Kriminologi Edit

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Kriminologi
Tren Sesaat dan Mode dalam kejahatan kemunculan Kriminologi
Kejahatan dan Penyimpangan
Berkas Kejahatan 1.1. Sepuluh Buronan Paling dicari FBI
Perubahan Sosial dan Kemunculan Hukum
Model Hukum Konsensus Vs. Konplik Vs. Interaksionis
Berkas Kejahatan 1.2 Kejahatan Abad Kedua Puluh
Kejahatan dan Hukum Pidana
Siapa yang mendefinisikan Kejahatan ?
Definisi Kriminologis.
Berkas Kejahatan 1.3. Apakah Kejahatan itu?
Problem Kejahatan
Kerugian karena Kejahatan
Ikhtisar
Konsep Kunci
Pertanyaan Ulangan
Sumber Web
Bacaan Terpilih

Pendahuluan
Bayangkan sebuah masyarakat orang suci, biara sempurna orang-orang teladan.
Kejahatan, sebut saja demikian, tidak akan dikenal; tetapi kesalahan yang tampak tak
berarti bagi orang awam akan menimbulkan skandal di sana sama seperti yang ditimbulkan
pelanggaran lazim dalam kesadaran
awarn.
Emile Durkheim (1895/1950, him. 68-69)
Kejahatan adalah sebuah artefak sosiopolitik, bukan fenomena alami... Kita bisa
mendapati kejahatan sebanyak atau sesedikit mungkin, bergantung pada apa yang kita
anggap sebagai kejahatan.
-Herbert Packer (1968, him. 364)
Kriminologi
Teroris bunuh diri tak kenal belas kasihan membajak empat pesawat terbang dan
berikut seluruh penumpang, berhasil menabrakkan dua pesawat ke World Trade Center dan
satu pesawat ke Pentagon, menewaskan hampir 3.000 orang dalam serangan teroris
terburuk dalam sejarah. Seorang mahasiswa stres di Virginia Tech University membunuh 32
orang dalam pembunuhan massal terburuk dalam sejarah Amerika Serikat. Korporasikorporasi raksasa dan kantor-kantor akuntan mereka bersekongkol dan menyebabkan
guncangan hebat bursa saham, merugikan para pemegang saham miliaran dollar.
Kesamaan dalam peristiwa-peristiwa tersebut adalah semuanya menunjuk pada
berbagai bentuk perilaku kriminal, karena baru saja mengawali abad kedua puluh satu, kita
hanya bisa menebak horor baru tak terbayang-kan macam apa yang menunggu kita. Bidang
yang mempelajari masalah-masalah kejahatan dan perilaku kriminal serta upaya-upaya
mendefinisikan, menjelaskan dan memprediksinya adalah kriminologi.
Secara umum kriminologi didefinisikan sebagai ilmu atau disiplin yang
mempelajari kejahatan dan perilaku criminal. Secara khusus, bidang berkonsentrasi pada
bentuk-bentuk perilaku kriminal, sebab-sebab kejahatan, definisi kriminalitas : dan reaksi
masyarakat terhadap aktivitas kriminal; bidang-bidang pengkajian terkait bisa meliputi
kenakalan (delinkuensi) remaja dan viktimologi (ilmu tentang korban). Walaupun ada
tumpang-tindih mencolok antara kriminologi dan peradilan pidana, krimi-nologi
menunjukkan minat lebih besar pada penjelasan sebab akibat kejahat-an, sedangkan
peradilan pidana lebih mengurusi masalah-masalah praktis dan terapan seperti aspekraspek
teknis perpolisian dan pemasyarakatan. Dalam kenyataannya, kedua bidang ini saling
melengkapi dan kait-mengait sangat erat sebagaimana diperlihatkan oleh tumpang-tindih

keanggotaan dalam dua organisasi profesional yang mewakili kedua bidang tersebut:
American Society of Criminology dan Academy of Criminal Justice Science.
Diharapkan pengetahuan kriminologis dan penelitian ilmiah semacam itu bisa
mewarnai dan mengarahkan kebijakan publik dalam menyelesaikan beberapa problem
kejahatan. Konsentrasi utama teks ini akan ditujukan pada bidang-bidang sentral perilaku
kriminal, metodologi penelitian, dan teori kriminologis. Sedangkan minat khususnya adalah
eksplorasi berbagai tipologi kejahatan, upaya mengklasi-fikasi bermacam-macam aktivitas
kriminal dan penjahat menurut tipenya.
Kemunculan Kriminologi
Sosiolog Perancis Auguste Comte (1798-1857) memandang gerak maju
pengetahuan terdiri atas tiga tahap, dari penjelasan serba teologis menuju pendekatanpendekatan metafisik (filosofis) hingga penjelasan-penjelasan ilmiah (Comte, 1851/1877).
Sebelum kemunculan hukum pidana modern pada abad kedelapan belas agama merupakan
basis primer kontrol sosial di luar organisasi kekerabatan. Penjelasan-penjelasan teologis
menggunakan basis-basis supranatural atau dunia lain untuk memahami realitas. Ingat,
misalnya, kecaman kepausan terhadap Galileo karena melakukan kebidatan dengan
mempertanyakan deskripsi Injil tentang bumi dan astronomi. Dalam tahapan metafisik,
filsafat

mengandalkan

peristiwa-peristiwa

sekuler

(dun-iawi)

untuk

memberikan

pemahaman melalui semangat baru penyelidikan rasionalitas dan argumen logis. Kedua
ciri tahapan ilmiah tersebut memadu-kan semangat rasional penyelidikan ini dengan
metode ilmiah, menekankan empirisisme dan eksperimentasi. Orientasi ilmiah menekankan
pengukuran, pengamatan, pembuktian, replikasi (pengulangan pengamatan), dan veri-fikasi
(menganalisis kesahihan pengamatan).
Penerapan secara sistematis metode ilmiah memungkinkan manusia membuka
banyak misteri berbagai abad. Mula-mula, terobosan dalam pengetahuan terjadi dalam
ilmu-iimu fisik; kemudian perubahan juga mulai berlangsung dalam ilmu-ilmu sosial
seperti sosiologi dan kriminologi. Karena metode ilmiah member! pemahaman utama dan
kemampuan untuk memprediksi dan mengontrol realitas fisik, diharapkan metode-metode
yang sama itu bisa diterapkan pada dan akan terbukti berguna dalam ilrnu-i!mu sosial.
Walaupun banyak yang memandang kriminologi sebagai sebuah ilmu, ada juga, seperti
Sutherland dan Cressey (1974), memandangnya sebagai seni sama seperti kedokteran,
sebuah bidang yang didasarkan pada ba-nyak ilmu pengetahuan dan disiplin.

Kejahatan dan Penyimpangan


Penyimpangan atau perilaku menyimpang bisa menunjuk pada berbagai macam
aktivitas yang oleh mayoritas masyarakat dianggap eksentrik, ber-bahaya, menjengkelkan,

ganjil, asing, kasar, menjijikkan, dan lain sebagainya. Istilah ini menunjuk pada perilaku
yang berada di luar toleransi kemasyarakatan normal.
Definisi penyimpangan tergantung pada waktu, tempat, dan orang (-orang) yang
melakukan evaluasi, dan sebagian perbuatan didefinisikan le-bih universal daripada
perbuatan lainnya. Misalnya, pada pertengahan abad kesembilan belas di Amerika Serikat,
mandi di bathup dianggap tidak bermo-ral dan tidak sehat.

Perubahan Sosial dan Kemunculan Hukum


Masyarakat Barat mengalami perkembangan evolusioner panjang dari masyarakat
kudus atau Gemeinschaft menuju masyarakat sekuler atau Gesell-schaft (Becker, 1950:
Toennies, 1957). Masyarakat Gemeinschaft adalah masyarakat sederhana, komunal, relatif
homogen yang tidak mengenal pem-bagi an kerja ekstensif dan juga dicirikan oleh
konsensus-konsensus normatif. Kontrol sosial dipelihara oleh keluarga, kelompokkelompok kekerabatan be-sar, dan komunitas melalui mode-mode kontrol informal :
kebiasaan dan tata kelakuan. Masyarakat semacam itu tidak mempunyai dan tidak
memerlukan hukum yang dikodifikasi secara formal karena tradisi keramat, tidak adanya
perubahan, dan kesamaan budaya serta isolasi rnenjamin pemahaman dan kontrol tertentu.
Masyarakat Gesellschaft bersifat kompleks, asosiasional, lebih individualistis, dan
heterogen (pluralistis); masyarakat ini dicirikan oleh sekularitas, pembagian kerja ekstensif
dan (dalam masyarakat bebas) beragam pandangan moral serta kelompok-kelompok
penekan politis. Kontrol sosial diberlakukan melalui kontrol -koutrol formal-hukum
terkodifikasi yang diurus lembaga-lembaga birokrasi Negara. Masyarakat yang kompleks
semakin banyak bertumpu pada control-kontrol formal semacam itu. Ketika tata ketakuan
atau mode-mode kontrol sosia! melemah, kebutuhan akan hukum bertambah besar.
Misalnya, ketika keluarga sebagai agen kontrol sosial kian melemah, sebagian besar
tanggung jawabnya diserahkan ke-pada negara.
Peraturan perundang-undangan sama sekali bukan alat kontrol sosial paling efektif;
pengesahan semakin banyak undang-undang memperlihat-kan bahwa solidaritas sosial dan
berbagai mode kontrol sosial dalam masyarakat sedang melemah. Kepolisian dan sistem
peradilan pidana menjadi agen atau agensi andalan terakhir. Banyak orang yang
memandang kejahatan sebagai penyusup buruk ke dalam masyarakat yang sehat, sementara
peningkatan tingkat kejahatan mungkin merupakan fungsi laten peningkatan kebebasan,
persaingan dan fungsi-fungsi manifes lain yang dikehendaki dalam masyarakat. Sosiolog
Durkheim (1950) menyatakan bahwa kejahatan bisa saja merupakan suatu kenormalan,
sebuah produk positif, sebuah keha-rusan fungsional dalam masyarakat yang sehat.

Model Hukum Konsensus Vs. Konflik Vs. Interaksionis


Model (consensus tentang asal usul hukum pidana membayangkan hukum in:
muncul dari kesepakatan antara anggota-anggota masyarakat mengenai apa yang dimaksud
perbuatan salah. Mencerminkan "teori kon-trak sosial" Locke, Hobbes dan Rousseau,
hukum pidana dipandang, seperti dalam pem-bahasan kita tentang Sumner tadi, sebagai
"kristalisasi tata kelakuan", mencerminkan nilai-nilai sosial yang lazim dianut dalam
masyarakat. Model konflik, di lain pihak, memandang hukum pidana muncul dalam konflik
kepentingan kelompok-kelompok yang berlainan. Menurut pandangan ini definisi kejahatan
dianggap mencerminkan kehendak kelompok-kelompok kepentingan paling kuat, yang
mendapat bantuan negara dalam melawan kelompok-kelompok saingan. Maka, hukum
pidana terutama dipakai untuk mengontrol perilaku "rusak, dependen dan delinkuen" kelaskelas yang berbahaya (Skolnick & Currie, 1998, him. 2); kejahatan kelas kaya sangat sering
dibicarakan pun ti-dak. ]ika model konsensus memandang hukum pidana sebagai sebuah
mekanisme kontrol sosial, pendekatan konflik memandang hukum sebagai sarana
mempertahankan status quo kelompok yang berkuasa.
Sekiranya kita membatasi analisis kejahatan hanya pada definisi legal di
kebanyakan negara, kita akan membahas "kejahatan di jalanan" saja dan mengabaikan
"kejahatan di ruang mewah". Kita pun akan mempelajari penjahat miskin, bodoh dan
lamban lalu menyimpulkan bahwa 10 rendah dan gen inferior menyebabkan kejahatan; kita
akan mengabaikan bahwa pe-langgar hukum cepat, cerdik dan licin yang mungkin saja
berpendidikan Ivy League dan bekerja di Wall Street atau industri pertahanan juga
menyebabkan kejahatan. Hiperbola (rnelebih-lebihkan) kadang-kadang ada gunanya dan,
walaupun tentu saja kita tidak boleh mengobral label kriminal, tidak boleh juga kita
inengabaikan perbuatan-perbuatan berbahaya yang menim-bulkan kerugian, hanya karena
sistem peradilan pidana memilih untuk mengabaikannya.
Problem Kejahatan
Radwinowicz dan King (1977), dalam mengomentari lonjakan internasional tak
henti-henti kejahatan pada dekade-dekade terakhir abad kedua puluh, mengemukakan,
"Tidak ada karakteristik nasional, tidak ada rezim politik, tidak ada sistem hukum,
hukuman polisi, penindakan, atau bahkan teror, yang menjadikan sebuah negara terbebas
dari kejahatan... Yang tak terbantahkan adalah tingkat kejahatan baru dan lebih tinggi sudah
mapan sebagai sesuatu yang otomatis dari kemakmuran" (him. 3-5). Meski terdapat penjelasan-penjelasan sanggahan seperti problem statistik, jelas memang ter-jadi peningkatan
kejahatan secara internasional sejak Perang Dunia II.

BAB II
Metode-metode Penelitian Dalam Kriminologi
Teori dan Metodologi Kerja Penelitian dalam Kriminologi
Objektivitas
Etika dalam Penelitian Kriminologi
Siapakah Penjahat Itu?
Statistik Resmi KepolisianUniform
Crime Reports (UCR)
Sumber-sumber Statistik Kejahatan
Indeks Kejahatan: Kejahatan Kekerasan dan Kejahatan Properti
Isu-isu dan Kewaspadaan dalam Mempelajari Data UCR
Berkas Kejahatan 2.1 Penumnan Kejahatan
Strategi Pengumpulan Data Alternatif Eksprerimen-eksperimen dalam Kriminologi
Beberapa Eksperimen dalam Kriminologi
Penelitian Berbasus Bukti
Survei
Survei Korban
Survei Viktimisasi Kejahatan Nasional (NCVS)
Berkas Kejahatan 2.2 Apakah Anda Pernah Menjadi Korban Kejahatan ?
Isu dan Kewaspadaan dalam Mempelajari Data Korban
Ukuran Pelaporan Diri Kejahatan Berkas Kejahatan 2.3 Item-item delinkuensi yang
dilaporkan sendiri
Observasi Partisipan
Observasi Partisipan terhadap Penjahat
Evaluasi Metode Observasi Partisipan
Riwayat Hidup dan Studi Kasus
Berkas Kejahatan 2.4 Pengakuan Seorang Pencuri yang Sekarat
Unobtrusive Measures
Berkas Kejahatan 2.5 Sumber-sumber Bermanfaat bagi Penelitian Kriminologi

METODE-METODE PENELITIAN DALAM KRIMINOLOGI


Teori dan Metodologi
Dua ciri sangat penting setiap disiplin adalah teori dan metodologinya Teori, yang
akan dibicarakan dalam Bab 4-7, menjawab pertanyaan "Mengapa?" dan "Bagaimana?"
Metodologi (metode), di lain pihak, berurusa dengan "Apakah itu?"
Teori melibatkan upaya untuk mengembangkan penjelasan masuk akal atas realitas.
Teori adalah upaya menyusun, merangkum, dan menjelaskan unsur-unsur esensial suatu
pokok bahasan. Apa yang menyebabkan kejahatan? Mengapa sebagian orang menjadi
penjahat? Mengapa sebagian negara atau daerah lebih kriminogenik daripada yang lainnya?
Teori merupakan lompatan iman (leaps of faith) intelektual yang mernberikan wawasan
fundamental tentang jalannya segala sesuatu; teori berusaha menerangi atau menyinari
kegelapan realitas.
Metodologi adalah kumpulan dan analisis atas data atau fakta akurat Sehubungan
dengan kriminologi, metodologi meliputi informasi mengenai Berapa banyak kejahatan
yang terjadi di sini? Siapa yang melakukan kejahatan? Bagaimana berbagai penggolongan
atau definisi kejahatan berbeda satu sama lain? Jika fakta-fakta mengenai kejahatan
disajikan dengan model-model yang tidak memadai hal itu akan merupakan kesalahan, dan
dengan demikian teori atau upaya-upaya penjelasan realitas yang dipaparkan secara tidak
tepat ini pasti akan salah arah.
Keria Penelitian dalam Krirninologi
Objektivitas
Kaidah dasar penelitian ilmiah mengharuskan agar peneliti berusaha menegakkan
objektivitas. Ini menghendaki para penyelidik "bebas nilai" dalam penyelidikan mereka
dan, bisa dikatakan, membiarkan temuan-temuan itu berbicara sendiri. akan tetapi peneliti
sudah terlatih untuk tidak menghakimi melainkan merekam secara objektif dan menentukan
apa makna temuan-temuan itu bagi bidang krirninologi dan untuk pengembang-an basis
pengetahuannya.
Etika dalam Penelitian Kriminologi
Karena merupakan bagian dari ilmu sosial, pokok bahasan krirninologi berbeda
jenisnya dari pembahasan ilmu-ilmu fisik. (ika ilmu-ilmu fisik berkon-sentrasi pada faktafakta fisik, bahasan kriminologi-kejahatan, perilaku kriminal, korban, dan sistem peradilan
pidanaberkepentingan dengan perilaku manusia, sikap, kelompok, dan organisasi. Seperti
penyelidikan-pe-nyelidikan ilmu fisik, penyelidikan kriminologi pasti berurusan dengan
dam-pak buruk potensial pada subjek manusia.
Pada akhirnya, perilaku etis dalam penelitian adalah tanggung jawab moral yang
terikat pada penilaian moral mendalam; kepatuhan membuta pada daftar periksa (checklist)

akan terlalu menyederhanakan sebuah kepu-tusan yang sangat kompleks. Hingga baru-baru
ini bidang kriminotogi dan peradtlan pidana bersandar pada kode etik bidang-bidang induk
seperti so-siologi dan psikologi sebagai panduan. Peneliti harus mengupayakan standar
teknis tertinggi dalam penelitian.

Mengerti keterbatasan penelitian.


Melaporkan seluruh temuan.
Menyampaikan dukungan keuangan dan sponsor lainnya.
Menghormati komitmen.
Menjadikan data tersedia bagi peneliti lain di masa depan.
Tidak menyalahgunakan posisi sebagai dalih tidak jujur untuk me-ngumpulkan

informasi intelijen.
Orang yang menjadi subjek penelitian berhak mendapat penjelas-an penuh tujuan

penelitian.
Subjek berhak atas kerahasiaan, Ini mewajibkan peneliti untuk melindungi identitas

subjek penelitiannya.
Penelitian tidak boleh menghadapkan subjek melebihi risiko minimal. Jika risiko

lebih besar dari risiko dalam kehidupan sehari-hari diperlukan persetujuan untuk itu.
Menghindari pelanggaran privasi dan melindungi populasi yang rentan.
Penelitian harus memenuhi persyaratan perlindungan subjek manusia yang

diberlakukan oleh lernbaga-lembaga pendidikan dai penyandang dana.


Para peneliti harus mengakui dengan semestinya kerja-kerja pihak lain.
Kriminolog berkewajiban menjaga tidak timbulnya ketidakadila: sosial seperti
diskriminasi, penindasan atau pelecehan dalam pe kerjaan mereka.

Siapakah Penjahat Itu?


Mengenai pertanyaan yang kelihatannya paling mudah "Siapakah penjahat itu?"
banyak yang akan sependapat bahwa residivis kawakan yang berulang kali divonis bersalah
adalah penjahat. Tetapi sebagian ideology (yang menganut dengan teguh suatu sistem
kepercayaan politik tersendiri) mungkin dalam hal ini berpendapat bahwa sebagian
"penjahat karier" tersebut bukan penjahat melainkan, dari perspektif konflik, adalah
tahanan politik. Mereka dipandang sebagai korban sistem kelas yang tidak adil atau sistem
yang menindas secara politik (Turk, 1982).
Menjadi jelas bahwa cara di mana variabel "kriminal" diopersionalkan akan sangat
memengaruhi

definisi

konsep

penjahat.

Variabel

adalah

sebuah

konsep

yang

dioperasionalkan atau diukur dalam suatu cara tertentu dan yang bias bervariasi atau
merniliki nilai-nilai berbeda, biasanya bersifat kuantitatif.
Indeks Kejahatan: Kejahatan Kekerasan dan Kejahatan Properti

Secara historis UCR dibagi menjadi dua bagian: Kejahatan-kejahatan Ba-ffian I meliputi
kejahatan indeks, kejahatan besar yang dianggap serius, sermg terjadi, dan kemungkinan
besar dilaporkan polisi. Delik indeks ini
adalah:
1. Pembunuhan (Murderand non-negligent manslaughter). Penghilangan nyawa seseorang
oleh orang lain tanpa rencana secara sengaja.
2. Pemerkosaan (Forcible rape). Menyenggamai seseorang secara pak-sa dan/atau
bertentangan dengan kehendak seseorang itu; atau ti-dak secara paksa atau bertentangan
dengan kehendak seseorang itu ketika korban tidak mampu memberi persetujuan karena
usia

mudanya

atau

karena

ketidakmampuan

sifatnyasementaramaupunpermanen,
3.
4.
5.
6.
7.
8.

atau

karena

mental

atau

fisiknya

ketidakmampu-annya

yang

memberi

persetujuan akibat penggunaan alkohol atau obat-obatan.


Perampokan
Penyerangan berat
Pembobolan
Pencurian
Pencurian kendaraan bermotor
Pembakaran
Indeks orisinal dan yang digunakan untuk perbandingan historis hanya mencakupi

tujuh delik. Pembakaran ditambahkan karena pengesahan sebuah undang-undang oleh


Kongres AS pada Oktober 1978. Sebagaimana akan kita lihat sebentar lagi, tingkat
kejahatan diperhitungkan dengan delik indeks. Bagan 2.2 mendefinisikan berbagai delik
dalam pelaporan kejahatan serag-am. Pada 2004, FBI memutuskan menghentikan
pelaporan indeks kejahatan untuk digantikan dengan laporan indeks kejahatan kekerasan
dan indeks kejahatan properti. Sebuah dewan penasihat merasa bahwa indeks kejahatan
sudah disimpangkan dengan memasukkan kategori pencurian.
Indeks kejahatan kekerasan terdiri atas:
1.
2.
3.
4.

Pembunuhan
Pemerkosaan
Perampokan
Penyerangan berat
Indeks kejahatan properti terdiri atas:

1. Pembobolan
2. Pencurian
3. Pencurian kendaraan bermotor
Pembakaran disertakan, te-tapi tidak diperhitungkan
Kejahatan-kejahatan Bagian II adalah delik-delik non-indeks dan tidak digunakan
dalam memperhitungkan angka kejahatan, antara lain:

Penyerangan biasa
Pemalsuan
Penipuan Penggelapan
Menadah barang curian Vandalisme

Membawa senjata secara ilegal Pelacuran dan delik-delik terkait


Delik seks (hubungan seks dengan anak di bawah umur, dll.)
Pelanggaran undang-undang minuman keras
Mabuk di depan umum
Perbuatan mengganggu
Menggelandang
Pelanggaran jam malam/kluyuran
Kabur
Semua pelanggaran lain terhadap undang-undang negara bagian dan lokal
(selain pelanggaran lalu lintas)

Bagan 2.2 Delik-delik dafam Uniform Crime Reporting(UCR)


Delik-delik dalam Uniform Crime Reporting dibagi menjadi dua kelompok, Bagian 1 dan
Bagian II. Informasi tentang volume delik-delik bagian I diketahui oleh aparat penegak
hukum, delik-deiik yang ditindak dengan pe-nangkapan atau cara-cara luar Oiasa, dan
jumlah orang yang ditangkap dilaporkan setiap bulan. Hanya data penangkapan yang
dilaporkan untuk delik-deiik Bagian II.
Delik-delik Bagian I adalah:
Pembunuhan : Pembunuhan secara sengaja (bukan karena keialaian) terhadap seseorang
oteh orang lain. Kematian yang disebabkan keialaian, percobaan pembunuhan. penyerangan
untuk membunuh, bunuh diri, kemattan karena kecelakaan, dan pembunuhan yang bisa
dibenarkan tidak termasuk dalam kategori ini. Pembunuhan yang dibenarkan terbatas pada:
(1) penghilangan nyawa pelaku kejahatan oleh petugas penegak hukum saat bertugas: (2)
penghiiangan nyawa seorang pelaku kejahatan sewaktu tertangkap basah oleh warga; (3)
pembunuhan karena kefalaian: penghilangan nyawa orang lain karena keialaian. Kematian
karena kecela kaan lalu lintas dikecualikan. Walaupun merupakan kejahatan Bagian I,
penghilangan nyawa karena keialaian tidak dimasukkan dalam Indeks Kejahatan.
Pemerkosaan : Menyenggamai seorar.g wanita secara paksa atau bertentangan dengan
kemausnnya. Termasuk di sini adalah pemerkosaan dengan pemaksaan dan upaya atau
penyerangan untuk pemerkosaan, Delik yang ditetapkan undang-undang (tanpa kekerasan
korban di bawah umur) tidak termasuk.
Perampokan : Pengambilan atau percofoaan untuk mengambil segala sesuatu yang
berharga dari pemeliha-raan, pengampuan, atau penguasaan seseorang oleh orang lain
secara paksa atau ancaman penggunaan paksaan atau kekerasan dan/atau membuat korban
ketakutan.
Penyerangan berat : Serangan melawan hukum oleh seseorang terhadap orang lain dengan
maksud mcnim-bulkan luka fisik parah atau gawat. Jenis serangan inj biasanya disertal

10

dengan penggunaan senjata atau alat serupa untuk menirnbulkan kematian atau kerugian
fisik berat. Penyerangan biasa dikecualikan.
Pembobolan/masuk paksa : Masuk secara tidak sah ke dalam suatu bangunan untuk
melakukan kejahatan besar atau pencunan. Termasuk percobaan masuk paksa.
Pencurian (Tidak termasuk pencurian Kendaraan bermotor) : Mengambil, membawa,
menuntun, atau melarikan harta benda dari kepemilikan kontruksi orang lain. Contohnya
antara lain pencurian sepeda atau aksesoris mobil, pengutilan, pencopetan atau pencurian
setiap properti atau barang yang diambil tidak dengan paksa dan kekerasan atau dengan
penipuan. Percobaan pencurian tidak termasuk. Penggetapan, "con" game, pemalsuan, cek kosong, dan lain sebagamya, tidak termasuk.
Pencurian kendaraan bermotor; Pencurian atau percobaan pencurian kendaraan
bermotor. Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah yang bergerak dengan tenaga
sendiri di permukaan tanah dan bukan di rel. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah
perahu motor, peralatan konstruksi, pesawat terbang dan peralatan pertaman.
Pembakaran: Setiap pembakaran secara sengaja atau dengan niat mencelakai atau
percobaan pembakaran, dengan atau tanpa niat curang, rumah tinggal, bangunan publik,
kendaraan bermotor atau pesawat terbang, properti pribadi orang lain, dan lain sebagainya.
Delik-delik Bagian II adalah:
Penyerangan lain (biasa): Penyerangan dan percofaaan penyerangan di mana senjata tidak
digunakan dan yang tidak menimbulkan luka serius atau parah pada korban.
Pemalsuan: Membuat, mengganti, mengedarkan, atau memiliki, dengan niat berbuat
curang, segala sesuatu yang palsu menyenjpai yang asli. Termasuk percobaan pemalsuan.
Penipuan: Pembicaraan curang dan mendapatkan uang atau properti dengan dalih palsu.
Termasuk dalam perbuatan ini adalah confidence games dan cek kosong, pemalsuan tidak
termasuk.
Penggelapan: Pengambilan secara tidak sah atau penggunaan secara tidak sah uang atau
properti yang dipercayakan pada pemeliharaan, perwalian atau Renguasaan seseorang.
Properti curian; pembelian, penerimaan, pemilikan: Membeli, menerima, dan memitiki
barang curian, termasuk percobaan-percobaan untuk itu.
Vandalisme: Menghancurkan, merusak, memperburuk keadaan, atau membikir buruk
setiap properti pribadi atau umum, benda tetap maupun bergerak, secara sengaja atau
dengan niat merusaknya tanpa seizing pemilik atau orang yang memiliki perwalian atau
penguasaan.
Membawa senjata, memiliki senjata, dan lain-lain: Sernua pelanggaran terhadap
ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal membawa,
menggunakan, memiliki, memasok dan mambuat senjata mematikan atau senjata api
berperedam. Percobaan meiakukan perbuatan -perbuatan tersebut juga termasuk.

11

Pelacuran dan perbuatan asusila komersial: Delik seks yang bersifat komersial seperti
pelacuran, mengoperasikan bordil, menyediakan atau mengangkut wanita untuk tujuantujuan tidak bermoral. Termasuk percobaan untuk meiakukan perbuatan-perbuatan tersebut.
Delik seks (selain pemerkosaan, pelacuran, dan perbuatan asusila komersial);
Hubungan seks dengan anak-anak di bawah umur dan delik terhadap kesuctan, kepatutan
umum, moral, dan semacamnya. Termasuk percobaan untuk meiakukan perbuatanperbuatan tersebut.
Penyalahgunaan obat-obatan: Delik-delik negara bagian dan/atau ioka! terkait dengan
pemilikan, penjualan, penggunaan. penanaman dan pengolahan narkotika secara tidak sah.
Kategori obat-obatan berikut termasuk yang dilarang: candu atau kokain dan produkproduk turunannya (morfin, heroin, kodein), mariyuana; narkotika sintetik narkotika
buatan yang bisa menyebabkan kecanduan (Demerol, metadon); dan
obat-obatan non-narkotika berbahaya (barbiturat, benzedrin).
Perjudian: Mempromosikan, mengizinkan, atau terhbat dalam perjudian ilegal. Delik
terhadap keluarga dan anak-anak: Tidak mendukung, mengabaikan. meninggalkan, atau
menganiaya keluarga dan anak anak.
Mengemudi di bawah pengaruh: Mengemudi atau menjalankan segala kendaraan atau
angkutan umum dibawah pengaruh minuman keras atau narkotika.
Pelanggaran undang-undang minuman keras: Pelanggaran undang-undang negara bagian
dan/atau setempat. selam mabuk dan mengemudi di bawah pengaruh. Pelanggaran federal
tidak termasuk.
Mabuk: Delik terkait keadaan mabuk atau teler. Tidak termasuk mengemudi di bawah
pengaruh.
Perbuatan mengganggu: Merusak ketenteraman.
Menggelandang:

Menggelandang,

meminta-minta,

kluntang-klantung.

dan

lam

sebagainya.
Delik-delik lain: Semua pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan negara
bagian dan/atau setempat, selain yang sudah disebut di atas dan pelanggaran iatu lintas.
Kecurigaan: Tidak ada delik khusus. tersangka yang dilepas tanpa dakwaan formal
kembali ke masyarakat
Undang-undang jam malam dan keluyuran (orang di bawah 18 tahun): Delik
berkenaan dengan pelanggaran jam malam setempat atau aturan tentang keiuyuran yang
berlaku.
Kabur (orang di bawah 18 tahun): Terbatas pada remaja yang berada dalam tahanan
periindungan menurut ketentuan undang-undang lokal.
Strategi Pengumpulan Data Alternatif

12

Statistik kejahatan resmi yang diterbitkan pemerintah tentu ada manfaat-nya; meski
begitu, para kriminologbisa dikatakan mengabaikan tugas mereka sebagai sarjana dan
ilmuwan jika membatasi penyelidikan dan sum-ber-sumber statistik mereka pada data yang
dihimpun untuk keperluan administratif oleh badan-badan pemerintah. Di beberapa rezim
totaliter, misalnya, tidak ada yang bisa dipelajari, karena ideologi resmi pemerintah
menyatakan tidak ada kejahatan dalam surga rakyat. Dalam masyarakat ter-buka sekalipun
statistik resmi jarang menjangkau kejahatan elite. Untunglah para kriminolog benar-benar
mempunyai sumber-sumber teknikyang pene-rapannya hanya dibatasi oleh imajinasi dan
kecakapan peneliti.
Eksperimen-eksperimen dalam Kriminologi
Eksperimen adalah titik pusat atau standar bagi perbandingan dengai semua metode
penelitian lain. Eksperimen adalah cara paling efektif me ngontrol kesalahan atau faktorfaktor tandingan terhadap fakta di selurul rancangan studi {Campbell & Stanley, 1963).
WalaupurTada banyak sekal yarijsi eksperimen, titik toiak atau prototipenya adalah desain
eksperimen -am eksperiniL-ntal klasik mengandung tiga unsur pokok :

Ekuivalen
Pra-uji dan pasca-uji
Kelompok eksperimental dan kontrol

Pada dasarnya, ekuivaien berarti penetapan subjek-subjek pada kelom-pokkelompok eksperimental dan kontrol dengan cara sedemikian rupa hingga mereka
dipandang sama dalam semua aspek utama. Hal ini bisa di-lakukan dengan penetapan acak
(di mana setiap subjek memiliki probabili-tas setara untuk muncul dalam masing-masing
kelompok) atau dengan pencocokan (sebuah pro-sedur di mana subjek dengan usia, jenis
kelamin, dan karakteristik lain yang sama dalam kelompok eksperimental direkrut untuk
kelompok kontrol). Kelompok eksperimental akan memperoleh perlakuan (X), sedangkan
kelompok kontrol tidak menerima perlakuan tetapi akan diamati untuk dibandingkan
dengan kelompok eksperimental.
Beberapa Eksperimen dalam Krimonologi
Kamera Tersembunyi
Sebelurn era kamera video lumrah dijumpai dalam hampir semua bisnis, sebuah
eksperimen dengan kamera menyodorkan janji menggiurkan. Dalam upaya meningkatkan
^ngka penahanan dan penghukuman perampok kompleks komersial, Kepolisian Seattle
menciptakan sebuah eksperimen lapangan menggunakan perangkat berisiko tinggi,
sebagian dirancang seba-gai kelompok eksperimental, yang lain-lainnya sebagai kelompok
kontrol. Perlakuan bagi kelompok eksperimental melibatkan pemasangan kamera

13

tersembunyi khusus yang bisa diaktifkan selama perampokan ketika uang "aktivasi" ditarik
dari laci oleh kasir; cetakan foto perampok pun segera tersedia. Suatu perlakuan pasca-uji
terhadap dua jenis situs tersebut mendapati 55 persen perampokan dalam kelompok
eksperimental ditindaklanjuti dengan penangkapan, sedangkan angka untuk lokasi-lokasi
kontrol ada-lah 25 persen. (Clearance atau sudah ditindaklanjuti menunjukkan bahwa
tersangka sudah ditangkap, disidik, dan diserahkan kepada pengadilan untuk diproses atau
bahwa polisi memandang penyelidikan lebih lanjut tidak diperlukan.) Sementara 48 persen
perampok di lokasi berkamera dijatuhi hukuman, hanya 19 persen bandit kelompok kontrol
yang terbukti bersalah ("Hidden Cameras Project", 1978).
Scared Stright
Banyak kehebohan di Amerika Serikat pada akhir 1970-an karena sebuah program
baru yang dimaksudkan untuk mencegah kenakalan remaja berkembang menjadi aktivitas
kejahatan lebih serius dengan perbincangan "dari hati ke hati" lugas di penjara di antara
para penghuni yang dipilih secara khusus (lihat Foto 2.4). Digambarkan dalam sebuah film,
Scared Stright, proyek penjara awal Rahway, New Jersey, dimaksudkan untuk mengikis
kesan glamoi yang melekat pada kehidupan kriminal. Walaupun banyak otoritas hukum
yang segera meniru apa yang tampaknya merupakan obat mufarab mutakhii
pemasyarakatan, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa optimisms itu prematur.
Penelitian Berbasis Bukti
Mereka yang tidak sabar dengan atau rnempertanyakan pentingnya peneli tian
dalam kriminologi atau peradilan pidana sering mengajukan pertanyaai "Lalu apa?" atau
"Apa manfaat praktis semua proyek penelitian ini?" Mungkin untuk menjawab pertanyaanpertanyaan semacam itu, pada 1996 Kongres AS

memerintahkan jaksa Agung untuk

memberi "evaluasi komprehensi tentang efektivitas" lebih dari

3 triliun dollar hibah

Departemen Kehakiman
Usaha paling ambisius dalam hal ini adalah Campbell Collaboration (C2;
http,./:www.campbellcollaboration.org). Diberi nama untuk menghormati

mendiang

Donald Campbell, seorang pelopor dalam desain penelitian, tujuan organisasi ini adalah
memfasilitasi persiapan, pemeliharaan, dan aksesibilkas tinjauan-tinjauan program
sistematis. Mendukung agar kelompok ini terus memelihara register studi-studi sistematis,
C2 didasarkan pada Co chrane Collaboration yang sangat sukses di bidang kesehatan
dengan upaya menangani kurangnya bukti panduan bagi praktik-praktik layanan kesehatan
oleh David Farrington di Universitas Cambridge, selama satu tahun C2 meminta tinjauan
program di 25 kawasan termasuk kamp pelatihan, penerangan jalan, keadilan restoratif
(restorative justice), pelatihan keterampilan anak, dan perpolisian daerah rawan.

14

Survei
Sebagian besar pembaca sudah terbiasa dengan penggunaan survei dalam jajak
pendapat publik. kajian-kajian prediksi pemungutan suara, dan riset pemasaran. Berbagai
survei juga digunakan dalam kriminologi, terutama dalam menganalisis viktimisasi,
kejahatan yang dilaporkan oleh pelaku-nya sendiri (self-reported crime), pemeringkatan
publik tentang keseriusan kejahatan, pengukuran kekhawatiran terhadap kejahatan, dan
sikap-sikap terhadap kepolisian dan sistem peradilan pidana. Metode-metode pokok yang
digunakan dalam mengumpulkan data untuk survei adalah variasi ku-esioner, wawancara,
atau survei telepon. Persis seperti kontrol eksperimen untuk kesaiahan dan faktor-faktor
penyebab tandingah sebelum survei yang dilakukan dengan desain studi, para peneliti
survei berupaya mengontrol faktor-faktor tersebut sesudah survei dengan menggunakan
prosedur-pro-sedur statistik.
Survei Korban
Salah satu kekurangan utama statistik resmi kepolisian seperti UCR adalah tidak
mampu menjelaskan kejahatan yang tidak terungkap atau tidak dilaporkan; "angka gelap
kejahatan" (dark figure of crime) adalah frasa yang dipakai para kriminolog Eropa generasi
awal untuk menyebut delikyang lu-put dari perhatian pihak berwajib. Asumsinya, untuk
setiap kejahatan yang mendapat perhatian pihak berwenang terdapat jumlah tidak tertentu
kejahatan yang tidak terungkap angka gelap".
Isu dan Kewaspadaan dalam Mempelajari Data Korban
Beberapa problem yang mungkin muncul dalam survei korban antara lain, ^tas
pada: biaya menyusun banyak sampel, laporan palsu atau salah, kegagalan atau kerusakan
ingatan, telescoping of events (mendekatkan peristiwa), bisa sampel, pelaporan berlebihan
atau kurang, efek wawancara, serta kesalahan koding dan kesalahan mekanis.
1. Jika jajak pendapat publik berskala besar seperti yang digarap Gallup atau Roper bisa
dilakukan dengan sampel kurang dari 1.000, tidak banyaknya beberapa jenis
viktimisasi, seperti pemerkosaan, menghendaki sampel dalam jumlah besar untuk
menemukan be-berapa korban baru. Ratusan orang mungkin harus disurvei untuk
mendapatkan satu korban (Glaser, 1978, him. 63).
2. Sebuah garis paralel bisa ditarik dengan mencoba menyurvei para pemenang lotere
berdasarkan sebuah sampel populasi umum. Ba-nyak orang yang harus ditemui sebelum
menemukan beberapa pemenang. Jika peluang menang lotre adalah satu banding satu
juta, untuk menemukan satu pemenang secara kebetulan peneliti harus mewawancarai 1
juta pembeli lotre.
3. Laporan palsu atau salah bisa menghasilkan kesalahan. Levine, mi-salnya, mendapati
ketidakakuratan dalam laporan-laporan respon-den menyangkut perilaku pemungutan

15

suara, praktik bisnis, bahkan aktivitas seksual mereka (Levine, 1976, him. 307). Apakah
kita harus mengasumsikan presisi lebih tinggi dalam laporan-laporan korban?
4. Kegagalan atau kerusakan ingatan cenderung meningkat dengan bertambahnya jarak
antara waktu aktual peristiwa dan wawancara mengenai peiistiwa itu (Gottfredson &
Hindelang, 1977; Panel for the Evaluation of Crime Surveys, 1976, him. 21).
5. Telescoping of events, sejenis kerusakan ingatan, melibatkan per-pindahan peristiwa
yang terjadi dalam periode waktu berbeda (mi-salnya, sebelum periode yang
disebutkan) ke tempo yang sedang diteliti. Viktimisasi dua tahun lalu keliru disebutkan
terjadi pada tahun lalu. Tanpa sadar subjek mungkin bahkan mendekatkan peristiwa
untuk menyenangkan hati pewawancara (Bidermari et al, 1967). Karakteristik yang
diminta atau kecenderungan terlalu me-nurut para responden jelas dapat membiaskan
kajian korban.
6. Sampel yang bias menyebabkan penghitungan yang lebih kecil dari jumlah sebenarnya
anak muda, kaum pria, dan golongan minoritas. Kelompok-kelompok yang cenderung
kurang dihitung oleh Sensus AS ini juga lebih rentan terhadap viktimisasi.
7. Pelaporan berlebihan dalam survei korban umumnya melibatkan pelaporan insiden
subjek kepada pewawancara yang biasanya di-anggap terlalu sepele atau tidak penting
untuk melibatkan polisi. Banyak angka gelap kejahatan yang meliputi kejahatan
properti, sebagian besarnya dianggap tidak cukup bukti oleh polisi.

Mengontrol Kesalahan dalam Survei Korban


Beberapa cara mengontrol kesalahan dalam suuei korban meliputi, tetapi k terbatas
pada: penggunaan panel dan pengumpulan kelompok-kelompok target, evaluasi koding dan
sumber-sumber lain kesalahan manusia dan kesalahan mekanis dalam pemrosesan data,
memeriksa kembali catatan ke-lompok-kelompok yang sudah diketahui, wawancara ulang
kelompok yang sama, dan wawancara dengan kelompok-kelompok lain yang signifikan.
Panel (kajian berkelanjutan terhadap kelompok yang sama) sudah dibicarakan sebelumnya
sebagai sebuah cara mengikat (menetapkan periode waktu keti-ka peristiwa disebutkan
kapan terjadinya). Wawancara ulang kelompok yang sama dalam National Crime Panel
memungkinkan dilakukannya pelacakan insiden-insiden kejahatan yang dilaporkan dan
pemeriksaan respons dengan kelompok-kelompok tain yang signifikan (mereka yang kenal
baik dengan respondent Manfaat pokok survei korban adalah memberi kita ukuran
independen lain atas kejahatan, terpisah dari statistik resmi. Statistik resmi maupun survei
korban belum menyentuh kejahatan okupasional, korporat, dan ketertiban umum; dalam
Hal ini kedua ukuran tersebut sangat mengecil-kan tingkat kejahatan.
Merancang Ulang Survei Viktimisasi Kejahatan Nasional
Kritik terhadap NCVS, khususnya ketidakmampuannya menghimpun infor-masi
akurat sehubungan dengan penyerangan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga,

16

mendorong pengembangan metodologi disempurnakan yang meningkatkan kemampuan


responden untuk mengingat peristiwa. Perubah-an-perubahan survei meningkatkan jumlah
pemerkosaan dan penyerangan berat maupun biasa. Instrumen yang dirancang ulang juga
menghimpun in-formasi tentang berbagai viktimisasi lain, seperti gangguan seksual bukan
pemerkosaan dan kontak seksual yang tidak dikehendaki atau secara paksa, untuk pertarna
kalinya. Peningkatan dalam teknologi dan metodologi survei digunakan dalam rancanganrancangan baru (Bureau of Justice Statistics, 1994).
Sebuah analisis atas data yang tersedia menunjukkan bahwa kita tidak banyak tahu tentang
proporsi kejahatan yang dilakukan oleh sembarang kategori orang atau kelompok dalam
masyarakat tertentu. Pasti demikian halnya jika kita sepenuhnya mengandalkan statistik
resmi untuk pemba-hasan kita.
Ukuran Pelaporan Diri Kejahatan
Seperti halnya survei korban, ukuran pelaporan diri berusaha mem-berikan sebuah
alternatif bagi statistik resrni dalam mengukur tingkat ke-jahatan dalam sebuah masyarakat
(Menard, 1987). Para kriminoiog mem-inta individu, seperti dalam ilustrasi pada Berkas
Kejahatan 2.3, mengakui berbagai maca/n kejahatan dan/atau perbuatan delinkuen. Ini bisa
dicapai dengan kuesioner anonim atau survei di mana responden teridentifikasi dan dapat
divalidasi dengan wawancara-wawancara selanjutnya atau catatan ke-polisian. Selain itu,
instrumen-instrumen bertanda yang bisa dicocokkan dengan catatan resmi, validasi dengan
wawancara selanjutnya atau ancaman penggunaan uji poligraf (detektor kebohongan), dan
wawancara sendirian, juga wawancara yang selanjutnya dicocokkan dengan catatan resmi,
bisa di-gunakan (Nettler, 1978, him. 97-113).
Mengontrol Kesalahan dalam Survei Pelaporan Diri
Menggandakan data pelaporan diri sebagai ukuran tingkat kejahatan menyodorkan
persoalan besar berkenaan dengan hubungan antara pelaku yang dinyatakan dan perilaku
sesungguhnya. Nettler menyatakan bahwa "berta-nya kepada orang tentang perilaku
mereka adalah cara pengamatan yangbu-ruk" (Nettler, 1978, him. 97-113). Jika orang tidak
akurat dalam melaporkan aspelT-aspek lain perilaku mereka, seperti dalam pemungutan
suara, pera-watan medis dan lain sebagainya, tentu tidak layak mengasumsikan akura-si
tebih besar dalam mengakui perilaku menyimpang. Beberapa persoalan dalam studi
pelaporan diri sendiri antara lain: laporan yang mungkin tidak akurat, penggunaan
instrumen yang buruk atau tidak konsisten, desain pe-nelitian yang tidak memadai, dan
pilihan subjek yang buruk. Jika laporan keliru atau tidak akurat dapat memengaruhi surveisurvei semacam itu, Hood dan Sparks (1971) mempertanyakan jumlah delik sepele yang
dikategorikan sebagai delinkuensi di Amerika Serikat dan dimasukkan dalam studi-studi
semacam itu.

17

Evaluasi Metode Observasi Partisipan


Observasi partisipan adalah prosedur ampuh untuk meneliti kelompok-ke-lompok
yang tidak banyak dipahami. Beberapa studi observasi yang bersing-gungan dengan
kriminologi adalah Street Corner Society (1955) karya Whyte; Hustlers, Beats, and Others
(1967) karya Polsky; Synanon (1965) dan The Violent. Gang(1962) karya Yablonsky;
AFamili Business (1972) karya lanni; studi tentang Guardian Angels (1986) oleh Albini;
dan Tearoom Trade (1970) karya Humphreys. Eleanor Miller (1986) rnelakukan penelitian
lapangan dengan mewancarai 64 pelacur di Milwaukee; Marquart (1986) bekerja sebagai
sipir; (Hopppr (1991) meneliti geng motor berandalan; dan Sanchez-Jankowski (1991)
menghabiskan 10 tahun tinggal dan meneliti geng-geng jalanan di Los Angeles, Boston,
dan New York
Keuntungan utama observasi partisipan terkait dengan detail kuatitatif yang bisa
dihasilkan. Menggunakan strategi penggugah kepekaan verstehen, peneliti tidak begitu
dipengaruhi oleh penilaian tertalu dini, ngat fleksibel dan tidak terlalu artifisial, teknik ini
memungkinkan per mengamati subjek dalam lingkungan alami mereka. Metode-metode
grafis semacam itu menawarkan keterangan orang dalam dan memperkenalkan mahasiswa
dengan perspektif subjek (Cromwell, 1996). Teknik ini hasilkan beberapa literatur paling
menggugah dan menarik dalam bidang bahkan menyaingi sebagian fiksi modern terbaik.
Riwayat Hidup dan Studi Kasus
Sebuah ilustrasi penggunaan studi kasus dan riwayat hidup dalam kronologi adalah
The Professional Thief(1937) karya Edwin Sutherland, berdasarkan wawancaranya dengan
pencuri profesional yang, dipenjara dan diberi nama samaran "Chic" Conwell. Seperti
observasi partisipan, studi kasus/Riwayat hidup merepresentasikan sebuah pendekatan
personal mendalam pada satu atau beberapa subyek untuk memperoleh pemahaman atau
verstehen lebih besar (Weber, 1949) yang biasanya kabur dalam analisis yang lebih
agregatif. Metode ini bisa jadi menggunakan buku harian, surat-menyurat, biografi,
autobiografi dalam rangka menangkap pandangan detail subjek yang unik atau
representatif.
Unobtrusive Measures
Unobtrusive measures adalah metode-metode pengumpulan data bawah, diam-diam,
atau tidak reaktif (Webb, Campbell, & Schwartz 1981) Teknik-teknik demikian berusaha
menghindari reaktivitas, kecendenderungan subjek untuk berperilaku lain ketika menyadari
bahwa mereka sedang diteliti. Tentu saja kecenderungan ini merupakan persoalan dalam
sebagia riset penjara, di mana bisa dipertanyakan apakah sukarelawan penelil benar-benar

18

sukarela. Jenis-jenis metode tidak mencolok utama meliputi analisis jejak fisik; penggunaan
catatan yang ada seperti arsip, data yang tersedia dan autobiografi; serta pengamatan
sederhana dan tersamar, juga simulasi
Observasi menghendaki peneliti mempertahankan partisipasi dengan subjek
sesedikit mungkin seraya mencatat ativitas mereka; dalam observasi tersamar peneliti diamdiam

mengkaji

kelompok-kelompok

dengan

sesekali

mengecoh

mereka

untuk

menyembunyikan maksud sesungguhnya Misalnya, untuk mempelajari subjek yang sulit di


lapangan, para peneliti menyaru sebagai "pencuri dan korban" (Stewart & Cannon, 1977),
Watch queen

(Humphreys, 1970) seorang pasien mental" (Caudill, 1958) pendukung

Black Panther" (Heussenstamm, 1971), seorang "tuns intemasional yang naif" (Feldman,
1968) dan "pengurus" (Sherif & Sherif, 1966), sekadar menyebut beberapa.
Selain manfaat jelas unobtrusive measures karena sifatnya yang non-reaktif yaitu
mencegah subjek menyadari sedang diamati dan sangat ideal dalam menghindari reaktivitas
teknik-teknik tersebut juga memiliki keung-gulan yaitu lebih alami dan mampu
menghindari tumpuan berlebihan pada data personal. Dengan memanfaatkan data yang
sudah dihimpun sebeium-nya, para peneliti bisa sangat menghemat waktu dan biaya.
Terlalu banyak peneliti yang berasumsi bahwa melakukan studi harus melibatkan biaya dan
waktu untuk menghimpun data baru padahal ada segudang informasi po-tensial di depan
mata, sama tak jauhnya dengan perpustakaan terdekat dan bertebaran dalam catatan
berbagai organisasi publik dan privat. Kelemahannya, metode-metode tidak mencolok
tersebut menimbulkan problem potensial mengganggu privasi.
Validitas, Reliabilitas, dan Triangulasi
Dahulu sejumlah peneliti bersikap kritis terhadap akurasi kebanyakan penelitian
kriminologi. Bailey (1971), dalam sebuah resensi atas 100 studi riset tentang
pemasyarakatan pelaku kejahatan, menunjukkan bahwa banyak penelitian yang tidak valid,
tidak bisa diandalkan, dan didasarkan pada rancangan riset yang buruk. Dalam sebuah
analisis tentang kualitas penerbitan dalam kriminologi, Wolfgang, Figlio, dan Thornberry
(1978) menilai bahwa kecanggihan metodologis sangat buruk dan dibutuhkan lebih banyak
perhatian bagi rancangan dan eksekusi penelitian yang memadai. Walaupun kemudian
memodifikasi pandangannya dan mengakui narsisisme metodologis, Martinson (1974 :
Martison 1978) Mengkritik penelitian penjara. Menyatakan bahwa dalam tinjauannya
tentang bukti program-program di penjara dan dampaknya terhadap residivisme, dia
mendapati "tidak ada yang berfungsi". Narsisisme metodologis menunjuk pada keyakinan
bahwa metode favorit seseorang adalah satu-satunya cara untuk melakukan penelitian dan
memandang rendah semua metode lainnya. Apa yang harus dikatakan tentang keadaan yang
menyedihkan ini? Jika data mengenai "apa? terkait dengan kejahatan ternyata tidak valid,
apa yang bisa kita harapkan dari teori-teori yang didasarkan pada data tersebut. Untunglah

19

para krimi nolog punya banyak pergaulan metodologis dengan para ekonom, psikiater dan
ahli meteorologi, sekadar menyebut beberapa. Problem pengukuran yang tidak tepat bukan
hanya terjadi di bidang kriminologj dan, lebih dari itu. bukan problem yang tak
terselesaikan.
IKHTISAR
Teori dan metodologi adalah dua ciri penting yang harus dipunyai setiap disi-plm,
termasuk kriminologi. Teori adalah suatu upaya untuk memberi jawaban masuk akal
terhadap realitas dan membahas pertanyaan "Mengapa?" Metode (metodologi) melibatkan
prosedur-prosedur bagi pengumpulan dan analisis data atau fakta akurat dan
berkepentingan dengan pertanyaan "Apa itu?"
Kerja penelitian kriminologi melibatkan beberapa prosedur dasar. Ob-jektivitas,
komitmen terhadap pendekatan tanpa bias "bebas nilai" terhadap subjek yang diteliti adalah
kaidah pokok penelitian. Waiaupun terdapat per-soa.an peran-peran yang berbenturan.
peran utama kriminolog adalah sebagai ilmuwan. Beberapa prinsip umum perilaku etis
dalam kriminologi meli-puti keharusan peneliti untuk menghindari prosedur-prosedur
berbahaya, menghormati komitmen dan hubungan timbal balik, rnenerapkan objektivi-tas
dan integritas, melindungi privasi subjek, juga menjaga kerahasiaan.
Proses pemikiran metodologis dilukiskan dengan pertanyaan riset "Siapakah
penjahat itu?" Hingga saat ini sumber utama informasi mengenai statistik kejahatan adalah
statistik resmi kepolisian, yang merepresentasikan kejahatan-kejahatan yang dicatat polisi.
Uniform Crime Reports (UCR) me-nyediakan statistik semacam itu bagi Amerika Serikat.
Statistik tersebut tidak bisa menjelaskan kejahatan yang tidak tercatat, "angka gelap
kejahatan."
"Indeks kejahatan" UCR yangmenjadi dasar perhitungan angka kejahat-an terdiri
atas kejahatan-kejahatan Bagian 1: pembunuhan dan penghilang-an nyawa dengan sengaja,
pemerkosaan, penyerangan berat, pembobolan, pencurian, pencurian kendaraan bermotor,
dan pembakaran. Para peneliti harus menyadari kelemahan data resmi seperti UCR. UCR
yang didesain ulang (NIBRS, National Incident-Based Reporting System) adalah upaya
untuk menyempumakan sistem tersebut.
Alternatif lain bagi pengukuran kejahatan dan aktivitas kriminal termasuk
pengukuran tingkat keseriusan kejahatan, yang berupaya menyedia-kan indeks bobot
kejahatan. Strategi penghimpunan data alternatif men-cakupi eksperimen, survei sosial,
observasi partisipan, metode-metode studi kasus/riwayat hidup, metode tidak mencolok.
Masing-masing mempunyai keunggulan dan kekurangan berkenaan dengan kontrol
kuantitatif/kualitatif, validitas intemal/ekstemal, dan tingkat artifisialitas/kealamian.
Poin intinya adalah, bertolak belakang dengan narsisisme metodologis (berpegang
secara fanatik pada metode favorit seseorang), tidak satu pun metode yang punya

20

keunggulan inheren dibanding yang lain. Metodologi adalah alat dan bukun tujuan itu
sendiri. Untuk tiap rnetode buku ini menya-jikan deskripsi maupun contoh-contoh
penerapan metode terkait dalam pe-nelitian kriminologi. Misalnya, survei korban
merupakan ukuran alternatif sangat penting kriminalitas. Adapun survei pelaporan diri
adalah alat yang berguna untuk menguak kriminalitas tersembunyi. Strategi dasar observasi partisipan (studi lapangan), riwayat hidup, dan studi-studi kasus dalam kriminologi juga
dipaparkan. Seruan sangat meyakinkan bagi perlunya studi-studi semacam itu muncul dari
penelitian Ned Polsky. Metode-metode tidak mencolok (nonreaktif) adalah cara-cara hemat
biaya dan terabaikan dalam memperoleh data. Metode-rnetode ini meljputi anaiisis jejak
fisik, penggu-m data/arsip yang ada (termasuk anaiisis isi dan anaiisis sekunder), dan
tersamar serta simulasi.
Sebagian besar kritik terhadap penelitian kriminologi terpusat pada va-liditas
(akurasi) dan reliabilitas (konsistensi/stabilitas) metodologi yang di-gunakan. Triangulasi
(penggunaan beragam metode) diajukan sebagai lang-kah logis untuk menyelesaikan
persoalan ini.

21

Anda mungkin juga menyukai