untuk
meringankan beban kerja operator secara fisik. Desky (2010) menggunakan
metode RULA postur kerja yang dilakukan oleh operator Kemasan salep dan telah
menemukan beberapa postur yang tampaknya perlu diganti segera untuk
mencegah muskuloskeletal gangguan cedera. Abdillah (2013) dianalisis sikap
buah poster di sebuah pasar tradisional yang menggunakan metode RULA dan
dapat memberikan gerakan pekerjaan lebih aman untuk mengurangi risiko cedera
sakit punggung. Metode RULA juga telah digunakan oleh Pangaribuan (2009)
untuk meningkatkan fasilitas pendukung untuk karyawan yang bekerja di
Perpustakaan Universitas sehingga pekerja tidak lagi mengalami kelelahan yang
berlebihan karena sikap kerja yang tidak wajar.
Dalam studi ini, metode RULA akan digunakan untuk menilai risiko
bekerja postur di PT. Indana cat, perusahaan manufaktur cat di Malang. Kegiatan
yang akan dianalisa adalah proses produksi berbasis air cat, cat pelarut, dan cat
dasar, yang masing-masing dari mereka termasuk pencampuran dan proses
pengemasan. Berdasarkan pengamatan awal, hampir semua kegiatan produksi di
PT. Indana cat masih dilakukan secara manual dan melibatkan kurang nyaman
bekerja postur. Hal ini menyebabkan kondisi pekerja sering merasa beberapa sakit
di bagian tubuh bagian atas, bahkan mereka sakit kadang-kadang masih tetap
sampai beberapa hari. Oleh karena itu, postur bekerja di PT. Indana cat akan
dianalisa menggunakan metode RULA untuk mengetahui tingkat risiko dan dapat
diberikan sesuai usulan perbaikan untuk mengurangi tingkat risiko.
2.14.3.2.Metodologi
Langkah-langkah yang dilakukan dalam studi sistematis dinyatakan
dalam bentuk diagram alir ditunjukkan dalam Gambar 2.14.
II-45
Pengamatan
awal
dilakukan
oleh
pengamatan
langsung
untuk
mendapatkan Ikhtisar profil dan operasi dari PT. Indana cat. Studi ini dilakukan
dengan mengumpulkan dasar ilmiah dari berbagai referensi dan penelitian
sebelumnya yang terkait dengan permasalahan dalam studi analisis postur kerja
menggunakan metode RULA.
Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah elemen kerja dan
postur canggung kerja dari masing-masing elemen. Metode pengumpulan data
yang observasi langsung dan merekam video kegiatan kerja yang dilakukan oleh
pekerja produksi di PT. Indana cat. Pengamatan langsung dilakukan untuk
mengetahui unsur-unsur kerja dan memahami urutan. Perekaman video dilakukan
dengan menggunakan camcorder untuk mendokumentasikan rincian postur dan
gerakan yang dilakukan pada setiap elemen bekerja, dan kemudian beberapa
postur canggung yang dipilih akan dianalisa menggunakan metode RULA.
Pengumpulan data dilaksanakan di tiga ruang terpisah produksi, dari produksi
berbasis air cat, cat pelarut, dan cat dasar, yang masing-masing memiliki
pencampuran dan proses pengemasan. Pengumpulan data dilakukan lebih dari tiga
minggu (15 hari kerja) pada jam kerja efektif di PT. Indana cat.
Postur kerja setiap elemen akan diproses sesuai langkah-langkah di
metode RULA sebagai berikut:
1.
Menilai postur untuk grup A (lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan,
memutar pergelangan tangan).
2.
3.
4.
5.
II-46
II-47
tentang bagian tubuh yang dianggap rentan terhadap cedera dan apa pun yang
menyebabkan para pekerja yang melakukan postur canggung.
Berdasarkan analisis itu, perbaikan yang diusulkan dapat diberikan untuk
bekerja postur yang memerlukan perbaikan-perbaikan yang berdasarkan hasil
penilaian RULA. Gambar 2.15. menunjukkan sampel penilaian RULA.
II-48
2.14.3.3.Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan analisis telah dilakukan dalam studi
ini, ada beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
2.