Laporan Kasus Skabies
Laporan Kasus Skabies
Laporan Kasus Skabies
Skabies
Oleh:
Dr. Firmansyah Oktaviano
Pendamping:
Dr. Leni Kopen
Wahana:
Puskesmas Tanjung Enim
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
dr. Firmansyah Oktaviano
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan
program internship dokter Indonesia di wahana Puskesmas Enim periode 13 Juni
13 September 2015
Muara Enim,
Juli 2015
Pembimbing,
PORTOFOLIO
Kasus-2
Topik: Skabies
Tanggal (Kasus): 6 Juli 2015
Presenter: dr. Firmansyah Oktaviano
Tanggal Presentasi: Juli 2015
Pendamping: dr. Leni Kopen
Tempat Presentasi: Puskesmas Tanjung Enim
Objektif presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
M
asalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak Remaja Dewasa Lansia
Bumil
Deskripsi : Anak, Laki-laki, usia 8 tahun, Skabies
Tujuan :
1. Penegakkan Diagnosa
2. Penatalaksanaan
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
A
udit
Presentasi dan
Cara membahas:
Diskusi
diskusi
E-mail
Pos
Data pasien :
Nama: An. A
No registrasi: Alamat: Saringan, Tanjung
Usia: 8 tahun
Enim
Agama: Islam
Bangsa: Indonesia
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit ringan, mengeluhkan gatal disertai munculnya
bruntus-bruntus di daerah punggung tangan, sela-sela jari dan telapak tangan 1
minggu sebelumnya, gatal disertai munculnya bruntus-bruntus di punggung
tangan, telapak tangan, sela-sela jari. Gatal memberat saat malam hari, bruntusbruntus meluas ke perut, genetalia, lutut sebelah kanan.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum berobat sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
7 hari sebelum ke Puskesmas, pasien mengeluhkan gatal disertai munculnya
bruntus-bruntus di daerah punggung tangan, sela-sela jari dan telapak tangan,
gatal disertai munculnya bruntus-bruntus di punggung tangan, telapak tangan,
sela-sela jari terdapat benjolan bernanah. Sudah berobat ke dokter diberi salep
gentamisin tapi tidak sembuh.
1 hari sebelum ke Puskesmas, keluhan makin berat, pasien berobat ke Poliklinik
Puskesmas Tanjung Enim.
4. Riwayat Keluarga
- Riwayat dengan keluhan yang sama pada keluarga (+)
- Riwayat alergi pada keluarga disangkal
5. Riwayat Pekerjaan: Pelajar
6. Lain-lain
Riwayat orang sekitar yang menderita keluhan yang sama ada, yaitu adik
pasien
- Riwayat mengganti sprei 3 minggu sekali.
- Riwayat alergi pada pasien disangkal
Daftar Pustaka
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009
2. Garcia-Ferrer, Fransisco J. et al. Konjungtiva. Dalam: Oftalmologi Umum
Vaughan dan Asbury, Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009
3. Kanski, JJ. Bowling B. Clinical Ophtalmology: A systemic Approach Seventh
Edition. Eddinburgh: Butterworth Heinemann.2012
4. Van Hauven, WAJ. Zwaan J. Decision Making in Ophtalmology, An Algoritmic
Approach, Second Edition. Mosby Inc. 2000.
5. Khaw, PT. et al. ABC of Eyes, Fourth Edition. London: BMJ Books. 2004
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Konjungtivitis
2. Tatalaksana Konjungtivitis
RANGKUMAN PEMBELAJARAN
1. Subjektif :
7 hari sebelum ke Puskesmas, pasien mengeluhkan gatal disertai
munculnya bruntus-bruntus di daerah punggung tangan, sela-sela jari dan
telapak tangan, gatal disertai munculnya bruntus-bruntus di punggung
tangan, telapak tangan, sela-sela jari terdapat benjolan bernanah. Gatal
makin terasa pada malam hari. Sudah berobat ke dokter diberi salep
gentamisin tapi tidak sembuh.
1 hari sebelum ke Puskesmas, keluhan makin berat, pasien berobat ke
Poliklinik Puskesmas Tanjung Enim.
2. Objektif :
Hasil pemeriksaan fisik:
Keadaan umum
: tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
: 88x/menit
Pernafasan
: 20x/menit
Suhu
: 36,9oC
Status Generalis
Kepala
- Bentuk
- Mata
- Telinga
- Hidung
- Mulut
: Normosefali, simetris
: (lihat status oftalmologikus)
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: Mukosa mulut dan bibir kering (-),
sianosis (-).
Leher
- Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
- Palpasi
: stemfremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi
: Thrill tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : HR: 88 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,
bising (-)
Abdomen
- Inspeksi
- Palpasi
-
: Cembung
: Lemas, hepar tidak teraba, cubitan kulit perut cepat
kembali
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstrimitas
- Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-), Capillary refill time < 2
detik
Status dermatologikus:
Distribusi
: regional
Ad Regio
: punggung tangan, sela-sela jari, telapak tangan, perut,
genitalia, selangkangan, lutut kaki kanan.
Lesi
: Multipel, diskret, sebagian konfluens, bentuk bulat, ukuran
miliar sampai lentikuler diameter bervariasi antara 0,2-0,5 mm, berbatas
tegas, menimbul dari permukaan kulit,tepi tidak tampak lebih aktif, lesi
keringtegas dasar eritem dengan tepi yang aktif.
Efloresensi : Papul eritematosa, Ekskoriasi, krusta, pustul
3. Assessment:
7 hari sebelum ke Puskesmas, pasien mengeluhkan gatal disertai
munculnya bruntus-bruntus di daerah punggung tangan, sela-sela jari dan
Permetrin cream 5 %
CTM 3x 4mg
juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau
penyakit ampera
b). Etiologi
Skabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan, dan didapatkan
melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini.
Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3
mm pada jantan dan 0,2 x 0,15 pada betina.
c). Faktor Risiko
Semua kelompok umur bisa terkena skabies. Penularan dapat terjadi
melalui kontak fisik yang erat seperti berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual, serta dapat juga melalui pakaian dalam, handuk, sprei, dan
tempat tidur.
Beberapa faktor yang dapat membantu penyebaranya adalah kemiskinan,
higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi,
ekologi dan derajat sensitasi individual.
d). Patogenesis
Infestasi dimulai saat tungau betina yang telah dibuahi tiba di permukaan
kulit. Dalam waktu satu jam, tungau tersebut akan mulai menggali terowongan.
Setelah tiga puluh hari, terowongan yang awalnya hanya beberapa millimeter
bertambah panjang menjadi beberapa centimeter. Meskipun begitu, terowongan
ini hanya terdapat di stratum korneum dan tidak akan menembus lapisan kulit di
bawah epidermis. Terowongan ini dibuat untuk menyimpan telur- telur tungau,
kadang- kadang juga ditemukan skibala di dalamnya. Tungau dan produkproduknya inilah yang berperan sebagai iritan yang akan merangsang sistem imun
tubuh untuk mengerahkan komponen- komponennya.
Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun spesifik
lainnya belum memberikan respon. Namun, terjadi perlawanan dari tubuh oleh
sistem imun non spesifik yang disebut inflamasi. Tanda dari terjadinya inflamasi
ini antara lain timbulnya kemerahan pada kulit, panas, nyeri dan bengkak. Hal ini
disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat inflamasi yang terjadi
atas pengaruh amin vasoaktif seperti histamine, triptamin dan mediator lainnya
yang berasal dari sel mastosit. Mediator- mediator inflamasi itu juga
menyebabkan rasa gatal di kulit. Molekul- molekul seperti prostaglandin dan
kinin juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan protein
plasma melintasi endotel yang menimbulkan kemerahan dan panas.
Faktor kemotaktik yang diproduksi seperti C5a, histamine, leukotrien akan
menarik fagosit. Peningkatan permeabilitas vaskuler memudahkan neutrofil dan
monosit memasuki jaringan tersebut. Neutrofil datang terlebih dahulu untuk
menghancurkan/ menyingkirkan antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi
beberapa sel akan mati dan mengeluarkan isinya yang juga akan merusak jaringan
skrotum adalah patognomonis untuk skabies. Sehingga bila pada seorang pria
diduga menderita skabies, hendaknya genetalianya selalu diperiksa.
Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama
terdapat di sekitar aksila, umbilikus dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi
alergi tubuh terhadap tungau.
Selain itu juga dapat terjadi lesi sekunder akibat garukan maupun infeksi
sekunder seperti eksema, pustula, eritema, nodul dan eksoriasi.
f). Diagnosis
Menurut Handoko, 2007, diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya
dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu:
5.
Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
6.
Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.
7.
Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata panjang 1cm, dan
pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya
adalah tempat- tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jari- jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian
bawah.
8.
Menemukan tungau. Untuk menemukan tungau atau terowongan, dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak
mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel steril untuk mengangkat atap
papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup
dengan lensa mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan
tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
c. Epidermal shave biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan
telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu
anestesi.
d. Burrow ink test
Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan
selama dua menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila
tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis
zig- zag.
e. Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan
cepat. Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop.
f. Uji tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan,
kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam
terowongan akan menunjukkan fluoresesnsi (Sungkar, 2000).
G. Prinsip penatalaksanaan dari skabies yaitu:
Semua keluarga berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan
seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies yaitu:
1. Permetrin 5%
Aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh
diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2
bulan.
2. Malation 0,5%
Malation 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian
berikutnya diberikan beberapa hari kemudian
3. Emulsi Benzil-benzoat (20-25%)
Diberikan setiap malam selama tiga hari. Sering terjadi iritasi dan kadangkadang makin gatal setelah dipakai.
4. Sulfur 10%
Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada
malam hari selama 3 malam
5. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan harus ditambah
2-3 bagian dari air dan digunakan selama 2-3 hari.
6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)
Kadar 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi. Tidak
dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada
gejala ulangi seminggu kemudian.
7. Krotamiton 10% dalam krim atau losio
10% dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan.
Mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan antigatal.
Prognosa pada umumnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdillah A., Mansyur M., Maria A., Munandar A., Wibowo A.A. 2007.
Pendekatan kedoktran keluarga pada penatalaksanaan scabies. Majalah
Kedokteran Indonesia. 57: 63-67.
2.
Admin. 2009. Asrama Santri. http://assalaam.or.id/fasilitas/asramasantri/302-asrama-santri.html. [21 April 2010]
3.
Boediardja S. 2003. Skabies pada Bayi dan Anak. Editor: Boediardja S,
Sugito T, Kurniati D, Elandari. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
4.
Bratawidjaja, K.G. 2007. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 260-262.
5.
Brown R.G., Burns T. 2002. Lecture Notes Dermatology. Edisi ke- 8.
Jakarta: Penerbit Erlangga. pp: 42-47