Ergonomi Kel 4-3
Ergonomi Kel 4-3
Ergonomi Kel 4-3
tingginya kebutuhan
oksigen disaat kerja berakhir juga diperlukan untuk menyiapkan cadangan energy, karena
proses ini tidak dapat dilakukan saat beristirahat.
Gambar 4.1 kebutuhan oksigen pada saat kerja maupun sesudah kerja
Selama kerja otot tidak berlebihan, kebutuhan energi umumnya akan relatif
rendah dan proses pertumbuhan ATP dapat berlangsung terus-menerus secara aerobik
(dengan bantuan oksigen). Apabila terdapat sisa metabolisme, oksigen yang tersedia (saat
beristirahat) dapat secara cepat membantu proses resintesis sisa metabolisme tersebut.
Dengan demikian, jelas bahwa kerja otot hanya dapat berlangsung secara terus-menerus
bila energi cukup tersedia melalui proses metabolisme yang efisien. Dalam hal ini,
ketersediaan oksigen dalam jumlah yang memadai menjadi faktor penting. Implikasinya
pekerjaan sebaiknya bersifat dinamis, dirancang dengan intensitas rendah dan dilakukan
dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan kerja berintensitas tinggi walaupun
dilakukan dalam waktu yang cukup singkat.
Energi yang dibutuhkan terdiri atas metabolisme basal, metabolisme istirahat, dan
metabolisme kerja. Metabolisme basal ialah metabolisme minimal yang dibutuhkan agar
tubuh tetap berfungsi walaupun tidak melakukan aktivitas, diantaranya untuk gerak
denyut jantung alat pernafasan, alat pencernaan, alat urogenital, sekresi kelenjar-kelenjar,
biolistrik saran dan lain sejenisnya. Nilai metabolisme basal sangat bervariasi bergantung
usia, jenis kelamin, tinggi dan bobot badan. Walaupun variasi inter-individual kecil, nilai
relatif metabolisme basal yang dapat diterima adalah 1 kcal (4.2 kJ/kg/jam) atau 4.9
kJ/menit untuk seseorang yang berusia 70 tahun. Sementara, metabolisme istirahat adalah
metabolisme yang dibutuhkan saat badan dalam keadaan istirahat adalah metabolisme
yang dibutuhkan saat badan dalam kondisi istirahat atau saat sebelum beraktivitas.
Metabolisme istirahat lebih besar dari pada metabolisme basal dan lebih sering
digunakan. Metabolisme istirahat memiliki nilai 10% sampai 15% lebih tinggi dari pada
metabolisme basal serta metabolisme kerja. Metabolisme kerja menggambarkan energi
yang dibutuhkan saat bekerja, baik dalam satuan kJ/min atau kcal/min. proses
metabolisme sebelum, selama dan sesudah bekerja dapat dilihat pada gambar 4.1 di atas.
Aktivitas 4.1
Salah satu isi penting dalam fisiologi kerja adalah pemahaman mengenai kapasitas
fisik seseorang pada saat bekerja. Dengan pemahaman ini, para praktisi ergonomi dapat
mengevaluasi berat-ringannya beban fisik yang dialami seseorang saat bekerja, serta
menentukan langkah-langkah kerja, kapasitas kerja fisik dapat diartikan sebagai
kemampuan maksimal tubuh dalam menghasilkan energi dan merupakan fungsi dari
ketersediaan zat-zat gizi serta kemampuan tubuh dalam memperoleh oksigen. Besarnya
energi yang dibutuhkan pada saat kerja merupakan jumlah dari energi basal (basal
metabolic rate), energi yang diperlukan sekadar untuk hidup, dan energi yang dibutuhkan
ketika tengah melakukan pekerjaaan tersebut. Peran ergonomi adalah memastikan bahwa
energi (metabolic cost) yang dibutuhkan saat seseorang bekerja dalam kapasitas fisiologi
individu tersebut.
Penelitian yuliani terdiri atas 2 tahap, tahap pertama dilakukan untuk mengukur
kapasitas aerobik maksimal (VO2 maks) dengan menggunakan metode maksimal test,
yaitu setiap responden harus berlalri diatas treadmill dengan mengerahkan seluruh
tenaganya sampai mencapai kelelahan, dengan kecepatan awal untuk responden pekerja
pria adalah 7 km/jam dan responden wanita adalah 6 km/jam. Penelitian tahap kedua
dan konsumsi oksigen relatif terhadap bobot badan (VO2) bagi pekerja industri
berdasarkan faktor fisiologis denyut jantung, usia bobot badan dan tinggi badan, dengan
kecepatan 25%, 50% dan 75% dari kecepatan maksimal yang dicapai pada penelitian
tahap pertama, masing-masing dilakukan selama lima menit tanpa istirahat. Kecepatan ini
menganalisis dan menampilkan hasil gas (O2 dan CO2), serta mendeteksi dan
menampilkan denyut jantung selama penelitian berlangsung (secara real time) digunakan
metabolianalyzer.
Sejumlah faktor dipercaya dapat memengaruhi nilai VO2 maks seseorang
individu, termasuk faktor demografi, usia, jenis kelamin, bobot badan, training, nutrisi
penggunaan rokok, serta faktor lingkungan lainnya. Puncak nilai VO2 maks berkisar
sekitar 18-20 tahun (Gambar 4.3), kemudian menurun sejalan dengan menurunnya usia
seseorang. Pada usia 60 tahun, VO2 maks berkisar sekitar 75% dibandingkan pada saat
usia 20 tahun (Bridger et al., 2003). Wanita pada umumnya memiliki VO2 maks yang
lebih rendah dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bentuk tubuh, serta
proporsi lemak tubuh. Namun sebelum terjadi pubertas, gender tidak membedakan VO2
maks antarindividu.
Gambar 4.3 Kapasitas aerobik maksimum terjadi sebagai fungsi dari usia dan gender
disebabkan oleh proporsi lemak yang berlebihan. Latihan fisik secara benar dapat juga
meningkatkan VO2 maks. Job training bukan saja bermanfaat dalam meningkatkan
kapasitas kerja, namun dapat pula meningkatkan output kerja kekuatan otot, serta
mengurangi potensi cedera. Perokok pada umumnya memiliki VO2 yang lebih rendah
daripada yang bukan perokok. Karbon dioksida yang ada pada asap rokok mengikat
hemoglobin jauh lebih lebih kuat (200 kali) dibandingkan dengan oksigen. Dengan
demikian, untuk perokok, kemampuan darah untuk mengalirkan oksigen menjadi lebih
rendah dan berdampak pada VO2 maks yang lebih kecil. Faktor-faktor lain yang juga
dapat memengaruhi kapasitas kerja antara lain: kebisingan, iklim, kwringgian serta
penggunaan pakaian pelindungan diri. Secara lebih lengkap, Astrand et al. (2003)
4.4).